Anda di halaman 1dari 124

Halaqah 76 | Pembahasan Dalil Keenam Hadits Shahih Riwayat Jarir bin

Abdillah Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A ‫ حفظه هلل تعالى‬Kitāb Fadhlul Islām
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mengatakan ُ‫ ثُ َّم َتتَابَعَ النَّاس‬،‫ َأنَّ رَ ُجاًل تَصَ َّدقَ ِبصَ َد َق ٍة‬:‫ير‬
ٍ ‫وَ عَ نْ جَ ِر‬،
Dari Jarir bahwasanya seorang laki-laki bersadaqoh dengan sebuah sadaqoh kemudian
manusia mengikutinya.
Ada seorang laki-laki bersadaqoh kemudian manusia mengikuti laki-laki ini dalam
bersadaqoh, kisahnya disebutkan didalam sahih muslim ‫ْن عَ ْب ِد اللَّ ِه‬ ِ ‫ير ب‬ ِ ‫عَ نْ جَ ِر‬
Beliau mengatakan datang beberapa orang dari Al A’rob yaitu dari kalangan Arab badui
  ُ‫سلَّ َم عَ لَي ِْه ْم الصُّ وف‬
َ َ‫ِإلَى رَ سُو ِل اللَّ ِه صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬
mereka memakai pakaian dari suff dan ini bukan pakaian yang mewah, ini pakaian orang
yang kesusahan ‫َفرَ َأى سُو َء حَ ا ِل ِه ْم َق ْد َأصَ ا َب ْت ُه ْم حَ اجَ ٌة‬
Maka Nabi ‫ ﷺ‬melihat orang-orang arab Badui tadi dalam keadaan yang
memprihatinkan dan mereka telah ditimpa oleh Hajah yaitu keperluan mereka adalah
orang-orang yang fakir miskin mereka membutuhkan bantuan dari orang lain. ‫ث النَّاسَ عَ لَى‬ َّ َ‫َفح‬
‫الصَّ َد َق ِة‬
maka Beliau ‫ ﷺ‬mendorong manusia para sahabat beliau untuk bersadaqoh
‫َف َأ ْبطَئُوا عَ ْن ُه‬
tapi ternyata mereka lambat saat itu dalam melaksanakan anjuran dari nabi shallallahu alaihi
wasallam karena sifatnya masih ‫ث‬ ّ َ‫ ح‬yaitu anjuran dan yang datang di sini adalah orang-
orang Arab badui maka saat itu mereka lambat di dalam melaksanakan
‫ي َذلِكَ ِفي وَ جْ ِه ِه‬
َ ‫حَ تَّى رُ ِئ‬

terlihat yang demikian di wajah Nabi ‫ ﷺ‬ketika beliau melihat para sahabatnya,
kok pada lambat untuk menolong orang-orang Arab badui ini padahal beliau sudah melihat
bagaimana memprihatinkan nya keadaan mereka ini

َ
ِ َ‫َقا َل ثُ َّم ِإنَّ رَ ُجاًل مِنْ اأْل نْص‬
‫ار جَ ا َء ِبصُ رَّ ٍة مِنْ وَ ِر ٍق ثُ َّم جَ ا َء آخَ رُ ثُ َّم تَتَابَعُوا‬

Kemudian ada seorang laki-laki dari kalangan Anshar datang dengan ‫ صُ رَّ ٍة مِنْ وَ ِر ٍق‬maksudnya
adalah dengan sekeranjang anggur kemudian datang yang lain juga membawa
sodaqohnya, ketika manusia melihat seorang anshar ini dia membawa sekeranjang anggur
maka yang lain tergerak hatinya untuk ikut bersadaqoh akhirnya mereka pun banyak
diantara mereka yang mengeluarkan sadaqoh diberikan kepada orang-orang Arab badui
َ َ‫حَ تَّى عُ ِرفَ السُّرُ ورُ ِفي وَ جْ ِه ِه َفقَا َل رَ سُو ُل اللَّ ِه صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬
tadi. ‫سلَّ َم‬

Sehingga diketahui kegembiraan kebahagiaan pada wajah Nabi ‫ﷺ‬, gembira


karena para sahabat mereka berinfak dan bersedekah tentunya mereka mendapatkan
pahala kemudian juga gembira melihat orang-orang Arab badui tadi yang datang dalam
keadaan memprihatinkan keadaannya kemudian mereka terbantu mendapatkan makanan
yang cukup pakaian yang bagus maka beliau kelihatan gembira dari wajah Beliau
‫ﷺ‬, karena ini bukan untuk kepentingan beliau tapi untuk kepentingan orang-
orang yang fakir miskin tersebut dan orang yang bersedekah mendapatkan pahalanya dan
َ َ‫ َفقَا َل رَ سُو ُل اللَّ ِه صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬:
orang fuqara’ tadi dia mendapatkan faedahnya. ‫سلَّ َم‬

Maka Beliau ‫ ﷺ‬mengucapkan ‫سنَ ًة‬ ُ ‫ساَل ِم‬


َ َ‫سنَّ ًة ح‬ ْ ‫اإل‬
ِ ‫مَنْ سَنَّ ِفي‬

inilah yang ingin dibawakan oleh beliau di sini.

«‫سنَ ًة؛‬ ُ ‫ساَل ِم‬


َ َ‫سنَّ ًة ح‬ ْ ‫اإل‬ َ َ‫َفقَا َل رَ سُو ُل اللَّ ِه صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬
ِ ‫ مَنْ سَنَّ ِفي‬:‫سلَّ َم‬

Barang siapa yang menempuh didalam islam jalan yang baik, mengamalkan di dalam Islam
amalan yang baik, amalan tersebut memang sudah masru’ di dalam Islam kemudian
diamalkan, seperti orang yang bersadaqoh tadi sadaqoh memang sesuatu yang disyariatkan
di dalam agama Islam kemudian dia mengamalkannya maka ini adalah makna

‫سنَ ًة‬ ُ ‫ساَل ِم‬


َ َ‫سنَّ ًة ح‬ ْ ‫اإل‬
ِ ‫مَنْ سَنَّ ِفي‬

dia melakukan amalan yang shaleh, sesuatu yang memang dimasru’kan di dalam agama
Islam kemudian dia hidupkan di tengah-tengah manusia yang mereka tidak mengamalkan
tidak menghidupkan amalan tadi ‫َفلَ ُه َأجْ رُ َها‬

maka dia mendapatkan pahalanya, tentunya kalau dia ikhlas ‫ َفلَ ُه َأجْ رُ َها‬maka dia mendapatkan
pahala sunnah tadi. ‫وَ َأجْ رُ مَنْ عَ ِم َل ِب َها مِنْ بَ ْع َد ُه‬

Dan dia akan mendapatkan pahala orang yang mengamalkan sunnah tadi setelah dirinya.

Seperti tadi bersadaqoh manusia masih dalam keadaan males-malesan, ragu tapi ketika dia
hidupkan sunnah ini dan dia membawa sampai disebutkan didalam riwayat dia sampai berat
untuk membawa anggur tadi, jadi dia tidak hanya membawa sedikit saja tapi sampai
keberatan bukan sedikit yang dia keluarkan maka dia mendapatkan pahalanya dan pahala
orang yang mengikutinya.

Karena orang-orang tadi tergerak hati mereka ketika melihat orang ini melakukan sunnah
tergerak hati mereka untuk bershadaqah ketika melihat orang lain bersadaqoh sehingga
orang tadi selain dia mendapatkan pahala shodaqoh yang dia keluarkan dia juga akan
mengalir kepadanya pahala shodaqoh yang dilakukan oleh orang-orang yang tadi
mengikuti dia.
Mungkin ada diantara mereka yang bershodaqoh dengan emas 10 ons misalnya dan dia
dalam keadaan ikhlas mengeluarkan emas tadi mendapatkan pahala yang besar maka orang
yang pertama tadi meskipun dia hanya bersadaqoh dengan anggur maka dia juga akan
mendapatkan pahalanya karena dia menjadi orang yang pertama kali dan dia yang
menghidupkan sunnah tadi dan ini menunjukkan tentang keutamaan menjadi qudwah bagi
orang lain dalam kebaikan.

Banyak orang yang mendapatkan hidayah karena melihat kita semangat dalam melakukan
ُ َ
ِ ‫ مِنْ َغي ِْر أنْ َي ْنقُصَ مِنْ أ ُج‬Tanpa dikurangi dari pahala mereka sedikitpun.
َ ‫ور ِه ْم‬
kebaikan ‫شيْ ٌء‬

Jadi orang-orang yang mengikuti tadi dan dia bersadaqoh mereka juga dapat pahalanya
tidak berkurang dari pahala mereka, tetapi Allah menambahkan pada diri orang yang
mengamalkan pertama kali tadi. Jadi digandakan oleh Allah dan dobelnya ini diberikan ke
pada orang yang mengamalkan pertama kali tadi tanpa dikurangi dari orang yang
mengikutinya

َ َ
ِ َ‫ مِنْ َغي ِْر أنْ يَ ْنقُصَ مِنْ أوْ ز‬،‫س ِيّئَ ًة؛ َكانَ عَ لَ ْي ِه ِوزْ رُ َها وَ ِوزْ رُ مَنْ عَ ِم َل ِب َها مِنْ بَ ْع ِد ِه إلى يوم القيامة‬
‫ار ِه ْم‬ ُ ‫ساَل ِم‬
َ ‫سنَّ ًة‬ ْ ‫اإل‬
ِ ‫وَ مَنْ سَنَّ ِفي‬
َ
‫شيْ ٌء‬

Barangsiapa yang mengamalkan di dalam Islam; dia sudah mendapatkan hidayah kepada
Islam, ada orang yang dia mengamalkan di dalam Islam sunnah jahiliyah artinya sunnah
Jahiliyah, sunnah yang bertentangan dengan Islam. Bahwasanya jahiliyah adalah segala
sesuatu yang bertentangan dengan Islam, dia amalkan di dalam Islam ini, dia seorang
muslim tapi justru malah mengamalkan amalan-amalan jahiliyah, dianggapnya ini adalah
bagian dari Islam padahal dia adalah sunnah jahiliyah sudah diberikan hidayah kepada Islam
tapi dia masih melakukan sunah jahiliyah. ‫َكانَ عَ لَ ْي ِه ِوزْ رُ َها‬

maka dia mendapatkan dosa dari mengamalkan amalan jahiliyah ini

‫وَ ِوزْ رُ مَنْ عَ ِم َل ِب َها مِنْ بَ ْع ِد ِه إلى يوم القيامة‬

Dan dia akan mendapatkan dosa dari orang-orang yang mengamalkan sunnah yang
َ َ
ِ َ‫مِنْ َغي ِْر أنْ يَ ْنقُصَ مِنْ أوْ ز‬
َ ‫ار ِه ْم‬
jahiliyah tadi setelahnya sampai hari kiamat ‫شيْ ٌء‬

tanpa mengurangi dari dosa-dosa mereka sedikitpun.

Jadi kalau ini dosa atau bid’ah maka orang yang pertama tadi dan dia yang pertama kali
membuat bid’ah tadi dan diamalkan oleh manusia meskipun dia tidak mendakwahkan tapi
diikuti, orang melihat dia kemudian mengikuti amalannya padahal itu adalah amalan yang
bid’ah maka dia mendapatkan dosanya, ‫ عَ لَ ْي ِه ِوزْ رُ َها‬dan dia mendapatkan dosa orang-orang
yang mengikutinya. Termasuk di dalam sunnah jahiliyah adalah apa? Bid’ah, karena bid’ah
ini tidak ada ajarannya di dalam agama Islam, bertentangan dengan Islam dan bid’ah adalah
jelas bertentangan dengan Islam ‫من عمل عمال ليس عليه أمرنا فهو رد‬

Barang siapa yang mengamalkan sebuah amalan tidak ada di dalam agama kami, berarti
setiap yang bid’ah itu adalah bertentangan dengan Islam. Hadist ini diriwayatkan oleh imam
Muslim tapi lafadz nya adalah sunnah sayyi’ah bukan sunnah jahiliyah tapi sunnah sayyi’ah

‫سنَ ًة َفعمل ِب َها بَ ْع َد ُه‬ ُ ‫ساَل ِم‬


َ َ‫سنَّ ًة ح‬ ْ ِ ‫ مَنْ سَنَّ ِفي اإْل‬Kemudian diamalkan oleh orang setelahnya

ْ‫س ِيّئَ ًة َفع ِم َل ِب َها بَ ْع َد ُه ُكتِبَ عَ لَ ْي ِه ِم ْث ُل ِوزْ ِر مَن‬ ُ ‫ساَل ِم‬


ْ ِ ‫شيْ ٌء وَ مَنْ سَنَّ ِفي اإْل‬ ُ َ
َ ‫سنَّ ًة‬ ِ ‫ُكتِبَ لَ ُه ِم ْث ُل أجْ ِر مَنْ عَ ِم َل ِب َها وَ اَل يَ ْنقُصُ مِنْ أ ُج‬
َ ‫ور ِه ْم‬
َ
‫شيْ ٌء‬ ِ َ‫عَ ِم َل ِب َها وَ اَل يَ ْنقُصُ مِنْ أوْ ز‬
َ ‫ار ِه ْم‬

Ini lafadznya, adapun sunnah jahiliyyah wallahu a’lam siapa yang mengeluarkan dengan
lafadz sunnah jahiliyah tapi yang kita dapatkan didalam sahih muslim adalah sunnah sayyiah
dan maknanya sama, sayyiah adalah yang jelek sunnah sayyiah di antaranya masuk di dalam
sunnah yang jelek adalah bid’ah karena bid’ah ini adalah sayyiah meskipun dilihat oleh
manusia sebagai yang hasanah. ‫كل بدعة ضاللة وإن رآها الناس حسنة‬

Meskipun manusia melihat itu adalah baik, selama itu adalah bertentangan dengan Islam
maka dia adalah sunnah yang sayyiah.

Kenapa beliau mendatangkan hadits ini di dalam bab bid’ah itu lebih jelek daripada kaba’ir,
karena di dalam hadits ini disebutkan tentang jeleknya bid’ah yang tidak dimiliki oleh kaba’ir
yaitu apa, biasanya orang yang melakukan bid’ah dihiasi-hiasi oleh setan menganggap itu
adalah baik dan orang yang melihatnya juga demikian dihiasi-hiasi oleh setan kemudian
mereka menganggap apa yang dilakukan oleh orang tadi yang sebenarnya adalah bid’ah
dianggap itu adalah sesuatu yang baik, itu keadaan bid’ah, menganggap itu adalah baik
digunakan untuk bertaqarrub kepada Allah ‫ ﷻ‬sehingga banyak orang yang mengikuti
dan menganggap itu adalah baik yang bisa mendekatkan diri mereka kepada Allah ‫ﷻ‬.
Berbeda dengan kaba’ir,  berbeda dengan dosa-dosa besar maka fitrah muslimin mereka
tahu bahwasanya itu adalah sebuah kejelekan sampai ahlul bid’ah sendiri mengakui
bahwasanya itu adalah sebuah kemaksiatan.

Kita sepakat dengan mereka zina ini adalah perkara yang diharamkan, ada orang yang
menghalalkan zina sampai ahlul bid’ah pun juga mengingkari yang demikian ini adalah
termasuk sesuatu yang diharamkan. Riba, ahlul bid’ah juga ikut mengingkari yang demikian,
meminum minuman keras juga demikian artinya dosa-dosa besar meskipun mungkin ada
yang melihat kemudian tergoda dan ikut tapi dia juga meyakini bahwasanya itu sebenarnya
tidak boleh ada orang yang dia merokok dilihat oleh temannya ikut merokok tetapi ketika
dia ikut merokok bukan berarti dia menganggap itu baik mungkin setelah itu dia benci dan
melempar rokok tadi dan mungkin, kenapa aku mengikuti si fulan, dia mengikuti dan dia
tahu bahwa itu adalah jelek sehingga dia pun mungkin sembunyi-sembunyi dan dia pun
tidak menyuruh keluarganya menyuruh anaknya untuk melakukan demikian
menyembunyikan dosa tadi dari anaknya dan istrinya dan dari orang yang dari orang lain.

Itu keadaan orang yang melakukan dosa besar, berbeda dengan orang yang mengikuti
orang yang melakukan bid’ah tadi, dia mungkin mengikutinya kemudian ketika sampai
rumah dia sampaikan itu kepada keluarganya ini ada amalan yang baru, kemudian
disebutkan kertasnya aku mengamalkan ini mengamalkan itu nanti kamu lulus ujian nanti
kamu dimudahkan rezekinya dan seterusnya menganggap ini adalah suatu yang baik
sehingga tersebar bid’ah tadi dan masing-masing menganggap itu adalah perbuatan yang
baik.

Itu adalah keadaan bid’ah dan ini menunjukkan tentang bahayanya bid’ah karena orang
yang melakukannya biasanya dia mendakwahkan mengajak orang lain untuk melakukan
bid’ah tadi menganggap itu adalah qurba (ibadah) kepada Allah ‫ﷻ‬, bangga ketika bisa
mendakwahkan sehingga semakin banyak orang yang mengamalkan bid’ah tadi maka akan
semakin besar dosanya.

Berbeda dengan dosa-dosa yang besar, ini biasanya orang tidak mendakwahkan kepada
orang lain malu untuk mendakwahkan ini kepada orang lain, dia sendiri malu untuk
tersingkap perbuatannya dihadapan orang lain bagaimana dia mengajak orang lain untuk
melakukan amalan tadi. Ini menunjukkan tentang bahayanya bid’ah karena biasanya orang
mudah untuk meniru dan mengamalkan amalan bid’ah tersebut karena dianggap ini adalah
perkara yang baik sehingga kalau mudah orang menirunya maka akan semakin besar dosa
orang yang mengamalkan pertama kali berbeda dengan dosa besar.

Ini adalah hadits Jarir ibn Abdillah yang dikeluarkan oleh al-imam Muslim.

Halaqah 77 | Pembahasan Dalil Ketujuh Hadits Shahih Riwayat Abu


Hurairah Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A ‫ حفظه هلل تعالى‬Kitāb Fadhlul Islām
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mengatakan ‫ ِم ْثلُ ُه‬:ُ‫ وَ لَه‬Dan didalam shahih muslim juga semisalnya ‫يث َأ ِبي هُرَ يْرَ َة‬
ِ ‫مِنْ حَ ِد‬،

di dalam hadits Abu Hurairah ‫رضي هللا عنه وَ لَ ْفظ ُ ُه‬


dan lafadznya adalah : «‫»مَنْ دَعَ ا ِإلَى ُهدًى‬،

Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk ‫ «وَ مَنْ دَعَ ا ِإلَى ضَ اَل لَ ٍة‬:َ‫ثُ َّم َقال‬

kemudian beliau mengatakan dan barang siapa yang mengajak kepada kesesatan.

Beliau meringkas disini hadits Abu Hurairah dan langsung mendatangkan syahid dari hadis
ini yaitu sabda Beliau ‫ﷺ مَنْ دَعَ ا ِإلَى ضَ اَل لَ ٍة‬

Barang siapa yang mengajak kepada kesesatan

ُ ُ َ
‫ش ْيئًا‬ ِ ‫ور مَنْ ت َِب َع ُه اَل يَ ْنقُصُ َذلِكَ مِنْ أ ُج‬
َ ‫ور ِه ْم‬ ِ ‫مَنْ دَعَ ا ِإلَى ُهدًى َكانَ َل ُه مِنْ اأْل جْ ِر ِم ْث ُل أ ُج‬

Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk maka dia akan mendapatkan pahala seperti
pahala orang-orang yang mengikutinya.

Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan ‫ مَنْ ت َِب َع‚ ُه‬orang yang mengikutinya, karena orang yang
berdakwah belum tentu orang lain mengikuti. Mungkin dia mendakwahi 100 orang yang
mengikuti dakwahnya hanya 5 orang maka dia mendapatkan pahala 5 orang tadi yang
ُ
ِ ‫ِم ْث ُل أ ُج‬
mengikuti dia dalam sunnah tadi. ‫ور مَنْ ت َِب َع ُه‬

Maka dia mendapatkan pahala orang yang mengikutinya. Beliau tidak mengatakan orang-
orang yang dia dakwahi, tidak. Tapi mendapatkan pahala orang yang mengikutinya yaitu
ُ
orang yang mendapatkan hidayah dengan sebab dakwahnya tadi ‫ش ْيئًا‬ ِ ‫اَل يَ ْنقُصُ َذلِكَ مِنْ أ ُج‬
َ ‫ور ِه ْم‬

Yang demikian tidak mengurangi pahala mereka, yaitu pahala orang-orang yang mengikuti
dia tadi ‫ش ْيئًا‬
َ sedikit pun.

Hadits Abu Hurairah disini berbicara tentang orang yang mengajak yaitu berdakwah. Dia
mengatakan ‘wahai manusia kerjakan atau jangan kalian kerjakan’, terang-terangan dia
mengatakan dan mengajak manusia, adapun yang ‫سنَ ًة‬ ُ ‫ساَل ِم‬
َ َ‫سنَّ ًة ح‬ ْ ‫اإل‬
ِ ‫مَنْ سَنَّ ِفي‬

dia tidak mengajak dengan lisannya tetapi dia mencontohkan dengan perbuatannya. َّ‫مَنْ سَن‬
‫سنَ ًة‬ ُ ‫ساَل ِم‬
َ َ‫سنَّ ًة ح‬ ْ ‫اإل‬
ِ ‫ ِفي‬ini dia mencontohkan dengan amal perbuatannya kemudian diikuti oleh
orang lain maka dia juga mendapatkan pahalanya.

Demikian pula orang yang ‫دَعَ ا‬, orang yang mengajak, berdakwah, karena disana ada amalan
atau ada sesuatu yang tidak bisa kita praktekkan secara langsung tapi kita bisa mendakwahi
dan mengajak manusia. Kalau shadaqoh tadi mungkin bisa dilakukan oleh sebagian tapi di
sana ada amalan yang tidak bisa kita praktekkan langsung di depan orang lain tapi harus
disertai dengan ajakan maka ini juga mendapatkan pahalanya karena dia menjadi sebab
orang lain mengamalkan amalan tersebut . Sebaliknya ‫وَ مَنْ دَعَ ا ِإلَى ضَ اَل لَ ٍة‬

Barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan ‫َكانَ عَ لَ ْي ِه مِنْ اإْل ِ ْث ِم ِم ْث ُل آثَ ِام مَنْ ت َِب َع ُه‬

Barang siapa yang mengajak kepada kesesatan maka dia mendapatkan dosa seperti dosa
dosa orang yang mengikutinya.

Disini beliau tidak mengatakan seperti yang pertama tadi, kalau yang pertama tadi

‫ وَ َأجْ رُ مَنْ عَ ِم َل ِب َها‬،‫سنَ ًة َفلَ ُه َأجْ رُ َها‬ ُ ‫ساَل ِم‬


َ َ‫سنَّ ًة ح‬ ْ ‫اإل‬
ِ ‫مَنْ سَنَّ ِفي‬

dia mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya.

Ini lafadz yang lain ‫ َفلَ ُه َأجْ رُ َها‬maka dia mendapatkan pahalanya ‫وَ َأجْ رُ مَنْ عَ ِم َل ِب َها بَ ْع َد ُه‬

ini pahala dia ini pahala orang lain yang mengamalkan amalan tadi karena dia sendiri juga
mengamalkan ‫سنَ ًة‬ ُ ‫ساَل ِم‬
َ َ‫سنَّ ًة ح‬ ْ ‫اإل‬
ِ ‫مَنْ سَنَّ ِفي‬

dia mengamalkan maka dia mendapatkan pahala dari amalan tadi dan mendapatkan pahala
ُ َ
ِ ‫مَنْ دَعَ ا ِإلَى ُهدًى َكانَ َل ُه مِنْ اأْل جْ ِر ِم ْث ُل أ ُج‬
orang yang mengamalkan amalan tadi, kalau yang ‫ور مَنْ ت َِب َع ُه‬

tidak disebutkan ‫ َف َل ُه َأجْ رُ َها‬karena terkadang kita mengajak kepada sesuatu tapi karena satu
sebab kita tidak mengamalkannya ketika kita mengajak kemudian diamalkan oleh orang lain
maka kita mendapatkan pahalanya juga.

Terkadang seorang da’i mengajak kepada sebuah amalan yang belum tentu dia bisa
melaksanakan amalan tersebut tapi ini tidak menghalangi dia untuk menyampaikan kepada
orang lain. Seorang da’i yang fakir misalnya boleh nggak dia mengajak orang lain untuk
bersadaqoh? Boleh. Dia mengatakan kepada orang lain ‘wahai orang kaya, bersedekahlah’,
antum punya uang ana tidak punya uang, antum punya sesuatu yang bisa digunakan oleh
kalian untuk mendapatkan pahala dari Allah ‫ﷻ‬.

Maka barangsiapa yang mengajak meskipun dia sendiri tidak mengerjakannya karena suatu
sebab yang syar’i maka dia mendapatkan pahala orang yang menerima ajakan tadi. ‫الدَّا ّل عَ لَى‬
ِ ‫ا ْلخَ ي ِْر َكف‬
‫َاع ِل ِه‬
Orang yang menunjukkan kepada kebaikan itu seperti orang yang melakukannya.‫وَ مَنْ دَعَ ا ِإلَى‬
‫ضَ اَل لَ ٍة‬

Barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan, masuk di dalam kesesatan adalah orang
yang mengajak kepada bid’ah karena Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan ‫وَ ُكل ِبدْعَ ٍة ضَ اَل لَ ٌة‬

setiap bid’ah adalah sesat maka barangsiapa yang mengajak kepada ‫ضَ اَل لَ ٌة‬, mengajak kepada
kesesatan di sini, Nabi ‫ ﷺ‬menamakan bid’ah dengan kesesatan karena orang
yang melakukan bid’ah ini beramal tanpa ilmu beramal tapi tidak berdasarkan dalil seperti
orang-orang nasara yang mereka semangat beramal tetapi tidak berdasarkan dalil

Sehingga di dalam surah Al-Fatihah Allah ‫ ﷻ‬menamakan mereka dengan َ‫ٱلضَّ ٓالِّين‬

‫ب عَ لَيۡ ِه ۡم‬
ِ ‫ َغيۡ ِر ۡٱل َمغۡ ضُ و‬adalah orang-orang Yahudi

َ‫ وَ اَل ٱلضَّ ٓالِّين‬mereka adalah orang-orang Nasrani, sesat mereka karena mereka senang beramal
tanpa ilmu dan inilah bid’ah, di antara mereka adalah rahbaniyyah, mereka membuat-buat
rahbaniyyah yaitu sengaja tidak melakukan pernikahan dengan tujuan untuk mubalaghah di
dalam beribadah kepada Allah ‫ﷻ‬, menganggap bahwasanya pernikahan ini akan
mengurangi ibadah mereka, akan menjadikan mereka sibuk dengan dunia sehingga orang-
orang Nasrani banyak melakukan amalan tanpa ilmu. Ketika meninggal orang yang soleh di
antara mereka dibuatlah tempat ibadah di atas kuburannya, tujuannya apa supaya
mengingat tentang kesholehan orang tadi supaya kita semangat untuk beramal.

Ini jahl makanya mereka disifati dengan َ‫ٱلضَّ ٓالِّين‬, orang yang sesat semangat dia untuk baik
tetapi dia tidak berdasarkan ilmu sehingga sesat jalan seperti orang yang semangat untuk
menuju ke sebuah tempat sebuah daerah tapi dia tidak punya ilmu tentang jalan menuju
daerah tadi dia punya semangat untuk menuju ke daerah tersebut tapi tanpa ilmu, akhirnya
dia tersesat demikian pula orang-orang nashara sesat mereka, punya semangat dalam
beramal tapi tidak berdasarkan ilmu.

Dan Nabi ‫ ﷺ‬mensifati bid’ah dengan ‫ضَ اَل لَة‬

‫ وَ ُكل ِبدْعَ ٍة ضَ اَل لَ ٌة‬setiap bid’ah itu adalah sesat

orang yang melakukan bid’ah tadi maka dia adalah melakukan sesuatu yang ‫ضَ اَل لَة‬

‫ض‚اَل لَ ٍة‬
َ ‫ وَ مَنْ دَعَ ا ِإلَى‬barang siapa yang mengajak kepada ‫ض‚اَل لَة‬, َ dan makna ‫ض‚اَل لَة‬
َ diantaranya
َ ْ ْ ‫إْل‬ َ َ
adalah kebid’ahan ‫كانَ عَ ل ْي ِه مِنْ ا ِث ِم ِمث ُل آث ِام مَنْ ت َِب َع ُه‬
maka dia mendapatkan dosa seperti dosa orang yang mengikutinya

Meskipun dia sendiri mungkin dia tidak melakukan ke bid’ahan tadi tapi dia mengajak
orang lain untuk melakukan kebid’ah tadi maka dia akan mendapatkan dosa orang yang
mengikutinya dan ini menunjukkan tentang bahayanya bid’ah

َ ‫ اَل يَ ْنقُصُ َذلِكَ مِنْ آثَا ِم ِه ْم‬tidak akan mengurangi yang demikian dari dosa-dosa mereka sedikit
‫ش ْيئًا‬
pun.

Semakin banyak orang yang diajak kepada kebid’ahan tadi, kepada ‫ ضَ اَل لَة‬tadi dan diikuti
oleh orang lain maka akan semakin banyak dosa yang mengalir kepada dirinya. Ini
menunjukkan tentang bahaya bid’ah dan sekali lagi hal yang seperti ini tidak ada di dalam
kabairu dzunub atau lebih sedikit. Jarang orang yang mengajak orang lain untuk melakukan
kabairu dzunub, seandainya dia mengajak dia tidak meyakini itu adalah sebuah ibadah yang
mendekatkan diri kepada Allah ‫ﷻ‬, dia sendiri juga mengetahui itu adalah sebuah dosa
dan sebuah kemaksiatan.

Dan ini menunjukkan sekali lagi tentang bahaya bid’ah karena orang yang mengajak kepada
kebid’ahan orang lain menganggap itu adalah sebuah ibadah yang mendekatkan diri
mereka kepada Allah ‫ ﷻ‬sehingga dengan mudah sekali mereka mengikuti ibadah tadi
bahkan menganggap orang yang tidak melakukan ibadah tadi atau bid’ah tadi sebagai
orang yang tidak berilmu atau orang yang tidak senang beramal saleh atau orang yang
malas di dalam beramal sholeh.

Maka beliau mendatangkan hadits ini dan mengatakan bahwasanya ini menunjukkan
tentang bahaya bid’ah, bahwasanya dia bisa mendapatkan dosa orang yang melakukannya,
atau juga bisa dikatakan seandainya di sana ada orang yang mengajak kepada kemaksiatan,
mengiklankan kemaksiatan, mengajak orang lain untuk nonton bioskop atau nonton
sesuatu yang diharamkan oleh Allah ‫ ﷻ‬dan itu ada, maka kita katakan bahwasanya
bid’ah sebagaimana telah tetap didalam dalil-dalil yang lain itu lebih besar dosanya
daripada maksiat-maksiat tadi.

Ada orang yang mengajak orang lain untuk berzina diumumkan, ada orang yang mengajak
orang lain untuk melakukan riba diiklankan tapi kalau dibandingkan kemaksiatan dan dosa
dosa besar yang diiklankan tadi dengan dosa bid’ah yang didakwahkan oleh ahlul bid’ah
maka dosa bid’ah tadi jauh lebih besar. Ada satu orang saja dia terkena dakwah bid’ah tadi
kemudian dia melakukan bid’ah dibandingkan dengan 10 orang yang akhirnya dia tergoda
dan mengikuti perzinahan maka 1 orang yang melakukan bid’ah tadi, dosa bid’ah 1 orang
tadi dibandingkan dengan dosa zina dari 10 orang tadi lebih besar dosa bid’ahnya dan ini
menunjukkan tentang besarnya dosa bid’ah, Allahu a’lam.
Yang jelas di dalam bab ini beliau rahimahullah ingin menjelaskan kepada kita tentang
bahaya bid’ah dan bahwasanya bid’ah ini lebih besar dan lebih dahsyat daripada dosa-dosa
besar.

Halaqah 78 | Penjelasan Umum dan Pembahasan Dalil Hadits Riwayat Anas &
Atsar Ibnu Wadhah Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A ‫ حفظه هلل تعالى‬Kitāb Fadhlul Islām
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mengatakan ‫البدْعَ ِة‬


ِ ‫ب‬ ِ ‫بَابُ مَا جَ ا َء ِفي َأنَّ اللَّ َه احْ تَجَ زَ التَّوْ بَ َة عَ لَى صَ ا ِح‬

Bab apa-apa yang datang bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬menghalangi taubat dari pelaku atau
orang yang melakukan bid’ah.

Dalil yang datang yang menjelaskan bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬menghalangi taubat dari
orang yang melakukan bid’ah, shahibul bid’ah bisa amilul bid’ah, orang yang melakukan
bid’ah atau mubtadi’. Bab ini sebenarnya masuk di dalam Bab yang isinya adalah ancaman
bagi orang yang melakukan bid’ah, kalau bab yang sebelumnya juga menunjukkan tentang
jeleknya bid’ah dari sisi bahwasanya bid’ah itu lebih besar daripada dosa besar.

Maka kalau kita sebutkan kejelekan bid’ah yang pertama diantaranya adalah ia lebih besar
daripada dosa besar dalilnya adalah demikian dan demikian dan demikian, kemudian yang
kedua kejelekan bid’ah bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬menghalangi orang yang melakukan
bid’ah tadi dari taubat dan maksud menghalangi di sini adalah sulit untuk taubat kepada
Allāh ‫ﷻ‬, bukan berarti mustahil pelaku bid’ah itu rujuk kembali kepada sunnah tapi
sesuatu yang sulit, jarang.

Kenapa demikian, karena orang yang melakukan bid’ah memandang bahwasanya dirinya
sedang melakukan kebaikan, dihias-hiasi oleh setan memandang bahwasanya bid’ah tadi
adalah perkara yang baik sebagaimana dalam ayat

]104-103:‫سبُونَ َأنَّ ُه ۡم ي ُۡح ِسنُونَ صُ نۡ عًا [ الكهف‬


َ ‫ُقلۡ َهلۡ نُنَ ِبّئُ ُكم ِبٱأۡل َ ۡخس َِرينَ َأ ۡع ٰ َماًل ٱلَّذِينَ ضَ َّل سَعۡ يُ ُه ۡم ِفي ۡٱلحَ ي َٰو ِة ٱل ُّدنۡ يَا وَ ه ُۡم ي َۡح‬

Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling
merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan
dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. [Al
Kahf:103-104]
Sesat dia semangat untuk melakukan amalan tapi dia tidak berdasarkan ilmu.

‫سبُونَ َأنَّ ُه ۡم ي ُۡح ِسنُونَ صُ نۡ عًا‬


َ ‫ۡٱلحَ ي َٰو ِة ٱل ُّدنۡ يَا وَ ه ُۡم ي َۡح‬
Orang yang demikian sulit untuk dinasehati sulit untuk di dakwahi, menganggap
bahwasanya dirinya berada di atas jalan yang benar. Bagaimana orang yang merasa dirinya
sudah berada di atas jalan yang benar, kemudian bertobat dan rujuk kepada Allah ‫ﷻ‬,
sulit.

Berbeda dengan ahlul maksiat yang dia merasa dan menyadari bahwasanya dia berada
diatas kejelekan, apa yang dilakukan adalah tidak benar dan dia berada di lembah yang
gelap di lembah hitam, itu mereka sadari. Banyak diantara mereka yang berangan-angan
siapa atau kapan saya meninggalkan pekerjaan ini. Dia sendiri sudah muak dengan
pekerjaannya dan muak melihat orang yang melakukan seperti yang dia lakukan, itu ahlul
maksiat. Dia minum minuman keras dan dia tidak memandang dirinya berada di atas
kebenaran, menganggap dirinya hina, saya salah saya keliru saya dosa dan berangan-angan
untuk bertobat kepada Allāh ‫ﷻ‬.

Ini adalah keadaan ahlul maksiat sehingga orang yang demikian antum bicara sedikit
kepadanya mengingatkan dia, dia akan mengatakan ia saya sadar saya salah, saya sadar dan
saya tahu bahwasanya zina ini tidak boleh tapi saya kepepet tapi anak saya perlu uang
untuk sekolah dan seterusnya. Itu alasan yang dia sebutkan dan alasan itu tentunya alasan
yang tidak dibenarkan tapi dia sadar bahwasanya dia adalah orang yang salah, tanpa antum
menyebutkan darinya dia sudah percaya itu adalah perbuatan yang haram.

Itu keadaan ahlul maksiat, sehingga orang yang demikian lebih mudah untuk bertobat
kepada Allāh ‫ ﷻ‬daripada orang-orang yang melakukan bid’ah dan tentunya ini adalah
menunjukkan tentang kejelekan bid’ah itu sendiri sampai Allāh ‫ ﷻ‬menyulitkan atau
menjadikan sulit orang tersebut kembali kepada Allāh ‫ ﷻ‬dan bertaubat dari
kebid’ahannya.

Beliau mengatakan ‫َس رضي هللا عنه‬ َ ِ ‫ي مِنْ حَ ِد‬


ٌّ ‫َه َذا مَرْ ِو‬
ٍ ‫يث أن‬

Hadits ini diriwayatkan dari haditsnya Anas ‫رضي هللا عنه‬

‫ َه َذا‬kembali ke mana ini, padahal sebelumnya beliau tidak menyebutkan hadits, diriwayatkan
dari haditsnya Anas. Haditsnya digunakan oleh beliau sebagai judul bab

‫البدْعَ ِة‬
ِ ‫ب‬ ِ ‫بَابُ مَا جَ ا َء َأنَّ اللَّ َه احْ تَجَ زَ التَّوْ َب َة عَ لَى صَ ا ِح‬

Sebagaimana dilakukan oleh para ulama di antaranya adalah Al-Imam Al-Bukhari, terkadang
beliau membuat bab diambil dari hadits dan ini termasuk yang paling mudah ketika imam
Bukhari membuat sebuah bab diambil dari lafadz hadits ini mudah sekali seseorang untuk
memahaminya, termasuk di sini beliau membuat sebuah bab dengan lafadz hadits.
Hadits ini diriwayatkan oleh Anas ‫البدْعَ ِة‬
ِ ‫ب‬ ِ ‫إنَّ اللَّ َه احْ تَجَ زَ التَّوْ بَ َة عَ لَى ك ّل صَ ا ِح‬

Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi, As-Sijzi dan juga yang lain, dishahihkan oleh syaikh Al-
Albani. Dan ada lafadz yang lain ‫ احْ تَجَ ب‬dan maknanya yang sama yaitu menghalangi, dari
haditsnya Anas ‫ رضي هللا تعالى عنه‬diriwayatkan oleh Thabrani didalam Al-Ausath dan juga
Ishaq ibn rahuyah dan dia adalah hadits yang shahih, dishahihkan oleh syaikh Al-
Albani rahimahullah.

Dan juga diriwayatkan dari marasil al-hasan yaitu Hasan Al-Bashri rahimahullah juga
meriwayatkan hadits ini tapi haditsnya Mursal dan hadits yang Mursal ini termasuk
hadits yang dhoif, itu kalau diriwayatkan dari riwayatnya Hasan, tapi sudah adalah
hadits yang shahih dari haditsnya Anas. Ini menunjukkan tentang bahaya bid’ah dari
sisi yang lain, menghalangi orang yang melakukannya dari pintu tobat berbeda
dengan kemaksiatan.

Beliau mengatakan ‫البدْعَ ِة‬


ِ ‫ب‬ ِ ‫بَابُ مَا جَ ا َء َأنَّ اللَّ َه احْ تَجَ زَ التَّوْ بَ َة عَ لَى صَ ا ِح‬

Bab apa-apa yang datang bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬menghalangi tobat dari pelaku atau
orang yang melakukan bid’ah.

Beliau mengatakan ‫ َكانَ عندنا رَ ُج ٌل يَرَ ى رَ ْأيًا َفترك ُه‬:َ‫ عَ نْ َأيُّوبَ َقال‬،‫اح‬
ٍ َّ‫وَ َذ َكرَ ابْنُ وَ ض‬

Ibnu Wadhah menyebutkan di dalam kitab beliau Al-Bida wan Nahyu Anha,
disebutkan oleh Ibnu Wadhah di dalam kitab ini bahwasanya dari Ayyub yaitu seorang
ahli hadits ‫ َكانَ عندنا رَ ُج ٌل يَرَ ى رَ ْأيًا َفترك ُه‬:َ‫َقال‬

Dahulu disisi kami ada seseorang yang dia memiliki sebuah ‫رَ ْأي‬, maksud beliau ‫يَرَ ى رَ ْأيًا‬
maksudnya adalah dulu mengamalkan sebuah bid’ah, dia mengamalkan sebuah
bid’ah dan dia memandang ini adalah perkara yang baik, ‫ رَ ْأيًا‬disini maksudnya adalah
pendapat yang menyelisihi Islam. ‫َفترك ُه‬

Kemudian laki-laki tersebut meninggalkannya, artinya meninggalkan bid’ah yang pertama


tadi ‫يَرَ ى رَ ْأيًا َفترك ُه‬, kemudian dia meninggalkannya tidak melakukan bid’ah yang pertama tadi.
‫ فأتيت محمد بن سيرين‬Maka aku pun mendatangi Muhammad ibn Sirin

‫ أشعرت أن فالن ًا ترك رأيه؟‬:‫ فقلت‬Aku berkata kepada Muhammad ibn Sirin, yaitu Ayub tadi berkata
kepada Muhammad ibn Sirin, ‘Apakah engkau menyadari/merasa bahwasanya si Fulan telah
meninggalkan pendapatnya yang pertama (meninggalkan bid’ah yang pertama)’, ini yang
dikatakan oleh Ayyub kepada Muhammad ibn Sirin, apakah engkau mengetahui
bahwasanya si Fulan telah meninggalkan pendapat yang pertama yaitu meninggalkan
bid’ah yang selama ini dia pandang itu adalah baik. Apa yang dikatakan oleh Muhammad
ibn Sirin  ‫ انظر إلى ماذا يتحول؟‬:‫قال‬

Beliau mengatakan lihatlah wahai Ayyub kepada apa dia berpindah, artinya disini
Muhammad ibn Sirin ketika dikabarkan oleh Ayub bahwasanya si fulan telah meninggalkan
bid’ahnya yang pertama beliau tidak langsung membenarkan bahwasanya dia
meninggalkan bid’ah yang pertama kemudian menuju kepada sunnah tapi Muhammad ibn
Sirin mengingat hadits Nabi ‫ ﷺ‬yang isinya sulit bagi orang yang sudah
melakukan bid’ah untuk kembali kepada sunnah, di tutup pintu taubat dan disulitkan taubat
atasnya sehingga ketika dikabari si fulan telah meninggalkan pendapatnya tidak langsung
Muhammad ibn Sirin membenarkan bahwasanya dia kembali kepada sunnah, meninggalkan
bid’ah dan kembali kepada sunnah beliau bertanya lihatlah kepada apa dia berpindah.

‫إن آخر الحديث أشد عليهم من أوله‬. Karena akhir hadits ini yang akan disebutkan oleh beliau ternyata
dia lebih dahsyat atas mereka daripada awalnya kemudian beliau membacakan haditsnya
‫يمرقون من اإلسالم ثم ال يعودون إليه‬

Mereka menjauh dari Islam kemudian mereka tidak kembali kepada Islam, dan akhirul
hadits adalah ‫ثم ال يعودون إليه‬

Yang pertama mereka menjauhi Islam, menjauhi petunjuk Nabi ‫ ﷺ‬dan


juga jalannya. Al muru’ minal islam ini adalah perkara yang besar, syadid atas mereka
orang-orang ahlul bid’ah, mereka adalah meninggalkan Islam dan orang tadi yang
diceritakan oleh Ayub ini adalah orang khawarij.

Di sini Muhammad ibn Sirin langsung mengingat hadits yang dikabarkan oleh Nabi
‫ﷺ‬, maka awal hadits menceritakan bahwasanya mereka menjauhi Islam, akhir
haditsnya ini lebih dahsyat daripada yang pertama, apa lebih dahsyat, lebih dahsyatnya di
sini mereka tidak akan kembali kepada Islam dan ini perkara yang besar. Seandainya mereka
menjauh bisa kembali itu adalah ringan yang demikian. Tapi menjauh kemudian mereka
tidak bisa kembali itu perkara yang besar makanya Muhammad ibn Sirin mengatakan ‫إن آخر‬
‫الحديث أشد عليهم من أوله‬

Ucapan beliau ‫ ثم ال يعودون إليه‬ini perkara yang lebih besar lebih dahsyat atas mereka dari pada
yang pertama karena tidak kembali kepada Islam. Kalau menjauh akhirnya kembali lebih
ringan tapi ini menjauh dan tidak akan kembali maka Muhammad bin sirin memahami dari
ucapan Nabi ‫ﷺ ثم ال يعودون إليه‬
Bahwasanya orang yang sudah terfitnah dengan fitnah Khawarij tadi, sulit bagi dia untuk
kembali kepada jalan yang benar, antum mau ceramah antum mau dinasehati dan
seterusnya semuanya sudah mabuk dengan pemikiran dia.  ‫يمرقون من اإلسالم ثم ال يعودون إليه‬

Kemudian mereka tidak kembali kepada Islam, sehingga benar apa yang diucapkan oleh
Muhammad bin sirin ‫انظر إلى ماذا يتحول‬, lihat kepada sesuatu apa dia berubah, sulit bagi
dia untuk kembali kepada sunnah, biasanya berubah dari satu bid’ah ke bid’ah yang
lain, meninggalkan bid’ah yang pertama kemudian dia berpindah kepada kebid’ahan
yang lain adapun kembali kepada sunnah maka ini jarang diantara ahlul bid’ah yang
mereka kembali kepada sunnah biasanya dari satu bid’ah ke bid’ah yang lain.

Kita lihat apa yang dibawakan oleh Ibnu Wadhah di dalam Al-Bida wan Nahyu Anha.

‫ َف َأتَيْتُ مُحَ َّمدًا‬،ُ‫ َكانَ رَ ُج ٌل يَرَ ى رَ ْأيًا َفرَ جَ عَ عَ ْنه‬:َ‫عَ نْ َأيُّوبَ َقال‬

Ada seseorang yang dia berpendapat dengan sebuah pendapat kemudian dia kembali, yaitu
kembali kepada sunnah kemudian aku mendatangi Muhammad ‫َف ِر ًحا ِب َذلِكَ أُخْ ِبرُ ُه‬

Karena Ayyub di sini bergembira, Alhamdulillah si fulan seorang khawarij kembali kepada
sunnah maka beliau mengabarkan kepada Muhammad. ‫شعَرْ تَ َأنَّ ُفاَل نًا تَرَ كَ رَ ْأيَ ُه الَّ ِذي َكانَ يَرَ ى؟‬
َ ‫ َأ‬: ُ‫َف ُق ْلت‬

Apakah engkau tahu bahwasanya si Fulan telah meninggalkan pendapatnya yang pertama
dulu, maka Muhammad ibnu sirin mengatakan ‫ا ْنظُرُ وا ِإلَى مَا يَتَحَ وَّ ُل‬

lihat kepada apa dia berubah ‫ساَل ِم اَل يَعُودُونَ ِفي ِه‬ َ َ ‫يث َأ‬
ِ َ‫ يَمْ رُ ُقونَ مِن‬:‫ش ُّد عَ َلي ِْه ْم مِنْ أوَّ ِل ِه‬
ْ ‫اإل‬ ِ ‫ِإنَّ آخِرَ الحَ ِد‬
keluar dan menjauh dari Islam kemudian mereka tidak kembali kepada Islam.

Ada juga atsar dari Ali bin Abi Tholib ‫ما كان رجل على رَ ْأي من ِبدْعَ ة َفترك ُه إال إلى ما هو شر منه‬

Tidak ada seseorang yang dulu berada di atas sebuah bid’ah, dia memang ‫يَرَ ى رَ ْأيًا‬,
menganggap itu adalah perbuatan yang baik kemudian dia meninggalkannya kecuali
dia meninggalkan itu kepada sesuatu yang lebih jelek daripada itu.

Abi Amr Asy-Syaibani beliau mengatakan () tidaklah seorang yang melakukan bid’ah
berpindah kecuali kepada sesuatu yang lebih jelek daripada bid’ah itu sendiri.

Maka ini adalah pemahaman para salaf di dalam memahami hadis Nabi ‫ﷺ‬,
Allāh ‫ ﷻ‬menghalangi taubat dari orang yang melakukan bid’ah, ini dipahami oleh
Muhammad Ibnu sirin dan kisah ini jelas menunjukkan sulitnya orang yang sudah gandrung
dengan bid’ah kemudian dia kembali kepada sunnah Nabi ‫ﷺ‬.

َ‫س ِئ َل َأحْ َم ُد بْنُ حَ ْنبَ ٍل ﺭﺣﻤﻪ ﻪﻠﻟﺍ عَ نْ َم ْعنَى َذلِك‬


ُ َ‫و‬

Maka Al-Imam Ahmad bin Hanbal ditanya tentang makna yang demikian, َ‫ َذلِك‬disini kembali
kepada hadis Nabi ‫ ﷺ‬yang dijadikan oleh muallif sebagai judul. Apa makna
Allāh ‫ ﷻ‬menghalangi taubat dari orang yang melakukan bid’ah, kata beliau ُ‫ «اَل يُوَ َّفق‬:َ‫َفقَال‬
‫» ِللتَّوْ بَ ِة‬.

Maksud dari dihalangi dari taubat adalah ُ‫ اَل يُوَ َّفق‬orang tersebut tidak diberikan taufik, tidak
diberikan kemudahan untuk bertobat kepada Allāh ‫ﷻ‬, tapi mungkin dia bertobat tapi
sulit dia untuk bertobat, karena dia sudah merasa di atas jalan yang benar tapi kalau ditanya
tentang mungkin, mungkin. Baik secara dalil maupun secara kenyataan banyak orang yang
sebelumnya dia melakukan bid’ah dan dia kemudian bertobat dan kembali kepada sunnah.

Tapi kalau dibandingkan antara orang yang sebelumnya di atas bid’ah kemudian mengikuti
sunnah dibandingkan dengan orang-orang yang di atas bid’ah dan tidak mengikuti sunnah
maka jauh lebih banyak orang yang melakukan bid’ah dan terus dia melakukan bid’ah dan
tidak kembali kepada sunnah.

Mungkin ada yang bertanya ana dulu termasuk sohibul bid’ah yang lain juga mengatakan
ana juga demikian, loh kok banyak ternyata yang masuk kepada sunah. Kita katakan
perbandingan antum dibandingkan dengan mereka yang berada terus diatas bid’ah maka
antum jauh lebih sedikit, kita jauh lebih sedikit. Makanya Alhamdulillah,

‫ى لَوْ ٓاَل َأنْ َهدَىٰ نَا ٱللَّ ُه‬


َ ‫ٱ ْلحَ مْ ُد ِللَّ ِه ٱلَّ ِذى َهدَىٰ نَا ِل ٰ َه َذا وَ مَا ُكنَّا ِلنَ ْهتَ ِد‬

“Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (kebaikan) ini. Dan kami sekali-
kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk.”
Sebenarnya sulit bagi orang yang melakukan bid’ah untuk bertaubat kepada Allāh ‫ﷻ‬,
sebagaimana dalam hadits Allāh ‫ ﷻ‬menghalangi tobat bagi orang yang melakukan
bid’ah, kalau kita bisa terlepas dari penjara bid’ah tadi maka ini adalah keutamaan dan
karunia Allāh ‫ ﷻ‬yang sangat besar bagi kita.

Kita bisa dilepaskan, dilapangkan dada kita untuk menerima sunnah dan meninggalkan
bid’ah dengan sangat mudah dan dinampakkan oleh Allāh ‫ ﷻ‬tentang kejelekan bid’ah-
bid’ah tadi dan kesalahannya dan dimudahkan kita untuk bertemu dengan orang orang
yang mengikuti sunnah maka ini adalah fadlullah yang sangat besar yang mengharuskan
kita untuk terus bersyukur kepada Allāh ‫ ﷻ‬dan memuji Allāh ‫ ﷻ‬atas nikmat
hidayah ini.

Ini adalah nikmat yang mewajibkan kita untuk bersyukur maka kita harus bersyukur dan
diantara caranya adalah bersungguh-sungguh dalam pertama menuntut ilmu di dalam
sunnah ini kemudian yang kedua bersungguh-sungguh dalam mengamalkan Islam dan juga
Sunnah ini, ini di antara bentuk rasa syukur kita kepada Allāh ‫ ﷻ‬karena dikeluarkan dari
kungkungan bid’ah tadi penjara bid’ah tadi kemudian dikeluarkan kita ke alam yang bebas
alam yang terang benderang di bawah naungan sunnah Nabi ‫ﷺ‬.

Halaqah 79 | Penjelasan Umum Bab dan Pembahasan Dalil Pertama QS Ali Imran
65-67 Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A ‫حفظه هلل تعالى‬Kitāb Fadhlul Islām
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mengatakan َ‫ ﴿وَ مَا َك‚‚انَ مِن‬:‫] ِإلَى َقوْ ِل ِه‬65 :‫اجونَ ِفي ِإبْرَ ا ِهي َم﴾ [آل عمران‬ ِ ‫ ﴿ي ََاأ ْه َل ال ِكتَا‬:‫بَابُ َقوْ ِل اللَّ ِه تَعَالَى‬
ُّ َ‫ب ِل َم تُح‬
]67 :‫ال ُمش ِْركِينَ ﴾ [آل عمران‬

Masih beliau akan berbicara tentang bahaya bid’ah. Diantara bahaya bid’ah ini bisa
menyeret seseorang menjadi benci terhadap islam itu sendiri.

Awalnya, dan ini adalah tipu daya setan, dijadikan seseorang dihiasi diperindah sebuah
amalan yang bid’ah kemudian akhirnya dia mengamalkan dan mengikuti bid’ah tersebut
terus di bumbui dan dijadikan dia senang dengan kebid’ahan tadi, menganggapnya itu
adalah baik lama kelamaan setan akan mengatakan kepadanya ternyata tidak sesuai dengan
sunnah Nabi ‫ ﷺ‬juga kamu bisa hidup nyaman, bisa ibadah dengan baik,
buktinya dengan kamu melakukan bid’ah ini hidupmu juga tentram bahkan kamu
mendapatkan ini dan itu ini menunjukkan bahwasanya Islam yang dibawa oleh Nabi
‫ ﷺ‬ini kamu tidak memerlukannya buktinya kamu melakukan bid’ah ini saja
yang tidak ada contohnya dari Nabi ‫ ﷺ‬kamu mendapatkan faedah yang
banyak.

Akhirnya apa, menjadikan dia mulai benci dengan Islam atau minimal dia merasa tidak perlu
dengan Islam akhirnya kalau sudah demikian bisa menyeret seseorang mengeluarkan
seseorang dari agama Islam, melakukan sesuatu yang bukan hanya mengurangi Islam
seseorang tapi juga membatalkan Islam seseorang. Demikian syaitan menyeret manusia
kepada kekufuran kepada kesyirikan, diawali dengan bid’ah diakhiri dengan kekufuran,
diawali dengan maksiat diakhiri dengan kekufuran dan seterusnya.

Apa yang terjadi pada kaumnya Nabi Nuh ‘alaihissalam awalnya adalah bid’ah, melakukan
sesuatu yang mereka anggap itu adalah baik mendekatkan diri mereka kepada Allāh ‫ﷻ‬,
membuat patung kemudian diberi nama patung tadi dengan nama-nama orang yang
shaleh tujuannya supaya mendekatkan diri mereka kepada Allāh ‫ﷻ‬, mengingatkan
mereka dari kelalaian. Akhirnya setelah berlalu waktu banyak orang yang tidak menuntut
ilmu akhirnya dilupakan sebab tadi dan dikatakan kepada generasi tersebut bahwasanya
bapak-bapak kalian dahulu membuat patung-patung ini adalah untuk mencari syafaat,
akhirnya terjadilah kesyirikan.

Akibat dari awalnya adalah bid’ah dan diakhiri dengan kesyirikan, diakhiri dengan kekufuran.
Maka ini menunjukkan tentang bahaya bid’ah, dia adalah dari baridu syirk, bisa
menyampaikan seseorang kepada kesyirikan, cukuplah itu sebagai bahaya bagi bid’ah itu
sendiri.

Apa hubungan antara bid’ah dengan firman Allāh ‫ين مَا لَ ۡم ي َۡأ َذ ۢن ِب ِه‬ َ ‫ﷻ َأ ۡم لَ ُه ۡم شُرَ ٰ َٓك ُؤ ْا‬
ِ ‫شرَ عُ و ْا َل ُهم ّمِنَ ٱل ِّد‬

Seakan-akan dia berhak untuk membuat syariat padahal yang berhak untuk membuat
syariat hanya Allāh ‫ ﷻ‬saja, ini sudah syirik di dalam tasyri’, kesirikan di dalam masalah
tasyri’ meskipun dia tidak menyadari yang demikian, di sini beliau mendatangkan Firman
Allāh ‫ﷻ‬

٦٥ َ‫ت ٱلت َّۡورَ ىٰ‚‚‚‚‚‚‚ ُة وَ ٱإۡل ِن ِجي‚‚‚‚‚‚‚ ُل ِإاَّل ِم ۢن بَعۡ‚‚‚‚‚‚‚ ِد ۚ ِٓۦه َأ َفاَل تَعۡ ِقلُ‚‚‚‚‚‚‚ون‬
ِ َ‫ن‚‚‚‚‚‚‚زل‬
ِ
ُ‫ي إبۡ‚‚‚‚‚‚‚ ٰرَ ِهي َم وَ مَ‚‚‚‚‚‚‚ٓا أ‬
ِ ٓ ‫ٓاجونَ ِف‬ ِ َ‫ٰ ٓيَ َأ ۡه‚‚‚‚‚‚‚ َل ۡٱل ِك ٰت‬
ُّ ‚‚‚‚‚‚‚َ‫ب ِل َم تُح‬
٦٦ َ‫م وَ ٱللَّ ُه يَعۡ لَ ُم وَ َأنت ُۡم اَل تَعۡ لَمُ‚‚‚‚‚‚‚‚ون‬ٞ ۚ ‫ٓاجونَ ِفيمَ‚‚‚‚‚‚‚‚ا لَيۡ سَ لَ ُكم ِب ِهۦ ِع ۡل‬ ُّ ‚‚‚‚‚‚‚‚َ‫م َف ِل َم تُح‬ٞ ‫‚‚‚‚‚‚‚‚ؤٓاَل ِء ٰحَ جَ ۡجت ُۡم ِفيمَ‚‚‚‚‚‚‚‚ا لَ ُكم ِب ِهۦ ِع ۡل‬
ُ َ
‫‚‚‚‚‚‚‚‚أنت ُۡم ٰ َٓه‬‫ٰ َٓه‬
]67-65:‫ [ آل عمران‬٦٧ َ‫َصرَ ا ِن ٗيّا وَ ٰلَ ِكن َكانَ حَ ِنيفٗ ا مُّسۡ لِمٗ ا وَ مَا َكانَ مِنَ ۡٱل ُمشۡ ِركِين‬ ۡ ‫مَا َكانَ ِإبۡ ٰرَ ِهي ُم يَ ُهو ِد ٗيّا وَ اَل ن‬

65. Hai Ahli Kitab, mengapa kamu bantah membantah tentang hal Ibrahim, padahal Taurat
dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu tidak berpikir?
66. Beginilah kamu, kamu ini (sewajarnya) bantah membantah tentang hal yang kamu
ketahui, maka kenapa kamu bantah membantah tentang hal yang tidak kamu ketahui? Allah
mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.
67. Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah
seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk
golongan orang-orang musyrik. [Aali ‘Imran: 65-67]
Disini Allāh ‫ ﷻ‬berbicara kepada ahlul kitab yaitu orang-orang Yahudi dan orang-orang
Nasrani di mana masing-masing dari mereka sedang berdebat tentang Ibrahim. Orang
Yahudi mengatakan Ibrahim di atas agama Yahudiyyah dan orang-orang Nasrani
mengatakan bahwasanya Ibrahim berada di atas agama Nasrani. mereka sedang ‫ٓاجون‬ ُّ ‚َ‫تُح‬,
mereka sedang berhujjah, berdebat diantara mereka orang Yahudi mengatakan Ibrahim
yang berada di atas agama kami dan orang Nasrani mengatakan Ibrahim di atas agama
kami ‫ي ِإبۡ ٰرَ ِهي َم‬ ُّ َ‫ِل َم تُح‬
ٓ ‫ٓاجونَ ِف‬
Dan dua pernyataan mereka ini adalah salah, baik ucapan orang Yahudi maupun orang
Nasrani. Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan ‫ت ٱلت َّۡورَ ىٰ ُة وَ ٱإۡل ِن ِجي ُل ِإاَّل ِم ۢن بَعۡ ِد ِه‬
ِ َ‫نزل‬ ُ
ِ ‫وَ مَٓا أ‬

Padahal kalian tahu bahwasanya Taurat dan Injil, Taurat adalah sumber dasar agamanya
orang-orang Yahudi adapun Injil maka ini dasar agamanya orang-orang Nasrani, bukankah
Taurat dan juga Injil ini diturunkan setelah Ibrahim, jarak yang sangat lama antara turunnya
Taurat dengan Ibrahim apalagi turunnya Injil dengan Ibrahim karena Injil datang setelah
Taurat. Harusnya kalau Ibrahim adalah orang Yahudi atau di atas agama Yahudiyyah berarti
Ibrahim datang setelah turunnya Taurat, kalau Ibrahim adalah beragama Nasraniyyah
harusnya Ibrahim datang setelah turunnya Injil, secara akal demikian.

Seorang dinamakan muslim pengikutnya Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬pengikutnya Al-


Quran kalau dia datang setelah datangnya Rasulullah ‫ﷺ‬,  maka dia adalah
seorang muslim pengikutnya Nabi Muhammad ‫ﷺ‬,  di atas Islam yang dibawa
oleh Nabi Muhammad ‫ﷺ‬

‫ت ٱلت َّۡورَ ىٰ‚‚ ُة وَ ٱإۡل ِن ِجي‚‚ ُل ِإاَّل ِم ۢن بَعۡ‚‚ ِد ِه‬


ِ َ‫ن‚‚زل‬ُ
ِ ‫ وَ مَ‚‚ٓا أ‬Dan tidaklah diturunkan Taurat dan juga Injil kecuali
setelahnya

َ‫ َأ َفاَل تَعۡ ِقلُون‬Apakah kalian tidak berakal.

Demikian sikap ahlul bathil mereka memiliki da’awa, memiliki pengakuan pengakuan yang
kalau di teliti maka itu bertentangan dengan akal karena mereka mengucapkan yang
demikian karena hanya sekedar hawa nafsu tidak berdasarkan dalil. Dari mana mereka
mengatakan Ibrahim agamanya adalah yahudiyyah dan Ibrahim agamanya adalah nasraniya
mereka tidak punya dalil sama sekali hanya sekedar pengakuan dan ini banyak sekali,
karena mereka mengikuti hawa nafsu sekedar kita renungkan sedikit maka akan kita
dapatkan apa yang menjadi dakwah mereka pengakuan mereka ini adalah sesuatu yang
bathil itu sudah kaidah jangan kita minder dulu ketika mendengar syubhat dari orang-orang
ahlul ahwa ahlul bidah, kok sepertinya ini adalah benar sepertinya ini adalah shahih, antum
lihat antum teliti sedikit maka antum akan dapatkan kejelasan tentang bathilnya syubhat
yang mereka lontarkan tersebut.

ُّ َ‫م َف ِل َم تُح‬ٞ ‫ٰ َٓه َأنت ُۡم ٰ َٓه ُؤٓاَل ِء ٰحَ جَ ۡجت ُۡم ِفيمَا َل ُكم ِب ِهۦ ِع ۡل‬
Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan ‫م‬ٞ ۚ ‫ٓاجونَ ِفيمَا لَيۡ سَ َل ُكم ِب ِهۦ ِع ۡل‬

Kalian wahai orang-orang Yahudi dan juga orang-orang Nasrani, kalian telah berdebat di
dalam sesuatu yang kalian punya ilmu membantah sesuatu yang kalian punya ilmu, yaitu
mengingkari kenabian Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, kalian mengingkari kenabian Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬itu kalian sudah memiliki ilmu tentangnya ‫يَعۡ ِر ُفونَ ُهۥ َكمَا يَعۡ ِر ُفونَ َأبۡ نَٓا َءه ُۡۖم‬
[Al Baqarah:146]
Mereka mengenal Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬sebagaimana mereka mengenal anak-
anak mereka sendiri

Ini adalah sesuatu yang jelas bagi mereka, jelas bagi mereka tentang kenabian Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬dengan dalil yang mereka ketahui termasuk diantaranya tanda
kenabian yang ada di punggung Rasulullah ‫ ﷺ‬dan mereka sangat mengenal
Nabi. Banyak Nabi yang diutus dari Bani Israil sehingga mereka sangat mengenal sifat-sifat
Nabisebagaimana kita tahu orang-orang Bani Israil bahkan yang memimpin mereka adalah
Nabi.

َّ ‫ي وَ ِإنَّ ُه اَل ن َِب‬


‫ي بَ ْع ِدي‬ ٌّ ‫س ُه ْم اأْل َن ِْبيَا ُء ُكلَّمَا َهلَكَ ن َِب‬
ٌّ ‫ي خَ لَ َف ُه ن َِب‬ ُ ‫[ َكانَتْ بَنُو ِإسْرَ ا ِئي َل تَسُو‬HR. Bukhari]

Dahulu Bani Israil dipimpin oleh seorang Nabi, setiap kali meninggal Nabi tersebut akan
digantikan Nabi yang lain sehingga mereka sangat mengenal Nabi. Ketika datang Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬sebenarnya mereka tahu ini adalah Nabi yang dimaksud, ini
juga Nabi sebagaimana Musa Nabi, Isa adalah Nabi dan seterusnya. Ini adalah sesuatu yang
ٰ kalian masih membantah yang
mereka ketahui meskipun demikian mereka masih ‫حَ جَ ۡجت ُۡم‬,
demikian, sesuatu yang jelas saja kalian membantah apalagi sesuatu yang tidak jelas.

‫م‬ٞ ۚ ‫ٓاجونَ ِفيمَا َليۡ سَ لَ ُكم ِب ِهۦ ِع ۡل‬


ُّ َ‫ َف ِل َم تُح‬Lalu kenapa kalian mendebat sesuatu yang kalian tidak punya ilmu,
yaitu tentang apakah Ibrahim dia adalah Yahudi atau Nasrani, kalian tidak punya ilmunya,
sesuatu yang kalian punya ilmunya saja kalian masih bisa berdebat, membantah dan
seterusnya apalagi sesuatu yang kalian tidak punya ilmu.

َ‫ وَ ٱللَّ ُه يَعۡ لَ ُم وَ َأنت ُۡم اَل تَعۡ لَ ُم‚‚ون‬Kenapa kalian mendapat sesuatu yang kalian tidak punya ilmu yaitu
tentang Ibrahim apakah dia adalah Yahudi atau Nasrani

َ‫ وَ ٱللَّ ُه يَعۡ لَ ُم وَ َأنت ُۡم اَل تَعۡ لَمُ‚‚ون‬sedangkan Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah yang mengetahui dan kalian tidak
mengetahuinya.

Kenapa tidak dikembalikan kepada Allāh ‫ﷻ‬, harusnya dikembalikan kepada Allāh
‫ﷻ‬, Allāh ‫ ﷻ‬yang menentukan di antara mereka apakah Yahudi atau Nasrani
Ibrahim tersebut. Kemudian Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan, menjelaskan kepada mereka

ۡ ‫ مَ‚ا َك‚انَ ِإبۡ‚ ٰرَ ِهي ُم يَ ُهو ِد ٗيّ‚ ا وَ اَل ن‬Bukanlah Ibrahim itu seorang Yahudi dan juga bukan seorang
‫َص‚رَ ا ِن ٗيّا‬
Nasrani

Ucapan orang Yahudiyyah bahwasanya Ibrahim adalah beragama Yahudi ini adalah ucapan
yang ditolak oleh Allāh ‫ ﷻ‬demikian pula ucapan orang-orang Nasrani bahwasanya
Ibrahim adalah Nasrani ini juga ucapan yang ditolak oleh Allāh ‫ﷻ‬, dan Allāh ‫ﷻ‬
telah menafikan pengakuan mereka. ‫وَ ٰ َل ِكن َكانَ حَ ِنيفٗ ا‬

Lalu apa hakikat dari agamanya Ibrahim kalau dia bukan orang Yahudi bukan orang Nasrani

َ‫وَ ٰلَ ِكن َكانَ حَ ِنيفٗ ا مُّسۡ لِمٗ ا وَ مَا َكانَ مِنَ ۡٱل ُمشۡ ِركِين‬

Akan tetapi beliau adalah seorang yang Hanif, orang yang menghadapkan dirinya kepada
Allāh ‫ﷻ‬, Musliman menyerahkan dirinya kepada Allāh ‫ﷻ‬

َ‫ وَ مَا َكانَ مِنَ ۡٱل ُمشۡ ِركِين‬dan bukanlah beliau termasuk orang-orang yang musyrikin.

Disini beliau rahimahullah menjelaskan atau mendatangkan ayat ini menunjukkan


bagaimana mereka yaitu bani Israil jauh dari millahnya Ibrahim, dan millahnya Ibrahim
adalah Islam, jauh dari milahnya Ibrahim, sampai dikatakan oleh Allāh ‫ﷻ‬

‫َصرَ ا ِن ٗيّا وَ ٰلَ ِكن َكانَ حَ ِنيفٗ ا مُّسۡ لِمٗ ا‬


ۡ ‫مَا َكانَ ِإبۡ ٰرَ ِهي ُم يَ ُهو ِد ٗيّا وَ اَل ن‬

Berarti millahnya Ibrahim bukan Yahudi bukan Nasrani tapi dia adalah Islam. Bagaimana
bani Israil yang mereka adalah mengaku keturunan Israil yaitu Ya’qub ibn Ishaq ibn Ibrahim
bisa sejauh itu dari Islam, ada yang mengatakan sebabnya adalah karena mereka melakukan
sesuatu yang baru di dalam agama mereka. Banyak melakukan bid’ah sesuatu yang baru di
dalam agama mereka, di dalam agama Yahud maupun di dalam agama Nashara sehingga
lama-kelamaan mereka akhirnya menjauh dari, jauh dari Islam milahnya Ibrahim sehingga
Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan َ‫َصرَ ا ِن ٗيّا وَ ٰلَ ِكن َكانَ حَ ِنيفٗ ا مُّسۡ لِمٗ ا وَ مَا َكانَ مِنَ ۡٱل ُمشۡ ِركِين‬
ۡ ‫مَا َكانَ ِإبۡ ٰرَ ِهي ُم يَ ُهو ِد ٗيّا وَ اَل ن‬

Ini menunjukkan tentang bahaya bid’ah, membuat sesuatu yang baru, dilakukan oleh
mereka yaitu ahlul kitab akhirnya agama yang seharusnya itu adalah agama Islam karena
mereka melakukan bid’ah melakukan sesuatu yang baru di dalam agama mereka akhirnya
lama-kelamaan menyeret mereka untuk menjauh dari Islam itu sendiri yaitu milahnya
Ibrahim ‘alaihissalam, sehingga Allāh ‫ ﷻ‬menyatakan bahwasanya Ibrahim bukan di atas
agama orang-orang Yahudi dan bukan di atas agama orang-orang Nasrani tapi beliau
adalah seorang yang َ‫حَ ِنيفٗ ا مُّسۡ لِمٗ ا وَ مَا َكانَ مِنَ ۡٱل ُمشۡ ِركِين‬

Ini adalah ayat yang pertama yang menunjukkan tentang bahaya bid’ah bisa sampai
menjadikan seseorang semakin jauh dari agamanya bahkan bisa berpindah agama, bisa
mengeluarkan mereka dari Islam.
Halaqah 80 | Pembahasan Dalil Kedua, Ketiga, dan Keempat Ustadz Dr. Abdullah
Roy, M.A ‫ حفظه هلل تعالى‬Kitāb Fadhlul Islām
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mendatangkan firman Allāh ‫ﷻ‬

]130 :‫س ُه وَ لَ َق ِد اصْ ط َ َف ْينَا ُه ِفي ال ُّد ْنيَا وَ ِإنَّ ُه ِفي اآلخِرَ ِة َلمِنَ الصَّ ا ِلحِينَ ﴾ [البقرة‬ َ ْ‫ ﴿وَ مَنْ يَرْ َغبُ عَ نْ ِملَّ ِة ِإبْرَ ا ِهي َم ِإاَّل مَن‬:ُ‫وَ َقوْ لُه‬
َ ‫س ِف َه نَ ْف‬

“Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh
dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di
Akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang shalih.” (QS. Al-Baqoroh [2]: 130)
Didalam ayat ini Allāh ‫ ﷻ‬menyebutkan tentang hakikat dari orang yang benci terhadap
Islam. Hakekatnya dia adalah orang yang ‫س ُه‬َ ‫س ِف َه نَ ْف‬
َ , hakekatnya dia adalah orang yang bodoh,
dia adalah orang yang jahil karena Islam ini adalah jalan satu-satunya menuju ke surganya
Allāh ‫ﷻ‬, menuju Allāh ‫ﷻ‬, yang menyampaikan seseorang ke dalam surga
hanyalah Islam ini saja dan dia adalah jalan yang barangsiapa yang menempuhnya maka dia
akan mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.

Orang yang melakukan dan iltizam dengan agama Islam bahagia di dunia

‫ َفلَنُحْ ِييَنَّ ُه حَ يَ‚‚‚ا ًة طَ ِِّيّ‚بَ‚‚‚ ًة‬Akan diberikan kehidupan dunia yang baik dan di akhirat dia akan
mendapatkan kebahagiaan juga,

َ َ
ِ ‫( وَ لَنَجْ ِزيَنَّ ُه ْم أجْ رَ ُه ْم ِبأحْ س‬QS: an-Nahl : 97)
َ‫َن مَا َكانُوا يَ ْع َملُون‬

Dan dia adalah agama yang samhah, agama yang mudah, orang yang iltizam dengan syariat
yang ada di dalamnya maka dia akan mendapatkan kehidupan yang baik di dunia, hidup
yang sehat hidup yang tentram hidup yang penuh dengan kebahagiaan itu kalau dia bener-
bener kāffah dalam melakukan Islam itu sendiri.

Kalau seseorang benci dengan Islam maka ini adalah orang yang bodoh. Seandainya di
dalam kehidupan dunia seseorang ditawarin cara yang mudah antum bisa nyaman
kemudian dia menolaknya padahal itu jelas-jelas sesuatu yang mudah dan tidak ada resiko
dan seterusnya kemudian dia menolaknya, dia sesuatu yang halal tidak ada resiko, mudah,
tidak ada akibat yang jelek misalnya kemudian ia menolaknya maka ini adalah sebuah
kebodohan.

Maka orang yang membenci milahnya Ibrahim yaitu membenci Islam maka hakikatnya dia
adalah orang yang bodoh, orang yang melakukan bid’ah itu adalah orang yang jahil, orang
yang melakukan bid’ah akan menyeret dia nantinya akan membenci kepada Islam itu
sendiri, sehingga terkadang kita mendengar ucapan ahlul bid’ah dia mencela sunnah Nabi
‫ ﷺ‬karena sudah hatinya ini kotor dengan bid’ah- bid’ah tadi sehingga
mendengar sunnah Nabi ‫ ﷺ‬mereka benci.

Berbicara tentang cadar, berbicara tentang jenggot, berbicara tentang sunnah-sunnah Nabi
‫ﷺ‬, ada kebencian terhadap sunnah-sunnah tersebut karena dia sudah terbiasa
melakukan perkara yang bid’ah. Maka orang yang melakukan bid’ah akan membuat dia
benci kepada Al-Islam dan tidaklah membenci Islam ini kecuali orang yang bodoh yaitu
orang yang jahil, seandainya dia adalah orang yang berakal, orang yang berilmu, niscaya dia
akan menerima Islam ini dengan lapang dada dan terbuka, tidak ada rasa berat di dalam
hatinya untuk menerima agama Islam ini.

Ini menunjukkan tentang bahayanya bid’ah dari sisi karena bid’ah ini akan menyeret kepada
kebencian terhadap Islam itu sendiri dan tidaklah membenci Islam kecuali orang yang
bodoh, jadi kebid’ahan bisa membawa kepada kebodohan.

Kemudian beliau mengatakan ‫ار ِج وَ َق ْد تَ َق َّد َم‬ ُ ‫وَ ِفي ِه حَ ِد‬


ِ َ‫يث الخَ و‬

Dan di dalamnya, yaitu di dalam bab ini, ada ‫ار ِج‬ ُ ‫ حَ ِد‬yang merupakan dalil tentang
ِ َ‫يث الخَ و‬
bahayanya bid’ah dan bahwasanya bid’ah ini bisa menyeret seseorang kepada kekufuran
kebencian terhadap agama, ‫وَ َق ْد تَ َق َّد َم‬, dan ‫ار ِج‬ ُ ‫ حَ ِد‬yang disebutkan oleh beliau ini sudah
ِ َ‫يث الخَ و‬
berlalu pada bab sebelumnya yang berbunyi ‫ين ثُ َّم اَل يَعُودُونَ إلي ِه‬ ِ ‫يَمْ رُ ُقونَ مِنَ ال ِّد‬

Mereka menjauh dari agama Islam kemudian mereka tidak kembali kepada agama Islam.

Hadits ini menunjukkan bagaimana bid’ah itu menjadikan seseorang benci terhadap Islam
itu sendiri. Yang dilakukan oleh khawarij bid’ah, bid’ah tentang takfir murtakibi al kabira, ini
adalah sesuatu yang bid’ah yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi ‫ﷺ‬, khuruj al-
hukam, ini juga sesuatu yang maksiat dan kalau dia menganggap ini adalah ibadah maka ini
adalah suatu yang bid’ah.

Akhirnya menjadikan mereka bid’ah ini ‫ين‬ ِ ‫ يَمْ رُ ُقونَ مِنَ ال ِّد‬menjadikan mereka menjauh dari Islam,
membenci Islam itu sendiri ‫ ثُ َّم اَل يَعُودُونَ إلي ِه‬kemudian mereka tidak kembali kepada Islam itu
sendiri, maka ini maksud dari ucapan beliau ‫ار ِج‬ ِ َ‫يث الخَ و‬ ُ ‫وَ ِفي ِه حَ ِد‬

ِ ‫ ﷺ يَمْ رُ ُقونَ مِنَ ال ِّد‬bahwasanya bid’ah ini bisa


yaitu yang telah berlalu ucapan Nabi ‫ين‬
menyeret seseorang sehingga benci terhadap agama Islam itu sendiri akhirnya semakin jauh
ِ ‫يَمْ رُ ُقونَ مِنَ ال ِّد‬
َّ ‫ين َكمَا يَمْ رُ قُ ال‬
dan semakin membenci agama islam ‫س ْه ُم مِنَ الرَّ ِميَّ ِة‬
Sebagaimana sebuah anak panah itu keluar dari busurnya, keluar dari sasarannya, dan
sudah kita sebutkan seperti anak panah yang keluar dari sasarannya masuk dari satu sisi
kemudian keluar dari sisi yang lain ini tidak mungkin terjadi kecuali kalau panah tersebut
adalah sangat cepat dan dia sangat tajam, menunjukkan tentang bahwasanya bid’ah ini bisa
cepat atau menjadikan seseorang semakin menjauhi agama Islam, bahwasanya bid’ah ini
bisa cepat menjauhkan seseorang dari agama Islam itu sendiri.

Berbeda dengan al-maksiah, di mana orangnya ini masih menyadari bahwasannya apa yang
dilakukan adalah sebuah dosa, diingatkan sedikit maka dia akan kembali kepada agama
Islam, adapun orang yang melakukan bid’ah maka semakin dia berijtihad di dalam
bid’ahnya maka semakin dia jauh dari agama islam.

ِ ‫يَمْ رُ ُق‚‚ونَ مِنَ ال ‚ ِّد‬


َّ ُ‫ين َك َم‚‚ا يَمْ ‚ رُ ق‬
Syahidnya disini bahwasanya hadits tentang khawarij ‫الس ‚ ْه ُم مِنَ الرَّ ِميَّ ِة‬
menunjukkan bahwasanya bid’ah ini bisa membawa seseorang kepada sesuatu yang lebih
parah daripada awalnya yaitu semakin dia jauh dari agama Islam bahkan bisa sampai
mengeluarkan dia dari Islam. Sebagaimana sebagian ulama mereka ada yang mengkafirkan
orang-orang khawarij karena melihat sebagian hadits yang kita sebutkan

َّ ‫ين َكمَا يَمْ رُ قُ ال‬


‫س ْه ُم مِنَ الرَّ ِميَّ ِة‬ َّ ‫شرُّ َق ْتلَى تَحْ تَ َأ ِد ِيم ال‬
ِ ‫سمَا ِء يَمْ رُ ُقونَ مِنَ ال ِّد‬ ِ ‫ِكاَل بُ الن‬
َ ‫َّار‬

dan seterusnya sehingga sebagian ulama ada yang mengeluarkan mereka dari agama Islam.
Meskipun pendapat yang shahih tidak demikian, mereka adalah muslimum dan mereka
takut dari kekufuran.

Kemudian beliau mengatakan ‫يح‬


ِ ‫»وَ ِفي «الصَّ ِح‬

Di dalam hadits yang shahih bahwasanya ‫«إنَّ آ َل َأ ِبي [ ُفاَل ٍن] َل ْيسُوا ِلي ِب َأوْ ِليَا َء ِإنَّمَا‬ َ َ‫َأنَّ ُه صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬
ِ :َ‫سلَّ َم َقال‬
‫َأوْ ِليَاء المتقون‬

ُ ‫«إنَّ آ َل َأ ِبي [ ُفاَل ٍن] َلي‬


Di dalam hadist yang sahih ini dalil yang lain, ‫ْس‚وا ِلي‬ َ َ‫َأنَّ ُه صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬
ِ :َ‫سلَّ َم َقال‬
‫ِب َأوْ ِليَا َء‬

Sesungguhnya keluarga Abi Fulan mereka bukan wali-waliku ‫ِإنَّمَا َأوْ ِليَاء المتقون‬

Sesungguhnya wali-waliku adalah orang-orang yang bertaqwa.

Didalam hadist ini Beliau ‫ ﷺ‬menyebutkan bahwasanya ‫ آ َل َأ ِبي ُفاَل ٍن‬dan mereka ini
adalah masih kerabat dari Nabi ‫ﷺ‬, mereka ini bukan wali-waliku maksudnya
aku tidak mencintai mereka, karena ‫ َأوْ ِليَاء‬jamak dari ‫ وَ ِلي‬berasal dari kata walāyah dan makna
walāyah adalah al-mahabbah, al-wala’ wal-bara’ maksudnya adalah kecintaan dan juga
berlepas diri ‫مَنْ عَ ادَى ِلي وَ ِل ًيّا‬

Barangsiapa yang membenci waliku yaitu orang yang dicintai oleh Allāh ‫ﷻ‬, karena wali
itu artinya adalah orang yang dekat, walā yalī artinya adalah yang paling dekat atau yang
dekat, wali artinya adalah orang yang dekat dengan Allāh ‫ ﷻ‬yaitu orang yang dicintai
oleh Allāh ‫ﷻ‬.

Maka Nabi ‫ ﷺ‬mengabarkan di sini bahwasanya keluarga abi fulan ini bukan
wali-waliku karena keluarga atau kerabat Nabi ‫ ﷺ‬tidak semuanya muslim, ada
diantara mereka yang masih kuffar sehingga beliau mengatakan bahwasanya aku tidak
mencintai mereka, karena yang namanya kecintaan yaitu berdasarkan ittiba’ mereka
terhadap Nabi ‫ﷺ‬

‫ ِإنَّمَا َأوْ ِليَاء المتقون‬Sesungguhnya orang yang aku cintai adalah orang-orang yang bertaqwa.

Kenapa disini beliau mendatangkan hadist ini, apa hubungannya dengan bid’ah. Orang yang
melakukan bid’ah maka mereka tidak mengikuti sunnah Nabi ‫ ﷺ‬dan dengan
sebab mereka tidak mengikuti sunnah Nabi ‫ ﷺ‬maka ini menjadikan mereka
tidak mendapatkan kecintaan Nabi ‫ﷺ‬, semakin besar dan semakin banyak
mereka melakukan bid’ah semakin mereka jauh dari wala’nya, kecintaannya Nabi
‫ﷺ‬.

Disebutkan di sini sampai keluarga Nabi ‫ ﷺ‬sendiri kalau mereka tidak


mengikuti dan tidak beriman dengan Nabi ‫ ﷺ‬maka tidak akan mendapatkan
kecintaan Nabi ‫ ﷺ‬meskipun itu keluarga beliau sendiri. ‫َل َأ ِبي ُفاَل ٍن‬

Tidak disebutkan fulan di sini karena untuk menutupi, keluarga Beliau ‫ ﷺ‬sendiri
seandainya tidak mengikuti Beliau ‫ ﷺ‬maka tidak mendapatkan kecintaan Beliau
‫ ﷺ‬lalu bagaimana dengan selain keluarga Beliau ‫ﷺ‬. semakin
seseorang mengikuti Nabi ‫ ﷺ‬semakin dicintai tapi semakin seseorang tidak
mengikuti Nabi ‫ﷺ‬, melakukan bid’ah, maka akan semakin jauh dari kecintaan
Nabi ‫ ﷺ‬apalagi kalau sampai dia keluar dari agamanya Nabi ‫ﷺ‬
maka semakin dia jauh dari kecintaan Nabi ‫ﷺ‬.

Siapa orang-orang yang Beliau ‫ ﷺ‬cintai? siapa wali-wali Beliau ‫?ﷺ‬


Wali-wali Beliau ‫ ﷺ‬adalah orang-orang yang bertaqwa dan makna taqwa ini
adalah kalimat yang jami’ disebutkan oleh Thalq bin Habib

ِ َ‫هللا عَ لَى نُوْ ٍر مِن‬


ِ َ‫هللا تَخَ افُ ِع َقاب‬
‫هللا‬ ِ ‫ وَ َأنْ تَ ْترُ كَ َمع‬، ‫هللا‬
ِ ‫ْصيَ َة‬ ِ َ‫ تَرْ ُجوْ ثَوَ اب‬، ‫هللا‬ ِ ‫َأنْ تَ ْع َم َل ِبطَاعَ ِة‬
ِ َ‫ عَ لَى نُوْ ٍر مِن‬، ‫هللا‬
Dia adalah melaksanakan perintah Allāh ‫ ﷻ‬diatas cahaya Allāh ‫ ﷻ‬karena
mengharap pahala dari Allāh ‫ ﷻ‬dan menjauhi larangan Allāh ‫ ﷻ‬di atas cahaya
Allāh ‫ ﷻ‬karena takut dengan azab Allāh ‫ﷻ‬

Ini adalah makna taqwa, dua-duanya baik menjalankan perintah maupun menjauhi larangan
ِ َ‫ عَ لَى نُوْ ٍر مِن‬diatas cahaya dari Allāh ‫ ﷻ‬dan ini adalah isyarat adanya ittiba’
ada kalimat ‫هللا‬
mengikuti Nabi ‫ ﷺ‬di dalam menjalankan perintah maupun menjauhi larangan
ini adalah taqwa masuk di dalamnya adalah mengikuti Beliau ‫ﷺ‬, ittiba terhadap
Beliau ‫ ﷺ‬ini adalah bagian dari ketaqwaan.

Ringkasnya di dalam hadits ini, kenapa beliau mendatangkan hadist ini ingin menerangkan
kepada kita bahwasanya bid’ah ini menjadi penghalang dicintai oleh Nabi ‫ﷺ‬,
tidak mengikuti Nabi ‫ ﷺ‬itu menjadi penghalang seseorang tidak mendapatkan
kecintaan Nabi ‫ﷺ‬, semakin besar bid’ahnya semakin terhalang apalagi sampai
kepada kekufuran maka ini semakin jauh dari kecintaan Nabi ‫ﷺ‬.

Halaqah 81 | Pembahasan Dalil Kelima Hadits Anas bin Malik Ustadz Dr. Abdullah
Roy, M.A ‫حفظه هلل تعالى‬Kitāb Fadhlul Islām
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mendatangkan hadist Nabi ‫ ﷺ وَ ِفي ِه‬Dan didalamny yaitu hadits yang
shahih

‫سلَّ َم ُذكِرَ لَ ُه َأنَّ بَعْضَ الصَّ حَ ابَ ِة َقا َل‬


َ َ‫َس رضي هللا عنه َأنَّ رَ سُو َل اللَّ َه صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬ َ
ٍ ‫عَ نْ أن‬

Dari Anas bin Malik (semoga Allāh ‫ ﷻ‬meridhai beliau) bahwasanya Rasulullah
‫ ﷺ‬disebutkan untuk beliau bahwa sebagian sahabat berkata.
Jadi ada beberapa orang sahabat Nabi ‫ ﷺ‬yang datang ke keluarga Nabi
‫ﷺ‬, kemudian bertanya kepada beliau tentang bagaimana ibadahnya Nabi
‫ﷺ‬, disini disebutkan bahwasanya Anas bin Malik menceritakan ‫جَ ا َء ثَاَل ثَ ُة رَ ْه ٍط ِإلَى‬
َ َ‫هللا عَ لَ ْي ِه و‬
‫سلَّ َم‬ ُ ‫ي صَ لَّى‬
ِ ّ ‫اج الن َِّب‬
ِ َ‫ت أزْ و‬
ِ ْ‫بُيُو‬

Datang 3 orang kesebagian keluarga Nabi ‫ﷺ‬, maksudnya adalah sebagian istri
Nabi ‫ﷺ‬, ingin bertanya tentang ‫سلَّ َم‬ َ َ‫هللا عَ لَ ْي ِه و‬
ُ ‫ي صَ لَّى‬ َ
ِ ّ ‫َيسْألُوْ نَ عَ نْ ِعبَا َد ِة الن َِّب‬

Ingin bertanya tentang bagaimana ibadah Nabi ‫ﷺ‬, yaitu tentang nawafil,
ibadah Nabi ‫ ﷺ‬yang beliau lakukan di dalam rumah Beliau ‫ﷺ‬,
tentunya yang mengetahui adalah istri-istri Beliau ‫ﷺ‬, makanya mereka datang
dan bertanya bagaimana ibadah Beliau ‫ ﷺ‬di rumah, menunjukkan tentang
bagaimana semangatnya para sahabat tersebut di dalam beribadah kepada Allāh ‫ﷻ‬,
bertanya tentang ibadah Nabi ‫ﷺ َفلَمَّا أُخْ ِبرُ وْ ا َك َأنَّ ُه ْم تَقَالُّوْ َها‬

Ketika di kabarkan kepada mereka ibadahnya Nabi ‫ ﷺ‬di rumah adalah


demikian dan demikian kalau malam demikian kalau siang demikian. Maka sepertinya tiga
orang tadi ini ‫تَقَالُّوْ َها‬, mereka menganggap ini sedikit, apa yang dilakukan oleh Nabi
‫ ﷺ‬ini sedikit tidak seperti yang mereka bayangkan sebelumnya sebelum
datang, ini yang disampaikan oleh sebagian istri Nabi ‫ ﷺ‬mengabarkan tentang
bagaimana ibadah beliau ternyata mereka menganggap ini adalah ibadah yang sedikit
kemudian setelah mereka mengetahui sedikitnya ibadah Nabi ‫ ﷺ‬tidak seperti
yang mereka bayangkan maksudnya, akhirnya mereka membuat makhroj sendiri, membuat
alasan sendiri

َ‫سلَّ َم ؟ وَ ق ْد ُغفِرَ لَ ُه مَا تَ َق َّد َم مِنْ َذن ِْب ِه وَ مَا ت ََأخَّ ر‬


َ َ‫هللا عَ لَ ْي ِه و‬
ُ ‫ي صَ لَّى‬ َ
ِ ّ ‫أيْنَ نَحْ نُ مِنَ الن َِّب‬

Kemudian mereka mengatakan dimana kita dibandingkan Nabi ‫ﷺ‬, artinya kalau
Beliau ‫ ﷺ‬ibadahnya sedikit seperti yang kita dengar tadi dari istri Nabi
‫ ﷺ‬karena memang beliau sudah diampuni dosanya yang telah lalu maupun
yang akan datang sehingga kalau Beliau ‫ ﷺ‬ibadahnya demikian itu lumrah
karena sudah dijamin diampuni dosanya yang telah lalu dan akan datang. Kalau kita siapa
yang menjamin, intinya mereka ingin mengatakan berarti kita harus memperbanyak ibadah
meskipun Nabi ‫ ﷺ‬tidak seperti kita dalam banyaknya ibadah itu karena beliau
sudah diampuni dosanya sedangkan kita kan belum sehingga kita jangan menyamakan diri
kita dengan Beliau ‫ﷺ‬ kita harus memperbanyak ibadah.
Ini ucapan mereka akhirnya mereka masing-masing mengucapkan ucapan ini ingin
mewujudkan ibadah yang lebih banyak ‫َقا َل َأحَ ُد ُه ْم‬

Salah satu diantara mereka mengatakan ‫َأمَّا َأنَا َف ُأصَ لِّيْ اللَّ ْي َل َأبَد ًا‬

Adapun ana maka aku akan sholat al-lail, maksudnya adalah semalam penuh, ‫ َف ُأصَ لِّيْ اللَّ ْي َل‬, aku
akan melakukan sholat malam terus, ‫( َأبَ‚‚د ًا‬selama-lamanya) maksudnya adalah tidak mau
tidur, malam seluruhnya dia gunakan untuk sholat. Ada pun yang lain ُ‫َأنَا َأصُ وْ ُم ال َّد ْهرَ وَ اَل أُ ْف ِطر‬

Adapun ana maka ana akan terus-menerus berpuasa, dia setiap hari berpuasa, ُ‫ وَ اَل أُ ْف ِطر‬dan
aku tidak akan berbuka, maksudnya tidak akan dia tinggalkan 1 hari kecuali dia dalam
keadaan berpuasa ُ‫ وَ َقا َل اآْل خَ ر‬Adapun yang ketiga dia mengatakan ‫َأنَا َأعْ ت َِز ُل ال ِنّسَا َء َفاَل َأتَزَ وَّ جُ َأبَد ًا‬

Adapun ana maka ana akan meninggalkan wanita, maksudnya tidak akan menikah selama-
lamanya. Masing-masing dari mereka tiga orang tadi ingin mempertinggi kuantitas dari
ibadah mereka dan tidak ingin melakukan sesuatu yang mengurangi ibadah mereka ‫َفجَ ا َء‬
‫ َفقَا َل‬،‫سلَّ َم‬
َ َ‫هللا عَ لَ ْي ِه و‬
ُ ‫هللا صَ لَّى‬
ِ ‫رَ سُوْ ُل‬

Kemudian Nabi ‫ ﷺ‬datang, disebutkan kepada Beliau ‫ﷺ‬


bahwasanya sebagian sahabat mengatakan ‫َأمَّا َأنَا فاَل آ ُك ُل اللَّحْ َم‬

Ada pun aku maka aku tidak akan memakan daging, ini berarti lafadz tambahan daripada
lafadz yang disebutkan dalam shahih Bukhari. Bahwasanya ada di antara mereka yang
mengucapkan ucapan ini yaitu tidak akan memakan daging ‫وقال اآلخر أمَّا أنا فأقو ُم وال أنا ُم‬

Adapun yang lain maka dia mengatakan ada pun ana maka aku akan sholat malam tanpa
tidur ‫ أمَّا أنا فاَل َأتَزَ وَّ جُ ال ِنّسَا َء‬: ُ‫وَ َقا َل اآْل خَ ر‬

Adapun ana maka ana tidak akan menikah ُ‫وَ َقا َل اآْل خَ ر‬

dan yang lain mengatakan َ‫فأصُ وْ ُم ال َّد ْهر‬ َ ‫ أمَّا أنا‬Adapun ana maka ana akan berpuasa selama-
lamanya. ‫ فاَل آ ُك ُل اللَّحْ َم‬ini ada di dalam lafadz al-imam Muslim

َ َ
ٍ َ‫َفقَا َل بَعْضُ ُه ْم اَل أتَزَ وَّ جُ ال ِنّسَا َء وَ َقا َل بَعْضُ ُه ْم اَل آ ُك ُل اللَّحْ َم وَ َقا َل بَعْضُ ُه ْم اَل أنَا ُم عَ لَى فِر‬
‫اش‬

Ini disebutkan dalam sebagian riwayat ‫هللا عليه وسلَّم‬


ُ ‫ي صلَّى‬ َ ‫أمَّا أنا‬
ُّ ‫ فقال النَّب‬, َ‫فأصُ وْ ُم ال َّد ْهر‬

Maka Nabi ‫ ﷺ‬setelah mendengar ucapan mereka ini Beliau ‫ﷺ‬


mengatakan ‫َأ ْنتُ ْم الَّذِينَ ُق ْلتُ ْم َك َذا وَ َك َذا‬

Beliau ‫ ﷺ‬panggil itu orang-orang yang mengucapkan ucapan tadi karena


sudah sampai kepada beliau kabar tentang ucapan mereka maka Beliau ‫ﷺ‬
memanggil mereka dan mengatakan ‫َأ ْنتُ ْم الَّذِينَ ُق ْلتُ ْم َك َذا وَ َك َذا‬

Apakah kalian yang tadi mengucapkan demikian dan demikian,

yang mengucapkan saya shalat malam terus, dia mengatakan saya akan puasa terus dan
seterusnya ‫َأمَا وَ اللَّ ِه ِإ ِنّي أَل َخْ شَا ُك ْم ِللَّ ِه وَ َأ ْتقَا ُك ْم لَ ُه‬

Ketahuilah demi Allāh ‫ ﷻ‬kata Beliau ‫ ﷺ‬sesungguhnya aku adalah orang


yang paling takut kepada Allāh ‫ ﷻ‬dan paling bertaqwa di antara kalian.

Jadi kalau kalian berbicara tentang ini adalah menunjukkan rasa takut kami ini menunjukkan
tentang taqwa kami kepada Allāh ‫ ﷻ‬ketahuilah bahwasanya aku, kata Beliau
‫ﷺ‬, adalah orang yang paling takut di antara kalian kepada Allāh ‫ ﷻ‬dan
orang yang paling bertaqwa diantara kalian, itu sesuatu yang diterima oleh mereka, Nabi
‫ ﷺ‬beliaulah yang paling takut kepada Allāh ‫ ﷻ‬dan paling bertaqwa
kepada Allāh ‫ ﷻ‬tapi lihat ُ‫لَ ِك ِنّي َأصُو ُم وَ أُ ْف ِطر‬

Akan tetapi meskipun aku adalah orang yang takut dan bertaqwa kepada Allāh ‫ ﷻ‬aku
tetap berpuasa dan aku berbuka.

Terkadang Beliau ‫ ﷺ‬berpuasa dan terkadang Beliau ‫ ﷺ‬berbuka,


tidak seterusnya berpuasa, berarti sunnah Beliau ‫ ﷺ‬adalah terkadang berbuka
terkadang berpuasa

‫ وَ أُصَ ِلّي وَ َأرْ ُق ُد‬Dan aku shalat (yaitu shalat malam) dan aku tidur

Petunjuk Nabi ‫ ﷺ‬beliau tidur di awal malam kemudian setelah itu bangun di
akhir malam berarti Beliau ‫ ﷺ‬melakukan shalat kemudian Beliau ‫ﷺ‬
bangun, tidak seluruh malam Beliau ‫ ﷺ‬gunakan untuk shalat semuanya, tapi
ada istirahat untuk badannya untuk jasadnya, ini adalah sunnah Nabi ‫ ﷺ‬dan
Beliau ‫ ﷺ‬adalah orang yang paling bertaqwa.

‫ وَ َأتَزَ وَّ جُ ال ِنّسَا َء‬Dan aku menikahi para wanita

Padahal Beliau ‫ ﷺ‬adalah orang yang paling bertaqwa dan paling takut kepada
Allāh ‫ ﷻ‬tetapi Beliau ‫ ﷺ‬menikah menunjukkan bahwasanya ketaqwaan
bukan berarti seseorang tidak menikah, ketaqwaan bukan berarti seseorang tidak tidur di
waktu malam, ketaqwaan bukan berarti dia berpuasa terus-menerus, tidak.

Jadi sunnah Nabi ‫ ﷺ‬berpuasa dan berbuka, shalat (malam) dan tidur, dan juga
menikahi wanita ‫سنَّ ِتي َفلَيْسَ ِم ِنّي‬
ُ ْ‫َفمَنْ رَ ِغبَ عَ ن‬

Maka barangsiapa yang membenci jalanku tadi, jalan Nabi ‫ ﷺ‬adalah yang
disebutkan oleh Beliau ‫ ﷺ‬sebelumnya, berpuasa diselingi dengan Ifthar, shalat
ada tidurnya dan dia juga menikah dengan wanita. Ini adalah diantara sunnah Nabi
‫ﷺ‬, maka Beliau ‫ ﷺ‬mengingatkan barangsiapa yang membenci
sunnahku ini, jalanku ini, maka dia bukan termasuk golonganku, bukan termasuk orang
yang mengikuti jalanku, ‫ َفلَيْسَ ِم ِنّي‬ maksudnya adalah bukan termasuk orang yang mengikuti
jalanku.

Lafadz yang disebutkan beliau di sini ‫لَ ِك ِنّي َأنَا ُم وَ أ ُقو ُم وَ َأصُ و ُم وَ أُ ْف ِطرُ وَ َأتَزَ وَّ جُ ال ِنّسَا َء وَ آ ُك ُل اللَّحْ َم‬
Akan tetapi aku tidur dan aku bangun, aku berpuasa dan aku berbuka, aku menikah dengan
wanita dan aku makan daging. ‫سنَّ ِتي؛ َفلَيْسَ ِم ِنّي‬
ُ ْ‫َفمَنْ رَ ِغبَ عَ ن‬

Maka barangsiapa yang membenci sunnahku maka dia bukan termasuk golonganku (bukan
termasuk orang yang mengikuti jalanku).

Disini beliau mendatangkan hadits ini untuk menunjukkan tentang celaan bid’ah dan
bahwasanya bid’ah ini bisa menyebabkan seseorang membenci sunnah Nabi
‫ﷺ‬, bisa menjadikan seseorang membenci agama Islam itu sendiri dan kalau
orang sudah membenci agama Islam maka dia bukan orang yang mengikuti jalannya Nabi
‫ﷺ‬

Dari mana bisa demikian antum lihat yang dilakukan oleh sahabat di sini, shalat malam,
puasa ini ada dalilnya ada sunnahnya tapi kalau dilakukan secara berlebihan tidak sesuai
dengan yang dilakukan oleh Nabi ‫ ﷺ‬maka ini termasuk bisa dikhawatirkan
nanti bisa menjadikan dia membenci sunnahnya Nabi ‫ﷺ‬, akibatnya ‫ َفلَيْسَ ِم ِنّي‬dia
bukan termasuk orang yang menempuh jalannya Nabi ‫ﷺ‬. Padahal ini asalnya
adalah disunnahkan, perkara yang disunnahkan (shalat malam, puasa) tapi ketika dilakukan
lebih, melenceng dari jalan Nabi ‫ﷺ‬, berlebihan, justru malah bisa menjadikan
seseorang bukan termasuk orang yang mengikuti jalan Nabi ‫ ﷺ‬.

Lalu bagaimana dengan orang yang melakukan sesuatu yang bid’ah, kalau yang
disunnahkan saja akibatnya tadi itu ‫ َفلَيْسَ ِم ِنّي‬, lalu bagaimana dengan orang yang melakukan
sesuatu yang bid’ah, sama sekali tidak diajarkan oleh Nabi ‫ﷺ‬, maka semakin
jauh dari jalannya Nabi ‫ﷺ‬, kalau sesuatu yang disunnahkan saja oleh Beliau
‫ ﷺ‬tapi dilakukan berlebihan ‫ َفلَيْسَ ِم ِنّي‬apalagi sesuatu yang bid’ah yang memang
tidak diajarkan oleh Nabi ‫ ﷺ‬maka ini semakin dahsyat ‫ َفلَيْسَ ِم ِنّي‬nya yaitu bukan
orang yang mengikuti jalanku.

Disini beliau mengatakan dan ini jarang sekali beliau mengucapkan dengan ucapan beliau
biasanya ayat hadits atsar, disini beliau berbicara ‫! َفت ََأ َّم ْل‬

kata beliau, hendaklah engkau memperhatikan merenungi ‫ِإ َذا َكانَ بَعْضُ الصَّ حَ ابَ ِة َأرَ ا َد التَّبَتُّ َل ِل ْل ِعبَا َد ِة‬

ketika ada sebagian orang-orang yang mulia dari kalangan sahabat Nabi ‫ﷺ‬
ingin ‫ التَّبَتُّل‬yaitu ingin mengkhususkan hidupnya untuk ibadah, ini yang melakukan seorang
sahabat dan yang dilakukan adalah sesuatu yang asalnya dia adalah sunnah cuma
berlebihan,
ُ ‫ ِق ْي‚ َل ِف ْي‚ ِه َه‚ َذا ال َكاَل ُم ال َغ ِلي ‚ظ‬meskipun demikian Nabi ‫ ﷺ‬mengucapkan ucapan yang
sangat keras ini, yaitu ucapan Beliau ‫سنَّ ِتي؛ َفلَيْسَ ِم ِنّي‬ ُ ْ‫ﷺ َفمَنْ رَ ِغبَ عَ ن‬

orang yang benci terhadap sunnahku maka dia bukan termasuk golonganku.

Ini Beliau ‫ ﷺ‬berbicara di depan para sahabat, demikian diucapkan kalau sampai
ُ ْ‫ ِغبَ عَ ن‬maka ‫َفلَيْسَ ِم ِنّي‬
seorang sahabat ‫سنَّ ِتي ﷺ‬

ُّ ‫ي ِف ْعلُ ُه رُ ُغوبًا عَ ِن ال‬


‫سنَّ ِة‬ َ ‫س ِّم‬
ُ َ‫ و‬dan Beliau ‫ ﷺ‬menamakan perbuatan mereka ini sebagai
bentuk kebencian terhadap sunnah Beliau ‫ﷺ‬, harusnya mengikuti Beliau
‫ﷺ‬, sholat dan tidur, berpuasa dan kadang tidak berpuasa dan seterusnya,
Beliau ‫ ﷺ‬menamakan ini sebagai bentuk kebencian terhadap sunnah Beliau
‫البد َِع؟‬ ِ َ‫ َفمَا ظَنُّكَ ِب َغي ِْر َه َذا ِمن‬.‫ﷺ‬

Lalu bagaimana pendapatmu tentang selain ini dari bid’ah-bid’ah?

Kalau sesuatu yang asalnya sunnah saja, shalat malam puasa atau seperti tadi tidak
memakan daging, ini sesuatu yang mubah itu yang dikatakan oleh Nabi ‫ ﷺ‬lalu
bagaimana dengan selain ini berupa bid’ah-bid’ah.

‫ وَ مَا ظَنُّكَ ِب َغي ِْر الصَّ حَ ابَ ِة؟‬Lalu bagaimana seandainya ini yang melakukan adalah selain sahabat?

Seorang sahabat saja yang kita tahu keutamaan mereka melakukan ini bisa sampai ‫ َفلَيْسَ ِم ِنّي‬,
lalu bagaimana dengan selain sahabat yang tentunya keutamaan mereka tidak melebihi
keutamaan para sahabat ‫رضي هللا تعالى عنهم‬, tentunya ini adalah lebih dahsyat yang demikian

Ini juga menunjukkan tentang bahaya bid’ah dan bahwasanya bid’ah ini dikawatirkan
termasuk bentuk kebencian terhadap sunnah Nabi ‫ ﷺ‬dan orang yang
membenci sunnah Nabi ‫ ﷺ‬maka bukan termasuk golongan Nabi
‫ﷺ‬

‫ َفلَيْسَ ِم ِنّي‬disini maksudnya adalah tidak mengikuti diriku, dalam Al-Quran Allāh ‫ﷻ‬
mengatakan ketika menyebutkan tentang tholut dan juga jalut

ٓ ّ‫طعَمۡ ُه َف ِإنَّ ُهۥ ِم ِن‬


[Al Baqarah:249] ‫ي‬ ۡ َ‫َفمَن ش َِربَ ِمنۡ ُه َفلَيۡ سَ ِم ِنّي وَ مَن لَّ ۡم ي‬

Maksudnya adalah orang yang meminum, kan Beliau mengatakan jangan minum, maka
barangsiapa yang meminum ‫ َفلَيۡ سَ ِم ِنّي‬maksudnya bukan mengikuti petunjukku, karena dia
minum petunjuk Beliau adalah jangan minum, kalau minum berarti ‫ َفلَيۡ سَ ِم ِنّي‬tidak mengikuti
ۡ َ‫ وَ مَن لَّ ۡم ي‬barangsiapa yang tidak meminum ‫ي‬
petunjukku, ‫طعَمۡ ‚ ُه‬ ٓ ّ‫ َف‚ ِ‚إنَّ ُهۥ ِم ِن‬maksudnya adalah dia
termasuk orang yang mengikuti diriku.

Jadi ‫ َف َليۡ سَ ِم ِنّي‬bukan berarti dia keluar dari agama Islam, maksudnya tidak mengikuti jalanku
tidak mengikuti sunnahku, berarti di dalam bab ini ada poin-poin yang menunjukkan
tentang bahaya bid’ah diantaranya bahwasanya orang yang melakukan bid’ah maka
dikhawatirkan akan menyeret dia membenci Islam itu sendiri.

Kemudian diantara bahaya bid’ah disini adalah menjadikan seseorang terputus dari
kecintaan Nabi ‫ﷺ‬, semakin dia melakukan bid’ah semakin banyak maka akan
semakin jauh dari kecintaan Nabi ‫ ﷺ‬dan ini ditunjukkan oleh hadits ‫ِإنَّ آ َل َأ ِبي‬
‫[ ُفاَل ٍن] لَ ْيسُوا ِلي ِب َأوْ ِليَا َء ِإنَّمَا َأوْ ِليَاء المتقون‬

Kemudian diantara bahaya bid’ah bahwasanya orang yang melakukan bid’ah maka ini
bukan termasuk orang yang mengikuti Nabi ‫ ﷺ‬sebagaimana ditunjukkan
dalam hadits Anas, kalau amalan yang asalnya sunnah saja dilakukan secara berlebihan bisa
dinamakan tidak mengikuti Nabi ‫ ﷺ‬apalagi orang yang benar-benar dari awal
melakukan sesuatu yang bukan sunnah Nabi ‫ﷺ‬.

Halaqah 82 | Penjelasan Umum Bab, Pembahasan Dalil Pertama, Kedua,


Ketiga, dan Keempat Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A ‫الى‬ffff‫ه هلل تع‬ffff‫حفظ‬
Kitāb Fadhlul Islām Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Beliau mengatakan ‫ين حَ ِنيفًا ِفطْرَ تَ اللَّ ِه الَّ ِتي َفطَرَ النَّاسَ عَ لَ ْي َها‬ َ
ِ ‫ ﴿ َفأ ِق ْم وَ جْ َهكَ ِلل ِّد‬:‫بَابُ َقوْ ِل اللَّ ِه َتعَالَى‬

Didalam bab ini setelah beliau berbicara tentang masalah bid’ah dan tentang bahayanya
dan tentang ancaman bagi orang yang melakukan bid’ah dan bahwasanya itu adalah bagian
dari sesuatu yang bertentangan dengan Islam itu sendiri, maka di dalam bab ini beliau akan
membacakan atau membawakan dalil-dalil yang isinya adalah perintah untuk istiqomah di
atas Islam, di atas kepasrahan kepada Allāh ‫ ﷻ‬di dalam masalah aqidah, didalam
masalah ibadah, tata cara ibadah, di dalam permasalahan-permasalahan yang lain sampai
kita meninggal dunia

Belum datangkan dalil-dalil yang mengharuskan kita untuk terus Istiqomah di atas Islam
dengan makna yang sudah kita sebutkan berulang kali dan juga di dalam bab ini beliau
akan menunjukkan kepada kita tentang tahdzir minal bid’ah (peringatan tentang bid’ah)
yang merupakan sesuatu yang menunjukkan ketidak-istiqomahan seseorang didalam Islam.
Jadi inti dari bab ini adalah perintah untuk terus istiqomah di atas Islam termasuk
diantaranya dengan meninggalkan bid’ah.

Beliau membawakan firman Allāh ‫ﷻ بَابُ َقوْ ِل اللَّ ِه تَعَالَى‬


dan dijadikan ini sekaligus sebagai judul bab ini ‫ين حَ ِنيفًا ِفطْرَ تَ اللَّ ِه الَّ ِتي َفطَرَ النَّاسَ عَ لَ ْي َها‬ َ
ِ ‫َفأ ِق ْم وَ جْ َهكَ ِلل ِّد‬

Firman Allāh ‫ﷻ‬, maka hendaklah engkau menegakan wajahmu untuk agama ini,
meluruskan wajahmu untuk agama ini, ‫ حَ ِنيفًا‬dalam keadaan mengarahkan menghadapkan
wajah ini hanya untuk Allāh ‫ ﷻ‬dan inilah makna Al-Islam. ‫ حَ ِنيفًا‬menyerahkan diri kita
َ
hanya kepada Allāh ‫ ﷻ‬inilah makna Islam ‫ين‬ ِ ‫َفأ ِق ْم وَ جْ َهكَ ِلل ِّد‬

Maka hendaklah engkau tegakkan wajahmu hanya untuk agama ini, hanya untuk ibadah
kepada Allāh ‫ﷻ‬, dan ‫ َأ ِق ْم‬ini adalah perintah dan asal dari perintah adalah untuk
menunjukkan kewajiban, menunjukkan tentang wajibnya seseorang menjaga Islam ini
sampai dia meninggal dunia dan ini adalah fitrah ‫ِفطْرَ تَ اللَّ ِه الَّ ِتي َفطَرَ النَّاسَ عَ لَ ْي َها‬

Ini adalah fitrah Allāh ‫ ﷻ‬yang Allāh ‫ ﷻ‬fitrahkan kepada manusia yaitu Islamnya dia
untuk Allāh ‫ ﷻ‬ini adalah fitrah Allah. Asalnya manusia menyerahkan diri kepada Allāh
‫ﷻ‬, Islam asal, tapi berubah fitrah tersebut dengan sebab orang tuanya dengan sebab
lingkungan

ِ ّ ‫َصرَ ا ِن ِه َأوْ يُم‬


‫َجسَا ِن ِه‬ ّ ِ ‫َف َأبَوَ ا ُه يُ َه ِوّ دَا ِن ِه َأوْ يُن‬

asalnya dia adalah ‫مَوْ لُود عَ لَى ا ْل ِفطْرَ ِة‬

‫كل مَوْ لُو ٍد ِإاَّل يُولَ ُد عَ لَى ا ْل ِفطْرَ ِة‬

setiap anak yang lahir itu dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanya yang
menjadikan dia yahud atau majusi atau nasrani, terkadang bisa berubah fitrah tadi dengan
sebab orang tua, terkadang berubah fitrah tadi dengan sebab dakwah ahlul bathil
lingkungan dan seterusnya.

Kalau itu adalah fitrah maka kewajiban kita adalah menjaga fitrah tadi sampai kita
meninggal dunia

َ‫َّاس اَل يَ ْعلَمُون‬ َ َ


ِ ‫ين حَ ِنيفًا ِفطْرَ تَ اللَّ ِه الَّ ِتي َفطَرَ النَّاسَ عَ لَ ْي َها اَل تَ ْب ِدي َل ِلخَ ْل ِق اللَّ ِه َذلِكَ ال ّدِينُ ال َق ِيّ ُم وَ لَكِنَّ أ ْكثَرَ الن‬
ِ ‫َفأ ِق ْم وَ جْ َهكَ ِلل ِّد‬

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah
yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, [Ar Rum:30]
Kemudian beliau mendatangkan dalil yaitu firman Allāh ‫ﷻ‬

ْ ‫ي ِإنَّ اللَّ َه اصْ طَفَى لَ ُك ُم ال ّدِينَ َفاَل تَمُوتُنَّ ِإاَّل وَ َأ ْنتُ ْم ُم‬
]132 :‫س ِلمُونَ ﴾ [البقرة‬ َّ ‫ ﴿وَ وَ صَّ ى ِب َها ِإبْرَ ا ِهي ُم بَ ِني ِه وَ يَ ْعقُوبُ يَابَ ِن‬:‫وَ َقوْ لُ ُه تَعَالَى‬
Dan firman-Nya: “Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya,
demikian pula Yakub. (Ibrahim berkata): ‘Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah
memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama
Islam.’” (QS. Al-Baqarah [2]: 132)
‫وَ وَ صَّ ى ِب َها ِإبْرَ ا ِهي ُم‬

Maka Ibrahim berwasiat dengannya, wasiat ibrahim adalah untuk Islam karena sebelumnya
Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan kepadanya ‫ِإ ۡذ َقا َل َل ُهۥ رَ بُّ ُٓۥه َأسۡ ِل ۡۖم‬

ِ ّ َ‫َقا َل َأسۡ لَمۡ تُ لِر‬


Ketika Robbnya berkata kepada Ibrahim, Islamlah engkau wahai Ibrahim َ‫ب ۡٱل ٰ َعلَمِين‬
[Al Baqarah:131]

Aku menyerahkan diriku untuk Robbul ‘alamin ُ‫وَ وَ صَّ ى ِب َها ِإبْرَ ا ِهي ُم بَ ِني ِه وَ يَ ْعقُوب‬

maka Ibrahim mewasiatkan putra-putranya dengan wasiat tersebut, yaitu wasiat untuk Islam
(‫)إ ۡذ َقا َل َل ُهۥ رَ بُّ ُٓۥه َأسۡ ِل ۡۖم‬
ِ maka itulah yang diwasiatkan oleh Ibrahim kepada putra-putranya. ُ‫وَ يَ ْعقُوب‬,
demikian pula Ya’qub juga berwasiat kepada putra-putranya dengan wasiat ini

‫ي‬
َّ ‫ يَابَ ِن‬Wahai anak-anakku

َ‫ ِإنَّ اللَّ َه اصْ طَفَى َل ُك ُم ال ّدِين‬Wahai anak-anakku sesungguhnya Allāh ‫ ﷻ‬telah memilihkan untuk
kalian agama

Agama Islam ini adalah agama yang Allāh ‫ ﷻ‬pilih untuk kalian yang isinya adalah
mentauhidkan Allāh ‫ﷻ‬, menyerahkan ibadah hanya kepada Allāh ‫ ﷻ‬saja, ini
adalah agama kalian agama yang Allāh ‫ ﷻ‬pilih untuk kalian

ْ ‫ َفاَل تَمُوتُنَّ ِإاَّل وَ َأ ْنتُ ْم ُم‬Maka janganlah kalian meninggal dunia kecuali kalian dalam keadaan
َ‫س ِلمُون‬
islam.

Ini adalah perintah untuk istiqomah terus di atas Islam termasuk diantaranya jangan sampai
kita melakukan bid’ah baik bid’ah yang berkaitan dengan akidah i’tiqad maupun bid’ah
amaliah karena itu adalah bukan termasuk keislaman yang demikian bahkan bertentangan
dengan Islam itu sendiri. Maka ayat ini َّ‫ي ِإنَّ اللَّ َه اصْ طَفَى لَ ُك ُم ال ّدِينَ َفاَل تَمُوتُن‬
َّ ‫وَ وَ صَّ ى ِب َها ِإبْرَ ا ِهي ُم بَ ِني ِه وَ يَ ْعقُوبُ يَابَ ِن‬
ْ ‫ِإاَّل وَ َأ ْنتُ ْم ُم‬
َ‫س ِلمُون‬

Didalamnya ada perintah untuk istiqomah di atas Islam. Pegang Islam dan jangan sampai
kita meninggal dunia kecuali dalam keadaan kita pasrah, bertauhid, meninggalkan bid’ah,
jangan mundur ke belakang, jangan menjauh dari Islam, jangan menjauh dari tauhid, jangan
menjauh dari sunnah, jangan kita meninggal kecuali dalam keadaan Islam, perintah untuk
Istiqomah di atas agama ini.

Kemudian beliau mendatangkan dalil yang lain yaitu firman Allāh ‫‚ ﴿ثُ َّم‚ َأوْ حَ ْينَا‬:‫ﷻ وَ َقوْ لُ ُه‚ تَعَالَى‬
‫ِإلَيْكَ َأ ِن ات َِّبعْ ِملَّ َة ِإبْرَ ا ِهي َم حَ ِنيفًا‬

Kemudian Kami wahyukan kepadamu supaya engkau wahai Muhammad mengikuti


millahnya Ibrahim yang lurus ْ ‫وَ مَ‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚ا َك‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚انَ مِنَ الم‬
َ‫ُش‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚ ِركِين‬
(QS. An-Nahl [16]: 123) Dan tidaklah dia termasuk orang-orang yang musyrikin

Maka di dalam ayat ini Allāh ‫ ﷻ‬mewahyukan kepada Nabinya, َ‫ثُ َّم َأوْ حَ ْينَا ِإلَيْك‬, apa yang
Allāh ‫ ﷻ‬wahyukan kepada Beliau ‫ ?ﷺ‬Supaya engkau mengikuti millahnya
Ibrahim yaitu Islam, ‫حَ ِنيفًا‬, menyerahkan hanya kepada Allāh ‫ ﷻ‬menghadap hanya
‚َ ‫ ﷻ (وَ َما‚ َك‬dan tidaklah beliau termasuk orang-orang yang
kepada Allāh ) َ‫ان ِم َ‚ن ال ُمش ِْركِين‬
musyrikin.

Maka ayat ini menunjukkan perintah untuk tetap di atas Islam, perintah untuk mengikuti
millahnya Ibrahim sampai kapan? sampai meninggal sampai akhir, mengikuti millahnya
Ibrahim bukan hanya di sebagian umurnya tapi sampai akhir umurnya sampai akhir
hayatnya Beliau ‫ ﷺ‬diperintahkan untuk mengikuti millahnya Nabi Ibrahim
‘alaihissalam yang lurus dan tidaklah beliau termasuk orang-orang yang musyrikin. Maka
diantara bentuk keislaman kita dan bentuk mengikutnya kita terhadap millah Ibrahim adalah
seseorang istiqomah di atas sunnah dan menjauhi kebid’ahan.

Kemudian beliau mendatangkan sabda Nabi ‫ ﷺ‬yang diriwayatkan oleh Tirmidzi

َ‫ي وُ اَل ًة مِنَ الن َِّب ِيّين‬ َ َ‫ َأنَّ رَ سُو ُل اللَّ ِه صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬:ُ‫ي اللَّ ُه عَ ْنه‬
ِ :َ‫سلَّ َم َقال‬
ٍ ّ ‫«إنَّ ِل ُك ِ ّل ن َِب‬ َ ‫ض‬
ِ َ‫سعُو ٍد ر‬
ْ ‫ْن َم‬
ِ ‫وَ عَ ِن اب‬،

Sesungguhnya bagi setiap Nabi itu ada َ‫وُ اَل ًة مِنَ الن َِّبيِّين‬, wulāt itu jamak dari wali dan yang
dimaksud dengan wali kita sebutkan yang dekat walā – yalī, yang mengikuti, jadi
makna walī adalah yang dekat, setiap Nabi itu memiliki orang-orang yang dekat
dengan beliau di antara para Nabi ‫وَ ِإنَّ وَ ِليِّي ِم ْن ُه ْم َأ ِبي‬

Dan sesungguhnya orang yang dekat denganku di antara mereka di antara para Nabi
adalah ‫ َأ ِبي‬bapakku Ibrahim

‫ وَ خَ ِلي ُل رَ ِبّي‬Dan dia adalah kekasih dari Robbku.

Jadi Ibrahim di sini adalah badal dari ‫ َأ ِبي‬maksudnya abi Ibrahim


‫وَ ِإنَّ وَ ِل ِيّي ِم ْن ُه ْم َأ ِبي وَ خَ ِلي ُل رَ ِبّي‬

Ini menunjukkan bahwasanya yang paling afdhol diantara manusia setelah Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬adalah Nabi Ibrahim karena beliau adalah walinya Beliau
‫ﷺ‬, walinya Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, orang yang paling dekat
derajatnya dengan Nabi ‫ ﷺ‬yaitu Ibrahim dan beliau adalah ‫ خَ ِلي ‚ ُل رَ ِبّي‬adalah
kekasih Allāh ‫ ﷻ ثُ َّم َقرَ َأ‬Kemudian Beliau ‫ ﷺ‬membaca Firman Allāh َّ‫ﷻ ِإن‬
ُّ ‫َّاس ِب ِإبْرَ ا ِهي َم َللَّذِينَ اتَّبَعُو ُه وَ َه َذا الن َِّب‬ َ
ُّ ‫ي وَ الَّذِينَ آ َمنُوا وَ اللَّ ُه وَ ِل‬
َ‫ي الم ُْؤ ِمنِين‬ ِ ‫أوْ لَى الن‬

Sesungguhnya manusia yang paling dekat dengan Ibrahim adalah orang-orang yang
mengikuti beliau yaitu mengikuti beliau di dalam millahnya

‫ َأ ِن ٱت َِّب ۡع ِملَّ َة ِإبۡ ٰرَ ِهي َم‬maka yang mengikuti millahnya Ibrahim merekalah orang-orang yang paling
dekat dengan Ibrahim yaitu muwahiddīn, al-ahnaf, orang-orang yang mengikuti
hanifiyyah maka orang yang paling dekat dengan Nabi Ibrahim adalah orang-orang
yang mengikuti beliau sebagaimana firman Allāh ‫[ ﷻ َأ ِن ٱت َِّب ۡع ِملَّ َة ِإبۡ ٰرَ ِهي َم حَ ِنيفٗ ۖا‬An Nahl:123]

ُّ ‫وَ َه َذا الن َِّب‬


Diantara yang mengikuti millah beliau adalah ‫ي‬

dan Nabi ini yaitu Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬karena Beliau ‫ ﷺ‬mengikuti


millahnya Ibrahim, ‫َأ ِن ٱت َِّب ۡع ِملَّ َة ِإبۡ ٰرَ ِهي َم حَ ِنيفٗ ۖا‬

‫ وَ الَّذِينَ آ َمنُوا‬dan juga orang-orang yang beriman َ‫ي الم ُْؤ ِمنِين‬
ُّ ‫( وَ اللَّ ُه وَ ِل‬QS. Ali Imron [3]: 68)

dan Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah yang menolong orang-orang yang beriman

Jadi bukan orang Yahudi yang dekat dengan Ibrahim karena mereka menyelisihi Ibrahim
dan bukan orang-orang Nasrani yang dekat dengan Ibrahim karena mereka menyelisihi
Ibrahim, yang dekat dengan Ibrahim adalah orang-orang yang mengikuti beliau, siapa di
antaranya, Nabi ‫ ﷺ‬dan juga orang-orang yang beriman, dan Allāh ‫ ﷻ‬Dia-
lah yang akan menolong orang-orang yang beriman. Hadits ini shahih diriwayatkan oleh
AT-Tirmidzi dan lafadznya ‫ي وُ اَل ًة مِنْ الن َِّب ِيّينَ وَ ِإنَّ وَ ِل ِيّي َأ ِبي وَ خَ ِلي‚‚‚‚‚‚‚‚ ُل رَ ِبّي ثُ َّم َق‚‚‚‚‚‚‚‚رَ َأ‬
ٍ ّ ‫ِإنَّ ِل ُك‚‚‚‚‚‚‚‚ ِ ّل ن َِب‬
ْ ْ َّ َّ َ َّ َ
ُّ ‫َّاس ِب ِإبْرَ ا ِهي َم للذِينَ اتَّبَعُو ُه وَ َهذا الن َِّب‬
ُّ ‫ي وَ الذِينَ آ َمنُوا وَ الل ُه وَ ِل‬
{ َ‫ي المُؤ ِمنِين‬ َ َ
ِ ‫} ِإنَّ أوْ لى الن‬

Didalamnya ada perintah dan dorongan untuk terus istiqomah diatas islam yang dibawa
oleh Nabi ‫ ﷺ‬karena orang yang dekat dengan Beliau ‫ ﷺ‬adalah
orang yang mengikuti agama Beliau ‫ﷺ‬, orang yang dekat dengan Beliau
‫ ﷺ‬adalah orang yang dekat dengan agama Beliau ‫ ﷺ‬sehingga
orang yang istiqomah di atas Islam dan dia menjauhi bid’ah dan istiqomah di atas sunnah
sampai dia meninggal dunia maka dia adalah orang yang paling dekat dengan Nabi
‫ ﷺ‬sebagaimana orang yang mengikuti Ibrahim mengikuti millah beliau maka
dia menjadi orang yang paling dekat dengan Ibrahim.

Sebagaimana orang yang mengikuti Ibrahim yang mengikuti millah beliau adalah orang
yang paling dekat dengan Ibrahim maka orang yang mengikuti Nabi ‫ﷺ‬,
mengikuti sunnah Beliau ‫ﷺ‬, menjauhi bid’ah, maka dia menjadi orang yang
paling dekat dengan Nabi ‫ ﷺ‬dan orang yang dekat dengan Nabi
‫ ﷺ‬maka Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah walinya, Allāh ‫ ﷻ‬yang akan menolong
orang-orang yang beriman yang istiqomah di atas islam di atas sunnah dan juga menjauhi
kebid’ahan.

Sehingga hadits ini menunjukkan tentang keutamaan Istiqomah di atas sunnah karena kalau
kita mengikuti Beliau ‫ ﷺ‬maka kita akan dekat dengan Beliau ‫ﷺ‬
sebagaimana orang yang mengikuti Ibrahim maka dia adalah orang yang paling dekat
dengan Ibrahim.

Kemudian beliau mendatangkan hadits yang selanjutnya ‫عَ نْ َأ ِبي هُرَ يْرَ َة‬

Dari Abu Hurairah Radiallahu Anhu marfu’an hadits ini diangkat kepada Nabi ‫ﷺ‬

ْ ِ ‫ بَ‚د ََأ اإْل‬Islam itu mulai dalam keadaan ghorib, dalam keadaan asing, orang-orang
‫س‚اَل ُم َغ ِريبًا‬
mereka di atas jahiliyah diatas kesyirikan, menyerahkan ibadah kepada Allāh ‫ ﷻ‬dan
juga kepada selain Allāh ‫ﷻ‬, membuat perkara yang baru di dalam millahnya Ibrahim,
mengikuti hawa nafsunya, berdusta atas nama Allāh ‫ﷻ‬, dan seluruh jahiliyah, kemudian
datang islam yang isinya penyerahan diri kepada Allāh ‫ﷻ‬, tinggalkan kesyirikan,
serahkan ibadah hanya kepada Allāh ‫ﷻ‬, jangan melakukan bid’ah di dalam millah ini,
ikuti syariat yang ada jangan mengikuti hawa nafsu dan seterusnya.

ْ ِ ‫ بَ‚د ََأ اإْل‬ketika datang maka orang merasa ini adalah perkara yang aneh, rata rata
‫س‚اَل ُم َغ ِريبًا‬
manusia saat itu dalam keadaan jauh dari Islam, jauh dari penyerahan diri kepada Allāh
‫ﷻ‬, datang Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬dalam keadaan mengajak manusia kepada
Islam.

‫سيَعُو ُد َغ ِريبًا َكمَا بَد ََأ‬


َ َ‫ و‬Setelah dia tersebar dakwah ini, sedikit demi sedikit dakwah jahiliyah tadi
sudah terkikis kemudian satu persatu manusia masuk ke dalam agama Islam bahkan diakhir
hayat Beliau ‫ ﷺ‬masuk manusia kedalam agama Islam afwajan, semuanya
mengenal Islam tidak ada satu rumah di Madinah ketika awal Islam masuk ke kota Madinah
kecuali masuk di dalamnya Islam. Sampai akhirnya dibuka kota Makkah pada tahun 8
Hijriyah dan ketika orang-orang Quraisy mereka berbondong-bondong masuk kedalam
agama Islam maka orang-orang Arab badui yang selama ini hanya menunggu saja kabar
yang terjadi karena mereka dalam keadaan bingung panutan mereka adalah orang-orang
Quraisy tapi ternyata orang Quraisy terbelah menjadi dua Islam dengan syirik mereka harus
ikut yang mana, padahal selama ini mereka menjadikan orang-orang Quraisy sebagai
teladan

Akhirnya mereka mendengar saja, kita tunggu saja apa yang terjadi tahun ke delapan Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬berhasil membuka kota Makkah, akhirnya mereka baru yakin
baru sadar ini benar-benar seorang Nabi ‫ ﷺ‬. Quraisy yang selama ini mereka
jadikan panutan mereka agungkan masuk ke dalam Islam, akhirnya orang-orang Baduy pun
mereka masuk kedalam agama islam.

Jadilah islam menjadi sesuatu yang tersebar bukan sesuatu yang asing lagi setelah
sebelumnya di awal Islam datang dalam keadaan ‫غ ِريبًا‬. َ Maka Nabi ‫ﷺ‬
mengabarkan dimasa itu Islam dalam keadaan jaya, Beliau ‫ ﷺ‬mengabarkan
sesuatu yang akan terjadi di masa yang akan datang dan ini adalah tanda kenabian Beliau
‫ﷺ‬

‫سيَعُو ُد َغ ِريبًا َكمَا بَد ََأ‬


َ َ‫ و‬Dan akan kembali Islam tersebut ‫ َغ ِريبًا‬kembali asing ‫ َكمَا بَد ََأ‬sebagaimana di
awal atau sebagaimana awalnya. Manusia saat itu melihat tersebarnya Islam, semangatnya
manusia melaksanakan agama Islam maka Nabi ‫ ﷺ‬mengabarkan kelak akan
kembali asing. Tauhid akan kembali asing, mengikuti sunnah menghidupkan sunnah akan
kembali asing, dianggap sebagai seorang yang asing, aneh kok bisa yang lainnya mengikuti
hawa nafsunya, berhura-hura dan sebagainya, ada orang yang ternyata dia masih
memperhatikan agamanya.

Kemudian Beliau ‫ ﷺ‬memberikan dorongan dengan menyebutkan pahala bagi


orang-orang yang asing saat itu ‫َفطُوبَى ِل ْلغُرَ بَا ِء‬

maka ‫ طُوبَى‬bagi orang-orang yang asing, yang dianggap aneh, di tengah-tengah manusia
yang rusak ternyata dia masih belajar tauhid belajar aqidah ditengah-tengah manusia yang
rusak dia mempelajari sunnah bertanya apa yang disunnahkan ketika demikian apa yang
disunnahkan ketika demikian, dia perhatikan dirinya, menjauhi kemaksiatan, Nabi
‫ ﷺ‬mengabarkan ‫َفطُوبَى ِل ْلغُرَ بَا ِء‬

‫ طُوبَى‬bagi orang-orang yang asing saat itu.

Ada sebagian yang menafsirkan ‫ طُوبَى‬disini adalah surga dan ada yang mengatakan dia
adalah nama pohon yang ada di dalam surga. Baik diartikan dengan ‫ طُوبَى‬maknanya adalah
surga atau pohon yang ada di dalam surga, menunjukkan tentang pahala yang besar,
karena orang yang mendapatkan pohon didalam surga berarti dia masuk ke dalam surga.
Siapakah ghurobah tadi dan apa hubungannya dengan bab ini, mereka adalah orang-orang
yang berpegang teguh di atas Islam, kenapa mereka menjadi ghurobah, karena sebab Islam
ْ ِ ‫ بَد ََأ اإْل‬Islam
yang mereka peluk, yang mereka pegang. Karena disebutkan di awalnya ‫ساَل ُم َغ ِريبًا‬
telah dimulai dalam keadaan asing, yaitu ajaran Islam dan ajaran Islam tadi akan menjadi
asing kembali. Orang-orang yang memeluk ajaran Islam yang menjadi asing kembali nanti
dinamakan dengan ghurobah karena mereka memeluk Islam yang murni yang dibawa oleh
Nabi ‫ ﷺ‬yang saat itu ajaran Islam asing sehingga orang yang memeluk dan
berpegang teguh dengan dalam Islam tadi dia adalah ghurobah.

Ucapan Nabi ‫ ﷺ‬fatūbā berarti di sini ada dorongan dari Beliau ‫ﷺ‬
supaya kita ini tetap istiqomah di atas Islam supaya kita masuk ke dalam surganya Allāh
‫ﷻ‬. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dan termasuk istiqomah di atas Islam
adalah mengikuti sunnah Nabi ‫ ﷺ‬tata cara Beliau ‫ ﷺ‬dan
meninggalkan bid’ah, adapun melakukan bid’ah maka ini bagian dari ketidak-istiqomahan,
ketidak-islaman. Berarti disini ada dorongan bagi kita untuk terus istiqomah memegang
Islam termasuk diantaranya adalah tata cara didalam masalah ibadah.

Halaqah 83 | Pembahasan Dalil Kelima dan Keenam Ustadz Dr. Abdullah Roy,
M.A ‫الى‬fff‫ه هلل تع‬fff‫ حفظ‬Kitāb Fadhlul Islām Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb
rahimahullāh.
Beliau mengatakan ‫س‚ا ِد ُك ْم وَ اَل ِإلَى‬ َ ْ‫«إنَّ اللَّ َه اَل يَ ْنظ ُ‚رُ ِإلَى َأج‬ َ َ‫ َقا َل رَ سُو ُل اللَّ ِه صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي‚ ِه و‬:َ‫ َقال‬،‫عَ نْ َأ ِبي هُرَ يْرَ َة‬
ِ :‫س‚لَّ َم‬
‫وب ُك ْم وَ َأعْ مَا ِل ُك ْم‬ َ
ِ ُ‫ وَ لَكِنْ يَ ْنظُرُ ِإلَى ُقل‬،‫»أمْ وَ ا ِل ُك ْم‬

Beliau mengatakan Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda sesungguhnya Allāh ‫ ﷻ‬tidak


melihat kepada jasad-jasad kalian, gemuk kurus tinggi pendek tampan jelek, Allāh ‫ﷻ‬
tidak melihat jasad-jasad kalian. Itu Allāh ‫ ﷻ‬yang menciptakan, menjadikan yang satu
tinggi yang satunya pendek yang satunya hitam satunya putih, Allāh ‫ ﷻ‬menciptakan
itu semua, Allāh ‫ ﷻ‬tidak melihat yang demikian.

‫ وَ اَل ِإلَى َأمْ وَ ا ِل ُك ْم‬Dan Allāh ‫ ﷻ‬juga tidak melihat kepada harta kalian, yang kaya yang miskin
yang sedang, derajat di sisi Allāh ‫ ﷻ‬bukan pada kekayaan dan bukan pada jasad
seseorang. Oleh karena itu jangan kita himmah kepada besarnya jasad atau banyaknya
harta, Allāh ‫ ﷻ‬tidak melihat yang demikian. Apa yang Allāh ‫ ﷻ‬lihat ‫وَ لَكِنْ يَ ْنظُرُ ِإلَى‬
‫وب ُك ْم وَ َأعْ مَا ِل ُك ْم‬
ِ ُ‫ُقل‬

Akan tetapi Allāh ‫ ﷻ‬melihat kepada hati-hati kalian kepada qolbu-qolbu kalian dan
juga melihat pada amalan-amalan kalian. Allāh ‫ ﷻ‬melihat pada qolbu-qolbu kalian,
bagaimana dengan keikhlasannya, keimanannya, rasa takutnya, rasa mahabbahnya,
mengharapnya kepada Allāh ‫ﷻ‬, tawakkalnya kepada Allāh ‫ﷻ‬, kebersihan hatinya
dari riya, zuhudnya, maka Allāh ‫ ﷻ‬melihat pada hati-hati tersebut.
Kalau Allāh ‫ ﷻ‬melihat pada hati kita maka hendaklah kita memperhatikan hati kita
tersebut, malu apabila hati tersebut dalam keadaan kotor dengan riya, sum’ah, syahwat
yang muharromah, maka hendaklah seseorang jangan memperhatikan jasadnya, hartanya
dan berlebihan didalam masalah jasad dan juga harta kemudian dia menyepelekan masalah
hatinya. Hendaklah dia memperhatikan hatinya karena sadar bahwasanya Allāh ‫ﷻ‬
melihat kepada hatinya. Ketika seseorang tidak merasa dilihat oleh Allāh ‫ ﷻ‬hatinya
sehingga dia biarkan hatinya dalam keadaan kotor, tidak menjaganya dari kemaksiatan dan
seandainya dia kotor tidak dia bersihkan dengan istighfar dan dengan bertaubat kepada
Allāh ‫ﷻ‬.

Itu yang dilihat oleh Allāh ‫ ﷻ‬yang pertama, kalau itu dilihat maka kita perhatikan
bagaimana seseorang ketika dia merasa mobilnya dilihat oleh orang lain ya dia berusaha
untuk senantiasa bersih, seandainya tergores pagi hari sorenya sudah mulus karena dia
merasa banyak orang yang melihat pada mobilnya misalnya akhirnya dia perhatian. Kalau
kita merasa hati kita dilihat oleh Allāh ‫ ﷻ‬maka hendaklah kita perhatian ekstra
terhadap hati kita, jangan di kotori dan merasa malu kalau sampai mengotori hatinya, kalau
sampai kotor maka segera di bersihkan dengan istighfar taubat dan amal yang sholeh.

Disamping hati maka yang dilihat oleh Allāh ‫ ﷻ‬adalah ‫ َأعْ َم‚‚ا ِل ُك ْم‬amalan kalian. Allāh
‫ ﷻ‬tidak melihat jasad kalian dan harta kalian tapi Allāh ‫ ﷻ‬melihat pada amalan
kalian, dilihat amalan kalian apakah amalan kalian sesuai dengan Islam yang dibawa oleh
Nabi ‫ ﷺ‬atau tidak karena amalan yang diridhoi oleh Allāh ‫ﷻ‬, yang
diterima oleh Allāh ‫ ﷻ‬adalah amalan yang sesuai dengan Islam yang dibawa oleh Nabi
‫ﷺ‬.

‫ال َليْسَ عَ لَ ْي ِه َأمْ رُ نَا َف ُه‚‚وَ رَ ٌّد‬


ً ‫ مَنْ عَ ِم َل عَ َم‬Barangsiapa yang mengamalkan sebuah amalan tidak ada di
atasnya agama kami maka amalan tersebut tertolak.

Allāh ‫ ﷻ‬amalan ini sesuai dengan sunnah Nabi ‫ ﷺ‬atau tidak, sesuai
dengan islam atau tidak atau dia masih mengikuti hawa nafsunya kemudian mengamalkan
amalan-amalan yang bid’ah. Ketika seseorang hamba menyadari bahwasanya Allāh ‫ﷻ‬
melihat pada amalannya maka dia berusaha untuk melaksanakan amalan tersebut sesuai
dengan Islam dan istiqomah terus di atas amalan yang sesuai dengan Islam. Istiqomah
karena Allāh ‫ ﷻ‬melihat terus jadi bukan hanya pada amalan ini Allāh ‫ ﷻ‬melihat
tapi juga amalan yang seterusnya dan seterusnya sampai dia meninggal dunia.

Berarti sabda Nabi ‫وب ُك ْم وَ َأعْ مَا ِل ُك ْم‬


ِ ُ‫ﷺ وَ لَكِنْ يَ ْنظُرُ ِإلَى ُقل‬

di dalamnya ada dorongan bagi kita untuk beramal sesuai dengan Islam yang dibawa oleh
Nabi ‫ ﷺ‬dan istiqomah di atas Islam yang dibawa oleh Nabi ‫ ﷺ‬dan
makna Istiqomah di atas Islam diantaranya adalah mengamalkan amalan sesuai dengan
Islam yang dibawa oleh Nabi ‫ ﷺ‬ini adalah bagian dari Islam, menyerahkan diri
kepada Allah.

Kemudian beliau mendatangkan sabda Nabi ‫ﷺ‬

!‫ب‬ِ ّ َ‫ َأيْ ر‬:ُ‫ َف َأ ُقول‬،‫َاولَ ُه ْم اخْ تُ ِل ُجوا دُو ِني‬ ُ َ َّ َ‫ لَيُرْ َفعَنَّ ِإل‬،‫ض‬
ِ ‫ حَ تَّى ِإ َذا أ ْهوَ يْتُ أِل ن‬،‫ي ِرجَ ا ٌل ِم ْن ُك ْم‬
َ ‫سعُو ٍد‬
ِ ْ‫«أنَا َفرَ ط ُ ُك ْم عَ لَى الحَ و‬ ِ ‫وَ لَ ُهم عَ ِن اب‬
ْ ‫ْن َم‬
َ َ :ُ‫ يَقُول‬،‫أصْ حَ ِابي‬
َ‫ال تَد ِْري مَا أحْ َدثُوا بَ ْعدَك‬ َ

Dan didalam hadits Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin mas’ud beliau mengatakan
Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda aku akan mendahului kalian di atas telaga,
maksudnya adalah telaga Beliau ‫ﷺ‬, aku akan mendahului kalian di atas
telaga tersebut, akan diangkat kepadaku, diangkat kepadaku seakan-akan mau
didatangkan kepada Nabi ‫ ﷺ‬beberapa orang dari ummatku ketika aku
mengambil air untuk memberikan gelas tadi kepada orang-orang tadi, tiba-tiba
mereka dihalangi dariku maka Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan wahai Robb mereka ini
adalah para sahabat, dikatakan kepada Beliau ‫ ﷺ‬sesungguhnya engkau tidak
tahu apa yang dilakukan oleh mereka setelahmu.

‫سعُو ٍد‬ ِ ‫ وَ لَ ُهم عَ ِن اب‬Dan didalam shahih Bukhori dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud, beliau
ْ ‫ْن َم‬
mengatakan Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda ‫ض‬ ِ ْ‫َأنَا َفرَ ط ُ ُك ْم عَ لَى الحَ و‬

Aku akan mendahului kalian di atas telaga, maksudnya adalah telaga Beliau ‫ﷺ‬,
faroth artinya adalah mutaqoddim, Beliau ‫ ﷺ‬akan mendahului kita sampai
ketelaga Beliau ‫ﷺ‬, menunjukkan bahwasanya diantara iman dengan hari akhir
adalah beriman bahwasanya Nabi ‫ ﷺ‬memiliki ‫ حَ‚ وْ ض‬dan bahwasanya Beliau
‫ ﷺ‬akan mendahului kita Beliau ‫ ﷺ‬akan kesana dan melayani.

Ketika manusia termasuk di antaranya kaum muslimin dalam keadaan mereka kehausan
berada di padang mahsyar, panas dan waktu yang sangat panjang kemudian mereka
mendapatkan kenikmatan meminum air yang sangat lezat disebutkan dalam hadits ‫أبرد من‬
‫ الثلج‬dia lebih dingin daripada es, semakin dingin semakin nikmat. Dan dia lebih manis
daripada madu, ‫أحلى من العسل‬, dan ini adalah kenikmatan tersendiri, kemudian dia
lebih putih daripada susu, kemudian disebutkan didalam hadits barang siapa yang
meminum darinya maka dia tidak akan haus selama-lamanya. Ditambah lagi
kenikmatan siapa yang melayani, Rasulullah ‫ﷺ‬.

Dan disebutkan didalam hadits bahwasanya disana nanti akan disediakan gelas, teko, ‫كنجوم‬
‫ الس‚‚ماء‬yang disebutkan oleh Nabi ‫ ﷺ‬dia adalah seperti bintang yang ada di
langit. ‘Seperti’ di sini disamakan diserupakan dari dua sisi, sisi yang pertama dari sisi
indahnya, jadi gelas yang dipakai teko yang dipakai adalah gelas-gelas yang indah dan ini
kenikmatan sendiri ketika meminum dari gelasnya dan gelas yang mengkilap yang indah,
kemudian yang kedua dilihat dari sisi banyaknya kita itu bahwasanya umat Islam ini adalah
umat yang banyak meskipun dia umat yang banyak jangan khawatir kita tidak akan antri
ketika meminum telaganya Nabi ‫ﷺ‬, Allāh ‫ ﷻ‬telah menyediakan teko yang
banyak dan gelas-gelas yang banyak.

Sehingga antum datang langsung, bukan menunggu dalam keadaan menahan hausnya,
tidak, langsung disitu dan yang melayani adalah Nabi ‫ ﷺ‬ditambah lagi
kenikmatan yang lain telaga ini adalah telaga yang sangat luas, panjangnya satu bulan
perjalanan dan lebarnya juga satu bulan perjalanan dan ini adalah nikmat tersendiri.
Berbeda kalau telaganya cuma sedikit sementara yang datang orang banyak, antum
ketakutan kehabisan sebelum antum meminum telaga tadi, tapi ini telaga yang sangat luas
dengan sifat air yang tadi kita sebutkan.

َّ َ‫لَيُرْ َفعَنَّ ِإل‬


Aku akan mendahului kalian di atas telaga tersebut ‫ي ِرجَ ا ٌل ِم ْن ُك ْم‬

Akan diangkat kepadaku (seakan-akan mau didatangkan kepada Nabi ‫)ﷺ‬


beberapa orang dari umatku, dari mana Beliau ‫ ﷺ‬mengetahui itu adalah umat
Beliau ‫ﷺ‬, dari bekas wudhu, dilihat dari jauh orang-orang ini adalah putih
wajahnya tangannya artinya dia berwudhu di dunia makanya Beliau ‫ﷺ‬
mengatakan min ummati, mereka dari ummatku, dari sekian banyak manusia Beliau
‫ ﷺ‬mengetahui ciri-ciri ummat Beliau ‫ ﷺ‬dari bekas wudhunya

‫َاولَ ُه ْم‬ ُ َ
ِ ‫ حَ تَّى ِإ َذا أ ْهوَ يْتُ أِل ن‬Ketika aku mengambil air untuk memberikan gelas tadi kepada orang-
orang tadi, Beliau ‫ ﷺ‬melayani umatnya dan ini adalah kenikmatan tersendiri
dilayani oleh Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, senang Beliau ‫ ﷺ‬melihat
mereka yaitu ummatnya datang, memberikan air kepada mereka menghapuskan dahaga
dan haus mereka. ‫اخْ تُ ِل ُجوا دُو ِني‬

Tiba-tiba mereka dihalangi dariku, sudah mau dikasihkan air tersebut kepada mereka tiba-
tiba dihalangi dari Beliau ‫ ﷺ‬dijauhkan dari Beliau ‫ﷺ‬, bagaimana
perasaan Nabi ‫ ﷺ‬yang sangat sayang kepada umatnya ingin memberikan
faedah ingin memberikan air yang ada didalam telaga Beliau ‫ ﷺ‬yang Allāh
‫ ﷻ‬berikan kepada Beliau ‫ب! َأصْ حَ ِابي‬
ِ ّ َ‫ َأيْ ر‬:ُ‫ﷺ َف َأ ُقول‬

Maka Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan wahai Robb mereka ini adalah para sahabat, orang
Islam yang Beliau ‫ ﷺ‬mengenalnya dari tanda-tanda yang ada di dalam jasad
mereka َ‫ الَ تَد ِْري مَا َأحْ َدثُوا بَ ْعدَك‬:ُ‫يَقُول‬
Dikatakan kepada Beliau ‫ ﷺ‬sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang
dilakukan oleh mereka setelahmu Yang diucapkan kepada Beliau ‫ﷺ الَ‚ تَد ِْري‚ مَا‬
َ‫َأحْ َدثُوا بَ ْعدَك‬

didalamnya ada beberapa faedah. Yang pertama menunjukkan bahwasanya Nabi


‫ ﷺ‬tidak mengetahui ilmu yang ghoib dan Beliau ‫ ﷺ‬tidak tahu apa
yang terjadi setelah kematian Beliau ‫ ﷺ‬karena disebutkan disini ‫ال تَد ِْري‬ َ engkau
tidak tahu apa yang mereka lakukan setelahmu, yaitu setelah engkau meninggal dunia apa
yang mereka lakukan berupa kebaikan berupa kejelekan engkau tidak tahu, kalau Nabi
‫ ﷺ‬tidak mengetahui lalu bagaimana diyakini bahwasanya orang yang
meninggal dunia ini tahu yang dilakukan oleh keluarganya tahu apa yang dilakukan oleh
istrinya dan seterusnya, tidak ada yang tahu. Nabi ‫ ﷺ‬sendiri Beliau
‫ ﷺ‬tidak tahu apa yang terjadi setelah Beliau ‫ ﷺ‬meninggal dunia.

َ‫ مَا َأحْ َدثُوا بَ ْعدَك‬Apa yang mereka perbuat, yang mereka ada-adakan setelah dirimu

Kalimat ‫ َأحْ َدثُوا‬bisa merupakan kalimat yang umum, masuk di dalamnya murtad sebelumnya
Islam kemudian dia murtad dari agamanya dan Nabi ‫ ﷺ‬ketika Beliau
‫ ﷺ‬meninggal dunia tahunya ini sahabatnya setelah itu murtad dan kalau
murtad itu Beliau ‫ ﷺ‬tidak tahu cuma pas meninggal dunia tahunya dia adalah
seorang shahabat, pernah bertemu dengan Beliau ‫ ﷺ‬mengaku beriman setelah
Beliau ‫ ﷺ‬meninggal dunia dia murtad dan ada yang murtad setelah
meninggalnya Nabi ‫ ﷺ‬dan dia murtad ini bukan dinamakan dengan shahabat,
yang diakhiri hidupnya dengan riddah keluar dari agama Islam maka ini tidak dinamakan
dengan shahabat karena pengertian shahabat ‫سالَ ِم‬ ِ ‫س ِلم ًا ثُ َّم َماتَ عَ لَى‬
ْ ‫اإل‬ َ َ‫هللا عَ لَ ْي ِه و‬
ْ ‫سلَّ َم ُم‬ ُ ‫ي صَ لَّى‬ َ ‫مَنْ لَ ِق‬
َّ ‫ي الن َِّب‬

Orang yang bertemu dengan Nabi ‫ ﷺ‬dalam keadaan dia beriman


kemudian meninggal dalam keadaan Islam, dalam keadaan Iman. Kalau dia meninggal
dalam keadaan murtad tidak dinamakan dengan shahabat.
Termasuk didalam kalimat ‫ َأحْ َدثُوا‬disini orang yang melakukan bid’ah di dalam agama karena
bid’ah ini adalah ‫مُحْ دَث‬

ُ
ِ ‫شرُّ اأْل م‬
‫ُور مُحْ َدثَاتُ َها وَ ُك ّل مُحْ َدثَ ٍة ِبدْعَ ٌة‬ َ َ‫و‬

Berarti masuk didalamnya ‫ مُحْ دَث‬adalah membuat bid’ah didalam agama sehingga banyak
ulama menyebutkan bahwasanya orang-orang khowarij dan orang-orang ahlul bid’ah
mereka masuk di dalam hadits ini termasuk orang-orang yang tidak bisa atau tidak
meminum telaganya Nabi ‫ ﷺ‬dengan sebab mereka membuat bid’ah didalam
agama.
Bagaimana Nabi ‫ ﷺ‬mendakwahkan islam dengan pengorbanan yang luar biasa
menyampaikan risalah Allāh ‫ﷻ‬, ini tata cara ibadah ini akidah ini akhlak kemudian ada
sebagian orang yang datang meremehkan sunnah Beliau ‫ ﷺ‬memilih bid’ah
daripada sunnah Nabi ‫ﷺ‬, ini tidak pantas untuk minum telaganya Nabi
‫ﷺ‬.

Banyak para ulama yang ketika menjelaskan َ‫ َم‚‚ا َأحْ‚ َدثُوا بَ ْع‚ دَك‬ini maksud di dalamnya ahlul
bid’ah, al-murjiah al-mu’tazilah al-khawarij, jadi ini menunjukkan tentang keutamaan
Istiqomah di atas Islam yang telah disampaikan oleh Nabi ‫ﷺ‬, maka Istiqomah
ini menjadi sebab seseorang kelak bisa meminum telaganya Nabi ‫ﷺ‬. Adapun
orang yang memilih bid’ah daripada Islam yang dibawa oleh Nabi ‫ ﷺ‬maka ini
dikhawatirkan dia termasuk orang yang tidak meminum telaganya Nabi ‫ﷺ‬

Dengan kehinaan yang seperti ini, sudah datang dalam keadaan berangan-angan ingin
minum, sudah mau datang, mau dikasih oleh Nabi ‫ ﷺ‬ternyata dijauhkan dari
telaga tersebut tentunya dia akhirnya tidak bisa minum dalam keadaan terus masih dalam
keadaan haus, kemudian yang kedua dia terhina dengan perlakuan seperti ini. Dia sudah
mau datang mau minum dan merasa kita ini umatnya Nabi ‫ ﷺ‬ternyata diusir
tidak bisa meminum telaganya Nabi ‫ﷺ‬, maka ini adalah pertama dia tetap
dalam keadaan haus yang luar biasa sudah lama tidak minum kemudian dalam keadaan
terhina dan lebih tersiksa lagi melihat orang lain minum sementara dia sendiri tidak minum.

Jelas hadits ini menunjukkan tentang perintah untuk Istiqomah di atas Islam dan tahdzir
peringatan manusia supaya jangan membuat sesuatu yang baru di dalam agama Islam dan
bukan berarti mereka tidak meminum dari telaganya Nabi ‫ ﷺ‬kemudian mereka
tidak masuk surga, tidak saling melazimkan antara dua perkara ini.

Jadi saat itu hukumannya dia tidak meminum telaganya Nabi ‫ﷺ‬, berbeda
dengan umat Islam yang lain tapi bukan berarti mereka diharamkan masuk ke dalam surga,
kalau dia muslim dan bid’ahnya tidak sampai mukaffirah maka kelak dia akan masuk
ke dalam surga, tapi ini hukuman tersendiri bagi orang yang melakukan bid’ah di dalam
agama.

Dan bukan berarti orang yang meminum dari telaganya Nabi ‫ ﷺ‬kemudian dia
tidak masuk neraka, bukan berarti dia tidak masuk neraka, kalau dia termasuk umatnya Nabi
‫ ﷺ‬tapi dia melakukan dosa besar maka orang yang melakukan dosa besar
taḥta masyiatillah, kalau Allāh ‫ ﷻ‬menghendaki maka Allāh ‫ ﷻ‬ampuni dosa
besar tadi kalau Allāh ‫ ﷻ‬menghendaki maka Allāh ‫ ﷻ‬tidak ampuni dan
dimasukkan ke dalam neraka terlebih dahulu.
Sehingga nanti akan melewati jembatan shirath mungkin saja orang yang sebelumnya dia
meminum telaganya Nabi ‫ ﷺ‬hilang dahaganya ketika dia melewati jembatan
shirath ternyata dia terjatuh kedalam neraka, tapi kalau dia terjatuh dan dia sudah
meminum telaganya Nabi ‫ ﷺ‬maka dia tidak akan merasakan kehausan di
dalam neraka, tidak merasakan haus di dalam neraka mungkin terbakar sebagian anggota
tubuhnya tapi dia tidak merasakan haus karena Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan ‫مَنْ ش َِربَ لَ ْم‬
‫يَظْم َْأ َأبَدًا‬

Orang yang meminum dari telaga tersebut maka dia tidak akan haus selama-lamanya,
seandainya dia masuk ke dalam neraka maka tidak akan haus dalam neraka tersebut.

Halaqah 84 | Pembahasan Dalil Ketujuh Hadits Dari Abu Hurairah Ustadz Dr.
Abdullah Roy, M.A ‫الى‬ffffffffff‫ه هلل تع‬ffffffffff‫ حفظ‬Kitāb Fadhlul Islām
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mengatakan
‫ «وَ ِددْتُ َأنَّا َق ْد رَ َأ ْينَا ِإخْ وَ ا َننَا‬:َ‫سلَّ َم َقال‬
َ َ‫ي اللَّ ُه عَ ْن ُه َأنَّ رَ سُو َل اللَّ ِه صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬ ِ َ‫ عَ نْ َأ ِبي هُرَ يْرَ َة ر‬:‫وَ لَ ُهمَا‬
َ ‫ض‬

Beliau mengatakan ‫ وَ لَ ُهمَا‬berarti diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim

Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan aku berkeinginan untuk melihat saudara-saudara kami,


atau kami berkeinginan, seandainya kita, Beliau ‫ ﷺ‬dan juga para sahabat, itu
ْ َ‫ َأوَ ل‬:‫َقالُوا‬
melihat saudara-saudara mereka ‫ يَا رَ سُو َل اللَّ ِه؟‬، َ‫سنَا ِإخْ وَ انَك‬

Mereka mengatakan, bukankah kami adalah ‫س‚‚و َل اللَّ ِه؟‬


ُ َ‫ يَ‚‚ا ر‬، َ‫إخْ وَ انَ‚‚ك‬,ِ kami adalah saudara-
saudaramu ya Rasulullah, yaitu saudara-saudara didalam Islam. Ini yang dipahami oleh para
sahabat saat itu

‫ص ‚حَ ِابي‬ ْ ‫«أ ْنتُ ْم َأ‬


َ :َ‫ َق‚‚ال‬Maka Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan bahwasanya maksud ‫ إخْ ‚ وَ ان‬disini
ِ
bukan ‫ ِإخْ وَ ان‬yang umum sebagaimana dalam firman Allāh ‫( ﷻ‬Al-Hujurat ayat 10) tapi
‫ ِإخْ ‚ وَ ان‬yang Beliau ‫ ﷺ‬maksud saudara-saudara se-islam yang belum datang,
adapun yang sudah bersama Beliau ‫ ﷺ‬maka dinamakan dengan ‫ َأصْ حَ اب‬yaitu
lebih khusus lagi, bukan hanya ‫ ِإخْ وَ ان‬tapi ‫حب‬ ِ ‫ صَ ا‬,‫ َأصْ حَ اب‬lebih dekat lagi

‫«أ ْنتُ ْم َأصْ حَ ِابي‬


َ :َ‫ َقال‬Kalian adalah para sahabatku, karena kalian bertemu beriman dan meninggal
dalam keadaan iman, kalian adalah para sahabat ‫»وَ ِإخْ وَ انُنَا الَّذِينَ لَ ْم ي َْأتُوا بَ ْع ُد‬

Adapun ‫ ِإخْ وَ انا‬yang aku berkeinginan untuk melihat mereka saja, maka mereka adalah orang-
orang yang belum datang setelahku, yaitu yang belum datang saat Beliau ‫ﷺ‬
mengucapkan ucapan ini maka mereka yang dimaksud dengan ‫ ِإخْ‚‚‚ وَ ان‬yang Nabi
‫ ﷺ‬berkeinginan untuk melihat mereka.

Dan ini menunjukkan tentang bagaimana rohmannya dan sayangnya Nabi ‫ﷺ‬
kepada umat Beliau ‫ ﷺ‬secara umum. Sampai ketika Beliau ‫ ﷺ‬saat
itu belum melihat orang-orang Islam yang datang setelah Beliau ‫ﷺ‬, ada di
dalam hati Beliau ‫ ﷺ‬keinginan untuk hanya sekedar melihat mereka saja, ingin
melihat orang-orang Islam yang datang setelah Beliau ‫ﷺ‬, ini menunjukkan
tentang kecintaan Beliau ‫ ﷺ‬kepada umatnya dan rahmat (kasih sayang) Beliau
‫ ﷺ‬kepada umatnya sampai Beliau ‫ ﷺ‬berkeinginan untuk melihat
saja melihat umat yang datang setelah Beliau ‫ﷺ‬.

ِ ‫ َكيْفَ َتع ِْرفُ مَنْ َل ْم ي َْأ‬:‫ َفقَالُوا‬Mereka mengatakan bagaimana engkau mengenal orang
‫ت بَ ْع ُد مِنْ أُ َّمتِكَ ؟‬
yang belum datang diantara umatmu, bagaimana aku bisa mengenal mereka

‫ َأاَل يَع ِْرفُ خَ ْيلَهُ؟‬،‫«أرَ َأ ْيتَ لَوْ َأنَّ رَ ُجاًل َل ُه خَ ْي ٌل ُغرٌّ مُحَ َّجلَ ٌة بَيْنَ ظ َ ْهرَ يْ خَ ْي ٍل ُد ْه ٍم بُ ْه ٍم‬
َ :َ‫َقال‬

Bagaimana pendapat kalian seandainya ada seseorang dia memiliki satu kuda, kuda
tersebut ada warna putih di dahinya kemudian warna putih di tangannya dan juga kakinya

‫بَيْنَ ظ َ ْهرَ يْ خَ ْي ٍل ُد ْه ٍم بُ ْه ٍم‬

Dia berada di tengah-tengah kuda-kuda yang ‫ ُد ْه ٍم بُ ْهم‬, yang mereka adalah kuda-kuda
yang sangat hitam, semuanya hitam, di tengah-tengah kuda-kuda yang semuanya
berwarna hitam, ‫ ُد ْه ٍم‬artinya adalah hitam, ‫ بُ ْهم‬maksudnya adalah polos hitamnya tidak
ada coret-coretnya atau ada putihnya atau belang-belangnya tidak, polos hitam itu
namanya ‫بُ ْهم‬. Berarti dia adalah kuda-kuda yang semuanya berwarna hitam dari awal sampai
akhir semuanya berwarna hitam kecuali satu saja ada kuda yang kepalanya dahinya putih
dan kaki dan tangannya putih

‫ َأاَل يَع ِْرفُ خَ ْيلَهُ؟‬Apakah laki-laki ini mengenal kuda yang ‫ ُغرٌّ مُحَ َّجلَ ٌة‬tadi?

‫ بَلَى‬:‫ َقالُوا‬Mereka mengatakan iya.

‫ َف ِإنَّ ُه ْم ي َْأتُونَ ُغ ًّرا مُحَ َّجلِينَ مِنَ الوُ ضُ و ِء‬،

Setelah Beliau ‫ ﷺ‬membuat permisalan ini, dan boleh seseorang membuat


permisalan kalau memang tidak bertentangan dengan dalil.
Karena manusia di sini ada dua jenis, ada sebagian mereka membuat perumpamaan-
perumpamaan, cantolan-cantolan tapi kalau dilihat ternyata cantolan tadi tidak sesuai
dengan dalil, ini bahaya, bahaya dengan sebagian yang memperbanyak permisalan-
permisalan tadi karena orang awam ketika mereka mendengar dan mereka tidak tahu
tentang dalil, ketika membuat permisalan dan perumpamaan tadi masuk ke akal mereka
menganggap ini sesuatu yang pasti, sesuatu yang hak, sehingga dengan mudah mereka
mengikuti perumpamaan-perumpamaan tadi.

Seperti misalnya orang yang mengumpamakan bahwasanya kita memiliki tujuan yang sama
yaitu ingin baik, ingin masuk ke dalam surga. Ini perumpamaannya seperti orang yang mau
ke Jakarta, terserah dia mau melewati tol yang mana semuanya meskipun tolnya berbeda
akan menuju ke kota yang sama yaitu Jakarta. Kemudian mengatakan ana ikut aliran ini
antum ikut aliran tersebut, yang penting kita Istiqomah tidak keluar dari jalan tol tadi kita
akan sampai sama-sama ke Jakarta, oh iya ya benar berarti. Ini hati-hati dengan cantolan-
cantolan seperti ini, dilihat dalilnya dulu kalau sesuai dengan dalil silahkan dipake kalau
tidak sesuai dengan dalil berarti ini adalah perumpamaan yang salah.

Karena Allāh ‫ ﷻ‬menyebutkan dalam banyak dalil bahwasanya jalan menuju Allāh
‫ ﷻ‬itu hanya satu bukan berbilang, jadi mengumpamakan jalan menuju Allāh ‫ﷻ‬
dengan jalan jalan menuju Jakarta tadi ini adalah permisalan yang salah dan banyak aliran-
aliran yang membuat perumpamaan-perumpamaan seperti ini dan banyak yang tertipu,
maka kita harus kritis melihat apakah perumpamaan ini sesuai dengan dalil atau tidak.

Nabi ‫ ﷺ‬membuat permisalan dan ini adalah untuk memudahkan pemahaman

ُ ُ‫ َف‚ ِ‚إنَّ ُه ْم يَ‚ ْ‚أتُونَ ُغ‚ ًّرا مُحَ َّجلِينَ مِنَ الو‬، Mereka akan datang dalam keadaan ‫جلِينَ مِنَ الوُ ضُ و ِء‬
‫ض ‚و ِء‬ َّ َ‫غ ًّرا مُح‬,
ُ
dalam keadaan kepalanya putih, tangan dan juga kakinya berwarna putih dengan
sebab berwudhu.

ِ ْ‫وَ َأنَا َفرَ ط ُ ُه ْم عَ لَى الحَ و‬، Dan aku akan mendahului mereka diatas telaga
‫ض‬

ِ ْ‫ َأاَل لَيُ َذادَنَّ ِرجَ ا ٌل عَ نْ حَ و‬Ketahuilah bahwasanya akan diusir beberapa orang di hari kiamat
‫ضي‬
dari telagaku

‫ َكمَا يُ َذا ُد ال َبعِيرُ الضَّ ا ُّل‬sebagaimana akan diusir seekor unta yang tersesat.

Maksudnya orang-orang Arab mereka punya unta misalnya, biasanya mereka masing-
masing pengembala itu punya telaga atau tempat air yang dikhususkan untuk onta-
ontanya, kalau misalnya di sana ada onta selain ontanya datang maka akan diusir, tidak
boleh, akan diusir onta tersebut dari telaga yang dikhususkan untuk onta-ontanya
‫ َأاَل َهلُ َّم‬:‫يه ْم‬ ُ
ِ ‫ !أنَا ِد‬Beliau ‫ ﷺ‬akan memanggil mereka, kenapa kalian tidak kesini

‫ َفيُ َق‚‚ا ُل‬: Dikatakan kepada Nabi َ‫ ﷺ ِإنَّ ُه ْم‚ َقدْ‚ بَ َّدلُوا‚ بَ ْعدَك‬Sesungguhnya mereka telah
mengganti setelahmu

Ketika engkau ada mereka biasa-biasa saja, mengikut, tapi setelah engkau tidak ada maka
mereka ‫ َّدلُوا‬fffَ‫ب‬, maksudnya adalah merubah agama ini, merubah sunnah Nabi
‫ ﷺ‬yang sudah Beliau ‫ ﷺ‬sampaikan kepada umat.

Tentunya ini adalah perkara yang besar, sekali lagi Beliau ‫ ﷺ‬sudah sampaikan
dengan pengorbanan yang sangat luar biasa ternyata ada sebagian orang yang kemudian
dengan mudah dia mengganti apa yang sudah disampaikan oleh Nabi ‫ﷺ‬,
membuat sesuatu yang baru ‫ سُحْ قًا! سُحْ قًا‬:ُ‫َف َأ ُقول‬

Ketika Beliau ‫ ﷺ‬mendengar kenapa orang-orang tersebut diusir dari telaga


Beliau ‫ ﷺ‬maka Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan ‫سُحْ قًا! سُحْ قًا‬, celaka-celaka
yaitu bagi orang yang mengganti agama Nabi ‫ﷺ‬

‫ سُحْ قًا! سُحْ قًا‬Maksudnya adalah jauh-jauh, pergi-pergilah, menjauhlah, kalau memang mereka
mengganti dan membuat bid’ah didalam agama maka menjauhlah, jangan minum dari
telaga Nabi ‫ﷺ‬. Tentunya ini adalah sekali lagi kehinaan dan ini adalah
siksaan bagi mereka. Dan sebagaimana hadits yang pertama ini menunjukkan tentang
pentingnya istiqomah di atas islam diatas sunnah, dan diharamkannya seseorang berbuat
bid’ah dan bid’ah ini adalah bagian dari ketidaksempurnaan Islam seseorang

Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah

‫ حَ تَّى ِإ َذا عَ رَ ْفتُ ُه ْم‬،‫ «بَ ْينَا َأنَا َقا ِئ ٌم ِإ َذا زُ مْ رَ ٌة‬:‫ي‬ ِ َ‫وَ ِل ْلبُخ‬
ِّ ‫ار‬

Ketika aku dalam keadaan berdiri, kalau didalam haditsnya naa’imun, disini didalam
syarhnya qoimun, shahih. Qoimun maksudnya adlah al-haudh

‫ا ِئ ٌم‬ff‫ا َق‬ffَ‫ا َأن‬ffَ‫ َب ْين‬Ketika aku dalam keadaan berdiri, maksudnya berdiri di telaganya,
maksudnya dalam keadaan berdiri di telaganya melayani umat Beliau ‫ﷺ‬

‫ ِإ َذا زُ مْ رَ ٌة‬Tiba-tiba ada zumroh, satu kelompok manusia,


‫ حَ تَّى ِإ َذا عَ رَ ْفتُ ُه ْم‬Sehingga ketika aku mengenal mereka dan mereka pun mengenalku artinya
mereka adalah umat Nabi ‫ﷺ‬. Beliau ‫ ﷺ‬mengenal mereka dari
sebab bekas wudhu mereka dan mereka pun mengenal Nabi ‫ﷺ‬

‫خَ رَ َج رَ ُج ٌل مِنْ بَ ْي ِني وَ بَ ْي ِن ِه ْم‬، Tiba-tiba ada ‫رَ ُج ٌل‬, ada yang mengatakan ‫ رَ ُج ٌل‬disini hakikatnya adalah
seseorang malaikat

‫ بَ ْي ِني وَ بَ ْي ِن ِه ْم‬Yang dia berada antara diriku dengan zumroh tadi, muncul seseorang yang ada di
antara diriku dengan mereka

‫ َهلُ َّم‬:َ‫ َفقَال‬، Maka dia mengatakan ‫ َهلُ َّم‬, Ayo

‫ َأيْنَ ؟‬: ُ‫ َف ُق ْلت‬Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan kepada orang ini mau diajak ke mana mereka,
kenapa laki-laki ini mengatakan kepada mereka yaitu zumroh tadi, yang mereka mengenal
Nabi ‫ ﷺ‬dan Nabi ‫ ﷺ‬pun mengenal mereka, laki-laki ini
mengatakan kepada zumroh tadi ‫( َهلُم‬ayo) padahal inikan di dekat siapa? Didekat Nabi
‫ ﷺ‬di dekat telaga Beliau ‫ﷺ‬. Ini mau diajak ke mana kenapa nggak
disuruh mampir dan minum ke telaganya Nabi ‫ ﷺ‬bahkan dia mengatakan ayo,
maka Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan ilaina mau diajak kemana

ِ ‫ ِإلَى الن‬:َ‫ َقال‬، Dia mengatakan, mereka mau diajak ke neraka demi Allāh ‫ﷻ‬
‫َّار وَ اللَّ ِه‬

‫ مَا ش َْأنُ ُه ْم؟‬: ُ‫ ُق ْلت‬Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan kenapa demikian, apa dosa mereka

َ
ِ ‫ ِإنَّ ُه ُم ارْ تَدُّوا بَ ْعدَكَ عَ لَى أ ْدب‬:َ‫َقال‬
‫َار ِه ْم ال َق ْه َقرَ ى‬

Kemudian dia mengatakan sesungguhnya mereka ini murtad setelah dirimu atau bisa
diartikan kembali ke belakang setelah dirimu

‫ثُ َّم ِإ َذا زُ مْ رَ ٌة‬، Kemudian ada kelompok yang lain

‫ َأيْنَ ؟‬: ُ‫ َف ُق ْلت‬،‫ َهلُ َّم‬:َ‫ َفقَال‬،‫حَ تَّى ِإ َذا عَ رَ ْفتُ ُه ْم خَ رَ َج رَ ُج ٌل مِنْ بَ ْي ِني وَ بَ ْي ِن ِه ْم‬

Datang kelompok lain lagi kemudian muncul laki-laki lagi dan mengatakan ucapan yang
sama dan Nabi ‫ ﷺ‬juga mengucapkan ucapan yang sama

َ
ِ ‫ ِإنَّ ُه ُم ارْ تَدُّوا بَ ْعدَكَ عَ لَى أ ْدب‬:َ‫ َقال‬Berarti dua kali disebutkan kejadiannya di sini
‫َار ِه ْم ال َق ْه َقرَ ى‬

‫ َف َذ َكرَ ِم ْثلَ ُه‬Kemudian disebutkan semisalnya


‫ َقا َل‬: maka Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan ‫» َفالَ أُرَ ا ُه يَخْ لُصُ ِم ْن ُه ْم ِإاَّل ِم ْث ُل َه َم ِل النَّع َِم‬

Kemudian Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan, maka aku tidak melihat, bisa dibaca ‫ال أرَ ا ُه‬ َ ‫َف‬
ُ ُ
atau ‫ َفالَ أرَ ا ُه‬kalau ‫ أرَ ا ُه‬berarti maka aku tidak berpandangan atau berpendapat, menyangka,
bahwasanya tidak selamat diantara mereka kecuali ‫ل النَّع َِم‬ َ , kecuali seperti ternak yang
ِ ‫ه َم‬
tersia-sia. ‫ل‬ َ maksudnya adalah mu’mal yaitu tersia-sia. ‫ النَّع َِم‬artinya adalah ternak
ِ ‫ه َم‬
seperti unta dan lain-lain, sebagian mengatakan ‫ل النَّع َِم‬ ِ ‫ه َم‬َ ‫ل‬ ُ ‫ ِم ْث‬maksudnya adalah sedikit
sekali. Beliau ‫ ﷺ‬mengabarkan bahwasanya tidak selamat di antara mereka dari
neraka kecuali sangat sedikit, jadi dari zumroh-zumroh tadi yang selamat dari neraka itu
hanya sedikit.

‫» َفالَ أُرَ ا ُه يَخْ لُصُ ِم ْن ُه ْم ِإاَّل ِم ْث ُل َه َم ِل النَّع َِم‬

Aku menganggap, memandang, bahwasanya tidak selamat di antara mereka dari neraka
kecuali seperti ternak yang tersia-siakan, dan ternak yang tersia-sia ini sedikit dibandingkan
ternak yang terlihat.

Allāhu a’lam bahwasanya disini orang-orang yang bid’ah tadi, yang mereka melakukan
sesuatu yang baru setelah Nabi ‫ﷺ‬, tentunya mereka masuk di dalam hadits ini
sebagaimana hadits-hadits yang sebelumnya, bahwasanya yang selamat dari neraka di
antara mereka ini sedikit, kebanyakan masuk kedalam neraka dan ini kembali seperti yang
sudah pernah kita jelaskan bahwasanya orang yang mengikuti aliran-aliran itu mereka tahta
masyiatillah, kalau Allāh ‫ ﷻ‬menghendaki maka Allāh ‫ ﷻ‬akan siksa dengan sebab
bid’ah yang mereka lakukan, kalau Allāh ‫ ﷻ‬menghendaki maka Allāh ‫ ﷻ‬ampuni
bid’ah tadi dan disini Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan ‫» َفالَ ُأرَ ا ُه يَخْ لُصُ ِم ْن ُه ْم ِإاَّل ِم ْث ُل َه َم ِل النَّع َِم‬

Tidak selamat kecuali sedikit, berarti banyak diantara mereka yang masuk ke dalam neraka
tapi ada diantara mereka yang Allāh ‫ ﷻ‬menghendaki untuk diampuni.

Halaqah 85 | Pembahasan Dalil Kedelapan dan Kesembilan Ustadz Dr. Abdullah


Roy, M.A ‫الى‬ffffffffffffff‫ه هلل تع‬ffffffffffffff‫ حفظ‬Kitāb Fadhlul Islām

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mengatakan ‫َّاس‬


ٍ ‫ْن عَ ب‬ ِ ‫ ِفي ِح ِد‬:‫وَ لَ ُهمَا‬
ِ ‫يث اب‬

Dan didalam shahih Bukhari dan Muslim dari hadits Abdullah ibn Abbas
ُ‫ َف َأ ُقو ُل َكمَا َقا َل ال َع ْب ُد الصَّ الِح‬Maka aku akan mengatakan seperti yang dilakukan oleh hamba Allāh
‫ ﷻ‬yang sholeh maksudnya adalah Nabi ‘Isa. Apa yang dilakukan oleh Nabi Isa ketika
dihari kiamat Beliau ditanya oleh Allāh ‫ُون‚ ٱللَّ ۖ ِه‬ ُ ‚ِ ‫ﷻ ء ََأنتَ‚ ُق ۡلتَ‚ ِللن‬
ِ ‫َّاس ٱتَّ ِخ ُذو ِني‚ وَ أ ِّميَ‚ ِإ ٰلَ َهيۡ ِن‚ ِمن‚ د‬
[Al Ma”idah:116]

Ada manusia yang menyembah kepadamu, menjadikan kamu sebagai sesembahan selain
Allāh ‫ﷻ‬, apakah kamu dahulu mengatakan kepada orang-orang untuk menyembah
dirimu dan juga ibumu maka diantara ucapan Beliau

‫ي َأ ۡن َأ ُقو َل مَا لَيۡ سَ ِلي ِبحَ‚ ۚ ٍقّ ِإن ُكنتُ ُق ۡلتُ ُهۥ َف َق‚‚دۡ عَ لِمۡ تَ ُۚۥه تَعۡ لَ ُم َم‚‚ا ِفي نَفۡ ِس‚ي وَ ٓاَل َأ ۡعلَ ُم َم‚‚ا ِفي نَفۡ ِس‚ ۚكَ ِإنَّكَ َأنتَ عَ ٰلَّ ُم‬ٓ ‫َقا َل سُبۡ ٰحَ نَكَ مَا يَ ُكونُ ِل‬
‫ب‬ ِ ‫ۡٱل ُغيُ‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚و‬
‫يه ۡۖم‬
ِ ‫ش‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚ ِهيدٗ ا مَّا دُمۡ تُ ِف‬ َ ‫ٱعبُ‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚دُو ْا ٱللَّ َه رَ ِبّي وَ رَ بَّ ُك ۡۚم وَ ُكنتُ عَ لَيۡ ِه ۡم‬ ۡ ‫َ‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚رتَ ِني ِب ِٓۦه َأ ِن‬
ۡ ‫مَ‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚ا ُق ۡلتُ لَ ُه ۡم ِإاَّل مَ‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚ٓا َأم‬
[ 117-116:‫]المائدة‬

Beliau tidak mengetahui, aku melihat mereka selama aku bersama mereka

‫ َفلَمَّا تَوَ َّفيۡ تَ ِني‬Ketika Engkau sudah mematikan aku, maksudnya adalah menidurkan Beliau dan
mengangkat Beliau keatas ‫ُكنتَ َأنتَ ٱلرَّ قِيبَ عَ لَيۡ ِه ۡۚم‬

Engkau-lah yang melihat keadaan mereka, ini yang diucapkan oleh Nabi Isa. Aku melihat
ketika aku masih bersama mereka setelah aku tidak bersama mereka maka aku tidak melihat
keadaan mereka, tidak tahu bahwasanya ternyata ada manusia yang menyembah Beliau.
Ada yang menyembah Beliau, Beliau tidak tahu, yang Beliau tahu ketika Beliau bersama
mereka yaitu belum ada orang yang menyembah kepada Beliau, maka Nabi Muhammad
‫ ﷺ‬mengingat ucapan Nabi Isa ini dan Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan ‫َف َأ ُقو ُل‬
ُ‫َكمَا َقا َل ال َع ْب ُد الصَّ الِح‬

Aku akan berucap seperti yang diucapkan oleh hamba yang sholeh, yaitu apa?

‫يه ۡۖم‬ َ ‫ وَ ُكنتُ عَ لَيۡ ِه ۡم‬Aku melihat mereka menyaksikan mereka selama aku bersama
ِ ‫ش‚‚ ِهيدٗ ا مَّا دُمۡ تُ ِف‬
mereka tapi setelah Beliau ‫ ﷺ‬meninggal dunia maka Beliau ‫ﷺ‬
tidak tahu apa yang terjadi, apa yang mereka ihdats setelah Beliau ‫ﷺ‬
meninggal dunia, ternyata ada yang membuat bid’ah didalam agama ternyata ada yang
melakukan pemurtadan, ini haditsnya

ّ ِ ‫وَ ِإنَّ أُنَاسًا مِنْ َأصْ حَ ِابي ي ُْؤخَ ُذ ِب ِه ْم َذاتَ ال‬


‫شمَا ِل‬

ّ ِ َ‫َذات‬
Ada sebagian orang diantara sahabatku ternyata mereka masuk di dalam ‫الش‚‚مَا ِل‬
maksudnya adalah dimasukkan ke dalam Jahannam
‫ َف َأ ُقو ُل َأصْ حَ ِابي َأصْ حَ ِابي‬Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan sahabatku-sahabatku

‫ َفيَقُو ُل ِإنَّ ُه ْم لَ ْم يَزَ الُوا مُرْ تَ ّدِينَ عَ لَى َأعْ ق َِاب ِه ْم ُم ْن ُذ َفارَ ْقتَ ُه ْم‬Mereka senantiasa murtad setelah engkau berpisah
dengan mereka, yaitu setelah meninggal Nabi ‫ ﷺ‬disana ada orang-orang yang
murtad

ُ‫ َف َأ ُقو ُل َكمَا َقا َل ا ْل َع ْب ُد الصَّ الِح‬maka saat itu Beliau ‫ ﷺ‬akan mengucapkan seperti yang
diucapkan oleh hamba yang sholeh

‫يه ْم َفلَمَّا تَوَ َّف ْيتَ ِني ِإلَى َقوْ ِل ِه ا ْلع َِزيزُ ا ْلحَ ِكي ُم‬
ِ ‫وَ ُكنْتُ عَ لَي ِْه ْم ش َِهيدًا مَا دُمْ تُ ِف‬

Ini menunjukkan bahwasanya Nabi ‫ ﷺ‬berlepas diri dari orang-orang yang


murtad setelah Nabi ‫ ﷺ‬atau merubah agamanya setelah Nabi ‫ﷺ‬
dan ini menunjukkan tentang bahaya meninggalkan Islam. Dan sebab meninggalkan Islam
diantaranya adalah karena sering melakukan bid’ah, sebab meninggalkan Islam dan Nabi
‫ ﷺ‬berlepas diri dari mereka, orang-orang yang murtad dari agama Islam maka
Beliau ‫ ﷺ‬berlepas diri dari mereka, di antara sebab murtad adalah karena
melakukan bid’ah di dalam agama, karena terus melakukan bid’ah akhirnya lama kelamaan
setan menghiasi-hiasi bid’ah tersebut dan membisiki bahwasanya tidak perlu dengan islam
lagi tidak perlu dengan sunnah lagi dan akhirnya keluar dari agama Islam.

Kemudia setelah itu beliau mengatakan ‫ عَ ْن ُه مَرْ ُفوعً ا‬:‫وَ لَ ُهمَا‬

dan bagi keduanya maksudnya adalah Bukhori dan juga Muslim, diangkat sampai Nabi
‫ﷺ‬

‫ مَا مِنْ مَوْ لُو ٍد ِإاَّل يُولَ ُد عَ لَى ال ِفطْرَ ِة‬Tidak ada seorang anak yang dilahirkan kecuali di atas fitrah, dan
yang dimaksud dengan fitrah di sini adalah Al-Islam. Anak yang dilahirkan oleh ibunya maka
pertama dia dilahirkan dalam keadaan fitrah yaitu dalam keadaan Islam, seandainya dia
tumbuh dan berkembang bersih tidak ada pengaruh dari luar, tidak ada pengaruh dari
orang tua, tidak ada pengaruh dari setan maka akan tumbuh di atas fitrah, maka dia akan
menjadi seorang muslim.

Namun apakah demikian, tidak, ternyata di sana ada pengaruh-pengaruh dari luar sehingga
fitrah tersebut terkadang berubah, terkadang berasal dari orang tua, terkadang dari setan.
Adapun dari orang tua maka disebutkan dalam hadits ini

‫ َف َأبَوَ ا ُه يُ َه ِوّ دَا ِن ِه‬Maka kedua orang tuanya menjadikan dia Yahudi
ّ ِ ‫ َأوْ يُن‬Atau menjadikan dia Nasrani
‫َصرَ ا ِن ِه‬

ِ ّ ‫ َأوْ يُم‬Atau menjadikan dia majusi.


‫َجسَا ِن ِه‬

Penyebutan menjadikan yahudi, menjadikan nasrani, menjadikan majusi menunjukkan


bahwasanya yang dimaksud dengan fitrah tadi adalah Islam, buktinya apa, karena
setelahnya disebutkan hal-hal yang bertentangan dengan Islam dan ini menunjukkan
bahwasanya Yahudiyyah, Nasraniyyah dan juga Majusiyyah ini bertentangan dengan Islam.

Sebagaimana sudah berlalu, meskipun orang Yahudi menyandarkan mereka kepada


seorang Nabi ‫ﷺ‬, orang Nasrani juga demikian namun setelah kedatangan Nabi
‫ ﷺ‬kalau mereka tidak mengikuti Nabi ‫ ﷺ‬maka mereka telah keluar
dari Islam dan agama mereka adalah agama yang bathil.

Dan sudah disebutkan bahwasanya agama yang bathil terbagi menjadi dua, pertama adalah
agama yang memang ajarannya bertentangan dengan agama Islam seperti majusiyyah,
watsaniyyah, dan ada diantaranya agama yang dia asalnya adalah agama para Nabi dan
juga para Rasul, mereka mengikuti kitab mengikuti Nabi cuma menjadi bathil setelah
kedatangan Rasulullah ‫ﷺ‬. Karena setelah kedatangan Islam yang dibawa oleh
Nabi ‫ ﷺ‬tidak boleh bagi seseorang yang telah mendengar kedatangan Beliau
‫ ﷺ‬kecuali mengikuti Beliau ‫ﷺ‬.

‫ َكمَا تُ ْن َتجُ الب َِهي َم ُة ب َِهي َم ًة جَ مْ َع‚‚ا َء‬Sebagaimana seekor binatang ternak dia melahirkan, memproduksi
binatang ternak yang sempurna. Unta atau sapi atau kambing misalnya, ketika dia
melahirkan maka dia mengeluarkan anak yang sempurna tidak ada kekurangan, ‫جَ مْ َع‚‚ا َء‬
berasal dari kata ‫ جَ مْ ع‬maksudnya menyeluruh, sempurna, tidak ada yang terpotong, kakinya
sempurna, telinganya sempurna, matanya sempurna dan seterusnya.

Disini Beliau ‫ ﷺ‬karena berbicara dengan orang-orang Arab yang mereka


mengenal hewan-hewan ternak tersebut ingin memudahkan pemahaman bagi mereka dan
sekali lagi menggunakan perumpamaan ini di gunakan oleh Nabi ‫ ﷺ‬dengan
tujuan untuk memudahkan memahami apa yang Beliau ‫ ﷺ‬sampaikan, tidak
masalah demikian dan ini adalah termasuk uslub didalam berdakwah namun yang perlu
diperhatikan jangan sampai kita membuat permisalan yang bertentangan dengan syariat.

‫َه ْل تُ ِحسُّونَ ِفي َها مِنْ جَ دْعَ اءَ؟‬

Apakah kalian merasakan didalam anak hewan ternak tadi ‫ مِنْ جَ‚‚ دْعَ ا َ‚ء‬ada sesuatu yang
terpotong atau apakah telinganya terpotong, karena kebiasaan mereka menandai dengan
memotong sebagian anggota badan hewan ternak tersebut. Sebelum dipotong apakah
kalian melihat di dalam anak hewan ternak tersebut cacat atau terpotong telinganya
misalnya, di sini Beliau ‫ ﷺ‬ingin memudahkan pemahaman bagi mereka
bahwasanya asalnya seorang anak manusia dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan dia di
atas Islam menyerahkan diri kepada Allāh ‫ ﷻ‬dan ini menunjukkan tentang keutamaan
Islam

‫حَ تَّى تَ ُكونُوا َأ ْنتُ ْم تَجْ دَعُ ونَ َها؟‬

Sehingga kalianlah yang akhirnya menjadikan dia terpotong, asalnya dalam keadaan
sempurna kemudian kalian yang memotongnya.
Demikian pula manusia yang dilahirkan oleh ibunya maka dia dalam keadaan fitrah di atas
Islam dan kemudian yang merubah adalah orang itu sendiri atau dari orang tuanya atau dari
syaithan sehingga berubah dari awalnya adalah Islam menundukan diri kepada Allāh ‫ﷻ‬
akhirnya dia menjadi orang yang membangkang, membangkangnya sampai keluar dari
hakikat atau dari pondasi Islam menjadi orang yang kafir atau membangkangnya adalah
dengan cara melakukan bid’ah atau melakukan dosa besar karena ini semua tentunya
bertentangan dengan Islam.

‫ ثُ َّم يَقُو ُل َأبُو هُرَ يْرَ َة‬Kemudian Abu Hurairah ‫ي اللَّ ُه عَ ْن ُه‬
َ ‫ض‬
ِ َ‫ ر‬membaca firman Allāh ‫ﷻ‬

]30 :‫ِفطْرَ َة اللَّ ِه الَّ ِتي َفطَرَ النَّاسَ عَ لَ ْي َها﴾ [الروم‬

Ini adalah fitrah Allāh ‫ ﷻ‬yang Allāh ‫ ﷻ‬fitrahkan manusia di atasnya. Hadits ini
muttafaqun ‘alaih diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah ‫ي اللَّ ُه عَ ْن ُه‬
َ ‫ض‬
ِ َ‫ر‬

Maka beliau mendatangkan hadits ini untuk menunjukkan kepada kita bahwasanya Islam ini
adalah fitrah manusia dan bahwasanya bid’ah, kesirikan maka ini adalah sesuatu yang
menyelisihi fitrah. Kalau ini adalah fitrah yang sudah Allāh ‫ ﷻ‬fitrahkan di atasnya
manusia maka hendaklah kita menjaga fitrah ini dan istiqomah di atas fitrah ini, tidak keluar
dari fitrah ini baik dalam artian keluar dari agama Islam atau dalam artian membuat perkara
yang baru di dalam agama karena membuat perkara yang baru di dalam agama ini juga
termasuk sesuatu yang bertentangan dengan Islam, bertentangan dengan penyerahan diri
maka tentunya ini adalah dorongan dan perintah bagi kita semua untuk Istiqomah di atas
Islam yaitu Istiqomah di atas fitrah

Halaqah 86 | Pembahasan Dalil Kesepuluh Hadits Hudzaifah Ibnu Yaman


Bag 01Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A ‫حفظه هلل تعالى‬Kitāb Fadhlul Islām
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mengatakan
ْ‫ وَ ُكنْتُ َأس َْألُ ُه عَ ِن الش َِّّر مَخَ ا َف‚‚ َة َأن‬،‫سلَّ َم عَ ِن الخَ ي ِْر‬ َ َ‫ َكانَ النَّاسُ يَس َْألُونَ رَ سُو َل اللَّ ِه صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬:َ‫ي اللَّ ُه عَ ْن ُه َقال‬ َ ‫ض‬ِ َ‫وَ عَ نْ ُح َذ ْي َف َة ر‬
‫ وَ َه ْل‬: ُ‫ «نَ َع ْم» ُق ْلت‬:َ‫ش ٍرّ ؟ َقال‬ َ ْ‫ َف َه ْل بَ ْع َد َه َذا الخَ ي ِْر مِن‬،‫ َفجَ ا َءنَا‚ اللَّ ُه ِب َه َذا الخَ ي ِْر‬، ّ‫ش ٍر‬
َ َ‫ يَا رَ سُو َل اللَّ ِه! ِإنَّا ُكنَّا ِفي جَ ا ِه ِليَّ ٍة و‬: ُ‫ َف ُق ْلت‬،‫يُد ِْر َك ِني‬
‫ َف َه ْل بَ ْع َد‬: ُ‫ تَع ِْرفُ ِم ْن ُه ْم وَ تُ ْنكِرُ » ُق ْلت‬،‫ « َقوْ ٌم يَ ْهدُونَ ِب َغي ِْر َهد ِْيي‬:َ‫ وَ مَا دَخَ نُهُ؟ َقال‬: ُ‫ وَ ِفي ِه دَخَ نٌ » ُق ْلت‬،‫ «نَ َع ْم‬:َ‫بَ ْع َد َذلِكَ الش َِّّر مِنْ خَ ي ٍْر؟ َقال‬
ْ‫ « ُه ْم مِن‬:َ‫ص ْف ُه ْم َلنَا؟ َفقَال‬ ِ !‫ يَا رَ سُو َل اللَّ ِه‬: ُ‫‚ مَنْ َأجَ ابَ ُه ْم ِإلَ ْي َها َق َذ ُفو ُه ِفي َها» ُق ْلت‬،‫ب جَ َهنَّ َم‬ ِ ‫ دُعَ ا ٌة ِإلَى َأبْوَ ا‬،‫ «نَ َع ْم‬:َ‫ش ٍرّ ؟ َقال‬ َ ْ‫َذلِكَ الخَ ي ِْر مِن‬
َ َ َ ْ ُ
‫ ف‚ ِ‚إنْ ل ْم يَ ُكنْ ل ُه ْم‬: ُ‫ قلت‬،»‫ُس‚ ِلمِينَ وَ ِإمَ‚ا َم ُه ْم‬ ْ َ َ ْ َ ْ ُ ْ َ
ْ ‫ «تَل‚زَ ُم جَ مَاعَ‚ َة الم‬:َ‫ ف َم‚‚ا تَ‚‚أمُرُ ِني ِإنْ أدْرَ َك ِني َذ ِل‚‚كَ ؟ ق‚‚ال‬: ُ‫ وَ يَتَ َكلَّ ُم‚‚ونَ ِبأل ِس‚نَ ِتنَا» قلت‬،‫ِج ْل َد ِتنَا‬
‫ حَ تَّى يُ‚د ِْر َككَ ال َم‚‚وْ تُ وَ َأنْتَ عَ لَى َذ ِل‚‚كَ » َأخْ رَ جَ‚ ا ُه‬،ٍ‫ش‚جَ رَ ة‬ َ ‫ص‚ ِل‬ ْ ‫ وَ لَ‚‚وْ َأنْ تَعَضَّ ِب َأ‬،‫جَ مَاعَ ٌة وَ الَ ِإمَا ٌم؟ َقا َل « َف‚‚اعْ ت َِز ْل ِت ْل‚‚كَ ال ِف‚‚رَ قَ ُكلَّ َه‚‚ا‬
‫ وَ مَنْ وَ َق‚‚عَ ِفي‬،ُ‫ وَ ُح‚ ط َّ ِوزْ رُ ه‬،ُ‫‚ار ِه؛ وَ جَ بَ َأجْ‚ رُ ه‬ ِ ‚َ‫ َفمَنْ وَ َق‚‚عَ ِفي ن‬، ٌ‫ «ثُ َّم يَخْ رُ جُ الد ََّّجا ُل َم َع ُه نَ ْهرٌ وَ نَار‬:َ‫ ثُ َّم مَا َذا؟ َقال‬: ُ‫ ُق ْلت‬:َ‫وَ زَ ا َد أبُو دَاوُ د‬
َ
‫ي ِقيَا ُم السَّاعَ ِة‬ َ
َ ‫ «ثُ َّم ِه‬:َ‫ ثُ َّم مَا َذا؟ َقال‬: ُ‫ ُق ْلت‬:َ‫ َقال‬،»ُ‫ وَ ُحط َّ أجْ رُ ه‬،ُ‫»نَ ْه ِر ِه؛ وَ جَ بَ ِوزْ رُ ه‬

Dari Hudzaifah bin Al-Yaman; Dahulu manusia mereka bertanya kepada Rasulullah
‫ ﷺ‬tentang kebaikan dan aku bertanya kepada Beliau ‫ ﷺ‬tentang
kejelekan karena aku takut kejelekan tersebut menemui diriku. Aku bertanya kepada
Rasulullah ‫ﷺ‬, wahai Rasulullah ‫ ﷺ‬dahulu kami berada di dalam
jahiliyah dan juga kejelekan kemudian akhirnya Allāh ‫ ﷻ‬datang kepada kami dengan
kebaikan ini, apakah setelah kebaikan ini ada kejelekan lagi?, Beliau ‫ﷺ‬
mengatakan iya ada kejelekan, apakah setelah kejelekan ini setelah fitnah ini akan ada
kebaikan lagi? Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan ya ada kebaikan lagi, tetapi di sana ada
ٌ‫دَخَ ن‬, ada kotorannya.

Hudzaifah bertanya lagi kepada Nabi ‫ ﷺ‬apakah kotoran tersebut yang


menyelinap, menyelip di dalam kebaikan tadi?, Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan yang
menjadikan, yang mengotori kebaikan tadi adalah sebuah kaum yang mereka tidak
melakukan sunnah Nabi ‫ﷺ‬, mengambil petunjuk bukan dengan petunjuk Nabi
‫ﷺ‬, mengamalkan bukan dengan amalan Nabi ‫ ﷺ‬dan mengambil
petunjuk bukan dengan petunjuk Nabi ‫ﷺ‬.

Engkau mengenal dari mereka dan engkau mengingkari. Setelahnya aku mengatakan
apakah setelah kebaikan yang ada ٌ‫ دَخَ ن‬nya tadi kemudian datang lagi kejelekan? maka Nabi
‫ ﷺ‬mengatakan ya, fitnah yang buta, dan di sana ada dai-dai tapi ternyata
ِ ‫ دُعَ ا ٌة ِإلَى َأبْوَ ا‬mereka berdiri di depan pintu-pintu tersebut dan ini adalah
mereka adalah ‫ب جَ َهنَّ َم‬
perumpamaan maksudnya mereka ‫ دُعَ ا ٌة‬mengajak manusia berada di atas jahanam barang
siapa yang menjawab ajakan dari da’i-da’i tadi maka langsung oleh da’i tadi langsung
dilemparkan ke dalam jahanam.

Maka Hudzaifah bertanya ya Rasulullah ‫ ﷺ‬sifatkan kepada kami orang-orang


tersebut, maka Beliau ‫ ﷺ‬mengabarkan mereka adalah kaum dari ‫ ِج ْلدَة‬kita dan
mereka berbicara dengan lisan kita, maka Hudzaifah bertanya ya Rasulullah ‫ﷺ‬
apa yang engkau perintahkan kepadaku ketika aku menemui zaman tersebut? Beliau
‫ ﷺ‬mengatakan kepada Hudzaifah kalau dalam keadaan demikian maka
ْ ‫ جَ مَاعَ‚‚ َة الم‬jangan engkau tinggalkan jama’ahnya kaum
hendaklah engkau melazimi َ‫ُس‚‚ ِلمِين‬
muslimin dan hendaklah engkau melazimi imamnya kaum muslimin.
Maka Hudzaifah bertanya lagi bagaimana seandainya saat itu tidak ada jama’ah, tidak ada
kaum muslimin, tidak ada orang-orang yang mendengar dan taat kepada imam dan tidak
ada imamnya, maka Nabi ‫ ﷺ‬memberikan petunjuk yang lain. Nabi
‫ ﷺ‬mengatakan kamu tinggalkan firqoh-firqoh itu semuanya meskipun engkau
harus menggigit akar pohon, yaitu pohon yang besar, sampai datang kepadamu kematian
dan engkau dalam keadaan menggigit akar pohon tadi.

Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan juga Muslim dari Hudzaifah bin Al-Yaman.

Al-Imam Muslim ada ziyadah, bahwasanya Hudzaifah bertanya lagi; setelah itu apalagi ya
Rasulullah ‫ ?ﷺ‬Kemudian setelah itu, yaitu di akhir zaman, akan keluar fitnah
yang paling besar di akhir zaman yaitu keluarnya dajjal, dia membawa sungai dan juga
membawa api, barang siapa yang masuk kedalam apinya dajjal ini maka dia akan
mendapatkan pahala dan akan dihilangkan darinya dosa dan barangsiapa yang lebih
memilih masuk ke dalam sungai tadi maka dia berdosa dan akan dihilangkan pahalanya.
Kemudian aku bertanya lagi kemudian setelah itu apa ya Rasulullah ‫ﷺ‬, yang
terjadi setelah itu adalah terjadinya ‫ِقيَا ُم السَّاعَ ِة‬

‫ي اللَّ ُه عَ ْن ُه‬ َ َ‫َكانَ النَّاسُ يَس َْألُونَ رَ سُو َل اللَّ ِه صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬
ِ َ‫ وَ عَ نْ ُح َذ ْي َف َة ر‬Dari Hudzaifah bin Al-Yaman ‫سلَّ َم عَ ِن‬
َ ‫ض‬
‫الخَ ي ِْر‬

Dahulu manusia, maksudnya adalah para sahabat Nabi ‫ﷺ‬, mereka bertanya
kepada Rasulullah ‫ ﷺ‬tentang kebaikan, tentang besarnya keutamaan amal,
bagaimana cara melakukan amalan ini dan seterusnya, dan maksudnya di sini adalah
aghlab, sebagian besar, ada juga di antara para sahabat selain Hudzaifah yang dia bertanya
َّ ‫ال‬, di sini Hudzaifah berbicara tentang aghlab yaitu kebanyakan manusia mereka
tentang ّ‫ش ِر‬
bertanya tentang kebaikan ّ‫ش ِر‬ َّ ‫وَ ُكنْتُ َأس َْألُ ُه عَ ِن ال‬

Dan aku bertanya kepada Beliau ‫ ﷺ‬tentang kejelekan, tentang fitnah yang
terjadi, tentang kejelekan yang terjadi, dan maksudnya disini adalah aghlab juga, jadi
sebagian besar pertanyaan Hudzaifah adalah tentang kejelekan bukan berarti beliau sama
sekali tidak bertanya tentang kebaikan, disana ada beberapa riwayat, ada beberapa hadits,
beliau juga bertanya tentang kebaikan, jadi baik yang pertama َ‫َس‚ َألُون‬ ْ ‫ َك‚‚انَ النَّاسُ ي‬atau yang
ُ َ
kedua ‫س ‚أل ُه‬ َ ُ
ْ ‫ وَ كنْتُ أ‬maksudnya disini adalah sebagian besarnya, bukan berarti beliau sama
sekali tidak bertanya tentang kebaikan dan bukan berarti para sahabat sama sekali tidak
bertanya tentang kejelekan.

Kenapa beliau bertanya tentang kejelekan padahal kebanyakan para sahabat mereka
bertanya tentang kebaikan, ini ada maksudnya, beliau mengatakan ‫مَخَ ا َف َة َأنْ يُد ِْر َك ِني‬
Karena aku takut kejelekan tersebut menemui diriku, artinya bertemu dengan kejelekan
kalau dia tidak tahu dan tidak punya ilmu tentang kejelekan tadi maka dikhawatirkan dia
terjerumus karena dia tidak mengetahui. Berbeda kalau sebelumnya dia sudah diberitahu
tentang ilmu dan dikabarkan tentang kejelekan ini maka ketika datang biidznillah, kalau
Allāh ‫ ﷻ‬memberikan taufik kepadanya dengan ilmu tadi dia akan selamat. Ini adalah
kejelekan yang kemarin dikabarkan oleh Nabi ‫ ﷺ‬dan petunjuk Beliau
‫ ﷺ‬aku harus demikian dan yakin bahwasanya di dalam petunjuk Beliau
‫ ﷺ‬ada keselamatan di dunia dan juga di akhirat maka dia lakukan.

Inilah yang dimaksudkan oleh Hudzaifah ibnu yaman ‫ي اللَّ ُه عَ ْن‚ ُه‬
َ ‚‫ض‬
ِ َ‫ ر‬dan ini menunjukkan
tentang fiqihnya dan pemahaman beliau. Dan demikian seorang muslim di dalam
kehidupan beragama dia mempelajari al-khair wa syarr, dia mempelajari kebaikan dan juga
mempelajari kejelekan. Mempelajari apa itu amal saleh apa itu tauhid dan juga mempelajari
tentang yang bertentangan dengan kebaikan tersebut, belajar tentang macam-macam syirik
dan harus di atas ilmu diatas cahaya mengetahui tentang macam-macam syirik.

Kita harus mempelajari nawaqidhul Islam, sesuatu yang membatalkan keislaman kita, kita
harus mempelajari sesuatu yang membatalkan ‫هللا‬ ُ
ِ ‫هللا مُحَ َّمدًا رَ سُوْ ُل‬ ‫اَل ِإلَ َه ِإاَّل‬

Dikarang di sana Al-Bida’wan Nahyu ‘Anha, macam-macam bid’ah dan juga larangannya, di
sana ada yang mengarang tentang Al-Kabair dosa-dosa besar dan tujuannya adalah supaya
kita tidak melakukan atau terjerumus ke dalam kejelekan tadi maka harus seimbang. Orang
yang hanya mempelajari kebaikan saja tapi dia tidak mempelajari kejelekan dikawatirkan,
dan tidak bisa kita pastikan mungkin saja dia selamat, tapi dikhawatirkan ketika terjadi
kejelekan dia tidak bisa membedakan antara kejelekan dengan kebaikan sehingga dengan
mudah dia terjerumus ke dalam kejelekan.

ّ ‫عَ رَ ْفتُ ال‬


Sehingga disebutkan oleh sebagian ‫شرَّ ال ِللش ِّّ‚ِّر‬

Aku mengetahui kejelekan itu bukan untuk kejelekan tersebut maksudnya bukan untuk
mengamalkan kejelekan tersebut ‫ولَكِنْ ِلتَوَ ّقي ِه‬

Akan tetapi untuk menjaga diriku dari kejelekan tadi ‫الناس يقعْ في ِه‬
ِ ّ ‫يعرفُ ال‬
َ‫شرَّ من‬ ِ ‫ومَن ال‬

Barangsiapa yang tidak mengetahui yang jelek maka dia akan terjerumus ke dalam
kejelekan tersebut, maksudnya adalah dikhawatirkan orang yang berjalan di sebuah jalan
dan dia tidak mengetahui bahwasanya di situ ada lubang yang besar yang membahayakan
dikawatirkan ketika orang berjalan di jalan tadi, dia akan terjerumus ke dalam lubang tadi.
Tapi kalau orang yang bertanya dan diberitahu, pak kira-kira di jalan ini ada yang
membahayakan tidak? Oh iya ada di sana dekat belokan misalnya, maka dia akan berhati-
hati.

Inilah yang dimaksud oleh Hudzaifah. Kemudian pertanyaan beliau ‫ يَا رَ سُو َل اللَّ ِه‬: ُ‫َف ُق ْلت‬

Aku bertanya kepada Rasulullah ‫ﷺ‬, wahai Rasulullah ‫ﷺ ِإنَّا‚ ُكنَّا‚ ِفي‬
َ َ‫جَ ا ِه ِليَّ ٍة و‬
ّ‫ش ٍر‬

Wahai Rasulullah ‫ﷺ‬, dahulu kami berada di dalam jahiliyah dan juga kejelekan.

Di alam jahiliyah, alam kebodohan, bodoh dengan sebodoh-bodohnya, menyembah selain


Allāh ‫ﷻ‬, berdusta atas nama Allāh ‫ ﷻ‬merubah millahnya Ibrahim, menghalalkan
apa yang diharamkan oleh Allāh ‫ ﷻ‬atau mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allāh
‫ﷻ‬, terjerumus ke dalam berbagai kemaksiatan, ini ada semuanya di zaman jahiliyah,
riba, judi, khamr, zina.

Dalam keadaan kami ّ‫ش ٍر‬ َ َ‫ جَ ا ِه ِليَّ ٍة و‬kami dalam keadaan bodoh dan dalam kejelekan, ‫ شَر‬di sini
masuk di dalamnya kesyirikan, kebid’ahan, kemaksiatan terkumpul semuanya di dalam
jahiliyah ‫َفجَ ا َءنَا اللَّ ُه ِب َه َذا الخَ ي ِْر‬

Kemudian akhirnya Allāh ‫ ﷻ‬datang kepada kami dengan kebaikan ini, yang dimaksud
dengan ‫ خَ يْر‬di sini adalah Al-Islam yang dengannya mereka keluar dari jahiliyah dengan
segala jenisnya, maka tentunya adalah kenikmatan tersendiri bagi mereka, merasakan
terang benderang di dalam hidupnya, ketenangan di dalam hidupnya, ketenangan yang
tidak pernah mereka rasakan ketika mereka dahulu di masa jahiliyah.

َ ْ‫ﷺ َف َه ْل بَ ْع َد َه َذا الخَ ي ِْر مِن‬


Apakah setelah kebaikan ini wahai Rasulullah ‫ش ٍرّ ؟‬

Apakah setelah kebaikan ini ada kejelekan lagi yaitu akan datang jahiliyah seperti dulu lagi
atau tidak ‫ نَ َع ْم‬:َ‫ َقال‬Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan iya, ada kejelekan. Kapan ini? ketika
terjadinya fitnah, dibunuhnya Utsman ‫ي اللَّ ُه عَ ْن ُه‬
َ ‫ض‬
ِ َ‫ر‬.

Di masa Nabi ‫ ﷺ‬jelas ini adalah ‫خَ يْر‬, dimasa Abu Bakr kemudian di masa Umar
bin Khattab kemudian di masa Utsman, dan setelah dibunuhnya Utsman ‫ي اللَّ ُه عَ ْن ُه‬
َ ‫ض‬
ِ َ‫ ر‬maka
datanglah ّ‫شر‬َ datanglah kejelekan, ‫ نَ َع ْم‬:َ‫ َقال‬maka Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan iya ada ّ‫شر‬ َ ,
kelak ada fitnah nanti ‫ وَ َه ْل بَ ْع َد َذلِكَ الش َِّّر مِنْ خَ ي ٍْر‬: ُ‫ُق ْلت‬

Apakah setelah kejelekan ini, setelah fitnah ini akan ada kebaikan lagi? Beliau ‫ﷺ‬
mengatakan ‫ نَ َع ْم‬:َ‫ َقال‬Iya ada kebaikan lagi ٌ‫وَ ِفي ِه دَخَ ن‬
Tetapi di sana ada ٌ‫دَخَ ن‬, jadi ada kotorannya tidak murni seperti ketika di zaman Nabi
‫ﷺ‬, zaman Abu Bakr, zaman Umar itu masih dalam keadaan kebaikannya dalam
keadaan murni, belum ada orang-orang yang membuat bid’ah di dalam agama setelah ّ‫شر‬ َ
tadi ada ‫ خَ يْر‬tapi di dalamnya ada ٌ‫ دَخَ ن‬ada kotorannya. Mereka mengaku memeluk agama
Islam tetapi bukan lagi murni seperti di zaman Rasulullah ‫ﷺ‬, Abu Bakr dan
Umar ُ‫ُق ْلت‬

Hudzaifah bertanya lagi kepada Nabi ‫ﷺ وَ مَا دَخَ نُهُ؟‬

Apakah kotoran tersebut yang menyelinap, menyelip di dalam kebaikan tadi

‫ « َقوْ ٌم يَ ْهدُونَ ِب َغي ِْر َهد ِْيي‬:َ‫َقال‬

Yang menjadikan ٌ‫دَخَ ن‬, yang menjadikan kotor, yang mengotori kebaikan tadi adalah sebuah
kaum yang mereka tidak melakukan sunnah Nabi ‫ﷺ‬, mengamalkan tetapi
bukan dengan sunnahnya Nabi ‫ ﷺ‬kalau bukan dengan dengan sunnahnya
Nabi ‫ ﷺ‬berarti melakukan bid’ah. Inilah yang mengotori, inilah yang
menyelinap di dalam kebaikan tadi, muslim tapi dia masih mencari jahiliyah padahal dia
sudah muslim, ini disifati oleh Nabi ‫ ﷺ‬dengan ‫دَخَ ن‬, inilah yang mengotori, inilah
yang menjadikan kebaikan tadi menjadi terkena, terkontaminasi, terkotori, yaitu dengan
sebab adanya kaum yang mereka mengamalkan bukan sesuai dengan sunnah Nabi
‫ﷺ ويَ ْهتدُونَ ِب َغي ِْر َهد ِْيي‬

Kalau َ‫ يَ ْهتدُون‬kurang lebih makna sama dengan () yaitu mengambil petunjuk bukan dengan
petunjuk Nabi ‫ﷺ‬, mengamalkan bukan dengan amalan Nabi ‫ﷺ‬
dan mengambil petunjuk bukan dengan petunjuk Nabi ‫ ﷺ‬tapi kalau َ‫يَ ْه‚ دُون‬
maksudnya adalah kalau dia menjadi orang yang memberikan petunjuk, berdakwah,
mengajari orang, maka dia mengajari bukan dengan petunjuk Nabi ‫ﷺ‬. Jadi
ketika dia mengamalkan, kaum ini ketika mengamalkan bukan dengan sunnah Nabi
‫ﷺ‬, ketika dia mendakwahi bukan mendakwahi dengan petunjuk Nabi
‫ ﷺ‬tapi mengajak manusia kepada sesuatu yang baru.

Didalam shahih Bukhari َ‫ َقوْ ٌم يَ ْهدُون‬, didalam shahih Muslim juga demikian َ‫يَ ْهدُون‬, dan ada di
sebagian lafadz َ‫يَ ْهت‚دُون‬, jadi dua-duanya ada dan maknanya kalau َ‫ يَ ْه‚ دُون‬berarti ketika dia
berdakwah memberikan penerangan kepada orang lain, memberikan penerangan tapi
bukan dengan petunjuk Rasulullah ‫ ﷺ‬artinya mengajak manusia, memberikan
petunjuk kepada mereka dengan kebid’ahan bukan dengan petunjuk Nabi ‫ﷺ‬
ُ‫تَع ِْرفُ ِم ْن ُه ْم وَ تُ ْنكِر‬
Engkau mengenal dari mereka dan engkau mengingkari, artinya ada amalan yang mereka
lakukan ada yang ma’ruf, kalian mengenalnya karena ini sesuai dengan agama Islam, shalat
mungkin, ketika bulan romadhon mereka berpuasa, mereka berhaji dan seterusnya

ُ‫ وَ تُ ْنكِر‬Tetapi ada amalan mereka yang mungkar. Ada yang ta’rif karena sesuai dengan Islam
ada yang mungkar karena tidak sesuai dengan Islam tidak sesuai dengan contoh Nabi
‫ﷺ‬.

Di sini menunjukkan bahwasanya bid’ah ini adalah perkara yang jelek, Nabi ‫ﷺ‬
mensifati bid’ah ini adalah dengan ‫دَخَ ن‬, sesuatu yang mengotori, sesuatu yang kotor dan
mengotori Islam dan dia adalah sesuatu yang mungkar, berarti mereka adalah muslim dan
ini adalah ‫ خَ يْر‬mereka menjadi seorang muslim dan ini adalah ‫ خَ يْر‬tetapi sayang keislaman
mereka, mereka kotori dengan bid’ah.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai
bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya

Halaqah 87 | Pembahasan Dalil Kesepuluh Hadits Hudzaifah Ibnu Yaman


Bag 02Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A ‫حفظه هلل تعالى‬Kitāb Fadhlul Islām
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Setelahnya Hudzaifah bertanya lagi kepada Nabi ُ‫ُق ْلت‬ ‫ ﷺ‬Aku mengatakan

َ ْ‫ َف َه ْل بَ ْع َد َذلِكَ الخَ ي ِْر مِن‬Apakah setelah kebaikan yang ada ‫ دَخَ ن‬nya tadi kemudian datang lagi
‫ش ٍرّ ؟‬
kejelekan, maka Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan ‫نَ َع ْم‬

Iya akan datang kejelekan lagi, fitnatun amyāt, lebih dari pada yang sebelumnya. Yang
sebelumnya ‫ خَ يْر‬ada kejelekan, ada sesuatu yang mengeruhkan berupa kebid’ahan, yang
setelahnya akan datang ّ‫شر‬َ dan disifati oleh Nabi ‫ ﷺ‬bahwasanya ّ‫شر‬ َ tadi berupa
fitnatun amyāt, fitnah yang buta artinya orang yang terjatuh ke dalam fitnah ini maka dia
seperti orang yang buta tidak mengetahui apa yang harus di lakukan dalam keadaan
bingung dalam keadaan dia tidak mengetahui apa yang harus dilakukan.

ِ ‫دُعَ ا ٌة ِإلَى َأبْوَ ا‬


Dan di sana ada ‫ب جَ َهنَّ َم‬

Di masa itu, di masa banyaknya fitnah, diantara yang bikin bingung banyak manusia adalah
adanya da’i-da’i, namanya da’I, mungkin pakaiannya, ucapannya, sama dengan pakaian
ulama, ucapannya juga mirip dengan ucapan ulama sehingga inilah yang banyak
membingungkan kebanyakan dari manusia.
Itukan pakaiannya sama, dia juga punya titel, dia juga hafal Qur’an bahkan dia juga
menghafal hadits, oh dia juga punya sanad dan seterusnya, tapi ternyata mereka adalah

‫ مَنْ َأجَ ابَ ُه ْم ِإلَ ْي َها َق َذ ُفو ُه ِفي َها‬،‫ب جَ َهنَّ َم‬
ِ ‫دُعَ ا ٌة ِإلَى َأبْوَ ا‬

Mereka berdiri di depan pintu pintu tersebut, dan ini adalah perumpamaan maksudnya
mereka ‫ دُعَ‚ ا ٌة‬mengajak manusia berada di atas jahanam di sana ada ‫ دُعَ‚ ا ٌة‬yang berdiri di
depan surga, ada yang mengajak manusia untuk melakukan amalan-amalan yang
ِ ‫دُعَ ا ٌة ِإلَى َأبْوَ ا‬, ada da’i-da’i yang
memasukkan mereka ke dalam surga, dan di sana ada ‫ب جَ َهنَّ َم‬
mereka berdiri di atas pintu-pintu jahanam, bukan mengajak manusia ke jalan Allāh ‫ﷻ‬
tapi kepada jahanam.

Bagaimana nasib orang yang menoleh kemudian mengikuti dakwah dari ‫ دُعَ ا ٌة‬tadi

‫مَنْ َأجَ ابَ ُه ْم ِإلَ ْي َها َق َذ ُفو ُه ِفي َها‬

Barangsiapa yang menjawab ajakan dari da’i-da’i tadi, dia mau menoleh dan mau bergerak
menuju da’i tadi ‫ َق‚ َذ ُفو ُه ِفي َها‬maka langsung oleh da’i tadi dilemparkan ke dalam jahanam.
Barangsiapa yang menjawab dan menoleh dan tidak Istiqomah di atas jalan yang lurus tadi
maka akibatnya akan terjerumus ke dalam jahannam.

Dan ini adalah menunjukkan tentang wajibnya kita untuk Istiqomah di atas islam, terus kita
berjalan di atas Islam ini di belakang Nabi ‫ﷺ‬, di belakang para sahabat, di
belakang para aimma ahlussunnah wal jamaah. Dan fitnah semakin ke sana semakin besar
dan ajakan ‫ دُعَ ‚ ا ٌة‬yang berada di atas jahanam ini semakin syadid maka jangan sampai
seseorang melenceng dan menyimpang dari jalan yang lurus ini.

Berdoa kepada Allāh ‫ ﷻ‬dan terus dia menuntut ilmu mensenjatai dirinya dengan ilmu
tadi supaya kalau ada da’i yang mengajak kepada jahanam dia tahu, ini ngajak kepada
kesesatan terus dia berjalan, ini juga ngajak kepada kesesatan terus dia berjalan, karena
mereka juga bervariasi di dalam ajakan, diwahyukan oleh setan dari kalangan Jin dengan
berbagai syubhat, ditebarkan di media diucapkan kepada manusia. Kalau kita tidak memiliki
ilmu dengan kejelekan yang mereka ucapkan maka di khawatirkan kita akan menoleh,
menyimpang dan mengikuti dakwah mereka yang akhirnya mereka akan menjerumuskan
kita ke dalam jahanam.

Dan tentunya ini sangat pas sekali dibawakan oleh Muallif di dalam bab ini karena ini
menunjukkan tentang wajibnya kita Istiqomah di atas Islam dan berhati-hati dengan ‫دُعَ ا ٌة‬
yang mereka berada di atas atau di depan pintu pintu jahanam ini dan adanya fitnah yang
menjadikan banyak orang buta dan tidak mengetahui, dan tentunya ini bagi orang yang
tidak berilmu.

Adapun orang yang menuntut ilmu maka dia menuntut mencari cahaya, karena ilmu adalah
nur. Ketika dia menuntut ilmu berarti dia mencari cahaya sehingga ketika terjadi fitnah
tersebut dia dalam keadaan beriman, seseorang semakin dalam ilmunya maka akan semakin
tahu fitnah bahkan sebelum terjadinya fitnah apa yang dia pelajari didalam agama ini maka
dia akan mengetahui berdasarkan apa yang dia pelajari dari agama ini.

Sehingga disebutkan bahwasanya fitnah itu diketahui kalau para ulama itu mengetahui
sebelum terjadinya fitnah, makanya mereka melarang manusia kaum muslimin untuk
memberontak kepada penguasa, karena mereka tahu bukan berarti mereka mengetahui
ilmu yang ghoib tapi berdasarkan apa yang mereka pelajari didalam agama ini bahwasanya
setelah pemberontakan maka ini akan terjadi kerusakan, terjadi fitnah yang besar.

Adapun orang-orang yang jahil baru mengetahui fitnah ketika setelah terjadinya, itu adalah
ucapan orang yang jahil, adapun para ulama sebelum terjadinya fitnah berdasarkan ilmu
yang mereka pelajari mereka sudah bisa meraba, dengan sidq dan ilmu yang ada di dalam
diri para ulama tersebut.

‫ص ْف ُه ْم لَنَا؟‬
ِ !‫ يَا رَ سُو َل اللَّ ِه‬: ُ‫ُق ْلت‬

Bukan hanya berhenti disitu ucapan Hudzaifah Ibnu Yaman, beliau semakin penasaran
ِ ‫ دُعَ ا ٌة ِإلَى َأبْوَ ا‬dan beliau tidak melihat yang demikian, yang beliau lihat
fitnatun amyāt, ‫ب جَ َهنَّ َم‬
sekarang adalah sahabat, kaum muslimin yang mereka murni berpegang teguh dengan
sunnah Nabi ‫ ﷺ‬ternyata Nabi ‫ ﷺ‬mengabarkan bahwasanya kelak
akan ada‫ دُعَ ا ٌة‬yang mengajak kepada pintu jahanam, maka Hudzaifah bertanya !‫يَا رَ سُو َل اللَّ ِه‬
‫ص ْف ُه ْم َلنَا؟‬
ِ

Ya Rasulullah ‫ ﷺ‬sifatkan kepada kami orang-orang tersebut, da’i-da’i tersebut


yang mengajak kepada pintu-pintu jahanam, yang berada di atas pintu-pintu jahanam, yang
mendakwahkan kepada kesesatan. Kenapa beliau mengatakan ‫ص ْف ُه ْم لَنَا‬ ِ sifatkan kepada kami
tentang mereka ini, karena beliau ingin mengenalnya sehingga kalau suatu saat qoddarollah
beliau menemui orang-orang tersebut maka beliau berada di atas ilmu, oh ini yang
digambarkan oleh Nabi ‫ ﷺ‬tidak boleh kita tertipu dengan madzhar mereka,
dengan kefasihan mereka tapi yang kita lihat adalah hakikatnya kepada apa mereka
mengajak, kepada apa mereka berdakwah ‫ وَ يَتَ َكلَّمُونَ ِب َأ ْل ِسنَ ِتنَا‬،‫ « ُه ْم مِنْ ِج ْل َد ِتنَا‬:َ‫َفقَال‬

Maka Nabi ‫ﷺ‬, ḥirs Beliau ‫ ﷺ‬untuk umat ini, dan ingin orang-orang
yang mengikuti Beliau ‫ ﷺ‬Istiqomah di atas jalan yang lurus ini, di atas Islam,
maka Beliau ‫ ﷺ‬mengabarkan mereka adalah kaum dari jildah kita. Yang
dimaksud dengan jildah adalah madzhar sesuatu luarnya, jildah adalah sesuatu yang di
luarnya, bungkusnya itu dinamakan dengan jildah, makanya jilid dinamakan dengan jilid
karena dia membungkus manusia, mujallad awal mujallad tsani karena dia adalah
pembungkusnya dan dulu bungkusnya biasanya berasal dari kulit.

‫ ُه ْم مِنْ ِج ْل َد ِتنَا‬Dzhohirnya kelihatannya dia adalah berasal dari kita

‫ وَ يَتَ َكلَّمُونَ ِب َأ ْل ِس‚نَ ِتنَا‬Dan mereka berbicara dengan lisan kita, ada yang mengatakan ‫ َأ ْل ِس‚ َن ِتنَا‬disini
adalah berbicara dengan bahasa Arab. Dhohirnya seperti orang Islam yang lain fasih di
dalam bahasa arab, jadi mereka ini bukan orang-orang yang diluar agama Islam tapi justru
mereka adalah berasal dari kita sendiri.

Dhohirnya, jildahnya adalah orang Islam dan ucapan mereka juga ucapan orang Islam yaitu
berbicara dengan bahasa Arab dan ada yang mengatakan ‫ ِب َأ ْل ِس‚نَ ِتنَا‬disini adalah berbicara
dengan lisanu syar’, berbicara dengan lisannya syariah, mungkin dia nggak ngomong
dengan bahasa Arab tapi sedikit-sedikit Allāh ‫ ﷻ‬berfirman, Rasulullah ‫ﷺ‬
bersabda meskipun dia nggak hapal arabnya, ini juga dinamakan dengan berbicara dengan
lisanu syar’, berbicara dengan lisannya agama.

Oleh karena itu kita jangan tertipu dengan hanya sekedar madzhar, dengan luarnya,
bungkusnya atau dengan kepandaian dia berbicara tapi yang kita lihat adalah hakikatnya,
apa yang dia ajak, apakah kepada Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman para sahabat
ataukah selain itu, yang dilihat oleh Allāh ‫ ﷻ‬adalah hakikatnya bukan hanya sekedar
madzharnya.

Halaqah 88 | Pembahasan Dalil Kesepuluh Hadits Hudzaifah Ibnu Yaman Bag 03


Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A ‫حفظه هلل تعالى‬Kitāb Fadhlul Islām
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Hudzaifah bertanya lagi kepada Nabi ‫ َفمَا ت َْأمُرُ ِني ِإنْ َأدْرَ َك ِني َذلِكَ ؟‬: ُ‫ﷺ ُق ْلت‬

Ya Rasulullah ‫ ﷺ‬apa yang engkau perintahkan kepadaku ketika aku menemui


ِ ‫دُعَ ‚ ا ٌة ِإلَى َأ ْب‚‚وَ ا‬, yang mereka berpakaian sama
zaman tersebut. Zaman disana banyak ‫ب جَ َهنَّ َم‬
dengan pakaian kita, madzharnya sama dengan madzhar kita, berbicara seperti ucapan kita
tapi dia tahu ini bukan mengajak kepada sunnah sehingga banyak manusia yang tertipu,
bagaimana seandainya aku menemui zaman yang demikian.

Ini adalah pertanyaan yang wafq dari seorang Hudzaifah ibnu yaman, untuk melihat
pertanyaan-pertanyaan beliau adalah pertanyaan-pertanyaan yang sangat berfaedah. Ciri-
cirinya bagaimana, seandainya saya sudah mengenal ciri-cirinya dan saya tahu ini adalah
seperti yang dikabarkan oleh Nabi ‫ ﷺ‬apa yang harus ana lakukan, ini yang
lebih penting yaitu mengenal apa yang harus dilakukan ketika menemui fitnah tadi

‫ َقا َل‬maka Nabi ‫ ﷺ‬memberikan kuncinya, memberikan jalan keluarnya dan inilah
Islam yang dibawa oleh Nabi ‫ ﷺ‬datang dengan petunjuk, datang dengan
kebaikan bagi manusia, tidak ada sebuah masalah kecuali di sana ada jalan keluarnya.
Hudzaifah dan juga para sahabat dan para salaf dan kaum muslimin yakin bahwasanya di
dalam petunjuk Nabi ‫ ﷺ‬inilah sebaik-baik petunjuk ‫ي مُحَ َّم ٍد صَ لَّى اللَّ ُه‬ ِ ‫وَ خَ يْرُ ا ْل َه ْد‬
ُ ‫ي َه ْد‬
‫سلَّ َم‬ َ
َ َ‫عَ ل ْي ِه و‬

Dan Beliau ‫ ﷺ‬menyebutkan petunjuk ini bukan dari hawa nafsunya tapi Beliau
‫ ﷺ‬berbicara dengan wahyu. Allāh ‫ ﷻ‬yang mengetahui apa yang terjadi di
masa yang akan datang dan apa jalan keluar bagi manusia, mewahyukan kepada Beliau
‫ ﷺ‬tentang perkara ini. Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan kepada Hudzaifah ‫تَ ْلزَ ُم‬
ْ ‫جَ مَاعَ َة ال ُم‬
‫س ِلمِينَ وَ ِإمَا َم ُه ْم‬

Jalan keluarnya kalau banyak da’i-da’i yang mengajak kepada jahanam, termasuk
diantaranya adalah duāt khawarij, yang banyak orang yang tertipu dengan pakaian mereka,
dengan jenggot mereka, dengan banyaknya mereka membaca Alquran.

ْ ‫تَ ْلزَ ُم جَ مَاعَ َة ال ُم‬


‫س ِلمِينَ وَ ِإمَا َم ُه ْم‬

Kalau dalam keadaan demikian maka hendaklah engkau melazimi َ‫س ِلمِين‬ ْ ‫جَ مَاعَ َة ال ُم‬, jangan kau
tinggalkan jamaahnya kaum muslimin, adapun duāt tadi maka mereka mengajak untuk
memisahkan diri mereka dari jamaahnya kaum muslimin ‫وَ ِإمَا َم ُه ْم‬

Dan hendaklah engkau melazimi imamnya kaum muslimin. Kalau di sana ada sebuah
baldah, sebuah negara, sebuah negeri, ada imamnya kaum muslimin bersama kaum
muslimin maka ketika terjadi fitnah tadi jangan engkau keluar dan memberontak kepada
penguasa tetapi justru engkau melazimi jama’ahnya kaum muslimin dan juga imam mereka.

Maksudnya adalah mendengar dan taat kepada penguasa, bukan keluar dan memberontak
kepada penguasa, mendengar dan taat dengan aturan yang telah kita ketahui yaitu
mendengar dan taat di dalam kebaikan, mendengar dan taat kepada penguasa di dalam
kebaikan, jangan kita mengikuti apa yang dilakukan oleh dan apa yang didakwahkan oleh
ِ ‫دُعَ ا ٌة ِإلَى َأبْوَ ا‬.
‫ب جَ َهنَّ َم‬

Ini adalah jalan keluar dan dimaksud dengan imam di sini adalah al-imamu a’dzhom, ini
adalah imam yang besar yaitu penguasa kaum muslimin dan yang dimaksud dengan
jamaah di sini adalah jamaahnya kaum muslimin, mereka adalah muslimin imam yang
ma’ruf yang dikenal oleh kaum muslimin seandainya mereka ditanya man imāmukum? Maka
mereka mengatakan si Fulan, baik yang laki-laki maupun yang wanita yang kecil maupun
yang besar siapa pemimpin kamu dia mengatakan si fulan ini berarti adalah imam yang
ma’ruf, adapun imam yang tidak diketahui kecuali hanya oleh segelintir orang saja maka ini
tidak masuk di dalam imam yang dimaksud.

Kemudian syarat yang kedua imam tersebut adalah imam yang memiliki qudrah, dia
memiliki kemampuan, memiliki kekuasaan yang dengannya dia bisa mengeluarkan
peraturan untuk kaum muslimin yang ada di negerinya. Ketika dia memutuskan si Fulan
harus dipecat misalnya, si fulan harus diasingkan, si fulan yang dihukum demikian, dia
memiliki kekuatan tersebut maka inilah yang dimaksud dengan imam yang syar’i.

Kemudian di antara syaratnya imam tersebut adalah imam yang maujud yaitu imam
tersebut ada di permukaan bumi, bukan imam yang dianggap oleh sebagian tapi hakikatnya
dia tidak ada. Tiga syarat ini disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah kalau tidak salah
di dalam Minhajussunnah.

Pertama dia adalah maujud, ada, bukan seperti orang-orang rafidhah menganggap
bahwasanya imam Mahdi, imam mereka itu berada di sirdab, mereka meyakini itu adalah
pemimpin tapi dia nggak ada wujudnya di permukaan bumi, ini tidak terpenuhi syaratnya.

Kemudian yang kedua dia adalah imam yang ma’ruf diketahui oleh penduduk negeri
tersebut, adapun hanya diketahui oleh lima orang, sepuluh orang, diangkat menjadi
pemimpin kemudian menganggap itu imamnya tapi ketika kaum muslimin yang lain ditanya
mereka tidak mengerti maka ini bukan imam yang dimaksud, bukan imam yang syar’i yang
demikian, dan ini banyak jamaah-jamaah yang mereka mengangkat imam sendiri, berpisah
lagi kemudian masing-masing membuat dan mengangkat imam lagi dan seterusnya, itu
yang mengetahui hanya segelintir orang saja, kita tidak tahu siapa pemimpin jamaahnya
fulan, jamaah fulaniyyah yang banyak sekali kita tidak tahu pemimpin mereka, ini bukan
imam yang syar’i.

Kemudian yang ketiga syaratnya harus memiliki qudroh, ucapannya didengar, kalau dia
mengatakan keputusan demikian maka itu dengarkan dan dilaksanakan maka ini adalah
syarat imam yang syar’i. Adapun ucapan dia tidak didengar bahkan tidak diketahui oleh
kaum muslimin maka ini dia bukan imam yang syar’i.

‫ َف ِإنْ لَ ْم يَ ُكنْ لَ ُه ْم جَ مَاعَ ٌة وَ الَ ِإمَا ٌم؟‬: ُ‫ُق ْلت‬


Ini menunjukkan tentang fiqihnya Hudzaifah ibnu yaman, iya kalau saat itu memang ada
pemimpin dan ada orang-orang yang mendengar dan taat kepada pemimpin tersebut, nah
sekarang kalau keadaannya hancur-hancuran, pemimpin terbunuh misalnya, manusia
seperti hewan ternak yang mereka tidak ada penggembalanya, masing-masing membuat
jamaah, masing-masing saling berperang satu dengan yang lain, tidak ada imam yang
ditaati dan didengar, sampai ke sana pertanyaan dari Hudzaifah ibnu yaman, apa yang
menjadi kemungkinan terjadi maka beliau tanyakan.

Dan sebagian ulama mengatakan ini menunjukkan tentang bolehnya bertanya tentang
sesuatu yang belum terjadi kalau memang itu bermanfaat tapi kalau yang tidak ada
manfaatnya maka ini termasuk pertanyaan-pertanyaan yang tidak sepantasnya ditanyakan
kepada para ulama. Dan sudah berlalu ketika membahas tentang khulashah ta’dzimi ‘ilmi
bahwasanya termasuk pengagungan kita terhadap ilmu adalah menjaga di dalam masalah
pertanyaan ini.

Termasuk diantaranya apa yang ditanyakan kepada guru, sang Mu’allim maka termasuk
pengagungan kita terhadap ilmu adalah menjaga pertanyaan, diantara pertanyaan yang
tidak sepantasnya adalah bertanya sesuatu yang tidak ada manfaatnya atau bertanya
tentang sesuatu yang belum terjadi.

Sehingga sebagian ulama ketika ditanya, Syaikh demikian dan demikian, dia bertanya dulu
apakah itu sudah terjadi, belum, dia mengatakan tinggalkan sampai dia terjadi, kalau sudah
terjadi nanti saya jawab. Ini mungkin kita bawa kepada sesuatu yang memang tidak ada
manfaatnya dan bisa dijawab ketika dia sudah ada seperti misalnya permasalahan-
permasalahan fiqih mungkin, bagaimana kalau kendaraannya demikian, bagaimana dan
seterusnya, mungkin itu bisa di akhir kan sampai itu benar-benar terjadi.

Disini beliau mengatakan ‫َف ِإنْ لَ ْم يَ ُكنْ لَ ُه ْم جَ مَاعَ ٌة وَ الَ ِإمَا ٌم؟‬

Bagaimana seandainya saat itu tidak ada jamaah, tidak ada kaum muslimin, tidak ada orang-
orang yang mendengar dan taat kepada imam, ‫ وَ الَ ِإمَا ٌم‬dan tidak ada imamnya. Imamnya
terbunuh misalnya, manusia dalam keadaan kacau balau, masing-masing membuat jamaah
masing-masing menghalalkan, dan yang lain

‫ َق‚‚‚ا َل‬maka Nabi ‫ ﷺ‬memberikan petunjuk yang lain, apa petunjuk Beliau
‫ ?ﷺ‬Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan ‫َفاعْ ت َِز ْل ِت ْلكَ الفِرَ قَ ُكلَّ َها‬

Jalan keluarnya adalah kamu tinggalkan firqoh-firqoh itu semuanya, karena masing-masing
duāt tadi ketika dia berdakwah maka dia menemukan jamaah, sehingga ada firqohnya, ini
firqohnya fulan, kemudian duāt yang lain juga demikian, mendapatkan jamaah dan
mendapatkan pengikutnya dan da’inya juga masih mengajak, sementara kita mau
bergabung dengan imamnya kaum muslimin tidak ada.

Maka jalan keluarnya adalah tinggalkan seluruh aliran tadi, dan ini adalah bantahan bagi
yang mengatakan bahwasanya sama saja kita mengikuti aliran itu atau aliran yang lain,
silahkan engkau mengikuti aliran mana saja karena semuanya akan menyampaikan kita ke
dalam surga, ini adalah ucapan orang yang bingung.

Jadi sebagian orang karena dalam keadaan bingung dia mengatakan semuanya adalah
benar, ini mengajak, ini mengajak, ini mengajak, akhirnya dia bingung kemudian
mengatakan apa semuanya adalah benar. Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan ‫َفاعْ ت َِز ْل ِت ْلكَ الفِرَ قَ ُكلَّ َها‬

ِ ‚‫ اعْ َت‬jangan mengikuti dan


Tidak boleh kita mengikuti satupun dari firqoh-firqoh tadi. ‫‚ز ْل‬
mengijabahi imamnya atau bergabung dengan jama’ah tadi, tidak boleh karena itu adalah
aliran-aliran yang sesat, yang mereka menyimpang dari jalan yang lurus, kalau sampai kita
mengikuti aliran-aliran tadi maka kita akan dijerumuskan ke dalam jahanam.

Halaqah 89 | Pembahasan Dalil Kesepuluh Hadits Hudzaifah Ibnu Yaman Bag


04Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A ‫ حفظه هلل تعالى‬Kitāb Fadhlul Islām
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

َ ‫وَ لَوْ َأنْ تَعَضَّ ِب َأصْ ِل‬


Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan ‫شجَ رَ ٍة‬

Meskipun ketika engkau ‫ اعْ ت َِز ْل‬, ketika engkau meninggalkan aliran-aliran tadi, bagaimana
supaya tidak terseret oleh aliran-aliran tadi, engkau berusaha dengan berbagai usaha
diantaranya adalah kita menggigit akar pohon, tetapi tujuannya agar bagaimana dia tidak
terseret oleh arus fitnah tadi, dipegang, diseret, didakwahi oleh aliran-aliran tadi, dia tidak
mau mengikuti aliran-aliran tadi, agar tidak terseret dia seakan-akan menggigit akar pohon

َ ‫ وَ لَوْ َأنْ تَعَضَّ ِب َأصْ ِل‬Meskipun engkau harus menggigit akar pohon, yaitu pohon yang besar.
‫شجَ رَ ٍة‬

Ini sekedar permisalan, seandainya antum berusaha ingin terlepas dari aliran-aliran tadi
sampai seandainya antum menggigit akar pohon tadi, maksudnya ini adalah ibaroh dari
kuatnya kita di dalam meninggalkan aliran-aliran tadi.

ُ‫ حَ تَّى يُد ِْر َككَ المَوْ ت‬Sampai datang kepadamu kematian

َ‫ وَ َأنْتَ عَ لَى َذلِك‬Dan engkau dalam keadaan menggigit akar pohon tadi.
Meskipun antum harus kelaparan, karena ingin memegang agama antum, tidak ingin
melepaskan akar pohon tadi, takut terbawa oleh aliran-aliran tadi, terus berpegang dengan
agama ini sampai engkau meninggal dunia. Ucapan beliau ḥatta ya’tiyakal maūt ini adalah
perintah untuk Istiqomah di atas Islam, jangan kita mengikuti aliran-aliran tadi yang
mengajak kepada sunnah bukan sunnah Nabi ‫ﷺ‬, yang memberikan petunjuk
bukan petunjuk Nabi ‫ﷺ‬.

Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan juga Muslim dari Hudzaifah Ibnu Yaman

‫س ِلم‬
ْ ‫ زَ ا َد م‬Ditambah oleh Imām Muslim

‫ ثُ َّم مَا َذا؟‬Al-Imām Muslim ada ziyadah, bahwasanya Hudzaifah bertanya lagi, setelah itu apa
lagi ya Rasulullah ‫ ?ﷺ‬Yaitu setelah banyaknya aliran-aliran tadi, banyaknya duāt
yang mengajak kepada pintu jahannam, kemudian setelahnya apa? ٌ‫ «ثُ َّم يَخْ رُ جُ الد ََّّجا ُل َم َع ُه نَ ْهر‬:َ‫َقال‬
ٌ‫وَ نَار‬

Kemudian setelah itu, yaitu di akhir zaman, akan keluar fitnah yang paling besar di akhir
zaman yaitu keluarnya dajjal, dia membawa sungai dan juga membawa api, ُ‫ يَخْ رُ ج‬berarti dia
sudah ada sekarang sebagaimana disebutkan dalam hadits yang shahih yang diriwayatkan
oleh Imām Muslim dari Tamim Ad-Dari’ dan bahwasanya beliau termasuk orang yang
pernah bertemu dengan Dajjal di masa ketika beliau masih Nasrani sebelum beliau masuk
Islam.

Terdampar beliau dan beberapa orang yang bersama beliau di sebuah pulau kemudian
bertemu dengan makhluk yang berbulu tebal sehingga tidak diketahui mana depannya
mana belakangnya dan dia bisa berbicara dan mengatakan bahwasanya kalian sedang
ditunggu oleh seseorang disana. Kemudian akhirnya mereka masuk ke dalam sebuah gua
dan melihat orang yang sedang dibelenggu kemudian terjadilah percakapan, diantaranya
dia bertanya tentang apakah sudah keluar Nabi di jazirah Arab, mereka mengatakan ia
sudah keluar. Apa yang terjadi, saling berperang antara mereka yaitu antara Nabi dengan
kaumnya, mana yang menang, terkadang yang menang ini terkadang yang menang yang
itu, kemudian Dajjal mengatakan seandainya mereka mengikuti Nabi tersebut niscaya itu
adalah kebaikan bagi mereka.

Kemudian dia bertanya tentang sebuah tempat apakah sudah kering tempatnya atau airnya
dan seterusnya dan ini diceritakan oleh Tamim kepada Rasulullah ‫ ﷺ‬setelah
beliau masuk ke dalam agama Islam dan Nabi ‫ ﷺ‬mengikrar bahwasanya ini
adalah dajjal, menunjukkan bahwasanya dia sudah ada sekarang, maka Dajjal akan keluar
َ yang ditanyakan oleh Hudzaifah Ibnu yaman.
dan ini adalah fitnah dan ّ‫شر‬
ٌ‫ َم َع ُه نَ ْهرٌ وَ نَار‬Dia membawa sungai dan api.

Diantara fitnah yang besar saat itu dia mengaku sebagai Robb, ia mengaku sebagai Allāh
‫ ﷻ‬yang menciptakan memberikan rezeki dan seterusnya dan saat itu manusia dalam
keadaan kekeringan yang berkepanjangan. Air tidak turun dan tanah tidak mengeluarkan
makanan, antum bisa bayangkan bagaimana keadaan saat itu, air tidak ada dan dalam
keadaan mereka kelaparan, tidak ada makanan yang dimakan, semuanya butuh sementara
tanah tidak mengeluarkan hasilnya.

Keluar dajjal ini kemudian dia mengaku sebagai Robb dan Allāh ‫ ﷻ‬mengizinkan Dajjal
ini ketika dia mengatakan kepada langit turunkanlah hujan maka dia pun menurunkan
hujan, ketika dia mengatakan kepada tanah keluarkanlah hasil kalian maka tanah
mengeluarkan hasilnya. Antum bisa membayangkan bagaimana manusia dalam keadaan
lapar dalam keadaan haus melihat yang demikian, tentunya mereka akan terfitnah, sudah
tidak berpikir panjang lagi untuk mengikuti orang ini, bahkan dia mengaku sebagai Allāh
‫ﷻ‬, sebagai Rabb.

Orang-orang yang kafir maka dengan mudah sekali dia mengikuti Dajjal ini karena dia kufur,
kemudian dia tidak mengenal Allāh ‫ﷻ‬, tidak pernah belajar ma’rifatullah, bagaimana
sifat-sifat Allāh ‫ﷻ‬, sehingga ketika ada orang yang mengaku demikian, apalagi dia
memiliki kemampuan yang luar biasa akhirnya dia mengikuti. Adapun orang Islam yang
mereka belajar kemudian mereka berusaha untuk mengenal Allāh ‫ ﷻ‬dengan nama dan
juga sifatnya, mempelajari hadits-hadits Nabi ‫ ﷺ‬yang menyebutkan tentang
sifat-sifat dajjal dan bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬tidak dilihat kecuali setelah kita meninggal
dunia,

‫ أنكم لن ت‚‚روا ربكم ح‚‚تى تموت‚‚وا‬kata Nabi ‫ﷺ‬, kalian tidak akan melihat Rabb kalian
sampai kalian meninggal dunia, ini kaidah yang mereka ketahui dan keimanan mereka Allāh
‫ ﷻ‬tidak akan dilihat sekarang di dunia, kalau aku meninggal dunia barulah nanti kelak
bisa melihat Allāh ‫ﷻ‬, ketika dia masih hidup kok ada orang yang mengaku sebagai
Allāh ‫ ﷻ‬dan dia sadar saya ini masih hidup, ini ada orang yang mengaku sebagai Allāh
‫ﷻ‬, maka seorang muslim langsung dan tidak ragu-ragu ini adalah dajjal, ini pendusta
karena Nabi ‫ ﷺ‬telah mengabarkan kepada kita, kita tidak mungkin melihat
Allāh ‫ ﷻ‬sampai kita meninggal dunia, dia tidak akan tertipu dengan kemampuannya
yang luar biasa, apalagi ketika dia mengingat apa yang digambarkan oleh Nabi
‫ﷺ‬.

Ini sudah dikabarkan oleh Nabi ‫ ﷺ‬bahwasanya dia akan membawa sungai dan
juga api dan bahwasanya dia akan mengaku sebagai Allāh ‫ ﷻ‬dan tertulis didahinya
kafara atau tertulis kafir dan setiap orang yang beriman baik yang bisa membaca atau yang
tidak bisa membaca semuanya akan bisa membaca dengan izin Allāh ‫ ﷻ‬tulisan yang
ada di dahi Dajjal tadi. ‫ وَ ُحط َّ ِوزْ رُ ُه‬،ُ‫َار ِه؛ وَ جَ بَ َأجْ رُ ه‬
ِ ‫َفمَنْ وَ َقعَ ِفي ن‬

Barangsiapa yang terjatuh ke dalam api yang dia bawa, jadi dia menawarkan api dan juga
sungai, barangsiapa yang masuk ke dalam api nya Dajjal ini maka dia akan mendapatkan
pahala dan akan dihilangkan darinya dosa.

Ini fitnah besar, bayangkan ada api yang benar-benar kelihatan api dan di sini ada sungai
kita disuruh milih, kalau bukan orang yang beriman akan memilih sungai, lebih enak masuk
sungai dari pada masuk api, tapi orang yang beriman ketika dia belajar agama, ini
menunjukkan tentang pentingnya mempelajari agama dan pentingnya kita mengetahui
yang syarr supaya kalau terjadi kita bisa selamat dari kejelekan tadi, selamat dari fitnah tadi
karena kita sudah belajar biidznillah ini adalah api dan ini adalah sungai, Nabi
‫ ﷺ‬mengatakan kalau masuk ke dalam api ini kita akan mendapatkan pahala,
maka seorang yang beriman berilmu dan juga mengamalkan dia akan memilih masuk ke
dalam api tersebut, maka akan mendapatkan pahalanya dan akan dihilangkan dosanya

‫ وَ ُح‚ ط َّ َأجْ ‚ رُ ُه‬،ُ‫‚ر ِه؛ وَ جَ بَ ِوزْ رُ ه‬


ِ ‚‫ وَ مَنْ وَ َق‚‚عَ ِفي نَ ْه‬Dan barangsiapa yang lebih memilih masuk ke dalam
sungai tadi maka dia berdosa ‫وَ ُحط َّ َأجْ رُ ُه‬

Dan akan dihilangkan pahalanya, dosanya dia dapatkan dan pahalanya akan di hilangkan
karena dia mengikuti dajjal. Allahu a’lam mungkin maksudnya adalah keluar dari agama
Islam dan orang yang keluar dari agama Islam maka dia telah batal

‫ َف ُأوْ ٰلَٓئِكَ حَ ِبط َ ۡت َأ ۡع ٰ َملُ ُه ۡم ِفي ٱل ُّدنۡ يَا وَ ٱأۡل ٓخِرَ ۖ ِة‬ٞ‫ُت وَ هُوَ َكافِر‬
ۡ ‫وَ مَن ي َۡرتَدِدۡ ِمن ُك ۡم عَ ن ِدي ِن ِهۦ َفيَم‬

Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran,
maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat… [Al Baqarah:217]
‫ ثُ َّم مَا َذا؟‬: ُ‫ُق ْلت‬

Kemudian aku bertanya lagi, kemudian setelah itu apa ya Rasulullah ‫ﷺ‬,
kemudian setelah kejelekan ini, setelah fitnah besar ini apa ya Rasulullah ‫ﷺ‬,

َ ‫ «ثُ َّم ِه‬:َ‫َقال‬


‫ي ِقيَا ُم السَّاعَ ِة‬

Yang terjadi setelah itu adalah terjadinya ‫الس ‚اعَ ِة‬


َّ ‫ ِقيَ‚‚ا ُم‬, karena keluarnya Dajjal ini adalah
termasuk asyratus sa’ah al-qubro, dia adalah termasuk tanda-tanda dekatnya ‫ السَّاعَ ِة‬yang
paling besar yang jumlahnya ada sepuluh. Ini adalah tanda-tanda yang terakhir, sudah
memang menjelang terjadinya ‫ السَّاعَ ِة‬termasuk di antara sepuluh ini adalah keluarnya dajjal,
maka yang terjadi setelah itu adalah tidak lama lagi akan terjadi ‫ ِقيَا ُم السَّاعَ ة‬.
Hadits tentang ٌ‫ ثُ َّم يَخْ رُ جُ الد ََّّجا ُل َم َع ُه نَ ْهرٌ وَ نَار‬ini yang meriwayatkan Abu Daud

َ
ِ ‚‫ وَ مَنْ وَ َق‚‚عَ ِفي َن ْه‬،ُ‫ وَ ُح‚ ط َّ ِوزْ رُ ه‬،ُ‫‚ار ِه؛ وَ جَ بَ أجْ‚ رُ ه‬
،ُ‫‚ر ِه؛ وَ جَ بَ ِوزْ رُ ه‬ ِ ‚َ‫ َفمَنْ وَ َق‚‚عَ ِفي ن‬، ٌ‫ «ثُ َّم يَخْ رُ جُ الد ََّّجا ُل َم َع ُه نَ ْهرٌ وَ نَار‬:َ‫ثُ َّم مَا َذا؟ َقال‬
َ
َ ‫ «ثُ َّم ِه‬:َ‫ ثُ َّم مَا َذا؟ َقال‬: ُ‫ ُق ْلت‬:َ‫ َقال‬،»ُ‫وَ ُحط َّ أجْ رُ ه‬
‫ي ِقيَا ُم السَّاعَ ِة‬

Ziyadah ini ada didalam Abu Daud dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah,
adapun yang diucapkan oleh Mu’allif bahwasanya ini adalah tambahan dari Imām Muslim,
Allahu a’lam, setahu kita yang ada tambahannya disini adalah yang dikeluarkan oleh Abu
Daud dan tambahan ini dihasankan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah.

Halaqah 90 | Pembahasan Dalil Kesebelas dan Keduabelas Ustadz Dr. Abdullah


Roy, M.A ‫الى‬ff‫ه هلل تع‬ff‫ حفظ‬Kitāb Fadhlul Islām Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb
rahimahullāh.
Beliau mendatangkan ucapan Abul ‘āliyah ‫وَ َقا َل َأبُو العَا ِليَ ِة‬

Berkata Abul ‘āliyah ‫ساَل َم‬ ِ ‫تَ َعلَّمُوا‬


ْ ‫اإل‬

Hendaklah kalian mempelajari Islam, yaitu mempelajari Islam yang dibawa oleh Nabi
‫ ﷺ‬baik aqidahnya, akhlak, ibadahnya ‫َف ِإ َذا عَ لِمْ تُمُو ُه َفاَل تَرْ َغبُوا عَ ْن ُه‬

Dan kalau kalian sudah mempelajari Islam maka janganlah kalian membencinya atau lari
darinya, tidak Istiqomah, futur, melenceng dari apa yang sudah dipelajari, kalau kalian sudah
belajar maka janganlah kalian membencinya, jangan kalian menjauh darinya, jangan kalian
lemah, pelajari dan amalkan

‫ُس‚‚تَ ِق ِيم‬
ْ ‫اط الم‬ ّ ِ ‫ وَ عَ لَ ْي ُك ْم ِب‬Dan wajib bagi kalian untuk menempuh jalan yang lurus ini, ‫عَ لَ ْي ُك ْم‬
ِ َ‫الص‚‚ر‬
maknanya adalah ilzam atau maknanya adalah wajib bagi kalian untuk menempuh jalan
yang lurus ini, apa yang dimaksud jalan yang lurus

‫ساَل ُم‬ ِ ‫ َف ِإنَّ ُه‬karena jalan yang lurus adalah islam ini, yang sedang kalian pelajari ini
ْ ‫اإل‬

‫الصرَ اط َ يَ ِمينًا وَ ِش َمااًل‬


ّ ِ ‫ وَ اَل تُحَ ِّر ُفوا‬Dan janganlah kalian menyimpang dari jalan yang lurus ini baik ke
kiri maupun ke kanan, jangan mengatakan ke kanan lebih baik daripada ke kiri, tidak, lurus.
Dan berada di atas jalan yang lurus tidak boleh kita melenceng sedikit pun, tanḥarif
maksudnya adalah menyimpang membelok baik ke kanan maupun kekiri, sama saja ke
kanan ataupun ke kiri kalau itu keluar dari jalan yang lurus maka tempat kembalinya adalah
siksaan dan juga jahanam. Mau ikut aliran apa saja kalau itu di luar ‫ستَ ِقيم‬ ْ ‫الصرَ اط ال ُم‬
ِّ maka itu
akan membawa kepada jahanam, akan membawa kepada kesesatan.
Yakinlah bahwasanya jalan satu-satunya yang menyampaikan kita kepada tujuan yaitu
kepada surga, kepada Allāh ‫ ﷻ‬adalah jalan yang lurus ini, adapun jalan yang lain
bagaimanapun dia dihiasi dengan lampu, dihiasi dengan nama-nama yang indah, dihiasi
dengan kegiatan-kegiatan yang wah, dihiasi dengan banyaknya harta mereka, yakinlah
bahwa itu tidak akan menyampaikan kepada Allāh ‫ﷻ‬, jangan tertipu, jalan inilah yang
ُ ‫ﷻ وَ عَ لَ ْي ُك ْم ِب‬
akan menyampaikan kita kepada Allāh ‫سنَّ ِة ن َِب ِيّ ُك ْم‬

Dan wajib bagi kalian untuk memegang sunnah Nabi kalian, tadi mengatakan Islam
sekarang berbicara tentang sunnah menunjukkan bahwasanya Islam itu ya sunnah dan
menunjukkan bahwasanya sirāthul mustaqīm itu adalah islam dan sirāthul mustaqīm dia
adalah sunnah, makanya tadi beliau mengatakan ‫ساَل ُم‬ ِ ‫ َف ِإنَّ ُه‬،‫ستَ ِق ِيم‬
ْ ‫اإل‬ ْ ‫اط ال ُم‬ ّ ِ ‫وَ عَ لَ ْي ُك ْم ِب‬
ِ َ‫الصر‬

ُ ‫وَ عَ لَ ْي ُك ْم ِب‬
Berarti sirāthul mustaqīm itu adalah Islam. Kemudian beliau mengatakan ‫سنَّ ِة ن َِب ِيّ ُك ْم‬

Berarti Islam ya sunnah Nabi ‫ﷺ‬, Islam itu ya jalannya Nabi ‫ﷺ‬
berarti baik sirāthul mustaqīm Islam maupun sunnah maknanya sama ‫وَ ِإيَّا ُك ْم وَ َه ِذ ِه األَ ْهوَ ا َء‬

Dan hati-hati kalian dengan hawa nafsu-hawa nafsu ini. Hawa nafsu ini berarti bertentangan
dengan Islam, masuk di dalamnya adalah bid’ah karena bid’ah ini adalah bagian dari hawa
nafsu, karena harusnya Islam yaitu manut kepada Allāh ‫ﷻ‬, ketika seseorang melakukan
bid’ah berarti dia mengikuti hawa nafsunya, makanya digandengkan terus antara bid’ah
dengan nama nafsu, ahlul bid’ah wal ahwa, mereka itu adalah ahli dalam masalah bid’ah dan
mereka adalah ahli dalam masalah hawa nafsu, mengikuti hawa nafsu bukan mengikuti
wahyu

‫ وَ ِإيَّا ُك ْم وَ َه ِذ ِه األَ ْهوَ ا َء‬Dan hati-hati kalian dengan hawa nafsu ini, menunjukkan bahwasanya hawa
nafsu ini bertentangan dengan sunnah Nabi ‫ﷺ‬.
Ucapan Abul ‘āliyah ini dikeluarkan oleh diantaranya oleh Abdur Rozzaq di dalam
mushannah beliau, selain oleh Abdur Rozzaq maka ini juga dikeluarkan oleh Ibnu Bathoh
didalam kitab beliau Al-Ibanah Al-Qubroh, juga diriwayatkan oleh Abu Nu’aim di dalam
Hilyatul Aulia.

Kemudian beliau mengucapkan sebuah ucapan dan ini mungkin kali yang ketiga kita
menemukan ucapan penulis di dalam kitab ini, jarang sekali beliau mengucapkan ucapan
dari diri beliau tapi kebanyakan adalah Al-Quran dan hadits dengan ucapan para salaf.
Kemudian Syaikh mengatakan ‫ مَا َأجَ لَّ ُه‬،‫ت ََأ َّم ْل َكاَل َم َأ ِبي العَا ِليَ ِة رَ ِح َم ُه اللَّ ُه تَعَالَى َه َذا‬

Perhatikanlah, dan ini sepertinya dalam dua ucapan beliau sebelumnya juga mengatakan
‫ ت ََأ َّم ْل‬dan seterusnya, beliau mengajak kita untuk jangan hanya melewati ucapan para salaf
murūron kiroman, melewati ucapan-ucapan para salaf dengan begitu saja, mereka kalau
berbicara berbicara di atas ilmu, ini sedikit tapi berdasarkan ilmu, maka beliau mengatakan
perhatikanlah ucapan Abul ‘āliyah ‫ مَا َأجَ لَّ ُه‬،‫ َه َذا‬Bagaimana besarnya dan berharganya ucapan
ini

‫ وَ َأعْ رَ فَ زَ مَا َن ُه الَّ ِذي يُحَ ّ‚ِذِّرُ ِفي ِه مِنَ األَ ْهوَ ا ِء‬Dan ketahuilah zaman beliau, zaman dimana saat itu beliau
mentahdzir dari hawa nafsu, ketika beliau mengatakan ‫وَ ِإيَّا ُك ْم وَ َه ِذ ِه األَ ْهوَ ا َء‬

hati-hati kalian dengan ahwa’ ini, ‫ َه ِذ ِه‬menunjukkan bahwa di zaman beliau sudah ada, sudah
banyak hawa nafsu-hawa nafsu.

‫س‚‚اَل ِم‬ ِ ‫َن اتَّبَ َع َه‚‚ا؛ َفقَ‚‚ ْد رَ ِغبَ عَ ِن‬


ْ ‫اإل‬ ِ ‫ الَّ ِتي م‬Yang barangsiapa yang mengikuti hawa nafsu tadi maka
sungguh dia telah membenci Islam atau menjauhi dari Islam, dan sudah kita sampaikan
bahwasanya orang yang mengikuti bid’ah tadi berarti dia sudah lama kelamaan akan
membenci Islam itu sendiri, ketika dia melakukan bid’ah berarti dia membenci sunnah yang
bertentangan dengan bid’ah tadi dan seterusnya dipupuk akhirnya dia membenci Islam itu
sendiri.

‫ساَل ِم‬ ِ ‫َن اتَّبَ َع َها؛ َف َق ْد رَ ِغبَ عَ ِن‬


ْ ‫اإل‬ ِ ‫الَّ ِتي م‬

Beliau telah mentahdzir dari yang demikian. Kenapa belum mentahdzir dari hawa nafsu-
hawa nafsu ini? Apa hubungannya dengan Islam? Karena mengikuti hawa nafsu ini,
mengikuti bid’ah akan menjadikan dia membenci Islam, akhirnya keluar dari agama Islam,
akhirnya keluar dari jalan yang lurus. Sehingga beliau mengatakan ‫ت ََأ َّم ْل‬, perhatikan ucapan
ini, kenapa beliau di akhir mengatakan ‫وَ ِإيَّا ُك ْم وَ َه ِذ ِه األَ ْهوَ ا َء‬

hati-hati kalian dengan hawa nafsu ini padahal sebelumnya menjelaskan tentang, harus
mengikuti Islam, harus mengikuti sunnah, jangan kalian berpaling dari jalan yang lurus baik
ke kanan maupun ke kiri. Apa hubungannya? Karena hawa nafsu ini kalau diikuti akan
menjauhkan kita dari Islam. Kemudian disebutkan didalam ucapan Abul ‘āliyah

ُّ ‫ساَل ِم ِبال‬
‫سنَّ ِة‬ ْ ‫اإل‬ ِ ‫وَ تَف‬
ِ ُ‫ْسير‬

Di dalamnya juga ada penjelasan atau tafsir Islam dengan sunnah, dari mana diambil,
karena sebelumnya ‫س ‚اَل ُم‬ ِ ‫ َف ِإنَّ ُه‬،‫ُس ‚تَ ِق ِيم‬
ْ ‫اإل‬ ْ ‫اط الم‬ ّ ِ ‫ وَ عَ لَ ْي ُك ْم ِب‬kemudian setelahnya ‫س ‚نَّ ِة ن َِب ِيّ ُك ْم‬
ِ َ‫الص ‚ر‬ ُ ‫ وَ عَ لَ ْي ُك ْم ِب‬dan
semuanya adalah lawan dari hawa nafsu, dan sudah kita sebutkan (halaqah 12) ucapan dari
al Imam Al Barbahari ‫اإلسالم هو السنة والسنة هي اإلسالم‬

َ
‫سنَّ ِة‬ ِ ُ‫وَ خَ وْ َف ُه عَ لَى أعْ اَل ِم الت َِّابعِينَ وَ عُ لَمَا ِئ ِه ْم مِنَ الخُ ر‬
ُّ ‫وج عَ ِن ال‬
Dan dari ucapan ini kita mengetahui tentang rasa takutnya beliau, takutnya Abul ‘āliyah
kalau sampai ini menimpa para tabi’in, karena beliau mengatakan ‫ساَل َم‬ ِ ‫تَ َعلَّمُوا‬
ْ ‫اإل‬

hendaklah kalian, ini beliau berbicara dengan para tabi’in ‫َف ِإ َذا عَ لِمْ تُمُو ُه‬

kalau kalian sudah belajar, berarti beliau berbicara kepada thullābul ‘ilm, berbicara kepada
para ulamanya, kalau sudah mempelajari Islam ‫َفاَل تَرْ َغبُوا عَ ْن ُه‬

jangan kalian membencinya, kalian jangan menjauhinya.

Maka disini kita lihat bagaimana takutnya beliau hal ini menimpa para tabi’in dan juga para
ulama tabi’in jangan sampai mereka keluar dari Islam, keluar dari sunnah. Kalau ini terjadi
pada seorang semisal Abul ‘āliyah dan beliau berbicara dengan kaum yang telah dikabarkan
oleh Nabi ‫ ثُ َّم الَّذِينَ يَلُونَ ُه ْم‬،‫َّاس َقرْ ِني‬
ِ ‫ﷺ خَ يْرُ الن‬

kemudian orang-orang yang mengikuti mereka yaitu setelah para sahabat, dipuji oleh Nabi
‫ﷺ‬, meskipun demikian Abul ‘āliyah khawatir akan menimpa para tabi’in
tersebut

‫ساَل ِم والسنة‬
ْ ‫اإل‬
ِ ‫رَ غبَ عَ ِن‬

lalu bagaimana dengan kita yang jauh dari mereka baik dari sisi zaman maupun dari sisi
Iman, tentunya kita harus lebih takut lagi mengikuti hawa nafsu-hawa nafsu tadi.

َ‫ يَتَبَيَّنُ َلك‬maka akan jelas bagimu

ْ ‫﴿إ ْذ َقا َل لَ ُه رَ بُّ ُه َأ‬


]131 :‫س ِل ْم﴾ [البقرة‬ ِ :‫ َم ْعنَى َقوْ ِل ِه تَعَالَى‬،

ْ ‫ﷻ ِإ ْذ َقا َل لَ ُه رَ بُّ ُه َأ‬


Dari sini engkau mengetahui makna dari firman Allāh ‫س ِل ْم‬

Siapa yang diperintahkan disini ? Ibrahim, disuruh untuk Islam.

Maka kita mengetahui makna ayat ini kenapa Allāh ‫ ﷻ‬memerintahkan, jangankan para
tabi’in yang mereka dipuji Nabi ‫ ﷺ‬dikatakan oleh Abul ‘āliyah

‫ساَل م‬ ِ ‫ َف ِإنَّ ُه‬،‫ستَ ِق ِيم‬


ْ ‫اإل‬ ْ ‫اط ال ُم‬ ّ ِ ‫ وَ عَ لَ ْي ُك ْم ِب‬،ُ‫َف ِإ َذا عَ لِمْ تُمُو ُه َفاَل تَرْ َغبُوا عَ ْنه‬
ِ َ‫الصر‬
Nabi Ibrahim saja diperintahkan oleh Allāh ‫ ﷻ‬untuk aslim, maksudnya adalah
Istiqomah di atas Islam. Nabi Ibrahim disuruh untuk Istiqomah, berarti di sini kita
memahami makna kenapa Allāh ‫ ﷻ‬menyuruh Nabi-Nya untuk Istiqomah. Tidak ada
yang merasa aman di antara kita, dari fitnah keluar dari sunnah, keluar dari Islam karena hati
manusia ini berada di antara dua jari di antara jari-jari Allāh ‫ﷻ‬, sangat mudah sekali
Allāh ‫ ﷻ‬bolak-balikkan. Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan bahwasanya hati-hati kita itu
berada diantara dua jari Allāh ‫ﷻ‬, Allāh ‫ ﷻ‬membolak-balikkan hati manusia sesuai
dengan kehendaknya.

Dan kita mengetahui tentang firman Allāh ‫ي ِإنَّ اللَّ َه اصْ طَفَى لَ ُك ُم‬
َّ ‫ﷻ وَ وَ صَّ ى ِب َها ِإبْرَ ا ِهي ُم بَ ِني ِه وَ يَ ْعقُوبُ يَابَ ِن‬
َ ‫اَّل‬ ‫اَل‬ َ
ْ ‫ال ّدِينَ ف تَمُوتُنَّ ِإ وَ أ ْنتُ ْم ُم‬
132 :‫س ِلمُونَ [البقرة‬

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yakub.
(Ibrahim berkata): ‘Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu,
maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.’” (QS. Al-Baqarah [2]: 132)
Kita memahami ayat ini bahwasanya ayat ini berisi tentang wasiat dan perintah Ibrahim
kepada anak-anaknya dan juga Ya’qub kepada anak-anaknya untuk Istiqomah di atas Islam,
jangan sampai melenceng dari Islam, dan kita memahami firman Allāh ‫ﷻ‬

َ ْ‫وَ مَنْ يَرْ َغبُ عَ نْ ِملَّ ِة ِإبْرَ ا ِهي َم ِإاَّل مَن‬.


َ ‫س ِف َه نَ ْف‬
]130 :‫سهُ﴾ [البقرة‬

Tidaklah membenci millahnya Ibrahim kecuali orang yang menjadikan dirinya bodoh, kecuali
orang yang bodoh, orang yang melenceng dari Islam, tidak Istiqomah di atas Islam, itu
adalah orang yang ‫س‚‚ ِفه‬
َ orang yang bodoh, karena orang yang berakal menginginkan
kebahagiaan bagi dirinya dan kebahagiaan yang sebenarnya adalah kebahagiaan yang Allāh
‫ ﷻ‬janjikan dengan islam ini.

Maka orang yang berusaha mencari kebahagiaan di luar Islam ini adalah orang yang bodoh
dan ayat ini menunjukkan tentang wajibnya kita untuk Istiqomah di atas Islam

ُ ْ ‫وَ َأ‬
ِ ‫شبَا ِه َه ِذ ِه األصُ و ِل ال ِكب‬
‫َار‬

Dan ayat-ayat yang serupa dengan ayat-ayat yang agung ini, ‫ أُصُ ول‬terkadang maknanya
adalah dalil, waashlu hādzihil mas’alah atau asal dari permasalahannya adalah firman Allāh
‫ﷻ‬, maksudnya adalah dalil, karena dalil ini memang menjadi yang utama dia yang
menjadi pegangan bagi kita ‫ وَ النَّاسُ عَ ْن َها ِفي َغ ْفلَ ٍة‬،‫ي َأصْ ُل األُصُ و ِل‬
َ ‫َار الَّ ِتي ِه‬ ُ ْ ‫وَ َأ‬
ِ ‫شبَا ِه َه ِذ ِه األصُ و ِل ال ِكب‬

Dan semisal dengan dalil-dalil yang besar ini atau pondasi-pondasi yang besar ini, yang dia
adalah pokok dari pokok pokoknya dan bahwasanya manusia berada di dalam kelalaian di
dalam masalah ini. Banyak orang yang lalai tentang pentingnya istiqomah di atas Islam dan
bahwasanya bid’ah ini adalah sesuatu yang bertentangan dengan Islam

‫ب وَ َأمْ ثَا ِل َها‬ ِ ‫وَ ِب َمع ِْر َف ِت َها يَتَبَيَّنُ َم ْعنَى األَحَ ا ِد‬
ِ ‫يث ِفي َه َذا البَا‬

Dan dengan mengenal ini, dengan memahami ucapan Abul ‘āliyah ini, engkau bisa
memahami dengan baik makna hadits-hadits yang ada di dalam bab ini dan yang
semisalnya, maksudnya adalah hadits-hadits yang kita sebutkan yang isinya adalah perintah
untuk Istiqomah di atas Islam seperti hadits Hudzaifah Ibnu Yaman, ma min maulūdin
yūladu ‘alal fitrah kemudian juga hadits-hadits tentang haudh maka ini semua kita
memahami kenapa kita harus istiqomah di atas Islam dan larangan kita untuk melakukan
bid’ah di dalam agama

‫ ﴿ َم ْك‚‚رَ اللَّ ِه َفاَل يَ‚ ْ‚أمَنُ َم ْك‚‚رَ اللَّ ِه ِإاَّل‬،‫ َفبَادُوا‬،‫ وَ يَظُنُّ َها ِفي َقوْ ٍم َكانُوا‬،ُ‫شبَا َه َها وَ هُوَ آمِنٌ ُمطْ َمئِنٌّ ؛ َأنَّ َها اَل تَنَالُه‬
ْ ‫اإل ْنسَانُ الَّ ِذي يَ ْقرَ أُ َها وَ َأ‬ َ
ِ ‫وَ أمَّا‬
]99 :‫اسرُ ونَ ﴾ [األعراف‬ ِ َ‫ال َقوْ ُم الخ‬

Adapun seseorang manusia yang dia membaca dalil-dalil ini dan juga yang semisalnya
sedangkan dia dalam keadaan ٌّ‫آمِنٌ ُمطْ َمئِن‬, membaca ayat ayatnya membaca haditsnya tapi dia
dalam keadaan tenang ‫َأنَّ َها اَل تَنَالُ ُه‬

bahwasanya fitnah-fitnah ini, kejelekan-kejelekan ini, hawa nafsu ini tidak akan mengenai
dirinya. Jadi orang Islam harusnya dia takut terkena fitnah ini, takut dia melenceng dan
keluar dari jalan yang lurus. Adapun orang yang sekedar membaca dalil-dalil tadi tapi dia
dalam keadaan ٌ‫ آمِن‬dalam keadaan merasa aman, ah nggak mungkin ini terkena ke saya,
ٌّ‫ ُمطْ َمئِن‬dalam keadaan hatinya tenang tidak ada rasa takut terjerumus dalam kesesatan.

Dia menyangka bahwasanya kesesatan-kesesatan tadi hanya untuk nāsin kānu, ini hanya
untuk orang-orang yang sudah berlalu saja, ‫ َفبَادُوا‬yang mereka berpisah dengan kita, seakan-
akan fitnah bid’ah, fitnah syirik itu hanya untuk orang lain bukan untuk dirinya sehingga dia
menyangka, dia merasa tenang, merasa aman tidak mungkin dia terkena kesesatan tadi,
menyangka ini adalah untuk orang-orang yang sudah berlalu ‫ ْأمَنا َم ْكرَ اللَّ ِه‬dalam keadaan dia
merasa aman dari makar Allāh ‫ﷻ‬

ِ َ‫َفاَل ي َْأمَنُ َم ْكرَ اللَّ ِه ِإاَّل ال َقوْ ُم الخ‬


َ‫اسرُ ون‬

Maka tidak aman dari makar Allāh ‫ ﷻ‬kecuali orang-orang yang rugi, orang yang
merasa aman dari makar Allāh ‫ ﷻ‬inilah orang yang rugi.

Adapun orang yang khawatir, ketika melihat fitnah banyak orang yang berjatuhan di dalam
bid’ah, di dalam kesyirikan, di dalam kemaksiatan maka dia khawatir dirinya terjerumus ke
dalam yang dialami orang-orang tersebut, maka dia akan berusaha, maka dia akan berdoa,
maka dia akan mengambil sebab bagaimana selamat dari kesesatan tadi.

Kemudian Syaikh mengatakan ‫سلَّ َم خَ ط ًّا‬


َ َ‫ خَ ط َّ لَنَا رَ سُو ُل اللَّ ِه صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬:َ‫ َقال‬،ُ‫ي اللَّ ُه عَ ْنه‬
َ ‫ض‬
ِ َ‫سعُو ٍد ر‬
ْ ‫ْن َم‬
ِ ‫عَ ِن اب‬

Dan dari Abdullah bin Mas’ud beliau mengatakan Rasulullah ‫ ﷺ‬membuat


sebuah garis, satu garis saja ‫ « َه َذا س َِبي ُل اللَّ ِه‬:َ‫ثُ َّم َقال‬

Ini adalah jalan Allāh ‫ﷻ‬, menunjukkan bahwasanya jalan Allāh ‫ ﷻ‬itu hanya satu
dan dia adalah jalan yang lurus, sebagaimana dalam ayat shirāthal mustaqim, tharīqil
mustaqim, sabīlil mustaqim ‫ثُ َّم خَ ط َّ خُ طُوطًا عَ نْ يَ ِمي ِن ِه وَ عَ نْ ِشمَا ِل ِه‬

Kemudian beliau menggambar garis-garis yang lain baik di sebelah kanannya maupun di
sebelah kirinya ‫س‚بُ ٌل‬ ُ ‫ « َه ِذ ِه‬:َ‫ ثُ َّم َقال‬Ini adalah subul, ini adalah jalan-jalan yang disebutkan di
ُّ ‫[ وَ اَل تَت َِّبعُو ْا ٱل‬Al An’am:153]
dalam ayat ‫سبُ َل‬

‫ش ْيطَانٌ يَدْعُ و ِإلَ ْي ِه‬


َ ‫عَ لَى ُك ِ ّل س َِبي ٍل ِم ْن َها‬

Di atas masing-masing dari jalan ini ada setan yang dia mengajak kepada jalan-jalan ini. Dia
ajak orang-orang yang berada di atas jalan yang lurus ini untuk mengikuti jalannya

‫ و َقرَ َأ‬kemudian Nabi ‫ ﷺ‬membaca ‫ َفتَ َفرَّ قَ ِب ُك ْم‬،َ‫سبُل‬


ُّ ‫ستَ ِقيمًا َفات َِّبعُو ُه وَ اَل تَت َِّبعُوا ال‬
ْ ‫اطي ُم‬ ِ ‫وَ َأنَّ َه َذا‬
ِ َ‫صر‬
]153:‫عَ نْ س َِبي ِل ِه﴾ [األنعام‬

Ini adalah jalan ‫س َت ِقيمًا‬ ْ ‫ ُم‬yang lurus ‫ َفات َِّبعُو ُه‬maka hendaklah kalian mengikutinya, dan ini adalah
syahidnya kita disuruh mengikuti ini, jangan kita berbelok ke kiri dan ke kanan menyimpang
ُّ ‫وَ اَل تَت َِّبعُوا ال‬
dari Islam ‫سبُ َل‬

Dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan, subul ini, yang ada di sebelah kanan dan juga
sebelah kiri karena inilah yang akan memecah kalian dari jalan Allāh ‫ﷻ‬. Awalnya kalian
berkumpul di sini, ketika kita sudah menoleh ke kanan dan ke kiri maka akhirnya masing-
masing kita berada di aliran-aliran tadi, kalian akan pecah belah dari jalan Allāh ‫ ﷻ‬ini
adalah syahidnya kita harus istiqomah di atas Islam dan jangan sampai kita menyimpang ke
kanan maupun kiri ‫ي‬ ُّ ‫رَ وَ ا ُه َأحْ َم ُد وَ النَّسَا ِئ‬

Hadits ini diriwayatkan oleh Imām Ahmad dan juga diriwayatkan oleh An-Nasa’i, dan hadits
ini adalah hadits yang shahih diriwayatkan sebagaimana ucapan Mu’allif disini diriwayatkan
oleh Imām Ahmad dan juga An Nasa’i
Halaqah 91 | Penjelasan Umum Bab dan Pembahasan Dalil Pertama dan Kedua
Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A ‫ حفظه هلل تعالى‬Kitāb Fadhlul Islām
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Bab yang selanjutnya dan ini adalah bab sebelum akhir ‫سالَ ِم وَ َفضْ ِل الغُرَ بَا ِء‬ ِ ‫ بَابُ مَا جَ ا َء ِفي ُغرْ بَ ِة‬Bab
ْ ‫اإل‬
apa-apa yang datang, maksudnya adalah dalil-dalil yang datang, yang berisi tentang akan
terjadinya ‫سالَم‬ ِ ‫ ُغرْ بَة‬keasingan agama Islam ‫ وَ َفضْ ِل الغُرَ بَا ِء‬dan dalil-dalil tentang keutamaan
ْ ‫اإل‬
orang-orang yang asing yaitu orang yang asing karena dia berpegang teguh dengan Islam.

Beliau mengatakan ‫سالَ ِم وَ َفضْ ِل الغُرَ بَا ِء‬ ِ ‫بَابُ مَا جَ ا َء ِفي ُغرْ بَ ِة‬
ْ ‫اإل‬

Bab tentang apa-apa yang datang berupa keasingan Islam, maksudnya adalah dalil-dalil
yang datang tentang keasingan agama Islam, yaitu akan datangnya waktu di mana Islam
akan dalam keadaan asing ‫وَ َفضْ ِل الغُرَ بَا ِء‬

Dan keutamaan orang-orang yang asing yaitu al-ghurabā’u bil islām, orang-orang yang
asing dengan sebab Islam tersebut, dengan sebab mereka berpegang teguh dengan Islam,
itu adalah taqdir kalamnya ‫سالَ ِم‬ ِ ‫سالَ ِم وَ َفضْ ِل الغُرَ بَاء‬
ْ ‫باإل‬ ِ ‫ِفي ُغرْ بَ ِة‬
ْ ‫اإل‬

Yaitu orang-orang yang berpegang teguh dengan Islam sehingga mereka menjadi orang
yang asing dengan sebab mereka berpegang teguh dengan Islam tadi.

Beliau membawakan beberapa dalil dan apakah hubungan antara bab ini dengan bab-bab
sebelumnya, hubungannya adalah keasingan orang-orang yang asing tadi sebabnya adalah
karena mereka berpegang teguh dengan Islam yang murni yang dibawa oleh Nabi
‫ ﷺ‬di tengah-tengah manusia yang mereka mulai bercampur amalan mereka
antara Islam yang murni yang dibawa oleh Nabi ‫ ﷺ‬dengan bid’ah-bid’ah
sehingga disebutkanlah bab ini untuk mendorong kita supaya terus Istiqomah di atas Islam
yang murni.

Ini kaitan antara bab ini dengan bab sebelumnya karena bab sebelumnya disebutkan
tentang dalil-dalil yang isinya adalah Istiqomah, terus Istiqomah di atas Islam yang murni
dan jauh dari bid’ah maka di dalam bab ini akan disebutkan tentang keutamaan orang-
orang yang asing dengan sebab mereka berpegang teguh dengan Islam yang murni. Karena
Istiqomah di tengah orang-orang yang tidak Istiqomah di atas Islam yang murni, di tengah
orang-orang yang banyak mengikuti hawa nafsunya dengan berbagai tingkatan mereka
maka ini adalah sebuah keasingan tersendiri, tapi jangan khawatir di dalam keasingan itu
ada keutamaan yang akan Allāh ‫ ﷻ‬semata berikan kepada orang-orang yang asing
dengan sebab islam ini.
Ini adalah hubungan antara bab ini dengan bab sebelumnya, di dalam bab ini akan
disebutkan tentang keutamaan orang-orang yang istiqomah yang mereka menjadi orang
yang asing di tengah-tengah orang-orang yang tidak Istiqomah di atas agama Islam. ‫وَ َقوْ ُل اللَّ ِه‬
‫تَعَالَى‬

Dan firman Allāh ‫ض ِإاَّل َق ِلياًل ِمم ْ‚َّن َأ ْنجَ ْينَا‬


‚ِ ْ‫ون ِم ْ‚ن َق ْب ِل ُك ْ‚م أُولُو‚ بَ ِقيَّ ٍ‚ة يَ ْن َهوْ َ‚ن عَ ِن‚ ال َفسَا ِ‚د ِفي‚ األَر‬ ‚َ ‫ﷻ َفلَوْ اَل َك‬
‚ِ ُ‫ان ِم َ‚ن القُر‬
]116 :‫ِم ْن ُه ْم﴾ [هود‬

Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan didalam surah Hud, seandainya bukan karena adanya orang-
orang yang tersisa, yang telah berlalu sebelum kalian, yang mereka dahulu melarang dari
kerusakan, yaitu melarang dari kemaksiatan, kecuali sedikit dari orang-orang yang kami
selamatkan di antara mereka dan orang-orang yang zhalim mengikuti apa-apa yang mereka
diberikan keluasan di dalamnya dan dahulu mereka adalah orang-orang yang mujrimin.
Disebutkan di dalam tafsir Al-Muyassar maksud dari ayat tadi adalah

‫ لم يوج‚‚د من‬،‫ وعن الفس‚‚اد في األرض‬،‫‚ ينهون أهل الكفر عن كفرهم‬،‫فهالَّ وُ جد من القرون الماضية بقايا من أهل الخير والصالح‬
‫أولئك األقوام إال قليل ممن آمن‬

Maksud dari firman Allāh ‫ ﷻ‬disini adalah apakah tidak ada dari orang-orang yang
sebelum kalian yang telah hidup pada abad-abad yang lalu, apakah tidak ada sebagian
orang, yaitu sebagian orang baik, yang mereka melarang dari kerusakan di bumi, yang
melarang orang yang melakukan kekufuran dari kekufurannya, kemudian Allāh ‫ﷻ‬
mengatakan ‫ِإاَّل َق ِلياًل ِممَّنْ َأ ْنجَ ْينَا ِم ْن ُه ْم‬

Kecuali sedikit saja, maksudnya adalah tidak ada di antara mereka dari kaum-kaum yang
telah berlalu tadi kecuali sedikit saja di antara mereka yang kami telah selamatkan mereka

Kecuali sedikit saja artinya ada di antara umat-umat terdahulu yang mereka ‫يَ ْن َهوْ نَ عَ ِن ال َفسَا ِد‬,
mereka melarang dari kerusakan, melarang orang yang kufur dari kekufurannya, melarang
orang yang berbuat maksiat dari kemaksiatannya, itu ada tapi mereka adalah ‫ َق ِلياًل‬mereka
adalah sedikit sekali ‫ ِممَّنْ َأ ْنجَ ْينَا ِم ْن ُه ْم‬dan merekalah orang-orang yang Allāh ‫ ﷻ‬selamatkan.

Syahidnya disini adalah ‫ِإاَّل َق ِلياًل ِممَّنْ َأ ْنجَ ْينَا ِم ْن ُه ْم‬

jadi maknanya ada tapi mereka sedikit. Dari umat-umat yang terdahulu, orang yang
beramar ma’ruf nahi mungkar, yang mereka sholeh di dalam diri mereka dan mereka juga
mushlih berusaha untuk memperbaiki orang lain itu ada tapi ‫ َق ِلياًل‬dan ini syahidnya.
Ternyata di umat-umat terdahulu juga orang-orang yang sholeh dan orang-orang yang
berusaha untuk menyolehkan orang lain, melarang mereka dari kemungkaran, dari
kesyirikan dan kebid’ahan itu ada tapi mereka adalah ‫ َق ِليل‬. Fadhlul ghurabā’ yang disebutkan
dalam ayat ini disebutkan oleh Allāh ‫ﷻ ِممَّنْ َأ ْنجَ ْينَا ِم ْن ُه ْم‬

Dari orang-orang yang telah kami selamatkan diantara mereka, artinya orang-orang yang
selamat saat itu adalah orang-orang yang ghurobā’, orang-orang yang ‫ َق ِليل‬tadi, ini adalah
ḥats dan juga dorongan bagi kita semuanya untuk berpegang teguh dengan Islam di
tengah-tengah manusia yang mulai mereka tidak komitmen, tidak konsekuen dengan Islam
itu sendiri, supaya kita diselamatkan oleh Allāh ‫ ﷻ‬sebagaimana ghurobā’ yang ada di
zaman dahulu, di tengah orang-orang yang sudah berlalu umat-umat yang telah berlalu di
sana ada ‫ َق ِلياًل‬ada sedikit hamba-hamba Allāh ‫ ﷻ‬yang mereka beramar ma’ruf nahi
mungkar yang mereka Istiqomah di atas Islam akhirnya mereka diselamatkan oleh Allāh ,
‫ ﷻ‬ini syahidnya.

Jadi disebutkan di sini tentang keasingan Islam dan juga disebutkan tentang keutamaan
orang-orang yang asing. Di sini ada dua poin, poin yang pertama dalil tentang akan
asingnya Islam dan yang kedua adalah keutamaan orang-orang yang asing. Kalau didalam
ayat yang pertama ini maka maksudnya adalah Islam yang telah berlalu, Islam yang dibawa
oleh para nabi, para rasul sebelum Nabi ‫ﷺ‬, maka orang-orang yang
melakukannya mereka juga ghurobā’ dan keutamaanya adalah diselamatkan oleh Allāh
‫ ﷻ‬yaitu diselamatkan dari adzab, kalau kita ingin selamat dari adzab maka jadilah
ghurobā’ tadi yaitu orang-orang yang berpegang teguh dengan Islam di tengah-tengah
orang-orang yang mereka tidak berpegang teguh dengan Islam.

Kemudian setelahnya ‫ي اللَّ ُه عَ ْن ُه مَرْ ُفوعً ا‬ ِ َ‫وَ عَ نْ َأ ِبي هُرَ يْرَ َة ر‬


َ ‫ض‬

Dan dari Abu Hurairah semoga Allāh ‫ ﷻ‬meridhoi beliau diangkat sampai Nabi
‫ساَل ُم َغ ِريبًا‬
ْ ‫اإل‬ َ
ِ ‫ﷺ بَدَأ‬

Islam ini mulai dalam keadaan asing, diutus Nabi ‫ ﷺ‬dalam keadaan beliau
sendiri di tengah-tengah kaum yang mereka setelah bertahun-tahun atau ratusan tahun
berada di dalam alam jahiliyah, rata-rata mereka menyekutukan Allāh ,‫ ﷻ‬dan rusak
akhlaknya, rusak ibadahnya kemudian datang Nabi ‫ ﷺ‬dengan membawa Islam
yang isinya sangat bertentangan dengan ajaran-ajaran jahiliyah, diantaranya dan yang
paling utama adalah Islam mengajak untuk mengesakan Allāh ‫ ﷻ‬sementara orang-
orang jahiliyah dan ajaran jahiliyah isinya adalah menyekutukan Allāh ‫ ﷻ‬dengan yang
ِ ‫َار ُك ٓو ْا ءَا ِل َه ِتنَا ِلش‬ َ
lain sehingga mereka mengatakan 36:‫ُون [ الصّ ا ّفات‬
ِ ۢ ‫َاع ٖر م َّۡجن‬ ِ ‫أ ِئنَّا لَت‬

Apakah kami meninggalkan tuhan-tuhan kami karena seorang tukang syair yang gila. Jelas
bahwasanya ketika Islam datang itu dalam keadaan gharīban, dalam keadaan dia aneh,
dalam keadaan asing, apakah kami meninggalkan tuhan-tuhan kami karena hanya seorang
tukang syair.

Kemudian juga di antara ajaran Islam akan datangnya hari akhir padahal mereka
beranggapan bahwasanya orang kalau sudah meninggal dunia, sudah, tidak ada di sana
kehidupan yang lain. 29:‫ي ِإاَّل حَ يَاتُنَا ٱل ُّدنۡ يَا [ األنعام‬
َ ‫ِإ ۡن ِه‬

Tidaklah dia kecuali kehidupan kita ini saja, tidak ada kehidupan yang lain, dan ketika Beliau
‫ ﷺ‬datang diutus maka di antara dakwah beliau adalah mengajak mereka untuk
beriman dengan hari akhir dan ini adalah sesuatu yang aneh.
Kemudian beliau berdakwah dengan gigihnya dan dengan kesabarannya dan tentunya itu
semua adalah dengan taufik dari Allāh ‫ﷻ‬, satu persatu diantara orang-orang tersebut,
diantara orang-orang yang dikehendaki kebaikan oleh Allāh ‫ﷻ‬, mereka masuk ke
dalam agama Islam.

Satu mengenal tentang tauhid kemudian dia dakwahkan kepada keluarganya, yang satunya
dakwahkan kepada orang-orang yang berada di bawahnya, budak-budaknya, atau orang
yang punya kenalan saudagar yang lain, pedagang yang lain dia dakwahkan sehingga satu
persatu diantara mereka mengenal agama Islam sampai akhirnya Allāh ‫ ﷻ‬memberikan
taufik bertemu dengan orang-orang Madinah yang mereka berhaji dan ternyata mereka
juga menerima Islam yang dibawa oleh Nabi ‫ﷺ‬.

Tersebarlah Islam di kota Madinah, kemudian Nabi ‫ ﷺ‬berhijrah, kemudian


terjadilah perjanjian Hudaibiyah, kemudian terjadilah dibukanya kota Mekkah dan akhirnya
negeri Mekkah yang sebelumnya adalah negeri yang kufur menjadi negeri Islam. Ketika
mereka masuk Islam maka orang orang arab badui banyak diantara mereka yang
berbondong-bondong mengirim utusan menyatakan bahwasanya Qobilah mereka masuk
ke dalam agama Islam.

Sehingga tersebarlah agama islam dari utara ke selatan, dari timur ke barat, bukan sesuatu
yang asing lagi, tersebar, masyhur bahkan yang asing adalah orang-orang yang tidak Islam.
Semuanya rata-rata adalah muslimin, yang tidak islam ini sangat sedikit dan mereka terisolir
dan mereka terpojokan, kalah dengan dzuhurnya Islam.

Kemudian Nabi ‫ ﷺ‬mengabarkan bahwasanya ‫سيَعُو ُد َغ ِريبًا َكمَا بَد ََأ‬


َ َ‫و‬

Dan Islam itu kelak akan menjadi kembali asing. ‫سيَعُو ُد‬
َ َ‫ و‬dulu asing dan sekarang tidak asing
maka ketahuilah bahwasanya Islam akan kembali asing sebagaimana ketika dia mulai.
Tauhid sebelumnya asing kemudian sesuatu yang masyhur maka akan datang waktunya
dimana orang akan menganggap asing ajaran tauhid bahkan di antara umat Islam sendiri.
Orang yang berdakwah kepada tauhid ini adalah sangat jarang demikian pula orang yang
berpegang teguh dengan Islam yang murni yang jauh dari kebid’ahan yang sebelumnya
inilah suatu yang masyhur di zaman dahulu maka suatu hari, dan mungkin ini termasuk
diantara zamannya, akan datang waktu di mana orang akan menganggap asing sunnah-
sunnah Nabi ‫ﷺ‬.

Akan kembali asing Islam sebagaimana datangnya, sedikit sekali orang yang berpegang
teguh dengan Islam, berpegang teguh dengan tauhid maka orang yang berpegang teguh
dengan tauhid digelari dan dijuluki dengan berbagai gelar, orang yang berpegang teguh
dengan sunnah Nabi ‫ﷺ‬, menghidupkan sunnah Nabi ‫ﷺ‬, di cap
dengan berbagai cap, dikatakan dia adalah radikal atau dikatakan dia tidak sosial atau dia
adalah orang yang tidak bermasyarakat, orang yang kaku dan yang mengucapkan adalah
orang-orang Islam sendiri.

Dan ucapan Beliau ‫سيَعُو ُد‚ َغ ِريبًا‬


َ َ‫ ﷺ و‬Menunjukkan tentang akan adanya keasingan
Islam, sehingga di dalam bab tadi ‫سالَ ِم‬ ِ ‫بَابُ مَا جَ ا َء ِفي ُغرْ بَ ِة‬
ْ ‫اإل‬

bab apa-apa yang datang, maksudnya adalah dalil-dalil yang datang tentang akan
terjadinya ‫سالَ ِم‬ ِ ‫ُغرْ بَ ِة‬
ْ ‫اإل‬

َ َ‫ و‬Ini menunjukkan tentang akan adanya ‫سالَ ِم‬


‫سيَعُو ُد َغ ِريبًا‬ ِ ‫ ُغرْ بَ ِة‬akan datangnya keanehan dan
ْ ‫اإل‬
keasingan Islam

Kemudian Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan ‫َفطُوبَى ِل ْلغُرَ بَا ِء‬

Maka thūbā bagi orang-orang yang asing, yang asing dengan sebab dia berpegang teguh
dengan Islam tadi. Dan di sini disebutkan tentang keutamaan al-ghurobā’ sehingga di
dalam hadits ini disebutkan tentang akan datangnya keasingan di dalam Islam dan
disebutkan tentang keutamaan orang-orang yang asing ‫سالَ ِم وَ َفضْ ِل الغُرَ بَا ِء‬ ِ ‫ُغرْ بَ ِة‬
ْ ‫اإل‬

inilah judul bab ini. Dan didalam hadits ini disebutkan dua sekaligus akan datangnya
keanehan dan keasingan islam dan disebutkan tentang keutamaan orang-orang yang asing.

Dan makna ‫ طُوبَى‬ini adalah muannats dari ‫أطيب‬, wazannya adalah ‫أفعل‬, muannatsnya ‫طُوبَى‬
wazannya ‫ أفعل – فعلى‬,‫ أفعل – أطيب – طُوبَى‬,‫فعلى‬

‫َفطُوبَى ِل ْلغُرَ بَا ِء‬

berarti dia adalah isim tafdhil, ‫ طُوبَى‬berarti dia adalah yang ‫أطيب‬, yang paling baik.
Ada yang menafsirkan thūbā di sini adalah surga karena dialah yang paling ‫أطيب‬, dan ada
yang mengatakan ini adalah nama pohon yang ada di surga dan seandainya dia maknanya
adalah surga maksudnya adalah dia masuk ke dalam surga, dan kalau maknanya adalah
pohon yang ada di surga maka tidaklah mendapatkan pohon tersebut kecuali orang yang
masuk ke dalam surga.Maka tentunya ini adalah ḥats, dorongan yang sangat besar dari
Nabi ‫ﷺ‬, janji dari beliau bahwasanya orang-orang yang asing tadi dengan
sebab berpegang teguh dengan Islam, janji dari beliau bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬akan
memberikan kepadanya surga dan tentunya ini adalah janji yang sangat besar dan surga ini
َ ٌ‫َم الَ عَ يْنٌ رَ َأتْ وَ الَ أُ ُذن‬
ِ ‫س ِم َعتْ وَ الَ خَ طَرَ عَ لَى َق ْل‬
adalah kenikmatan yang besar di dalamnya ada ‫ب بَش َِر‬

belum pernah dilihat oleh mata, didengar oleh telinga dan terlintas dalam hati manusia
Di dalamnya ada seluruh kenikmatan dinamakan dengan dārunna’im, negeri yang isinya
seluruhnya adalah kenikmatan dari awal, dari seluruh penjuru, semuanya adalah kenikmatan,
tidak ada di dalamnya kesusahan sedikitpun, di dalamnya ada kenikmatan yang tidak
pernah dilihat oleh mata, karena terkadang kenikmatan dilihat oleh mata.

Dan didunia ini banyak kenikmatan yang sudah dilihat oleh mata manusia, kalau bukan
dengan mata kita mungkin dilihat oleh mata orang lain yang ada diseluruh penjuru dunia
ini. Ketahuilah bahwasanya nikmat yang ada di surga itu belum pernah dilihat oleh mata,
seluruh mata yang melihat dari sejak zaman dulu sampai sekarang, dan masing-masing
mereka melihat kenikmatan, maka yang ada di sana jauh lebih besar tidak pernah dilihat
َ ٌ‫ وَ الَ أُ ُذن‬Dan tidak pernah didengar oleh telinga.
oleh mata ْ‫س ِم َعت‬

Di sana ada kenikmatan, kita tidak pernah melihatnya tapi kita hanya sekedar mendengar
saja diceritakan oleh si Fulan di daerah sana ada pemandangan yang indah demikian dan
demikian, belum pernah kita lihat tapi kita hanya sekedar mendengar dan kita
membayangkan betapa indahnya daerah tersebut.

Ketahuilah bahwasanya di sana ada kenikmatan yang jauh lebih besar belum pernah kita
ِ ‫ وَ الَ خَ طَرَ عَ لَى َق ْل‬Dan tidak pula pernah terbetik di dalam
dengarkan dengan telinga kita ‫ب بَشَر‬
hati manusia.

Ada disana kenikmatan yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh
telinganya, tapi mungkin seseorang membayangkan bahwa seandainya demikian dan
demikian, seandainya di sini ada ini, seandainya di rumah ini ada fasilitas ini, dan seterusnya.
Terbersit dalam hatinya demikian cuma belum pernah dia lihat, belum pernah dia dengar,
dan menunjukkan tentang besarnya kenikmatan yang ada di dalam surga.

Maka Nabi ‫ ﷺ‬mendorong bersabar, bersabarlah menjadi orang-orang yang


asing, jangan kita ikut melarut bersama orang-orang yang mereka menyimpang dari Al-
Islam. Pahit memang, panas memang berpegang di atas Islam yang murni yang dibawa oleh
Nabi ‫ﷺ‬, namun ketahuilah bahwasanya akhirnya adalah thūbā, akhirnya adalah
surga. Sebentar kepahitan tersebut dan keasingan tersebut, kesusahan tersebut dan dibalas
oleh Allāh ‫ ﷻ‬dengan pahala yang jauh lebih besar yaitu masuk ke dalam negeri
kenikmatan selama-lamanya.

Tentunya ini adalah dorongan bagi kita semua untuk terus Istiqomah di atas Islam ini dan
jangan kita mundur ke belakang dan mengikuti was-was dari setan, dari kalangan Jin
ْ ‫ رَ وَ ا ُه ُم‬Hadits ini diriwayatkan oleh al-Imām Muslim.
maupun dari kalangan manusia. ‫س ِل ٌم‬

Halaqah 92 | Pembahasan Dalil Ketiga dan Keempat Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A
‫حفظه هلل تعالى‬Kitāb Fadhlul Islām Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Beliau mengatakan rahimahullah

‫ «النُّـزَّ اعُ مِنَ ال َقبَا ِئل‬:َ‫َن الغُرَ بَاءُ؟ َقال‬


ِ ‫ وَ م‬:‫ وَ ِفي ِه‬،‫سعُو ٍد‬
ْ ‫ْن َم‬ ِ ‫وَ رَ وَ ا ُه َأحْ َم ُد مِنْ حَ ِد‬
ِ ‫يث اب‬

Kemudian disini beliau mendatangkan riwayat Imām Ahmad dari hadits Abdullah ibn
Mas’ud

Ini adalah riwayatnya Abdullah Bin Mas’ud

‫س‚يَعُو ُد‬ َ َ‫ساَل َم بَد ََأ َغ ِريبًا و‬ ْ ِ ‫سلَّ َم ِإنَّ اإْل‬


َ َ‫ي اللَّ ُه عَ ْن ُه َقا َل َقا َل رَ سُو ُل اللَّ ِه صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬
َ ‫ض‬
ِ َ‫سعُو ٍد ر‬ ِ َ‫عَ نْ َأ ِبي اأْل َحْ و‬
ِ ‫ص عَ نْ عَ ْب ِد اللَّ ِه ب‬
ْ ‫ْن َم‬
‫َغ ِريبًا َكمَا بَد ََأ َفطُوبَى ِل ْلغُرَ بَا ِء ِقي َل وَ مَنْ ا ْلغُرَ بَا ُء‬

Para sahabat ‫ي اللَّ ُه عَ نْهم‬


َ ‫ض‬
ِ َ‫ ر‬adalah orang-orang yang semangat dengan kebaikan, apalagi di
sini dikabarkan oleh Nabi ‫ ﷺ‬tentang tūbā, surga bagi orang-orang yang asing,
maka sucinya hati mereka dan semangatnya mereka untuk masuk ke dalam surga dan
terhindar dari neraka menjadikan mereka bertanya dengan pertanyaan-pertanyaan seperti
ini.

Mereka mengatakan ‫وَ مَنْ ا ْلغُرَ بَا ُء‬

siapakah orang-orang yang asing tersebut, sebagaimana ketika Nabi ‫ﷺ‬


mengabarkan tentang perpecahan umat dan beliau mengatakan ‫َّار‬ ِ ‫ ُكلُّ ُه ْم ِفي الن‬semuanya
masuk ke dalam neraka ‫ ِإاَّل وَ ا ِح َد ًة‬kecuali satu golongan, langsung para sahabat mengatakan
‫ي‬
َ ‫ وَ مَنْ ِه‬siapakah mereka ya Rasulullah ‫ﷺ‬. Ini permasalahannya sudah surga dan
juga neraka, kalau hadits iftiraqul ummah ancaman neraka bagi orang-orang yang
memecahkan dirinya dari jamaahnya Rasulullah ‫ﷺ‬, adapun di sini keutamaan
bagi orang-orang yang asing, yang terus berpegang teguh dengan Islam yang dibawa oleh
Nabi ‫ﷺ‬, maka mereka bertanya

‫ وَ مَنْ ا ْلغُرَ بَا ُء‬Siapakah orang-orang yang asing tadi ya Rasulullah ‫ﷺ‬

‫ «النُّـزَّ اعُ مِنَ ال َقبَا ِئل‬:َ‫ َق‚‚ال‬mereka adalah orang-orang yang berasal dari berbagai qabilah, ُ‫نُّـزَّ اع‬
maksudnya adalah yang diambil ‫ مِنَ ال َقبَا ِئل‬dari berbagai kabilah, syarat bahwasanya orang-
orang yang berpegang teguh dengan Islam di zaman yang dikabarkan oleh Nabi
‫ ﷺ‬di sini mereka bukan berasal dari kabilah tertentu saja tapi mereka berbagai
suku, orang-orang Islam dari berbagai daerah. Apa yang menyatukan mereka, Islam,
menunjukkan bahwasanya guroba’ tidak dibatasi dengan suku tertentu atau keturunan
tertentu, dari kalangan ahlul bait saja atau hanya orang Indonesia saja atau hanya orang
Arab saja, tidak.

Tapi mereka berasal dari berbagai negeri, dari berbagai kabilah, dan demikian ahlul sunnah
sebagaimana dikabarkan oleh Nabi ‫ ﷺ‬di sini dan kita lihat secara kenyataan
bahwasanya ahlus sunnah wal jama’ah mereka bermacam-macam dari berbagai qobilah,
dan yang menyatukan mereka adalah Islam yang murni yang dibawa oleh Nabi
‫اع ِم َ‚ن ال َقبَا ِئل‬
‚ُ َّ‫‚ النُّـز‬.‫ ﷺ‬ini menunjukkan tentang sifat diantara sifat-sifat orang-orang
yang dianggap asing tadi. Berarti keasingan mereka bukan karena berasal dari kabilah
tertentu tapi asingnya adalah dengan sebab Islam yang mereka pegang Islam, Islam yang
mereka amalkan itulah sebab keasingan mereka.

Dan hadits ini diriwayatkan oleh Abdullah ibn Mas’ud dan dihukumi sebagai isnad yang
sahih. ‫وَ ِفي ِروَ ايَ ٍة‬

Di dalam sebuah riwayat Beliau ‫ ﷺ‬menyebutkan sifat juga, sifat orang-orang


َ ‫َص ‚لُ ُحونَ ِإ َذا َف‬
yang asing tadi ُ‫س ‚ َد النَّاس‬ ْ ‫ الغُرَ بَ‚‚ا ُء الَّذِينَ ي‬Riwayat ini adalah dari Abdurrahman Ibnu
Sannah

ُ َ‫ساَل ُم َغ ِريبًا ثُ َّم يَعُو ُد َغ ِريبًا َكمَا بَد ََأ َفطُوبَى ِل ْلغُرَ بَا ِء ِقي َل يَا ر‬
‫س‚و َل اللَّ ِه وَ مَنْ ا ْلغُرَ بَ‚‚ا ُء‬ ْ ِ ‫سلَّ َم يَقُو ُل بَد ََأ اإْل‬
َ َ‫ي صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬ َ ‫َأنَّ ُه‬
َّ ‫سمِعَ الن َِّب‬
ُ‫س َد النَّاس‬ َ ‫َقا َل الَّذِينَ يُصْ ِل ُحونَ ِإ َذا َف‬

Inilah haditsnya Sahl ibn Sa’ad as-Saidiy atau dari hadits beberapa sahabat Abu Darda, Abu
Umamah, Anas Bin Malik, Watsilah ibn Atsqa juga disebutkan tentang lafadz ini.

َ ‫الَّذِينَ يَصْ لُ ُحونَ ِإ َذا َف‬


ُ‫س َد النَّاس‬

َ ‫الغُرَ بَا ُء الَّذِينَ يَصْ لُ ُحونَ ِإ َذا َف‬


Didalam sebuah riwayat disebutkan ُ‫س َد النَّاس‬
Tapi ‫ ِفي ِروَ ايَ ‚ ٍة‬disini bukan dari Abdullah ibn Mas’ud, ada dari Abu Darda dan ada dari
Abdurrahman Ibnu Sannah dan seterusnya.

Disebutkan tentang sifat diantara sifat-sifat orang-orang yang asing tadi, kalau sebelumnya
adalah mereka ini berasal dari berbagai qobilah maka disebutkan di dalam riwayat ini
َ ‫الَّذِينَ يَصْ لُ ُحونَ ِإ َذا َف‬
bahwasanya mereka adalah ُ‫س َد النَّاس‬

Mereka ini adalah orang-orang yang َ‫َص ‚لُ ُحون‬


ْ ‫ ي‬orang-orang yang baik, orang-orang yang
sholeh. Kenapa mereka menjadi orang yang sholeh, karena mereka berpegang dengan
Islam, karena Islam orang yang berpegang teguh dengannya maka dia akan baik, maka dia
akan sholeh. Al-ghuraba’ mereka adalah orang-orang yang sholeh yaitu berpegang teguh
َ ‫ِإ َذا َف‬
dengan Islam yang murni yang dengannya mereka menjadi orang yang sholeh ُ‫س َد النَّاس‬

Ketika manusia sudah rusak, yaitu kebanyakan manusia mereka rusak, bukan karena rusak
secara dunia tapi rusak secara agama, banyak diantara mereka yang sudah rusak sementara
orang-orang yang ghuroba’ ini mereka dalam keadaan berpegang teguh dengan agamanya.

Dan tidak mungkin dia bisa menjadi orang yang َ‫ يَصْ لُ ُحون‬menjadi orang yang berpegang
teguh dengan agama, kecuali pertama dia menuntut ilmu, kemudian yang kedua dia
mengamalkan ilmu tersebut barulah dia menjadi orang-orang yang َ‫َص‚لُ ُحون‬ ْ ‫ ي‬karena kalau
ingin berpegang teguh dengan Islam harus belajar dari situlah maka dia bisa mengamalkan.

Kemudian beliau mengatakan ‫س‚ َد‬ ٍ ‫ْن َأ ِبي وَ َّق‬


َ ‫ « َفط ُ‚وبَى يَوْ َم ِئ‚ ٍذ ِللغُرَ بَ‚‚ا ِء ِإ َذا َف‬:‫ وَ ِفي‚ ِه‬،‫اص‬ ِ ‫س ْع ِد ب‬
َ
ِ ‫ مِنْ ط َ ِر‬:ُ‫وَ رَ وَ ا ُه أحْ َمد‬
َ ‫يق‬
ُ‫ النَّاس‬Ini haditsnya Sa’ad bin Abi Waqqash disebutkan oleh mu’allif

ٍ ‫ْن َأ ِبي وَ َّق‬


‫اص‬ ِ ‫س ْع ِد ب‬
َ ‫ْن ِل‬
ٍ ‫عَ ِن اب‬Dari anak Sa’ad bin Abi Waqqash

‫س ِمعْتُ َأ ِبي‬
َ ‫ َقا َل‬Dia mengatakan aku mendengar bapakku, yaitu Sa’ad bin Abi Waqqash

‫ يَقُو ُل‬Beliau mengatakan

َ ‫سيَعُو ُد َكمَا بَد ََأ َفطُوبَى يَوْ َم ِئ ٍذ ِل ْلغُرَ بَا ِء ِإ َذا َف‬
ُ‫س َد النَّاس‬ َ َ‫سلَّ َم وَ هُوَ يَقُو ُل ِإنَّ اإْل ِيمَانَ بَد ََأ َغ ِريبًا و‬
َ َ‫س ِمعْتُ رَ سُو َل اللَّ ِه صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬
َ

Maka tūbā pada hari tersebut bagi orang-orang yang ghuroba’ ketika manusia dalam
keadaan rusak. Ta’liq dari Syuaib Al-Arnauth isna yang diriwayatkan oleh Imām Ahmad dari
Saad bin Abi Waqqash ini adalah isnad yang jayyid dan jahalahnya anak dari Sa’ad tadi
karena disebutkan ‫اص‬ٍ ‫ْن َأ ِبي وَ َّق‬
ِ ‫س ْع ِد ب‬
َ ‫ْن ِل‬
ٍ ‫عَ ِن اب‬

Dari seorang anak Sa’ad bin Abi Waqqash, siapakah anak tersebut? Tidak disebutkan
Disini disebutkan ‫ْن‬
ٍ ‫ عَ ِن اب‬dari seorang anak dari Saad bin Abi Waqqash. Para ulama
menyebutkan bahwasanaya seluruh anak-anak dari Sa’ad bin Abi Waqqash yang
meriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqqash semuanya tsiqah, mereka adalah para tabi’in
yang tsiqah. Jadi ketika disebutkan anaknya tidak akan memudhoroti apakah yang
meriwayatkan adalah anak yang itu atau yang ini semuanya sama karena semuanya tsiqah.

Kemudian disebutkan di dalam sebuah riwayat, yaitu di dalam riwayatnya Ibnu Mandah
penyebutan nama anak tadi dia adalah ‘Amir Bin Sa’ad dan beliau adalah termasuk rowi-
rowi yang dikeluarkan oleh al-Imām al-Bukhari dan juga Muslim di dalam shahihain.

َ ‫َفطُوبَى يَوْ َم ِئ ٍذ ِل ْلغُرَ بَا ِء ِإ َذا َف‬


Apa faedah dari penyebutan ziyadah ini ُ‫س َد النَّاس‬

Apa faidahnya? Kalau yang tadi ‫ َفطُوبَى ِل ْلغُرَ بَا ِء‬sudah kita sebutkan tafsir dari sebagian ulama
makna tūbā, jannah atau syajarah fil jannah, kapan itu, yaumul qiyamah, itu tūbā yang ada di
hari kiamat. Ternyata didalam riwayat ini mereka juga mendapatkan pahala yang
didahulukan di dunia ‫َفطُوبَى يَوْ َم ِئ ٍذ‬

mereka juga mendapatkan tūbā di hari tersebut, ini dorongan bagi kita bahwasanya kita
juga akan mendapatkan pahala tūbā ini di hari tersebut ketika kita dianggap asing oleh
manusia. Sehingga ada yang menafsirkan tūbā ini karena dia berasal dari ‫أطيب‬, sesuatu yang
paling baik, bahwasanya kehidupan orang-orang ghuroba’ tadi adalah kehidupan yang
thayyibah, kehidupan yang paling baik, jadi bukan hanya mereka mendapatkan kebaikan
dan sesuatu yang sangat baik di akhirat tapi juga dijadikan bahwasanya mereka akan
mendapatkan tūbā di hari-hari mereka dianggap asing tadi.

Orang mungkin melihat susah kayanya menjadi seorang sunni, menjadi seorang salafi, kok
hidup kayaknya jadi ribet, itu pandangan mereka. Menganggap kita ini menyusahkan diri
kita sendiri, pergi harus pakai mahrom, memakai pakaian harus demikian, harus duduk
belajar, kayaknya tidak ada kesenangan hidup, itu pandangan mereka.

Padahal Allāh ‫ ﷻ‬justru memberikan di dalam kehidupan kita kehidupan yang


thoyyibah, kehidupan yang baik, bahkan dia adalah tūbā, kehidupan yang paling baik
karena kita berpegang teguh dengan syariat Islam yang didalamnya ada maslahat bagi
manusia, diturunkan oleh Allāh ‫ ﷻ‬yang Maha Mengetahui, yang Maha Bijaksana.
Orang yang berpegang teguh dengan Islam yang murni tadi maka dia akan mendapatkan
kebahagiaan dan ketenangan hidup.

Jadi kalau kita benar-benar kāffah di dalam Islam kita, maka kita akan mendapatkan apa
yang dijanjikan, akan mendapatkan tūbā baik di dunia maupun di akhirat, adapun kalau kita
masih termasuk golongan orang yang masih separuh-separuh, Islamnya tidak kaffah, masih
melakukan bid’ah, masih melakukan syirik yang asghor misalnya, maka jangan harap dia
mendapatkan apa yang dijanjikan di sini.

Orang yang mendapatkan tūbā maka mereka adalah orang-orang yang benar-benar
ghuroba’, ghuroba’nya adalah dengan sebab mereka mengamalkan Islam itu sendiri, maka
mereka akan mendapatkan kehidupan yang baik ‫مَنْ عَ ِم َل صَ ا ِل ًحا ّمِنْ َذ َك ٍر َاوْ اُن ْٰثى وَ هُوَ م ُْؤمِنٌ َفلَنُحْ ِييَنَّهٗ حَ يٰ و ًة‬
‫ ط َ ِيّبَ ۚ ًة‬An-Nahl: 97

Sungguh kami akan menghidupkan mereka dengan kehidupan yang baik, dengan sebab
mereka mengikuti Islam yang dibawa oleh Nabi ‫ﷺ‬.

Kemudian beliau mengatakan َ‫ «ط ُ‚وبَى ِل ْلغُرَ بَ‚اء الَّذِين‬:‫ عَ نْ جَ‚ ِّد ِه‬،‫ عَ نْ َأ ِبي‚ ِه‬،‫ْن عَ بْ‚ ِد اللَّ ِه‬ ِ ‫يث َك ِث‬
ِ ‫‚ير ب‬ ِّ ‫وَ ِل ْلتِرْ ِم ِذ‬
ِ ‫ مِنْ حَ‚ ِد‬:‫ي‬
‫سنَّ ِتي‬ َ ‫يُصْ ِل ُحونَ مَا َأ ْف‬
ُ ْ‫س َد النَّاسُ ِمن‬

Ini yang dimaksud oleh beliau ‫ْن ِم ْلحَ‚ َة عَ نْ َأ ِبي‚ ِه عَ نْ جَ‚ ِّد ِه‬ ِ ‫ْن زَ ْي‚ ِد ب‬
ِ ‫فب‬ ِ ْ‫ْن عَ‚ و‬ ِ ‫ْن عَ مْ‚ ِرو ب‬ ِ ‫حَ َّدثَ ِني َك ِث‚‚يرُ بْنُ عَ ْب‚ ِد اللَّ ِه ب‬
ْ َ َ َ ْ ْ ْ َ ْ َ َ َّ َ َ‫َأنَّ رَ سُو َل اللَّ ِه صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬
ِ ‚ َ‫از َكمَا تَأ ِرزُ الحَ يَّ ُة ِإلى ُجحْ ِر َها وَ ليَ ْع ِقلنَّ ال ‚ ّدِينُ مِنْ الحِج‬
‫از َم ْع ِق ‚ َل‬ ِ َ‫سل َم قا َل ِإنَّ ال ّدِينَ ليَأ ِرزُ ِإلى الحِج‬
‫سنَّ ِتي‬ ُ ْ‫س َد النَّاسُ مِنْ بَ ْع ِدي مِن‬ َ ‫س ا ْلجَ بَ ِل ِإنَّ ال ّدِينَ بَد ََأ َغ ِريبًا وَ يَرْ ِجعُ َغ ِريبًا َفطُوبَى ِل ْلغُرَ بَا ِء الَّذِينَ يُصْ ِل ُحونَ مَا َأ ْف‬ ْ ُ
ِ ‫اأْل رْ ِويَّ ِة مِنْ رَ أ‬

Ini lafadznya ‫سنَّ ِتي‬ َ ‫الَّذِينَ يُصْ ِل ُحونَ مَا َأ ْف‬


ُ ْ‫س َد النَّاسُ مِنْ بَ ْع ِدي مِن‬

Dikeluarkan juga oleh ath-Thabrani, juga oleh Abu Nu’aim di dalam Hilyatul Aulia dan
Syaikh al-Albani beliau menghukumi hadits ini dengan dhaifun jiddan, meskipun At-Tirmidzi
beliau mengatakan hasan sahih.

Halaqah 93 | Pembahasan Dalil Kelima Atsar Abu Tsalabah Ustadz Dr. Abdullah
Roy, M.A ‫ حفظه هلل تعالى‬Kitāb Fadhlul Islām
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

‫ َكيْفَ تَقُو ُل ِفي َه ِذ ِه اآليَ ِة‬،‫ يَا َأبَا ثَ ْعلَبَ َة‬: ُ‫ َف ُق ْلت‬،َّ‫ش ِني‬
َ ُ‫ س ََأ ْلتُ َأبَا ثَ ْعلَبَ َة الخ‬:َ‫ َقال‬،‫ي‬ َّ ‫وَ عَ نْ َأ ِبي أُ َميَّ َة ال‬
ِ ّ ‫ش ْعبَا ِن‬

Dari Abu Umayyah, beliau mengatakan aku bertanya kepada Abā Tsa’labah, Asy-Sya’bānī,
kemudian aku berkata, wahai Abā Tsa’labah bagaimana pendapatmu tentang firman Allāh
‫ﷻ‬

َ ‫[ ٰ ٓيَ َأيُّ َها ٱلَّذِينَ ءَا َمنُو ْا عَ لَيۡ ُك ۡم َأن ُف‬Al Ma”idah:105]
ۡ ‫س ُك ۡۖم اَل يَضُ رُّ ُكم مَّن ضَ َّل ِإ َذا‬
‫ٱهتَدَيۡ ت ُۡۚم‬

َ ‫عَ لَيۡ ُك ۡم َأن ُف‬, hendaklah kalian memperhatikan diri kalian


Wahai orang-orang yang beriman ‫س ُك ۖۡم‬
sendiri, tidak akan memudhoroti kalian orang yang sesat apabila kalian mendapatkan
hidayah, hendaklah kalian memperhatikan diri kalian sendiri tidak akan menyesatkan kalian
orang yang tersesat apabila kalian mendapatkan hidayah, kalau kita yang memahami atau
orang yang semisal dengan kita, seakan-akan hidup sendiri tidak perlu memperhatikan
orang lain.

َ ‫ عَ لَيۡ ُك ۡم َأن ُف‬Hendaklah kalian perhatian terhadap diri kalian sendiri, tidak akan memudhoroti
‫س ُك ۡۖم‬
kalian orang yang sesat apabila kalian mendapatkan petunjuk. Seakan-akan sendiri-sendiri,
egoisme, ana mendapatkan hidayah, ana kenal sunnah, ya sudah aku memperhatikan diriku
sendiri dan keluarga ana, adapun orang lain tersesat, mau masuk neraka itu urusannya. Ada
sebagian orang yang memahami demikian, mungkin bukan kita saja, bahkan sebagian
orang, sebagian salaf ada yang memahami demikian tapi ternyata pemahaman yang benar
bukan seperti itu ‫ َأمَا وَ اللَّ ِه لَ َق ْد س ََأ ْلتَ عَ ْن َها خَ ِبيرً ا‬:َ‫َقال‬

Kemudian Abu Tsa’labah mengatakan, ketahuilah demi Allāh ‫ ﷻ‬sungguh engkau, Abu
Umayyah, telah bertanya orang yang pengalaman, artinya kamu tidak salah alamat,
bertanya tentang ayat ini kepada saya itu bukan salah alamat, engkau bertanya kepada
orang yang memang tahu, dan ini bukan sombong, bukan memamerkan dirinya tapi ini
termasuk ‫وَ َأمَّا ِبنِعۡ َم ِة رَ ِبّكَ َفحَ ِّد ۡث‬

Dan menunjukkan bahwasanya kalau kita ingin bertanya, bertanyalah kepada orang yang
memang antum memperkirakan dia tahu ilmunya, sesuai dengan qara’in, takhususnya apa
misalnya, antum lihat bertanya kepada orang yang memang pas untuk ditanya, kalau tidak
maka kita akan menyesal sendirian.

‫وَ اللَّ ِه‬, demi Allāh ‫ ﷻ‬engkau telah bertanya tentang ayat ini kepada orang yang
pengalaman, orang yang punya ilmu tentang masalah ayat ini, karena makna khobir artinya
adalah ālim (mengetahui) dan maknanya lebih dalam karena khobir berarti dia mengetahui
perkara-perkara yang dalam, dia adalah ilm wa ziyadah (ilmu dan ada tambahannya) yaitu
mengetahui perkara-perkara yang dalam, artinya beliau yaitu Abu Tsa’labah mengetahui
َ َ‫س ََأ ْلتُ عَ ْن َها رَ سُو َل اللَّ ِه صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬
tentang makna ayat ini secara mendalam ‫سلَّ َم‬

Aku bertanya kepada Rasulullah ‫ ﷺ‬tentang ayat ini, ini sebabnya, kenapa beliau
mengatakan ‫س‚‚‚ َأ ْلتَ عَ ْن َه‚‚‚ا خَ ِب‚‚‚يرً ا‬
َ karena beliau telah mendengar ilmunya dari Rasulullah
‫ﷺ‬, dan Beliau ‫ ﷺ‬memang diutus oleh Allāh ‫ ﷻ‬untuk
َ
menerangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka ‫َّاس‬ ِ ‫وَ أنزَ ۡلنَٓا ِإلَيۡ كَ ٱل ِّذ ۡكرَ ِلتُبَ ِيّنَ ِللن‬

dan Kami telah menurunkan kepadamu Al-Quran supaya engkau menjelaskan kepada
manusia ‫[ مَا ن ُِزّ َل ِإلَيۡ ِه ۡم‬An Nahl:44]
Apa yang diturunkan kepada mereka, yaitu Al-Quran. Makanya Abu Tsa’labah tadi bertanya
langsung kepada Nabi ‫ ﷺ‬apa makna ayat ini, maksudnya adalah kok sepertinya
maknanya adalah sendiri-sendiri, ternyata apa kata Nabi ‫ﷺ‬

ِ ُ‫ «بَ ِل ا ْئتَمِرُ وا ِبال َمعْر‬:َ‫َفقَال‬


‫ وَ تَنَا َهوْ ا عَ ِن ال ُم ْن َك ِر‬،‫وف‬

Beliau menjelaskan, bahkan hendaklah kalian beramar ma’ruf nahi mungkar, karena seakan-
akan ayat tadi tidak beramar ma’ruf nahi mungkar, Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan ‫بَل‬
bahkan hendaklah kalian terus beramar ma’ruf nahi mungkar, karena keumuman ayat

ِ ُ‫َّاس ت َۡأمُرُ ونَ ِب ۡٱلمَعۡ ر‬


‫وف وَ تَنۡ َه ۡونَ عَ ِن ۡٱلمُن َك ِر‬ ُ ُ
ِ ‫ُكنت ُۡم خَ يۡ رَ أ َّم ٍة أ ۡخ ِرجَ ۡت ِللن‬

َ ‫يُصْ ِل ُحونَ مَا َأ ْف‬


Terus hendaklah kalian beramar ma’ruf nahi mungkar seperti ُ‫س َد النَّاس‬

memperbaiki apa yang dirusak oleh manusia, bersabar kita, mereka merusak, kita perbaiki.
Inilah keanehan ahlussunnah, mereka terus memperbaiki apa yang dirusak oleh manusia
dan mereka sabar dan mengharap pahala dari Allāh ‫ ﷻ‬dalam melakukan itu semua.

Hendaklah kalian menyuruh kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran َ‫حَ تَّى ِإ َذا رَ َأ ْيت‬
‫ش ًُّحا ُمطَاعً ا‬

Sampai ketika kalian melihat ada kebakhilan yang sangat yang diikuti oleh manusia, banyak
orang yang bakhil, sudah tidak melihat orang-orang yang senang bersedekah, rata-rata
kebakhilan yang sangat dan kebakhilan tersebut diikuti, menunjukkan bahwasanya
terkadang kalau misalnya seseorang menemukan kebakhilan di dalam dirinya tetapi tidak
dia ikuti maka itu adalah bukan perbuatan yang tercela, kadang fitrah kita ada di dalam
dirinya kebakhilan terhadap uang yang dia miliki, harta yang dia miliki, ada.

Tapi kita berusaha untuk memeranginya, kita keluarkan, kita paksa untuk mengeluarkan
maka ini tidak tercela yang demikian. Seseorang tidak berdosa kalau memang dia berusaha
untuk apa melawan tapi kalau sudah kebatilan tadi diikuti akhirnya seseorang menahan
dirinya dari infaq, sama sekali dia tidak berinfak, bersedekah maka inilah yang tercela.

Sampai ketika kalian melihat kebakhilan-kebakhilan tadi diikuti oleh manusia dan ditaati
oleh manusia, banyak orang yang tidak bersedekah ‫وَ َهوً ى ُمتَّبَعًا‬

Dan engkau melihat banyak hawa nafsu yang diikuti, tersebar orang-orang yang mengikuti
hawa nafsunya, hawa perutnya, hawa kemaluannya, hawa matanya, hawa telinganya, hawa
mulutnya, banyak diantara manusia mengikuti hawa nafsunya, jarang diantara mereka yang
bisa menahan diri dari hawa nafsunya ‫وَ ُد ْنيَا م ُْؤثَرَ ًة‬

Dan engkau melihat dunia mulai didahulukan daripada akhirat 16:‫بَلۡ ت ُۡؤثِرُ ونَ ۡٱلحَ ي َٰو َة ٱل ُّدنۡ يَا [ األعـلى‬

Akan tapi kalian mendahulukan kehidupan dunia. Banyak orang yang lalai dengan
kehidupan akhiratnya, tidak memperhatikan keselamatan dia di akhirat yang penting dia
kenyang di dunia, yang penting dia bisa mendapatkan ini di dunia

‫ي ِبرَ ْأ ِي ِه‬
ٍ ‫وَ ِإعْ جَ ابَ ُك ِ ّل ِذي رَ ْأ‬

Dan engkau melihat banyaknya orang yang ta’ajub dengan pendapatnya, setiap orang yang
memiliki pendapat dia ta’ajub dengan pendapatnya, banyak sekali yang demikian di hari-
hari seperti ini, setiap orang bisa membuat akun, bisa mengeluarkan pendapat, dengan
bebasnya dia menyampaikan pendapatnya dan masing-masing merasa kagum dengan apa
yang dia sampaikan, apa yang dia miliki

ِ ‫َف َعلَيْكَ ِبنَف‬


Kalau melihatnya demikian َ‫ْسك‬

Maka hendaklah engkau berpegang dengan dirimu sendiri, dalam keadaan seperti ini
ِ ‫ َف َعلَيْكَ ِبنَف‬setelah kita berusaha beramar ma’ruf nahi mungkar, kemudian
artinya kapan kita َ‫ْسك‬
setelah terjadi kerusakan yang banyak dengan keadaan-keadaan yang tadi disebutkan,
kebakhilan yang diikuti, hawa nafsu yang diikuti, dunia yang mulai di dahulukan daripada
akhirat, ta’ajubnya setiap orang yang punya pendapat dengan pendapatnya َ‫ْسك‬ ِ ‫ َف َعلَيْكَ ِبنَف‬, maka
hendaklah engkau memperhatikan dirimu ‫وَ َدعْ عَ ْنكَ العَوَ ا َّم‬

Dan hendaklah engkau tinggalkan orang-orang awam ‫َف ِإنَّ مِنْ وَ رَ ا ِئ ُك ْم َأيَّا َم الصَّ ب ِْر‬

Karena sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari kesabaran, maksudnya adalah hari-
hari yang sangat parah, yang sangat dahsyat yang membutuhkan kesabaran yang ekstra
dari kalian. Sampai disebutkan di sini syiddahnya dan sangat pedih nya dan sangat
parahnya hari-hari tersebut ‫ْض عَ لَى الجَ مْ ِر‬
ٍ ‫الصَّ بْرُ ِفي ِه ِم ْث ُل َقب‬

Orang yang berpegang dengan agamanya di hari-hari tersebut, bukan hanya satu hari tapi
berhari-hari, orang yang berpegang dengan agamanya yaitu menjalankan Islam yang murni,
bertauhid, mengikuti sunnah, berdakwah kepada sunnah di hari-hari tersebut itu diibaratkan
seperti orang yang menggenggam bara api.
Bagaimana orang yang menggenggam bara api dia akan merasakan panasnya, kulit ini
adalah yang paling merasakan ketika terjadi panas atau terjadi dingin, dialah yang pertama
kali akan merasakan. Orang yang berpegang teguh dengan agama di saat itu seperti orang
yang memegang bara api yaitu sangat pedih, sangat panas, sangat berat.

Dikucilkan, dikatakan demikian dan demikian, berat hidup di hari-hari tersebut diibaratkan
seperti orang yang memegang bara api. Kalau dia pegang maka terus dia akan merasakan
panasnya tapi kalau dia lepas bara api tadi dia akan merasa enak sementara dianggap oleh
orang lain, itu sementara saja, akhirnya belum tentu dia akan terus-menerus dianggap oleh
orang lain karena Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah yang membolak-balikkan hati manusia. Dan
disebutkan dalam hadits, orang yang melakukan sesuatu untuk mendapatkan ridho manusia
dengan membuat marah Allāh ‫ ﷻ‬maka Allāh ‫ ﷻ‬akan marah kepadanya.

ِ ‫مَنْ ِا ْلتَمَسَ ِرضَ ا الن‬


‫َّاس ِبسَخَ ِط اللَّ ِه‬

Barangsiapa yang mencari ridho manusia dengan kemarahan dari Allāh ‫ﷻ‬, dia sudah
merasa kepanasan, dia lepas, ingin mendapatkan ridho manusia, legah sebentar tapi belum
tentu dia akan terus diridhoi oleh manusia, karena hati manusia di tangan Allāh ‫ﷻ‬

Barangsiapa yang mencari ridho manusia dengan cara membuat Allāh ‫ ﷻ‬murka maka
Allāh ‫س ِخط َ اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه‬
َ ‫ﷻ‬

Allāh ‫ ﷻ‬akan murka kepada orang tersebut, bukan hanya itu َ‫وَ َأسْخَ ط َ عَ لَ ْي ِه النَّاس‬

dan akan menjadikan manusia tadi membenci kepada orang tersebut.

Diberikan sesuatu yang berlawanan dari keinginannya, berarti dia rugi dua kali atau lebih.
Pertama dia tinggalkan al-haq kemudian yang kedua mendapatkan kemarahan dari Allāh
‫ ﷻ‬kemudian ketiga manusia akan membencinya. Dan ini banyak kejadian yang
demikian, justru orang-orang yang dia meninggalkan ridho Allāh ‫ ﷻ‬untuk
mendapatkan ridho manusia akhirnya dia justru malah dibenci oleh manusia itu sendiri.

Maka Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan ‫ْض عَ لَى الجَ مْ ِر‬


ٍ ‫ِم ْث ُل َقب‬

dia seperti orang yang memegang bara api, kalau dia pegang terus maka dia akan pedih,
maka dia akan rasakan panasnya dan kalau dia lepaskan maka dia akan melepaskan
agamanya.
Kenapa belum mendatangkan lafadz ini, apa yang beda dengan sebelumnya. Bahwasanya
rusaknya bukan karena dunia, hancurnya dunia, ekonomi yang rusak dan seterusnya tapi
karena sebab Islam yang mereka tinggalkan sehingga mereka rusak.

Sisi yang lain, jadi orang-orang yang ghuroba’ tadi mereka bukan berarti berdiam diri,
sholeh untuk dirinya sendiri, tidak, mereka juga memikirkan orang lain dan ini menambah
keanehan juga, dia bukan hanya sekedar shaleh terhadap dirinya sendiri tapi di tengah-
tengah manusia yang rusak tadi dia sempat mengajak berusaha untuk memperbaiki orang
lain, mendakwahi mereka, ini sesuatu yang aneh.

Sekedar dia berpegang teguh dengan Islam, shalat berjamaah, melakukan adab-adab islam,
itu sudah keanehan ditambah lagi dia mengajak orang lain untuk baik, memperbaiki apa
yang dirusak oleh manusia, ‫س‚‚‚نَّ ِتي‬
ُ ْ‫ مِن‬mereka merusak sunnah Nabi ‫ﷺ‬
menggantinya dengan bid’ah, ini merusak.

Sementara mereka yaitu orang-orang yang ghuroba’ tadi mereka sibuk untuk َ‫يُصْ ِل ُحون‬, apa
yang dirusak oleh manusia, dicemari sunnah Nabi ‫ﷺ‬, mereka jelaskan dengan
ilmu, ini bukan termasuk sunnah Nabi ‫ﷺ‬, disingkirkan, ini adalah bid’ah, ini
yang sunnah yang murni ini, kerjakan dan amalkan yang murni saja, jauhkan yang bid’ah ini,
َ ‫يُصْ ِل ُحونَ مَا َأ ْف‬
berarti ini adalah ُ‫س َد النَّاس‬

Ini menunjukkan tentang sifat yang lain dari ghuroba’ tadi bahwasanya mereka bukan hanya
orang yang sibuk dengan dirinya sendiri, mementingkan dirinya sendiri tapi mereka juga
berdakwah, berusaha untuk memperbaiki apa yang dirusak oleh manusia.

Dan ini yang menjadi kelebihan salafiyyun, ahlussunnah wal jama’ah, ketika mereka
mendapatkan hidayah maka mereka berusaha untuk menyampaikan hidayah ini kepada
orang lain termasuk di antaranya adalah orang-orang yang paling dekat dengan dirinya, dia
sampaikan dakwah ini kepada orang tuanya, kepada istrinya, kepada anaknya, kepada
teman-temannya dahulu, kepada teman kantornya, kepada teman-temannya sekampung,
berusaha untuk menyampaikan dakwah ini kepada mereka, maka inilah keadaan orang-
orang yang asing di hari-hari tersebut.

Jadi inilah kenapa Syaikh rahimahullah membawakan riwayat-riwayat ini, karena masing-
masing dari riwayat-riwayat tadi ada faedahnya yang tidak dimiliki oleh yang lain.

Halaqah 94 | Pembahasan Dalil Kelima Atsar Abu Tsalabah Bag 02 Ustadz Dr.
Abdullah Roy, M.A ‫حفظه هلل تعالى‬Kitāb Fadhlul Islām
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan ‫يه ْم ِم ْث ُل َأجْ ِر خَ مْ ِسينَ رَ ُجاًل‬
ِ ‫ِل ْلعَا ِم ِل ِف‬

Orang yang mengamalkan amalan di hari-hari tersebut, yaitu di hari-hari kesabaran dia
masih berusaha untuk mengamalkan apa yang ada di dalam agama Islam, yang sudah mati
di antara manusia atau di antara masyarakat, dia amalkan, banyak orang yang tidak shalat
malam dia bangun shalat malam, banyak orang yang tidak memakai hijab dia memakai
hijab, dan sunnah-sunnah Nabi ‫ ﷺ‬yang lain

‫ ِم ْث ُل َأجْ ِر خَ مْ ِسينَ رَ ُجاًل‬maka dia mendapatkan pahala lima puluh orang laki-laki

‫ يَ ْع َملُونَ ِم ْث َل عَ َم ِلكم‬lima puluh orang laki-laki yang dia beramal seperti amalan kalian, ini Nabi
‫ ﷺ‬berbicara di hadapan para sahabat. Beliau ‫ ﷺ‬mengabarkan
tentang apa yang terjadi di masa yang akan datang dan keutamaan orang yang bersabar
dan menjelaskan tentang pahala orang-orang yang bersahabar di hari-hari tersebut,
pahalanya besar, dia mengamalkan sebuah amalan maka dia mendapatkan pahala lima
puluh orang yang mengamalkan amalan tersebut ‫ ِم ْث َل عَ َم ِلكم‬seperti amalan kalian.

Ketika Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan ‫ ِم ْث‚‚‚‚ َل عَ َم ِلكم‬maka para sahabat radhiyallāhu


ta’ala’anhum bertanya, yang diajak bicara di sini adalah para sahabat, ‫ كم‬disini yang
dimaksud oleh Nabi ‫ ﷺ كم‬kita yang ada di depan beliau atau ‫ كم‬di masa
tersebut, kok besar sekali lima puluh orang sahabat Nabi ‫ ﷺ‬yang mengamalkan
amalan ini.

‫ َأجْ ‚ رُ خَ مْ ِس ‚ينَ ِم ْن ُه ْم؟‬،‫س ‚و َل اللَّ ِه‬


ُ َ‫ يَ‚‚ا ر‬:َ‫ َق‚‚ال‬Mereka bertanya ya Rasulullah ‫ ﷺ‬maksudnya
adalah kami, yaitu para sahabatmu atau ‫ ِم ْن ُه ْم‬, atau orang-orang yang ada di zaman
kesabaran tadi di hari-hari kesabaran tadi, ‫«أجْ رُ خَ مْ ِسينَ ِم ْن ُك ْم‬ َ :َ‫َقال‬

Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan tidak atau bahkan adalah diantara kalian, maksudnya


adalah para sahabat Nabi ‫ﷺ‬. Kenapa di sini para sahabat radhiyallāhu
ta’ala’anhum sampai bertanya demikian, karena kalau dibandingkan dengan amalan sahabat
ini pahala yang sangat-sangat besar, kita tahu hadits Nabi ‫ﷺ‬

ِ ‫ْسي ِبيَ ِد ِه لَوْ َأ ْنفَقَ َأحَ ُد ُك ْم ِم ْث َل أُ ُح ٍد َذ َهبًا مَا بَلَ َغ ُم َّد َأحَ ِد ِه ْم وَ اَل ن‬
‫َصي َف ُه‬ ِ ‫سبُّوا َأصْ حَ ِابي َفوَ الَّ ِذي نَف‬
ُ َ‫اَل ت‬

Janganlah kalian mencela para sahabatku karena seandainya salah seorang diantara kalian
berinfak dengan emas sebesar gunung uhud, seandainya gunung uhud yang panjang yang
ada di sebelah utara kota Madinah, seandainya ini semua adalah berupa emas, kalau ada
salah seorang diantara kalian berinfak dengan emas sebesar gunung uhud, bermiliar-miliar,
banyak ton, seandainya orang berinfak dengan satu kilogram emas saja itu sudah banyak,
kita tidak bisa membayangkan berapa dia berinfak emas sebesar gunung uhud.
Dengan banyaknya, maksud dari hadits ini adalah berinfak dengan ikhlas, kalau riya
meskipun satu gunung uhud juga tidak diterima, maksudnya adalah berinfak dengan jumlah
sebanyak itu disertai dengan apa keikhlasan di dalam berinfak, pahalanya besar,
kuantitasnya luar biasa, kualitasnya juga luar biasa, ikhlas dan banyak infaknya, tergabung di
dalamnya dua keutamaan, menunjukkan pahala yang besar yang dimiliki oleh orang ini. Tapi
kalau dibandingkan dengan satu mud, kalau ada seorang sahabat yang dia berinfak dengan
satu mud makanan, kurma misalnya atau nasi kalau memang ada nasi, kemudian diinfakkan
dia sedekahkan kepada orang miskin ternyata Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan ‫مَا بَلَ َغ ُم َّد َأحَ ِد ِه ْم‬

Pahala yang ada di sini tadi tidak akan sampai pada satu mud yang dikeluarkan oleh
seorang sahabat, padahal satu gunung emas tadi dengan ikhlas itu pahalanya sudah banyak
sekali, belum lagi Allāh ‫ ﷻ‬melipatgandakan pahala shodaqoh tadi, tapi dibandingkan
dengan satu mud yang dikeluarkan oleh sahabat maka pahala yang dibawa dan diterima
oleh sahabat tadi meskipun hanya satu mud itu lebih besar pahalanya.

Dari sisi karena mereka lebih dalam keimanannya, lebih shodiq, lebih ikhlas dan keutamaan-
keutamaan amalan hati yang lain, dari sisi yakinnya, dari sisi shidqnya, dari sisi keikhlasan
mereka jauh lebih dalam dari pada orang-orang setelah mereka, abarruha qulūban, mereka
adalah orang yang paling bersih hatinya, orang yang paling yakin dengan hari akhir
sehingga dengan itulah mereka mendahului orang-orang yang datang setelahnya. Tidak
mendahului kalian Abu Bakar as Shiddiq dengan banyaknya puasa, dengan banyaknya
Shalat tapi ma waqara fi qalbihi wassoddaqot hu al a’mal, dengan sebab apa yang tertancap
di dalam hati dia dan di ikuti dengan amalan.

ِ ‫وَ اَل ن‬
Bahkan Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan setelahnya ‫َصي َف ُه‬

bahkan tidak separuhnya, satu mud saja kita sudah terheran-heran melihatnya, seandainya
mereka berinfak dengan setengah mud, satu telapak tangan saja mereka infakkan itu masih
jauh lebih besar pahala yang mereka dapatkan dari pada salah seorang diantara kita
berinfak dengan emas sebesar gunung uhud.

Syahidnya di sini menunjukkan tentang besarnya pahala para sahabat Nabi ‫ﷺ‬
sehingga ‫سبُّوا َأصْ حَ ِابي‬
ُ َ‫ اَل ت‬jangan kalian mencela para sahabat, bagaimana kita mencela orang-
orang yang memiliki kedudukan demikian, mengamalkan amalan sedikit saja pahalanya luar
biasa yang Allāh ‫ ﷻ‬lipat gandakan kepada para sahabat Nabi ‫ﷺ‬.

Makanya para sahabat bertanya di sini minha aw minhum, ternyata Nabi ‫ﷺ‬
mengatakan bal minkum, menunjukkan tentang besarnya pahala yang didapatkan oleh
orang-orang yang asing di hari-hari tersebut dan dia bersabar dan dia terus mengamalkan
Islam yang dibawa oleh Nabi ‫ﷺ َأجر خَ مْ ِسينَ رَ ُجاًل يَ ْع َملُونَ ِم ْث َل عَ َم ِلكم‬
Bukan hanya satu orang sahabat bahkan lima puluh, seandainya dia mendapatkan pahala
satu orang sahabat saja itu sudah pahala yang sangat besar apalagi lima puluh orang
sahabat. Dia sabar dicela dan kucilkan oleh orang bahkan mungkin diancam atau
ditayangkan di televisi dan seterusnya tapi dia terus bersabar, bersabar tidak meninggalkan
Islam yang dibawa oleh Nabi ‫ ﷺ‬di tengah-tengah manusia, di pasarnya, di
kantornya, di sekolahnya dia terus berpegangan teguh dengan sunnah ini maka mereka
mendapatkan

‫ِم ْث ُل َأجْ ِر خَ مْ ِسينَ رَ ُجاًل يَ ْع َملُونَ ِم ْث َل عَ َم ِلكم‬

Tentunya ini adalah dorongan bagi orang-orang di hari-hari tersebut untuk terus bersabar
dan itu hanya sebentar, terus bersabar dan dia mendapatkan pahala lima puluh orang
sahabat, dan ketahuilah bahwasanya ‫ِإنَّ مَعَ ۡٱلعُسۡ ِر يُسۡ ٗرا‬

Setelah kesusahan pasti di sana ada kemudahan, jangan kita lewatkan pahala yang sangat
besar ini, lima puluh orang sahabat. Dan jangan dipahami seperti yang dipahami oleh
sebagian bahwasanya kita lebih baik daripada sahabat, karena ada yang memahami hadits
ini dan mengatakan jamaah kita ini lebih baik daripada sahabat karena kita berpegang
teguh dengan sunnah sehingga mereka meremehkan para sahabat Nabi ‫ﷺ‬
sampai hampir-hampir tidak terdengar mereka mengucapkan radhiallahu ‘anhu kepada
para sahabat Nabi ‫ﷺ‬, di sebutkan nama-nama beliau dan berlalu mereka
dengar tapi jarang mereka mengatakan radhiallahu ‘anhu, bahkan tidak sebutkan
keutamaan-keutamaan para sahabat di dalam majelis-majelis mereka kecuali atsar sahabat
yang kira-kira mendukung tentang bid’ah-bid’ah mereka seperti misalnya ‫سالَ َم ِإالَّ ِبجَ مَاعَ ٍة‬ َ ‫ِإنَّ ُه‬
ْ ‫ال ِإ‬

Baru di situ sebutkan keutamaan Umar Bin Khattab, bahwasanya beliau adalah yang
dikatakan oleh Nabi ‫ ﷺ‬iktadu bi ladaini min ba’di, berarti kita harus
mengikuti ucapan beliau dan beliau mengatakan ‫س‚‚الَ َم ِإالَّ ِبجَ مَاعَ‚‚ ٍة‬ َ . Kalau memang pas
ْ ‫ال ِإ‬
berkaitan dengan yang mendukung bid’ahnya baru dipuji-puji para sahabat Nabi
‫ ﷺ‬adapun di sisi yang lain maka tidak disebutkan pujian mereka kepada para
sahabat Nabi ‫ﷺ‬.
Apakah pemahaman ini benar? Salah. Bukan berarti hadits ini menunjukkan keutamaan kita
dibandingkan para sahabat Nabi ‫ﷺ‬, kalau misalnya seorang sahabat
meriwayatkan tentang sebuah amalan, namanya amalan A misalnya, mengamalkan sebuah
amalan kemudian diikuti oleh orang-orang di hari-hari yang penuh dengan kesabaran. Ada
seorang muslim yang mengikuti, dalam keadaan hari-hari yang sulit dia masih
mengamalkan amalan ini, sebagaimana dalam hadits tadi dia akan mendapatkan pahala
lima puluh orang sahabat, dilipat gandakan pahalanya oleh Allāh ‫ ﷻ‬sehingga dia
mendapatkan pahala 50 orang sahabat, kemudian sahabat yang pertama kali
menyampaikan tadi, menyampaikan amalan A ini kepada tabi’in kemudian tabi’in
menyampaikan kepada tabi’ tabi’in kemudian seterusnya sampai kepada orang ini, berarti
dia mengetahui amal sholeh A ini asalnya dari seorang sahabat Nabi ‫ ﷺ‬dan
sudah berlalu

ُ ُ َ
‫ش ْيئًا‬ ِ ‫ور مَنْ ت َِب َع ُه اَل يَ ْنقُصُ َذلِكَ مِنْ أ ُج‬
َ ‫ور ِه ْم‬ ِ ‫مَنْ دَعَ ا ِإلَى ُهدًى َكانَ َل ُه مِنْ اأْل جْ ِر ِم ْث ُل أ ُج‬

Ketika dia mendapatkan pahala lima puluh orang sahabat tadi otomatis pahala yang dilipat
gandakan sampai lima puluh orang sahabat tadi akan masuk ke kebaikan sahabat yang
pertama tadi, berarti kira-kira bisa tidak kita menyaingi pahala para sahabat, tidak mungkin.
Karena ketika pahala kita dilipat gandakan otomatis sahabat yang meriwayatkan hadits tadi
juga dilipat gandakan, apalagi yang mengamalkan hadits tadi bukan kita saja, di sana ada
orang lain, tidak mungkin kita bisa menyaingi pahalanya para sahabat radhiallahu
ta’ala’anhu.

Semoga Allāh ‫ ﷻ‬meridhai mereka yaitu para sahabat radhiallahu ta’ala anhum dan
hadits ini jelas menunjukkan kepada kita tentang keutamaan orang yang bersabar di hari-
hari tersebut.

Halaqah 95 | Pembahasan Dalil Kelima Lanjutan Komentar Ibnu Wadhah Ustadz


Dr. Abdullah Roy, M.A ‫ حفظه هلل تعالى‬Kitāb Fadhlul Islām
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

‫ي اللَّ ُه عَ ْن ُه‬
َ ‫ض‬
ِ َ‫ْن عُ مَرَ ر‬
ِ ‫يث اب‬
ِ ‫ مِنْ حَ ِد‬:ُ‫اح َم ْعنَاه‬
ٍ َّ‫وَ رَ وَ ى ابْنُ وَ ض‬

Dan diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah makna hadits ini, yaitu makna hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi diatas, Syaikh al-Albani menyebutkan hadits ini
didalam silsilah hadits ash-shahihah.

Disini disebutkan hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud, Tirmidzi dan juga Ibnu Majah
berarti ashabus sunan kecuali an-Nasa’i meriwayatkan hadits ini, dan dihukumi oleh Syaikh
al-Albani bahwasanya hadits ini adalah hadits yang dhoif, maksudnya lafadz yang diawal
tadi, adapun fakrah ayyamusshobr maka ini adalah hadits yang tsābitah

َّ ‫‚‚‚إنَّ مِنْ وَ رَ ا ِئ ُك ْم َأيَّا َم‬


‫الص‚‚‚ب ِْر‬ ِ ‫ َف‬maka ini adalah hadits yang shahih. Adapun ayat tadi maka
pemahamannya

َ ‫ٰ ٓيَ َأيُّ َها ٱلَّذِينَ ءَا َمنُو ْا عَ لَيۡ ُك ۡم َأن ُف‬


ۡ ‫س ُك ۡۖم اَل يَضُ رُّ ُكم مَّن ضَ َّل ِإ َذا‬
‫ٱهتَدَيۡ ت ُۡۚم‬
Hendaklah kalian memperhatikan diri kalian sendiri, ini jangan diartikan ego atau yang lain
bahkan kita katakan termasuk perhatian kita terhadap diri sendiri adalah ketika kita
memperhatikan orang lain, karena nanti akan ditanya oleh Allāh ‫ﷻ‬

َ ْ َ‫مَنْ رَ َأى ِم ْن ُك ْم ُم ْن َكرً ا َف ْليُ َغ ِيّرْ ُه ِبيَ ِد ِه َف ِإنْ لَ ْم ي‬


‫َان‬ ِ ُ‫ست َِطعْ َف ِب َق ْل ِب ِه وَ َذلِكَ أضْ عَف‬
ِ ‫اإليم‬ ْ َ‫ست َِطعْ َف ِب ِلسَا ِن ِه َف ِإنْ َل ْم ي‬

Dan orang yang meninggalkan kemungkaran, tidak saling melarang dari kemungkaran
sebagaimana firman Allāh ‫ﷻ‬

‫‚ر‬ َ َ‫َان دَاوُۥ َد وَ ِعيسَى ٱبۡ ِن م َۡريَ ۚ َم ٰ َذلِكَ ِب َم‚‚ا ع‬


ٖ ‚‫ص‚و ْا وَّ َك‚‚انُو ْا يَعۡ تَ‚دُونَ َك‚‚انُو ْا اَل يَتَ َن‚‚ا َه ۡونَ عَ ن مُّن َك‬ ِ ‫ي ِإسۡ ٰرَٓ ِءي َل عَ لَىٰ ِلس‬
ٓ ‫لُعِنَ ٱلَّذِينَ َك َفرُ و ْا ِم ۢن بَ ِن‬
79-78:‫َف َعلُو ۚ ُه لَ ِب ۡئسَ مَا َكانُو ْا يَفۡ َعلُونَ [ المائدة‬

Kemudian didalam surah Al-A’raf kenapa mereka mengingkari kemungkaran mereka


mengatakan ‫مَعۡ ذِرَ ًة ِإلَىٰ رَ ِبّ ُك ۡم‬. Ketika ada sebagian kelompok, kenapa kalian memberikan nasihat
kepada orang yang Allāh ‫ ﷻ‬sudah akan menghancurkan mereka, kalau memang sudah
ditakdirkan oleh Allāh ‫ ﷻ‬mereka hancur, akan hancur, kenapa kalian memberikan
nasihat kepada mereka 164:‫َقالُو ْا مَعۡ ذِرَ ًة ِإلَىٰ رَ ِبّ ُك ۡم [ األعراف‬

Kami ingin meminta uzur kepada Allāh ‫ﷻ‬, karena kami nanti akan di tanya, yang
penting kami beramar ma’ruf nahi mungkar, masalah mereka mendapatkan hidayah atau
tidak mendapatkan hidayah itu Allāh ‫ ﷻ‬yang menentukan, kami hanya melaksanakan
yang diperintahkan.

Ketika kita beramar ma’ruf nahi mungkar berarti kita sedang menyelamatkan diri kita
sendiri, illa qolīlan min man anjaina min hum, siapa yang diselamatkan, orang yang sedikit
tadi yang mereka yanhauna anil fasādi fil ardh, mereka melarang dari kerusakan, kita tidak
ingin hancur bersama mereka, ‫ُصيبَنَّ ٱلَّذِينَ ظَلَمُو ْا ِمن ُك ۡم خَ ٓاصَّ ٗۖة‬
ِ ‫[ اَّل ت‬Al Anfal:25]

Tidak menimpa fitnah tersebut kepada orang-orang yang dzalim saja tapi juga mengenai
yang lain, jadi orang yang beramal ma’ruf nahi mungkar berarti dia telah memperhatikan
َ ‫عَ لَ ْي ُك ْم َأ ْن ُف‬
dirinya sendiri, ketika Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan ‫س ُك ْم‬

hendaklah kalian perhatian dengan diri kalian, maksudnya adalah disuruh kita beramar
ma’ruf nahi mungkar, justru kita disuruh untuk tidak beramar ma’ruf nahi mungkar, justru
َ ‫ عَ لَ ْي ُك ْم َأ ْن ُف‬perintah bagi kita untuk apa beramar ma’ruf nahi mungkar
kalimat ‫س ُك ْم‬

ۡ ‫ اَل يَضُ رُّ ُكم مَّن ضَ َّل ِإ َذا‬Tidak akan memudhoroti kalian orang yang sesat, yaitu setelah kalian
‫ٱهتَدَيۡ ت ُۡۚم‬
beramar ma’ruf nahi mungkar ada orang yang sesat itu tidak akan memudhororti kalian,
Allāh ‫ ﷻ‬yang menentukan hidayah, selama kalian beramar ma’ruf nahi mungkar dan
berpegang dengan agama kalian, tidak akan memudhoroti kalian orang yang sesat setelah
itu, itu maksud ayat ini.

Jadi hadits ini lafadz yang awalnya dhaif tapi lafadz yang setelahnya adalah lafadz yang
yang shahih. Lafadz yang shahih disebutkan dalam riwayat yang lain disebutkan oleh Syaikh
al-Albani dalam silsilah hadits ash-shahihah dikeluarkan oleh Ibnu Nasr di dalam as-sunnah

‫ ب‚‚ل منكم‬:‫ ي‚‚ا ن‚‚بي هللا أو منهم؟ ق‚‚ال‬:‫ إن من ورائكم أيام الصبر للمتمسك فيهن يومئذ بم‚‚ا أنتم عليـه أج‚‚ر خمس‚‚ين منكم ق‚‚الوا‬Ini
dikeluarkan oleh Ibnu Nasr di dalam as-sunnah

‫سكُ ِب ِم ْث ِل مَا َأ ْنتُ ْم عَ لَيْ‚‚ ِه‬


ّ ِ ‫«إنَّ مِنْ بَ ْع ِد ُك ْم َأيَّامًا الصَّ ِابرُ ِفي َها ال ُم َت َم‬
ِ :ُ‫ وَ لَ ْفظُه‬،ُ‫ي اللَّ ُه عَ ْنه‬
َ ‫ض‬
ِ َ‫ْن عُ مَرَ ر‬
ِ ‫يث اب‬
ِ ‫ مِنْ حَ ِد‬:ُ‫اح َم ْعنَاه‬
ٍ َّ‫وَ رَ وَ ى ابْنُ وَ ض‬
ُ‫اليَوْ َم؛ لَ ُه َأجْ رُ خَ مْ ِسينَ ِم ْنك ْم‬

Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah dari haditsnya Abdullah bin Umar, haditsnya Abdullah
bin Umar ‫ وَ لَ ْفظ ُ ُه‬dan lafadznya adalah ‫ِإنَّ مِنْ بَ ْع ِد ُك ْم‬

setelah kalian ada hari-hari di mana orang yang bersabar di dalamnya, orang yang
bertamassuk ‫ِب ِم ْث ِل مَا َأ ْنتُ ْم عَ لَ ْي ِه اليَوْ َم‬

berpegangan dengan seperti dengan apa yang kalian wahai para sahabat di atasnya hari ini,
seperti yang kalian amalkan hari ini, seperti yang kalian pahami hari ini, di hari-hari itu dia
berpegang teguh dengan apa yang kalian pegang hari ini ‫لَ ُه َأجْ رُ خَ مْ ِسينَ ِم ْن ُك ْم‬

Maka dia akan mendapatkan pahala lima puluh orang diantara kalian.

Kenapa di sini di sebutkan riwayat ini, karena di sini ada lafadz ‫سكُ ِب ِم ْث ِل مَا َأ ْنتُ ْم عَ لَ ْي ِه اليَوْ َم‬
ّ ِ ‫ال ُمتَ َم‬

Jadi lafadz, meskipun lafadz yang dhoif tadi ‘alā dīnihi, di atas agamanya maksudnya adalah
agama Islam yang dipahami oleh para sahabat, mereka adalah salafiyyun, orang-orang yang
berpegang teguh dengan apa yang dipahami oleh para sahabat, maka merekalah orang-
orang yang mendapatkan pahala lima puluh orang sahabat Nabi ‫ﷺ‬.

Dan mungkin ini rahasia kenapa disebutkan lima puluh orang sahabat diantaranya adalah
karena mereka berpegang teguh dengan sunnahnya para sahabat Nabi ‫ﷺ‬,
mereka berusaha untuk mengikuti para sahabat di tengah-tengah rusaknya manusia maka
mereka pun mendapatkan pahala dari Allāh ‫ ﷻ‬mendapatkan pahala lima puluh orang
sahabat Nabi ‫ ﷺ ثُ َّم َقا َل‬kemudian berkata, yaitu Ibnu Wadhdhah

‫َن يَرْ َف ُع ُه‬ َ ْ ‫ عَ نْ َأ‬،‫س ْفيَانُ بْنُ عُ يَ ْينَ َة‬


ِّ ‫سلَ َم البَصْ ِر‬ ُ ‫ َأ ْنب ََأنَا‬:َ‫ َقال‬،‫س ُد بْنُ مُوسَى‬
َ ‫ َأ ْنب ََأنَا َأ‬:َ‫ َقال‬،‫س ِعي ٍد‬
َ ُ‫َأ ْنب ََأنَا مُحَ َّم ُد بْن‬
ِ ‫س ِعي ٍد أ ِخي الحَ س‬
َ ْ‫ عَ ن‬،‫ي‬
Telah mengabarkan kepada kami Muhammad ibn Sa’id, telah mengabarkan kepada kami
Asad, beliau mengatakan telah mengabarkan kepada kami Sufyan bin uyainah dari Aslam Al
Bashri dari Sa’id Akhil Hasan, saudara dari Hasan Al bashri, yarfa’uhu, mengangkatnya
kepada Rasulullah ‫ﷺ‬, berarti di sini haditsnya adalah hadits yang mursal, dan
hadits yang mursal termasuk hadits yang dhoif

‫س‚ ْكرَ ُة‬ َ :‫َان‬ َّ ‫ وَ لَ ْم تَظْ َهرْ ِفي ُك ُم ال‬،‫ وَ تُجَ ا ِهدُونَ ِفي اللَّ ِه‬،‫ وَ تَ ْن َهوْ نَ عَ ِن ال ُم ْن َك ِر‬،‫وف‬
ِ ‫س ْكرَ ت‬ ِ ُ‫ ت َْأمُرُ ونَ ِبال َمعْر‬،‫«إنَّ ُك ُم اليَوْ َم عَ لَى بَ ِيّنَ ٍة مِنْ رَ ِبّ ُك ْم‬
ِ :َ‫َقال‬
َ
‫ بَ ْل ِم ْن ُك ْم‬، ‫ «اَل‬:َ‫ ِم ْن ُه ْم؟ َقال‬:َ‫سنَّ ِة لَ ُه أجْ رُ خَ مْ ِسينَ » ِقيل‬ ُّ ‫ب وَ ال‬ِ ‫سكُ يَوْ َم ِئ ٍذ ِبال ِكتَا‬ ّ ِ ‫ َفال ُمتَ َم‬، َ‫ستُحَ وَّ لُونَ عَ نْ َذلِك‬
َ َ‫ و‬،‫ْش‬ ِ ّ ‫س ْكرَ ُة ُح‬
ِ ‫ب ال َعي‬ َ َ‫ و‬،‫الجَ ْه ِل‬

Sesungguhnya kalian wahai para sahabat hari ini berada di atas sesuatu yang jelas dari
Robb kalian, tidak ada bid’ah, ada Nabi ‫ﷺ‬, kalian beramar ma’ruf, melarang dari
yang mungkar dan kalian berjihad fī sabīlillah dan belum muncul di tengah-tengah kalian
dua mabuk, ‫س ْكرَ تَان‬
َّ ‫ ال‬maksudnya adalah mabuk, mabuk yang pertama adalah ‫س ْكرَ ُة الجَ ْه ِل‬
َ

sehingga dengan kebodohannya seseorang tidak menyadari ‫ْش‬ ِ ّ ‫س ْكرَ ُة ُح‬


ِ ‫ب ال َعي‬ َ َ‫و‬

dan orang yang sedang mabuk dengan dunia, mabuk dengan kebodohan dan yang kedua
adalah mabuk dengan dunianya. Seseorang membiarkan dirinya dalam kebodohan, tidak
mau belajar dan sebagian orang mabuk dengan dunianya, sibuk dengan dunianya,
kemudian kalian akan dipindah dari yang demikian َ‫ستُحَ وَّ لُونَ عَ نْ َذلِك‬
َ َ‫و‬

kalian akan berpindah keadaan kalian dari keadaan sekarang ini, maka orang-orang yang
berpegang teguh dihari tersebut ‫سنَّ ِة‬
ُّ ‫ب وَ ال‬
ِ ‫ِبال ِكتَا‬

maka dia mendapatkan pahala lima puluh orang ‫ ِم ْن ُه ْم؟‬:َ‫ِقيل‬

Apakah dari mereka ya Rasulullah ‫ﷺ‬, Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan


bahkan dari kalian.

Di sini ada lafadz ‫سنَّ ِة‬


ُّ ‫ب وَ ال‬
ِ ‫ ِبال ِكتَا‬berarti ini menjelaskan lagi bahwasanya keadaan orang-orang
yang sabar saat itu mereka berpegang teguh dengan al-Quran dan Sunnah dengan
pemahaman para sahabat radhiallahu ta’ala ‘anhum ‫ي‬ ْ ‫وَ لَ ُه ِب ِإ‬
ِّ ‫ عَ ِن ال َمعَا ِف ِر‬:‫سنَا ٍد‬

Dan beliau Ibnu Wadhdhah dengan isnadnya dari al-Ma’āfirī (juga tabi’in), ‫ َق‚‚‚ا َل‬dia
َ َ‫َقا َل رَ سُو ُل اللَّ ِه صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬
mengatakan ‫سلَّ َم‬

Bahwasanya Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, berarti ini mursal juga dan ini adalah
termasuk yang dhoif ‫سنَّ ِة حِينَ تُطْف َُأ‬ ِ ‫ الَّذِينَ يُمْ ِس ُكونَ ِب ِكتَا‬،‫طُوبَى ِل ْلغُرَ بَا ِء‬
ُّ ‫ وَ يَع َملُونَ ِبال‬، ُ‫ب اللَّ ِه حِينَ يُ ْترَ ك‬
Tūbā bagi orang-orang yang asing, siapa orang- orang yang asing, mereka adalah orang-
orang yang berpegang teguh dengan al-Quran ketika al-Quran ditinggalkan oleh manusia
dan mereka mengamalkan sunnah Nabi ‫ ﷺ‬ketika di padamkan, artinya banyak
orang yang tidak mengamalkan sunnah Nabi ‫ ﷺ‬dan dia terus mengamalkan
sunnah tersebut.

Ini adalah hadits yang Mursal juga dan ini adalah hadits yang dhaif dan cukuplah apa yang
disebutkan dalam riwayat-riwayat yang sahih sebelumnya menunjukkan tentang wajibnya
kita untuk bersabar diatas sunnah Rasulullah ‫ﷺ‬, meskipun kita asing di tengah-
tengah manusia.

Dan ini bukan berarti seseorang tidak bermuamalah dengan manusia, jadi asingnya mereka
bukan karena mereka tidak bergaul dan tidak bermuamalah dengan manusia, tetap mereka
bergaul seperti biasa dengan manusia, dengan masyarakat, cuma mereka mutamayyiz,
mereka memiliki keistimewaan tidak ikut-ikutan dengan perkara-perkara yang tidak
disyariatkan di dalam agamanya, ini kelebihan mereka.

Muamalah mereka terus jalan, membeli, berjualan, tersenyum, bertetangga, tapi ketika
sudah berkaitan dengan perkara yang menyelisihi agama maka mereka dengan tegas ia
tidak melaksanakan perkara tersebut karena memegang Al-Quran dan juga Sunnah dengan
pemahaman para sahabat radhiallahu ta’ala ‘anhum.

Halaqah 96 | Penjelasan Umum Bab dan Pembahasan Dalil Pertama Hadits Irbadh
Bag 01Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A ‫ حفظه هلل تعالى‬Kitāb Fadhlul Islām
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mengatakan (Rahimahullahu Ta’ala) ‫َع‬ ِ ‫ بَابُ التَّحْ ِذ‬Bab tahdzir, peringatan, dari bid’ah-
ِ ‫ير ِمنَ البِد‬
bid’ah.

Kembali beliau disini membuat sebuah bab mengingatkan kita di dalam bab ini tentang bahayanya
bid’ah dan bahwasanya Nabi ‫ ﷺ‬dahulu beliau memperingatkan umat dari bid’ah,
demikian pula para sahabat radhiallahu ta’ala anhum manhaj mereka sama, memperingatkan manusia
dari bid’ah.

Dan pada bab-bab yang sebelumnya beliau rahimahullah telah membuat bab yang isinya juga
peringatan dari bid’ah, menyebutkan tentang bahaya bid’ah, bahwasanya bid’ah lebih dahsyat
daripada dosa-dosa besar, maka ini adalah termasuk diantara peringatan, peringatan dengan
menyebutkan bahaya dari dosa bid’ah tadi sehingga dia lebih besar dosanya daripada dosa-dosa
besar.
Demikian pula beliau membuat bab bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬menghalangi pintu taubat dari
shahibul bid’ah dan ini telah berlalu ketika beliau menyebutkan tentang bahwasanya Allāh ‫ﷻ‬
menghalangi taubat bagi orang yang melakukan bid’ah, tentunya ini di dalamnya ada peringatan dari
perbuatan bid’ah itu sendiri.

Maka di akhir kitab ini beliau ingin menguatkan kembali, yang sudah kita sampaikan di awal
bahwasanya di dalam kitab ini syaikh ingin memprioritaskan, mengkonsentrasikan tentang masalah
syahadat anna muhammadan rasulullāh dan bahwasanya konsekuensinya adalah seseorang berpegang
teguh dengan sunnah dan meninggalkan bid’ah.

Berbicara tentang Islam diawal, ingin sampai kepada keyakinan bahwasanya diantara Islam adalah
menyerahkan diri didalam masalah tata cara ibadah sehingga diakhir kitab ini beliau ingin
membawakan sebagian dalil yang isinya adalah peringatan dari bid’ah, dan beliau di sini sebutkan
sedikit saja karena ini hanyalah sebagai penguat sedangkan dalil-dalil yang sebelumnya itu sudah
banyak disebutkan oleh beliau tentang bahaya bid’ah itu sendiri.

Beliau mengatakan َ‫اريَة‬ aِ َ‫ع َِن ال ِعرْ ب‬


ِ ‫اض ب ِْن َس‬

Dari ‘Irbād ibn Sāriyah radhiallahu anhu ً‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َموْ ِعظَةً بَلِي َغة‬
َ ِ ‫ َو َعظَنَا َرسُو ُل هَّللا‬:‫قَا َل‬

‘Irbād ibn Sāriyah mengatakan telah memberikan ‫ َموْ ِعظَة‬kepada kami, telah memberikan nasihat
kepada kami Rasulullāh ‫ ﷺ‬dengan sebuah nasehat yang sangat dalam, yang langsung
mengena hati para sahabat radhiallahu ta’ala anhum, dan Allāh ‫ ﷻ‬dialah yang menyuruh Nabi-
Nya ‫ ﷺ‬untuk memberikan ‫ َموْ ِعظَة‬, dan hendaklah engkau Muhammad memberikan ‫َموْ ِعظَة‬
kepada mereka, dan disifati ‫ َموْ ِعظَة‬Rasulullāh ‫ ﷺ‬saat itu adalah ‫ َموْ ِعظَة‬yang ‫ بَلِيغَة‬yaitu
‫ َموْ ِعظَة‬yang sangat dalam dengan kalimat-kalimat yang menyentuh hati manusia dan tentunya diiringi
dengan keikhlasan kepada Allāh ‫ ﷻ‬karena ini adalah perintah dari Allāh ‫ﷻ‬, Dia-lah yang
memerintahkan beliau untuk memberikan ‫ َموْ ِعظَة‬kepada orang-orang yang beriman. ُ‫ القُلُوب‬a‫ت ِم ْنهَا‬
ْ َ‫َو ِجل‬

Dengan sebab ‫ظة‬َ ‫ َموْ ِع‬yang dalam tadi akhirnya ‫ظة‬


َ ‫ َموْ ِع‬yang ikhlas dengan kata-kata yang penuh
dengan makna sampai kepada hati mereka sehingga menggetarkan hati mereka ُ‫ت ِم ْنهَا ال ُعيُون‬
ْ َ‫َو َذ َرف‬

Disamping itu ‫ َموْ ِعظَة‬yang dalam tadi juga memberikan pengaruh terhadap mata mereka sehingga
bercucuranlah air mata para sahabat radhiallahu a’ala nhum yang mendengar ‫ َموْ ِعظَة‬dari Nabi
‫ ﷺ‬saat itu. Ini menunjukkan tentang bagaimana ‫ َموْ ِعظَة‬yang dalam yang diberikan oleh
Nabi ‫ ﷺ‬saat itu kepada para sahabat radhiallahu anhu ِ ‫قلنا يَا َرسُو َل هَّللا‬

ٍ ‫ﷺ َكأَنَّها َموْ ِعظَةُ ُم َود‬


Mereka mengatakan wahai Rasulullāh ‫ِّع‬

َ ‫ َموْ ِع‬, peringatan dari orang yang akan berpisah, ‫ ُم َودِّع‬artinya


Sepertinya ini adalah nasehat, arahan, ‫ظة‬
adalah orang yang akan berpisah, orang yang akan meninggalkan kita. Orang yang akan
meninggalkan maka dia akan berpesan dengan pesan yang menurut dia adalah pesan yang paling
penting, mereka mencerna dari ucapan-ucapan Nabi ‫ ﷺ‬di sini bahwasanya beliau akan
segera meninggalkan mereka, akan meninggal, akan meninggalkan para sahabat radhiallahu ta’ala
anhum.
Inilah yang mereka pahami dari ‫ظة‬ َ ‫ َموْ ِع‬nya Nabi ‫ﷺ‬, karena Beliau ‫ﷺ‬
mereka merasakannya adalah orang yang akan berpisah dan berpisahnya adalah selama-lamanya, dan
mereka mengenal bagaimana Nabi ‫ ﷺ‬memberikan selama ini cahaya, memberikan
petunjuk, memberikan pengarahan, tentunya para sahabat radhiyallahu ta’ala anhum merasa takut
dan khawatir ditinggal oleh Nabi ‫ﷺ‬, hanya saja itu harus terjadi, sunnatullāh azza wa
jall 26:‫ان [ الـرحـمـن‬aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
ٖ َ‫ا ف‬aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaَ‫لُّ َم ۡن َعلَ ۡيه‬aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa‫ُك‬
ۗ ۡ
ِ ‫س َذٓائِقَةُ ٱل َم ۡو‬ ۡ
185a:‫ت [ آل عمران‬ ٖ ‫ُكلُّ نَف‬

dan itu disadari oleh para sahabat radhiallahu ta’ala anhum, bagaimanapun kecintaan mereka kepada
Nabi ‫ ﷺ‬pasti di sana ada waktu di mana mereka akan berpisah.

Maka mereka pun, dan ini adalah fiqihnya para sahabat radhiallahu ta’ala anhum, pemahaman
mereka Nabi ‫ ﷺ‬bagaimanapun kecintaan kita Beliau ‫ ﷺ‬akan pergi dan
yang mereka butuhkan disini adalah petunjuk dan wasiat Beliau ‫ﷺ‬.

Ketika Beliau ‫ ﷺ‬meninggalkan para sahabat radhiallahu ta’ala anhum apa sebenarnya
wasiat dan pesan beliau untuk para sahabat radhiallahu ta’ala anhum saat itu. Inilah yang sangat
mereka butuhkan, karena selama ini tentunya mereka para sahabat radhiallahu ta’ala anhum
mendapatkan manfaat yang banyak, keluar dari kegelapan jahiliyah kemudian masuk ke dalam alam
yang terang benderang, merasakan hidup yang sangat nikmat di dalam Islam maka mereka pun
meminta kepada Nabi ‫ ﷺ‬untuk memberikan wasiat, yang wasiat itu akan mereka pegang
sampai mereka meninggal dunia.

Mereka pun mengatakan fa’aushīnā, maka berikanlah wasiat kepada kami dan yang dimaksud
dengan wasiat adalah pesan yang dikuatkan, itulah yang dimaksud dengan wasiat, bukan pesan biasa
tapi dialah pesan yang dikuatkan, fa’aushīnā maka berikanlah wasiat kepada kami. Tentunya Nabi
‫ ﷺ‬yang disifati oleh Allāh ‫وف َر ِحي ٌم‬ aَ ِ‫يص َعلَ ْي ُك ْم بِ ْال ُم ْؤ ِمن‬
ٌ ‫ين َر ُء‬ aٌ ‫م َح ِر‬aْ ُّ‫ه َما َعنِت‬aِ ‫ز َعلَ ْي‬aٌ ‫َزي‬
ِ ‫( ﷻ ع‬QS. At
Taubah: 128)

yang sangat menginginkan kebaikan bagi umatnya.

Maka Beliau ‫ ﷺ‬memberikan wasiat kepada mereka dan tentunya wasiat disini bukan
wasiat sembarang wasiat, ini adalah wasiat dari Nabi ‫ ﷺ‬maka itu adalah sebuah
keistimewaan, kemudian yang kedua disampaikan oleh Nabi ‫ ﷺ‬di hari-hari yang
mendekati kematian Beliau ‫ ﷺ‬dan tentunya orang yang demikian memberikan nasehat
yang paling penting. Antum misalnya ingin meninggalkan orang yang antum kenal atau keluarga
antum dan antum memberikan wasiat kepada mereka tentunya isi wasiat tadi adalah wasiat-wasiat
yang menurut antum itu adalah hal yang paling penting, antum tidak akan berwasiat kepada mereka
dalam perkara-perkara yang remeh apa yang menurut antum itu adalah penting itulah yang antum
sampaikan.

ِ ُ‫أ‬
Maka Nabi ‫ ﷺ‬memberikan wasiat, kemudian Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan ‫وصي ُك ْم‬
‫هَّللا‬ ْ
ِ ‫بِتَق َوى‬
Aku wasiatkan kalian dengan taqwa kepada Allāh ‫ﷻ‬, sebelum wasiat-wasiat yang lain maka
Beliau ‫ ﷺ‬berwasiat dengan ketakwaan kepada Allāh ‫ ﷻ‬dan ini adalah wasiat Allāh
‫ ﷻ‬untuk orang-orang yang terdahulu dan untuk kita. Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan َ‫ص ْينَا الَّ ِذين‬ َّ ‫َولَقَ ْد َو‬
َ ‫هَّللا‬ ُ
‫وا‬aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa ‫ق‬َّ ‫ت‬‫ا‬ ‫ن‬
ِ َ ‫أ‬ ‫م‬
ْ ُ
‫ك‬ ‫َّا‬ ‫ي‬‫إ‬‫و‬
َِ ‫م‬
ْ ُ
‫ك‬ ِ ‫ل‬ ْ
‫ب‬ َ ‫ق‬ ‫ن‬‫م‬ِ َ
‫اب‬aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
َ ‫ت‬‫ك‬ِ ْ
‫ال‬ ُ‫أُوت‬
‫وا‬aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
(QS. An-Nissā: 131)

Dan sungguh Kami telah wasiatkan kepada orang-orang sebelum kalian dan juga kepada kalian
supaya kalian bertakwa kepada Allāh ‫ﷻ‬.

ِ ُ‫أ‬
Oleh karena itu Nabi ‫ ﷺ‬mendahulukan wasiat taqwa ini sebelum yang lain ‫وصي ُك ْم بِتَ ْق َوى‬
ِ ‫هَّللا‬

Aku wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allāh ‫ﷻ‬, dan takwa kepada Allāh ‫ ﷻ‬ini
adalah kalimat yang jāmi’, kalimat yang menyeluruh, orang yang memberikan wasiat dengan
ketakwaan kepada Allāh ‫ ﷻ‬berarti dia telah memberikan wasiat untuk melakukan berbagai
kebaikan dan meninggalkan berbagai larangan, sebagai ganti dia menyebutkan satu persatu.
Hendaklah engkau sholat, hendaklah engkau zakat, hendaklah engkau shalat tahajud, hendaklah
engkau shodaqoh dan seterusnya, janganlah engkau riba, janganlah engkau minum minuman keras,
janganlah engkau lalai dari dzikrullāh, semua itu bisa digantikan dengan kalimat taqwa, karena
taqwallāh artinya adalah menjadikan antara diri kita dengan Allāh ‫( ﷻ‬dengan azab Allāh
‫)ﷻ‬ wiqāyah, yaitu penjagaan.
Demikian disampaikan oleh sebagian ulama, yang dimaksud dengan taqwa kepada Allāh ‫ﷻ‬
engkau menjadikan antara dirimu dengan azab Allāh ‫ ﷻ‬penghalang, berupa menjalankan
perintah dan menjauhi larangan, kalau kita tidak menjalankan perintah berarti tidak ada
penghalangnya nanti, kalau kita tidak menjauhi larangan maka nanti tidak ada penghalang sehingga
seseorang akhirnya diazab, tapi dengan dia menjalankan perintah menjauhi larangan Allāh ‫ﷻ‬
maka ini adalah sebab dia terhindar dari azab Allāh ‫ﷻ‬.

Oleh karena itu sebagian yang lain yaitu Talq bin Habib, beliau mengatakan ‫ على نور‬،‫أن تعمل بطاعة هللا‬
‫ ترجو ثواب هللا‬،‫من هللا‬

Engkau melaksanakan amalan itu, menjalankan perintah, diatas cahaya dari Allāh ‫ﷻ‬, jadi bukan
hanya sekedar mengamalkan tapi harus mengamalkan diatas cahaya, yang dimaksud cahaya dari
Allāh ‫ ﷻ‬adalah ilmu dari Allāh ‫ ﷻ‬yang ada di dalam Al-Quran dan juga didalam Hadits,
itu adalah cahaya petunjuk dari Allāh ‫ﷻ‬, menunjukkan bahwasanya menjalankan perintah harus
berdasarkan dalil. Kemudian ‫ترجو ثواب هللا‬

Engkau mengharap pahala dari Allāh ‫ﷻ‬, harus ada mengharap pahala berarti di sini ada dua
syarat diterimanya amal, pertama adalah ittiba’ yang ada di dalam ‫ على نور من هللا‬di atas cahaya dari
Allāh ‫ﷻ‬, maka ini adalah isyarat kepada ittiba’ adapun keikhlasan maka diisyaratkan di dalam
ucapan beliau mengharap pahala dari Allāh ‫ﷻ‬, jadi sejak dahulu sudah di isyaratkan tentang
dua syarat diterimanya amal. Kemudian ‫ هللا‬a‫وأن تترك معصية‬

Engkau meninggalkan kemaksiatan kepada Allāh ‫ﷻ على نور من هللا‬


Diatas cahaya dari Allāh ‫ﷻ تخافو عذاب هللا‬

Engkau takut dari azab Allāh ‫ﷻ‬. Ini juga sama di dalam meninggalkan larangan juga harus
berdasarkan dalil, jangan sampai seseorang mengharamkan sesuatu yang dihalalkan oleh Allāh
‫ﷻ‬. Kemudian juga harus ikhlas meninggalkan larangan tadi bukan karena ingin mendapatkan
dunia tapi tujuannya adalah karena dia takut dengan azab Allāh ‫ﷻ‬, ini juga ikhlas didalam
menjauhi larangan, karena ada sebagian menjauhi larangan mungkin karena kepentingan dunia saja.
Ana kalau berzina takut nanti kena penyakit ini berarti bukan karena Allāh ‫ ﷻ‬tapi karena dunia,
suatu dunia yang dia inginkan bukan karena takut dengan azab Allāh ‫ﷻ‬, ana kalau minum
minuman keras takut gula ana tambah naik, maka ini bukan karena takut dengan azab Allāh ‫ﷻ‬
tapi karena urusan dunia saja .

Kapan dinamakan taqwa kalau takutnya adalah karena Allāh ‫ﷻ‬, oleh karena itu kalimat ‫تَ ْق َوى هَّللا‬
di sini adalah jami’, dia adalah wasiat dengan seluruh kebaikan, menyuruh kita untuk melakukan
berbagai kebaikan dan wasiat meninggalkan seluruh larangan, maka wasiat yang paling baik yang
paling menyeluruh adalah wasiat dengan taqwa kepada Allāh ‫ﷻ‬. Allāh ‫ ﷻ‬telah
mewasiatkan dengan taqwa ini nabi-Nya, ittaqillah kata Allāh ‫ ﷻ‬kepada nabi-Nya
‫ ﷺ‬dan menyuruh orang-orang beriman untuk bertaqwa ‫ق تُقَاتِ ِه‬ َّ ‫…يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا اللَّـهَ َح‬
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa…” (QS.
Ali-Imran[3]: 102)

ْ ُ‫[ ٰيَٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّق‬An-Nisa’ : 1]


Dan menyuruh manusia secara keseluruhan untuk bertaqwa ‫وا َربَّ ُك ُم‬

dan kalau kita diminta orang lain untuk memberikan wasiat jadikanlah wasiat yang pertama adalah
wasiat untuk bertakwa kepada Allāh ‫ﷻ‬, sebab banyak manusia yang mereka tidak memahami
tentang taqwa ini padahal sering disampaikan oleh khatib.

Inilah yang dipilih oleh Nabi ‫ ﷺ‬di dalam wasiat ini, kemudian yang kedua wasiat Beliau
‫ﷺ َوال َّس ْم ِع َوالطَّا َع ِة‬

Dan mendengar dan taat ‫إن تَأ َ َّم َر َعلَ ْي ُك ْم َع ْب ٌد‬


ْ ‫َو‬

Mendengar dan taat maksudnya adalah kepada penguasa, apabila antum menemukan isma’ wa aṭhi –
tasma’u wa tuṭhi’ maka maksudnya adalah mendengar dan taat kepada penguasa ‫إن تَأ َ َّم َر َعلَ ْي ُك ْم َع ْب ٌد‬
ْ ‫َو‬

meskipun yang memerintahkan kalian adalah seorang budak dan ini menguatkan apa yang kita
sebutkan baru saja bahwasanya maksud mendengar dan taat disini adalah kepada penguasa karena
disebutkan setelahnya meskipun yang memerintahkan kalian, yang menguasai kalian adalah seorang
budak.

Coba antum ta’ammul, ketika Nabi ‫ ﷺ‬diminta untuk memberikan wasiat, dan sudah kita
katakan tentunya Beliau ‫ ﷺ‬akan memberikan wasiat yang paling penting menurut
Beliau ‫ﷺ‬, ternyata Beliau ‫ ﷺ‬memulai dengan taqwallah dan yang kedua
ternyata Beliau ‫ ﷺ‬memberikan wasiat supaya kita mendengar dan taat kepada penguasa,
ini menunjukkan tentang ahammiyah dan pentingnya mendengar dan taat kepada penguasa ini di
dalam agama Islam.

Oleh karena itu para ulama yang menulis tentang masalah aqidah tidak lupa mereka senantiasa
menyebutkan perkara ini dalam kitab-kitab aqidah mereka, silahkan antum membuka aqidah
thahawiyah, al-aqidah al-wasithiyah, lum’atul i’tiqad, syarah ushul i’tiqad ahlussunnah wal jama’ah,
syarhus sunnah al-barbahari dan seterusnya antum akan dapatkan pembahasan ini yaitu tentang
mendengar dan taat kepada penguasa, karena dia adalah pondasi diantara pondasi-pondasi aqidah
ahlussunnah wal jama’ah yang membedakan antara mereka dengan aliran aliran yang sesat dan Nabi
‫ ﷺ‬tidak heran kalau Beliau ‫ ﷺ‬menjadikan ini adalah wasiat yang kedua.

Umar bin Khattab radhiallāhu anhu ketika beliau menyebutkan tentang Islam dan juga tentang
pentingnya mendengar dan taat kepada penguasa beliau mengatakan lā islāma illā bi jama’ah, tidak
ada Islam kecuali dengan ijtima, kecuali kita berkumpul, karena sebagian besar syariat demikian,
tidak bisa kalau kita tegakkan kecuali dengan adanya ta’awun, kerjasama di antara kita, adanya
ijtima’ kalimah ‫ة‬aٍ ‫ إِاَّل بِإِ َما َر‬aَ‫ة َواَل َج َما َعة‬aٍ ‫اَل إِسْاَل َم إِاَّل بِ َج َما َع‬

Dan tidak ada ijtima’, tidak mungkin ada perkumpulan kecuali kalau di sana ada kekuasaan, di mana-
mana namanya perkumpulan kalau ingin perkumpulan tadi langgeng maka harus ada orang yang
diangkat menjadi pemimpin. Sebuah rumah kalau tidak ada pemimpinnya kemudian masing-masing
menganggap dirinya berkuasa, masing-masing berjalan sendiri, tidak mau diatur oleh orang lain
maka akan kacau rumah tadi, sebuah sekolah kalau di sana tidak ada kepala sekolah dan masing-
masing merasa berkuasa merasa berhak untuk memerintah membuat peraturan maka juga akan kacau

‫َواَل إِ َما َرةَ إِاَّل بِطَا َع ٍة‬

Tidak ada kekuasaan kecuali harus ada yang mendengarkan dan mentaati, kalau misalnya ada
pemimpin tapi rakyatnya tidak mau mendengar dan taat maka tidak ada faedahnya dan tidak ada
manfaatnya adanya kekuasaan, karena maksud adanya pemimpin adalah untuk di taati dan juga
didengarkan, kalau misalnya tidak ada yang mau mentaati beliau, tidak ada yang mau mendengarkan
beliau apa gunanya diangkat pemimpin tersebut lihat awalnya tadi beliau mengatakan

‫ اَل إِسْاَل َم ِإاَّل بِ َج َما َع ٍة‬Disebutkan Islam dan diakhir beliau mengatakan ‫َواَل إِ َما َرةَ إِاَّل بِطَا َع ٍة‬

As-sam’u waththā’ah ujungnya dan ujung yang disana adalah Islam. Menunjukkan tentang
bagaimana hubungan yang erat antara mendengar dan taat nya kita kepada pemimpin dengan
tegaknya Islam, sangat erat hubungannya. Seandainya kita mendengar dan taat kepada penguasa dan
penguasa melihat kesungguhan kita di dalam mendengar dan taat akhirnya negara menjadi tenang
jadi tenteram, orang mau melakukan kegiatan ekonomi, berbisnis, bekerja, belajar berkunjung,
berdakwah, perkara dunia, ataupun dia melakukan perkara-perkara yang berkaitan dengan agamanya,
menuntut ilmu agama, berdakwah, bermulazamah, menulis, kalau negara dalam keadaan tenang
maka semuanya itu insya Allāh biidznillāh akan lancar dan mudah untuk dilakukan.

Akan tegak shalat berjamaah, akan lancar kegiatan-kegiatan yang ada di pesantren, yang ada di
sekolah, yang ada di sekolah tinggi, dengan mudah antum kapan-kapan sewaktu-waktu untuk
melakukan umrah, melakukan haji, berdakwah di mesjid-mesjid, kapan itu terjadi, ketika rakyat
mengetahui tentang kewajibannya mendengar dan taat kepada penguasa dan penguasa mereka
mengetahui tentang kewajiban mereka menegakkan Islam, menegakkan keadilan.

Namun sebaliknya ketika rakyat tidak melakukan kewajibannya, tidak mendengar dan taat, bahkan
menarik kembali baiatnya kepada penguasa, memberontak, mengangkat senjata kepada penguasa nya
akhirnya penguasa pun tidak tinggal diam, berusaha untuk menumpas pemberontakan-
pemberontakan yang terjadi sehingga terkadang orang yang tidak ikut-ikutan pun juga terkena
korbannya, yang ini dicurigai, yang itu dianggap sedang membuat rencana dan seterusnya akhirnya
terjadi fitnah yang besar, kekacauan.

Dan di tengah kekacauan tadi ada sebagian orang yang mungkin tidak bertanggung jawab berusaha
untuk mencari kesempatan dalam kesempitan, menjarah, memperkosa, mengambil sesuatu yang
bukan haknya, karena itu mereka lakukan ketika terjadi kekacauan, sudah tidak ada tentara misalnya,
sekolah ini ditinggalkan oleh murid-muridnya, oleh gurunya, dan seterusnya yang ada adalah barang-
barang berharga diambil oleh orang, karena mereka lari dalam keadaan ketakutan, antum bisa
bayangkan apa yang terjadi ketika terjadi kekacauan tadi.

Maka jangan berharap ketika dalam keadaan kacau tadi, jangan berharap antum bisa ke mesjid dalam
keadaan tenang, jangan berharap kita bisa bisnis membuka warung, membuka toko dalam keadaan
kita tenang, sampai yang online pun kalau dalam keadaan kacau internet tidak jalan, pihak
pengiriman juga tidak jalan, mungkin dari pihak pesawat terbang juga tidak beroperasi dan
seterusnya, semua kegiatan baik yang berkaitan dengan ekonomi maupun dunia maupun agama bisa
terhambat dengan sebab kekacauan ini.

Oleh karena itu tidak heran apabila Nabi ‫ ﷺ‬menjadikan ini adalah wasiat yang kedua
setelah wasiat dengan taqwa kepada Allāh ‫ﷻ َوال َّس ْم ِع َوالطَّا َع ِة‬

Aku wasiatkan kalian untuk mendengar dan taat, dan wasiat mendengar dan taat pada asalnya masuk
di dalam wasiat bertaqwa. Tadi kita sebutkan bahwasanya taqwa ini kalimat yang jami’ah mencakup
didalamnya seluruh kebaikan, termasuk diantaranya mendengar dan taat kepada penguasa ini masuk
di dalam wasiat bertaqwa kepada Allāh ‫ﷻ‬. Ketika Beliau ‫ ﷺ‬menyendirikan dan
dikeluarkan secara tersendiri dan dikhususkan penyebutannya menunjukkan tentang pentingnya
wasiat tadi.

Kita misalnya mengatakan kepada anak kita ketika kita mau pergi, tolong adik-adiknya dijaga, dijaga
si fulan, padahal si fulan tadi masuk di dalam kalimat adik-adiknya tapi dia ulangi lagi untuk
menegaskan supaya memiliki perhatian yang lebih kepada si fulan, karena dia sakit atau dia lumpuh
dan seterusnya maka Nabi ‫ ﷺ‬mengulang kembali dan menjadikan wasiat tersendiri
menunjukkan tentang kedudukan dan pentingnya mendengar dan taat kepada penguasa di dalam
agama kita, ditambah lagi Beliau ‫ ﷺ‬kuatkan ‫إن تَأ َ َّم َر َعلَ ْي ُك ْم َع ْب ٌد‬
ْ ‫َو‬

Meskipun yang menguasai kalian adalah seorang budak, ini menunjukkan tentang penguatan lagi,
meskipun, meskipun yang menguasai kalian adalah seorang budak. Orang Arab sebagaimana kita
tahu bahasanya yang namanya budak ini memiliki kedudukan yang lebih rendah daripada orang-
orang yang merdeka, mereka yang disuruh, mereka yang diperintahkan, mereka yang dijual, mereka
yang dibeli, mereka yang dibentak, itu adalah keadaan seorang budak. Tentunya apabila budak yang
sebenarnya keadaannya adalah diperintahkan suatu saat dia menjadi yang memerintahkan kita, ini
adalah perkara yang berat bukan perkara yang ringan, dia menyuruh kita, biasanya kita yang
menyuruh kok dia yang menyuruh, seandainya itu terjadi padahal itu adalah perkara yang berat maka
nasehat Beliau ‫ ﷺ‬dan wasiat Beliau ‫ ﷺ‬adalah ‫َوال َّس ْم ِع َوالطَّا َع ِة‬

Kalian tetap diwajibkan untuk mendengar dan taat kepada penguasa, meskipun berat hati kita,
mungkin benci hati kita tapi harus mendengar dan taat sesuai dengan wasiat Nabi ‫ﷺ‬,
maka kita ingat bahwasanya ini adalah wasiat Nabi ‫ ﷺ‬kalau memang kita cinta kepada
Beliau ‫ ﷺ‬maka laksanakanlah wasiat Beliau ‫ﷺ‬, kita harus dahulukan
ucapan dan wasiat Beliau ‫ ﷺ‬di atas hawa nafsu kita, di atas ucapan seluruh manusia َ‫ال‬
َ‫اس أَجْ َم ِعين‬
ِ َّ‫ي ُْؤ ِمنُ أَ َح ُد ُك ْم َحتَّى أَ ُكونَ أَ َحبَّ ِإلَ ْي ِه ِم ْن َولَ ِد ِه َو َوالِ ِد ِه َوالن‬

“Salah seorang di antara kalian tidak akan beriman sampai aku lebih dia cintai daripada anaknya,
orang tuanya bahkan seluruh manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Semua manusia, meskipun si fulan tidak mendengar dan taat kepada penguasa, si fulan memberontak
kepada penguasa, kita jangan dahulukan ucapan mereka dan perilaku mereka di atas wasiat Nabi
‫ﷺ‬. Untuk kepentingan kita sendiri, mendengar dan taatnya kita kepada penguasa bukan
untuk memberikan kenikmatan kepada penguasa, bukan, maksudnya adalah untuk maslahat kita
sendiri, kita yang akan menuai hasil dari mendengar dan taat kita kepada penguasa.

Terkadang di hari-hari biasa mungkin kaidah-kaidah seperti ini mudah untuk di sampaikan tapi
belum tentu ketika terjadi fitnah yang disitu akan kelihatan siapa yang shādiq diantara kita dan siapa
yang kādzib. Banyak orang di dalam hari-hari biasa dia bisa menyebutkan kaidah-kaidah seperti ini
namun menjadi hilang separuh dari akalnya atau bahkan seluruh akalnya ketika dia sendiri yang
terdzholimi, ketika dia sendiri yang mungkin melihat orang tuanya melihat keluarganya terdzholimi,
kemudian panas hatinya dan dendam kemudian lupa dengan dalil-dalil yang mengharuskan dia untuk
mendengar dan taat kepada penguasa, al-muwaffaq man wafaqahullāh, orang yang diberikan taufik
adalah orang yang diberikan taufik oleh Allāh ‫ﷻ‬.

Halaqah 97 | Pembahasan Dalil Pertama Hadits Irbadh Bag 02 Ustadz Dr.


Abdullah Roy, M.A ‫حفظه هلل تعالى‬Kitāb Fadhlul Islām
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Kemudian setelah itu Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan ،‫سيَرَ ى اخْ ِتاَل ًفا َكثِيرً ا‬
َ ‫َف ِإنَّ ُه مَنْ يَعِشْ ِم ْن ُك ْم بَ ْع ِدي َف‬
ُ ‫َف َعلَ ْي ُك ْم ِب‬
‫سنَّ ِتي‬

maka sesungguhnya orang yang hidup di antara kalian akan melihat perselisihan yang
banyak, ini adalah kabar dari Nabi ‫ ﷺ‬tentang ilmu yang ghaib, menunjukkan
tentang tanda kenabian Beliau ‫ﷺ‬, akan terjadi perselisihan, tafarruq,
perpecahan umat, dan perpecahan di sini bukan perpecahan yang qalīlan tapi disifati oleh
Beliau ‫ ﷺ‬dengan ikhtilāfan katsīran, banyak sekali perselisihan yang
membingungkan manusia, semakin banyak perselisihan semakin membuat mereka bingung.
Yang ini mengajak, yang itu menyuruh, yang ini mengiming-imingi, di kelompok ini ada si
fulan dan mereka adalah orang-orang yang dikenal dan dia tahu, dalam keadaan dia
bingung, tidak tahu mana yang harus dipilih dan apa yang harus dilakukan, tapi Nabi
‫ ﷺ‬memberikan petunjuk, bagaimanapun banyak perselisihan tadi tenang,
karena Beliau ‫ ﷺ‬memberikan petunjuknya dan itu adalah jalan keselamatan
yang kita yakini dengan seyakin-yakinnya. Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan ‫سنَّ ِتي‬ ُ ‫َف َعلَ ْي ُك ْم ِب‬

Maka hendaklah kalian berpegang teguh dengan sunnahku, ini adalah jalan keluar, kalau
terjadi perselisihan yang banyak maka tidak usah kita ke mana-mana jalan keluarnya adalah
dengan berpegang teguh dengan sunnah Rasulullāh ‫ﷺ‬, dan sunnah Beliau
‫ ﷺ‬maksudnya adalah agama Beliau ‫ ﷺ‬yaitu berpegang teguh
dengan Islam yang murni yang dibawa oleh Nabi ‫ﷺ‬.

Maka inilah jalan keluar, bukan jalan keluarnya seperti dilakukan oleh sebagian mengatakan
bahwasanya semua jalan-jalan tadi adalah benar, silakan antum mau mengambil yang ini
atau yang itu semuanya adalah benar, atau jalan keluarnya kita saling memberikan udzur
satu dengan yang lain di dalam apa yang kita perselisihkan, tidak usah mengatakan
bahwasanya itu adalah aliran sesat, tidak usah mengingatkan manusia bahwasanya ini
adalah aliran yang tidak benar, sudahlah kita saling memberikan unsur satu dengan yang
lain, dengan demikian kita akan bersatu. Ini seakan-akan adalah solusi banyak orang yang
tertipu dengan kalimat persaudaraan, tertipu dengan kalimat persamaan, dan itu ternyata
bukan bukan solusi.

Kalau demikian caranya, termasuk diantaranya adalah presidensial kita antara muwahhidin
dengan musyrikin, antara ahlus sunnah dengan ahlul bid’ah, dibiarkan dan didiamkan, maka
ini yang pertama kita meninggalkan amar ma’ruf nahi mungkar, dan tentunya ini adalah
menyelisihi apa yang diperintahkan di dalam Al-Quran maupun di dalam as-sunnah. Kalau
kita diam membiarkan kesyirikan, membiarkan kebid’ahan maka berarti kita meninggalkan
apa yang diperintahkan oleh Allāh ‫ ﷻ‬dan Rasul-Nya yang menyuruh kita untuk
beramar ma’ruf nahi mungkar. Dan dengan amar ma’ruf nahi mungkar kita menjadi umat
ِ ُ‫َّاس ت َْأمُرُ ونَ ِبٱ ْل َمعْر‬
yang terbaik, ‫وف وَ تَ ْن َهوْ نَ عَ ِن ٱ ْلمُن َك ِر‬ ُ ُ
ِ ‫ُكنتُ ْم خَ يْرَ أ َّم ٍة أخْ ِرجَ تْ ِللن‬

dan dengannya kita selamat ‫ِإاَّل َق ِلياٗل ِّمم َّۡن َأنجَ يۡ نَا ِمنۡ ُه ۡۗم‬

dan dengannya seseorang mendapatkan al-falah di dunia maupun di akhirat

١٠٤ َ‫‚‚‚‚‚‚ر وَ أُوْ ٰلَٓئِ‚‚‚‚‚‚كَ ُه ُم ۡٱل ُمفۡ ِل ُح‚‚‚‚‚‚ ون‬


ِ ۚ ‫‚‚‚‚‚‚ونَ عَ ِن ۡٱلمُن َك‬
ۡ ‫وف وَ يَنۡ َه‬
ِ ُ‫‚‚‚‚‚‚ٱلمَعۡ ر‬ ۡ ‫ة يَ‚‚‚‚‚‚دۡ عُ ونَ إلَى ۡٱلخَ يۡ‚‚‚‚‚‚ ر وَ ي‬ٞ ‫وَ ۡلتَ ُكن ِّمن ُك ۡم أُ َّم‬
ۡ ‫َ‚‚‚‚‚‚أمُرُ ونَ ِب‬ ِ ِ
[Aali Imrān: 104]
Dan merekalah orang-orang yang beruntung. Dan ini adalah sifat orang-orang yang
beriman sebagaimana dalam Al-Quran

ِ ُ‫ض ي َۡأمُرُ ونَ ِب ۡٱلمَعۡ ر‬


71:‫وف وَ يَنۡ َه ۡونَ عَ ِن ۡٱلمُن َك ِر [ التوبة‬ ۚ ٖ ۡ‫وَ ۡٱلم ُۡؤ ِمنُونَ وَ ۡٱلم ُۡؤ ِم ٰنَتُ بَعۡ ضُ ُه ۡم َأ ۡو ِليَٓا ُء بَع‬

Ketika didiamkan kebid’ahan tadi, kesyirikan tadi berarti dia memadamkan syiar amar ma’ruf
nahi mungkar, dan ini adalah sebab turunnya laknat Allāh ‫ﷻ‬

َ‫َ‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚ريَ ۚ َم ٰ َذلِ‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚ك‬
ۡ ‫س‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚ى ٱبۡ ِن م‬َ ‫ان دَاوُۥ َد وَ ِعي‬ َ ‫ي ِإ ۡس‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚ ٰرَٓ ِءي َل عَ لَىٰ ِل‬
ِ ‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‫س‬ ٓ ‫لُعِنَ ٱلَّذِينَ َك َف‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚‚رُ و ْا ِم ۢن بَ ِن‬
ۚ‫ َكانُو ْا اَل يَتَنَا َه ۡونَ عَ ن مُّن َكر َف َعلُو ُه‬٧٨ َ‫[ بمَا عَ صَ و ْا وَّ َكانُو ْا يَعۡ تَدُون‬Al-Maidah 78-79]
ٖ ِ

Mereka dahulu tidak saling melarang dari kemungkaran.

Bukan itu cara penyelesaiannya dan bukan itu cara menyatukan umat. Caranya adalah
dengan yang ditunjukkan oleh Nabi ‫ ﷺ‬di sini, kalau memang terjadi
perselisihan ayo kita

ُ ‫ َف َعلَ ْي ُك ْم ِب‬Tidak usah berselisih, kita semuanya kembali kepada sunnah Rasulullāh
‫س‚‚‚نَّ ِتي‬
‫ﷺ‬, berpegang dengan Islam yang murni yang dibawa oleh Beliau
‫ﷺ‬. Inilah cara untuk mengatasi perselisihan tadi, kita kembali kepada jalan yang
sudah ditempuh oleh Nabi ‫ﷺ‬. Yang melenceng ke kanan kembali ke tengah,
yang melenceng ke kiri kembali ke tengah, dengan demikian kita akan berkumpul dan
bersatu di tengah, di jalan Nabi ‫ ﷺ‬kemudian kita jalan bareng, itulah cara
bersatu yang benar.

Ada pun membiarkan mereka diatas subul (jalannya) masing-masing maka ini membiarkan
mereka di atas kesesatan, mendiamkan kemungkaran yang ada pada diri mereka. Ini bukan
penyelesaian, bahkan dengan sebab ini mereka akan mendapatkan kehinaan, musuh akan
menganggap remeh mereka.

Disebutkan dalam hadits, apabila kalian sudah saling berjual beli dengan ‘inah, salah satu
jenis jual beli riba, dan kalian mulai memegang ekor-ekor sapi, maksudnya adalah sibuk
dengan dunia kalian, dan kalian meninggalkan jihad fīsabilillāh, termasuk diantara jihad
adalah jihad bil ‘ilm (dengan cara dakwah), maka ini adalah sebab Allāh ‫ ﷻ‬akan
menjadikan, menguasakan kepada kalian dzullan, yaitu kehinaan, karena tidak ada amar
ma’ruf nahi mungkar.

Maka kita akan diliputi oleh kehinaan, kerendahan, dan Allāh ‫ ﷻ‬tidak akan mengangkat
kerendahan dan kehinaan tadi sampai kalian kembali kepada agama kalian, kembali setelah
sebelumnya kalian menjauh dari jalan yang lurus yang ditempuh oleh Nabi ‫ﷺ‬,
kembali kepada jalan yang lurus, kembali kepada Islam yang murni, itulah cara bersatu

ُ ‫ َف َعلَ ْي ُك ْم ِب‬Maka hendaklah kalian berpegang teguh dengan sunnahku


‫سنَّ ِتي‬

ِ َّ‫سنَّ ِة الخُ لَفَا ِء الر‬


َ‫اشدِينَ ال َم ْه ِد ِيّين‬ ُ َ‫ و‬sunnah para khulafā’ yang mereka disifati, yang pertama rāsyidīn
maksudnya adalah orang yang berilmu lurus dengan sebab ilmu yang mereka miliki,
kemudian al-mahdiyyīn mereka adalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk.

Ilmu yang mereka miliki mengantarkan mereka untuk mengamalkan, oleh karena itu
khulafā’ ar rāsyidīn al-mahdiyyīn terkumpul di dalam diri mereka ilmu dan juga amalan dan
ini adalah sesuatu yang jarang. Jarang seorang pemimpin dia sekaligus sebagai seorang
yang ‘alim dan sekaligus dia adalah seorang yang ‘āmil ini adalah perkara yang jarang,
biasanya seorang pemimpin sibuk dengan dunianya, tidak memiliki ilmu atau memiliki ilmu
sedikit, mengamalkan juga seadanya, sibuk dengan urusan dunianya.

Tapi kalau seorang pemimpin sampai terkumpul di dalamnya ilmu yang luar biasa dan juga
mereka adalah orang yang sangat mengamalkan ilmunya maka inilah orang-orang yang
pilihan, dan demikian sifat para khulafā’ur rāsyidīn al-mahdiyyīn, mereka adalah Abu bakar,
Umar, Utsman, dan juga Ali. Kalau kita kembali kepada sirah mereka kita, dapatkan tentang
ilmu mereka yang dalam di dalam masalah agama dan amal juga demikian.

Maka kita disuruh untuk berpegang teguh dengan sunnah mereka, sunnah mereka adalah
supaya kita berpegang teguh dengan sunnah Rasulullāh ‫ﷺ‬. Itulah jalan hidup
para khulafā’ur rāsyidīn, jalan hidup mereka adalah bagaimana mengikuti sunnah Rasulullāh
‫ﷺ‬. Jangan dipahami bahwasanya mereka punya sunnah sendiri selain dari
sunnah Nabi ‫ﷺ‬, bahkan sunnah mereka adalah bagaimana mengikuti sunnah
Rasulullāh ‫ﷺ‬.

Kemudian Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan sama aku lihat lah ‫س ُكوا ِب َها‬


َّ ‫تَ َم‬

Hendaklah kalian berpegang teguh dengannya, ‫ تَ َمسَّك‬yaitu dengan tangan kalian ‫وَ عَ ضُّ وا عَ لَ ْي َها‬
‫ِبالنَّوَ ا ِج ِذ‬

dan gigitlah sunnahku tadi dengan gigi geraham kalian. ‫َس‚‚‚ ُكوا‬
َّ ‫ تَم‬kita disuruh untuk
memegang, tidak melepaskannya, ditambah lagi lebih menguatkan bukan hanya sekedar
dipegang tapi juga digigit dan digigitnya bukan dengan sembarang giginya tapi dengan
gigi geraham.
Maka ini adalah penguatan setelah penguatan, disuruh kita untuk berpegang teguh dengan
sunnah Nabi ‫ ﷺ‬dan ini adalah bisa kita pahami dari perintah untuk berpegang
teguh dengan sunnah, peringatan dari melakukan bid’ah. Kita harus pegang, kita harus gigit
jangan sampai kita berpaling kemudian kita lepaskan dan lebih kita memilih melakukan
bid’ah di dalam agama, kita harus kuat didalam memegang sunnah ini.

Kemudian yang kedua ‫ُور‬ ُ ِ َ‫وَ إيَّا ُك ْم وَ مُحْ َدث‬


ِ ‫ات األم‬ ِ

dan hati-hati kalian dari perkara-perkara yang diada-adakan, dan kalimat wa iyyākum
maknanya adalah tahdzir, hati-hati, menunjukkan bahwasanya perkara yang setelahnya
adalah perkara yang jelek yang bisa membahayakan kita, sehingga Nabi ‫ﷺ‬
mengatakan wa iyyākum, hati-hati kalian, waspadalah kalian dari perkara-perkara yang
diada-adakan, yaitu perkara yang baru, tidak ada di dalam sunnah Nabi ‫ ﷺ‬itu
namanya ‫مُحْ َدثَات‬

Disana ada agama Islam yang dibawa oleh Nabi ‫ﷺ‬, disana ada perkara yang
baru yang datang setelah agama Islam tadi, dinamakan dengan ‫مُحْ‚‚ َدثَات األُمُ‚‚ور‬. Beliau
‫ ﷺ‬mengatakan wa iyyākum, hati-hati, ini adalah segi yang kedua menunjukkan
tentang tahdzir dari bid’ah, peringatan dari bid’ah itu sendiri. ‫َف ِإنَّ ُك َّل مُحْ َدثَ ٍة ِبدْعَ ٌة‬

Karena sesungguhnya setiap sesuatu yang baru, yang tidak diajarkan oleh Nabi
‫ﷺ‬, tidak dilakukan oleh para Khulafaur Rasyidin maka itu dinamakan dengan
bid’ah, segala sesuatu yang baru yang tidak diajarkan oleh Nabi ‫ ﷺ‬dan juga
para sahabatnya khususnya para Khulafaur Rasyidin maka itu dinamakan dengan bid’ah ‫وَ ُك َّل‬
‫ِبدْعَ ٍة ضَ اَل لَ ٌة‬

dan setiap bid’ah maka itu adalah sesat dan di dalam riwayat yang lain wa kulla dholālatin
finnār dan setiap yang sesat itu tempat kembalinya di neraka, tentunya ini adalah juga
tahdzir dari bid’ah.

Segi yang ketiga karena Nabi ‫ ﷺ‬mensifati bid’ah ini adalah sebuah kesesatan,
ُ ‫ﷺ َف َعلَ ْي ُك ْم ِب‬
berarti dari tiga sisi, minimal pertama dari sabda Beliau ‫سنَّ ِتي‬

kemudian yang kedua adalah dari ucapan Beliau ‫ُور‬ ُ ِ َ‫ﷺ وَ إيَّا ُك ْم وَ مُحْ َدث‬
ِ ‫ات األم‬ ِ

kemudian dari ucapan Beliau ‫ﷺ وَ ُك َّل ِبدْعَ ٍة ضَ اَل لَ ٌة‬

semuanya adalah ta’kid diatas ta’kid, penguatan dan penguatan selanjutnya tentang
ِ ُ‫أ‬
peringatan dari bid’ah, dan mungkin saja bisa dimasukkan di dalam kalimat ‫وصي ُك ْم ِبتَ ْقوَ ى اللَّ ِه‬
hendaklah kalian bertakwa kepada Allāh ‫ﷻ‬, masuk di dalamnya adalah menjauhi
bid’ah.

Hadits ini diriwayatkan oleh Tirmidzi

ٌ‫ص‚‚‚حِيح‬
َ ٌ‫س‚‚‚ن‬ ٌ ‫ « َه‚‚‚ َذا حَ‚‚‚ ِد‬:ُّ‫ وَ َق‚‚‚ا َل التِّرْ ِم‚‚‚ ِذي‬dan di sana ada imam-imam yang lain juga yang
َ َ‫يث ح‬
meriwayatkan hadits ini, dan termasuk diantaranya adalah Abu Daud, Tirmidzi dan juga Ibnu
Majah

Halaqah 98 | Pembahasan Dalil Kedua Hadits Hudzaifah Ibnu Yaman Ustadz


Dr. Abdullah Roy, M.A ‫ حفظه هلل تعالى‬Kitāb Fadhlul Islām
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

‫ « ُك‚ ُّل ِعبَ‚‚ا َد ٍة‬:َ‫ َق‚‚ال‬،‫ وَ عَ نْ ُح َذي َف ‚ َة‬Dan dari Hudzaifah semoga Allāh ‫ ﷻ‬meridhai beliau, beliau
mengatakan setiap ibadah ‫اَل يَتَ َعبَّ َد َها َأصْ حَ ابُ مُحَ َّم ٍد َفاَل تَتَ َعبَّدُو َها‬

setiap ibadah yang tidak pernah melakukan ibadah tadi para sahabat Rasulullāh
‫ﷺ‬,

‫ َفاَل تَتَ َعبَّدُو َها‬maka janganlah kalian beribadah dengan ibadah tersebut, bercerminlah kepada
para sahabat radhiallāhu anhu, jangan kita hanya mengandalkan dalil-dalil yang umum yang
bisa dibawa ke sini, ke sana, tapi kita harus kembali kepada apakah ibadah ini pernah
dilakukan oleh para sahabat. Kalau memang pernah mereka lakukan, ihmadullāh, berarti
boleh kita melakukan ibadah tadi karena inilah yang dipahami oleh para sahabat Nabi
‫ﷺ‬, kalau tidak ‫ َفاَل تَتَ َعبَّدُو َها‬kalau tidak maka jangan kalian sekali-kali melakukan
ibadah tadi.

Maulud Nabi ‫ ﷺ‬misalnya, mungkin sebagian orang mendatangkan banyak dalil


ِ ‫ُقلۡ ِإن ُكنت ُۡم تُ ِحبُّونَ ٱللَّ َه َفٱت َِّبع‬
‫ُون‬ ‫اَل ي ُْؤمِنُ َأحَ ُد ُك ْم حَ تَّى َأ ُكونَ َأحَ بَّ ِإلَ ْي ِه‬

Atau dalil-dalil umum yang lain yang ingin menjelaskan kepada kita tentang pentingnya
mencintai Nabi ‫ﷺ‬. Langsung kita kembali kepada zaman para sahabat
radhiallāhu ta’ala anhum, dan kita semuanya sepakat tidak ada yang lebih mencintai Nabi
‫ ﷺ‬dari pada para sahabat, cinta mereka sangat mendalam ditunjukkan oleh
bagaimana pengorbanan mereka dan kisah-kisah mereka yang sangat menyentuh dan
mengharukan dalam memperjuangkan dan membela Nabi ‫ﷺ‬.
Ternyata tidak ada diantara mereka yang merayakan kelahiran Rasulullāh ‫ﷺ‬,
maka setiap ibadah yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat jangan kita beribadah
dengan ibadah tersebut ‫َف ِإنَّ األَوَّ َل لَ ْم يَ َدعْ ِلآلخَ ِر َم َقااًل‬

karena sesungguhnya yang pertama, maksudnya adalah para sahabat Nabi ‫ﷺ‬,
mereka tidak meninggalkan untuk yang terakhir, yaitu untuk orang-orang yang datang
setelahnya, ‫ َم َقااًل‬yaitu kesempatan untuk membuat ibadah yang baru, kurang lebih demikian.
Kalau memang itu disyariatkan, yakin sudah dilakukan oleh para sahabat. Mereka ini orang-
orang pilihan, dipilih oleh Allāh ‫ ﷻ‬untuk menimba agama ini, menyampaikan kepada
orang-orang yang datang setelah mereka dan dipilih oleh Allāh ‫ ﷻ‬untuk mengamalkan
apa yang datang dari Nabi ‫ﷺ‬. Mereka adalah orang-orang yang getol di dalam
beramal, meskipun mereka mungkin memiliki ilmu yang sedikit tapi mereka mengamalkan
yang sedikit tadi.

Semakin banyak ilmunya semakin mereka beramal, dan apa yang disebutkan oleh Abu
Abdurrahman as-Sulami

ْ‫سلَّ َم َأنَّ ُه ْم َكانُوا إذا تعلم عشر آيات لم يجاوزه‚ا ح‚تى يَتعل ُم‚‚وا َم‚‚ا ِفي َه‚‚ا مِن‬
َ َ‫ي صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬ ِ ‫حَ َّدثَنَا مَنْ َكانَ يُق ِْرئُنَا مِنْ َأصْ حَ ا‬
ِ ّ ‫ب الن َِّب‬
‫ا ْل ِع ْل ِم وَ ا ْل َع َم ِل َقال َفتعَلمْ نَا ا ْل ِع ْل َم وَ ا ْل َع َم َل جميعا‬

Telah mengabarkan kepada kami orang-orang yang mengajarkan kami Al-Qur’an diantara
para sahabat Nabi ‫ﷺ‬, seperti Utsman, Ubay, Abdullah ibn Mas’ud, mereka
mengabarkan kepada kami bagaimana cara mereka dahulu menuntut ilmu. Dahulu mereka
apabila mempelajari 10 ayat dari Nabi 10 ‚,‫ ﷺ‬ayat saja, maka mereka tidak
melewati 10 ayat tadi sampai mereka mempelajari maknanya dan juga mengamalkan isinya,
mereka tanya kalau memang ini mereka tidak tahu maknanya, sampai mereka benar-benar
paham kemudian mereka amalkan, kalau sudah baru berpindah meminta kembali sepuluh
ayat yang lain.

Itulah kaum tersebut yaitu para sahabat Nabi ‫ﷺ‬, sehingga kalau demikian
jangan kita mengira mereka meninggalkan kepada kita kesempatan untuk membuat bid’ah
yang yang baru, semua sudah mereka terangkan semua sudah mereka amalkan. Tinggal kita
bercermin saja, kalau diamalkan oleh para sahabat Nabi ‫ﷺ‬, amalkan, tidak
masalah, kalau tidak pernah diamalkan oleh mereka maka jangan kita beribadah dengan
amalan tersebut.

Maka tentunya ini adalah tahdzir dari bid’ah, ucapan Hudzaifah ini adalah tahdzir dari
َ ‫! َفاتَّقُوْ ا اللَّ َه يَا َم ْع‬
membuat bid’ah di dalam agama ‫شرَ القُرَّ ا َء‬
Maka hendaklah kalian bertakwa kepada Allāh ‫ ﷻ‬wahai orang-orang yang qurrā’, dan
yang dimaksud dengan qurrā’ di sini bukan istilah qurrā’ yang ada di zaman kita. Qurrā’ di
zaman para sahabat radhiallāhu ta’ala anhum mereka adalah orang-orang yang
menyibukkan diri dengan Al-Quran dan mengamalkan isinya, itulah qurrā’ dan mereka
adalah ulama, ulama yang ‘āmilīn. Adapun qurrā’ di zaman sekarang maka ini adalah istilah
bagi orang yang suaranya bagus atau mereka memiliki qiro’at, maka dikatakan dia sebagai
seorang qari’ atau seorang qurrā’. ‫وَ خُ ُذوا ط َ ِريقَ مَنْ َكانَ َق ْبلَ ُكم‬

Dan hendaklah kalian mengambil jalan orang-orang sebelum kalian, maksudnya adalah para
sahabat Rasulullāh ‫ﷺ‬, jangan kalian mengambil jalan yang lain َ‫خُ ُذوا ط َ ِريقَ مَنْ َكان‬
‫َق ْبلَ ُكم‬

ambillah jalan orang-orang sebelum kalian. Ini nasihat beliau khusus kepada para qurrā’ dan
maksudnya disini bukan berarti yang harus untuk mengikuti jalan para sahabat adalah
qurrā’ saja. Kenapa di sini beliau berbicara kepada qurrā’, karena mereka dicontoh oleh
manusia. Kalau mereka Istiqomah di atas ilmu, di atas amal maka mereka akan melesat jauh
ke depan karena mereka berilmu dan beramal dan orang yang berilmu dimudahkan oleh
Allāh ‫ ﷻ‬jalan-jalan kebaikan ‫من يرد هللا به خيرا يفقهه في الدين‬

akan dimudahkan jalan menuju surga ‫هللا لَ ُه ِب ِه طَ ِريقًا ِإلَى ا ْلجَ نَّ ِة‬ َ ،‫سلَكَ طَ ِريقًا يَ ْلتَمِسُ ِفي ِه ِع ْلمًا‬
ُ ‫س َّه َل‬ َ ْ‫مَن‬

kalau kalian Istiqomah maka kalian akan mendahului mereka dan melesat dengan jarak
yang sangat jauh, tapi kalau sampai kalian tersesat menyimpang dari jalan yang lurus maka
sungguh kalian akan tersesat dengan kesesatan yang jauh.

Makanya beliau memberikan nasehat ini kepada qurrā’ bukan berarti ini khusus bagi mereka
tapi kedudukan mereka yang dicontoh dan diteladani oleh manusia, kalau sampai mereka
menyimpang ini di belakang mereka banyak orang yang meniru mereka akhirnya mereka
ikut menyimpang

َ َ ‫ مِنْ َغي‬،‫سيّئَ ًة؛ َكانَ عَ لَ ْي ِه وزْ رُ َه‚ا وَ وزْ رُ مَنْ عَ ِم‚ َل ب َه‚‚ا مِنْ بَعْ‚ ِد ِه إلى ي‚وم القيام‚ة‬ ُ ‫ساَل ِم‬
ِ َ‫ْ‚ر أنْ يَ ْنقُصَ مِنْ أوْ ز‬
‫ار ِه ْم‬ ِ ِ ِ ِ ِ َ ‫سنَّ ًة‬ ْ ‫اإل‬
ِ ‫مَنْ سَنَّ ِفي‬
‫شيْ ٌء‬ َ

Beliau mengatakan disini ‫رَ وَ ا ُه َأبُو دَاوُ َد‬

Diriwayatkan atsar ini oleh Abu Dawud, tapi kalau kita kembali ke kitab Sunan Abi Dawud
kita tidak menemukan yang demikian. Allāhu a’lam dan kita sudah berusaha untuk mencari,
tidak kita dapatkan, apakah itu adalah sahwun dari muallif dan juga yang lain atau memang
di sana ada nuskhah sunnan Abi Dawud yang di situ ada penyebutan atsar ini, tapi
maknanya shahih (benar) tidak bertentangan dengan pondasi di dalam agama kita.
Halaqah 99 | Pembahasan Dalil Terakhir Atsar Ibnu Mas’ud Ustadz Dr. Abdullah
Roy, M.A ‫حفظه هلل تعالى‬Kitāb Fadhlul Islām
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Atsar yang terakhir yang disebutkan oleh beliau didalam bab ini, dan ini adalah atsar yang
terakhir dalam kitab ini yaitu atsar dari Abdullah bin Mas’ud ‫ي‬ ِ ‫وَ َقا َل الد‬
ُّ ‫َّار ِم‬

Berkata ad-Darimiy yaitu didalam sunannya ،‫س ِمعْتُ َأ ِبي‬


َ :َ‫ َقال‬،‫ َأنب ََأنَا عَ مْ رُ و بْنُ يَحْ يَى‬،‫ك‬
ِ َ‫َأخْ بَرَ نَا الحَ َك ُم بْنُ ال ُمبَار‬
‫ عَ نْ َأ ِبي ِه‬،‫ث‬
ُ ‫يُحَ ِّد‬

Berkata ad-Darimiy, telah mengabarkan kepada kami Al-Hakam ibnul mubarok, telah
mengabarkan kepada kami ‘Amr ibn Yahya, beliau mengatakan aku mendengar bapakku
menceritakan dari bapaknya, berarti kakek dari ‘Amr ibn Yahya. Ini adalah lafadz yang
disebutkan oleh ad-Darimiy.

Kemudian beliau mengatakan ‫ي اللَّ ُه عَ نْ‚‚‚‚‚ ُه‬ َ ‚‚‚‚‚‫ض‬


ِ َ‫َس‚‚‚‚‚عُو ٍد ر‬ ِ ‫ب عَ بْ‚‚‚‚‚ ِد اللَّ ِه ب‬
ْ ‫ْن م‬ ِ ‫ ُكنَّا َنجْ لِسُ عَ لَى بَ‚‚‚‚‚ا‬:َ‫َق‚‚‚‚‚ال‬
ُ‫ ُكنَّا نَجْ لِس‬:َ‫ َقال‬Beliau menceritakan kami sedang duduk ‫ي اللَّ ُه عَ نْ‚ ُه‬ َ ‚‫ض‬ ِ َ‫سعُو ٍد ر‬ ْ ‫ْن َم‬ ِ ‫ عَ لَى بَا‬kami
ِ ‫ب عَ ْب ِد اللَّ ِه ب‬
sedang duduk di depan pintunya Abdullah bin Mas’ud, berati bukan hanya sendiri saat itu,
dia dan juga para thullabul ‘ilm yang lain duduk bersama di depan pintunya Abdullah bin
Mas’ud ‫َق ْب َل صَ اَل ِة ال َغدَا ِة‬

yaitu sebelum datangnya waktu shalat subuh, sebelum shalat subuh mereka sudah
menunggu di depan rumahnya Abdullah bin Mas’ud ingin mengambil faedah dari
perjalanan beliau dari rumahnya menuju ke masjid ْ ‫ش ْينَا َم َع ُه ِإلَى ال َم‬
‫س ِج ِد‬ َ ‫َف ِإ َذا خَ رَ َج؛ َم‬

Apabila beliau keluar maka kami biasanya berjalan bersama beliu menuju ke masjid,
tentunya dengan dhawabit yang disebutkan Syaikh Sholeh al-Ushaimi hafidzahullāhu ta’ala,
jangan sampai kita mentaḥrij beliau sehingga justru malah menyusahkan beliu dalam
berjalan, seharusnya bisa berjalan lancar dengan cepat justru karena saling berdesak-
desakan malah justru bukan menghormati beliau tapi menghinakan ‘alim tersebut,
sendalnya copot misalnya, sampai jatuh, kesandung-sandung, ini bukan ihtirām tapi justru
ihana kepada ‘alim tersebut ‫ي اللَّ ُه عَ ْن ُه‬
َ ‫ض‬ ْ َ‫َفجَ ا َءنَا َأبُو مُوسَى األ‬
ُّ ‫شع َِر‬
ِ َ‫ي ر‬

kemudian ketika kami dalam keadaan seperti itu datanglah Abu Musa Al Asy’ari, dan Abu
Musa Al Asy’ari saat itu adalah sebagai Hakim, beliau sebagai Amir dan Abdullah bin Mas’ud
sebagai ‘ālimnya, muftinya, dua-duanya adalah dua sahabat Nabi ‫ﷺ‬, di kufah
maka Abu Musa sebagai amirnya dan Abdullah bin Mas’ud di sini sebagai Muftinya.

Datang amir ini, gubernurnya datang sebelum subuh ke rumah Abdullah bin Mas’ud
َ َ
ِ ‫ أخَ رَ َج ِإلَ ْي ُك ْم أبُو عَ ْب ِد الرَّ حْ م‬:َ‫َفقَال‬
kemudian dia bertanya ‫َن؟‬
Apakah Abu ‘Abdurrahmān sudah keluar kepada kalian, berarti Abu Musa Al Asy’ari tahu
kebiasaan murid-muridnya Abdullah bin Mas’ud di waktu tersebut, yaitu menunggu
keluarnya Abdullah bin Mas’ud dan ini menunjukkan bahwasanya Amir tadi juga bangun
sebelum subuh, ini zaman yang penuh dengan kebaikan saat itu, baik hukkamnya
mahkumnya semuanya di atas ketakwaan kepada Allāh ‫ اَل‬:‫ﷻ ُق ْلنَا‬

kami mengatakan belum keluar ‫َفجَ لَسَ َم َعنَا‬

maka Abu Musa Al Asy’ari ikut duduk bersama kami, bukan terus misalnya gedor pintu
karena beliau adalah gubernur kemudian semaunya saja membangunkan orang atau
menyuruh orang lain keluar, tidak. Tawadhu’nya beliau, beliau juga ikut menunggu bersama
murid-muridnya Abdullah bin Mas’ud ‫َفجَ لَسَ َم َعنَا‬

beliau pun duduk bersama kami menunjukkan keutamaan Abu Musa Al Asy’ari ‫َفلَمَّا خَ رَ َج؛‚ ُقمْ نَا‬
‫ِإلَ ْي ِه جَ ِميعًا‬

maka ketika beliau keluar akhirnya kami menyambut beliau semuanya, ‫ ُقمْ نَا ِإلَ ْي ِه‬maksudnya
berdiri kepada beliau, berarti berjalan menuju beliau, ini tidak masalah, yang dilarang kalau
sampai alqiyāmu lahu, berdiri karena beliau.

Misalnya ada orang berjalan, dianggap dia adalah orang yang terhormat, sebelumnya kita
duduk kemudian kita berdiri lahu ini tidak boleh, tapi kalau alqiyamu ilaihi, bangun ilaihi
maksudnya menyambut beliau tidak masalah, kita sedang duduk di rumah kalau ada tamu
kita berdiri menyambut beliau di pintu tidak masalah. Mereka akhirnya berdiri ilaihi, yaitu
bangun menuju kepada Abdullah bin Mas’ud

‫ َفقَا َل لَ ُه َأبُو مُوسَى‬maka berkata kepadanya Abu Musa

‫س ِج ِد آ ِنفًا َأمْ رً ا َأ ْن َكرْ تُ ُه‬


ْ ‫َن! ِإ ِنّي رَ َأيْتُ ِفي ال َم‬ َ
ِ ‫يَا أبَا عَ ْب ِد الرَّ حْ م‬

Wahai Abu Abdurrahman, kunyah dari Abdullah bin Mas’ud, sesungguhnya aku baru saja
melihat di masjid, berarti sebelumnya Abu Musa Al Asy’ari seorang gubernur di waktu
tersebut berada di dalam masjid, aku melihat di sana ada sebuah perkara yang aku ingkari,
maksudnya adalah tidak pernah aku melihatnya baik bersama Rasulullāh ‫ﷺ‬,
bersama kalian wahai para sahabat, ‫ َأ ْن َكرْ تُ ُه‬aku tidak pernah melihat yang demikian – َ‫وَ لَ ْم َأر‬
‫وَ الحَ مْ ُد ِللَّ ِه – ِإاَّل خَ يْرً ا‬

dan Alhamdulillah aku tidak melihat kecuali kebaikan, Abu Musa Al Asy’ari tidak ada melihat
di sana orang yang main musik atau orang yang minum-minuman keras di waktu sebelum
subuh tadi tapi mereka di dalam mesdjid dalam keadaan beribadah, ini menunjukkan
bagaimana kesungguhan diwaktu seperti itu mungkin jam 2, jam 1, mereka dalam keadaan
berkumpul di mesjid melakukan ibadah tadi ‫ َفمَا هُوَ ؟‬:َ‫َقال‬

Abdullah bin Mas’ud mengatakan َ‫ َفمَا هُو‬apa yang engkau lihat tadi ‫ستَرَ ا ُه‬
َ ‫ ِإنْ ِعشْتَ َف‬:َ‫َفقَال‬

Abu Musa mengatakan kalau engkau masih hidup niscaya engkau akan melihat yang
demikian, ini menunjukkan bagaimana ketergantungan para sahabat Nabi ‫ﷺ‬
sampai perjalanan dari rumah menuju mesjid tidak yakin kalau itu mereka masih bisa hidup
sampai sana, sehingga mengatakan َ‫ش‚‚ت‬ ْ ‫ ِإنْ ِع‬kalau engkau masih hidup engkau akan
melihatnya. Bagaimana mereka terus memikirkan al-maut sehingga tidak yakin bahwa dia
akan masih dalam keadaan hidup meskipun hanya jaraknya dekat antara rumah dengan
masjid.

ْ ‫ رَ َأيْتُ ِفي ال َم‬:َ‫َقال‬


‫س ِج ِد َقوْ مًا ِحلَقًا ُجلُوسًا‬

Maksud ucapan beliau ini ‫س َترَ ا ُه‬َ ‫ ِإنْ ِعشْتَ َف‬maksudnya engkau akan melihat sendiri bagaimana
hakikatnya, hakikat dari apa yang aku lihat tadi, kemudian beliau menceritakan gambaran,
ْ ‫رَ َأيْتُ ِفي ال َم‬
inilah yang aku lihat tadi ‫س ِج ِد َقوْ مًا ِحلَقًا ُجلُوسًا‬

Aku melihat di dalam mesjid sebuah kaum yang mereka membuat halaqah-halaqah,
lingkaran-lingkaran ‫ ُجلُوسًا‬mereka membuat lingkaran dalam keadaan mereka duduk, bukan
dalam keadaan berdiri tapi dalam keadaan duduk dan melingkar dan itu ada beberapa
halaqah ‫ يَ ْنت َِظرُ ونَ الصَّ اَل َة‬mereka dalam keadaan menunggu shalat (subuh)

‫ ِفي ُك‚ ِ ّل حَ ْل َق‚ ٍة رَ ُجل‬di dalam setiap halaqah tadi ada seseorang laki-laki, dianggap dia adalah
sebagai pemimpinya ‫يه ْم حصً ا‬ َ
ِ ‫ وَ ِفي أ ْي ِد‬dan di dalam tangan-tangan mereka ada kerikil-kerikil

‫ َفيَقُو ُل‬kemudian laki-laki yang ada di dalam setiap halaqah tadi yang di jadikan pemimpin dia
mengatakan ‫ َك ِبّرُ وا ِمائَ ًة‬Hendaklah kalian bertakbir 100 kali ‫َفيُ َك ِبّرُ ونَ ِمائَ ًة‬

akhirnya yang lain yang ada di halaqah tadi mengucapkan takbir 100 kali sesuai dengan
aba-aba yang diucapkan oleh laki-laki tadi dan mereka menghitungnya dengan kerikil-
kerikil tadi, Allāhu Akbar Allāhu Akbar Allāhu Akbar Allāhu Akbar Allāhu Akbar dan
seterusnya masing-masing sudah punya hitungan sendiri-sendiri ‫ َه ِلّلُوا ِمائَ ًة‬:ُ‫َفيَقُول‬

kemudian dia mengatakan ‫ َه ِلّلُوا ِمائَ ًة‬hendaklah kalian bertahlil 100 kali

‫ َفيُ َه ِلّلُونَ ِمائَ ًة‬kemudian mereka mengucapkan lāilāhaillallāh 100 kali


‫س ِبّ ُحوا ِمائَ ًة‬
َ :ُ‫ وَ يَقُول‬kemudian dia mengatakan hendaklah kalian bertasbih 100 kali

َ ُ‫ َفي‬kemudian mereka bertasbih 100 kali


‫س ِبّ ُحونَ ِمائَ ًة‬

‫ « َفمَا َذا ُق ْلتَ لَ ُه ْم؟‬:َ‫ َقال‬Ketika mendengar kisah ini maka Abdullah bin Mas’ud bertanya kepada Abu
Musa, karena beliau yang melihat dan beliau sebagai Amir kūfah

‫ َفمَ‚‚ا َذا ُق ْلتَ لَ ُه ْم؟‬Apa yang engkau ucapkan kepada mereka, sebagai seorang Amir sebagai
seorang pemimpin

َ‫ش‚ ْيئًا ا ْن ِتظَ‚‚ارَ رَ ْأ ِي‚‚ك‬


َ ‫ َم‚‚ا ُق ْلتُ لَ ُه ْم‬:َ‫ َق‚‚ال‬Aku tidak mengucapkan bagi mereka sesuatu apapun karena
menunggu pendapatmu, ini menunjukkan kehati-hatian Abu Musa Al Asy’ari, karena beliau
melihat di situ tahlil takbir tasbih, mereka bukan main musik di masjid bukan minum
minuman keras tapi mereka melakukan ibadah maka beliau menunggu pendapat dari
Abdullah bin Mas’ud.

Yang menjadi sesuatu yang sangat disayangkan di sini, lihat bagaimana meremehkannya
mereka terhadap sahabat Nabi ‫ﷺ‬, di situ ada Abu Musa Al Asy’ari, orang yang
pernah bertemu dengan Rasulullāh ‫ﷺ‬, ada di masjid tersebut dan mereka
berani untuk membuat bid’ah di dalam agama, kenapa mereka tidak bertanya kepada Abu
Musa apakah demikian dulu Nabi ‫ﷺ‬, apakah demikian dulu para sahabat Nabi
‫ﷺ‬, ini menunjukkan di dalam hati mereka ada marādh (penyakit), menganggap
remeh para sahabat Nabi ‫ﷺ‬, nanti akan sampai bagaimana akibat dari bid’ah
yang kecil ini

َ ‫«أ َفاَل َأمَرْ َت ُه ْم َأنْ يَ ُعدُّوا‬


‫س ِيّئَا ِت ِه ْم‬ َ :َ‫ َقال‬Apakah engkau tidak memerintahkan mereka untuk menghitung
saja kejelekan-kejelekan mereka, daripada mereka melakukan amalan-amalan tadi
menghitung tasbih 100 kali takbir 100 kali tahlil 100 kali kenapa tidak ditunjukkan kepada
sesuatu yang bermanfaat bagi mereka, yaitu muhasabah diri mereka, menghitung
kejelekan-kejelekan mereka, menghitung dosa-dosa ‫سنَا ِت ِه ْم‬ ِ ‫وَ ضَ ِمنْتَ َل ُه ْم َأنْ اَل ي‬
َ َ‫َضيعَ مِنْ ح‬

Dan engkau menjamin bagi mereka bahwasanya tidak akan hilang kebaikan mereka sekecil
apapun. Seandainya antum tidak menghitung shalat fardu yang selama ini antum lakukan
dari semenjak baligh sampai sekarang, antum lupa berapa kali antum shalat fardhu,
seandainya antum lupa berapa kali antum mengucapkan lailahaillallāh sejak pertama kali
antum mengucapkan sampai sekarang, hilang tidak pahalanya, tidak.

Kalau kita tidak menghitung kebaikan-kebaikan tersebut jangan khawatir itu tidak akan
disia-siakan oleh Allāh ‫ ﷻ‬tidak akan dihilangkan oleh Allāh ‫ﷻ‬, makanya di sini
disebutkan
‫سنَا ِت ِه ْم‬ ِ ‫وَ ضَ ِمنْتَ َل ُه ْم َأنْ اَل ي‬
َ َ‫َضيعَ مِنْ ح‬

seandainya kita tidak menghitung 100, 1000 atau berapa kali kita melakukan amal shaleh
tersebut jangan khawatir, Allāh ‫ ﷻ‬tidak akan menghilangkan, tidak akan menyia-
nyiakan amal shaleh tersebut. Ini lebih bermanfaat, jadi yang lebih bermanfaat seseorang
adalah memuhasabah, menghitung kejelekan-kejelekan yang sudah dia lakukan, berapa kali
ana melakukan dosa ini sehingga dengan dia mengingat dosanya dan semakin banyak dia
mengingat dosanya semakin dia merasa takut, semakin dia memperbanyak istighfar, ini
yang bermanfaat bagi seseorang, bukan dengan menghitung kebaikan-kebaikan tadi.

Ini menunjukkan fiqh dari Abdullah bin Mas’ud, yang lebih bermanfaat bagi mereka yaitu
memuhasabah diri menghitung dosa-dosanya, adapun kebaikan-kebaikan tadi maka jangan
khawatir itu tidak akan disia-siakan oleh Allāh ‫ﷻ‬

‫ ثُ َّم مَضَ ى‬akhirnya beliau berjalan menuju ke masjid

‫ وَ مَضَ ْينَا َم َع ُه‬Dan kamipun berjalan bersama beliau, ingin tahu apa yang akan terjadi, apa yang
akan dilakukan oleh ālim kūfah kepada orang-orang tadi, ini diantara faedah melazimi
seorang ālim, dia tahu apa yang terjadi, coba seandainya dia tidur di rumahnya tidak tahu
apa yang terjadi, dan dia bisa mengambil faedah apa yang terjadi pada Abu Musa Al Asy’ari,
tawadhu’nya beliau dan apa ucapan atau percakapan antara Abu Musa Al Asy’ari dengan
Abdullah bin Mas’ud dan apa yang terjadi sebelum subuh, ini menunjukkan berkahnya
waktu tersebut sehingga bisa disampaikan kisah ini kepada kita, seandainya Amr bin
Salamah dan juga yang lain ini mereka dalam keadaan terlelap dengan selimutnya maka
mungkin kisah ini tidak akan sampai kepada kita, tapi mereka adalah kaum yang memang
Allāh ‫ ﷻ‬berikan kepada mereka keutamaan yang besar dan keutamaan yang banyak.

Halaqah 100 | Pembahasan Dalil Terakhir Atsar Ibnu Mas’ud Bag 02 (Selesai)
Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A ‫ حفظه هلل تعالى‬Kitāb Fadhlul Islām
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Atsar yang terakhir yang disebutkan oleh beliau didalam bab ini, dan ini adalah atsar yang
terakhir dalam kitab ini yaitu atsar dari Abdullah bin Mas’ud ‫حَ تَّى َأتَى حَ ْل َق ًة مِنْ ِت ْلكَ ال ِحلَ ِق‬

Sampai beliau Abdullah bin Mas’ud mendatangi satu halaqah diantara halaqah-halaqah
tadi, karena mungkin halaqahnya banyak, besar mesjidnya, kalau berbicara dengan
semuanya mungkin tidak akan sampai, akhirnya didatangi satu halaqah saja

‫ «مَا َه َذا الَّ ِذي َأرَ ا ُك ْم تَصْ نَعُونَ ؟‬:َ‫ َفقَال‬Apa ini yang sedang aku lihat kalian melakukannya, beliau ingin
tahu apa yang menjadi sebab mereka melakukan perkara ini, tidak langsung menghukumi
َ
ِ ‫ يَا أبَا عَ ْب ِد الرَّ حْ م‬:‫ ! َقالُوا‬Mereka mengatakan wahai Abu Abdurrahman ‫حصً ا‬
‫َن‬

Ini adalah kerikil-kerikil, karena mereka bawa kerikil dalam masjid. Mereka mengatakan ini
adalah kerikil kerikil yang kami menghitung dengannya َ‫نَ ُع ُّد ِب ِه التَّ ْك ِبيرَ وَ التَّ ْه ِلي َل وَ التَّس ِْبيح‬

kami menghitung dengannya takbir tahlil dan juga tasbih, itu saja tidak ada yang lain

‫ َقا َل‬maka beliau mengatakan, barulah di sini beliau lebih yakin dengan apa yang dikatakan
oleh Abu Musa Al Asy’ari, benar seperti yang diucapkan oleh Abu Musa, mereka
menghitung takbir tahlil dan tasbih dengan kerikil kerikil tadi

َ ‫سنَا ِت ُك ْم‬
‫شيْ ٌء‬ ِ ‫س ِيّئَا ِت ُك ْم! َف َأنَا ضَ امِنٌ َأنْ اَل ي‬
َ َ‫َضيعَ مِنْ ح‬ َ ‫ « َف ُعدُّوا‬:َ‫َقال‬

maka hendaklah kalian menghitung kejelekan-kejelekan kalian saja, maka aku menjamin
bahwasanya tidak akan hilang dari kebaikan kebaikan kalian sedikitpun. Apa yang tadi
diucapkan kepada Abu Musa Al Asy’ari, beliau mengatakan kenapa engkau tidak
mengucapkan, beliau langsung praktekkan, kalau memang tadi tidak sempat diucapkan
oleh Abu Musa Al Asy’ari sekarang beliau praktekkan sendiri, beliau mengatakan kepada
َ ‫َف ُعدُّوا‬
mereka ‫س ِيّئَا ِت ُك ْم‬

Beliau yang mendorong dan beliau juga yang mengamalkan apa yang didakwahkan,
hitunglah kejelekan-kejelekan kalian, muhasabahlah kalian, dan jangan kalian menghitung
kebaikan-kebaikan seperti ini, menghitung tahlil menghitung takbir menghitung tasbih
karena aku menjamin bahwasanya kebaikan-kebaikan tersebut tidak akan sia-sia di sisi Allāh
‫ﷻ‬, Allāh ‫ ﷻ‬akan menghitungnya, kalian tidak menghitung Allāh ‫ ﷻ‬yang
menghitung, Allāh yang menghitungnya Allāh ‫ ﷻ‬yang mengumpulkannya dan mereka
sudah melupakan yang demikian ‫وَ يْحَ ُك ْم يَا أُ َّم َة مُحَ َّم ٍد‬

Ini beliau berbicara tentang perkara-perkara yang di luar syariat, adapun yang disyariatkan
seperti 33 kali setelah shalat, takbir kemudian tasbih tahmid maka ini kita hitung karena
memang disyariatkan adapun ini maka ini bukan perkara yang disyariatkan, seseorang
menghitung-hitung takbirnya tasbihnya tahlilnya, zaman sekarang ada seperti alat untuk
katanya tasbih digital menghitung berapa kali, ana takutnya masuk dalam perkara ini, lebih
baik kita menghitung memuhasabah kesalahan kita daripada menghitung Hasanah tersebut
dan yakinlah bahwasanya Hasanah tersebut tidak akan disia-siakan oleh Allāh ‫ﷻ‬

Kemudian beliau memberikan nasehat, karena beliau tahu ini adalah perbuatan bid’ah

‫ وَ يْحَ ُك ْم يَا أُ َّم َة مُحَ َّم ٍد‬Celaka kalian wahai umatnya Muhammad
‫ مَا َأسْرَ عَ َهلَ َكتَ ُك ْم‬Sungguh cepat kehancuran kalian, kemudian beliau menyebutkan bagaimana
cepatnya َ‫سلَّ َم ُمتَوَ افِرُ ون‬ َ َ‫َه ُؤاَل ِء صَ حَ ابَ ُة ن َِب ِيّ ُك ْم صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬

mereka para sahabatnya Muhammad ‫ ﷺ‬di antara kalian mutawāfirūn mereka


masih banyak sekali, Abdullah bin Mas’ud, Abu Musa Al Asy’ari dan juga para sahabat yang
lain, mutawāfirūn ada di sekitar kalian yang kalian tahu bahwasanya mereka pernah bertemu
dengan Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, harusnya tergerak hati kalian untuk bertanya
kepada mereka karena mereka adalah orang yang paling tahu tentang Nabi ‫ﷺ‬

‫ وَ َه‚‚ ِذ ِه ِثيَابُ‚‚ ُه َل ْم تَبْ‚‚ َل‬dan ini pakaian-pakaian beliau belum rusak, pakaian Nabi Muhammad
‫ ﷺ‬belum rusak menunjukkan waktu yang sangat sebentar antara kematian
Nabi ‫ ﷺ‬dengan kejadian saat itu, para sahabat belum pada meninggal
mutawāfirūn masih banyak, berarti jarak antara kejadian tadi dengan meninggalnya Nabi
‫ ﷺ‬adalah jarak yang sebentar

ْ‫ وَ آ ِنيَتُ ُه لَ ْم تُ ْكسَر‬dan bejana bejana beliau, gelas beliau atau yang digunakan untuk masak belum
pecah, masih pada utuh, ini menunjukkan tentang masih pendeknya jarak antara kematian
Nabi ‫ ﷺ‬dengan kejadian saat itu, kok sudah terjadi bid’ah, ini sangat
keterlaluan

ِ ‫ وَ الَّ ِذي نَف‬Kemudian beliau memberikan nasehat kepada mereka, dan demi Dzat yang
‫ْسي ِبيَ ِد ِه‬
jiwaku berada di tangan-Nya ‫ب ضَ اَل لَ ٍة‬ ِ ‫سلَّ َم َأوْ ُم ْفتَ ِت ُحو بَا‬
َ َ‫ي َأ ْهدَى مِنْ ِملَّ ِة مُحَ َّم ٍد صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬
َ ‫ِإنَّ ُك ْم لَ َعلَى ِملَّ ٍة ِه‬

Ini adalah dakwah beliau ingin mengingatkan mereka, dan lihat bagaimana pemahaman
Abdullah bin Mas’ud dan bagaimana beliau membuat kata-kata yang tidak akan bisa
mereka menjawabnya, seandainya mereka berusaha menjawabnya pasti di sana ada
jawaban yang lain dari Abdullah bin Mas’ud yang intinya bahwasanya mereka salah, dan
yang seperti ini adalah hibah dari Allāh ‫ﷻ‬, membuat sebuah pertanyaan dan
konsekuensi dari dua pertanyaan ini baik jawaban yang pertama maupun jawaban yang
َ َ‫ي َأ ْهدَى مِنْ ِملَّ ِة مُحَ َّم ٍد صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬
kedua menunjukkan tentang kesalahan dia ‫سلَّ َم‬ َ ‫ِإنَّ ُك ْم لَ َعلَى ِملَّ ٍة ِه‬

Kalian ini berada di sebuah cara sebuah millah yang lebih benar, lebih mendapatkan
petunjuk daripada millahnya Muhammad, itu pilihan yang pertama, karena yang kalian
lakukan ini belum pernah kami lihat, yaitu kami para sahabat belum pernah melihat ini
dilakukan oleh Nabi ‫ﷺ‬, sekarang kami mengikuti Beliau ‫ﷺ‬. Apakah
kalian ini di atas cara yang lebih baik daripada caranya Muhammad ‫ﷺ‬, itu yang
pertama, atau yang kedua

‫ب ضَ اَل لَ ٍة‬
ِ ‫ ُم ْف َت ِت ُحو بَا‬atau kalian ini sedang membuka pintu kesesatan, disuruh memilih antara dua
ini, atau sedang membuka pintu kesesatan, karena Nabi ‫ ﷺ‬apa yang belia bawa
ini adalah petunjuk bagi manusia, kalau mereka menjawab jawaban yang pertama tidak
mungkin, kalau sampai mereka mengatakan iya petunjuk kami lebih baik daripada
petunjuknya Muhammad ‫ ﷺ‬maka tidak mungkin itu diucapkan oleh mereka.
Berarti tidak tersisa kecuali pilihan yang kedua dan ini tidak mungkin mereka mengucapkan
juga, akhirnya mereka tidak bisa mengucapkan kecuali mengatakan, kan niat kami baik

َ‫َن! َم‚‚ا َأرَ ْدنَ‚‚ا ِإاَّل الخَ ْي‚‚ر‬ َ


ِ ‫ وَ اللَّ ِه يَا أبَا عَ ْب‚ ِد ال‚‚رَّ حْ م‬:‫ َقالُوا‬Akhirnya mengatakan demi Allāh ‫ ﷻ‬wahai Abu
Abdurrahman niat kami baik, tidaklah kami menginginkan kecuali kebaikan saja, itu saja
yang kita inginkan, kita hanya ingin menunjukkan cinta kami kepada Nabi ‫ﷺ‬,
kami ingin memperbanyak dzikir kepada Allāh ‫ﷻ‬, kan niat kami baik, tidak mungkin
mereka menjawab salah satu diantara pilihan tadi, apa yang dikatakan Abdullah bin Mas’ud
dengan pemahaman beliau ‫ُصيبَ ُه‬ ِ ‫وَ َك ْم مِنْ م ُِري ٍد ِل ْلخَ ي ِْر لَنْ ي‬

Dan berapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, dia tidak mendapatkan kebaikan,
kita masing-masing punya keinginan tapi tidak semua keinginan baik yang kita inginkan kita
dapatkan. Ada orang ingin mendapatkan jabatan tertentu, dia ingin, punya keinginan tapi
belum tentu dia kesampaian, ada orang ingin menjadi ulama tapi belum tentu dia
kesampaian, betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan tetapi dia tidak
mendapatkan kebaikan tersebut, ini kalimat yang mereka pun juga memahami, iya betul
tidak semua orang yang menginginkan sesuatu kemudian dia mendapatkan sesuatu
tersebut, berarti kaidah ini ingin beliau sampaikan kepada mereka, kalian menginginkan
kebaikan tapi kalian tidak mendapatkan kebaikan tersebut, kalian ingin mendapatkan pahala
tapi kalian tidak mendapatkan pahala tersebut, karena cara yang kalian lakukan tidak sesuai
ِ ‫ﷺ وَ َك ْم مِنْ م ُِري ٍد ِل ْلخَ ي ِْر لَنْ ي‬
dengan sunnah Nabi ‫ُصيبَ ُه‬

Ini adalah kata-kata yang sangat halus dari Abdullah bin Mas’ud, dengan kata-kata ini orang
yang berakal maka dia akan memahami, dan ini menunjukkan bahwasanya niat yang baik
َ َ
ِ ُ‫ وَ لَكِنْ يَ ْنظُرُ ِإلَى ُقل‬،‫ِإنَّ اللَّ َه اَل يَ ْنظُرُ ِإلَى أجْ سَا ِد ُك ْم وَ اَل ِإلَى أمْ وَ ا ِل ُك ْم‬
itu tidak cukup, sebagaimana telah berlalu ‫وب ُك ْم‬
‫وَ َأعْ مَا ِل ُك ْم‬

Ada a’malnya, tidak cukup dengan hanya memiliki niat yang baik saja, Allāh ‫ ﷻ‬melihat
niat yang baik dan juga dzhahirnya

‫ وَ ا ْي ُم اللَّ ِه مَا َأد ِْري لَ َع َّل َأ ْكثَرَ ُه ْم ِم ْن ُك ْم‬،‫اوزُ تَرَ ا ِقيَ ُه ْم‬ َ
ِ َ‫ أنَّ َقوْ مًا يَ ْقرَ ءُونَ القُرْ آنَ اَل يُج‬:‫سلَّ َم حَ َّدثَنَا‬
َ َ‫ِإنَّ رَ سُو َل اللَّ ِه صَ لَّى اللَّ ُه عَ لَ ْي ِه و‬

Di saat itu beliau ingat apa yang pernah diceritakan oleh Nabi ‫ﷺ‬, Beliau
‫ ﷺ‬pernah cerita kepada kami bahwasanya ada sebuah kaum, yaitu kelak akan
datang sebuah kaum yang mereka membaca Al-Quran dan tidak sampai bacaan Quran tadi
ke tenggorokan mereka, sudah kita sebutkan hadit- haditsnya.
Abdullah bin Masud dan para sahabat Nabi ‫ ﷺ‬secara umum, kalau Nabi
‫ ﷺ‬mengabarkan sesuatu yakin bahwasanya itu akan terjadi, mereka ingat-ingat
terus, pas kejadian ini mereka langsung ingat apa yang mereka dengar dari Nabi
‫ﷺ‬, jangan-jangan ini, jangan-jangan yang dikabarkan oleh Nabi ‫ﷺ‬
itu adalah ini, orang yang membaca Al-Quran tapi tidak sampai ke tenggorokan mereka,
yaitu tidak dipahami dengan hatinya tapi mereka hanya memperbanyak tilawahnya secara
lisannya saja ، ‫وَ ا ْي ُم اللَّ ِه مَا َأد ِْري‬

Demi Allāh ‫ ﷻ‬aku tidak tahu, karena beliau tidak bisa meyakinkan yang demikian,
mungkin sebagian besar dari mereka adalah dari kalian, yaitu sebagian besar yang
dikabarkan oleh Nabi ‫ ﷺ‬tadi, membaca Al-Quran tapi tidak sampai ke
tenggorokan mereka, itu adalah dari kalian. Ini adalah firasat dari Abdullah bin Mas’ud,
beliau juga tidak menjazm, beliau tidak memastikan, beliau mengatakan lā adri aku tidak
tahu mungkin sebagian besar dari mereka adalah dari kalian, karena beliau melihat, ini ada
Abdullah bin Mas’ud, ada Abu Musa Al Asy’ari dan ada para sahabat yang lain kok berani-
beraninya melakukan bid’ah, melakukan amalan yang tidak pernah di lakukan oleh Nabi
‫ﷺ ثُ َّم تَوَ لَّى عَ ْن ُه ْم‬

Kemudian Abdullah bin Mas’ud meninggalkan mereka, beliau hanya sebagai seorang ulama
kewajiban beliau hanya sekedar menyampaikan adapun menta’zir, menghukum maka ini
adalah haknya Abu Musa Al Asy’ari, kalau memang beliau mau menta’zir.

‫ ثُ َّم تَوَ لَّى عَ ْن ُه ْم‬Akhirnya beliau meninggalkan mereka ‫سلَ َم َة‬


َ ُ‫َفقَا َل عَ مْ رُ و بْن‬

Berkata ‘Amr ibn Salamah, ini adalah yang mengikuti kejadian tadi, muridnya dari Abdullah
bin Mas’ud ‫رَ َأيْت عَ ا َّم َة ُأولَئِكَ ال ِحلَ ِق‬

Aku melihat seluruhnya orang-orang yang menghadiri majelis tadi, yang menghadiri
halaqah-halaqah tadi menunjukkan ‘Amr ibn Salamah beliu juga mungkin orang kufah,
sehingga beliau juga mengenal orang-orang tadi, mungkin ada diantara mereka yang
tetangganya atau yang pernah membeli di sana dan seterusnya, beliau melihat siapa-siapa
yang datang saat itu, beliau menceritakan aku melihat semua mereka ini ternyata mereka ini

ِ َ ‫ يُط‬ternyata mereka memerangi kami dengan senjata mereka, melukai kami berusaha
‫اعنُونَا‬
untuk membunuh kami ‫ان‬ ِ َ‫يَوْ َم النَّ ْهرَ و‬

di hari nahrawan, ini adalah peperangan besar antara Ali bin Abi Thalib dengan orang-orang
khawarij, itu dinamakan dengan nahrawan ‫ارج‬ِ َ‫مَعَ الخَ و‬
ternyata mereka memerangi kami bersama orang-orang khawarij, adapun ‘Amr ibn Salamah
maka beliau bersama Ali bin Abi Tholib dan juga tentaranya memerangi orang-orang
khawarij tadi.

Dari sini diambil pelajaran, ternyata bid’ah yang kecil awalnya hanya sekedar bid’ah amaliah,
lama-kelamaan, apa lagi di situ keadaan seperti yang tadi kita sebutkan belum lama, para
sahabat masih banyak dan mereka tidak mau bertanya menunjukkan tentang khubutsnya
mereka, buruknya hati mereka, betapa parahnya penyakit yang ada di dalam hati mereka,
tidak ada penghormatan terhadap para sahabat, akhirnya terus mereka melakukan bid’ah
amaliah tadi sampai akhirnya membawa mereka kepada bid’ah I’tiqadiah, bersama orang-
orang khawarij mengkafirkan Ali bin Abi Tholib.

Awalnya meremehkan sahabat, akhirnya mengkafirkan seorang sahabat dan mengkafirkan


orang-orang yang bersama Ali bin Abi Tholib, sehingga mereka bersama orang-orang
khawarij, dan ini menunjukkan dari bid’ah yang kecil tadi akhirnya menghalalkan darah
orang lain. Dan demikian syaithan, diajak untuk melakukan bid’ah lama-kelamaan di berikan
wahyu diberikan was-was, bahwasanya orang yang tidak melakukan seperti yang anda
melakukan berarti dia keluar dari agama Islam, kalau dia keluar dari agama Islam maka halal
darahnya.

Dan demikian ahlul bid’ah awalnya adalah dari bid’ah yang kecil kemudian merembet dan
berkembang menjadi bid’ah yang yang besar. Ini tentunya tahdzir dari bid’ah itu sendiri,
jangan kita meremehkan, ah kan cuma mengikuti tahlilan saja tidak masalah, kan cuma
menghadiri maulid Nabi ‫ ﷺ‬saja, tidak bisa kita meremehkan yang demikian,
dari bid’ah yang kecil itulah dikawatirkan nanti akan berkembang menjadi bid’ah yang
besar.

Disini beliau mengatakan Wallāhu a’lam bishshawab shallallahu ala muhammadin wa alihi
wa shahbihi wa sallam tasliman katsiran ilā yaumiddīn, dan Allāh-lah yang lebih mengetahui
tentang kebenaran dan semoga shalawat atas Nabi Muhammad ‫ﷺ‬,
keluarganya dan para sahabatnya dan juga keselamatan dengan keselamatan yang banyak
sampai hari kiamat.

Dengan demikian kita menyelesaikan kitab yang sangat bermanfaat ini yaitu Fadhlul Islam,
semoga Allāh ‫ ﷻ‬memberikan kepada kita ilmu yang bermanfaat dan membalas Mu’allif
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dengan balasan yang lebih baik.
Wallāhu ta’ala a’lam.

Anda mungkin juga menyukai