Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

ANAK DENGAN PENYAKIT INFEKSI HIV/AIDS

A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada
manusia yang menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam
jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan
AIDS sendiri adalah suatu sindroma  penyakit yang muncul secara
kompleks  dalam waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan
tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma
yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya
penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi
tersebut sepertii keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang
sudah dikenal dan sebagainya ( Rampengan & Laurentz ,1997 : 171).
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah
kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan
tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human
Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
Jadi HIV adalah infeksi virus yang secara progresif
menghancurkan sel-sel darah putih Infeksi oleh HIV biasanya
berakibat pada kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progresif,
menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik dan kanker tertentu
(terutama pada orang dewasa). 
2. Etiologi
Penyebab penyakit AIDS adalah HIV yaitu virus yang masuk
dalam kelompok retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ
vital sistem kekebalan tubuh manusia. Penyakit ini dapat ditularkan
melalui penularan seksual, kontaminasi patogen di dalam darah, dan
penularan masa perinatal.
a) Faktor risiko untuk tertular HIV pada bayi dan anak adalah :
 Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual
 Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan berganti
 Bayi yang lahir dari ibu atau pasangannya
penyalahguna obat intravena
 Bayi atau anak yang mendapat transfusi darah atau
produk darah berulang
 Anak yang terpapar pada infeksi hiv dari kekerasan
seksual (perlakuan salah seksual), dan
 Anak remaja dengan hubungan seksual berganti-ganti
pasangan
b) Cara Penularan
Penularan HIV dari ibu kepada bayinya dapat melalui:
1. Dari ibu kepada anak dalam kandungannya
(antepartum)
Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat
menularkan virus tersebut ke bayi yang
dikandungnya. Cara transmisi ini dinamakan juga
transmisi secara vertikal. Transmisi dapat terjadi
melalui plasenta (intrauterin) intrapartum, yaitu pada
waktu bayi terpapar dengan darah ibu.
2. Selama persalinan (intrapartum)
Selama persalinan bayi dapat tertular darah
atau cairan servikovaginal yang mengandung HIV
melalui paparan trakeobronkial atau tertelan pada
jalan lahir.
3. Bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh ibu yang
terinfeksi
Pada ibu yang terinfeksi HIV, ditemukan virus
pada cairan vagina 21%, cairan aspirasi
lambung pada bayi yang dilahirkan.
Besarnya paparan pada jalan lahir sangat
dipengaruhi dengan adanya kadar HIV pada
cairan vagina ibu, cara persalinan, ulkus
serviks atau vagina, perlukaan dinding vagina,
infeksi cairan ketuban, ketuban pecah
dini, persalinan prematur, penggunaan elektrode
pada kepala janin, penggunaan vakum atau forsep,
episiotomi dan rendahnya kadar CD4 pada ibu.
Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan
akan meningkatkan resiko transmisi antepartum
sampai dua kali lipat dibandingkan jika ketuban
pecah kurang dari 4 jam sebelum persalinan.
4. Bayi tertular melalui pemberian ASI
Transmisi pasca persalinan sering terjadi
melalui pemberian ASI. ASI diketahui banyak
mengandung HIV dalam jumlah cukup banyak.
Konsentrasi median sel yang terinfeksi HIV pada ibu
yang tenderita HIV adalah 1 per 10 4 sel, partikel
virus ini dapat ditemukan pada komponen sel dan
non sel ASI. Berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi resiko tranmisi HIV melalui ASI
antara lain mastitis atau luka di puting, lesi di
mucosa mulut bayi, prematuritas dan respon imun
bayi.

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi HIV pada anak bervariasi dari
asimtomatis sampai penyakit berat yang dinamakan AIDS. AIDS
pada anak terutama terjadi pada umur muda karena sebagian besar
(>80%) AIDS pada anak akibat transmisi vertikal dari ibu ke anak.
Lima puluh persen kasus AIDS anak berumur < l tahun dan 82%
berumur <3 tahun. Meskipun demikian ada juga bayi yang
terinfeksi HIV secara vertikal belum memperlihatkan gejala AIDS
pada umur 10 tahun.
Gejala klinis yang terlihat adalah akibat adanya infeksi oleh
mikroorganisme yang ada di lingkungan anak. Oleh karena itu,
manifestasinyapun berupa manifestasi nonspesifik berupa :
 Gagal tumbuh
 Berat badan menurun

 Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan


 Anemia
 Demam berulang
 Limfadenopati
 Hepatosplenomegali
Gejala yang menjurus kemungkinan adanya infeksi HIV
adalah adanya infeksi oportunistik, yaitu infeksi dengan kuman,
parasit, jamur, atau protozoa yang lazimnya tidak memberikan
penyakit pada anak normal. Karena adanya penurunan fungsi
imun, terutama imunitas selular, maka anak akan menjadi sakit
bila terpajan pada organisme tersebut, yang biasanya lebih lama,
lebih berat serta sering berulang. Penyakit tersebut antara lain
kandidiasis mulut yang dapat menyebar ke esofagus, radang paru
karena  Pneumocystis carinii, radang paru karena mikobakterium
atipik, atau toksoplasmosis otak. Bila anak terserang
Mycobacterium tuberculosis, penyakitnya akan berjalan berat
dengan kelainan luas pada paru dan otak. Anak sering juga
menderita diare berulang.
Manifestasi klinis lainnya yang sering ditemukan pada anak
adalah pneumonia interstisialis limfositik, yaitu kelainan yang
mungkin langsung disebabkan oleh HIV pada jaringan paru.
Manifestasi klinisnya berupa hipoksia, sesak napas, jari tabuh, dan
limfadenopati, Secara radiologis terlihat adanya infiltrat
retikulonodular difus bilateral, terkadang dengan adenopati di hilus
dan mediastinum.
Manifestasi klinis yang lebih tragis adalah yang dinamakan
ensefalopati kronik yang mengakibatkan hambatan perkembangan
atau kemunduran ketrampilan motorik dan daya intelektual,
sehingga terjadi retardasi mental dan motorik. Ensefalopati dapat
merupakan manifestasi primer infeksi HIV. Otak menjadi atrofi
dengan pelebaran ventrikel dan kadangkala terdapat kalsifikasi.
Antigen HIV dapat ditemukan pada jaringan susunan saraf pusat
atau cairan serebrospinal.
4. Patofisisologi
HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan
antigen permukaan CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral.
Subset limfosit ini, yang mencakup limfosit penolong dengan
peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga
meperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan
perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang
menyebabkan penurunan sel CD4. 
HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan
antigen permukaan CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral.
Subset limfosit ini, yang mencakup linfosit penolong dengan
peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga
memperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan
perkembangan penyakit. 
Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel
CD4 ini tidak pasti, meskipun kemungkinan mencakup infeksi litik
sel CD4 itu sendiri; induksi apoptosis melalui antigen viral, yang
dapat bekerja sebagai superantigen; penghancuran sel yang
terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral penjamu dan
kematian atau disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius
pada timus dan kelenjar getah bening. HIV dapat menginfeksi
jenis sel

selain limfosit.
Infeksi HIV pada monosit, tidak seperti infeksi pada limfosit
CD4, tidak menyebabkan kematian sel. Monosit yang terinfeksi
dapat berperang sebagai reservoir virus laten tetapi tidak dapat
diinduksi, dan dapat membawa virus ke organ, terutama otak, dan
menetap di otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan asam
nukleat viral pada sel-sel kromafin mukosa usus, epitel
glomerular dan tubular dan astroglia. Pada jaringan janin,
pemulihan virus yang paling konsisten adalah dari otak, hati, dan
paru. Patologi terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun
sering sulit untuk mengetahui apakah kerusakan terutama
disebabkan oleh infeksi virus local atau komplikasi infeksi lain
atau autoimun.  
Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat
terakhir, meskipun “ priode inkubasi “  atau interval sebelum
muncul gejala infeksi HIV, secara umum lebih singkat pada
infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV dewasa. Selama
fase ini, gangguan regulasi imun sering tampak pada saat tes,
terutama berkenaan dengan fungsi sel B; hipergameglobulinemia
dengan produksi antibody nonfungsional lebih universal diantara
anak-anak yang terinfeksi HIV dari pada dewasa, sering
meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan. 
Ketidakmampuan untuk berespon terhadap antigen baru
ini dengan produksi imunoglobulin secara klinis mempengaruhi
bayi tanpa pajanan antigen sebelumnya, berperang pada infeksi
dan keparahan infeksi bakteri yang lebih berat pada infeksi
HIV pediatrik. Deplesi limfosit CD4 sering merupakan
temuan lanjutan, dan mungkin tidak berkorelasi dengan
status simtomatik. Bayi dan anak-anak dengan infeksi HIV
sering memiliki jumlah limfosit yang normal, dan 15% pasien
dengan AIDS periatrik mungkin memiliki resiko limfosit CD4
terhadap CD8 yang normal. Panjamu yang berkembang
untuk beberapa alasan menderita imunopatologi yang
berbeda dengan dewasa, dan kerentanan perkembangan
system saraf pusat menerangkan frekuensi relatif
ensefalopati yang terjadi pada infeksi HIV anak. 
5. Komplikasi

a. Pneumonia Pneumocystis carinii (PPC)


b. Pneumonia interstitial limfoid
c. Tuberkulosis (TB)
d. Virus sinsitial pernapasan
e. Candidiasis esophagus
f. Limfadenopati (pembesaran kelenjar getah bening)
g. Diare kronik 
6. Pemeriksaan Penunjang
 Tes untuk diagnose infeksi HIV
Menurut Hidayat (2008) diagnosis HIV dapat tegakkan
dengan menguji HIV. Tes ini meliputi sebagai berikut :
a. ELISA, latex agglutination. Penilaian Elisa dan latex
agglutination dilakukan untuk mengidentifikasi adanya
infeksi HIV atau tidak, bila dikatakan positif HIV harus
dipastikan dengan tes western blot.
b. Western blot ( positif)
c. Tes antigen P 24 ( polymerase chain reaction) atau
PCR .Bila pemeriksaan pada kulit, maka dideteksi
dengan tes antibodi (biasanya digunakan pada bayi lahir
dengan ibu HIV. (positif untuk protein virus yang
bebas)
d. Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara
berturut-turut mendeteksi enzim reverse transcriptase
atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat)

 Tes untuk deteksi gangguan system imun.


a. LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami
penurunan)
b. CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan
kemampuan untuk bereaksi terhadap antigen)
c. Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
d. Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan
berlanjutnya penyakit).
e. Kadar immunoglobulin (meningkat)
7. Penatalaksanaan
a. Perawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang
terinfeksi HIV antara lain:
 Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup,
hidup sehat dan mencegah kemungkinan terjadi infeksi
 Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain
serta keganasan yang ada.
 Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti
golongan dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT)
yang dapat menghambat enzim RT dengan berintegrasi
ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA
HIV
 Mengatasi dampak psikososial
 Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV,
perjalanan penyakit, dan prosedur yang dilakukan oleh
tenaga medis
 Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga
kesehatan harus selalu memperhatikan perlindungan
universal (universal precaution)
b. Pengobatan
 Pengobatan medikamentosa mencakupi pemberian obat-
obat profilaksis infeksi oportunistik yang tingkat
morbiditas dan mortalitasnya tinggi. Riset yang luas
telah dilakukan dan menunjukkan kesimpulan
rekomendasi pemberian kotrimoksasol pada penderita
HIV yang berusia kurang dari 12 bulan dan siapapun
yang memiliki kadar CD4 < 15% hingga dipastikan
bahaya infeksi pneumonia akibat parasit Pneumocystis
jiroveci dihindari. Pemberian Isoniazid (INH) sebagai
profilaksis penyakit TBC pada penderita HIV masih
diperdebatkan. Kalangan yang setuju berpendapat
langkah ini bermanfaat untuk menghindari penyakit
TBC yang berat, dan harus dibuktikan dengan metode
diagnosis yang handal. Kalangan yang menolak
menganggap bahwa di negara endemis TBC,
kemungkinan infeksi TBC natural sudah terjadi.
Langkah diagnosis perlu dilakukan untuk menetapkan
kasus mana yang memerlukan pengobatan dan yang
tidak.
 Obat profilaksis lain adalah preparat nistatin untuk
antikandida, pirimetamin untuk toksoplasma, preparat
sulfa untuk malaria, dan obat lain yang diberikan
sesuai kondisi klinis yang ditemukan pada penderita.
 Pengobatan penting adalah pemberian anti retro virus
atau ARV. Riset mengenai obat ARV terjadi sangat
pesat, meskipun belum ada yang mampu mengeradikasi
virus dalam bentuk DNA proviral pada stadium dorman
di sel CD4 memori. Pengobatan infeksi HIV dan AIDS
sekarang menggunakan paling tidak 3 kelas anti virus,
dengan sasaran molekul virus dimana tidak ada homolog
manusia. Obat pertama ditemukan pada tahun 1990,
yaitu Azidothymidine (AZT) suatu analog nukleosid
deoksitimidin yang bekerja pada tahap penghambatan
kerja enzim transkriptase riversi. Bila obat ini digunakan
sendiri, secara bermakna dapat mengurangi kadar RNA
HIV plasma selama beberapa bulan atau tahun. Biasanya
progresivitas penyakti HIV tidak dipengaruhi oleh
pemakaian AZT, karena pada jangka panjang virus
HIV berevolusi membentuk mutan yang resisten
terhadap obat.
8. Pencegahan
Langkah-langkah untuk mencegah penyebaran penyakit
AIDS, adalah :
a) Menghindari hubungan seksual dengan penderita AIDS
b) Mencegah hubungan seksual dengan partner banyak atau
dengan orang yang mempunyai banyak partner 
c) Menghindari hubungan seksual dengan pecandu narkotik
yang menggunakan obat suntik.
d) Orang-orang dari kelompok resiko tinggi dicegah menjadi
donor darah.
e) Pemberian transfusi darah hanya untuk pasien-pasien yang
benar-benar perlu
f) Pada setiap suntikan harus terjamin sterilitas atau
suntiknya
g) Penularan pada bayi dan anak dapat terjadi pada waktu
hamil, melahirkan maupun postpartum, maka sebaiknya
wanita dengan resiko tinggi AIDS jangan hamil dan
jangan melahirkan.
h) Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui : 
 Saat hamil. Penggunaan antiretroviral selama
kehamilan yang bertujuan agar vital load rendah
sehingga jumlah virus yang ada di dalam darah
dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan
HIV. 
 Saat melahirkan. Penggunaan antiretroviral
(Nevirapine) saat persalinan dan bayi baru
dilahirkan dan persalinan sebaiknya dilakukan
dengan metode sectio caesar karena terbukti
mengurangi resiko penularan sebanyak 80%.
 Setelah lahir. Informasi yang lengkap kepada ibu
tentang resiko dan manfaat ASI 
9. Pemberian ASI Pada Anak Dengan Ibu HIV/AIDS
Dulunya memang ibu-ibu yang positif HIV tidak
disarankan menyusui bahkan tidak menyusui sama sekali. Namun
sekarang rekomendasi WHO tidak seperti itu. Rekomendasinya
adalah sebaiknya disusui bayinya dengan didampingi oleh tenaga
kesehatan yang kompeten, Dari hasil penelitian yang diperoleh
bila bayi tak disusui ASI oleh ibunya justru memiliki risiko lebih
tinggi tertular HIV daripada tidak disusui. Selain itu angka risiko
kematian pun meningkat bila bayi tersebut diberikan susu formula.
Dikutip dari situs WHO, pada 30 November 2009,
WHO merilis rekomendasi baru tentang pemberian ASI oleh ibu
yang positif HIV. Untuk pertama kalinya, WHO
merekomendasikan bahwa ibu yang positif HIV atau anaknya dapat
diberi obat antiretroviral selama periode menyusui dan sampai
bayinya berusia 12 bulan. Ini artinya bayi masih bisa diberi
ASI sehingga mereka bisa mendapatkan
keuntungan dari ASI dengan risiko yang sangat kecil
terinfeksi HIV.
Penelitian sebelumnya juga telah menunjukkan bahwa
pemberian ASI eksklusif pada enam bulan pertama kehidupan bayi
dikaitkan dengan risiko penularan HIV yang justru tiga hingga
empat kali lipat lebih rendah dibandingkan bayi yang mendapat ASI
namun juga mengasup susu lain atau makanan lain.
Ibu dengan HIV boleh menyusui maksimal 6 bulan tanpa
boleh diselingi dengan makanan pengganti ASI. Namun, inipun
dengan syarat bilamana :
 Ibu telah patuh minum obat ARV (antiretroviral) 100%
selama minimal 6 bulan sebelum persalinan dan ARV
terus dilanjutkan atau,
 Viral load tidak terdeteksi dalam darah dan ARV
dilanjutkan terus
 Tidak ada lecet atau luka pada puting susu ibu ataupun
pada mulut bayi
 Bayi mendapatkan profilaksis ARV selama 6 minggu
 Ibu telah diajarkan dan dibimbing oleh bidan atau
dokter cara menyusui bayi dengan baik dan benar.
Studi di Afrika juga menemukan bahwa pemberian
kombinasi ARV ( ARV tidak membunuh virus itu. Namun, ART
dapat melambatkan pertumbuhan virus.) pada ibu yang positif HIV
selama kehamilan, persalinan, dan menyusui mengurangi risiko
penularan HIV ke bayi sebesar 42 persen. Studi di Malawi juga
menunjukkan risiko penularan HIV berkurang menjadi hanya
1,8 persen pada bayi yang diberi obat antiretroviral nevirapine
setiap hari saat menyusui selama 6 bulan.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Idensitas klien meliputi: nama/nama panggilan,tempat tanggal
lahir/usia, jenis kelamin, agama, paendidikan, alamat, tanggal
masuk, tanggal pengkajian
b. Keluhan Utama : Orangtua klien mengeluhkan anaknya batuk-
batuk disertai sesak napas.
c. Riwayat Kesehatan
 Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien terus batuk  –   batuk sejak satu minggu yang
lalu, kemudian dua hari yang lalu mulai disertai sesak
napas.klien juga terkena diare dengan frekuensi BAB
cukup tinggi.sejak semalam klien demam dan di perparah
lagi klien tidak mau menyusu, karena itu orang tua klien
membawanya ke rumah sakit.
 Riwayat Kesehatan Lalu (khusus untuk anak 0-5 tahun)
1. Prenatal Care
 Pemeriksaan kehamilan
 Keluhan selama hamil
 Riwayat terkena sinar tidak ada
 Kenaikan berat badan selama hamil
 Imunisasi
2. Natal
 Tempat melahirkan
 Lama dan jenis persalinan
 Penolong persalinan
 Komplikasi selama persalinan ataupun setelah
persalinan (sedikit perdarahan daerah vagina).
3. Post Natal
 Kondisi Bayi : BB lahir.. kg, PB.. cm
 Kondisi anak saat lahir: baik/tidak
 Penyakit yang pernah dialami … setelah
imunisasi
 Kecelakaan yang pernah dialami: ada/tidak ada
 Imunisasi
 Alergi
 Perkembangan anak dibanding saudara-saudara
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang mengidap HIV :
missal, ibu.
 Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi apa saja yang pernah diberikan,
waktu pemberian dan reaksi setelah pemberian. Missal;
imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis.
d. Riwayat Tumbuh Kembang
 Tinggi Badan : PB lahir .. cm, PB masuk RS :.. Cm 
 Perkembangan tiap tahap ( berapa bulan) berguling, duduk,
merangkak, berdiri, berjalan, senyum kepada orang lain,
bicara pertama kali, berpakaian tanpa bantuan . 
e. Riwayat Nutrisi
 Pemberian ASI
 Pertama kali di susui : berapa jam setelah lahir  
 Cara Pemberian : Setiap Kali menangis dan
tanpa menangis
 Lama Pemberin : berapa menit
 Diberikan sampai usia berapa 
 Pemberian Susu Formula :missal; SGM
 Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai
nutrisi saat ini
f. Riwayat Psiko Sosial
 Anak tinggal di mana, keadaan Lingkungan, fasilitas
rumah 
 Hubungan antar anggota kelurga baik  
 Pengasuh anak adalah orang tua, pengasuh,dll 
g. Riwayat spiritual
 Kegiatan ibadah, tempat ibadah. 
h. Reaksi Hospitalisasi
 Pengalaman Keluarga tentang Sakit dan rawat inap 
 Pemahaman anak tentang sakit dan rawat Inap 
i. Pemeriksaan Fisik 
 Keadaan umum: composmetis, stupor, semi koma, koma.
Ekspresiwajah, penampilan( berpakaian)
 Tanda-tanda vital meliputi: suhu meningkat S= 390C, nadi
meningkat, pernapasan meningkat R= 32x/menit dan tekanan
darah
 Antropometri meliputi: panjang badan, berat badan, lingkar
lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar abdomen.
 Aktifitas / Istirahat
 Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi
malaise,perubahan pola tidur.
 Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon
fisiologi aktifitas ( Perubahan TD, frekuensi Jantung dan
pernafasan ).
 Sirkulasi
 Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan
lama pada cedera.
 Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi
perifer, pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
 Integritas dan Ego
 Gejala : Stress berhubungan dengan
kehilangan,mengkuatirkan penampilan, mengingkari
diagnosa, putus asa,dan sebagainya.
 Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri,
marah.
 Eliminasi
 Gejala : Diare intermitten, terus menerus 4x sehari sering
dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri panggul, rasa
terbakar saat miksi
 Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah,
diare pekat dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau
abses rectal, perianal, perubahan jumlah, warna dan
karakteristik urine.
 Makanan / Cairan
 Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
 Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan
gigi dan gusi yang buruk, edema
 Hygiene
 Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
 Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
 Neurosensori
 Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status
mental,kerusakan status indera,kelemahan
otot,tremor,perubahan penglihatan.
 Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas,
refleks tidak normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
 Nyeri / Kenyamanan
 Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit
kepala,nyeri dada pleuritis.
 Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri
tekan,penurunan rentan gerak,pincang, kulit teraba hangat
 Pernafasan 
 Gejala : Napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada.
 Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi
napas, adanya sputum, suara nafas ronchi

 Seksualitas
 Tanda : herpes genitalia, gatal dibagian organ reproduksi
2. Diagnosa Keperawatan
 Pola napas tidak efektif ( D. 0005) berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru ditandai dengan takipnea, distress pernapasan, sesak
pada dada, R= 32x/menit.
 Bersihan jalan napas tidak efektif (D. 0001) berhubungan dengan
akumulasi secret ditandai dengan adanya sputum/secret, terdengar
suara napas ronchi dan batuk.
 Hipertermia (D. 0130) berhubungan dengan proses penyakit
ditandai dengan S= 390C, kejang, kulit teraba hangat.
 Diare ( D. 0020) berhubungan dengan inflamasi gastrointestinal
ditandai dengan BAB dengan konsistensi cair dengan frekuensi 4x
sehari, dan nyeri/kram abdomen.
 Defisit nutrisi (D. 0019) berhubungan dengan anoreksia, mual
muntah, disfagia, turgor kulit buruk.
 Risiko infeksi (D. 0142) dibuktikan dengan imunosupresi.
3. Intervensi Keperawatan

N Diagnosa
SLKI SIKI Rasional
o Keperawatan
1. Pola napas tidak Pola Napas Manajemen Jalan Tindakan
efektif (D. 0005) (L.01004) Napas (I.01011) Observasi
b.d penurunan Setelah dilakukan  Tindakan 1. Untuk
ekspansi paru d.d tindakan Observasi mengetahui
perkemban
takipnea, distress keperawatan 1. Monitor pola
gan status
pernapasan, sesak selama 3x24 jam napas kesehatan
pada dada, R= masalah gangguan (frekuensi, pasien dan
32x/menit. pola napas tidak kedalaman, mencegah
Definisi : efektif dapat usaha napas) komplkasi
Inspirasi teratasi dengan 2. Monitor bunyi lanjutan
dan/atau kriteria hasil : napas 2. Untu
ekspirasi yang a) Dispnea tambahan k
mengetahui
tidak dari skala 1 (mis. gurgling,
kondisi
memberikan meningkat mengi, kesehatan
ventilasi menjadi skala wheezing, klien
adekuat 5 menurun ronkhi kering) 3. Karek
 Penyebab: b) Pengguna 3. Monitor teristik
1. Depresi pusat an otot bantu sputum sputum
pernapasan napas dari (jumlah, dapat
2.Hambatan upaya skala 1 warna, aroma) menunjukk
an berat
napas (mis. nyeri meningkat  Terapeutik ringannya
saat bernapas, menjadi skala 1. Posisikan obstruksi
kelemahan otot 3 sedang semi-fowler Terapeutik
atau fowler 1.Untuk
pernapasan) c) Frekuensi
2. Berikan menguran
3.Deformitas napas dari 1 minuman
dinding dada memburuk gi kondisi
hangat sesak
4.Deformitas menjadi skala 3. Berikan pasien
tulang dada 5 membaik oksigen, jika 2.Untuk
5.Gangguan perlu mengecerk
neuromuscular  Edukasi an dahak
1. Anjurkn 3.Untuk
 Tanda &
asupan cairan menguran
gejala: 2000 ml/hari,
1.fase ekspirasi gi sesak
jika tidak Edukasi
memanjang kontraindikas 1.Untuk
2. pola napas i mengencer
abnormal( takipn 2. Ajarkan kan dahak
ea, bradipnea) teknik batuk 2.Untuk
efektif mengeluar
3.pernapasan
 Kolaborasi kan dahak
cuping hidung 1. Kolaborasi Kolaborasi
pemberian 1.untuk
bronkodilator meredakan
gejala
penyakit
obstruktif
paru
2.  Bersihan Bersihan jalan Latihan batuk Tindakan
jalan napas napas (L.01001) efektif (I.01006) Observasi
tidak efektif Setelah dilakukan  Tindakan 1. Untuk
mengetahu
(D. 0001) b.d tindakan Observasi
i
akumulasi keperawatan 1. Monitor perkemba
secret d.d selama 3x24 jam adanya ngan
adanya masalah gangguan retensi status
sputum/secret bersihan jalan sputum kesehatan
, terdengarnapas dapat 2. Identifikasi pasien dan
suara napas teratasi dengan kemampuan mencegah
komplikas
ronchi dan
kriteria hasil : batuk.
i lanjutan
batuk a) Batuk efektif  Terapeutik 2. Untuk
 Definisi : dari skala 1 1. Posisikan mengetahu
Kemampuan menurun semi-fowler i kondisi
atau fowler kesehatan
membersihkan menjadi skala
 Edukasi klien
secret atau 5 meningkat 1. Jelaskan
obstruksi jalan b) Produksi Terapeutik
tujuan & 1. Untuk
napas untuk sputum dari prosedur menguran
mempertahank skala 1 batuk efektif gi kondisi
an jalan napas meningkat 2. Anjurkan sesak
tetap paten. menjadi skala batuk dengan pasien
kuat langsung Edukasi
 Penyebab : 4 cukup
setelah tarik 1. Agar klien
1.Spasme jalan menurun napas dalam mengetahu
napas c) Frekuensi yang ke 3 i manfaat
2.Hipersekresi
napas dari 1  Kolaborasi
jalan napas batuk
memburuk 1. Kolaborasi efektif
3.Proses infeksi
menjadi skala pemberian untuk
4.Sekresi yang
5 membaik mukolitik kesembuh
tertahan
5.Disfungsi an klien
neuromuscular 2. Untuk
 Gejala dan mengeluar
Tanda kan dahak
1.Batuk tidak Kolaborasi
efektif 1.untuk
2.Sputum meredakan
berlebih gejala
3.Mengi, ronci, penyakit
wheezing obstruktif
4.Dyspnea paru
3. Hipertermia(D.01 Hipertermia Manajemen Tindakan
30) berhubungan (L.14134) hipertermia Observasi
dengan prosesSetelah dilakukan (I.15506 ) 1.Untuk
mengetahu
penyakit ditandai tindakan  Tindakan i
dengan S= 390C, keperawatan Observasi perkemba
kejang, kulit
selama 3x24 jam 1. Monitor suhu ngan
teraba hangat. masalah gangguan 2. Identifikasi status
hipertermia dapat penyebab kesehatan
 Definisi: Suhu teratasi dengan hipertermia pasien dan
tubuh kriteria hasil : mencegah
 Terapeutik
komplikas
meningkat di a) Kulit merah 1.Sediakan
i lanjutan
atas rentang dari skala 1 lingkungan
2.Untuk
normal tubuh. meningkat yang dingin
mengetahu
2.Longgarkan
 Penyebab : menjadi skala pakaian i kondisi
1.Dehidrasi 5 menurun  Edukasi kesehatan
2.Terpapar b) Suhu tubuh 1.Anjurkan tirah klien
baring Terapeutik
lingkungan dari skala 1
 Kolaborasi 1.Untuk
panas meningkat 1. Kolaborasi memberik
3.Proses menjadi skala pemberian an
penyakit 5 menurun antipiretik kenyaman
(misal, c) Pengisian an pasien
infeksi dan kapiler dari 1 2.Untuk
kanker). memburuk menguran
gi
4.Ketidaksesu menjadi skala
hipertermi
aian pakaian 5 membaik a
dan Edukasi
lingkungan 1.untuk
5.Peningkatan memperce
laju pat
metabolisme kesembuh
an klien
 Gejala dan
Kolaborasi
tanda : 1. Untuk
1. Suhu tubuh menguran
di atas gi
rentang hiperterm
normal ia klien
2. Kulit merah
3. Kejang
4. Takikardi
5. Takipnea
6. Kulit terasa
hangat
4. Diare ( D. 0020) Eliminasi fekal Manajemen diare Tindakan
berhubungan (L. 04033) (I.03101 ) Observasi
dengan inflamasi Setelah dilakukan  Tindakan 1.Untuk
mengetahui
gastrointestinal tindakan Observasi perkemban
ditandai dengan keperawatan 1. Monitor gan status
BAB dengan selama 3x24 jam warna, kesehatan
konsistensi cair masalah gangguan volume, pasien dan
dengan frekuensi diare dapat teratasi frekuensi dan mencegah
4x sehari, dan dengan kriteria konsistensi komplikasi
nyeri/kram hasil : lanjutan
tinja
2.Untuk
abdomen. a) Konsistensi 2. Identifikasi mengetahui
 Definisi : feses dari penyebab kondisi
Pengeluaran skala 1 diare kesehatan
feses yang memburuk  Terapeutik klien
sering, lunak menjadi skala 1. Berikan Terapeutik
dan tidak 5 membaik asupan cairan 1.Untuk
berbentuk. d) Frekuensi oral memenuhi
 Penyebab : defekasi dari 2. Pasang jalur kebutuhan
1. Inflamasi intravena cairan
skala 1
gastrointesti  Edukasi pasien
memburuk 1. Anjurkan 2.Untuk
nal
menjadi skala makanan memenuhi
2. Proses
infeksi 5 membaik porsi kecil kebuthan
3. Terpapar e) Kram tapi sering cairan
kontaminan abdomen dari  Kolaborasi pasien
4. Iritasi 1 meningkat 1. Kolaborasi Edukasi
gastrointesti pemberian 1.untuk
menjadi skala
nal antimotilitas mempercep
5 menurun at
 Gejala dan
Tanda kesembuha
1. Feses n klien
lembek atau Kolaborasi
cair 1. Untuk
2. Nyeri/kram mengurangi
abdomen diare klien
3. Bising usus
hiperaktif
5. Defisit nutrisi (D. Status Nutrisi Manajemen nutrisi Tindakan
0019) b.d (L.03030) (I.03101 ) Observasi
anoreksia, mual Setelah melakukan  Tindakan 1. Dapat
tindakan menghindar
muntah, disfagia, Observasi
keperawatan i alergi
turgor kulit buruk. 1.Identifikasi yang
selama 3 x 24 jam
 Definisi: status nutrisi disebabkan
maka status nutrisi
Asupan nutrisi pasien membaik 2.Identifikasi oleh
tidak cukup dengan kriteria alergi dan makanan
untuk hasil : intoleransi 2. Meningkatk
memenuhi a) Frekuensi an nafsu
makanan
makan dari makan
kebutuhan 3.Identifikasi
skala 1 klien
metabolisme makanan yang 3. Meningkatk
memburuk
 Penyebab : di sukai an dan
menjadi skala
1.Ketidakmamp 5 membaik  Terapeutik mempertah
uan mencerna b) Nafsu makan 1.Sajikan ankan
makanan dari skala 1 makanan secara Terapeutik
2.ketidakmamp memburuk 1. Untuk
menarik dan
uan menelan menjadi skala memenuhi
makanan, suhu yang kebutuhan
5 membaik
ketidakmamp sesuai nutrisi
uan 2.Berikan pasien
mengabsorpsi makanan tinggi 2. Untuk
nutrient, serat memenuhi
peningkatan kebutuhan
 Edukasi
kebutuhan nutrisi
1. Ajarkan diet
metabolisme, pasien
makanan yang
faktor diprogramkan Edukasi
ekonomi dan  Kolaborasi 1. untuk
faktor 1.Kolaborasi mempercep
psikologis. dengan ahli gizi at
 Gejala dan untuk kesembuha
tanda menentukan n klien
1.Berat badan jumlah kalori Kolaborasi
dan jenis 1. Untuk
menurun
nutrient yang di memperce
2.Bising usus butuhkan, jika pat
hiperaktif perlu kesembuh
3.Diare. an klien
4.Kram/nyeri
abdomen
5.Nafsu
makan
menurun.
6. Risiko Tingkat Infeksi Pencegahan infeksi  Tindakan
infeksi (D.0142) (L.14137)  Tindakan Observasi:
Definisi Derajat Observasi: 1.Untuk
dibuktikan mengetahui
dengan infeksi 1. Monitor tanda
perkemban
berdasarkan dan gejala gan kondisi
imunosupresi.
observasi atau infeksi lokal klien
 Definisi:
Beresiko sumber informasi. dan sistemik  Terapeutik
mengalami Kriteria Hasil:  Terapeutik 1.Untuk
peningkatan 1. Kebersihan 1. Cuci tangan mengantisi
terserang badan sebelum dan pasi apabila
organisme sesudah ada kuman
meningkat
patogenik kontak dengan atau bakteri
 Faktor resiko pasien dan yang dapat
1.Penyakit lingkungan menyebabk
kronis( mis. pasien an penyakit
Diabetes 2. Pertahankan yang
militus) tehnik aseptik menular
2.Efek pada pasien 2.Agar bebas
prosedur beresiko tinggi dari infeksi
infasif  Edukasi dan juga
3.Malnutrisi 1. Jelaskan tanda mikroorgan
4.Peningkatan dan gejala isme
paparan infeksi  Edukasi
organisme 2. Ajarkan cara 1.Agar pasien
patogen mencuci dapat
lingkungan tangan dengan mengetahui
5.ketidak benar secara dini
adekuatan  Kolaborasi tanda tanda
pertahanan 1. Kolaborasi terjadinya
tubuh pemberian infeksi
sekunder imunisasi ,  Kolaborasi
jika perlu 1.Untuk
6.Penurunan meningkatk
Hb an kondisi
7.Imunonosup klien
resi
 Kondisi klinis
terkait
1. AIDS
2. Luka
bakar
3. Penyakit
paru
obstruktif
kronik
4. Diabetes
mielitus
5. Tindakan
infasif

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan tahap proses keperawatan
dimana perwujudan, pelaksanaan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap intervensi. (Setiadi,2012).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah langkah proses keperawatan yang
terakhir dimana perawat akan menentukan apakah intervensi keperawatan
telah berhasil untuk meningkatkan kondisi klien. ( Perry & Potter,2009)
DAFTAR PUSTAKA

Fauzan Mohamad, 2019. Laporan Pendahuluan Pada Anak Dengan Masalah


Penyakit Infeksi HIV AIDS. Semarang.
(https://www.academia.edu/38732539/LAPORAN_PENDAHULUAN_PA
DA_ANAK_DENGAN_MASALAH_PENYAKIT_INFEKSI_HIVAIDS
diakses pada tanggal 6 November 2021)
Perry& Potter, 2009. Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta. : Salemba
Medika.
Setiadi, 2012. Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Graha
Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai