Laporan Pendahuluan Hiv New
Laporan Pendahuluan Hiv New
A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada
manusia yang menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam
jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan
AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul secara
kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan
tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma
yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya
penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi
tersebut sepertii keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang
sudah dikenal dan sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997 : 171).
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah
kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan
tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human
Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
Jadi HIV adalah infeksi virus yang secara progresif
menghancurkan sel-sel darah putih Infeksi oleh HIV biasanya
berakibat pada kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progresif,
menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik dan kanker tertentu
(terutama pada orang dewasa).
2. Etiologi
Penyebab penyakit AIDS adalah HIV yaitu virus yang masuk
dalam kelompok retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ
vital sistem kekebalan tubuh manusia. Penyakit ini dapat ditularkan
melalui penularan seksual, kontaminasi patogen di dalam darah, dan
penularan masa perinatal.
a) Faktor risiko untuk tertular HIV pada bayi dan anak adalah :
Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual
Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan berganti
Bayi yang lahir dari ibu atau pasangannya
penyalahguna obat intravena
Bayi atau anak yang mendapat transfusi darah atau
produk darah berulang
Anak yang terpapar pada infeksi hiv dari kekerasan
seksual (perlakuan salah seksual), dan
Anak remaja dengan hubungan seksual berganti-ganti
pasangan
b) Cara Penularan
Penularan HIV dari ibu kepada bayinya dapat melalui:
1. Dari ibu kepada anak dalam kandungannya
(antepartum)
Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat
menularkan virus tersebut ke bayi yang
dikandungnya. Cara transmisi ini dinamakan juga
transmisi secara vertikal. Transmisi dapat terjadi
melalui plasenta (intrauterin) intrapartum, yaitu pada
waktu bayi terpapar dengan darah ibu.
2. Selama persalinan (intrapartum)
Selama persalinan bayi dapat tertular darah
atau cairan servikovaginal yang mengandung HIV
melalui paparan trakeobronkial atau tertelan pada
jalan lahir.
3. Bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh ibu yang
terinfeksi
Pada ibu yang terinfeksi HIV, ditemukan virus
pada cairan vagina 21%, cairan aspirasi
lambung pada bayi yang dilahirkan.
Besarnya paparan pada jalan lahir sangat
dipengaruhi dengan adanya kadar HIV pada
cairan vagina ibu, cara persalinan, ulkus
serviks atau vagina, perlukaan dinding vagina,
infeksi cairan ketuban, ketuban pecah
dini, persalinan prematur, penggunaan elektrode
pada kepala janin, penggunaan vakum atau forsep,
episiotomi dan rendahnya kadar CD4 pada ibu.
Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan
akan meningkatkan resiko transmisi antepartum
sampai dua kali lipat dibandingkan jika ketuban
pecah kurang dari 4 jam sebelum persalinan.
4. Bayi tertular melalui pemberian ASI
Transmisi pasca persalinan sering terjadi
melalui pemberian ASI. ASI diketahui banyak
mengandung HIV dalam jumlah cukup banyak.
Konsentrasi median sel yang terinfeksi HIV pada ibu
yang tenderita HIV adalah 1 per 10 4 sel, partikel
virus ini dapat ditemukan pada komponen sel dan
non sel ASI. Berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi resiko tranmisi HIV melalui ASI
antara lain mastitis atau luka di puting, lesi di
mucosa mulut bayi, prematuritas dan respon imun
bayi.
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi HIV pada anak bervariasi dari
asimtomatis sampai penyakit berat yang dinamakan AIDS. AIDS
pada anak terutama terjadi pada umur muda karena sebagian besar
(>80%) AIDS pada anak akibat transmisi vertikal dari ibu ke anak.
Lima puluh persen kasus AIDS anak berumur < l tahun dan 82%
berumur <3 tahun. Meskipun demikian ada juga bayi yang
terinfeksi HIV secara vertikal belum memperlihatkan gejala AIDS
pada umur 10 tahun.
Gejala klinis yang terlihat adalah akibat adanya infeksi oleh
mikroorganisme yang ada di lingkungan anak. Oleh karena itu,
manifestasinyapun berupa manifestasi nonspesifik berupa :
Gagal tumbuh
Berat badan menurun
selain limfosit.
Infeksi HIV pada monosit, tidak seperti infeksi pada limfosit
CD4, tidak menyebabkan kematian sel. Monosit yang terinfeksi
dapat berperang sebagai reservoir virus laten tetapi tidak dapat
diinduksi, dan dapat membawa virus ke organ, terutama otak, dan
menetap di otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan asam
nukleat viral pada sel-sel kromafin mukosa usus, epitel
glomerular dan tubular dan astroglia. Pada jaringan janin,
pemulihan virus yang paling konsisten adalah dari otak, hati, dan
paru. Patologi terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun
sering sulit untuk mengetahui apakah kerusakan terutama
disebabkan oleh infeksi virus local atau komplikasi infeksi lain
atau autoimun.
Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat
terakhir, meskipun “ priode inkubasi “ atau interval sebelum
muncul gejala infeksi HIV, secara umum lebih singkat pada
infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV dewasa. Selama
fase ini, gangguan regulasi imun sering tampak pada saat tes,
terutama berkenaan dengan fungsi sel B; hipergameglobulinemia
dengan produksi antibody nonfungsional lebih universal diantara
anak-anak yang terinfeksi HIV dari pada dewasa, sering
meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan.
Ketidakmampuan untuk berespon terhadap antigen baru
ini dengan produksi imunoglobulin secara klinis mempengaruhi
bayi tanpa pajanan antigen sebelumnya, berperang pada infeksi
dan keparahan infeksi bakteri yang lebih berat pada infeksi
HIV pediatrik. Deplesi limfosit CD4 sering merupakan
temuan lanjutan, dan mungkin tidak berkorelasi dengan
status simtomatik. Bayi dan anak-anak dengan infeksi HIV
sering memiliki jumlah limfosit yang normal, dan 15% pasien
dengan AIDS periatrik mungkin memiliki resiko limfosit CD4
terhadap CD8 yang normal. Panjamu yang berkembang
untuk beberapa alasan menderita imunopatologi yang
berbeda dengan dewasa, dan kerentanan perkembangan
system saraf pusat menerangkan frekuensi relatif
ensefalopati yang terjadi pada infeksi HIV anak.
5. Komplikasi
Seksualitas
Tanda : herpes genitalia, gatal dibagian organ reproduksi
2. Diagnosa Keperawatan
Pola napas tidak efektif ( D. 0005) berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru ditandai dengan takipnea, distress pernapasan, sesak
pada dada, R= 32x/menit.
Bersihan jalan napas tidak efektif (D. 0001) berhubungan dengan
akumulasi secret ditandai dengan adanya sputum/secret, terdengar
suara napas ronchi dan batuk.
Hipertermia (D. 0130) berhubungan dengan proses penyakit
ditandai dengan S= 390C, kejang, kulit teraba hangat.
Diare ( D. 0020) berhubungan dengan inflamasi gastrointestinal
ditandai dengan BAB dengan konsistensi cair dengan frekuensi 4x
sehari, dan nyeri/kram abdomen.
Defisit nutrisi (D. 0019) berhubungan dengan anoreksia, mual
muntah, disfagia, turgor kulit buruk.
Risiko infeksi (D. 0142) dibuktikan dengan imunosupresi.
3. Intervensi Keperawatan
N Diagnosa
SLKI SIKI Rasional
o Keperawatan
1. Pola napas tidak Pola Napas Manajemen Jalan Tindakan
efektif (D. 0005) (L.01004) Napas (I.01011) Observasi
b.d penurunan Setelah dilakukan Tindakan 1. Untuk
ekspansi paru d.d tindakan Observasi mengetahui
perkemban
takipnea, distress keperawatan 1. Monitor pola
gan status
pernapasan, sesak selama 3x24 jam napas kesehatan
pada dada, R= masalah gangguan (frekuensi, pasien dan
32x/menit. pola napas tidak kedalaman, mencegah
Definisi : efektif dapat usaha napas) komplkasi
Inspirasi teratasi dengan 2. Monitor bunyi lanjutan
dan/atau kriteria hasil : napas 2. Untu
ekspirasi yang a) Dispnea tambahan k
mengetahui
tidak dari skala 1 (mis. gurgling,
kondisi
memberikan meningkat mengi, kesehatan
ventilasi menjadi skala wheezing, klien
adekuat 5 menurun ronkhi kering) 3. Karek
Penyebab: b) Pengguna 3. Monitor teristik
1. Depresi pusat an otot bantu sputum sputum
pernapasan napas dari (jumlah, dapat
2.Hambatan upaya skala 1 warna, aroma) menunjukk
an berat
napas (mis. nyeri meningkat Terapeutik ringannya
saat bernapas, menjadi skala 1. Posisikan obstruksi
kelemahan otot 3 sedang semi-fowler Terapeutik
atau fowler 1.Untuk
pernapasan) c) Frekuensi
2. Berikan menguran
3.Deformitas napas dari 1 minuman
dinding dada memburuk gi kondisi
hangat sesak
4.Deformitas menjadi skala 3. Berikan pasien
tulang dada 5 membaik oksigen, jika 2.Untuk
5.Gangguan perlu mengecerk
neuromuscular Edukasi an dahak
1. Anjurkn 3.Untuk
Tanda &
asupan cairan menguran
gejala: 2000 ml/hari,
1.fase ekspirasi gi sesak
jika tidak Edukasi
memanjang kontraindikas 1.Untuk
2. pola napas i mengencer
abnormal( takipn 2. Ajarkan kan dahak
ea, bradipnea) teknik batuk 2.Untuk
efektif mengeluar
3.pernapasan
Kolaborasi kan dahak
cuping hidung 1. Kolaborasi Kolaborasi
pemberian 1.untuk
bronkodilator meredakan
gejala
penyakit
obstruktif
paru
2. Bersihan Bersihan jalan Latihan batuk Tindakan
jalan napas napas (L.01001) efektif (I.01006) Observasi
tidak efektif Setelah dilakukan Tindakan 1. Untuk
mengetahu
(D. 0001) b.d tindakan Observasi
i
akumulasi keperawatan 1. Monitor perkemba
secret d.d selama 3x24 jam adanya ngan
adanya masalah gangguan retensi status
sputum/secret bersihan jalan sputum kesehatan
, terdengarnapas dapat 2. Identifikasi pasien dan
suara napas teratasi dengan kemampuan mencegah
komplikas
ronchi dan
kriteria hasil : batuk.
i lanjutan
batuk a) Batuk efektif Terapeutik 2. Untuk
Definisi : dari skala 1 1. Posisikan mengetahu
Kemampuan menurun semi-fowler i kondisi
atau fowler kesehatan
membersihkan menjadi skala
Edukasi klien
secret atau 5 meningkat 1. Jelaskan
obstruksi jalan b) Produksi Terapeutik
tujuan & 1. Untuk
napas untuk sputum dari prosedur menguran
mempertahank skala 1 batuk efektif gi kondisi
an jalan napas meningkat 2. Anjurkan sesak
tetap paten. menjadi skala batuk dengan pasien
kuat langsung Edukasi
Penyebab : 4 cukup
setelah tarik 1. Agar klien
1.Spasme jalan menurun napas dalam mengetahu
napas c) Frekuensi yang ke 3 i manfaat
2.Hipersekresi
napas dari 1 Kolaborasi
jalan napas batuk
memburuk 1. Kolaborasi efektif
3.Proses infeksi
menjadi skala pemberian untuk
4.Sekresi yang
5 membaik mukolitik kesembuh
tertahan
5.Disfungsi an klien
neuromuscular 2. Untuk
Gejala dan mengeluar
Tanda kan dahak
1.Batuk tidak Kolaborasi
efektif 1.untuk
2.Sputum meredakan
berlebih gejala
3.Mengi, ronci, penyakit
wheezing obstruktif
4.Dyspnea paru
3. Hipertermia(D.01 Hipertermia Manajemen Tindakan
30) berhubungan (L.14134) hipertermia Observasi
dengan prosesSetelah dilakukan (I.15506 ) 1.Untuk
mengetahu
penyakit ditandai tindakan Tindakan i
dengan S= 390C, keperawatan Observasi perkemba
kejang, kulit
selama 3x24 jam 1. Monitor suhu ngan
teraba hangat. masalah gangguan 2. Identifikasi status
hipertermia dapat penyebab kesehatan
Definisi: Suhu teratasi dengan hipertermia pasien dan
tubuh kriteria hasil : mencegah
Terapeutik
komplikas
meningkat di a) Kulit merah 1.Sediakan
i lanjutan
atas rentang dari skala 1 lingkungan
2.Untuk
normal tubuh. meningkat yang dingin
mengetahu
2.Longgarkan
Penyebab : menjadi skala pakaian i kondisi
1.Dehidrasi 5 menurun Edukasi kesehatan
2.Terpapar b) Suhu tubuh 1.Anjurkan tirah klien
baring Terapeutik
lingkungan dari skala 1
Kolaborasi 1.Untuk
panas meningkat 1. Kolaborasi memberik
3.Proses menjadi skala pemberian an
penyakit 5 menurun antipiretik kenyaman
(misal, c) Pengisian an pasien
infeksi dan kapiler dari 1 2.Untuk
kanker). memburuk menguran
gi
4.Ketidaksesu menjadi skala
hipertermi
aian pakaian 5 membaik a
dan Edukasi
lingkungan 1.untuk
5.Peningkatan memperce
laju pat
metabolisme kesembuh
an klien
Gejala dan
Kolaborasi
tanda : 1. Untuk
1. Suhu tubuh menguran
di atas gi
rentang hiperterm
normal ia klien
2. Kulit merah
3. Kejang
4. Takikardi
5. Takipnea
6. Kulit terasa
hangat
4. Diare ( D. 0020) Eliminasi fekal Manajemen diare Tindakan
berhubungan (L. 04033) (I.03101 ) Observasi
dengan inflamasi Setelah dilakukan Tindakan 1.Untuk
mengetahui
gastrointestinal tindakan Observasi perkemban
ditandai dengan keperawatan 1. Monitor gan status
BAB dengan selama 3x24 jam warna, kesehatan
konsistensi cair masalah gangguan volume, pasien dan
dengan frekuensi diare dapat teratasi frekuensi dan mencegah
4x sehari, dan dengan kriteria konsistensi komplikasi
nyeri/kram hasil : lanjutan
tinja
2.Untuk
abdomen. a) Konsistensi 2. Identifikasi mengetahui
Definisi : feses dari penyebab kondisi
Pengeluaran skala 1 diare kesehatan
feses yang memburuk Terapeutik klien
sering, lunak menjadi skala 1. Berikan Terapeutik
dan tidak 5 membaik asupan cairan 1.Untuk
berbentuk. d) Frekuensi oral memenuhi
Penyebab : defekasi dari 2. Pasang jalur kebutuhan
1. Inflamasi intravena cairan
skala 1
gastrointesti Edukasi pasien
memburuk 1. Anjurkan 2.Untuk
nal
menjadi skala makanan memenuhi
2. Proses
infeksi 5 membaik porsi kecil kebuthan
3. Terpapar e) Kram tapi sering cairan
kontaminan abdomen dari Kolaborasi pasien
4. Iritasi 1 meningkat 1. Kolaborasi Edukasi
gastrointesti pemberian 1.untuk
menjadi skala
nal antimotilitas mempercep
5 menurun at
Gejala dan
Tanda kesembuha
1. Feses n klien
lembek atau Kolaborasi
cair 1. Untuk
2. Nyeri/kram mengurangi
abdomen diare klien
3. Bising usus
hiperaktif
5. Defisit nutrisi (D. Status Nutrisi Manajemen nutrisi Tindakan
0019) b.d (L.03030) (I.03101 ) Observasi
anoreksia, mual Setelah melakukan Tindakan 1. Dapat
tindakan menghindar
muntah, disfagia, Observasi
keperawatan i alergi
turgor kulit buruk. 1.Identifikasi yang
selama 3 x 24 jam
Definisi: status nutrisi disebabkan
maka status nutrisi
Asupan nutrisi pasien membaik 2.Identifikasi oleh
tidak cukup dengan kriteria alergi dan makanan
untuk hasil : intoleransi 2. Meningkatk
memenuhi a) Frekuensi an nafsu
makanan
makan dari makan
kebutuhan 3.Identifikasi
skala 1 klien
metabolisme makanan yang 3. Meningkatk
memburuk
Penyebab : di sukai an dan
menjadi skala
1.Ketidakmamp 5 membaik Terapeutik mempertah
uan mencerna b) Nafsu makan 1.Sajikan ankan
makanan dari skala 1 makanan secara Terapeutik
2.ketidakmamp memburuk 1. Untuk
menarik dan
uan menelan menjadi skala memenuhi
makanan, suhu yang kebutuhan
5 membaik
ketidakmamp sesuai nutrisi
uan 2.Berikan pasien
mengabsorpsi makanan tinggi 2. Untuk
nutrient, serat memenuhi
peningkatan kebutuhan
Edukasi
kebutuhan nutrisi
1. Ajarkan diet
metabolisme, pasien
makanan yang
faktor diprogramkan Edukasi
ekonomi dan Kolaborasi 1. untuk
faktor 1.Kolaborasi mempercep
psikologis. dengan ahli gizi at
Gejala dan untuk kesembuha
tanda menentukan n klien
1.Berat badan jumlah kalori Kolaborasi
dan jenis 1. Untuk
menurun
nutrient yang di memperce
2.Bising usus butuhkan, jika pat
hiperaktif perlu kesembuh
3.Diare. an klien
4.Kram/nyeri
abdomen
5.Nafsu
makan
menurun.
6. Risiko Tingkat Infeksi Pencegahan infeksi Tindakan
infeksi (D.0142) (L.14137) Tindakan Observasi:
Definisi Derajat Observasi: 1.Untuk
dibuktikan mengetahui
dengan infeksi 1. Monitor tanda
perkemban
berdasarkan dan gejala gan kondisi
imunosupresi.
observasi atau infeksi lokal klien
Definisi:
Beresiko sumber informasi. dan sistemik Terapeutik
mengalami Kriteria Hasil: Terapeutik 1.Untuk
peningkatan 1. Kebersihan 1. Cuci tangan mengantisi
terserang badan sebelum dan pasi apabila
organisme sesudah ada kuman
meningkat
patogenik kontak dengan atau bakteri
Faktor resiko pasien dan yang dapat
1.Penyakit lingkungan menyebabk
kronis( mis. pasien an penyakit
Diabetes 2. Pertahankan yang
militus) tehnik aseptik menular
2.Efek pada pasien 2.Agar bebas
prosedur beresiko tinggi dari infeksi
infasif Edukasi dan juga
3.Malnutrisi 1. Jelaskan tanda mikroorgan
4.Peningkatan dan gejala isme
paparan infeksi Edukasi
organisme 2. Ajarkan cara 1.Agar pasien
patogen mencuci dapat
lingkungan tangan dengan mengetahui
5.ketidak benar secara dini
adekuatan Kolaborasi tanda tanda
pertahanan 1. Kolaborasi terjadinya
tubuh pemberian infeksi
sekunder imunisasi , Kolaborasi
jika perlu 1.Untuk
6.Penurunan meningkatk
Hb an kondisi
7.Imunonosup klien
resi
Kondisi klinis
terkait
1. AIDS
2. Luka
bakar
3. Penyakit
paru
obstruktif
kronik
4. Diabetes
mielitus
5. Tindakan
infasif
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan tahap proses keperawatan
dimana perwujudan, pelaksanaan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap intervensi. (Setiadi,2012).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah langkah proses keperawatan yang
terakhir dimana perawat akan menentukan apakah intervensi keperawatan
telah berhasil untuk meningkatkan kondisi klien. ( Perry & Potter,2009)
DAFTAR PUSTAKA