Anda di halaman 1dari 80

Halaqah yang ke-76 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis

oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mengatakan

‫ ُثَّم َتَتاَبَع الَّناُس‬، ‫ َأَّن َر ُج اًل َتَص َّدَق ِبَص َدَقٍة‬: ‫َو َع ْن َج ِر يٍر‬،

Dari Jarir bahwasanya seorang laki-laki bersadaqoh dengan sebuah sadaqoh kemudian
manusia mengikutinya.

Ada seorang laki-laki bersadaqoh kemudian manusia mengikuti laki-laki ini dalam
bersadaqoh, kisahnya disebutkan didalam sahih muslim

‫َع ْن َج ِر يِر ْب ِن َع ْبِد الَّلِه‬

Beliau mengatakan datang beberapa orang dari Al A’rob yaitu dari kalangan Arab badui

‫ِإَلى َر ُسوِل الَّلِه َص َّلى الَّلُه َع َلْيِه َو َس َّلَم َع َلْي ِهْم الُّص وُف‬

mereka memakai pakaian dari suff dan ini bukan pakaian yang mewah, ini pakaian orang
yang kesusahan

‫َفَر َأى ُسوَء َح اِلِهْم َقْد َأَص اَبْت ُهْم َح اَج ٌة‬

Maka Nabi ‫ ﷺ‬melihat orang-orang arab Badui tadi dalam keadaan yang
memprihatinkan dan mereka telah ditimpa oleh Hajah yaitu keperluan, mereka adalah
orang-orang yang fakir miskin mereka membutuhkan bantuan dari orang lain.

‫َفَح َّث الَّناَس َع َلى الَّص َدَقِة‬

maka Beliau ‫ ﷺ‬mendorong manusia, para sahabat Beliau ‫ ﷺ‬untuk bersadaqoh

‫َفَأْب َطُئوا َع ْنُه‬

tapi ternyata mereka lambat saat itu dalam melaksanakan anjuran dari Nabi ‫ﷺ‬
karena sifatnya masih ‫ َح ّث‬yaitu anjuran dan yang datang di sini adalah orang-orang Arab
badui maka saat itu mereka lambat di dalam melaksanakan

‫َح َّتى ُر ِئَي َذِلَك ِفي َو ْج ِهِه‬


terlihat yang demikian di wajah Nabi ‫ﷺ‬, ketika Beliau ‫ ﷺ‬melihat para sahabatnya
kok pada lambat untuk menolong orang-orang Arab badui ini padahal Beliau ‫ﷺ‬
sudah melihat bagaimana memprihatinkannya keadaan mereka ini

‫َقاَل ُثَّم ِإَّن َر ُج اًل ِمْن اَأْلْنَص اِر َج اَء ِبُص َّر ٍة ِمْن َو ِر ٍق ُثَّم َج اَء آَخ ُر ُثَّم َتَتاَبُعوا‬

Kemudian ada seorang laki-laki dari kalangan Anshar datang dengan ‫ُص َّر ٍة ِمْن َو ِر ٍق‬
maksudnya adalah dengan sekeranjang anggur, kemudian datang yang lain juga
membawa sodaqohnya, ketika manusia melihat seorang Anshar ini dia membawa
sekeranjang anggur maka yang lain tergerak hatinya untuk ikut bersadaqoh akhirnya
mereka pun banyak diantara mereka yang mengeluarkan sadaqoh diberikan kepada
orang-orang Arab badui tadi.

‫َح َّتى ُع ِر َف الُّسُر وُر ِفي َو ْج ِهِه َص َّلى الَّلُه َع َلْيِه َو َس َّلَم‬

Sehingga diketahui kegembiraan kebahagiaan pada wajah Nabi ‫ﷺ‬, gembira karena
para sahabat mereka berinfak dan bersedekah tentunya mereka mendapatkan pahala
kemudian juga gembira melihat orang-orang Arab badui tadi yang datang dalam
keadaan memprihatinkan keadaannya kemudian mereka terbantu mendapatkan
makanan yang cukup, pakaian yang bagus maka Beliau ‫ ﷺ‬kelihatan gembira dari
wajah Beliau ‫ﷺ‬, karena ini bukan untuk kepentingan Beliau ‫ ﷺ‬tapi untuk
kepentingan orang-orang yang fakir miskin tersebut dan orang yang bersedekah
mendapatkan pahalanya dan orang fuqara’ tadi dia mendapatkan faedahnya.

‫َفَقاَل َر ُسوُل الَّلِه َص َّلى الَّلُه َع َلْيِه َو َس َّلَم‬:

Maka Beliau ‫ ﷺ‬mengucapkan

‫َمْن َسَّن ِفي اِإلْس اَل ِم ُس َّنًة َح َس َنًة‬

inilah yang ingin dibawakan oleh beliau di sini.

«‫ َمْن َسَّن ِفي اِإلْس اَل ِم ُس َّنًة َح َس َنًة؛‬: ‫َفَقاَل َر ُسوُل الَّلِه َص َّلى الَّلُه َع َلْيِه َو َس َّلَم‬

Barang siapa yang menempuh didalam islam jalan yang baik, mengamalkan di dalam
Islam amalan yang baik, amalan tersebut memang sudah masru’ di dalam Islam
kemudian diamalkan, seperti orang yang bersadaqoh tadi sadaqoh memang sesuatu
yang disyariatkan di dalam agama Islam kemudian dia mengamalkannya maka ini adalah
makna

‫َمْن َسَّن ِفي اِإلْس اَل ِم ُس َّنًة َح َس َنًة‬


dia melakukan amalan yang shaleh, sesuatu yang memang dimasru’kan di dalam agama
Islam kemudian dia hidupkan di tengah-tengah manusia yang mereka tidak
mengamalkan tidak menghidupkan amalan tadi

‫َفَلُه َأْج ُر َها‬

maka dia mendapatkan pahalanya, tentunya kalau dia ikhlas ‫ َفَلُه َأْج ُر َها‬maka dia
mendapatkan pahala sunnah tadi.

‫َو َأْج ُر َمْن َع ِمَل ِبَها ِمْن َبْعَدُه‬

Dan dia akan mendapatkan pahala orang yang mengamalkan sunnah tadi setelah
dirinya.

Seperti tadi bersadaqoh manusia masih dalam keadaan males-malesan, ragu tapi ketika
dia hidupkan sunnah ini dan dia membawa sampai disebutkan didalam riwayat dia
sampai berat untuk membawa anggur tadi, jadi dia tidak hanya membawa sedikit saja
tapi sampai keberatan bukan sedikit yang dia keluarkan maka dia mendapatkan
pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya.

Karena orang-orang tadi tergerak hati mereka ketika melihat orang ini melakukan
sunnah tergerak hati mereka untuk bershadaqah ketika melihat orang lain bersadaqoh
sehingga orang tadi selain dia mendapatkan pahala shodaqoh yang dia keluarkan dia
juga akan mengalir kepadanya pahala shodaqoh yang dilakukan oleh orang-orang yang
tadi mengikuti dia.

Mungkin ada diantara mereka yang bershodaqoh dengan emas 10 ons misalnya dan dia
dalam keadaan ikhlas mengeluarkan emas tadi mendapatkan pahala yang besar maka
orang yang pertama tadi meskipun dia hanya bersadaqoh dengan anggur maka dia juga
akan mendapatkan pahalanya karena dia menjadi orang yang pertama kali dan dia yang
menghidupkan sunnah tadi dan ini menunjukkan tentang keutamaan menjadi qudwah
bagi orang lain dalam kebaikan.

Banyak orang yang mendapatkan hidayah karena melihat kita semangat dalam
melakukan kebaikan

‫ِمْن َغ ْي ِر َأْن َيْن ُقَص ِمْن ُأُج وِر ِهْم َش ْي ٌء‬

Tanpa dikurangi dari pahala mereka sedikitpun.

Jadi orang-orang yang mengikuti tadi dan dia bersadaqoh mereka juga dapat pahalanya
tidak berkurang dari pahala mereka, tetapi Allah menambahkan pada diri orang yang
mengamalkan pertama kali tadi. Jadi digandakan oleh Allah dan dobelnya ini diberikan
ke pada orang yang mengamalkan pertama kali tadi tanpa dikurangi dari orang yang
mengikutinya

Halaqah yang ke-77 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

‫َفَقاَل َر ُسوُل الَّلِه َص َّلى الَّلُه َع َلْيِه َو َس َّلَم‬

Maka Beliau ‫ ﷺ‬mengucapkan

‫ ِمْن َغ ْي ِر َأْن َيْن ُقَص ِمْن‬،‫َو َمْن َسَّن ِفي اِإلْس اَل ِم ُس َّنًة َس ِّيَئًة؛ َك اَن َع َلْيِه ِو ْز ُر َها َو ِو ْز ُر َمْن َع ِمَل ِبَها ِمْن َبْع ِدِه إلى يوم القيامة‬
‫َأْو َز اِر ِهْم َش ْي ٌء‬

Barangsiapa yang mengamalkan di dalam Islam; dia sudah mendapatkan hidayah


kepada Islam, ada orang yang dia mengamalkan di dalam Islam sunnah jahiliyah artinya
sunnah Jahiliyah, sunnah yang bertentangan dengan Islam. Bahwasanya jahiliyah adalah
segala sesuatu yang bertentangan dengan Islam, dia amalkan di dalam Islam ini, dia
seorang muslim tapi justru malah mengamalkan amalan-amalan jahiliyah, dianggapnya
ini adalah bagian dari Islam padahal dia adalah sunnah jahiliyah sudah diberikan hidayah
kepada Islam tapi dia masih melakukan sunah jahiliyah.

‫َك اَن َع َلْيِه ِو ْز ُر َها‬

maka dia mendapatkan dosa dari mengamalkan amalan jahiliyah ini

‫َو ِو ْز ُر َمْن َع ِمَل ِبَها ِمْن َبْعِدِه إلى يوم القيامة‬

Dan dia akan mendapatkan dosa dari orang-orang yang mengamalkan sunnah yang
jahiliyah tadi setelahnya sampai hari kiamat

‫ِمْن َغ ْي ِر َأْن َيْن ُقَص ِمْن َأْو َز اِر ِهْم َش ْي ٌء‬

tanpa mengurangi dari dosa-dosa mereka sedikitpun.

Jadi kalau ini dosa atau bid’ah maka orang yang pertama tadi dan dia yang pertama kali
membuat bid’ah tadi dan diamalkan oleh manusia meskipun dia tidak mendakwahkan
tapi diikuti, orang melihat dia kemudian mengikuti amalannya padahal itu adalah amalan
yang bid’ah maka dia mendapatkan dosanya, ‫ َع َلْيِه ِو ْز ُر َها‬dan dia mendapatkan dosa
orang-orang yang mengikutinya. Termasuk di dalam sunnah jahiliyah adalah apa? Bid’ah,
karena bid’ah ini tidak ada ajarannya di dalam agama Islam, bertentangan dengan Islam
dan bid’ah adalah jelas bertentangan dengan Islam
‫من عمل عمال ليس عليه أمرنا فهو رد‬

Barang siapa yang mengamalkan sebuah amalan tidak ada di dalam agama kami, berarti
setiap yang bid’ah itu adalah bertentangan dengan Islam. Hadist ini diriwayatkan oleh
imam Muslim tapi lafadz nya adalah sunnah sayyi’ah bukan sunnah jahiliyah tapi sunnah
sayyi’ah

‫َمْن َسَّن ِفي اِإْلْس اَل ِم ُس َّنًة َح َس َنًة َفعمل ِبَها َبْعَدُه‬

Kemudian diamalkan oleh orang setelahnya

‫ُكِتَب َلُه ِم ْث ُل َأْج ِر َمْن َع ِمَل ِبَها َو اَل َيْن ُقُص ِمْن ُأُج وِر ِهْم َش ْي ٌء َو َمْن َسَّن ِفي اِإْلْس اَل ِم ُس َّنًة َس ِّيَئًة َفعِمَل ِبَها َبْعَدُه ُكِتَب َع َلْيِه ِم ْث ُل‬
‫ِو ْز ِر َمْن َع ِمَل ِبَها َو اَل َيْن ُقُص ِمْن َأْو َز اِر ِهْم َش ْي ٌء‬

Ini lafadznya, adapun sunnah jahiliyyah wallahu a’lam siapa yang mengeluarkan dengan
lafadz sunnah jahiliyah tapi yang kita dapatkan didalam sahih muslim adalah sunnah
sayyiah dan maknanya sama, sayyiah adalah yang jelek sunnah sayyiah di antaranya
masuk di dalam sunnah yang jelek adalah bid’ah karena bid’ah ini adalah sayyiah
meskipun dilihat oleh manusia sebagai yang hasanah.

‫كل بدعة ضاللة وإن رآها الناس حسنة‬

Meskipun manusia melihat itu adalah baik, selama itu adalah bertentangan dengan Islam
maka dia adalah sunnah yang sayyiah.

Kenapa beliau mendatangkan hadits ini di dalam bab bid’ah itu lebih jelek daripada
kaba’ir, karena di dalam hadits ini disebutkan tentang jeleknya bid’ah yang tidak dimiliki
oleh kaba’ir yaitu apa, biasanya orang yang melakukan bid’ah dihiasi-hiasi oleh setan
menganggap itu adalah baik dan orang yang melihatnya juga demikian dihiasi-hiasi oleh
setan kemudian mereka menganggap apa yang dilakukan oleh orang tadi yang
sebenarnya adalah bid’ah dianggap itu adalah sesuatu yang baik, itu keadaan bid’ah,
menganggap itu adalah baik digunakan untuk bertaqarrub kepada Allah ‫ ﷻ‬sehingga
banyak orang yang mengikuti dan menganggap itu adalah baik yang bisa mendekatkan
diri mereka kepada Allah ‫ﷻ‬. Berbeda dengan kaba’ir, berbeda dengan dosa-dosa
besar maka fitrah muslimin mereka tahu bahwasanya itu adalah sebuah kejelekan sampai
ahlul bid’ah sendiri mengakui bahwasanya itu adalah sebuah kemaksiatan.

Kita sepakat dengan mereka zina ini adalah perkara yang diharamkan, ada orang yang
menghalalkan zina sampai ahlul bid’ah pun juga mengingkari yang demikian ini adalah
termasuk sesuatu yang diharamkan. Riba, ahlul bid’ah juga ikut mengingkari yang
demikian, meminum minuman keras juga demikian artinya dosa-dosa besar meskipun
mungkin ada yang melihat kemudian tergoda dan ikut tapi dia juga meyakini
bahwasanya itu sebenarnya tidak boleh ada orang yang dia merokok dilihat oleh
temannya ikut merokok tetapi ketika dia ikut merokok bukan berarti dia menganggap itu
baik mungkin setelah itu dima benci dan melempar rokok tadi dan mungkin, kenapa aku
mengikuti si fulan, dia mengikuti dan dia tahu bahwa itu adalah jelek sehingga dia pun
mungkin sembunyi-sembunyi dan dia pun tidak menyuruh keluarganya menyuruh
anaknya untuk melakukan demikian menyembunyikan dosa tadi dari anaknya dan
istrinya dan dari orang yang dari orang lain.

Itu keadaan orang yang melakukan dosa besar, berbeda dengan orang yang mengikuti
orang yang melakukan bid’ah tadi, dia mungkin mengikutinya kemudian ketika sampai
rumah dia sampaikan itu kepada keluarganya ini ada amalan yang baru, kemudian
disebutkan kertasnya aku mengamalkan ini mengamalkan itu nanti kamu lulus ujian
nanti kamu dimudahkan rezekinya dan seterusnya menganggap ini adalah suatu yang
baik sehingga tersebar bid’ah tadi dan masing-masing menganggap itu adalah
perbuatan yang baik.

Itu adalah keadaan bid’ah dan ini menunjukkan tentang bahayanya bid’ah karena orang
yang melakukannya biasanya dia mendakwahkan mengajak orang lain untuk melakukan
bid’ah tadi menganggap itu adalah qurba (ibadah) kepada Allah ‫ﷻ‬, bangga ketika
bisa mendakwahkan sehingga semakin banyak orang yang mengamalkan bid’ah tadi
maka akan semakin besar dosanya.

Berbeda dengan dosa-dosa yang besar, ini biasanya orang tidak mendakwahkan kepada
orang lain malu untuk mendakwahkan ini kepada orang lain, dia sendiri malu untuk
tersingkap perbuatannya dihadapan orang lain bagaimana dia mengajak orang lain
untuk melakukan amalan tadi. Ini menunjukkan tentang bahayanya bid’ah karena
biasanya orang mudah untuk meniru dan mengamalkan amalan bid’ah tersebut karena
dianggap ini adalah perkara yang baik sehingga kalau mudah orang menirunya maka
akan semakin besar dosa orang yang mengamalkan pertama kali berbeda dengan dosa
besar.

Ini adalah hadits Jarir ibn Abdillah yang dikeluarkan oleh al-imam Muslim.

Halaqah yang ke-78 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mengatakan

‫ ِم ْث ُلُه‬:‫َو َلُه‬

Dan didalam shahih muslim juga semisalnya

‫ِمْن َح ِد يِث َأِبي ُهَر ْيَر َة‬،


di dalam hadits Abu Hurairah ‫رضي هللا عنه‬

‫َو َلْف ُظُه‬

dan lafadznya adalah

: «‫»َمْن َدَع ا ِإَلى ُهًدى‬،

Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk

‫ «َو َمْن َدَع ا ِإَلى َض اَل َلٍة‬:‫ُثَّم َقاَل‬

kemudian beliau mengatakan dan barang siapa yang mengajak kepada kesesatan.

Beliau meringkas disini hadits Abu Hurairah dan langsung mendatangkan syahid dari
hadis ini yaitu sabda Beliau ‫ﷺ‬

‫َمْن َدَع ا ِإَلى َض اَل َلٍة‬

Barang siapa yang mengajak kepada kesesatan

‫َمْن َدَع ا ِإَلى ُهًدى َك اَن َلُه ِمْن اَأْلْج ِر ِم ْث ُل ُأُج وِر َمْن َتِبَعُه اَل َيْن ُقُص َذِلَك ِمْن ُأُج وِر ِهْم َش ْي ًئا‬

Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk maka dia akan mendapatkan pahala
seperti pahala orang-orang yang mengikutinya.

Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan ‫ َمْن َتِبَعُه‬orang yang mengikutinya, karena orang yang


berdakwah belum tentu orang lain mengikuti.
Mungkin dia mendakwahi 100 orang yang mengikuti dakwahnya hanya 5 orang maka
dia mendapatkan pahala 5 orang tadi yang mengikuti dia dalam sunnah tadi.

‫ِم ْث ُل ُأُج وِر َمْن َتِبَعُه‬

Maka dia mendapatkan pahala orang yang mengikutinya. Beliau tidak mengatakan
orang-orang yang dia dakwahi, tidak. Tapi mendapatkan pahala orang yang
mengikutinya yaitu orang yang mendapatkan hidayah dengan sebab dakwahnya tadi

‫اَل َيْن ُقُص َذِلَك ِمْن ُأُج وِر ِهْم َش ْي ًئا‬

Yang demikian tidak mengurangi pahala mereka, yaitu pahala orang-orang yang
mengikuti dia tadi ‫ َش ْي ًئا‬sedikit pun.
Hadits Abu Hurairah disini berbicara tentang orang yang mengajak yaitu berdakwah. Dia
mengatakan ‘wahai manusia kerjakan atau jangan kalian kerjakan’, terang-terangan dia
mengatakan dan mengajak manusia, adapun yang

‫َمْن َسَّن ِفي اِإلْس اَل ِم ُس َّنًة َح َس َنًة‬

dia tidak mengajak dengan lisannya tetapi dia mencontohkan dengan perbuatannya.

‫َمْن َسَّن ِفي اِإلْس اَل ِم ُس َّنًة َح َس َنًة‬

ini dia mencontohkan dengan amal perbuatannya kemudian diikuti oleh orang lain maka
dia juga mendapatkan pahalanya.

Demikian pula orang yang ‫َدَع ا‬, orang yang mengajak, berdakwah, karena disana ada
amalan atau ada sesuatu yang tidak bisa kita praktekkan secara langsung tapi kita bisa
mendakwahi dan mengajak manusia. Kalau shadaqoh tadi mungkin bisa dilakukan oleh
sebagian tapi di sana ada amalan yang tidak bisa kita praktekkan langsung di depan
orang lain tapi harus disertai dengan ajakan maka ini juga mendapatkan pahalanya
karena dia menjadi sebab orang lain mengamalkan amalan tersebut .

Sebaliknya

‫َو َمْن َدَع ا ِإَلى َض اَل َلٍة‬

Barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan

‫َك اَن َع َلْيِه ِمْن اِإْلْث ِم ِم ْث ُل آَثاِم َمْن َتِبَعُه‬

Barang siapa yang mengajak kepada kesesatan maka dia mendapatkan dosa seperti
dosa dosa orang yang mengikutinya.

Disini beliau tidak mengatakan seperti yang pertama tadi, kalau yang pertama tadi

‫ َو َأْج ُر َمْن َع ِمَل ِبَها‬،‫َمْن َسَّن ِفي اِإلْس اَل ِم ُس َّنًة َح َس َنًة َفَلُه َأْج ُر َها‬

dia mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya.

Ini lafadz yang lain ‫ َفَلُه َأْج ُر َها‬maka dia mendapatkan pahalanya

‫َو َأْج ُر َمْن َع ِمَل ِبَها َبْعَدُه‬


ini pahala dia ini pahala orang lain yang mengamalkan amalan tadi karena dia sendiri
juga mengamalkan

‫َمْن َسَّن ِفي اِإلْس اَل ِم ُس َّنًة َح َس َنًة‬

dia mengamalkan maka dia mendapatkan pahala dari amalan tadi dan mendapatkan
pahala orang yang mengamalkan amalan tadi, kalau yang

‫َمْن َدَع ا ِإَلى ُهًدى َك اَن َلُه ِمْن اَأْلْج ِر ِم ْث ُل ُأُج وِر َمْن َتِبَعُه‬

tidak disebutkan ‫ َفَلُه َأْج ُر َها‬karena terkadang kita mengajak kepada sesuatu tapi karena
satu sebab kita tidak mengamalkannya ketika kita mengajak kemudian diamalkan oleh
orang lain maka kita mendapatkan pahalanya juga.

Terkadang seorang da’i mengajak kepada sebuah amalan yang belum tentu dia bisa
melaksanakan amalan tersebut tapi ini tidak menghalangi dia untuk menyampaikan
kepada orang lain. Seorang da’i yang fakir misalnya boleh nggak dia mengajak orang
lain untuk bersadaqoh? Boleh. Dia mengatakan kepada orang lain ‘wahai orang kaya,
bersedekahlah’, antum punya uang ana tidak punya uang, antum punya sesuatu yang
bisa digunakan oleh kalian untuk mendapatkan pahala dari Allah ‫ﷻ‬.

Maka barangsiapa yang mengajak meskipun dia sendiri tidak mengerjakannya karena
suatu sebab yang syar’i maka dia mendapatkan pahala orang yang menerima ajakan
tadi.

Halaqah yang ke-79 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mengatakan

‫ ِم ْث ُلُه‬:‫َو َلُه‬

Dan didalam shahih muslim juga semisalnya

‫ِمْن َح ِد يِث َأِبي ُهَر ْيَر َة‬،

di dalam hadits Abu Hurairah ‫رضي هللا عنه‬

‫َو َلْف ُظُه‬

dan lafadznya adalah


: «‫»َمْن َدَع ا ِإَلى ُهًدى‬،

Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk

‫ «َو َمْن َدَع ا ِإَلى َض اَل َلٍة‬:‫ُثَّم َقاَل‬

kemudian beliau mengatakan dan barang siapa yang mengajak kepada kesesatan.

Beliau meringkas disini hadits Abu Hurairah dan langsung mendatangkan syahid dari
hadis ini yaitu sabda Beliau ‫ﷺ‬

‫َمْن َدَع ا ِإَلى َض اَل َلٍة‬

Barang siapa yang mengajak kepada kesesatan, masuk di dalam kesesatan adalah orang
yang mengajak kepada bid’ah karena Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan

‫َو ُك ل ِبْدَع ٍة َض اَل َلٌة‬

setiap bid’ah adalah sesat maka barangsiapa yang mengajak kepada ‫َض اَل َلٌة‬, mengajak
kepada kesesatan di sini, Nabi ‫ ﷺ‬menamakan bid’ah dengan kesesatan karena orang
yang melakukan bid’ah ini beramal tanpa ilmu beramal tapi tidak berdasarkan dalil
seperti orang-orang nasara yang mereka semangat beramal tetapi tidak berdasarkan
dalil

Sehingga di dalam surah Al-Fatihah Allah ‫ ﷻ‬menamakan mereka dengan ‫ٱلَّض ٓاِّليَن‬

‫َغ ۡي ِر ٱۡل َم ۡغ ُض وِب َع َلۡي ِهۡم‬

adalah orang-orang Yahudi

‫َو اَل ٱلَّض ٓاِّليَن‬

mereka adalah orang-orang Nasrani, sesat mereka karena mereka senang beramal tanpa
ilmu dan inilah bid’ah, di antara mereka adalah rahbaniyyah, mereka membuat-buat
rahbaniyyah yaitu sengaja tidak melakukan pernikahan dengan tujuan untuk
mubalaghah di dalam beribadah kepada Allah ‫ﷻ‬, menganggap bahwasanya
pernikahan ini akan mengurangi ibadah mereka, akan menjadikan mereka sibuk dengan
dunia sehingga orang-orang Nasrani banyak melakukan amalan tanpa ilmu. Ketika
meninggal orang yang soleh di antara mereka dibuatlah tempat ibadah di atas
kuburannya, tujuannya apa supaya mengingat tentang kesholehan orang tadi supaya
kita semangat untuk beramal.
Ini jahl makanya mereka disifati dengan ‫ٱلَّض ٓاِّليَن‬, orang yang sesat semangat dia untuk
baik tetapi dia tidak berdasarkan ilmu sehingga sesat jalan seperti orang yang semangat
untuk menuju ke sebuah tempat sebuah daerah tapi dia tidak punya ilmu tentang jalan
menuju daerah tadi dia punya semangat untuk menuju ke daerah tersebut tapi tanpa
ilmu, akhirnya dia tersesat demikian pula orang-orang nashara sesat mereka, punya
semangat dalam beramal tapi tidak berdasarkan ilmu.

Dan Nabi ‫ ﷺ‬mensifati bid’ah dengan ‫َض اَل َلة‬

‫َو ُك ل ِبْدَع ٍة َض اَل َلٌة‬

setiap bid’ah itu adalah sesat

orang yang melakukan bid’ah tadi maka dia adalah melakukan sesuatu yang ‫َض اَل َلة‬

‫َو َمْن َدَع ا ِإَلى َض اَل َلٍة‬

barang siapa yang mengajak kepada ‫َض اَل َلة‬, dan makna ‫ َض اَل َلة‬diantaranya adalah
kebid’ahan

‫َك اَن َع َلْيِه ِمْن اِإْلْث ِم ِم ْث ُل آَثاِم َمْن َتِبَعُه‬

maka dia mendapatkan dosa seperti dosa orang yang mengikutinya

Meskipun dia sendiri mungkin dia tidak melakukan ke bid’ahan tadi tapi dia mengajak
orang lain untuk melakukan kebid’ah tadi maka dia akan mendapatkan dosa orang yang
mengikutinya dan ini menunjukkan tentang bahayanya bid’ah

‫اَل َيْن ُقُص َذِلَك ِمْن آَثاِم ِهْم َش ْي ًئا‬

tidak akan mengurangi yang demikian dari dosa-dosa mereka sedikit pun.

Semakin banyak orang yang diajak kepada kebid’ahan tadi, kepada ‫ َض اَل َلة‬tadi dan diikuti
oleh orang lain maka akan semakin banyak dosa yang mengalir kepada dirinya. Ini
menunjukkan tentang bahaya bid’ah dan sekali lagi hal yang seperti ini tidak ada di
dalam kabairu dzunub atau lebih sedikit. Jarang orang yang mengajak orang lain untuk
melakukan kabairu dzunub, seandainya dia mengajak dia tidak meyakini itu adalah
sebuah ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah ‫ﷻ‬, dia sendiri juga mengetahui
itu adalah sebuah dosa dan sebuah kemaksiatan.

Dan ini menunjukkan sekali lagi tentang bahaya bid’ah karena orang yang mengajak
kepada kebid’ahan orang lain menganggap itu adalah sebuah ibadah yang mendekatkan
diri mereka kepada Allah ‫ ﷻ‬sehingga dengan mudah sekali mereka mengikuti ibadah
tadi bahkan menganggap orang yang tidak melakukan ibadah tadi atau bid’ah tadi
sebagai orang yang tidak berilmu atau orang yang tidak senang beramal saleh atau
orang yang malas di dalam beramal sholeh.

Maka beliau mendatangkan hadits ini dan mengatakan bahwasanya ini menunjukkan
tentang bahaya bid’ah, bahwasanya dia bisa mendapatkan dosa orang yang
melakukannya, atau juga bisa dikatakan seandainya di sana ada orang yang mengajak
kepada kemaksiatan, mengiklankan kemaksiatan, mengajak orang lain untuk nonton
bioskop atau nonton sesuatu yang diharamkan oleh Allah ‫ ﷻ‬dan itu ada, maka kita
katakan bahwasanya bid’ah sebagaimana telah tetap didalam dalil-dalil yang lain itu
lebih besar dosanya daripada maksiat-maksiat tadi.

Ada orang yang mengajak orang lain untuk berzina diumumkan, ada orang yang
mengajak orang lain untuk melakukan riba diiklankan tapi kalau dibandingkan
kemaksiatan dan dosa dosa besar yang diiklankan tadi dengan dosa bid’ah yang
didakwahkan oleh ahlul bid’ah maka dosa bid’ah tadi jauh lebih besar. Ada satu orang
saja dia terkena dakwah bid’ah tadi kemudian dia melakukan bid’ah dibandingkan
dengan 10 orang yang akhirnya dia tergoda dan mengikuti perzinahan maka 1 orang
yang melakukan bid’ah tadi, dosa bid’ah 1 orang tadi dibandingkan dengan dosa zina
dari 10 orang tadi lebih besar dosa bid’ahnya dan ini menunjukkan tentang besarnya
dosa bid’ah, Allahu a’lam.

Yang jelas di dalam bab ini beliau rahimahullah ingin menjelaskan kepada kita tentang
bahaya bid’ah dan bahwasanya bid’ah ini lebih besar dan lebih dahsyat daripada dosa-
dosa besar.

Halaqah yang ke-80 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mengatakan

‫َباُب َما َج اَء ِفي َأَّن الَّلَه اْح َتَج َز الَّتْو َبَة َع َلى َص اِحِب الِبْدَع ِة‬

Bab apa-apa yang datang bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬menghalangi taubat dari pelaku atau
orang yang melakukan bid’ah.

Dalil yang datang yang menjelaskan bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬menghalangi taubat dari
orang yang melakukan bid’ah, shahibul bid’ah bisa amilul bid’ah, orang yang melakukan
bid’ah atau mubtadi’. Bab ini sebenarnya masuk di dalam Bab yang isinya adalah
ancaman bagi orang yang melakukan bid’ah, kalau bab yang sebelumnya juga
menunjukkan tentang jeleknya bid’ah dari sisi bahwasanya bid’ah itu lebih besar
daripada dosa besar.
Maka kalau kita sebutkan kejelekan bid’ah yang pertama diantaranya adalah ia lebih
besar daripada dosa besar dalilnya adalah demikian dan demikian dan demikian,
kemudian yang kedua kejelekan bid’ah bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬menghalangi orang yang
melakukan bid’ah tadi dari taubat dan maksud menghalangi di sini adalah sulit untuk
taubat kepada Allāh ‫ﷻ‬, bukan berarti mustahil pelaku bid’ah itu rujuk kembali kepada
sunnah tapi sesuatu yang sulit, jarang.

Kenapa demikian, karena orang yang melakukan bid’ah memandang bahwasanya dirinya
sedang melakukan kebaikan, dihias-hiasi oleh setan memandang bahwasanya bid’ah tadi
adalah perkara yang baik sebagaimana dalam ayat

]104-103:‫ُقۡل َهۡل ُنَنِّبُئُك م ِبٱَأۡلۡخ َس ِر يَن َأۡع َٰم اًل ٱَّلِذيَن َض َّل َسۡع ُيُهۡم ِفي ٱۡل َح َيٰو ِة ٱلُّدۡن َيا َو ُهۡم َيۡح َسُبوَن َأَّنُهۡم ُيۡح ِس ُنوَن ُص ۡن ًعا [ الكهف‬

Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling
merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam
kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-
baiknya. [Al Kahf:103-104]
Sesat dia semangat untuk melakukan amalan tapi dia tidak berdasarkan ilmu.

‫ٱۡل َح َيٰو ِة ٱلُّدۡن َيا َو ُهۡم َيۡح َسُبوَن َأَّنُهۡم ُيۡح ِس ُنوَن ُص ۡن ًعا‬

Orang yang demikian sulit untuk dinasehati sulit untuk di dakwahi, menganggap
bahwasanya dirinya berada di atas jalan yang benar. Bagaimana orang yang merasa
dirinya sudah berada di atas jalan yang benar, kemudian bertobat dan rujuk kepada
Allah ‫ﷻ‬, sulit.

Berbeda dengan ahlul maksiat yang dia merasa dan menyadari bahwasanya dia berada
diatas kejelekan, apa yang dilakukan adalah tidak benar dan dia berada di lembah yang
gelap di lembah hitam, itu mereka sadari. Banyak diantara mereka yang berangan-angan
siapa atau kapan saya meninggalkan pekerjaan ini. Dia sendiri sudah muak dengan
pekerjaannya dan muak melihat orang yang melakukan seperti yang dia lakukan, itu
ahlul maksiat. Dia minum minuman keras dan dia tidak memandang dirinya berada di
atas kebenaran, menganggap dirinya hina, saya salah saya keliru saya dosa dan
berangan-angan untuk bertobat kepada Allāh ‫ﷻ‬.

Ini adalah keadaan ahlul maksiat sehingga orang yang demikian antum bicara sedikit
kepadanya mengingatkan dia, dia akan mengatakan ia saya sadar saya salah, saya sadar
dan saya tahu bahwasanya zina ini tidak boleh tapi saya kepepet tapi anak saya perlu
uang untuk sekolah dan seterusnya. Itu alasan yang dia sebutkan dan alasan itu tentunya
alasan yang tidak dibenarkan tapi dia sadar bahwasanya dia adalah orang yang salah,
tanpa antum menyebutkan darinya dia sudah percaya itu adalah perbuatan yang haram.
Itu keadaan ahlul maksiat, sehingga orang yang demikian lebih mudah untuk bertobat
kepada Allāh ‫ ﷻ‬daripada orang-orang yang melakukan bid’ah dan tentunya ini
adalah menunjukkan tentang kejelekan bid’ah itu sendiri sampai Allāh ‫ ﷻ‬menyulitkan
atau menjadikan sulit orang tersebut kembali kepada Allāh ‫ ﷻ‬dan bertaubat dari
kebid’ahannya.

Beliau mengatakan

‫َهَذا َمْر ِو ٌّي ِمْن َح ِد يِث َأَنٍس رضي هللا عنه‬

Hadits ini diriwayatkan dari haditsnya Anas ‫رضي هللا عنه‬

‫ َهَذا‬kembali ke mana ini, padahal sebelumnya beliau tidak menyebutkan hadits,


diriwayatkan dari haditsnya Anas. Haditsnya digunakan oleh beliau sebagai judul bab

‫َباُب َما َج اَء َأَّن الَّلَه اْح َتَج َز الَّتْو َبَة َع َلى َص اِحِب الِبْدَع ِة‬

Sebagaimana dilakukan oleh para ulama di antaranya adalah Al-Imam Al-Bukhari,


terkadang beliau membuat bab diambil dari hadits dan ini termasuk yang paling mudah
ketika imam Bukhari membuat sebuah bab diambil dari lafadz hadits ini mudah sekali
seseorang untuk memahaminya, termasuk di sini beliau membuat sebuah bab dengan
lafadz hadits.
Hadits ini diriwayatkan oleh Anas

‫إَّن الَّلَه اْح َتَج َز الَّتْو َبَة َع َلى كّل َص اِحِب الِبْدَع ِة‬

Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi, As-Sijzi dan juga yang lain, dishahihkan oleh syaikh Al-
Albani. Dan ada lafadz yang lain ‫ اْح َتَج ب‬dan maknanya yang sama yaitu menghalangi, dari
haditsnya Anas ‫ رضي هللا تعالى عنه‬diriwayatkan oleh Thabrani didalam Al-Ausath dan juga
Ishaq ibn rahuyah dan dia adalah hadits yang shahih, dishahihkan oleh syaikh Al-Albani
rahimahullah.

Dan juga diriwayatkan dari marasil al-hasan yaitu Hasan Al-Bashri rahimahullah juga
meriwayatkan hadits ini tapi haditsnya Mursal dan hadits yang Mursal ini termasuk
hadits yang dhoif, itu kalau diriwayatkan dari riwayatnya Hasan, tapi sudah adalah hadits
yang shahih dari haditsnya Anas. Ini menunjukkan tentang bahaya bid’ah dari sisi yang
lain, menghalangi orang yang melakukannya dari pintu tobat berbeda dengan
kemaksiatan.

Halaqah yang ke-81 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Beliau mengatakan

‫َباُب َما َج اَء َأَّن الَّلَه اْح َتَج َز الَّتْو َبَة َع َلى َص اِحِب الِبْدَع ِة‬

Bab apa-apa yang datang bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬menghalangi tobat dari pelaku atau
orang yang melakukan bid’ah.

Beliau mengatakan

‫ َك اَن عندنا َر ُج ٌل َيَر ى َر ْأ ًيا َفتركُه‬:‫ َع ْن َأُّيوَب َقاَل‬، ‫َو َذَك َر اْبُن َو َّض اٍح‬

Ibnu Wadhah menyebutkan di dalam kitab beliau Al-Bida wan Nahyu Anha, disebutkan
oleh Ibnu Wadhah di dalam kitab ini bahwasanya dari Ayyub yaitu seorang ahli hadits

‫ َك اَن عندنا َر ُج ٌل َيَر ى َر ْأ ًيا َفتركُه‬:‫َقاَل‬

Dahulu disisi kami ada seseorang yang dia memiliki sebuah ‫َر ْأ ي‬, maksud beliau ‫َيَر ى َر ْأ ًيا‬
maksudnya adalah dulu mengamalkan sebuah bid’ah, dia mengamalkan sebuah bid’ah
dan dia memandang ini adalah perkara yang baik, ‫ َر ْأ ًيا‬disini maksudnya adalah pendapat
yang menyelisihi Islam.

‫َفتركُه‬

Kemudian laki-laki tersebut meninggalkannya, artinya meninggalkan bid’ah yang


pertama tadi ‫َيَر ى َر ْأ ًيا َفتركُه‬, kemudian dia meninggalkannya tidak melakukan bid’ah yang
pertama tadi.

‫فأتيت محمد بن سيرين‬

Maka aku pun mendatangi Muhammad ibn Sirin

‫ أشعرت أن فالنًا ترك رأيه؟‬:‫فقلت‬

Aku berkata kepada Muhammad ibn Sirin, yaitu Ayub tadi berkata kepada Muhammad
ibn Sirin, ‘Apakah engkau menyadari/merasa bahwasanya si Fulan telah meninggalkan
pendapatnya yang pertama (meninggalkan bid’ah yang pertama)’, ini yang dikatakan
oleh Ayyub kepada Muhammad ibn Sirin, apakah engkau mengetahui bahwasanya si
Fulan telah meninggalkan pendapat yang pertama yaitu meninggalkan bid’ah yang
selama ini dia pandang itu adalah baik. Apa yang dikatakan oleh Muhammad ibn Sirin

‫ انظر إلى ماذا يتحول؟‬:‫قال‬


Beliau mengatakan lihatlah wahai Ayyub kepada apa dia berpindah, artinya disini
Muhammad ibn Sirin ketika dikabarkan oleh Ayub bahwasanya si fulan telah
meninggalkan bid’ahnya yang pertama beliau tidak langsung membenarkan bahwasanya
dia meninggalkan bid’ah yang pertama kemudian menuju kepada sunnah tapi
Muhammad ibn Sirin mengingat hadits Nabi ‫ ﷺ‬yang isinya sulit bagi orang yang
sudah melakukan bid’ah untuk kembali kepada sunnah, di tutup pintu taubat dan
disulitkan taubat atasnya sehingga ketika dikabari si fulan telah meninggalkan
pendapatnya tidak langsung Muhammad ibn Sirin membenarkan bahwasanya dia
kembali kepada sunnah, meninggalkan bid’ah dan kembali kepada sunnah beliau
bertanya lihatlah kepada apa dia berpindah.

‫إن آخر الحديث أشد عليهم من أوله‬.

Karena akhir hadits ini yang akan disebutkan oleh beliau ternyata dia lebih dahsyat atas
mereka daripada awalnya kemudian beliau membacakan haditsnya

‫يمرقون من اإلسالم ثم ال يعودون إليه‬

Mereka menjauh dari Islam kemudian mereka tidak kembali kepada Islam, dan akhirul
hadits adalah

‫ثم ال يعودون إليه‬

Yang pertama mereka menjauhi Islam, menjauhi petunjuk Nabi ‫ ﷺ‬dan juga jalannya.
Al muru’ minal islam ini adalah perkara yang besar, syadid atas mereka orang-orang
ahlul bid’ah, mereka adalah meninggalkan Islam dan orang tadi yang diceritakan oleh
Ayub ini adalah orang khawarij.

Di sini Muhammad ibn Sirin langsung mengingat hadits yang dikabarkan oleh Nabi
‫ﷺ‬, maka awal hadits menceritakan bahwasanya mereka menjauhi Islam, akhir
haditsnya ini lebih dahsyat daripada yang pertama, apa lebih dahsyat, lebih dahsyatnya
di sini mereka tidak akan kembali kepada Islam dan ini perkara yang besar. Seandainya
mereka menjauh bisa kembali itu adalah ringan yang demikian. Tapi menjauh kemudian
mereka tidak bisa kembali itu perkara yang besar makanya Muhammad ibn Sirin
mengatakan

‫إن آخر الحديث أشد عليهم من أوله‬

Ucapan beliau ‫ ثم ال يعودون إليه‬ini perkara yang lebih besar lebih dahsyat atas mereka dari
pada yang pertama karena tidak kembali kepada Islam. Kalau menjauh akhirnya kembali
lebih ringan tapi ini menjauh dan tidak akan kembali maka Muhammad bin sirin
memahami dari ucapan Nabi ‫ﷺ‬
‫ثم ال يعودون إليه‬

Bahwasanya orang yang sudah terfitnah dengan fitnah Khawarij tadi, sulit bagi dia untuk
kembali kepada jalan yang benar, antum mau ceramah antum mau dinasehati dan
seterusnya semuanya sudah mabuk dengan pemikiran dia.

‫يمرقون من اإلسالم ثم ال يعودون إليه‬

Kemudian mereka tidak kembali kepada Islam, sehingga benar apa yang diucapkan oleh
Muhammad bin sirin ‫انظر إلى ماذا يتحول‬, lihat kepada sesuatu apa dia berubah, sulit bagi dia
untuk kembali kepada sunnah, biasanya berubah dari satu bid’ah ke bid’ah yang lain,
meninggalkan bid’ah yang pertama kemudian dia berpindah kepada kebid’ahan yang
lain adapun kembali kepada sunnah maka ini jarang diantara ahlul bid’ah yang mereka
kembali kepada sunnah biasanya dari satu bid’ah ke bid’ah yang lain.

Kita lihat apa yang dibawakan oleh Ibnu Wadhah di dalam Al-Bida wan Nahyu Anha.

‫ َفَأَتْيُت ُمَح َّمًدا‬،‫ َك اَن َر ُج ٌل َيَر ى َر ْأ ًيا َفَر َج َع َع ْنُه‬:‫َع ْن َأُّيوَب َقاَل‬

Ada seseorang yang dia berpendapat dengan sebuah pendapat kemudian dia kembali,
yaitu kembali kepada sunnah kemudian aku mendatangi Muhammad

‫َفِر ًح ا ِبَذِلَك ُأْخ ِبُر ُه‬

Karena Ayyub di sini bergembira, Alhamdulillah si fulan seorang khawarij kembali kepada
sunnah maka beliau mengabarkan kepada Muhammad.

‫ َأَش َعْر َت َأَّن ُفاَل ًنا َتَر َك َر ْأ َيُه اَّلِذ ي َك اَن َيَر ى؟‬: ‫َفُقْلُت‬

Apakah engkau tahu bahwasanya si Fulan telah meninggalkan pendapatnya yang


pertama dulu, maka Muhammad ibnu sirin mengatakan

‫اْن ُظُر وا ِإَلى َما َيَتَح َّو ُل‬

lihat kepada apa dia berubah

‫ َيْم ُر ُقوَن ِمَن اِإلْس اَل ِم اَل َيُعوُدوَن ِفيِه‬: ‫ِإَّن آِخَر الَح ِد يِث َأَش ُّد َع َلْي ِهْم ِمْن َأَّو ِلِه‬

keluar dan menjauh dari Islam kemudian mereka tidak kembali kepada Islam.

Ada juga atsar dari Ali bin Abi Tholib


‫ما كان رجل على َر ْأ ي من ِبْدَع ة َفتركُه إال إلى ما هو شر منه‬

Tidak ada seseorang yang dulu berada di atas sebuah bid’ah, dia memang ‫َيَر ى َر ْأ ًيا‬,
menganggap itu adalah perbuatan yang baik kemudian dia meninggalkannya kecuali dia
meninggalkan itu kepada sesuatu yang lebih jelek daripada itu.

Abi Amr Asy-Syaibani beliau mengatakan () tidaklah seorang yang melakukan bid’ah
berpindah kecuali kepada sesuatu yang lebih jelek daripada bid’ah itu sendiri.

Maka ini adalah pemahaman para salaf di dalam memahami hadis Nabi ‫ﷺ‬, Allāh
‫ ﷻ‬menghalangi taubat dari orang yang melakukan bid’ah, ini dipahami oleh
Muhammad Ibnu sirin dan kisah ini jelas menunjukkan sulitnya orang yang sudah
gandrung dengan bid’ah kemudian dia kembali kepada sunnah Nabi ‫ﷺ‬.

‫َو ُسِئَل َأْح َمُد ْبُن َح ْن َبٍل ﺭﺣﻤﻪ ﻪﻠﻟﺍ َع ْن َمْعَنى َذِلَك‬

Maka Al-Imam Ahmad bin Hanbal ditanya tentang makna yang demikian, ‫ َذِلَك‬disini
kembali kepada hadis Nabi ‫ ﷺ‬yang dijadikan oleh muallif sebagai judul. Apa makna
Allāh ‫ ﷻ‬menghalangi taubat dari orang yang melakukan bid’ah, kata beliau

‫ «اَل ُيَو َّفُق ِللَّتْو َبِة‬:‫»َفَقاَل‬.

Maksud dari dihalangi dari taubat adalah ‫ اَل ُيَو َّفُق‬orang tersebut tidak diberikan taufik,
tidak diberikan kemudahan untuk bertobat kepada Allāh ‫ﷻ‬, tapi mungkin dia
bertobat tapi sulit dia untuk bertobat, karena dia sudah merasa di atas jalan yang benar
tapi kalau ditanya tentang mungkin, mungkin. Baik secara dalil maupun secara kenyataan
banyak orang yang sebelumnya dia melakukan bid’ah dan dia kemudian bertobat dan
kembali kepada sunnah.

Tapi kalau dibandingkan antara orang yang sebelumnya di atas bid’ah kemudian
mengikuti sunnah dibandingkan dengan orang-orang yang di atas bid’ah dan tidak
mengikuti sunnah maka jauh lebih banyak orang yang melakukan bid’ah dan terus dia
melakukan bid’ah dan tidak kembali kepada sunnah.

Mungkin ada yang bertanya ana dulu termasuk sohibul bid’ah yang lain juga
mengatakan ana juga demikian, loh kok banyak ternyata yang masuk kepada sunah. Kita
katakan perbandingan antum dibandingkan dengan mereka yang berada terus diatas
bid’ah maka antum jauh lebih sedikit, kita jauh lebih sedikit. Makanya Alhamdulillah,

‫ٱْل َح ْم ُد ِلَّلِه ٱَّلِذ ى َهَدٰى َنا ِلَٰه َذا َو َما ُكَّنا ِلَنْه َتِد َى َلْو ٓاَل َأْن َهَدٰى َنا ٱلَّلُه‬
“Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (kebaikan) ini. Dan kami
sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk.”
Sebenarnya sulit bagi orang yang melakukan bid’ah untuk bertaubat kepada Allāh ‫ﷻ‬,
sebagaimana dalam hadits Allāh ‫ ﷻ‬menghalangi tobat bagi orang yang melakukan
bid’ah, kalau kita bisa terlepas dari penjara bid’ah tadi maka ini adalah keutamaan dan
karunia Allāh ‫ ﷻ‬yang sangat besar bagi kita.

Kita bisa dilepaskan, dilapangkan dada kita untuk menerima sunnah dan meninggalkan
bid’ah dengan sangat mudah dan dinampakkan oleh Allāh ‫ ﷻ‬tentang kejelekan
bid’ah-bid’ah tadi dan kesalahannya dan dimudahkan kita untuk bertemu dengan orang
orang yang mengikuti sunnah maka ini adalah fadlullah yang sangat besar yang
mengharuskan kita untuk terus bersyukur kepada Allāh ‫ ﷻ‬dan memuji Allāh ‫ﷻ‬
atas nikmat hidayah ini.

Ini adalah nikmat yang mewajibkan kita untuk bersyukur maka kita harus bersyukur dan
diantara caranya adalah bersungguh-sungguh dalam pertama menuntut ilmu di dalam
sunnah ini kemudian yang kedua bersungguh-sungguh dalam mengamalkan Islam dan
juga Sunnah ini, ini di antara bentuk rasa syukur kita kepada Allāh ‫ ﷻ‬karena
dikeluarkan dari kungkungan bid’ah tadi, penjara bid’ah tadi kemudian dikeluarkan kita
ke alam yang bebas alam yang terang benderang di bawah naungan sunnah Nabi ‫ﷺ‬.

Halaqah yang ke-82 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mengatakan

:‫ ﴿َو َما َك اَن ِمَن الُم ْش ِر ِكيَن ﴾ [آل عمران‬: ‫] ِإَلى َقْو ِلِه‬65 :‫ ﴿َياَأْه َل الِك َتاِب ِلَم ُتَح اُّج وَن ِفي ِإْبَر اِهيَم ﴾ [آل عمران‬:‫َباُب َقْو ِل الَّلِه َتَعاَلى‬
]67

Masih beliau akan berbicara tentang bahaya bid’ah. Diantara bahaya bid’ah ini bisa
menyeret seseorang menjadi benci terhadap islam itu sendiri.

Awalnya, dan ini adalah tipu daya setan, dijadikan seseorang dihiasi diperindah sebuah
amalan yang bid’ah kemudian akhirnya dia mengamalkan dan mengikuti bid’ah tersebut
terus di bumbui dan dijadikan dia senang dengan kebid’ahan tadi, menganggapnya itu
adalah baik lama kelamaan setan akan mengatakan kepadanya ternyata tidak sesuai
dengan sunnah Nabi ‫ ﷺ‬juga kamu bisa hidup nyaman, bisa ibadah dengan baik,
buktinya dengan kamu melakukan bid’ah ini hidupmu juga tentram bahkan kamu
mendapatkan ini dan itu ini menunjukkan bahwasanya Islam yang dibawa oleh Nabi
‫ ﷺ‬ini kamu tidak memerlukannya buktinya kamu melakukan bid’ah ini saja yang
tidak ada contohnya dari Nabi ‫ ﷺ‬kamu mendapatkan faedah yang banyak.
Akhirnya apa, menjadikan dia mulai benci dengan Islam atau minimal dia merasa tidak
perlu dengan Islam akhirnya kalau sudah demikian bisa menyeret seseorang
mengeluarkan seseorang dari agama Islam, melakukan sesuatu yang bukan hanya
mengurangi Islam seseorang tapi juga membatalkan Islam seseorang. Demikian syaitan
menyeret manusia kepada kekufuran kepada kesyirikan, diawali dengan bid’ah diakhiri
dengan kekufuran, diawali dengan maksiat diakhiri dengan kekufuran dan seterusnya.

Apa yang terjadi pada kaumnya Nabi Nuh ‘alaihissalam awalnya adalah bid’ah,
melakukan sesuatu yang mereka anggap itu adalah baik mendekatkan diri mereka
kepada Allāh ‫ﷻ‬, membuat patung kemudian diberi nama patung tadi dengan nama-
nama orang yang shaleh tujuannya supaya mendekatkan diri mereka kepada Allāh ‫ﷻ‬,
mengingatkan mereka dari kelalaian. Akhirnya setelah berlalu waktu banyak orang yang
tidak menuntut ilmu akhirnya dilupakan sebab tadi dan dikatakan kepada generasi
tersebut bahwasanya bapak-bapak kalian dahulu membuat patung-patung ini adalah
untuk mencari syafaat, akhirnya terjadilah kesyirikan.

Akibat dari awalnya adalah bid’ah dan diakhiri dengan kesyirikan, diakhiri dengan
kekufuran. Maka ini menunjukkan tentang bahaya bid’ah, dia adalah dari baridu syirk,
bisa menyampaikan seseorang kepada kesyirikan, cukuplah itu sebagai bahaya bagi
bid’ah itu sendiri.

Apa hubungan antara bid’ah dengan firman Allāh ‫ﷻ‬

‫َأۡم َلُهۡم ُشَر َٰٓك ُؤ ْا َش َر ُع وْا َلُهم ِّمَن ٱلِّد يِن َما َلۡم َيۡأ َذۢن ِبِه‬

Seakan-akan dia berhak untuk membuat syariat padahal yang berhak untuk membuat
syariat hanya Allāh ‫ ﷻ‬saja, ini sudah syirik di dalam tasyri’, kesirikan di dalam masalah
tasyri’ meskipun dia tidak menyadari yang demikian, di sini beliau mendatangkan Firman
Allāh ‫ﷻ‬

٦٥ ‫ِدِه َأَفاَل َتۡع ِقُلوَن‬ ‫َٰٓيَأۡه َل ٱۡل ِك َٰت ِب ِلَم ُتَح ٓاُّج وَن ِفٓي ِإۡب َٰر ِهيَم َو َمٓا ُأنِز َلِت ٱلَّتۡو َر ٰى ُة َو ٱِإۡلنِج يُل ِإاَّل ِم ۢن َبۡع ۚٓۦ‬
٦٦ ‫م َو ٱلَّلُه َيۡع َلُم َو َأنُتۡم اَل َتۡع َلُموَن‬ٞۚ ‫م َفِلَم ُتَح ٓاُّج وَن ِفيَما َلۡي َس َلُك م ِبِهۦ ِع ۡل‬ٞ ‫َٰٓهَأنُتۡم َٰٓهُؤ ٓاَل ِء َٰح َج ۡج ُتۡم ِفيَما َلُك م ِبِهۦ ِع ۡل‬
]67-65:‫ [ آل عمران‬٦٧ ‫َما َك اَن ِإۡب َٰر ِهيُم َيُهوِد ّٗي ا َو اَل َنۡص َر اِنّٗي ا َو َٰل ِك ن َك اَن َح ِنيٗف ا ُّمۡس ِلٗم ا َو َما َك اَن ِمَن ٱۡل ُم ۡش ِر ِكيَن‬

65. Hai Ahli Kitab, mengapa kamu bantah membantah tentang hal Ibrahim, padahal
Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu tidak
berpikir?
66. Beginilah kamu, kamu ini (sewajarnya) bantah membantah tentang hal yang kamu
ketahui, maka kenapa kamu bantah membantah tentang hal yang tidak kamu ketahui?
Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.
67. Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia
adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia
termasuk golongan orang-orang musyrik. [Aali ‘Imran: 65-67]
Disini Allāh ‫ ﷻ‬berbicara kepada ahlul kitab yaitu orang-orang Yahudi dan orang-
orang Nasrani di mana masing-masing dari mereka sedang berdebat tentang Ibrahim.
Orang Yahudi mengatakan Ibrahim di atas agama Yahudiyyah dan orang-orang Nasrani
mengatakan bahwasanya Ibrahim berada di atas agama Nasrani. mereka sedang ‫ُتَح ٓاُّج ون‬,
mereka sedang berhujjah, berdebat diantara mereka orang Yahudi mengatakan Ibrahim
yang berada di atas agama kami dan orang Nasrani mengatakan Ibrahim di atas agama
kami

‫ِلَم ُتَح ٓاُّج وَن ِفٓي ِإۡب َٰر ِهيَم‬

Dan dua pernyataan mereka ini adalah salah, baik ucapan orang Yahudi maupun orang
Nasrani. Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan

‫َو َمٓا ُأنِز َلِت ٱلَّتۡو َر ٰى ُة َو ٱِإۡلنِج يُل ِإاَّل ِم ۢن َبۡع ِدِه‬

Padahal kalian tahu bahwasanya Taurat dan Injil, Taurat adalah sumber dasar agamanya
orang-orang Yahudi adapun Injil maka ini dasar agamanya orang-orang Nasrani,
bukankah Taurat dan juga Injil ini diturunkan setelah Ibrahim, jarak yang sangat lama
antara turunnya Taurat dengan Ibrahim apalagi turunnya Injil dengan Ibrahim karena Injil
datang setelah Taurat. Harusnya kalau Ibrahim adalah orang Yahudi atau di atas agama
Yahudiyyah berarti Ibrahim datang setelah turunnya Taurat, kalau Ibrahim adalah
beragama Nasraniyyah harusnya Ibrahim datang setelah turunnya Injil, secara akal
demikian.

Seorang dinamakan muslim pengikutnya Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬pengikutnya Al-Quran


kalau dia datang setelah datangnya Rasulullah ‫ﷺ‬, maka dia adalah seorang muslim
pengikutnya Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, di atas Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad
‫ﷺ‬

‫َو َمٓا ُأنِز َلِت ٱلَّتۡو َر ٰى ُة َو ٱِإۡلنِج يُل ِإاَّل ِم ۢن َبۡع ِدِه‬

Dan tidaklah diturunkan Taurat dan juga Injil kecuali setelahnya

‫َأَفاَل َتۡع ِقُلوَن‬

Apakah kalian tidak berakal.

Demikian sikap ahlul bathil mereka memiliki da’awa, memiliki pengakuan pengakuan
yang kalau di teliti maka itu bertentangan dengan akal karena mereka mengucapkan
yang demikian karena hanya sekedar hawa nafsu tidak berdasarkan dalil. Dari mana
mereka mengatakan Ibrahim agamanya adalah yahudiyyah dan Ibrahim agamanya
adalah nasraniya mereka tidak punya dalil sama sekali hanya sekedar pengakuan dan ini
banyak sekali, karena mereka mengikuti hawa nafsu sekedar kita renungkan sedikit maka
akan kita dapatkan apa yang menjadi dakwah mereka pengakuan mereka ini adalah
sesuatu yang bathil itu sudah kaidah jangan kita minder dulu ketika mendengar syubhat
dari orang-orang ahlul ahwa ahlul bidah, kok sepertinya ini adalah benar sepertinya ini
adalah shahih, antum lihat antum teliti sedikit maka antum akan dapatkan kejelasan
tentang bathilnya syubhat yang mereka lontarkan tersebut.

Halaqah yang ke-83 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan

‫م‬ٞۚ ‫م َفِلَم ُتَح ٓاُّج وَن ِفيَما َلۡي َس َلُك م ِبِهۦ ِع ۡل‬ٞ ‫َٰٓهَأنُتۡم َٰٓهُؤ ٓاَل ِء َٰح َج ۡج ُتۡم ِفيَما َلُك م ِبِهۦ ِع ۡل‬

Kalian wahai orang-orang Yahudi dan juga orang-orang Nasrani, kalian telah berdebat di
dalam sesuatu yang kalian punya ilmu membantah sesuatu yang kalian punya ilmu, yaitu
mengingkari kenabian Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, kalian mengingkari kenabian Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬itu kalian sudah memiliki ilmu tentangnya

‫َيۡع ِر ُفوَنُهۥ َك َما َيۡع ِر ُفوَن َأۡب َنٓاَء ُهۖۡم‬


[Al Baqarah:146]

Mereka mengenal Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬sebagaimana mereka mengenal anak-anak


mereka sendiri

Ini adalah sesuatu yang jelas bagi mereka, jelas bagi mereka tentang kenabian Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬dengan dalil yang mereka ketahui termasuk diantaranya tanda
kenabian yang ada di punggung Rasulullah ‫ ﷺ‬dan mereka sangat mengenal Nabi.
Banyak Nabi yang diutus dari Bani Israil sehingga mereka sangat mengenal sifat-sifat
Nabisebagaimana kita tahu orang-orang Bani Israil bahkan yang memimpin mereka
adalah Nabi.

‫َك اَنْت َبُنو ِإْسَر اِئيَل َتُسوُس ُهْم اَأْلْن ِبَياُء ُك َّلَما َهَلَك َنِبٌّي َخ َلَفُه َنِبٌّي َو ِإَّنُه اَل َنِبَّي َبْعِد ي‬
[HR. Bukhari]

Dahulu Bani Israil dipimpin oleh seorang Nabi, setiap kali meninggal Nabi tersebut akan
digantikan Nabi yang lain sehingga mereka sangat mengenal Nabi. Ketika datang Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬sebenarnya mereka tahu ini adalah Nabi yang dimaksud, ini juga
Nabi sebagaimana Musa Nabi, Isa adalah Nabi dan seterusnya. Ini adalah sesuatu yang
mereka ketahui meskipun demikian mereka masih ‫َٰح َج ۡج ُتۡم‬, kalian masih membantah yang
demikian, sesuatu yang jelas saja kalian membantah apalagi sesuatu yang tidak jelas.
‫م‬ٞۚ ‫َفِلَم ُتَح ٓاُّج وَن ِفيَما َلۡي َس َلُك م ِبِهۦ ِع ۡل‬

Lalu kenapa kalian mendebat sesuatu yang kalian tidak punya ilmu, yaitu tentang apakah
Ibrahim dia adalah Yahudi atau Nasrani, kalian tidak punya ilmunya, sesuatu yang kalian
punya ilmunya saja kalian masih bisa berdebat, membantah dan seterusnya apalagi
sesuatu yang kalian tidak punya ilmu.

‫َو ٱلَّلُه َيۡع َلُم َو َأنُتۡم اَل َتۡع َلُموَن‬

Kenapa kalian mendapat sesuatu yang kalian tidak punya ilmu yaitu tentang Ibrahim
apakah dia adalah Yahudi atau Nasrani

‫َو ٱلَّلُه َيۡع َلُم َو َأنُتۡم اَل َتۡع َلُموَن‬

sedangkan Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah yang mengetahui dan kalian tidak mengetahuinya.

Kenapa tidak dikembalikan kepada Allāh ‫ﷻ‬, harusnya dikembalikan kepada Allāh
‫ﷻ‬, Allāh ‫ ﷻ‬yang menentukan di antara mereka apakah Yahudi atau Nasrani
Ibrahim tersebut. Kemudian Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan, menjelaskan kepada mereka

‫َما َك اَن ِإۡب َٰر ِهيُم َيُهوِد ّٗي ا َو اَل َنۡص َر اِنّٗي ا‬

Bukanlah Ibrahim itu seorang Yahudi dan juga bukan seorang Nasrani

Ucapan orang Yahudiyyah bahwasanya Ibrahim adalah beragama Yahudi ini adalah
ucapan yang ditolak oleh Allāh ‫ ﷻ‬demikian pula ucapan orang-orang Nasrani
bahwasanya Ibrahim adalah Nasrani ini juga ucapan yang ditolak oleh Allāh ‫ﷻ‬, dan
Allāh ‫ ﷻ‬telah menafikan pengakuan mereka.

‫َو َٰل ِك ن َك اَن َح ِنيٗف ا‬

Lalu apa hakikat dari agamanya Ibrahim kalau dia bukan orang Yahudi bukan orang
Nasrani

‫َو َٰل ِك ن َك اَن َح ِنيٗف ا ُّمۡس ِلٗم ا َو َما َك اَن ِمَن ٱۡل ُم ۡش ِر ِكيَن‬

Akan tetapi beliau adalah seorang yang Hanif, orang yang menghadapkan dirinya
kepada Allāh ‫ﷻ‬, Musliman menyerahkan dirinya kepada Allāh ‫ﷻ‬

‫َو َما َك اَن ِمَن ٱۡل ُم ۡش ِر ِكيَن‬


dan bukanlah beliau termasuk orang-orang yang musyrikin.

Disini beliau rahimahullah menjelaskan atau mendatangkan ayat ini menunjukkan


bagaimana mereka yaitu bani Israil jauh dari millahnya Ibrahim, dan millahnya Ibrahim
adalah Islam, jauh dari milahnya Ibrahim, sampai dikatakan oleh Allāh ‫ﷻ‬

‫َما َك اَن ِإۡب َٰر ِهيُم َيُهوِد ّٗي ا َو اَل َنۡص َر اِنّٗي ا َو َٰل ِك ن َك اَن َح ِنيٗف ا ُّمۡس ِلٗم ا‬

Berarti millahnya Ibrahim bukan Yahudi bukan Nasrani tapi dia adalah Islam. Bagaimana
bani Israil yang mereka adalah mengaku keturunan Israil yaitu Ya’qub ibn Ishaq ibn
Ibrahim bisa sejauh itu dari Islam, ada yang mengatakan sebabnya adalah karena mereka
melakukan sesuatu yang baru di dalam agama mereka. Banyak melakukan bid’ah
sesuatu yang baru di dalam agama mereka, di dalam agama Yahud maupun di dalam
agama Nashara sehingga lama-kelamaan mereka akhirnya menjauh dari, jauh dari Islam
milahnya Ibrahim sehingga Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan

‫َما َك اَن ِإۡب َٰر ِهيُم َيُهوِد ّٗي ا َو اَل َنۡص َر اِنّٗي ا َو َٰل ِك ن َك اَن َح ِنيٗف ا ُّمۡس ِلٗم ا َو َما َك اَن ِمَن ٱۡل ُم ۡش ِر ِكيَن‬

Ini menunjukkan tentang bahaya bid’ah, membuat sesuatu yang baru, dilakukan oleh
mereka yaitu ahlul kitab akhirnya agama yang seharusnya itu adalah agama Islam karena
mereka melakukan bid’ah melakukan sesuatu yang baru di dalam agama mereka
akhirnya lama-kelamaan menyeret mereka untuk menjauh dari Islam itu sendiri yaitu
milahnya Ibrahim ‘alaihissalam, sehingga Allāh ‫ ﷻ‬menyatakan bahwasanya Ibrahim
bukan di atas agama orang-orang Yahudi dan bukan di atas agama orang-orang Nasrani
tapi beliau adalah seorang yang

‫َح ِنيٗف ا ُّمۡس ِلٗم ا َو َما َك اَن ِمَن ٱۡل ُم ۡش ِر ِكيَن‬

Ini adalah ayat yang pertama yang menunjukkan tentang bahaya bid’ah bisa sampai
menjadikan seseorang semakin jauh dari agamanya bahkan bisa berpindah agama, bisa
mengeluarkan mereka dari Islam.

Halaqah yang ke-84 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mendatangkan firman Allāh ‫ﷻ‬

:‫ ﴿َو َمْن َيْر َغ ُب َع ْن ِم َّلِة ِإْبَر اِهيَم ِإاَّل َمْن َسِفَه َنْفَسُه َو َلَقِد اْص َطَفْيَناُه ِفي الُّدْنَيا َو ِإَّنُه ِفي اآلِخَر ِة َلِمَن الَّص اِلِحيَن ﴾ [البقرة‬:‫َو َقْو ُلُه‬
]130
“Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh
dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di
Akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang shalih.” (QS. Al-Baqoroh [2]: 130)
Didalam ayat ini Allāh ‫ ﷻ‬menyebutkan tentang hakikat dari orang yang benci
terhadap Islam. Hakekatnya dia adalah orang yang ‫َسِفَه َنْفَسُه‬, hakekatnya dia adalah orang
yang bodoh, dia adalah orang yang jahil karena Islam ini adalah jalan satu-satunya
menuju ke surganya Allāh ‫ﷻ‬, menuju Allāh ‫ﷻ‬, yang menyampaikan seseorang ke
dalam surga hanyalah Islam ini saja dan dia adalah jalan yang barangsiapa yang
menempuhnya maka dia akan mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.

Orang yang melakukan dan iltizam dengan agama Islam bahagia di dunia

‫َفَلُنْح ِيَيَّنُه َح َياًة َطِّيَبًة‬

Akan diberikan kehidupan dunia yang baik dan di akhirat dia akan mendapatkan
kebahagiaan juga,

‫َو َلَنْج ِز َيَّنُهْم َأْج َر ُهْم ِبَأْح َس ِن َما َك اُنوا َيْعَم ُلوَن‬
(QS: an-Nahl : 97)

Dan dia adalah agama yang samhah, agama yang mudah, orang yang iltizam dengan
syariat yang ada di dalamnya maka dia akan mendapatkan kehidupan yang baik di
dunia, hidup yang sehat hidup yang tentram hidup yang penuh dengan kebahagiaan itu
kalau dia bener-bener kāffah dalam melakukan Islam itu sendiri.

Kalau seseorang benci dengan Islam maka ini adalah orang yang bodoh. Seandainya di
dalam kehidupan dunia seseorang ditawarin cara yang mudah antum bisa nyaman
kemudian dia menolaknya padahal itu jelas-jelas sesuatu yang mudah dan tidak ada
resiko dan seterusnya kemudian dia menolaknya, dia sesuatu yang halal tidak ada resiko,
mudah, tidak ada akibat yang jelek misalnya kemudian ia menolaknya maka ini adalah
sebuah kebodohan.

Maka orang yang membenci milahnya Ibrahim yaitu membenci Islam maka hakikatnya
dia adalah orang yang bodoh, orang yang melakukan bid’ah itu adalah orang yang jahil,
orang yang melakukan bid’ah akan menyeret dia nantinya akan membenci kepada Islam
itu sendiri, sehingga terkadang kita mendengar ucapan ahlul bid’ah dia mencela sunnah
Nabi ‫ ﷺ‬karena sudah hatinya ini kotor dengan bid’ah- bid’ah tadi sehingga
mendengar sunnah Nabi ‫ ﷺ‬mereka benci.

Berbicara tentang cadar, berbicara tentang jenggot, berbicara tentang sunnah-sunnah


Nabi ‫ﷺ‬, ada kebencian terhadap sunnah-sunnah tersebut karena dia sudah terbiasa
melakukan perkara yang bid’ah. Maka orang yang melakukan bid’ah akan membuat dia
benci kepada Al-Islam dan tidaklah membenci Islam ini kecuali orang yang bodoh yaitu
orang yang jahil, seandainya dia adalah orang yang berakal, orang yang berilmu, niscaya
dia akan menerima Islam ini dengan lapang dada dan terbuka, tidak ada rasa berat di
dalam hatinya untuk menerima agama Islam ini.

Ini menunjukkan tentang bahayanya bid’ah dari sisi karena bid’ah ini akan menyeret
kepada kebencian terhadap Islam itu sendiri dan tidaklah membenci Islam kecuali orang
yang bodoh, jadi kebid’ahan bisa membawa kepada kebodohan.

Halaqah yang ke-85 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Kemudian beliau mengatakan

‫َو ِفيِه َح ِد يُث الَخ َو اِر ِج َو َقْد َتَقَّدَم‬

Dan di dalamnya, yaitu di dalam bab ini, ada ‫ َح ِد يُث الَخ َو اِر ِج‬yang merupakan dalil tentang
bahayanya bid’ah dan bahwasanya bid’ah ini bisa menyeret seseorang kepada kekufuran
kebencian terhadap agama, ‫َو َقْد َتَقَّدَم‬, dan ‫ َح ِد يُث الَخ َو اِر ِج‬yang disebutkan oleh beliau ini sudah
berlalu pada bab sebelumnya yang berbunyi

‫َيْم ُر ُقوَن ِمَن الِّد يِن ُثَّم اَل َيُعوُدوَن إليِه‬

Mereka menjauh dari agama Islam kemudian mereka tidak kembali kepada agama Islam.

Hadits ini menunjukkan bagaimana bid’ah itu menjadikan seseorang benci terhadap
Islam itu sendiri. Yang dilakukan oleh khawarij bid’ah, bid’ah tentang takfir murtakibi al
kabira, ini adalah sesuatu yang bid’ah yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi ‫ﷺ‬,
khuruj al-hukam, ini juga sesuatu yang maksiat dan kalau dia menganggap ini adalah
ibadah maka ini adalah suatu yang bid’ah.

Akhirnya menjadikan mereka bid’ah ini ‫ َيْم ُر ُقوَن ِمَن الِّد يِن‬menjadikan mereka menjauh dari
Islam, membenci Islam itu sendiri ‫ ُثَّم اَل َيُعوُدوَن إليِه‬kemudian mereka tidak kembali kepada
Islam itu sendiri, maka ini maksud dari ucapan beliau

‫َو ِفيِه َح ِد يُث الَخ َو اِر ِج‬

yaitu yang telah berlalu ucapan Nabi ‫ ﷺ َيْم ُر ُقوَن ِمَن الِّديِن‬bahwasanya bid’ah ini bisa
menyeret seseorang sehingga benci terhadap agama Islam itu sendiri akhirnya semakin
jauh dan semakin membenci agama islam

‫َيْم ُر ُقوَن ِمَن الِّد يِن َك َما َيْم ُر ُق الَّس ْهُم ِمَن الَّر ِمَّيِة‬
Sebagaimana sebuah anak panah itu keluar dari busurnya, keluar dari sasarannya, dan
sudah kita sebutkan seperti anak panah yang keluar dari sasarannya masuk dari satu sisi
kemudian keluar dari sisi yang lain ini tidak mungkin terjadi kecuali kalau panah tersebut
adalah sangat cepat dan dia sangat tajam, menunjukkan tentang bahwasanya bid’ah ini
bisa cepat atau menjadikan seseorang semakin menjauhi agama Islam, bahwasanya
bid’ah ini bisa cepat menjauhkan seseorang dari agama Islam itu sendiri.

Berbeda dengan al-maksiah, di mana orangnya ini masih menyadari bahwasannya apa
yang dilakukan adalah sebuah dosa, diingatkan sedikit maka dia akan kembali kepada
agama Islam, adapun orang yang melakukan bid’ah maka semakin dia berijtihad di
dalam bid’ahnya maka semakin dia jauh dari agama islam.

Syahidnya disini bahwasanya hadits tentang khawarij

‫َيْم ُر ُقوَن ِمَن الِّد يِن َك َما َيْم ُر ُق الَّس ْهُم ِمَن الَّر ِمَّيِة‬

menunjukkan bahwasanya bid’ah ini bisa membawa seseorang kepada sesuatu yang
lebih parah daripada awalnya yaitu semakin dia jauh dari agama Islam bahkan bisa
sampai mengeluarkan dia dari Islam. Sebagaimana sebagian ulama mereka ada yang
mengkafirkan orang-orang khawarij karena melihat sebagian hadits yang kita sebutkan

‫ِك اَل ُب الَّناِر َش ُّر َقْت َلى َتْح َت َأِد يِم الَّسَماِء َيْم ُر ُقوَن ِمَن الِّد يِن َك َما َيْم ُر ُق الَّس ْهُم ِمَن الَّر ِمَّيِة‬

dan seterusnya sehingga sebagian ulama ada yang mengeluarkan mereka dari agama
Islam. Meskipun pendapat yang shahih tidak demikian, mereka adalah muslimum dan
mereka takut dari kekufuran.

Kemudian beliau mengatakan

‫»َو ِفي «الَّص ِح يِح‬

Di dalam hadits yang shahih bahwasanya

‫ «ِإَّن آَل َأِبي [ُفاَل ٍن ] َلْيُسوا ِلي ِبَأْو ِلَياَء ِإَّنَما َأْو ِلَياء المتقون‬:‫َأَّنُه َص َّلى الَّلُه َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل‬

Di dalam hadist yang sahih ini dalil yang lain,

‫ «ِإَّن آَل َأِبي [ُفاَل ٍن ] َلْيُسوا ِلي ِبَأْو ِلَياَء‬:‫َأَّنُه َص َّلى الَّلُه َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل‬

Sesungguhnya keluarga Abi Fulan mereka bukan wali-waliku

‫ِإَّنَما َأْو ِلَياء المتقون‬


Sesungguhnya wali-waliku adalah orang-orang yang bertaqwa.

Didalam hadist ini Beliau ‫ ﷺ‬menyebutkan bahwasanya ‫ آَل َأِبي ُفاَل ٍن‬dan mereka ini
adalah masih kerabat dari Nabi ‫ﷺ‬, mereka ini bukan wali-waliku maksudnya aku
tidak mencintai mereka, karena ‫ َأْو ِلَياء‬jamak dari ‫ َو ِلي‬berasal dari kata walāyah dan makna
walāyah adalah al-mahabbah, al-wala’ wal-bara’ maksudnya adalah kecintaan dan juga
berlepas diri

‫َمْن َع اَدى ِلي َو ِلًّيا‬

Barangsiapa yang membenci waliku yaitu orang yang dicintai oleh Allāh ‫ﷻ‬, karena
wali itu artinya adalah orang yang dekat, walā yalī artinya adalah yang paling dekat atau
yang dekat, wali artinya adalah orang yang dekat dengan Allāh ‫ ﷻ‬yaitu orang yang
dicintai oleh Allāh ‫ﷻ‬.

Maka Nabi ‫ ﷺ‬mengabarkan di sini bahwasanya keluarga abi fulan ini bukan wali-
waliku karena keluarga atau kerabat Nabi ‫ ﷺ‬tidak semuanya muslim, ada diantara
mereka yang masih kuffar sehingga beliau mengatakan bahwasanya aku tidak mencintai
mereka, karena yang namanya kecintaan yaitu berdasarkan ittiba’ mereka terhadap Nabi
‫ﷺ‬

‫ِإَّنَما َأْو ِلَياء المتقون‬

Sesungguhnya orang yang aku cintai adalah orang-orang yang bertaqwa.

Kenapa disini beliau mendatangkan hadist ini, apa hubungannya dengan bid’ah. Orang
yang melakukan bid’ah maka mereka tidak mengikuti sunnah Nabi ‫ ﷺ‬dan dengan
sebab mereka tidak mengikuti sunnah Nabi ‫ ﷺ‬maka ini menjadikan mereka tidak
mendapatkan kecintaan Nabi ‫ﷺ‬, semakin besar dan semakin banyak mereka
melakukan bid’ah semakin mereka jauh dari wala’nya, kecintaannya Nabi ‫ﷺ‬.

Disebutkan di sini sampai keluarga Nabi ‫ ﷺ‬sendiri kalau mereka tidak mengikuti dan
tidak beriman dengan Nabi ‫ ﷺ‬maka tidak akan mendapatkan kecintaan Nabi ‫ﷺ‬
meskipun itu keluarga beliau sendiri.

‫َأ‬
‫َل ِبي ُفاَل ٍن‬

Tidak disebutkan fulan di sini karena untuk menutupi, keluarga Beliau ‫ ﷺ‬sendiri
seandainya tidak mengikuti Beliau ‫ ﷺ‬maka tidak mendapatkan kecintaan Beliau
‫ ﷺ‬lalu bagaimana dengan selain keluarga Beliau ‫ﷺ‬. semakin seseorang
mengikuti Nabi ‫ ﷺ‬semakin dicintai tapi semakin seseorang tidak mengikuti Nabi
‫ﷺ‬, melakukan bid’ah, maka akan semakin jauh dari kecintaan Nabi ‫ ﷺ‬apalagi
kalau sampai dia keluar dari agamanya Nabi ‫ ﷺ‬maka semakin dia jauh dari kecintaan
Nabi ‫ﷺ‬.

Siapa orang-orang yang Beliau ‫ ﷺ‬cintai? siapa wali-wali Beliau ‫ ?ﷺ‬Wali-wali


Beliau ‫ ﷺ‬adalah orang-orang yang bertaqwa dan makna taqwa ini adalah kalimat
yang jami’ disebutkan oleh Thalq bin Habib

‫ َو َأْن َتْت ُر َك َمْعِص َيَة ِهللا َع َلى ُنْو ٍر ِمَن ِهللا َتَخ اُف ِع َقاَب ِهللا‬، ‫ َتْر ُج ْو َثَو اَب ِهللا‬، ‫ َع َلى ُنْو ٍر ِمَن ِهللا‬، ‫َأْن َتْعَمَل ِبَطاَع ِة ِهللا‬

Dia adalah melaksanakan perintah Allāh ‫ ﷻ‬diatas cahaya Allāh ‫ ﷻ‬karena


mengharap pahala dari Allāh ‫ ﷻ‬dan menjauhi larangan Allāh ‫ ﷻ‬di atas cahaya
Allāh ‫ ﷻ‬karena takut dengan azab Allāh ‫ﷻ‬

Ini adalah makna taqwa, dua-duanya baik menjalankan perintah maupun menjauhi
larangan ada kalimat ‫ َع َلى ُنْو ٍر ِمَن ِهللا‬diatas cahaya dari Allāh ‫ ﷻ‬dan ini adalah isyarat
adanya ittiba’ mengikuti Nabi ‫ ﷺ‬di dalam menjalankan perintah maupun menjauhi
larangan ini adalah taqwa masuk di dalamnya adalah mengikuti Beliau ‫ﷺ‬, ittiba
terhadap Beliau ‫ ﷺ‬ini adalah bagian dari ketaqwaan.

Ringkasnya di dalam hadits ini, kenapa beliau mendatangkan hadist ini ingin
menerangkan kepada kita bahwasanya bid’ah ini menjadi penghalang dicintai oleh Nabi
‫ﷺ‬, tidak mengikuti Nabi ‫ ﷺ‬itu menjadi penghalang seseorang tidak
mendapatkan kecintaan Nabi ‫ﷺ‬, semakin besar bid’ahnya semakin terhalang apalagi
sampai kepada kekufuran maka ini semakin jauh dari kecintaan Nabi ‫ﷺ‬.

Halaqah yang ke-86 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mendatangkan hadist Nabi ‫ﷺ‬

‫َو ِفيِه‬

Dan didalamnya yaitu hadits yang shahih

‫َع ْن َأَنٍس رضي هللا عنه َأَّن َر ُسوَل الَّلَه َص َّلى الَّلُه َع َلْيِه َو َس َّلَم ُذِكَر َلُه َأَّن َبْعَض الَّص َح اَبِة َقاَل‬

Dari Anas bin Malik (semoga Allāh ‫ ﷻ‬meridhai beliau) bahwasanya Rasulullah ‫ﷺ‬
disebutkan untuk beliau bahwa sebagian sahabat berkata.
Jadi ada beberapa orang sahabat Nabi ‫ ﷺ‬yang datang ke keluarga Nabi ‫ﷺ‬,
kemudian bertanya kepada beliau tentang bagaimana ibadahnya Nabi ‫ﷺ‬, disini
disebutkan bahwasanya Anas bin Malik menceritakan
‫َج اَء َثاَل َثُة َر ْه ٍط ِإَلى ُبُيْو ِت أْز َو اِج الَّنِبِّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬

Datang 3 orang kesebagian keluarga Nabi ‫ﷺ‬, maksudnya adalah sebagian istri Nabi
‫ﷺ‬, ingin bertanya tentang

‫َيْس َأُلْو َن َع ْن ِع َباَدِة الَّنِبِّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬

Ingin bertanya tentang bagaimana ibadah Nabi ‫ﷺ‬, yaitu tentang nawafil, ibadah
Nabi ‫ ﷺ‬yang beliau lakukan di dalam rumah Beliau ‫ﷺ‬, tentunya yang
mengetahui adalah istri-istri Beliau ‫ﷺ‬, makanya mereka datang dan bertanya
bagaimana ibadah Beliau ‫ ﷺ‬di rumah, menunjukkan tentang bagaimana
semangatnya para sahabat tersebut di dalam beribadah kepada Allāh ‫ﷻ‬, bertanya
tentang ibadah Nabi ‫ﷺ‬

‫َفَلَّما ُأْخ ِبُر ْو ا َك َأَّنُهْم َتَقاُّلْو َها‬

Ketika di kabarkan kepada mereka ibadahnya Nabi ‫ ﷺ‬di rumah adalah demikian dan
demikian kalau malam demikian kalau siang demikian. Maka sepertinya tiga orang tadi
ini ‫َتَقاُّلْو َها‬, mereka menganggap ini sedikit, apa yang dilakukan oleh Nabi ‫ ﷺ‬ini sedikit
tidak seperti yang mereka bayangkan sebelumnya sebelum datang, ini yang disampaikan
oleh sebagian istri Nabi ‫ ﷺ‬mengabarkan tentang bagaimana ibadah beliau ternyata
mereka menganggap ini adalah ibadah yang sedikit kemudian setelah mereka
mengetahui sedikitnya ibadah Nabi ‫ ﷺ‬tidak seperti yang mereka bayangkan
maksudnya, akhirnya mereka membuat makhroj sendiri, membuat alasan sendiri

‫َأْيَن َنْح ُن ِمَن الَّنِبِّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ؟ َو قْد ُغ ِفَر َلُه َما َتَقَّدَم ِمْن َذْن ِبِه َو َما َتَأَّخ َر‬

Kemudian mereka mengatakan dimana kita dibandingkan Nabi ‫ﷺ‬, artinya kalau
Beliau ‫ ﷺ‬ibadahnya sedikit seperti yang kita dengar tadi dari istri Nabi ‫ ﷺ‬karena
memang beliau sudah diampuni dosanya yang telah lalu maupun yang akan datang
sehingga kalau Beliau ‫ ﷺ‬ibadahnya demikian itu lumrah karena sudah dijamin
diampuni dosanya yang telah lalu dan akan datang.
Kalau kita siapa yang menjamin, intinya mereka ingin mengatakan berarti kita harus
memperbanyak ibadah meskipun Nabi ‫ ﷺ‬tidak seperti kita dalam banyaknya ibadah
itu karena beliau sudah diampuni dosanya sedangkan kita kan belum sehingga kita
jangan menyamakan diri kita dengan Beliau ‫ ﷺ‬kita harus memperbanyak ibadah.
Ini ucapan mereka akhirnya mereka masing-masing mengucapkan ucapan ini ingin
mewujudkan ibadah yang lebih banyak

‫َقاَل َأَح ُدُهْم‬

Salah satu diantara mereka mengatakan


‫َأَّما َأَنا َفُأَص ِّلْي الَّلْيَل َأَبدًا‬

Adapun ana maka aku akan sholat al-lail, maksudnya adalah semalam penuh, ‫َفُأَص ِّلْي الَّلْيَل‬,
aku akan melakukan sholat malam terus, ‫( َأَبدًا‬selama-lamanya) maksudnya adalah tidak
mau tidur, malam seluruhnya dia gunakan untuk sholat.
Ada pun yang lain

‫َأَنا َأُص ْو ُم الَّدْه َر َو اَل ُأْف ِط ُر‬

Adapun ana maka ana akan terus-menerus berpuasa, dia setiap hari berpuasa, ‫َو اَل ُأْف ِط ُر‬
dan aku tidak akan berbuka, maksudnya tidak akan dia tinggalkan 1 hari kecuali dia
dalam keadaan berpuasa

‫َو َقاَل اآْل َخ ُر‬

Adapun yang ketiga dia mengatakan

‫َأَنا َأْع َتِز ُل الِّنَساَء َفاَل َأَتَز َّو ُج َأَبدًا‬

Adapun ana maka ana akan meninggalkan wanita, maksudnya tidak akan menikah
selama-lamanya. Masing-masing dari mereka tiga orang tadi ingin mempertinggi
kuantitas dari ibadah mereka dan tidak ingin melakukan sesuatu yang mengurangi
ibadah mereka

‫ َفَقاَل‬، ‫َفَج اَء َر ُسْو ُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬

Kemudian Nabi ‫ ﷺ‬datang, disebutkan kepada Beliau ‫ ﷺ‬bahwasanya sebagian


sahabat mengatakan

‫َأَّما َأَنا فاَل آُك ُل الَّلْح َم‬

Ada pun aku maka aku tidak akan memakan daging, ini berarti lafadz tambahan
daripada lafadz yang disebutkan dalam shahih Bukhari. Bahwasanya ada di antara
mereka yang mengucapkan ucapan ini yaitu tidak akan memakan daging

‫وقال اآلخر أَّما أنا فأقوُم وال أناُم‬

Adapun yang lain maka dia mengatakan ada pun ana maka aku akan sholat malam
tanpa tidur

‫ أَّما أنا فاَل َأَتَز َّو ُج الِّنَساَء‬: ‫َو َقاَل اآْل َخ ُر‬
Adapun ana maka ana tidak akan menikah

‫َو َقاَل اآْل َخ ُر‬

dan yang lain mengatakan

‫أَّما أنا فَأُص ْو ُم الَّدْه َر‬

Adapun ana maka ana akan berpuasa selama-lamanya.

‫ فاَل آُك ُل الَّلْح َم‬ini ada di dalam lafadz al-imam Muslim

‫َأ‬ ‫َأ‬
‫َفَقاَل َبْعُض ُهْم اَل َتَز َّو ُج الِّنَساَء َو َقاَل َبْعُض ُهْم اَل آُك ُل الَّلْح َم َو َقاَل َبْعُض ُهْم اَل َناُم َع َلى ِفَر اٍش‬

Ini disebutkan dalam sebagian riwayat

‫ فقال الَّنبُّي صَّلى ُهللا عليه وسَّلم‬, ‫أَّما أنا فَأُص ْو ُم الَّدْه َر‬

Maka Nabi ‫ ﷺ‬setelah mendengar ucapan mereka ini Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan

‫َأْنُتْم اَّلِذيَن ُقْلُتْم َكَذا َو َكَذا‬

Beliau ‫ ﷺ‬panggil itu orang-orang yang mengucapkan ucapan tadi karena sudah
sampai kepada beliau kabar tentang ucapan mereka maka Beliau ‫ ﷺ‬memanggil
mereka dan mengatakan

‫َأْنُتْم اَّلِذيَن ُقْلُتْم َكَذا َو َكَذا‬

Apakah kalian yang tadi mengucapkan demikian dan demikian,

yang mengucapkan saya shalat malam terus, dia mengatakan saya akan puasa terus dan
seterusnya

‫َأَما َو الَّلِه ِإِّني َأَلْخ َشاُك ْم ِلَّلِه َو َأْتَقاُك ْم َلُه‬

Ketahuilah demi Allāh ‫ ﷻ‬kata Beliau ‫ ﷺ‬sesungguhnya aku adalah orang yang
paling takut kepada Allāh ‫ ﷻ‬dan paling bertaqwa di antara kalian.

Jadi kalau kalian berbicara tentang ini adalah menunjukkan rasa takut kami ini
menunjukkan tentang taqwa kami kepada Allāh ‫ ﷻ‬ketahuilah bahwasanya aku, kata
Beliau ‫ﷺ‬, adalah orang yang paling takut di antara kalian kepada Allāh ‫ ﷻ‬dan
orang yang paling bertaqwa diantara kalian, itu sesuatu yang diterima oleh mereka, Nabi
‫ ﷺ‬beliaulah yang paling takut kepada Allāh ‫ ﷻ‬dan paling bertaqwa kepada Allāh
‫ ﷻ‬tapi lihat

‫َلِكِّني َأُص وُم َو ُأْف ِط ُر‬

Akan tetapi meskipun aku adalah orang yang takut dan bertaqwa kepada Allāh ‫ ﷻ‬aku
tetap berpuasa dan aku berbuka.

Terkadang Beliau ‫ ﷺ‬berpuasa dan terkadang Beliau ‫ ﷺ‬berbuka, tidak seterusnya


berpuasa, berarti sunnah Beliau ‫ ﷺ‬adalah terkadang berbuka terkadang berpuasa

‫َو ُأَص ِّلي َو َأْر ُقُد‬

Dan aku shalat (yaitu shalat malam) dan aku tidur

Petunjuk Nabi ‫ ﷺ‬beliau tidur di awal malam kemudian setelah itu bangun di akhir
malam berarti Beliau ‫ ﷺ‬melakukan shalat kemudian Beliau ‫ ﷺ‬bangun, tidak
seluruh malam Beliau ‫ ﷺ‬gunakan untuk shalat semuanya, tapi ada istirahat untuk
badannya untuk jasadnya, ini adalah sunnah Nabi ‫ ﷺ‬dan Beliau ‫ ﷺ‬adalah orang
yang paling bertaqwa.

‫َو َأَتَز َّو ُج الِّنَساَء‬

Dan aku menikahi para wanita

Padahal Beliau ‫ ﷺ‬adalah orang yang paling bertaqwa dan paling takut kepada Allāh
‫ ﷻ‬tetapi Beliau ‫ ﷺ‬menikah menunjukkan bahwasanya ketaqwaan bukan berarti
seseorang tidak menikah, ketaqwaan bukan berarti seseorang tidak tidur di waktu
malam, ketaqwaan bukan berarti dia berpuasa terus-menerus, tidak.

Jadi sunnah Nabi ‫ ﷺ‬berpuasa dan berbuka, shalat (malam) dan tidur, dan juga
menikahi wanita

‫َفَمْن َر ِغ َب َع ْن ُس َّنِتي َفَلْيَس ِمِّني‬

Maka barangsiapa yang membenci jalanku tadi, jalan Nabi ‫ ﷺ‬adalah yang
disebutkan oleh Beliau ‫ ﷺ‬sebelumnya, berpuasa diselingi dengan Ifthar, shalat ada
tidurnya dan dia juga menikah dengan wanita. Ini adalah diantara sunnah Nabi ‫ﷺ‬,
maka Beliau ‫ ﷺ‬mengingatkan barangsiapa yang membenci sunnahku ini, jalanku ini,
maka dia bukan termasuk golonganku, bukan termasuk orang yang mengikuti jalanku,
‫ َفَلْيَس ِمِّني‬maksudnya adalah bukan termasuk orang yang mengikuti jalanku.
Lafadz yang disebutkan beliau di sini

‫َلِكِّني َأَناُم َو أُقوُم َو َأُص وُم َو ُأْف ِط ُر َو َأَتَز َّو ُج الِّنَساَء َو آُك ُل الَّلْح َم‬

Akan tetapi aku tidur dan aku bangun, aku berpuasa dan aku berbuka, aku menikah
dengan wanita dan aku makan daging.

‫َفَمْن َر ِغ َب َع ْن ُس َّنِتي؛ َفَلْيَس ِمِّني‬

Maka barangsiapa yang membenci sunnahku maka dia bukan termasuk golonganku
(bukan termasuk orang yang mengikuti jalanku).

Disini beliau mendatangkan hadits ini untuk menunjukkan tentang celaan bid’ah dan
bahwasanya bid’ah ini bisa menyebabkan seseorang membenci sunnah Nabi ‫ﷺ‬, bisa
menjadikan seseorang membenci agama Islam itu sendiri dan kalau orang sudah
membenci agama Islam maka dia bukan orang yang mengikuti jalannya Nabi ‫ﷺ‬

Dari mana bisa demikian antum lihat yang dilakukan oleh sahabat di sini, shalat malam,
puasa ini ada dalilnya ada sunnahnya tapi kalau dilakukan secara berlebihan tidak sesuai
dengan yang dilakukan oleh Nabi ‫ ﷺ‬maka ini termasuk bisa dikhawatirkan nanti bisa
menjadikan dia membenci sunnahnya Nabi ‫ﷺ‬, akibatnya ‫ َفَلْيَس ِمِّني‬dia bukan termasuk
orang yang menempuh jalannya Nabi ‫ﷺ‬. Padahal ini asalnya adalah disunnahkan,
perkara yang disunnahkan (shalat malam, puasa) tapi ketika dilakukan lebih, melenceng
dari jalan Nabi ‫ﷺ‬, berlebihan, justru malah bisa menjadikan seseorang bukan
termasuk orang yang mengikuti jalan Nabi ‫ ﷺ‬.

Lalu bagaimana dengan orang yang melakukan sesuatu yang bid’ah, kalau yang
disunnahkan saja akibatnya tadi itu ‫َفَلْيَس ِمِّني‬, lalu bagaimana dengan orang yang
melakukan sesuatu yang bid’ah, sama sekali tidak diajarkan oleh Nabi ‫ﷺ‬, maka
semakin jauh dari jalannya Nabi ‫ﷺ‬, kalau sesuatu yang disunnahkan saja oleh Beliau
‫ ﷺ‬tapi dilakukan berlebihan ‫ َفَلْيَس ِمِّني‬apalagi sesuatu yang bid’ah yang memang tidak
diajarkan oleh Nabi ‫ ﷺ‬maka ini semakin dahsyat ‫ َفَلْيَس ِمِّني‬nya yaitu bukan orang yang
mengikuti jalanku.

Halaqah yang ke-87 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Disini beliau mengatakan dan ini jarang sekali beliau mengucapkan dengan ucapan
beliau, biasanya ayat hadits atsar, disini beliau berbicara

‫!َفَتَأَّمْل‬
kata beliau, hendaklah engkau memperhatikan merenungi

‫ِإَذا َك اَن َبْعُض الَّص َح اَبِة َأَر اَد الَّتَبُّتَل ِلْل ِعَباَدِة‬

ketika ada sebagian orang-orang yang mulia dari kalangan sahabat Nabi ‫ ﷺ‬ingin
‫ الَّتَبُّتل‬yaitu ingin mengkhususkan hidupnya untuk ibadah, ini yang melakukan seorang
sahabat dan yang dilakukan adalah sesuatu yang asalnya dia adalah sunnah cuma
berlebihan,

‫ِقْيَل ِفْيِه َهَذا الَك اَل ُم الَغ ِليُظ‬

meskipun demikian Nabi ‫ ﷺ‬mengucapkan ucapan yang sangat keras ini, yaitu
ucapan Beliau ‫ﷺ‬

‫َفَمْن َر ِغ َب َع ْن ُس َّنِتي؛ َفَلْيَس ِمِّني‬

orang yang benci terhadap sunnahku maka dia bukan termasuk golonganku.

Ini Beliau ‫ ﷺ‬berbicara di depan para sahabat, demikian diucapkan kalau sampai
seorang sahabat ‫ ِغ َب َع ْن ُس َّنِتي ﷺ‬maka ‫َفَلْيَس ِمِّني‬

‫َو ُسِّمَي ِفْع ُلُه ُر ُغ وًبا َع ِن الُّس َّنِة‬

dan Beliau ‫ ﷺ‬menamakan perbuatan mereka ini sebagai bentuk kebencian terhadap
sunnah Beliau ‫ﷺ‬, harusnya mengikuti Beliau ‫ﷺ‬, sholat dan tidur, berpuasa dan
kadang tidak berpuasa dan seterusnya, Beliau ‫ ﷺ‬menamakan ini sebagai bentuk
kebencian terhadap sunnah Beliau ‫ﷺ‬.

‫َفَما َظُّنَك ِبَغ ْي ِر َهَذا ِمَن الِبَدِع ؟‬

Lalu bagaimana pendapatmu tentang selain ini dari bid’ah-bid’ah?

Kalau sesuatu yang asalnya sunnah saja, shalat malam puasa atau seperti tadi tidak
memakan daging, ini sesuatu yang mubah itu yang dikatakan oleh Nabi ‫ ﷺ‬lalu
bagaimana dengan selain ini berupa bid’ah-bid’ah.

‫َو َما َظُّنَك ِبَغ ْي ِر الَّص َح اَبِة ؟‬

Lalu bagaimana seandainya ini yang melakukan adalah selain sahabat?


Seorang sahabat saja yang kita tahu keutamaan mereka melakukan ini bisa sampai ‫َفَلْيَس‬
‫ِمِّني‬, lalu bagaimana dengan selain sahabat yang tentunya keutamaan mereka tidak
melebihi keutamaan para sahabat ‫رضي هللا تعالى عنهم‬, tentunya ini adalah lebih dahsyat
yang demikian

Ini juga menunjukkan tentang bahaya bid’ah dan bahwasanya bid’ah ini dikawatirkan
termasuk bentuk kebencian terhadap sunnah Nabi ‫ ﷺ‬dan orang yang membenci
sunnah Nabi ‫ ﷺ‬maka bukan termasuk golongan Nabi ‫ﷺ‬

‫ َفَلْيَس ِمِّني‬disini maksudnya adalah tidak mengikuti diriku, dalam Al-Quran Allāh ‫ﷻ‬
mengatakan ketika menyebutkan tentang tholut dan juga jalut

[Al Baqarah:249] ‫َفَمن َش ِر َب ِم ۡن ُه َفَلۡي َس ِمِّني َو َمن َّلۡم َيۡط َعۡم ُه َفِإَّنُهۥ ِمِّنٓي‬

Maksudnya adalah orang yang meminum, kan Beliau mengatakan jangan minum, maka
barangsiapa yang meminum ‫ َفَلۡي َس ِمِّني‬maksudnya bukan mengikuti petunjukku, karena dia
minum petunjuk Beliau adalah jangan minum, kalau minum berarti ‫ َفَلۡي َس ِمِّني‬tidak
mengikuti petunjukku, ‫ َو َمن َّلۡم َيۡط َعۡم ُه‬barangsiapa yang tidak meminum ‫ َفِإَّنُهۥ ِمِّنٓي‬maksudnya
adalah dia termasuk orang yang mengikuti diriku.

Jadi ‫ َفَلۡي َس ِمِّني‬bukan berarti dia keluar dari agama Islam, maksudnya tidak mengikuti
jalanku tidak mengikuti sunnahku, berarti di dalam bab ini ada poin-poin yang
menunjukkan tentang bahaya bid’ah diantaranya bahwasanya orang yang melakukan
bid’ah maka dikhawatirkan akan menyeret dia membenci Islam itu sendiri.

Kemudian diantara bahaya bid’ah disini adalah menjadikan seseorang terputus dari
kecintaan Nabi ‫ﷺ‬, semakin dia melakukan bid’ah semakin banyak maka akan
semakin jauh dari kecintaan Nabi ‫ ﷺ‬dan ini ditunjukkan oleh hadits

‫ِإَّن آَل َأِبي [ُفاَل ٍن ] َلْيُسوا ِلي ِبَأْو ِلَياَء ِإَّنَما َأْو ِلَياء المتقون‬

Kemudian diantara bahaya bid’ah bahwasanya orang yang melakukan bid’ah maka ini
bukan termasuk orang yang mengikuti Nabi ‫ ﷺ‬sebagaimana ditunjukkan dalam
hadits Anas, kalau amalan yang asalnya sunnah saja dilakukan secara berlebihan bisa
dinamakan tidak mengikuti Nabi ‫ ﷺ‬apalagi orang yang benar-benar dari awal
melakukan sesuatu yang bukan sunnah Nabi ‫ﷺ‬.

Halaqah yang ke-88 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mengatakan
‫ ﴿َفَأِقْم َو ْج َهَك ِللِّد يِن َح ِنيًفا ِفْطَر َت الَّلِه اَّلِتي َفَطَر الَّناَس َع َلْي َها‬:‫َباُب َقْو ِل الَّلِه َتَعاَلى‬

Didalam bab ini setelah beliau berbicara tentang masalah bid’ah dan tentang bahayanya
dan tentang ancaman bagi orang yang melakukan bid’ah dan bahwasanya itu adalah
bagian dari sesuatu yang bertentangan dengan Islam itu sendiri, maka di dalam bab ini
beliau akan membacakan atau membawakan dalil-dalil yang isinya adalah perintah untuk
istiqomah di atas Islam, di atas kepasrahan kepada Allāh ‫ ﷻ‬di dalam masalah aqidah,
didalam masalah ibadah, tata cara ibadah, di dalam permasalahan-permasalahan yang
lain sampai kita meninggal dunia

Belum datangkan dalil-dalil yang mengharuskan kita untuk terus Istiqomah di atas Islam
dengan makna yang sudah kita sebutkan berulang kali dan juga di dalam bab ini beliau
akan menunjukkan kepada kita tentang tahdzir minal bid’ah (peringatan tentang bid’ah)
yang merupakan sesuatu yang menunjukkan ketidak-istiqomahan seseorang didalam
Islam. Jadi inti dari bab ini adalah perintah untuk terus istiqomah di atas Islam termasuk
diantaranya dengan meninggalkan bid’ah.

Beliau membawakan firman Allāh ‫ﷻ‬

‫َباُب َقْو ِل الَّلِه َتَعاَلى‬

dan dijadikan ini sekaligus sebagai judul bab ini

‫َفَأِقْم َو ْج َهَك ِللِّديِن َح ِنيًفا ِفْطَر َت الَّلِه اَّلِتي َفَطَر الَّناَس َع َلْي َها‬

Firman Allāh ‫ﷻ‬, maka hendaklah engkau menegakan wajahmu untuk agama ini,
meluruskan wajahmu untuk agama ini, ‫ َح ِنيًفا‬dalam keadaan mengarahkan menghadapkan
wajah ini hanya untuk Allāh ‫ ﷻ‬dan inilah makna Al-Islam. ‫ َح ِنيًفا‬menyerahkan diri kita
hanya kepada Allāh ‫ ﷻ‬inilah makna Islam

‫َأ‬
‫َف ِقْم َو ْج َهَك ِللِّد يِن‬

Maka hendaklah engkau tegakkan wajahmu hanya untuk agama ini, hanya untuk ibadah
kepada Allāh ‫ﷻ‬, dan ‫ َأِقْم‬ini adalah perintah dan asal dari perintah adalah untuk
menunjukkan kewajiban, menunjukkan tentang wajibnya seseorang menjaga Islam ini
sampai dia meninggal dunia dan ini adalah fitrah

‫ِفْطَر َت الَّلِه اَّلِتي َفَطَر الَّناَس َع َلْي َها‬

Ini adalah fitrah Allāh ‫ ﷻ‬yang Allāh ‫ ﷻ‬fitrahkan kepada manusia yaitu Islamnya dia
untuk Allāh ‫ ﷻ‬ini adalah fitrah Allah. Asalnya manusia menyerahkan diri kepada Allāh
‫ﷻ‬, Islam asal, tapi berubah fitrah tersebut dengan sebab orang tuanya dengan sebab
lingkungan

‫َفَأَبَو اُه ُيَهِّو َداِنِه َأْو ُيَنِّص َر اِنِه َأْو ُيَم ِّج َساِنِه‬

asalnya dia adalah ‫َمْو ُلود َع َلى اْل ِفْطَر ِة‬

‫كل َمْو ُلوٍد ِإاَّل ُيوَلُد َع َلى اْل ِفْطَر ِة‬

setiap anak yang lahir itu dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanya yang
menjadikan dia yahud atau majusi atau nasrani, terkadang bisa berubah fitrah tadi
dengan sebab orang tua, terkadang berubah fitrah tadi dengan sebab dakwah ahlul
bathil lingkungan dan seterusnya.

Kalau itu adalah fitrah maka kewajiban kita adalah menjaga fitrah tadi sampai kita
meninggal dunia

‫َفَأِقْم َو ْج َهَك ِللِّد يِن َح ِنيًفا ِفْطَر َت الَّلِه اَّلِتي َفَطَر الَّناَس َع َلْي َها اَل َتْبِديَل ِلَخ ْل ِق الَّلِه َذِلَك الِّديُن الَقِّيُم َو َلِكَّن َأْكَثَر الَّناِس اَل َيْع َلُموَن‬

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada
fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, [Ar
Rum:30]
Kemudian beliau mendatangkan dalil yaitu firman Allāh ‫ﷻ‬

]132 :‫ ﴿َو َو َّص ى ِبَها ِإْبَر اِهيُم َبِنيِه َو َيْعُقوُب َياَبِنَّي ِإَّن الَّلَه اْص َطَفى َلُك ُم الِّديَن َفاَل َتُموُتَّن ِإاَّل َو َأْنُتْم ُمْسِلُموَن ﴾ [البقرة‬:‫َو َقْو ُلُه َتَعاَلى‬

Dan firman-Nya: “Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya,
demikian pula Yakub. (Ibrahim berkata): ‘Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah
memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama
Islam.’” (QS. Al-Baqarah [2]: 132)
‫َو َو َّص ى ِبَها ِإْبَر اِهيُم‬

Maka Ibrahim berwasiat dengannya, wasiat ibrahim adalah untuk Islam karena
sebelumnya Allāh ‫ ﷻ‬mengatakan kepadanya

‫ِإۡذ َقاَل َلُهۥ َر ُّبُهٓۥ َأۡس ِلۖۡم‬

Ketika Robbnya berkata kepada Ibrahim, Islamlah engkau wahai Ibrahim

‫َقاَل َأۡس َلۡم ُت ِلَر ِّب ٱۡل َٰع َلِميَن‬


[Al Baqarah:131]
Aku menyerahkan diriku untuk Robbul ‘alamin

‫َو َو َّص ى ِبَها ِإْبَر اِهيُم َبِنيِه َو َيْعُقوُب‬

maka Ibrahim mewasiatkan putra-putranya dengan wasiat tersebut, yaitu wasiat untuk
Islam ( ‫ )ِإۡذ َقاَل َلُهۥ َر ُّبُهٓۥ َأۡس ِلۖۡم‬maka itulah yang diwasiatkan oleh Ibrahim kepada putra-putranya.
‫َو َيْعُقوُب‬, demikian pula Ya’qub juga berwasiat kepada putra-putranya dengan wasiat ini

‫َياَبِنَّي‬

Wahai anak-anakku

‫ِإَّن الَّلَه اْص َطَفى َلُك ُم الِّديَن‬

Wahai anak-anakku sesungguhnya Allāh ‫ ﷻ‬telah memilihkan untuk kalian agama

Agama Islam ini adalah agama yang Allāh ‫ ﷻ‬pilih untuk kalian yang isinya adalah
mentauhidkan Allāh ‫ﷻ‬, menyerahkan ibadah hanya kepada Allāh ‫ ﷻ‬saja, ini
adalah agama kalian agama yang Allāh ‫ ﷻ‬pilih untuk kalian

‫َفاَل َتُموُتَّن ِإاَّل َو َأْنُتْم ُمْسِلُموَن‬

Maka janganlah kalian meninggal dunia kecuali kalian dalam keadaan islam.

Ini adalah perintah untuk istiqomah terus di atas Islam termasuk diantaranya jangan
sampai kita melakukan bid’ah baik bid’ah yang berkaitan dengan akidah i’tiqad maupun
bid’ah amaliah karena itu adalah bukan termasuk keislaman yang demikian bahkan
bertentangan dengan Islam itu sendiri. Maka ayat ini

‫َو َو َّص ى ِبَها ِإْبَر اِهيُم َبِنيِه َو َيْعُقوُب َياَبِنَّي ِإَّن الَّلَه اْص َطَفى َلُكُم الِّديَن َفاَل َتُموُتَّن ِإاَّل َو َأْنُتْم ُمْسِلُموَن‬

Didalamnya ada perintah untuk istiqomah di atas Islam. Pegang Islam dan jangan sampai
kita meninggal dunia kecuali dalam keadaan kita pasrah, bertauhid, meninggalkan
bid’ah, jangan mundur ke belakang, jangan menjauh dari Islam, jangan menjauh dari
tauhid, jangan menjauh dari sunnah, jangan kita meninggal kecuali dalam keadaan Islam,
perintah untuk Istiqomah di atas agama ini.

Kemudian beliau mendatangkan dalil yang lain yaitu firman Allāh ‫ﷻ‬

‫ ﴿ُثَّم َأْو َح ْيَنا ِإَلْيَك َأِن اَّتِبْع ِم َّلَة ِإْبَر اِهيَم َح ِنيًفا‬:‫َو َقْو ُلُه َتَعاَلى‬
Kemudian Kami wahyukan kepadamu supaya engkau wahai Muhammad mengikuti
millahnya Ibrahim yang lurus

‫َو َما َك اَن ِمَن الُم ْش ِر ِكيَن‬


(QS. An-Nahl [16]: 123)

Dan tidaklah dia termasuk orang-orang yang musyrikin

Maka di dalam ayat ini Allāh ‫ ﷻ‬mewahyukan kepada Nabinya, ‫ُثَّم َأْو َح ْيَنا ِإَلْيَك‬, apa yang
Allāh ‫ ﷻ‬wahyukan kepada Beliau ‫ ?ﷺ‬Supaya engkau mengikuti millahnya Ibrahim
yaitu Islam, ‫َح ِنيًفا‬, menyerahkan hanya kepada Allāh ‫ ﷻ‬menghadap hanya kepada Allāh
) ‫ ﷻ (َو َما َك اَن ِمَن الُم ْش ِر ِكيَن‬dan tidaklah beliau termasuk orang-orang yang musyrikin.

Maka ayat ini menunjukkan perintah untuk tetap di atas Islam, perintah untuk mengikuti
millahnya Ibrahim sampai kapan? sampai meninggal sampai akhir, mengikuti millahnya
Ibrahim bukan hanya di sebagian umurnya tapi sampai akhir umurnya sampai akhir
hayatnya Beliau ‫ ﷺ‬diperintahkan untuk mengikuti millahnya Nabi Ibrahim
‘alaihissalam yang lurus dan tidaklah beliau termasuk orang-orang yang musyrikin. Maka
diantara bentuk keislaman kita dan bentuk mengikutnya kita terhadap millah Ibrahim
adalah seseorang istiqomah di atas sunnah dan menjauhi kebid’ahan.

Halaqah yang ke-89 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Kemudian beliau mendatangkan sabda Nabi ‫ ﷺ‬yang diriwayatkan oleh Tirmidzi

‫ «ِإَّن ِلُك ِّل َنِبٍّي ُو اَل ًة ِمَن الَّنِبِّييَن‬:‫ َأَّن َر ُسوُل الَّلِه َص َّلى الَّلُه َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل‬:‫َو َع ِن اْب ِن َمْسُعوٍد َر ِض َي الَّلُه َع ْنُه‬،

Sesungguhnya bagi setiap Nabi itu ada ‫ُو اَل ًة ِمَن الَّنِبِّييَن‬, wulāt itu jamak dari wali dan yang
dimaksud dengan wali kita sebutkan yang dekat walā – yalī, yang mengikuti, jadi makna
walī adalah yang dekat, setiap Nabi itu memiliki orang-orang yang dekat dengan beliau
di antara para Nabi

‫َو ِإَّن َو ِلِّيي ِم ْن ُهْم َأِبي‬

Dan sesungguhnya orang yang dekat denganku di antara mereka di antara para Nabi
adalah ‫ َأِبي‬bapakku Ibrahim

‫َو َخ ِليُل َر ِّبي‬

Dan dia adalah kekasih dari Robbku.


Jadi Ibrahim di sini adalah badal dari ‫ َأِبي‬maksudnya abi Ibrahim

‫َو ِإَّن َو ِلِّيي ِم ْن ُهْم َأِبي َو َخ ِليُل َر ِّبي‬

Ini menunjukkan bahwasanya yang paling afdhol diantara manusia setelah Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬adalah Nabi Ibrahim karena beliau adalah walinya Beliau ‫ﷺ‬,
walinya Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, orang yang paling dekat derajatnya dengan Nabi ‫ﷺ‬
yaitu Ibrahim dan beliau adalah ‫ َخ ِليُل َر ِّبي‬adalah kekasih Allāh ‫ﷻ‬

‫ُثَّم َقَر َأ‬

Kemudian Beliau ‫ ﷺ‬membaca Firman Allāh ‫ﷻ‬

‫ِإَّن َأْو َلى الَّناِس ِبِإْبَر اِهيَم َلَّلِذيَن اَّتَبُع وُه َو َهَذا الَّنِبُّي َو اَّلِذيَن آَمُنوا َو الَّلُه َو ِلُّي الُم ْؤ ِمِنيَن‬

Sesungguhnya manusia yang paling dekat dengan Ibrahim adalah orang-orang yang
mengikuti beliau yaitu mengikuti beliau di dalam millahnya

‫َأِن ٱَّتِبۡع ِم َّلَة ِإۡب َٰر ِهيَم‬

maka yang mengikuti millahnya Ibrahim merekalah orang-orang yang paling dekat
dengan Ibrahim yaitu muwahiddīn, al-ahnaf, orang-orang yang mengikuti hanifiyyah
maka orang yang paling dekat dengan Nabi Ibrahim adalah orang-orang yang mengikuti
beliau sebagaimana firman Allāh ‫ﷻ‬

‫َأِن ٱَّتِبۡع ِم َّلَة ِإۡب َٰر ِهيَم َح ِنيٗف ۖا‬


[An Nahl:123]

Diantara yang mengikuti millah beliau adalah

‫َو َهَذا الَّنِبُّي‬

dan Nabi ini yaitu Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬karena Beliau ‫ ﷺ‬mengikuti millahnya
Ibrahim, ‫َأِن ٱَّتِبۡع ِم َّلَة ِإۡب َٰر ِهيَم َح ِنيٗف ۖا‬

‫َو اَّلِذيَن آَمُنوا‬

dan juga orang-orang yang beriman

‫َو الَّلُه َو ِلُّي الُم ْؤ ِمِنيَن‬


(QS. Ali Imron [3]: 68)
dan Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah yang menolong orang-orang yang beriman

Jadi bukan orang Yahudi yang dekat dengan Ibrahim karena mereka menyelisihi Ibrahim
dan bukan orang-orang Nasrani yang dekat dengan Ibrahim karena mereka menyelisihi
Ibrahim, yang dekat dengan Ibrahim adalah orang-orang yang mengikuti beliau, siapa di
antaranya, Nabi ‫ ﷺ‬dan juga orang-orang yang beriman, dan Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah yang
akan menolong orang-orang yang beriman. Hadits ini shahih diriwayatkan oleh AT-
Tirmidzi dan lafadznya

‫َّن ِلُك ِّل َن ُو اَل ًة ِمْن الَّن يَن َو َّن َو ِل ي َأ ي َو َخ ِليُل َر ي ُثَّم َقَر َأ‬
‫ِّب‬ ‫ِبِّي ِإ ِّي ِب‬ ‫ِبٍّي‬ ‫ِإ‬
{ ‫} ِإَّن َأْو َلى الَّناِس ِبِإْبَر اِهيَم َلَّلِذيَن اَّتَبُع وُه َو َهَذا الَّنِبُّي َو اَّلِذيَن آَمُنوا َو الَّلُه َو ِلُّي اْل ُم ْؤ ِمِنيَن‬

Didalamnya ada perintah dan dorongan untuk terus istiqomah diatas islam yang dibawa
oleh Nabi ‫ ﷺ‬karena orang yang dekat dengan Beliau ‫ ﷺ‬adalah orang yang
mengikuti agama Beliau ‫ﷺ‬, orang yang dekat dengan Beliau ‫ ﷺ‬adalah orang
yang dekat dengan agama Beliau ‫ ﷺ‬sehingga orang yang istiqomah di atas Islam
dan dia menjauhi bid’ah dan istiqomah di atas sunnah sampai dia meninggal dunia maka
dia adalah orang yang paling dekat dengan Nabi ‫ ﷺ‬sebagaimana orang yang
mengikuti Ibrahim mengikuti millah beliau maka dia menjadi orang yang paling dekat
dengan Ibrahim.

Sebagaimana orang yang mengikuti Ibrahim yang mengikuti millah beliau adalah orang
yang paling dekat dengan Ibrahim maka orang yang mengikuti Nabi ‫ﷺ‬, mengikuti
sunnah Beliau ‫ﷺ‬, menjauhi bid’ah, maka dia menjadi orang yang paling dekat
dengan Nabi ‫ ﷺ‬dan orang yang dekat dengan Nabi ‫ ﷺ‬maka Allāh ‫ ﷻ‬Dia-lah
walinya, Allāh ‫ ﷻ‬yang akan menolong orang-orang yang beriman yang istiqomah di
atas islam di atas sunnah dan juga menjauhi kebid’ahan.

Sehingga hadits ini menunjukkan tentang keutamaan Istiqomah di atas sunnah karena
kalau kita mengikuti Beliau ‫ ﷺ‬maka kita akan dekat dengan Beliau ‫ﷺ‬
sebagaimana orang yang mengikuti Ibrahim maka dia adalah orang yang paling dekat
dengan Ibrahim.

Kemudian beliau mendatangkan hadits yang selanjutnya

‫َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة‬

Dari Abu Hurairah Radiallahu Anhu marfu’an hadits ini diangkat kepada Nabi ‫ﷺ‬

‫َبَدَأ اِإْلْس اَل ُم َغ ِر يًبا‬

Islam itu mulai dalam keadaan ghorib, dalam keadaan asing, orang-orang mereka di atas
jahiliyah diatas kesyirikan, menyerahkan ibadah kepada Allāh ‫ ﷻ‬dan juga kepada
selain Allāh ‫ﷻ‬, membuat perkara yang baru di dalam millahnya Ibrahim, mengikuti
hawa nafsunya, berdusta atas nama Allāh ‫ﷻ‬, dan seluruh jahiliyah, kemudian datang
islam yang isinya penyerahan diri kepada Allāh ‫ﷻ‬, tinggalkan kesyirikan, serahkan
ibadah hanya kepada Allāh ‫ﷻ‬, jangan melakukan bid’ah di dalam millah ini, ikuti
syariat yang ada jangan mengikuti hawa nafsu dan seterusnya.

‫َبَدَأ اِإْلْس اَل ُم َغ ِر يًبا‬

ketika datang maka orang merasa ini adalah perkara yang aneh, rata rata manusia saat
itu dalam keadaan jauh dari Islam, jauh dari penyerahan diri kepada Allāh ‫ﷻ‬, datang
Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬dalam keadaan mengajak manusia kepada Islam.

‫َو َسَيُعوُد َغ يًبا َك َما َبَدَأ‬


‫ِر‬

Setelah dia tersebar dakwah ini, sedikit demi sedikit dakwah jahiliyah tadi sudah terkikis
kemudian satu persatu manusia masuk ke dalam agama Islam bahkan diakhir hayat
Beliau ‫ ﷺ‬masuk manusia kedalam agama Islam afwajan, semuanya mengenal Islam
tidak ada satu rumah di Madinah ketika awal Islam masuk ke kota Madinah kecuali
masuk di dalamnya Islam. Sampai akhirnya dibuka kota Makkah pada tahun 8 Hijriyah
dan ketika orang-orang Quraisy mereka berbondong-bondong masuk kedalam agama
Islam maka orang-orang Arab badui yang selama ini hanya menunggu saja kabar yang
terjadi karena mereka dalam keadaan bingung panutan mereka adalah orang-orang
Quraisy tapi ternyata orang Quraisy terbelah menjadi dua Islam dengan syirik mereka
harus ikut yang mana, padahal selama ini mereka menjadikan orang-orang Quraisy
sebagai teladan

Akhirnya mereka mendengar saja, kita tunggu saja apa yang terjadi tahun ke delapan
Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬berhasil membuka kota Makkah, akhirnya mereka baru yakin
baru sadar ini benar-benar seorang Nabi ‫ ﷺ‬. Quraisy yang selama ini mereka jadikan
panutan mereka agungkan masuk ke dalam Islam, akhirnya orang-orang Baduy pun
mereka masuk kedalam agama islam.

Jadilah islam menjadi sesuatu yang tersebar bukan sesuatu yang asing lagi setelah
sebelumnya di awal Islam datang dalam keadaan ‫َغ ِر يًبا‬. Maka Nabi ‫ ﷺ‬mengabarkan
dimasa itu Islam dalam keadaan jaya, Beliau ‫ ﷺ‬mengabarkan sesuatu yang akan
terjadi di masa yang akan datang dan ini adalah tanda kenabian Beliau ‫ﷺ‬

‫َو َسَيُعوُد َغ يًبا َك َما َبَدَأ‬


‫ِر‬

Dan akan kembali Islam tersebut ‫ َغ ِر يًبا‬kembali asing ‫ َك َما َبَدَأ‬sebagaimana di awal atau
sebagaimana awalnya. Manusia saat itu melihat tersebarnya Islam, semangatnya manusia
melaksanakan agama Islam maka Nabi ‫ ﷺ‬mengabarkan kelak akan kembali asing.
Tauhid akan kembali asing, mengikuti sunnah menghidupkan sunnah akan kembali
asing, dianggap sebagai seorang yang asing, aneh kok bisa yang lainnya mengikuti hawa
nafsunya, berhura-hura dan sebagainya, ada orang yang ternyata dia masih
memperhatikan agamanya.

Kemudian Beliau ‫ ﷺ‬memberikan dorongan dengan menyebutkan pahala bagi orang-


orang yang asing saat itu

‫َفُطوَبى ِلْلُغَر َباِء‬iman

maka ‫ ُطوَبى‬bagi orang-orang yang asing, yang dianggap aneh, di tengah-tengah


manusia yang rusak ternyata dia masih belajar tauhid belajar aqidah ditengah-tengah
manusia yang rusak dia mempelajari sunnah bertanya apa yang disunnahkan ketika
demikian apa yang disunnahkan ketika demikian, dia perhatikan dirinya, menjauhi
kemaksiatan, Nabi ‫ ﷺ‬mengabarkan

‫َفُطوَبى ِلْلُغَر َباِء‬

‫ ُطوَبى‬bagi orang-orang yang asing saat itu.

Ada sebagian yang menafsirkan ‫ ُطوَبى‬disini adalah surga dan ada yang mengatakan dia
adalah nama pohon yang ada di dalam surga. Baik diartikan dengan ‫ ُطوَبى‬maknanya
adalah surga atau pohon yang ada di dalam surga, menunjukkan tentang pahala yang
besar, karena orang yang mendapatkan pohon didalam surga berarti dia masuk ke
dalam surga.

Siapakah ghurobah tadi dan apa hubungannya dengan bab ini, mereka adalah orang-
orang yang berpegang teguh di atas Islam, kenapa mereka menjadi ghurobah, karena
sebab Islam yang mereka peluk, yang mereka pegang. Karena disebutkan di awalnya ‫َبَدَأ‬
‫ اِإْلْس اَل ُم َغ ِر يًبا‬Islam telah dimulai dalam keadaan asing, yaitu ajaran Islam dan ajaran Islam
tadi akan menjadi asing kembali. Orang-orang yang memeluk ajaran Islam yang menjadi
asing kembali nanti dinamakan dengan ghurobah karena mereka memeluk Islam yang
murni yang dibawa oleh Nabi ‫ ﷺ‬yang saat itu ajaran Islam asing sehingga orang
yang memeluk dan berpegang teguh dengan dalam Islam tadi dia adalah ghurobah.

Ucapan Nabi ‫ ﷺ‬fatūbā berarti di sini ada dorongan dari Beliau ‫ ﷺ‬supaya kita ini
tetap istiqomah di atas Islam supaya kita masuk ke dalam surganya Allāh ‫ﷻ‬. Hadits
ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dan termasuk istiqomah di atas Islam adalah
mengikuti sunnah Nabi ‫ ﷺ‬tata cara Beliau ‫ ﷺ‬dan meninggalkan bid’ah, adapun
melakukan bid’ah maka ini bagian dari ketidak-istiqomahan, ketidak-islaman. Berarti
disini ada dorongan bagi kita untuk terus istiqomah memegang Islam termasuk
diantaranya adalah tata cara didalam masalah ibadah.
Halaqah yang ke-90 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mengatakan

‫ َو َلِكْن َيْن ُظُر ِإَلى‬، ‫ «ِإَّن الَّلَه اَل َيْن ُظُر ِإَلى َأْج َساِد ُكْم َو اَل ِإَلى َأْم َو اِلُك ْم‬: ‫ َقاَل َر ُسوُل الَّلِه َص َّلى الَّلُه َع َلْيِه َو َس َّلَم‬:‫ َقاَل‬،‫َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة‬
‫»ُقُلوِبُك ْم َو َأْع َماِلُكْم‬

Beliau mengatakan Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda sesungguhnya Allāh ‫ ﷻ‬tidak melihat


kepada jasad-jasad kalian, gemuk kurus tinggi pendek tampan jelek, Allāh ‫ ﷻ‬tidak
melihat jasad-jasad kalian. Itu Allāh ‫ ﷻ‬yang menciptakan, menjadikan yang satu
tinggi yang satunya pendek yang satunya hitam satunya putih, Allāh ‫ ﷻ‬menciptakan
itu semua, Allāh ‫ ﷻ‬tidak melihat yang demikian.

‫َو اَل ِإَلى َأْم َو اِلُكْم‬

Dan Allāh ‫ ﷻ‬juga tidak melihat kepada harta kalian, yang kaya yang miskin yang
sedang, derajat di sisi Allāh ‫ ﷻ‬bukan pada kekayaan dan bukan pada jasad
seseorang. Oleh karena itu jangan kita himmah kepada besarnya jasad atau banyaknya
harta, Allāh ‫ ﷻ‬tidak melihat yang demikian. Apa yang Allāh ‫ ﷻ‬lihat

‫َو َلِكْن َيْن ُظُر ِإَلى ُقُلوِبُكْم َو َأْع َماِلُك ْم‬

Akan tetapi Allāh ‫ ﷻ‬melihat kepada hati-hati kalian kepada qolbu-qolbu kalian dan
juga melihat pada amalan-amalan kalian. Allāh ‫ ﷻ‬melihat pada qolbu-qolbu kalian,
bagaimana dengan keikhlasannya, keimanannya, rasa takutnya, rasa mahabbahnya,
mengharapnya kepada Allāh ‫ﷻ‬, tawakkalnya kepada Allāh ‫ﷻ‬, kebersihan hatinya
dari riya, zuhudnya, maka Allāh ‫ ﷻ‬melihat pada hati-hati tersebut.

Kalau Allāh ‫ ﷻ‬melihat pada hati kita maka hendaklah kita memperhatikan hati kita
tersebut, malu apabila hati tersebut dalam keadaan kotor dengan riya, sum’ah, syahwat
yang muharromah, maka hendaklah seseorang jangan memperhatikan jasadnya,
hartanya dan berlebihan didalam masalah jasad dan juga harta kemudian dia
menyepelekan masalah hatinya. Hendaklah dia memperhatikan hatinya karena sadar
bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬melihat kepada hatinya. Ketika seseorang tidak merasa dilihat
oleh Allāh ‫ ﷻ‬hatinya sehingga dia biarkan hatinya dalam keadaan kotor, tidak
menjaganya dari kemaksiatan dan seandainya dia kotor tidak dia bersihkan dengan
istighfar dan dengan bertaubat kepada Allāh ‫ﷻ‬.

Itu yang dilihat oleh Allāh ‫ ﷻ‬yang pertama, kalau itu dilihat maka kita perhatikan
bagaimana seseorang ketika dia merasa mobilnya dilihat oleh orang lain ya dia berusaha
untuk senantiasa bersih, seandainya tergores pagi hari sorenya sudah mulus karena dia
merasa banyak orang yang melihat pada mobilnya misalnya akhirnya dia perhatian.
Kalau kita merasa hati kita dilihat oleh Allāh ‫ ﷻ‬maka hendaklah kita perhatian ekstra
terhadap hati kita, jangan di kotori dan merasa malu kalau sampai mengotori hatinya,
kalau sampai kotor maka segera di bersihkan dengan istighfar taubat dan amal yang
sholeh.

Disamping hati maka yang dilihat oleh Allāh ‫ ﷻ‬adalah ‫ َأْع َماِلُك ْم‬amalan kalian. Allāh
‫ ﷻ‬tidak melihat jasad kalian dan harta kalian tapi Allāh ‫ ﷻ‬melihat pada amalan
kalian, dilihat amalan kalian apakah amalan kalian sesuai dengan Islam yang dibawa oleh
Nabi ‫ ﷺ‬atau tidak karena amalan yang diridhoi oleh Allāh ‫ﷻ‬, yang diterima oleh
Allāh ‫ ﷻ‬adalah amalan yang sesuai dengan Islam yang dibawa oleh Nabi ‫ﷺ‬.

‫َمْن َع ِمَل َع َم ًال َلْيَس َع َلْيِه َأْم ُرَنا َفُهَو َر ٌّد‬

Barangsiapa yang mengamalkan sebuah amalan tidak ada di atasnya agama kami maka
amalan tersebut tertolak.

Allāh ‫ ﷻ‬amalan ini sesuai dengan sunnah Nabi ‫ ﷺ‬atau tidak, sesuai dengan islam
atau tidak atau dia masih mengikuti hawa nafsunya kemudian mengamalkan amalan-
amalan yang bid’ah. Ketika seseorang hamba menyadari bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬melihat
pada amalannya maka dia berusaha untuk melaksanakan amalan tersebut sesuai dengan
Islam dan istiqomah terus di atas amalan yang sesuai dengan Islam. Istiqomah karena
Allāh ‫ ﷻ‬melihat terus jadi bukan hanya pada amalan ini Allāh ‫ ﷻ‬melihat tapi juga
amalan yang seterusnya dan seterusnya sampai dia meninggal dunia.

Berarti sabda Nabi ‫ﷺ‬

‫َو َلِكْن َيْن ُظُر ِإَلى ُقُلوِبُكْم َو َأْع َماِلُك ْم‬

di dalamnya ada dorongan bagi kita untuk beramal sesuai dengan Islam yang dibawa
oleh Nabi ‫ ﷺ‬dan istiqomah di atas Islam yang dibawa oleh Nabi ‫ ﷺ‬dan makna
Istiqomah di atas Islam diantaranya adalah mengamalkan amalan sesuai dengan Islam
yang dibawa oleh Nabi ‫ ﷺ‬ini adalah bagian dari Islam, menyerahkan diri kepada
Allah.

Halaqah yang ke-91 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Kemudian beliau mendatangkan sabda Nabi ‫ﷺ‬

‫ َأْي‬:‫ َفَأُقوُل‬،‫ َح َّتى ِإَذا َأْه َو ْيُت ُأِلَناِو َلُهْم اْخ ُتِلُج وا ُدوِني‬، ‫ َلُيْر َفَعَّن ِإَلَّي ِر َج اٌل ِم ْن ُك ْم‬، ‫َو َلُهم َع ِن اْب ِن َمْسُعوٍد «َأَنا َفَر ُطُك ْم َع َلى الَح ْو ِض‬
‫ َال َتْد ِر ي َما َأْح َدُثوا َبْعَدَك‬:‫ َيُقوُل‬،‫َر ِّب ! َأْص َح اِبي‬
Dan didalam hadits Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin mas’ud beliau mengatakan
Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda aku akan mendahului kalian di atas telaga, maksudnya adalah
telaga Beliau ‫ﷺ‬, aku akan mendahului kalian di atas telaga tersebut, akan diangkat
kepadaku, diangkat kepadaku seakan-akan mau didatangkan kepada Nabi ‫ﷺ‬
beberapa orang dari ummatku ketika aku mengambil air untuk memberikan gelas tadi
kepada orang-orang tadi, tiba-tiba mereka dihalangi dariku maka Beliau ‫ﷺ‬
mengatakan wahai Robb mereka ini adalah para sahabat, dikatakan kepada Beliau ‫ﷺ‬
sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang dilakukan oleh mereka setelahmu.

‫َو َلُهم َع ِن اْب ِن َمْسُعوٍد‬

Dan didalam shahih Bukhori dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud, beliau mengatakan
Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda

‫َأَنا َفَر ُطُكْم َع َلى الَح ْو ِض‬

Aku akan mendahului kalian di atas telaga, maksudnya adalah telaga Beliau ‫ﷺ‬, faroth
artinya adalah mutaqoddim, Beliau ‫ ﷺ‬akan mendahului kita sampai ketelaga Beliau
‫ﷺ‬, menunjukkan bahwasanya diantara iman dengan hari akhir adalah beriman
bahwasanya Nabi ‫ ﷺ‬memiliki ‫ َح ْو ض‬dan bahwasanya Beliau ‫ ﷺ‬akan mendahului
kita Beliau ‫ ﷺ‬akan kesana dan melayani.

Ketika manusia termasuk di antaranya kaum muslimin dalam keadaan mereka kehausan
berada di padang mahsyar, panas dan waktu yang sangat panjang kemudian mereka
mendapatkan kenikmatan meminum air yang sangat lezat disebutkan dalam hadits ‫أبرد‬
‫ من الثلج‬dia lebih dingin daripada es, semakin dingin semakin nikmat. Dan dia lebih manis
daripada madu, ‫أحلى من العسل‬, dan ini adalah kenikmatan tersendiri, kemudian dia lebih
putih daripada susu, kemudian disebutkan didalam hadits barang siapa yang meminum
darinya maka dia tidak akan haus selama-lamanya. Ditambah lagi kenikmatan siapa yang
melayani, Rasulullah ‫ﷺ‬.

Dan disebutkan didalam hadits bahwasanya disana nanti akan disediakan gelas, teko,
‫ كنجوم السماء‬yang disebutkan oleh Nabi ‫ ﷺ‬dia adalah seperti bintang yang ada di
langit. ‘Seperti’ di sini disamakan diserupakan dari dua sisi, sisi yang pertama dari sisi
indahnya, jadi gelas yang dipakai teko yang dipakai adalah gelas-gelas yang indah dan
ini kenikmatan sendiri ketika meminum dari gelasnya dan gelas yang mengkilap yang
indah, kemudian yang kedua dilihat dari sisi banyaknya kita itu bahwasanya umat Islam
ini adalah umat yang banyak meskipun dia umat yang banyak jangan khawatir kita tidak
akan antri ketika meminum telaganya Nabi ‫ﷺ‬, Allāh ‫ ﷻ‬telah menyediakan teko
yang banyak dan gelas-gelas yang banyak.

Sehingga antum datang langsung, bukan menunggu dalam keadaan menahan hausnya,
tidak, langsung disitu dan yang melayani adalah Nabi ‫ ﷺ‬ditambah lagi kenikmatan
yang lain telaga ini adalah telaga yang sangat luas, panjangnya satu bulan perjalanan
dan lebarnya juga satu bulan perjalanan dan ini adalah nikmat tersendiri. Berbeda kalau
telaganya cuma sedikit sementara yang datang orang banyak, antum ketakutan
kehabisan sebelum antum meminum telaga tadi, tapi ini telaga yang sangat luas dengan
sifat air yang tadi kita sebutkan.

Aku akan mendahului kalian di atas telaga tersebut

‫َلُيْر َفَعَّن ِإَلَّي ِر َج اٌل ِم ْن ُك ْم‬

Akan diangkat kepadaku (seakan-akan mau didatangkan kepada Nabi ‫ )ﷺ‬beberapa


orang dari umatku, dari mana Beliau ‫ ﷺ‬mengetahui itu adalah umat Beliau ‫ﷺ‬,
dari bekas wudhu, dilihat dari jauh orang-orang ini adalah putih wajahnya tangannya
artinya dia berwudhu di dunia makanya Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan min ummati, mereka
dari ummatku, dari sekian banyak manusia Beliau ‫ ﷺ‬mengetahui ciri-ciri ummat
Beliau ‫ ﷺ‬dari bekas wudhunya

‫َح َّتى ِإَذا َأْه َو ْيُت ُأِلَناِو َلُهْم‬

Ketika aku mengambil air untuk memberikan gelas tadi kepada orang-orang tadi, Beliau
‫ ﷺ‬melayani umatnya dan ini adalah kenikmatan tersendiri dilayani oleh Nabi
Muhammad ‫ﷺ‬, senang Beliau ‫ ﷺ‬melihat mereka yaitu ummatnya datang,
memberikan air kepada mereka menghapuskan dahaga dan haus mereka.

‫اْخ ُتِلُج وا ُدوِني‬

Tiba-tiba mereka dihalangi dariku, sudah mau dikasihkan air tersebut kepada mereka
tiba-tiba dihalangi dari Beliau ‫ ﷺ‬dijauhkan dari Beliau ‫ﷺ‬, bagaimana perasaan
Nabi ‫ ﷺ‬yang sangat sayang kepada umatnya ingin memberikan faedah ingin
memberikan air yang ada didalam telaga Beliau ‫ ﷺ‬yang Allāh ‫ ﷻ‬berikan kepada
Beliau ‫ﷺ‬

‫ َأْي َر ِّب ! َأْص َح اِبي‬:‫َفَأُقوُل‬

Maka Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan wahai Robb mereka ini adalah para sahabat, orang Islam
yang Beliau ‫ ﷺ‬mengenalnya dari tanda-tanda yang ada di dalam jasad mereka

‫ َال َتْد ِر ي َما َأْح َدُثوا َبْعَدَك‬:‫َيُقوُل‬

Dikatakan kepada Beliau ‫ ﷺ‬sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang dilakukan
oleh mereka setelahmu
Yang diucapkan kepada Beliau ‫ﷺ‬
‫َال َتْد ِر ي َما َأْح َدُثوا َبْعَدَك‬

didalamnya ada beberapa faedah. Yang pertama menunjukkan bahwasanya Nabi ‫ﷺ‬
tidak mengetahui ilmu yang ghoib dan Beliau ‫ ﷺ‬tidak tahu apa yang terjadi setelah
kematian Beliau ‫ ﷺ‬karena disebutkan disini ‫ َال َتْد ِر ي‬engkau tidak tahu apa yang
mereka lakukan setelahmu, yaitu setelah engkau meninggal dunia apa yang mereka
lakukan berupa kebaikan berupa kejelekan engkau tidak tahu, kalau Nabi ‫ ﷺ‬tidak
mengetahui lalu bagaimana diyakini bahwasanya orang yang meninggal dunia ini tahu
yang dilakukan oleh keluarganya tahu apa yang dilakukan oleh istrinya dan seterusnya,
tidak ada yang tahu. Nabi ‫ ﷺ‬sendiri Beliau ‫ ﷺ‬tidak tahu apa yang terjadi setelah
Beliau ‫ ﷺ‬meninggal dunia.

‫َما َأْح َدُثوا َبْعَدَك‬

Apa yang mereka perbuat, yang mereka ada-adakan setelah dirimu

Kalimat ‫ َأْح َدُثوا‬bisa merupakan kalimat yang umum, masuk di dalamnya murtad
sebelumnya Islam kemudian dia murtad dari agamanya dan Nabi ‫ ﷺ‬ketika Beliau
‫ ﷺ‬meninggal dunia tahunya ini sahabatnya setelah itu murtad dan kalau murtad itu
Beliau ‫ ﷺ‬tidak tahu cuma pas meninggal dunia tahunya dia adalah seorang
shahabat, pernah bertemu dengan Beliau ‫ ﷺ‬mengaku beriman setelah Beliau ‫ﷺ‬
meninggal dunia dia murtad dan ada yang murtad setelah meninggalnya Nabi ‫ﷺ‬
dan dia murtad ini bukan dinamakan dengan shahabat, yang diakhiri hidupnya dengan
riddah keluar dari agama Islam maka ini tidak dinamakan dengan shahabat karena
pengertian shahabat

‫َمْن َلِقَي الَّنِبَّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ُمْسِلمًا ُثَّم َم اَت َع َلى اِإلْس َالِم‬

Orang yang bertemu dengan Nabi ‫ ﷺ‬dalam keadaan dia beriman kemudian
meninggal dalam keadaan Islam, dalam keadaan Iman. Kalau dia meninggal dalam
keadaan murtad tidak dinamakan dengan shahabat.
Termasuk didalam kalimat ‫ َأْح َدُثوا‬disini orang yang melakukan bid’ah di dalam agama
karena bid’ah ini adalah ‫ُمْح َدث‬

‫َو َش ُّر اُأْلُموِر ُمْح َدَثاُتَها َو ُك ّل ُمْح َدَثٍة ِبْدَع ٌة‬

Berarti masuk didalamnya ‫ ُمْح َدث‬adalah membuat bid’ah didalam agama sehingga banyak
ulama menyebutkan bahwasanya orang-orang khowarij dan orang-orang ahlul bid’ah
mereka masuk di dalam hadits ini termasuk orang-orang yang tidak bisa atau tidak
meminum telaganya Nabi ‫ ﷺ‬dengan sebab mereka membuat bid’ah didalam agama.

Bagaimana Nabi ‫ ﷺ‬mendakwahkan islam dengan pengorbanan yang luar biasa


menyampaikan risalah Allāh ‫ﷻ‬, ini tata cara ibadah ini akidah ini akhlak kemudian ada
sebagian orang yang datang meremehkan sunnah Beliau ‫ ﷺ‬memilih bid’ah daripada
sunnah Nabi ‫ﷺ‬, ini tidak pantas untuk minum telaganya Nabi ‫ﷺ‬.

Banyak para ulama yang ketika menjelaskan ‫ َما َأْح َدُثوا َبْعَدَك‬ini maksud di dalamnya ahlul
bid’ah, al-murjiah al-mu’tazilah al-khawarij, jadi ini menunjukkan tentang keutamaan
Istiqomah di atas Islam yang telah disampaikan oleh Nabi ‫ﷺ‬, maka Istiqomah ini
menjadi sebab seseorang kelak bisa meminum telaganya Nabi ‫ﷺ‬. Adapun orang
yang memilih bid’ah daripada Islam yang dibawa oleh Nabi ‫ ﷺ‬maka ini
dikhawatirkan dia termasuk orang yang tidak meminum telaganya Nabi ‫ﷺ‬

Dengan kehinaan yang seperti ini, sudah datang dalam keadaan berangan-angan ingin
minum, sudah mau datang, mau dikasih oleh Nabi ‫ ﷺ‬ternyata dijauhkan dari telaga
tersebut tentunya dia akhirnya tidak bisa minum dalam keadaan terus masih dalam
keadaan haus, kemudian yang kedua dia terhina dengan perlakuan seperti ini. Dia sudah
mau datang mau minum dan merasa kita ini umatnya Nabi ‫ ﷺ‬ternyata diusir tidak
bisa meminum telaganya Nabi ‫ﷺ‬, maka ini adalah pertama dia tetap dalam keadaan
haus yang luar biasa sudah lama tidak minum kemudian dalam keadaan terhina dan
lebih tersiksa lagi melihat orang lain minum sementara dia sendiri tidak minum.

Jelas hadits ini menunjukkan tentang perintah untuk Istiqomah di atas Islam dan tahdzir
peringatan manusia supaya jangan membuat sesuatu yang baru di dalam agama Islam
dan bukan berarti mereka tidak meminum dari telaganya Nabi ‫ ﷺ‬kemudian mereka
tidak masuk surga, tidak saling melazimkan antara dua perkara ini.

Jadi saat itu hukumannya dia tidak meminum telaganya Nabi ‫ﷺ‬, berbeda dengan
umat Islam yang lain tapi bukan berarti mereka diharamkan masuk ke dalam surga, kalau
dia muslim dan bid’ahnya tidak sampai mukaffirah maka kelak dia akan masuk ke dalam
surga, tapi ini hukuman tersendiri bagi orang yang melakukan bid’ah di dalam agama.

Dan bukan berarti orang yang meminum dari telaganya Nabi ‫ ﷺ‬kemudian dia tidak
masuk neraka, bukan berarti dia tidak masuk neraka, kalau dia termasuk umatnya Nabi
‫ ﷺ‬tapi dia melakukan dosa besar maka orang yang melakukan dosa besar taḥta
masyiatillah, kalau Allāh ‫ ﷻ‬menghendaki maka Allāh ‫ ﷻ‬ampuni dosa besar tadi
kalau Allāh ‫ ﷻ‬menghendaki maka Allāh ‫ ﷻ‬tidak ampuni dan dimasukkan ke dalam
neraka terlebih dahulu.

Sehingga nanti akan melewati jembatan shirath mungkin saja orang yang sebelumnya
dia meminum telaganya Nabi ‫ ﷺ‬hilang dahaganya ketika dia melewati jembatan
shirath ternyata dia terjatuh kedalam neraka, tapi kalau dia terjatuh dan dia sudah
meminum telaganya Nabi ‫ ﷺ‬maka dia tidak akan merasakan kehausan di dalam
neraka, tidak merasakan haus di dalam neraka mungkin terbakar sebagian anggota
tubuhnya tapi dia tidak merasakan haus karena Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan
‫َمْن َش ِر َب َلْم َيْظَم ْأ َأَبًدا‬

Orang yang meminum dari telaga tersebut maka dia tidak akan haus selama-lamanya,
seandainya dia masuk ke dalam neraka maka tidak akan haus dalam neraka tersebut.

Halaqah yang ke-92 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.
Beliau mengatakan

‫ «َو ِد ْدُت َأَّنا َقْد َر َأْيَنا ِإْخ َو اَنَنا‬:‫ َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َر ِض َي الَّلُه َع ْنُه َأَّن َر ُسوَل الَّلِه َص َّلى الَّلُه َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل‬:‫َو َلُهَما‬

Beliau mengatakan ‫ َو َلُهَما‬berarti diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim

Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan aku berkeinginan untuk melihat saudara-saudara kami, atau


kami berkeinginan, seandainya kita, Beliau ‫ ﷺ‬dan juga para sahabat, itu melihat
saudara-saudara mereka

‫ َيا َر ُسوَل الَّلِه ؟‬، ‫ َأَو َلْسَنا ِإْخ َو اَنَك‬:‫َقاُلوا‬

Mereka mengatakan, bukankah kami adalah ‫ َيا َر ُسوَل الَّلِه ؟‬، ‫ِإْخ َو اَنَك‬, kami adalah saudara-
saudaramu ya Rasulullah, yaitu saudara-saudara didalam Islam. Ini yang dipahami oleh
para sahabat saat itu

‫ «َأْنُتْم َأْص َح اِبي‬:‫َقاَل‬

Maka Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan bahwasanya maksud ‫ ِإْخ َو ان‬disini bukan ‫ ِإْخ َو ان‬yang umum
sebagaimana dalam firman Allāh ‫( ﷻ‬Al-Hujurat ayat 10) tapi ‫ ِإْخ َو ان‬yang Beliau ‫ﷺ‬
maksud saudara-saudara se-islam yang belum datang, adapun yang sudah bersama
Beliau ‫ ﷺ‬maka dinamakan dengan ‫ َأْص َح اب‬yaitu lebih khusus lagi, bukan hanya ‫ِإْخ َو ان‬
tapi ‫ َص اِح ب‬,‫ َأْص َح اب‬lebih dekat lagi

‫ «َأْنُتْم َأْص َح اِبي‬:‫َقاَل‬

Kalian adalah para sahabatku, karena kalian bertemu beriman dan meninggal dalam
keadaan iman, kalian adalah para sahabat

‫»َو ِإْخ َو اُنَنا اَّلِذيَن َلْم َيْأ ُتوا َبْعُد‬

Adapun ‫ ِإْخ َو انا‬yang aku berkeinginan untuk melihat mereka saja, maka mereka adalah
orang-orang yang belum datang setelahku, yaitu yang belum datang saat Beliau ‫ﷺ‬
mengucapkan ucapan ini maka mereka yang dimaksud dengan ‫ ِإْخ َو ان‬yang Nabi ‫ﷺ‬
berkeinginan untuk melihat mereka.
Dan ini menunjukkan tentang bagaimana rohmannya dan sayangnya Nabi ‫ ﷺ‬kepada
umat Beliau ‫ ﷺ‬secara umum. Sampai ketika Beliau ‫ ﷺ‬saat itu belum melihat
orang-orang Islam yang datang setelah Beliau ‫ﷺ‬, ada di dalam hati Beliau ‫ﷺ‬
keinginan untuk hanya sekedar melihat mereka saja, ingin melihat orang-orang Islam
yang datang setelah Beliau ‫ﷺ‬, ini menunjukkan tentang kecintaan Beliau ‫ﷺ‬
kepada umatnya dan rahmat (kasih sayang) Beliau ‫ ﷺ‬kepada umatnya sampai Beliau
‫ ﷺ‬berkeinginan untuk melihat saja melihat umat yang datang setelah Beliau ‫ﷺ‬.

‫ َك ْيَف َتْع ِر ُف َمْن َلْم َيْأ ِت َبْعُد ِمْن ُأَّمِتَك ؟‬:‫َفَقاُلوا‬

Mereka mengatakan bagaimana engkau mengenal orang yang belum datang diantara
umatmu, bagaimana aku bisa mengenal mereka

‫ َأاَل َيْع ِر ُف َخ ْي َلُه؟‬، ‫ «َأَر َأْي َت َلْو َأَّن َر ُج اًل َلُه َخ ْيٌل ُغ ٌّر ُمَح َّج َلٌة َبْيَن َظْه َر ْي َخ ْي ٍل ُدْه ٍم ُبْهٍم‬:‫َقاَل‬

Bagaimana pendapat kalian seandainya ada seseorang dia memiliki satu kuda, kuda
tersebut ada warna putih di dahinya kemudian warna putih di tangannya dan juga
kakinya

‫َبْيَن َظْه َر ْي َخ ْي ٍل ُدْه ٍم ُبْهٍم‬

Dia berada di tengah-tengah kuda-kuda yang ‫ُدْه ٍم ُبْه م‬, yang mereka adalah kuda-kuda
yang sangat hitam, semuanya hitam, di tengah-tengah kuda-kuda yang semuanya
berwarna hitam, ‫ ُدْه ٍم‬artinya adalah hitam, ‫ ُبْه م‬maksudnya adalah polos hitamnya tidak ada
coret-coretnya atau ada putihnya atau belang-belangnya tidak, polos hitam itu namanya
‫ُبْه م‬. Berarti dia adalah kuda-kuda yang semuanya berwarna hitam dari awal sampai akhir
semuanya berwarna hitam kecuali satu saja ada kuda yang kepalanya dahinya putih dan
kaki dan tangannya putih

‫َأاَل َيْع ِر ُف َخ ْي َلُه؟‬

Apakah laki-laki ini mengenal kuda yang ‫ ُغ ٌّر ُمَح َّج َلٌة‬tadi?

‫ َبَلى‬:‫َقاُلوا‬

Mereka mengatakan iya.

‫َفِإَّنُهْم َيْأ ُتوَن ُغ ًّر ا ُمَح َّج ِليَن ِمَن الُوُض وِء‬،

Setelah Beliau ‫ ﷺ‬membuat permisalan ini, dan boleh seseorang membuat


permisalan kalau memang tidak bertentangan dengan dalil.
Karena manusia di sini ada dua jenis, ada sebagian mereka membuat perumpamaan-
perumpamaan, cantolan-cantolan tapi kalau dilihat ternyata cantolan tadi tidak sesuai
dengan dalil, ini bahaya, bahaya dengan sebagian yang memperbanyak permisalan-
permisalan tadi karena orang awam ketika mereka mendengar dan mereka tidak tahu
tentang dalil, ketika membuat permisalan dan perumpamaan tadi masuk ke akal mereka
menganggap ini sesuatu yang pasti, sesuatu yang hak, sehingga dengan mudah mereka
mengikuti perumpamaan-perumpamaan tadi.

Seperti misalnya orang yang mengumpamakan bahwasanya kita memiliki tujuan yang
sama yaitu ingin baik, ingin masuk ke dalam surga. Ini perumpamaannya seperti orang
yang mau ke Jakarta, terserah dia mau melewati tol yang mana semuanya meskipun
tolnya berbeda akan menuju ke kota yang sama yaitu Jakarta. Kemudian mengatakan
ana ikut aliran ini antum ikut aliran tersebut, yang penting kita Istiqomah tidak keluar
dari jalan tol tadi kita akan sampai sama-sama ke Jakarta, oh iya ya benar berarti. Ini
hati-hati dengan cantolan-cantolan seperti ini, dilihat dalilnya dulu kalau sesuai dengan
dalil silahkan dipake kalau tidak sesuai dengan dalil berarti ini adalah perumpamaan
yang salah.

Karena Allāh ‫ ﷻ‬menyebutkan dalam banyak dalil bahwasanya jalan menuju Allāh
‫ ﷻ‬itu hanya satu bukan berbilang, jadi mengumpamakan jalan menuju Allāh ‫ﷻ‬
dengan jalan jalan menuju Jakarta tadi ini adalah permisalan yang salah dan banyak
aliran-aliran yang membuat perumpamaan-perumpamaan seperti ini dan banyak yang
tertipu, maka kita harus kritis melihat apakah perumpamaan ini sesuai dengan dalil atau
tidak.

Halaqah yang ke-93 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Nabi ‫ ﷺ‬membuat permisalan dan ini adalah untuk memudahkan pemahaman

‫َفِإَّنُهْم َيْأ ُتوَن ُغ ًّر ا ُمَح َّج ِليَن ِمَن الُوُض وِء‬

Mereka akan datang dalam keadaan ‫ُغ ًّر ا ُمَح َّج ِليَن ِمَن الُو ُض وِء‬, dalam keadaan kepalanya putih,
tangan dan juga kakinya berwarna putih dengan sebab berwudhu.

‫َو َأَنا َفَر ُطُهْم َع َلى الَح ْو ِض‬،

Dan aku akan mendahului mereka diatas telaga

‫َأاَل َلُيَذاَدَّن ِر َج اٌل َع ْن َح ْو ِض ي‬

Ketahuilah bahwasanya akan diusir beberapa orang di hari kiamat dari telagaku
‫َك َما ُيَذاُد الَبِعيُر الَّض اُّل‬

sebagaimana akan diusir seekor unta yang tersesat.

Maksudnya orang-orang Arab mereka punya unta misalnya, biasanya mereka masing-
masing pengembala itu punya telaga atau tempat air yang dikhususkan untuk onta-
ontanya, kalau misalnya di sana ada onta selain ontanya datang maka akan diusir, tidak
boleh, akan diusir onta tersebut dari telaga yang dikhususkan untuk onta-ontanya

‫ َأاَل َهُلَّم‬: ‫!ُأَناِد يِهْم‬

Beliau ‫ ﷺ‬akan memanggil mereka, kenapa kalian tidak kesini

‫َفُيَقاُل‬:

Dikatakan kepada Nabi ‫ﷺ‬

‫ِإَّنُهْم َقْد َبَّدُلوا َبْعَدَك‬

Sesungguhnya mereka telah mengganti setelahmu

Ketika engkau ada mereka biasa-biasa saja, mengikut, tapi setelah engkau tidak ada
maka mereka ‫َبَّدُلوا‬, maksudnya adalah merubah agama ini, merubah sunnah Nabi ‫ﷺ‬
yang sudah Beliau ‫ ﷺ‬sampaikan kepada umat.

Tentunya ini adalah perkara yang besar, sekali lagi Beliau ‫ ﷺ‬sudah sampaikan
dengan pengorbanan yang sangat luar biasa ternyata ada sebagian orang yang
kemudian dengan mudah dia mengganti apa yang sudah disampaikan oleh Nabi ‫ﷺ‬,
membuat sesuatu yang baru

‫ ُسْح ًقا! ُسْح ًقا‬:‫َفَأُقوُل‬

Ketika Beliau ‫ ﷺ‬mendengar kenapa orang-orang tersebut diusir dari telaga Beliau
‫ ﷺ‬maka Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan ‫ُسْح ًقا! ُسْح ًقا‬, celaka-celaka yaitu bagi orang yang
mengganti agama Nabi ‫ﷺ‬

‫ُسْح ًقا! ُسْح ًقا‬

Maksudnya adalah jauh-jauh, pergi-pergilah, menjauhlah, kalau memang mereka


mengganti dan membuat bid’ah didalam agama maka menjauhlah, jangan minum dari
telaga Nabi ‫ﷺ‬. Tentunya ini adalah sekali lagi keahinaan dan ini adalah siksaan bagi
mereka
Dan sebagaimana hadits yang pertama ini menunjukkan tentang pentingnya istiqomah
di atas islam diatas sunnah, dan diharamkannya seseorang berbuat bid’ah dan bid’ah ini
adalah bagian dari ketidaksempurnaan Islam seseorang

Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah

‫ َح َّتى ِإَذا َع َر ْف ُتُهْم‬،‫ «َبْيَنا َأَنا َقاِئٌم ِإَذا ُز ْم َر ٌة‬: ‫َو ِلْل ُبَخ اِر ِّي‬

Ketika aku dalam keadaan berdiri, kalau didalam haditsnya naa’imun, disini didalam
syarhnya qoimun, shahih. Qoimun maksudnya adlah al-haudh

‫َبْيَنا َأَنا َقاِئٌم‬

Ketika aku dalam keadaan berdiri, maksudnya berdiri di telaganya, maksudnya dalam
keadaan berdiri di telaganya melayani umat Beliau ‫ﷺ‬

‫ِإَذا ُز ْم َر ٌة‬

Tiba-tiba ada zumroh, satu kelompok manusia,

‫َح َّتى ِإَذا َع َر ْف ُتُهْم‬

Sehingga ketika aku mengenal mereka dan mereka pun mengenalku artinya mereka
adalah umat Nabi ‫ﷺ‬. Beliau ‫ ﷺ‬mengenal mereka dari sebab bekas wudhu
mereka dan mereka pun mengenal Nabi ‫ﷺ‬

‫َخ َر َج َر ُج ٌل ِمْن َبْيِني َو َبْيِنِهْم‬،

Tiba-tiba ada ‫َر ُج ٌل‬, ada yang mengatakan ‫ َر ُج ٌل‬disini hakikatnya adalah seseorang malaikat

‫َبْيِني َو َبْيِنِهْم‬

Yang dia berada antara diriku dengan zumroh tadi, muncul seseorang yang ada di antara
diriku dengan mereka

‫ َهُلَّم‬:‫َفَقاَل‬،

Maka dia mengatakan ‫َهُلَّم‬, Ayo

‫ َأْيَن ؟‬: ‫َفُقْلُت‬


Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan kepada orang ini mau diajak ke mana mereka, kenapa laki-laki
ini mengatakan kepada mereka yaitu zumroh tadi, yang mereka mengenal Nabi ‫ﷺ‬
dan Nabi ‫ ﷺ‬pun mengenal mereka, laki-laki ini mengatakan kepada zumroh tadi ‫َهُلم‬
(ayo) padahal inikan di dekat siapa? Didekat Nabi ‫ ﷺ‬di dekat telaga Beliau ‫ﷺ‬. Ini
mau diajak ke mana kenapa nggak disuruh mampir dan minum ke telaganya Nabi ‫ﷺ‬
bahkan dia mengatakan ayo, maka Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan ilaina mau diajak kemana

‫ ِإَلى الَّناِر َو الَّلِه‬:‫َقاَل‬،

Dia mengatakan, mereka mau diajak ke neraka demi Allāh ‫ﷻ‬

‫ َما َش ْأ ُنُهْم ؟‬: ‫ُقْلُت‬

Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan kenapa demikian, apa dosa mereka

‫ ِإَّنُهُم اْر َتُّدوا َبْعَدَك َع َلى َأْدَباِر ِهْم الَقْه َقَر ى‬:‫َقاَل‬

Kemudian dia mengatakan sesungguhnya mereka ini murtad setelah dirimu atau bisa
diartikan kembali ke belakang setelah dirimu

‫ُثَّم ِإَذا ُز ْم َر ٌة‬،

Kemudian ada kelompok yang lain

‫ َأْيَن ؟‬: ‫ َفُقْلُت‬، ‫ َهُلَّم‬:‫ َفَقاَل‬، ‫َح َّتى ِإَذا َع َر ْف ُتُهْم َخ َر َج َر ُج ٌل ِمْن َبْيِني َو َبْيِنِهْم‬

Datang kelompok lain lagi kemudian muncul laki-laki lagi dan mengatakan ucapan yang
sama dan Nabi ‫ ﷺ‬juga mengucapkan ucapan yang sama

‫ ِإَّنُهُم اْر َتُّدوا َبْعَدَك َع َلى َأْدَباِر ِهْم الَقْه َقَر ى‬:‫َقاَل‬

Berarti dua kali disebutkan kejadiannya di sini

‫َفَذَك َر ِم ْث َلُه‬

Kemudian disebutkan semisalnya

‫َقاَل‬:

maka Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan


‫»َفَال ُأَر اُه َيْخ ُلُص ِم ْن ُهْم ِإاَّل ِم ْث ُل َهَم ِل الَّنَع ِم‬

Kemudian Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan, maka aku tidak melihat, bisa dibaca ‫ َفَال أَر اُه‬atau ‫َفَال‬
‫ ُأَر اُه‬kalau ‫ ُأَر اُه‬berarti maka aku tidak berpandangan atau berpendapat, menyangka,
bahwasanya tidak selamat diantara mereka kecuali ‫َهَم ِل الَّنَع ِم‬, kecuali seperti ternak yang
tersia-sia. ‫ َهَم ِل‬maksudnya adalah mu’mal yaitu tersia-sia. ‫ الَّنَع ِم‬artinya adalah ternak seperti
unta dan lain-lain, sebagian mengatakan ‫ ِم ْث ُل َهَم ِل الَّنَع ِم‬maksudnya adalah sedikit sekali.
Beliau ‫ ﷺ‬mengabarkan bahwasanya tidak selamat di antara mereka dari neraka
kecuali sangat sedikit, jadi dari zumroh-zumroh tadi yang selamat dari neraka itu hanya
sedikit.

‫»َفَال ُأَر اُه َيْخ ُلُص ِم ْن ُهْم ِإاَّل ِم ْث ُل َهَم ِل الَّنَع ِم‬

Aku menganggap, memandang, bahwasanya tidak selamat di antara mereka dari neraka
kecuali seperti ternak yang tersia-siakan, dan ternak yang tersia-sia ini sedikit
dibandingkan ternak yang terlihat.

Allāhu a’lam bahwasanya disini orang-orang yang bid’ah tadi, yang mereka melakukan
sesuatu yang baru setelah Nabi ‫ﷺ‬, tentunya mereka masuk di dalam hadits ini
sebagaimana hadits-hadits yang sebelumnya, bahwasanya yang selamat dari neraka di
antara mereka ini sedikit, kebanyakan masuk kedalam neraka dan ini kembali seperti
yang sudah pernah kita jelaskan bahwasanya orang yang mengikuti aliran-aliran itu
mereka tahta masyiatillah, kalau Allāh ‫ ﷻ‬menghendaki maka Allāh ‫ ﷻ‬akan siksa
dengan sebab bid’ah yang mereka lakukan, kalau Allāh ‫ ﷻ‬menghendaki maka Allāh
‫ ﷻ‬ampuni bid’ah tadi dan disini Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan

‫»َفَال ُأَر اُه َيْخ ُلُص ِم ْن ُهْم ِإاَّل ِم ْث ُل َهَم ِل الَّنَع ِم‬

Tidak selamat kecuali sedikit, berarti banyak diantara mereka yang masuk ke dalam
neraka tapi ada diantara mereka yang Allāh ‫ ﷻ‬menghendaki untuk diampuni.

Halaqah yang ke-94 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mengatakan

‫ ِفي ِحِد يِث اْب ِن َع َّباٍس‬:‫َو َلُهَما‬

Dan didalam shahih Bukhari dan Muslim dari hadits Abdullah ibn Abbas

‫َفَأُقوُل َك َما َقاَل الَعْبُد الَّص اِلُح‬


Maka aku akan mengatakan seperti yang dilakukan oleh hamba Allāh ‫ ﷻ‬yang sholeh
maksudnya adalah Nabi ‘Isa. Apa yang dilakukan oleh Nabi Isa ketika dihari kiamat
Beliau ditanya oleh Allāh ‫ﷻ‬

‫َء َأنَت ُقۡل َت ِللَّناِس ٱَّتِخ ُذوِني َو ُأِّمَي ِإَٰل َهۡي ِن ِم ن ُدوِن ٱلَّلِۖه‬
[Al Ma”idah:116]

Ada manusia yang menyembah kepadamu, menjadikan kamu sebagai sesembahan


selain Allāh ‫ﷻ‬, apakah kamu dahulu mengatakan kepada orang-orang untuk
menyembah dirimu dan juga ibumu maka diantara ucapan Beliau

‫َتُه َتۡع َلُم َما ِفي َنۡف ِس ي َو ٓاَل َأۡع َلُم َما ِفي َنۡف ِس َۚك ِإَّنَك َأنَت‬
‫َقاَل ُسۡب َٰح َنَك َما َيُك وُن ِلٓي َأۡن َأُقوَل َما َلۡي َس ِلي ِبَح ٍّۚق ِإن ُكنُت ُقۡل ُتُهۥ َفَقۡد َع ِلۡم ۚۥ‬
‫َع َّٰل ُم ٱۡل ُغُيوِب‬
‫َما ُقۡل ُت َلُهۡم ِإاَّل َمٓا َأَمۡر َتِني ِبِهٓۦ َأِن ٱۡع ُبُدوْا ٱلَّلَه َر ِّبي َو َر َّبُك ۚۡم َو ُكنُت َع َلۡي ِهۡم َش ِهيٗد ا َّما ُدۡم ُت ِفيِهۖۡم‬
[ 117-116:‫]المائدة‬

Beliau tidak mengetahui, aku melihat mereka selama aku bersama mereka

‫َفَلَّما َتَو َّفۡي َتِني‬

Ketika Engkau sudah mematikan aku, maksudnya adalah menidurkan Beliau dan
mengangkat Beliau keatas

‫ُكنَت َأنَت ٱلَّر ِقيَب َع َلۡي ِهۚۡم‬

Engkau-lah yang melihat keadaan mereka, ini yang diucapkan oleh Nabi Isa. Aku melihat
ketika aku masih bersama mereka setelah aku tidak bersama mereka maka aku tidak
melihat keadaan mereka, tidak tahu bahwasanya ternyata ada manusia yang
menyembah Beliau. Ada yang menyembah Beliau, Beliau tidak tahu, yang Beliau tahu
ketika Beliau bersama mereka yaitu belum ada orang yang menyembah kepada Beliau,
maka Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬mengingat ucapan Nabi Isa ini dan Beliau ‫ﷺ‬
mengatakan

‫َفَأُقوُل َك َما َقاَل الَعْبُد الَّص اِلُح‬

Aku akan berucap seperti yang diucapkan oleh hamba yang sholeh, yaitu apa?

‫َو ُكنُت َع َلۡي ِهۡم َش ِهيٗد ا َّما ُدۡم ُت ِفيِهۖۡم‬

Aku melihat mereka menyaksikan mereka selama aku bersama mereka tapi setelah
Beliau ‫ ﷺ‬meninggal dunia maka Beliau ‫ ﷺ‬tidak tahu apa yang terjadi, apa yang
mereka ihdats setelah Beliau ‫ ﷺ‬meninggal dunia, ternyata ada yang membuat bid’ah
didalam agama ternyata ada yang melakukan pemurtadan, ini haditsnya

‫َو ِإَّن ُأَناًسا ِمْن َأْص َح اِبي ُيْؤ َخ ُذ ِبِهْم َذاَت الِّش َماِل‬

Ada sebagian orang diantara sahabatku ternyata mereka masuk di dalam ‫َذاَت الِّش َماِل‬
maksudnya adalah dimasukkan ke dalam Jahannam

‫َفَأُقوُل َأْص َح اِبي َأْص َح اِبي‬

Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan sahabatku-sahabatku

‫َفَيُقوُل ِإَّنُهْم َلْم َيَز اُلوا ُمْر َتِّديَن َع َلى َأْع َقاِبِهْم ُم ْن ُذ َفاَر ْق َتُهْم‬

Mereka senantiasa murtad setelah engkau berpisah dengan mereka, yaitu setelah
meninggal Nabi ‫ ﷺ‬disana ada orang-orang yang murtad

‫َفَأُقوُل َك َما َقاَل اْل َعْبُد الَّص اِلُح‬

maka saat itu Beliau ‫ ﷺ‬akan mengucapkan seperti yang diucapkan oleh hamba yang
sholeh

‫َو ُكْنُت َع َلْي ِهْم َش ِهيًدا َما ُدْم ُت ِفيِهْم َفَلَّما َتَو َّفْي َتِني ِإَلى َقْو ِلِه اْلَع ِز يُز اْل َح ِك يُم‬

Ini menunjukkan bahwasanya Nabi ‫ ﷺ‬berlepas diri dari orang-orang yang murtad
setelah Nabi ‫ ﷺ‬atau merubah agamanya setelah Nabi ‫ ﷺ‬dan ini menunjukkan
tentang bahaya meninggalkan Islam. Dan sebab meninggalkan Islam diantaranya adalah
karena sering melakukan bid’ah, sebab meninggalkan Islam dan Nabi ‫ ﷺ‬berlepas diri
dari mereka, orang-orang yang murtad dari agama Islam maka Beliau ‫ ﷺ‬berlepas diri
dari mereka, di antara sebab murtad adalah karena melakukan bid’ah di dalam agama,
karena terus melakukan bid’ah akhirnya lama kelamaan setan menghiasi-hiasi bid’ah
tersebut dan membisiki bahwasanya tidak perlu dengan islam lagi tidak perlu dengan
sunnah lagi dan akhirnya keluar dari agama Islam.

Kemudia setelah itu beliau mengatakan

‫ َع ْنُه َمْر ُفوًع ا‬:‫َو َلُهَما‬

dan bagi keduanya maksudnya adalah Bukhori dan juga Muslim, diangkat sampai Nabi
‫ﷺ‬

‫َما ِمْن َمْو ُلوٍد ِإاَّل ُيوَلُد َع َلى الِفْطَر ِة‬


Tidak ada seorang anak yang dilahirkan kecuali di atas fitrah, dan yang dimaksud dengan
fitrah di sini adalah Al-Islam. Anak yang dilahirkan oleh ibunya maka pertama dia
dilahirkan dalam keadaan fitrah yaitu dalam keadaan Islam, seandainya dia tumbuh dan
berkembang bersih tidak ada pengaruh dari luar, tidak ada pengaruh dari orang tua,
tidak ada pengaruh dari setan maka akan tumbuh di atas fitrah, maka dia akan menjadi
seorang muslim.

Namun apakah demikian, tidak, ternyata di sana ada pengaruh-pengaruh dari luar
sehingga fitrah tersebut terkadang berubah, terkadang berasal dari orang tua, terkadang
dari setan. Adapun dari orang tua maka disebutkan dalam hadits ini

‫َفَأَبَو اُه ُيَهِّو َداِنِه‬

Maka kedua orang tuanya menjadikan dia Yahudi

‫َأْو ُيَنِّص َر اِنِه‬

Atau menjadikan dia Nasrani

‫َأْو ُيَم ِّج َساِنِه‬

Atau menjadikan dia majusi.

Penyebutan menjadikan yahudi, menjadikan nasrani, menjadikan majusi menunjukkan


bahwasanya yang dimaksud dengan fitrah tadi adalah Islam, buktinya apa, karena
setelahnya disebutkan hal-hal yang bertentangan dengan Islam dan ini menunjukkan
bahwasanya Yahudiyyah, Nasraniyyah dan juga Majusiyyah ini bertentangan dengan
Islam.

Sebagaimana sudah berlalu, meskipun orang Yahudi menyandarkan mereka kepada


seorang Nabi ‫ﷺ‬, orang Nasrani juga demikian namun setelah kedatangan Nabi
‫ ﷺ‬kalau mereka tidak mengikuti Nabi ‫ ﷺ‬maka mereka telah keluar dari Islam dan
agama mereka adalah agama yang bathil.

Dan sudah disebutkan bahwasanya agama yang bathil terbagi menjadi dua, pertama
adalah agama yang memang ajarannya bertentangan dengan agama Islam seperti
majusiyyah, watsaniyyah, dan ada diantaranya agama yang dia asalnya adalah agama
para Nabi dan juga para Rasul, mereka mengikuti kitab mengikuti Nabi cuma menjadi
bathil setelah kedatangan Rasulullah ‫ﷺ‬. Karena setelah kedatangan Islam yang
dibawa oleh Nabi ‫ ﷺ‬tidak boleh bagi seseorang yang telah mendengar kedatangan
Beliau ‫ ﷺ‬kecuali mengikuti Beliau ‫ﷺ‬.
‫َك َما ُتْنَتُج الَبِهيَم ُة َبِهيَم ًة َج ْم َعاَء‬

Sebagaimana seekor binatang ternak dia melahirkan, memproduksi binatang ternak


yang sempurna. Unta atau sapi atau kambing misalnya, ketika dia melahirkan maka dia
mengeluarkan anak yang sempurna tidak ada kekurangan, ‫ َج ْم َعاَء‬berasal dari kata ‫َج ْم ع‬
maksudnya menyeluruh, sempurna, tidak ada yang terpotong, kakinya sempurna,
telinganya sempurna, matanya sempurna dan seterusnya.

Disini Beliau ‫ ﷺ‬karena berbicara dengan orang-orang Arab yang mereka mengenal
hewan-hewan ternak tersebut ingin memudahkan pemahaman bagi mereka dan sekali
lagi menggunakan perumpamaan ini di gunakan oleh Nabi ‫ ﷺ‬dengan tujuan untuk
memudahkan memahami apa yang Beliau ‫ ﷺ‬sampaikan, tidak masalah demikian dan
ini adalah termasuk uslub didalam berdakwah namun yang perlu diperhatikan jangan
sampai kita membuat permisalan yang bertentangan dengan syariat.

‫َهْل ُتِحُّسوَن ِفيَها ِمْن َج ْدَع اَء؟‬

Apakah kalian merasakan didalam anak hewan ternak tadi ‫ ِمْن َج ْدَع اَء‬ada sesuatu yang
terpotong atau apakah telinganya terpotong, karena kebiasaan mereka menandai
dengan memotong sebagian anggota badan hewan ternak tersebut. Sebelum dipotong
apakah kalian melihat di dalam anak hewan ternak tersebut cacat atau terpotong
telinganya misalnya, di sini Beliau ‫ ﷺ‬ingin memudahkan pemahaman bagi mereka
bahwasanya asalnya seorang anak manusia dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan dia di
atas Islam menyerahkan diri kepada Allāh ‫ ﷻ‬dan ini menunjukkan tentang keutamaan
Islam

‫َح َّتى َتُك وُنوا َأْنُتْم َتْج َدُع وَنَها؟‬

Sehingga kalianlah yang akhirnya menjadikan dia terpotong, asalnya dalam keadaan
sempurna kemudian kalian yang memotongnya.
Demikian pula manusia yang dilahirkan oleh ibunya maka dia dalam keadaan fitrah di
atas Islam dan kemudian yang merubah adalah orang itu sendiri atau dari orang tuanya
atau dari syaithan sehingga berubah dari awalnya adalah Islam menundukan diri kepada
Allāh ‫ ﷻ‬akhirnya dia menjadi orang yang membangkang, membangkangnya sampai
keluar dari hakikat atau dari pondasi Islam menjadi orang yang kafir atau
membangkangnya adalah dengan cara melakukan bid’ah atau melakukan dosa besar
karena ini semua tentunya bertentangan dengan Islam.

‫ُثَّم َيُقوُل َأُبو ُهَر ْيَر َة‬

Kemudian Abu Hurairah ‫ َر ِض َي الَّلُه َع ْنُه‬membaca firman Allāh ‫ﷻ‬

]30 :‫ِفْطَر َة الَّلِه اَّلِتي َفَطَر الَّناَس َع َلْي َها﴾ [الروم‬


Ini adalah fitrah Allāh ‫ ﷻ‬yang Allāh ‫ ﷻ‬fitrahkan manusia di atasnya. Hadits ini
muttafaqun ‘alaih diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah ‫َر ِض َي الَّلُه َع ْنُه‬

Maka beliau mendatangkan hadits ini untuk menunjukkan kepada kita bahwasanya Islam
ini adalah fitrah manusia dan bahwasanya bid’ah, kesirikan maka ini adalah sesuatu yang
menyelisihi fitrah. Kalau ini adalah fitrah yang sudah Allāh ‫ ﷻ‬fitrahkan di atasnya
manusia maka hendaklah kita menjaga fitrah ini dan istiqomah di atas fitrah ini, tidak
keluar dari fitrah ini baik dalam artian keluar dari agama Islam atau dalam artian
membuat perkara yang baru di dalam agama karena membuat perkara yang baru di
dalam agama ini juga termasuk sesuatu yang bertentangan dengan Islam, bertentangan
dengan penyerahan diri maka tentunya ini adalah dorongan dan perintah bagi kita
semua untuk Istiqomah di atas Islam yaitu Istiqomah di atas fitrah.

Halaqah yang ke-95 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Beliau mengatakan

‫َأ َأ‬ ‫َأ‬


‫ َو ُكْنُت ْس ُلُه َع ِن الَّش ِّر‬، ‫ َك اَن الَّناُس َيْس ُلوَن َر ُسوَل الَّلِه َص َّلى الَّلُه َع َلْيِه َو َس َّلَم َع ِن الَخ ْي ِر‬:‫َو َع ْن ُح َذْي َفَة َر ِض َي الَّلُه َع ْنُه َقاَل‬
:‫ َفَهْل َبْعَد َهَذا الَخ ْي ِر ِمْن َش ٍّر ؟ َقاَل‬، ‫ َفَج اَءَنا الَّلُه ِبَهَذا الَخ ْي ِر‬، ‫ َيا َر ُسوَل الَّلِه ! ِإَّنا ُكَّنا ِفي َج اِهِلَّيٍة َو َش ٍّر‬: ‫ َفُقْلُت‬،‫َمَخ اَفَة َأْن ُيْد ِر َك ِني‬
‫ َتْع ِر ُف ِم ْن ُهْم‬،‫ «َقْو ٌم َيْه ُدوَن ِبَغ ْي ِر َهْد ِيي‬:‫ َو َما َدَخ ُنُه؟ َقاَل‬: ‫ َو ِفيِه َدَخ ٌن » ُقْل ُت‬، ‫ «َنَع ْم‬:‫ َو َهْل َبْعَد َذِلَك الَّش ِّر ِمْن َخ ْي ٍر ؟ َقاَل‬: ‫«َنَع ْم » ُقْل ُت‬
‫ َيا َر ُسوَل‬: ‫ َمْن َأَج اَبُهْم ِإَلْي َها َقَذُفوُه ِفيَها» ُقْلُت‬، ‫ ُدَع اٌة ِإَلى َأْبَو اِب َج َهَّنَم‬، ‫ «َنَع ْم‬:‫ َفَهْل َبْعَد َذِلَك الَخ ْي ِر ِمْن َش ٍّر ؟ َقاَل‬: ‫َو ُتْن ِك ُر» ُقْل ُت‬
‫ «َتْل َز ُم َج َماَع َة الُمْسِلِميَن‬:‫ َفَما َتْأ ُمُر ِني ِإْن َأْدَر َك ِني َذِلَك ؟ َقاَل‬: ‫ َو َيَتَك َّلُموَن ِبَأْل ِس َنِتَنا» ُقْلُت‬،‫ «ُهْم ِمْن ِج ْل َدِتَنا‬:‫الَّلِه ! ِص ْف ُهْم َلَنا؟ َفَقاَل‬
‫ َح َّتى ُيْد ِر َك َك‬،‫ َو َلْو َأْن َتَعَّض ِبَأْص ِل َش َج َر ٍة‬،‫ َفِإْن َلْم َيُك ْن َلُهْم َج َماَع ٌة َو َال ِإَماٌم ؟ َقاَل «َفاْع َتِز ْل ِتْل َك الِفَر َق ُك َّلَها‬: ‫ ُقْل ُت‬،» ‫َو ِإَماَم ُهْم‬
‫الَمْو ُت َو َأْنَت َع َلى َذِلَك » َأْخ َر َج اُه‬
‫ َو َمْن َو َقَع‬،‫ َو ُح َّط ِو ْز ُر ُه‬،‫ َفَمْن َو َقَع ِفي َناِر ِه؛ َو َج َب َأْج ُر ُه‬، ‫ «ُثَّم َيْخ ُر ُج الَّدَّج اُل َمَعُه َنْه ٌر َو َناٌر‬:‫ ُثَّم َماَذا؟ َقاَل‬: ‫ ُقْلُت‬:‫َو َز اَد َأُبو َداُو َد‬
‫ «ُثَّم ِهَي ِقَياُم الَّساَع ِة‬:‫ ُثَّم َماَذا؟ َقاَل‬: ‫ ُقْل ُت‬:‫ َقاَل‬،»‫ َو ُح َّط َأْج ُر ُه‬،‫»ِفي َنْه ِر ِه؛ َو َج َب ِو ْز ُر ُه‬

Dari Hudzaifah bin Al-Yaman; Dahulu manusia mereka bertanya kepada Rasulullah ‫ﷺ‬
tentang kebaikan dan aku bertanya kepada Beliau ‫ ﷺ‬tentang kejelekan karena aku
takut kejelekan tersebut menemui diriku. Aku bertanya kepada Rasulullah ‫ﷺ‬, wahai
Rasulullah ‫ ﷺ‬dahulu kami berada di dalam jahiliyah dan juga kejelekan kemudian
akhirnya Allāh ‫ ﷻ‬datang kepada kami dengan kebaikan ini, apakah setelah kebaikan
ini ada kejelekan lagi?, Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan iya ada kejelekan, apakah setelah
kejelekan ini setelah fitnah ini akan ada kebaikan lagi? Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan ya ada
kebaikan lagi, tetapi di sana ada ‫َدَخ ٌن‬, ada kotorannya.

Hudzaifah bertanya lagi kepada Nabi ‫ ﷺ‬apakah kotoran tersebut yang menyelinap,
menyelip di dalam kebaikan tadi?, Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan yang menjadikan, yang
mengotori kebaikan tadi adalah sebuah kaum yang mereka tidak melakukan sunnah
Nabi ‫ﷺ‬, mengambil petunjuk bukan dengan petunjuk Nabi ‫ﷺ‬, mengamalkan
bukan dengan amalan Nabi ‫ ﷺ‬dan mengambil petunjuk bukan dengan petunjuk
Nabi ‫ﷺ‬.
Engkau mengenal dari mereka dan engkau mengingkari. Setelahnya aku mengatakan
apakah setelah kebaikan yang ada ‫ َدَخ ٌن‬nya tadi kemudian datang lagi kejelekan? maka
Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan ya, fitnah yang buta, dan di sana ada dai-dai tapi ternyata
mereka adalah ‫ ُدَع اٌة ِإَلى َأْبَو اِب َج َهَّنَم‬mereka berdiri di depan pintu-pintu tersebut dan ini
adalah perumpamaan maksudnya mereka ‫ ُدَع اٌة‬mengajak manusia berada di atas jahanam
barang siapa yang menjawab ajakan dari da’i-da’i tadi maka langsung oleh da’i tadi
langsung dilemparkan ke dalam jahanam.

Maka Hudzaifah bertanya ya Rasulullah ‫ ﷺ‬sifatkan kepada kami orang-orang


tersebut, maka Beliau ‫ ﷺ‬mengabarkan mereka adalah kaum dari ‫ ِج ْل َدة‬kita dan mereka
berbicara dengan lisan kita, maka Hudzaifah bertanya ya Rasulullah ‫ ﷺ‬apa yang
engkau perintahkan kepadaku ketika aku menemui zaman tersebut? Beliau ‫ﷺ‬
mengatakan kepada Hudzaifah kalau dalam keadaan demikian maka hendaklah engkau
melazimi ‫ َج َماَع َة الُمْسِلِميَن‬jangan engkau tinggalkan jama’ahnya kaum muslimin dan
hendaklah engkau melazimi imamnya kaum muslimin.

Maka Hudzaifah bertanya lagi bagaimana seandainya saat itu tidak ada jama’ah, tidak
ada kaum muslimin, tidak ada orang-orang yang mendengar dan taat kepada imam dan
tidak ada imamnya, maka Nabi ‫ ﷺ‬memberikan petunjuk yang lain. Nabi ‫ﷺ‬
mengatakan kamu tinggalkan firqoh-firqoh itu semuanya meskipun engkau harus
menggigit akar pohon, yaitu pohon yang besar, sampai datang kepadamu kematian dan
engkau dalam keadaan menggigit akar pohon tadi.

Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan juga Muslim dari Hudzaifah bin Al-Yaman.

Al-Imam Muslim ada ziyadah, bahwasanya Hudzaifah bertanya lagi; setelah itu apalagi ya
Rasulullah ‫ ?ﷺ‬Kemudian setelah itu, yaitu di akhir zaman, akan keluar fitnah yang
paling besar di akhir zaman yaitu keluarnya dajjal, dia membawa sungai dan juga
membawa api, barang siapa yang masuk kedalam apinya dajjal ini maka dia akan
mendapatkan pahala dan akan dihilangkan darinya dosa dan barangsiapa yang lebih
memilih masuk ke dalam sungai tadi maka dia berdosa dan akan dihilangkan pahalanya.
Kemudian aku bertanya lagi kemudian setelah itu apa ya Rasulullah ‫ﷺ‬, yang terjadi
setelah itu adalah terjadinya ‫ِقَياُم الَّساَع ِة‬

‫َو َع ْن ُح َذْي َفَة َر ِض َي الَّلُه َع ْنُه‬

Dari Hudzaifah bin Al-Yaman

‫َأ‬
‫َك اَن الَّناُس َيْس ُلوَن َر ُسوَل الَّلِه َص َّلى الَّلُه َع َلْيِه َو َس َّلَم َع ِن الَخ ْي ِر‬

Dahulu manusia, maksudnya adalah para sahabat Nabi ‫ﷺ‬, mereka bertanya kepada
Rasulullah ‫ ﷺ‬tentang kebaikan, tentang besarnya keutamaan amal, bagaimana cara
melakukan amalan ini dan seterusnya, dan maksudnya di sini adalah aghlab, sebagian
besar, ada juga di antara para sahabat selain Hudzaifah yang dia bertanya tentang ‫الَّش ِّر‬,
di sini Hudzaifah berbicara tentang aghlab yaitu kebanyakan manusia mereka bertanya
tentang kebaikan

‫َأ َأ‬
‫َو ُكْنُت ْس ُلُه َع ِن الَّش ِّر‬

Dan aku bertanya kepada Beliau ‫ ﷺ‬tentang kejelekan, tentang fitnah yang terjadi,
tentang kejelekan yang terjadi, dan maksudnya disini adalah aghlab juga, jadi sebagian
besar pertanyaan Hudzaifah adalah tentang kejelekan bukan berarti beliau sama sekali
tidak bertanya tentang kebaikan, disana ada beberapa riwayat, ada beberapa hadits,
beliau juga bertanya tentang kebaikan, jadi baik yang pertama ‫ َك اَن الَّناُس َيْس َأُلوَن‬atau yang
kedua ‫ َو ُكْنُت َأْس َأُلُه‬maksudnya disini adalah sebagian besarnya, bukan berarti beliau sama
sekali tidak bertanya tentang kebaikan dan bukan berarti para sahabat sama sekali tidak
bertanya tentang kejelekan.

Kenapa beliau bertanya tentang kejelekan padahal kebanyakan para sahabat mereka
bertanya tentang kebaikan, ini ada maksudnya, beliau mengatakan

‫َمَخ اَفَة َأْن ُيْد ِر َك ِني‬

Karena aku takut kejelekan tersebut menemui diriku, artinya bertemu dengan kejelekan
kalau dia tidak tahu dan tidak punya ilmu tentang kejelekan tadi maka dikhawatirkan dia
terjerumus karena dia tidak mengetahui. Berbeda kalau sebelumnya dia sudah diberitahu
tentang ilmu dan dikabarkan tentang kejelekan ini maka ketika datang biidznillah, kalau
Allāh ‫ ﷻ‬memberikan taufik kepadanya dengan ilmu tadi dia akan selamat. Ini adalah
kejelekan yang kemarin dikabarkan oleh Nabi ‫ ﷺ‬dan petunjuk Beliau ‫ ﷺ‬aku
harus demikian dan yakin bahwasanya di dalam petunjuk Beliau ‫ ﷺ‬ada keselamatan
di dunia dan juga di akhirat maka dia lakukan.

Inilah yang dimaksudkan oleh Hudzaifah ibnu yaman ‫ َر ِض َي الَّلُه َع ْنُه‬dan ini menunjukkan
tentang fiqihnya dan pemahaman beliau. Dan demikian seorang muslim di dalam
kehidupan beragama dia mempelajari al-khair wa syarr, dia mempelajari kebaikan dan
juga mempelajari kejelekan. Mempelajari apa itu amal saleh apa itu tauhid dan juga
mempelajari tentang yang bertentangan dengan kebaikan tersebut, belajar tentang
macam-macam syirik dan harus di atas ilmu diatas cahaya mengetahui tentang macam-
macam syirik.

Kita harus mempelajari nawaqidhul Islam, sesuatu yang membatalkan keislaman kita, kita
harus mempelajari sesuatu yang membatalkan

‫اَل ِإَلَه ِإاَّل ُهللا ُمَح َّمًدا َر ُسْو ُل ِهللا‬


Dikarang di sana Al-Bida’wan Nahyu ‘Anha, macam-macam bid’ah dan juga larangannya,
di sana ada yang mengarang tentang Al-Kabair dosa-dosa besar dan tujuannya adalah
supaya kita tidak melakukan atau terjerumus ke dalam kejelekan tadi maka harus
seimbang.

Halaqah yang ke-96 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Orang yang hanya mempelajari kebaikan saja tapi dia tidak mempelajari kejelekan
dikawatirkan, dan tidak bisa kita pastikan mungkin saja dia selamat, tapi dikhawatirkan
ketika terjadi kejelekan dia tidak bisa membedakan antara kejelekan dengan kebaikan
sehingga dengan mudah dia terjerumus ke dalam kejelekan.

Sehingga disebutkan oleh sebagian

‫َع َر ْف ُت الّش َّر ال ِللّش ِّر‬

Aku mengetahui kejelekan itu bukan untuk kejelekan tersebut maksudnya bukan untuk
mengamalkan kejelekan tersebut

‫وَلِكْن ِلَتَو ّقيِه‬

Akan tetapi untuk menjaga diriku dari kejelekan tadi

‫وَمن ال يعِر ُف الّش َّر مَن الناِس يقْع فيِه‬

Barangsiapa yang tidak mengetahui yang jelek maka dia akan terjerumus ke dalam
kejelekan tersebut, maksudnya adalah dikhawatirkan orang yang berjalan di sebuah jalan
dan dia tidak mengetahui bahwasanya di situ ada lubang yang besar yang
membahayakan dikawatirkan ketika orang berjalan di jalan tadi, dia akan terjerumus ke
dalam lubang tadi. Tapi kalau orang yang bertanya dan diberitahu, pak kira-kira di jalan
ini ada yang membahayakan tidak? Oh iya ada di sana dekat belokan misalnya, maka dia
akan berhati-hati.

Inilah yang dimaksud oleh Hudzaifah. Kemudian pertanyaan beliau

‫ َيا َر ُسوَل الَّلِه‬: ‫َفُقْلُت‬

Aku bertanya kepada Rasulullah ‫ﷺ‬, wahai Rasulullah ‫ﷺ‬


‫ِإَّنا ُك َّنا ِفي َج اِهِلَّيٍة َو َش ٍّر‬

Wahai Rasulullah ‫ﷺ‬, dahulu kami berada di dalam jahiliyah dan juga kejelekan.

Di alam jahiliyah, alam kebodohan, bodoh dengan sebodoh-bodohnya, menyembah


selain Allāh ‫ﷻ‬, berdusta atas nama Allāh ‫ ﷻ‬merubah millahnya Ibrahim,
menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allāh ‫ ﷻ‬atau mengharamkan apa yang
dihalalkan oleh Allāh ‫ﷻ‬, terjerumus ke dalam berbagai kemaksiatan, ini ada
semuanya di zaman jahiliyah, riba, judi, khamr, zina.

Dalam keadaan kami ‫ َج اِهِلَّيٍة َو َش ٍّر‬kami dalam keadaan bodoh dan dalam kejelekan, ‫ َشر‬di
sini masuk di dalamnya kesyirikan, kebid’ahan, kemaksiatan terkumpul semuanya di
dalam jahiliyah

‫َفَج اَءَنا الَّلُه ِبَهَذا الَخ ْي ِر‬

Kemudian akhirnya Allāh ‫ ﷻ‬datang kepada kami dengan kebaikan ini, yang dimaksud
dengan ‫ َخ ْير‬di sini adalah Al-Islam yang dengannya mereka keluar dari jahiliyah dengan
segala jenisnya, maka tentunya adalah kenikmatan tersendiri bagi mereka, merasakan
terang benderang di dalam hidupnya, ketenangan di dalam hidupnya, ketenangan yang
tidak pernah mereka rasakan ketika mereka dahulu di masa jahiliyah.

Apakah setelah kebaikan ini wahai Rasulullah ‫ﷺ‬

‫َفَهْل َبْعَد َهَذا الَخ ْي ِر ِمْن َش ٍّر ؟‬

Apakah setelah kebaikan ini ada kejelekan lagi yaitu akan datang jahiliyah seperti dulu
lagi atau tidak

‫ َنَع ْم‬:‫َقاَل‬

Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan iya, ada kejelekan. Kapan ini? ketika terjadinya fitnah,
dibunuhnya Utsman ‫َر ِض َي الَّلُه َع ْنُه‬.

Di masa Nabi ‫ ﷺ‬jelas ini adalah ‫َخ ْير‬, dimasa Abu Bakr kemudian di masa Umar bin
Khattab kemudian di masa Utsman, dan setelah dibunuhnya Utsman ‫ َر ِض َي الَّلُه َع ْنُه‬maka
datanglah ‫ َش ّر‬datanglah kejelekan, ‫ َنَع ْم‬:‫ َقاَل‬maka Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan iya ada ‫َش ّر‬, kelak
ada fitnah nanti

‫ َو َهْل َبْعَد َذِلَك الَّش ِّر ِمْن َخ ْي ٍر‬: ‫ُقْلُت‬


Apakah setelah kejelekan ini, setelah fitnah ini akan ada kebaikan lagi? Beliau ‫ﷺ‬
mengatakan

‫ َنَع ْم‬:‫َقاَل‬

Iya ada kebaikan lagi

‫َو ِفيِه َدَخ ٌن‬

Tetapi di sana ada ‫َدَخ ٌن‬, jadi ada kotorannya tidak murni seperti ketika di zaman Nabi
‫ﷺ‬, zaman Abu Bakr, zaman Umar itu masih dalam keadaan kebaikannya dalam
keadaan murni, belum ada orang-orang yang membuat bid’ah di dalam agama setelah
‫ َش ّر‬tadi ada ‫ َخ ْير‬tapi di dalamnya ada ‫ َدَخ ٌن‬ada kotorannya. Mereka mengaku memeluk
agama Islam tetapi bukan lagi murni seperti di zaman Rasulullah ‫ﷺ‬, Abu Bakr dan
Umar

‫ُقْلُت‬

Hudzaifah bertanya lagi kepada Nabi ‫ﷺ‬

‫َو َما َدَخ ُنُه؟‬

Apakah kotoran tersebut yang menyelinap, menyelip di dalam kebaikan tadi

‫ «َقْو ٌم َيْه ُدوَن ِبَغ ْي ِر َهْد ِيي‬:‫َقاَل‬

Yang menjadikan ‫َدَخ ٌن‬, yang menjadikan kotor, yang mengotori kebaikan tadi adalah
sebuah kaum yang mereka tidak melakukan sunnah Nabi ‫ﷺ‬, mengamalkan tetapi
bukan dengan sunnahnya Nabi ‫ ﷺ‬kalau bukan dengan dengan sunnahnya Nabi
‫ ﷺ‬berarti melakukan bid’ah. Inilah yang mengotori, inilah yang menyelinap di dalam
kebaikan tadi, muslim tapi dia masih mencari jahiliyah padahal dia sudah muslim, ini
disifati oleh Nabi ‫ ﷺ‬dengan ‫َدَخ ن‬, inilah yang mengotori, inilah yang menjadikan
kebaikan tadi menjadi terkena, terkontaminasi, terkotori, yaitu dengan sebab adanya
kaum yang mereka mengamalkan bukan sesuai dengan sunnah Nabi ‫ﷺ‬

‫وَيْه تُدوَن ِبَغ ْي ِر َهْد ِيي‬

Kalau ‫ َيْه تُدوَن‬kurang lebih makna sama dengan () yaitu mengambil petunjuk bukan
dengan petunjuk Nabi ‫ﷺ‬, mengamalkan bukan dengan amalan Nabi ‫ ﷺ‬dan
mengambil petunjuk bukan dengan petunjuk Nabi ‫ ﷺ‬tapi kalau ‫ َيْه ُدوَن‬maksudnya
adalah kalau dia menjadi orang yang memberikan petunjuk, berdakwah, mengajari
orang, maka dia mengajari bukan dengan petunjuk Nabi ‫ﷺ‬.
Jadi ketika dia mengamalkan, kaum ini ketika mengamalkan bukan dengan sunnah Nabi
‫ﷺ‬, ketika dia mendakwahi bukan mendakwahi dengan petunjuk Nabi ‫ ﷺ‬tapi
mengajak manusia kepada sesuatu yang baru.

Didalam shahih Bukhari ‫َقْو ٌم َيْه ُدوَن‬, didalam shahih Muslim juga demikian ‫َيْه ُدوَن‬, dan ada di
sebagian lafadz ‫َيْه تُدوَن‬, jadi dua-duanya ada dan maknanya kalau ‫ َيْه ُدوَن‬berarti ketika dia
berdakwah memberikan penerangan kepada orang lain, memberikan penerangan tapi
bukan dengan petunjuk Rasulullah ‫ ﷺ‬artinya mengajak manusia, memberikan
petunjuk kepada mereka dengan kebid’ahan bukan dengan petunjuk Nabi ‫ﷺ‬

‫َتْع ِر ُف ِم ْن ُهْم َو ُتْن ِكُر‬

Engkau mengenal dari mereka dan engkau mengingkari, artinya ada amalan yang
mereka lakukan ada yang ma’ruf, kalian mengenalnya karena ini sesuai dengan agama
Islam, shalat mungkin, ketika bulan romadhon mereka berpuasa, mereka berhaji dan
seterusnya

‫َو ُتْن ِكُر‬

Tetapi ada amalan mereka yang mungkar. Ada yang ta’rif karena sesuai dengan Islam
ada yang mungkar karena tidak sesuai dengan Islam tidak sesuai dengan contoh Nabi
‫ﷺ‬.

Di sini menunjukkan bahwasanya bid’ah ini adalah perkara yang jelek, Nabi ‫ﷺ‬
mensifati bid’ah ini adalah dengan ‫َدَخ ن‬, sesuatu yang mengotori, sesuatu yang kotor dan
mengotori Islam dan dia adalah sesuatu yang mungkar, berarti mereka adalah muslim
dan ini adalah ‫ َخ ْير‬mereka menjadi seorang muslim dan ini adalah ‫ َخ ْير‬tetapi sayang
keislaman mereka, mereka kotori dengan bid’ah.

Halaqah yang ke-97 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Setelahnya Hudzaifah bertanya lagi kepada Nabi ‫ﷺ‬

‫ُقْلُت‬

Aku mengatakan

‫َفَهْل َبْعَد َذِلَك الَخ ْي ِر ِمْن َش ٍّر ؟‬

Apakah setelah kebaikan yang ada ‫ َدَخ ن‬nya tadi kemudian datang lagi kejelekan, maka
Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan
‫َنَع ْم‬

Iya akan datang kejelekan lagi, fitnatun amyāt, lebih dari pada yang sebelumnya. Yang
sebelumnya ‫ َخ ْير‬ada kejelekan, ada sesuatu yang mengeruhkan berupa kebid’ahan, yang
setelahnya akan datang ‫ َش ّر‬dan disifati oleh Nabi ‫ ﷺ‬bahwasanya ‫ َش ّر‬tadi berupa
fitnatun amyāt, fitnah yang buta artinya orang yang terjatuh ke dalam fitnah ini maka dia
seperti orang yang buta tidak mengetahui apa yang harus di lakukan dalam keadaan
bingung dalam keadaan dia tidak mengetahui apa yang harus dilakukan.

Dan di sana ada

‫ُدَع اٌة ِإَلى َأْبَو اِب َج َهَّنَم‬

Di masa itu, di masa banyaknya fitnah, diantara yang bikin bingung banyak manusia
adalah adanya da’i-da’i, namanya da’I, mungkin pakaiannya, ucapannya, sama dengan
pakaian ulama, ucapannya juga mirip dengan ucapan ulama sehingga inilah yang banyak
membingungkan kebanyakan dari manusia.

Itukan pakaiannya sama, dia juga punya titel, dia juga hafal Qur’an bahkan dia juga
menghafal hadits, oh dia juga punya sanad dan seterusnya, tapi ternyata mereka adalah

‫ َمْن َأَج اَبُهْم ِإَلْي َها َقَذُفوُه ِفيَها‬، ‫ُدَع اٌة ِإَلى َأْبَو اِب َج َهَّنَم‬

Mereka berdiri di depan pintu pintu tersebut, dan ini adalah perumpamaan maksudnya
mereka ‫ ُدَع اٌة‬mengajak manusia berada di atas jahanam di sana ada ‫ ُدَع اٌة‬yang berdiri di
depan surga, ada yang mengajak manusia untuk melakukan amalan-amalan yang
memasukkan mereka ke dalam surga, dan di sana ada ‫ُدَع اٌة ِإَلى َأْبَو اِب َج َهَّنَم‬, ada da’i-da’i yang
mereka berdiri di atas pintu-pintu jahanam, bukan mengajak manusia ke jalan Allāh
‫ ﷻ‬tapi kepada jahanam.

Bagaimana nasib orang yang menoleh kemudian mengikuti dakwah dari ‫ ُدَع اٌة‬tadi

‫َمْن َأَج اَبُهْم ِإَلْي َها َقَذُفوُه ِفيَها‬

Barangsiapa yang menjawab ajakan dari da’i-da’i tadi, dia mau menoleh dan mau
bergerak menuju da’i tadi ‫ َقَذُفوُه ِفيَها‬maka langsung oleh da’i tadi dilemparkan ke dalam
jahanam. Barangsiapa yang menjawab dan menoleh dan tidak Istiqomah di atas jalan
yang lurus tadi maka akibatnya akan terjerumus ke dalam jahannam.

Dan ini adalah menunjukkan tentang wajibnya kita untuk Istiqomah di atas islam, terus
kita berjalan di atas Islam ini di belakang Nabi ‫ﷺ‬, di belakang para sahabat, di
belakang para aimma ahlussunnah wal jamaah. Dan fitnah semakin ke sana semakin
besar dan ajakan ‫ ُدَع اٌة‬yang berada di atas jahanam ini semakin syadid maka jangan
sampai seseorang melenceng dan menyimpang dari jalan yang lurus ini.

Berdoa kepada Allāh ‫ ﷻ‬dan terus dia menuntut ilmu mensenjatai dirinya dengan ilmu
tadi supaya kalau ada da’i yang mengajak kepada jahanam dia tahu, ini ngajak kepada
kesesatan terus dia berjalan, ini juga ngajak kepada kesesatan terus dia berjalan, karena
mereka juga bervariasi di dalam ajakan, diwahyukan oleh setan dari kalangan Jin dengan
berbagai syubhat, ditebarkan di media diucapkan kepada manusia. Kalau kita tidak
memiliki ilmu dengan kejelekan yang mereka ucapkan maka di khawatirkan kita akan
menoleh, menyimpang dan mengikuti dakwah mereka yang akhirnya mereka akan
menjerumuskan kita ke dalam jahanam.

Dan tentunya ini sangat pas sekali dibawakan oleh Muallif di dalam bab ini karena ini
menunjukkan tentang wajibnya kita Istiqomah di atas Islam dan berhati-hati dengan ‫ُدَع اٌة‬
yang mereka berada di atas atau di depan pintu pintu jahanam ini dan adanya fitnah
yang menjadikan banyak orang buta dan tidak mengetahui, dan tentunya ini bagi orang
yang tidak berilmu.

Adapun orang yang menuntut ilmu maka dia menuntut mencari cahaya, karena ilmu
adalah nur. Ketika dia menuntut ilmu berarti dia mencari cahaya sehingga ketika terjadi
fitnah tersebut dia dalam keadaan beriman, seseorang semakin dalam ilmunya maka
akan semakin tahu fitnah bahkan sebelum terjadinya fitnah apa yang dia pelajari didalam
agama ini maka dia akan mengetahui berdasarkan apa yang dia pelajari dari agama ini.

Sehingga disebutkan bahwasanya fitnah itu diketahui kalau para ulama itu mengetahui
sebelum terjadinya fitnah, makanya mereka melarang manusia kaum muslimin untuk
memberontak kepada penguasa, karena mereka tahu bukan berarti mereka mengetahui
ilmu yang ghoib tapi berdasarkan apa yang mereka pelajari didalam agama ini
bahwasanya setelah pemberontakan maka ini akan terjadi kerusakan, terjadi fitnah yang
besar.

Adapun orang-orang yang jahil baru mengetahui fitnah ketika setelah terjadinya, itu
adalah ucapan orang yang jahil, adapun para ulama sebelum terjadinya fitnah
berdasarkan ilmu yang mereka pelajari mereka sudah bisa meraba, dengan sidq dan ilmu
yang ada di dalam diri para ulama tersebut.

‫ َيا َر ُسوَل الَّلِه ! ِص ْف ُهْم َلَنا؟‬: ‫ُقْلُت‬

Bukan hanya berhenti disitu ucapan Hudzaifah Ibnu Yaman, beliau semakin penasaran
fitnatun amyāt, ‫ ُدَع اٌة ِإَلى َأْبَو اِب َج َهَّنَم‬dan beliau tidak melihat yang demikian, yang beliau lihat
sekarang adalah sahabat, kaum muslimin yang mereka murni berpegang teguh dengan
sunnah Nabi ‫ ﷺ‬ternyata Nabi ‫ ﷺ‬mengabarkan bahwasanya kelak akan ada ‫ُدَع اٌة‬
yang mengajak kepada pintu jahanam, maka Hudzaifah bertanya
‫َيا َر ُسوَل الَّلِه ! ِص ْف ُهْم َلَنا؟‬

Ya Rasulullah ‫ ﷺ‬sifatkan kepada kami orang-orang tersebut, da’i-da’i tersebut yang


mengajak kepada pintu-pintu jahanam, yang berada di atas pintu-pintu jahanam, yang
mendakwahkan kepada kesesatan. Kenapa beliau mengatakan ‫ ِص ْف ُهْم َلَنا‬sifatkan kepada
kami tentang mereka ini, karena beliau ingin mengenalnya sehingga kalau suatu saat
qoddarollah beliau menemui orang-orang tersebut maka beliau berada di atas ilmu, oh
ini yang digambarkan oleh Nabi ‫ ﷺ‬tidak boleh kita tertipu dengan madzhar mereka,
dengan kefasihan mereka tapi yang kita lihat adalah hakikatnya kepada apa mereka
mengajak, kepada apa mereka berdakwah

‫ َو َيَتَك َّلُموَن ِبَأْل ِس َنِتَنا‬،‫ «ُهْم ِمْن ِج ْل َدِتَنا‬:‫َفَقاَل‬

Maka Nabi ‫ﷺ‬, ḥirs Beliau ‫ ﷺ‬untuk umat ini, dan ingin orang-orang yang
mengikuti Beliau ‫ ﷺ‬Istiqomah di atas jalan yang lurus ini, di atas Islam, maka Beliau
‫ ﷺ‬mengabarkan mereka adalah kaum dari jildah kita. Yang dimaksud dengan jildah
adalah madzhar sesuatu luarnya, jildah adalah sesuatu yang di luarnya, bungkusnya itu
dinamakan dengan jildah, makanya jilid dinamakan dengan jilid karena dia membungkus
manusia, mujallad awal mujallad tsani karena dia adalah pembungkusnya dan dulu
bungkusnya biasanya berasal dari kulit.

‫ُهْم ِمْن ِج ْل َدِتَنا‬

Dzhohirnya kelihatannya dia adalah berasal dari kita

‫َو َيَتَك َّلُموَن ِبَأْل ِس َنِتَنا‬

Dan mereka berbicara dengan lisan kita, ada yang mengatakan ‫ َأْل ِس َنِتَنا‬disini adalah
berbicara dengan bahasa Arab. Dhohirnya seperti orang Islam yang lain fasih di dalam
bahasa arab, jadi mereka ini bukan orang-orang yang diluar agama Islam tapi justru
mereka adalah berasal dari kita sendiri.

Dhohirnya, jildahnya adalah orang Islam dan ucapan mereka juga ucapan orang Islam
yaitu berbicara dengan bahasa Arab dan ada yang mengatakan ‫ ِبَأْل ِس َنِتَنا‬disini adalah
berbicara dengan lisanu syar’, berbicara dengan lisannya syariah, mungkin dia nggak
ngomong dengan bahasa Arab tapi sedikit-sedikit Allāh ‫ ﷻ‬berfirman, Rasulullah
‫ ﷺ‬bersabda meskipun dia nggak hapal arabnya, ini juga dinamakan dengan
berbicara dengan lisanu syar’, berbicara dengan lisannya agama.

Oleh karena itu kita jangan tertipu dengan hanya sekedar madzhar, dengan luarnya,
bungkusnya atau dengan kepandaian dia berbicara tapi yang kita lihat adalah
hakikatnya, apa yang dia ajak, apakah kepada Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman
para sahabat ataukah selain itu, yang dilihat oleh Allāh ‫ ﷻ‬adalah hakikatnya bukan
hanya sekedar madzharnya.

Halaqah yang ke-98 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Hudzaifah bertanya lagi kepada Nabi ‫ﷺ‬

‫ َفَما َتْأ ُمُر ِني ِإْن َأْدَر َك ِني َذِلَك ؟‬: ‫ُقْلُت‬

Ya Rasulullah ‫ ﷺ‬apa yang engkau perintahkan kepadaku ketika aku menemui zaman
tersebut. Zaman disana banyak ‫ُدَع اٌة ِإَلى َأْبَو اِب َج َهَّنَم‬, yang mereka berpakaian sama dengan
pakaian kita, madzharnya sama dengan madzhar kita, berbicara seperti ucapan kita tapi
dia tahu ini bukan mengajak kepada sunnah sehingga banyak manusia yang tertipu,
bagaimana seandainya aku menemui zaman yang demikian.

Ini adalah pertanyaan yang wafq dari seorang Hudzaifah ibnu yaman, untuk melihat
pertanyaan-pertanyaan beliau adalah pertanyaan-pertanyaan yang sangat berfaedah.
Ciri-cirinya bagaimana, seandainya saya sudah mengenal ciri-cirinya dan saya tahu ini
adalah seperti yang dikabarkan oleh Nabi ‫ ﷺ‬apa yang harus ana lakukan, ini yang
lebih penting yaitu mengenal apa yang harus dilakukan ketika menemui fitnah tadi

‫َقاَل‬

maka Nabi ‫ ﷺ‬memberikan kuncinya, memberikan jalan keluarnya dan inilah Islam
yang dibawa oleh Nabi ‫ ﷺ‬datang dengan petunjuk, datang dengan kebaikan bagi
manusia, tidak ada sebuah masalah kecuali di sana ada jalan keluarnya. Hudzaifah dan
juga para sahabat dan para salaf dan kaum muslimin yakin bahwasanya di dalam
petunjuk Nabi ‫ ﷺ‬inilah sebaik-baik petunjuk

‫َو َخ ْيُر اْل َهْد ِي َهْدُي ُمَح َّمٍد َص َّلى الَّلُه َع َلْيِه َو َس َّلَم‬

Dan Beliau ‫ ﷺ‬menyebutkan petunjuk ini bukan dari hawa nafsunya tapi Beliau ‫ﷺ‬
berbicara dengan wahyu. Allāh ‫ ﷻ‬yang mengetahui apa yang terjadi di masa yang
akan datang dan apa jalan keluar bagi manusia, mewahyukan kepada Beliau ‫ﷺ‬
tentang perkara ini. Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan kepada Hudzaifah

‫َتْل َز ُم َج َماَع َة الُمْسِلِميَن َو ِإَماَم ُهْم‬

Jalan keluarnya kalau banyak da’i-da’i yang mengajak kepada jahanam, termasuk
diantaranya adalah duāt khawarij, yang banyak orang yang tertipu dengan pakaian
mereka, dengan jenggot mereka, dengan banyaknya mereka membaca Alquran.
‫َتْل َز ُم َج َماَع َة الُمْسِلِميَن َو ِإَماَم ُهْم‬

Kalau dalam keadaan demikian maka hendaklah engkau melazimi ‫َج َماَع َة الُمْسِلِميَن‬, jangan
kau tinggalkan jamaahnya kaum muslimin, adapun duāt tadi maka mereka mengajak
untuk memisahkan diri mereka dari jamaahnya kaum muslimin

‫َو ِإَماَم ُهْم‬

Dan hendaklah engkau melazimi imamnya kaum muslimin. Kalau di sana ada sebuah
baldah, sebuah negara, sebuah negeri, ada imamnya kaum muslimin bersama kaum
muslimin maka ketika terjadi fitnah tadi jangan engkau keluar dan memberontak kepada
penguasa tetapi justru engkau melazimi jama’ahnya kaum muslimin dan juga imam
mereka.

Maksudnya adalah mendengar dan taat kepada penguasa, bukan keluar dan
memberontak kepada penguasa, mendengar dan taat dengan aturan yang telah kita
ketahui yaitu mendengar dan taat di dalam kebaikan, mendengar dan taat kepada
penguasa di dalam kebaikan, jangan kita mengikuti apa yang dilakukan oleh dan apa
yang didakwahkan oleh ‫ُدَع اٌة ِإَلى َأْبَو اِب َج َهَّنَم‬.

Ini adalah jalan keluar dan dimaksud dengan imam di sini adalah al-imamu a’dzhom, ini
adalah imam yang besar yaitu penguasa kaum muslimin dan yang dimaksud dengan
jamaah di sini adalah jamaahnya kaum muslimin, mereka adalah muslimin imam yang
ma’ruf yang dikenal oleh kaum muslimin seandainya mereka ditanya man imāmukum?
Maka mereka mengatakan si Fulan, baik yang laki-laki maupun yang wanita yang kecil
maupun yang besar siapa pemimpin kamu dia mengatakan si fulan ini berarti adalah
imam yang ma’ruf, adapun imam yang tidak diketahui kecuali hanya oleh segelintir
orang saja maka ini tidak masuk di dalam imam yang dimaksud.

Kemudian syarat yang kedua imam tersebut adalah imam yang memiliki da, dia memiliki
kemampuan, memiliki kekuasaan yang dengannya dia bisa mengeluarkan peraturan
untuk kaum muslimin yang ada di negerinya. Ketika dia memutuskan si Fulan harus
dipecat misalnya, si fulan harus diasingkan, si fulan yang dihukum demikian, dia memiliki
kekuatan tersebut maka inilah yang dimaksud dengan imam yang syar’i.

Kemudian di antara syaratnya imam tersebut adalah imam yang maujud yaitu imam
tersebut ada di permukaan bumi, bukan imam yang dianggap oleh sebagian tapi
hakikatnya dia tidak ada. Tiga syarat ini disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
kalau tidak salah di dalam Minhajussunnah.

Pertama dia adalah maujud, ada, bukan seperti orang-orang rafidhah menganggap
bahwasanya imam Mahdi, imam mereka itu berada di sirdab, mereka meyakini itu adalah
pemimpin tapi dia nggak ada wujudnya di permukaan bumi, ini tidak terpenuhi
syaratnya.

Kemudian yang kedua dia adalah imam yang ma’ruf diketahui oleh penduduk negeri
tersebut, adapun hanya diketahui oleh lima orang, sepuluh orang, diangkat menjadi
pemimpin kemudian menganggap itu imamnya tapi ketika kaum muslimin yang lain
ditanya mereka tidak mengerti maka ini bukan imam yang dimaksud, bukan imam yang
syar’i yang demikian, dan ini banyak jamaah-jamaah yang mereka mengangkat imam
sendiri, berpisah lagi kemudian masing-masing membuat dan mengangkat imam lagi
dan seterusnya, itu yang mengetahui hanya segelintir orang saja, kita tidak tahu siapa
pemimpin jamaahnya fulan, jamaah fulaniyyah yang banyak sekali kita tidak tahu
pemimpin mereka, ini bukan imam yang syar’i.

Kemudian yang ketiga syaratnya harus memiliki qudroh, ucapannya didengar, kalau dia
mengatakan keputusan demikian maka itu dengarkan dan dilaksanakan maka ini adalah
syarat imam yang syar’i. Adapun ucapan dia tidak didengar bahkan tidak diketahui oleh
kaum muslimin maka ini dia bukan imam yang syar’i.

Halaqah yang ke-99 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

Hudzaifah bertanya lagi kepada Nabi ‫ﷺ‬

‫ َفِإْن َلْم َيُك ْن َلُهْم َج َماَع ٌة َو َال ِإَماٌم ؟‬: ‫ُقْلُت‬

Ini menunjukkan tentang fiqihnya Hudzaifah ibnu yaman, iya kalau saat itu memang ada
pemimpin dan ada orang-orang yang mendengar dan taat kepada pemimpin tersebut,
nah sekarang kalau keadaannya hancur-hancuran, pemimpin terbunuh misalnya,
manusia seperti hewan ternak yang mereka tidak ada penggembalanya, masing-masing
membuat jamaah, masing-masing saling berperang satu dengan yang lain, tidak ada
imam yang ditaati dan didengar, sampai ke sana pertanyaan dari Hudzaifah ibnu yaman,
apa yang menjadi kemungkinan terjadi maka beliau tanyakan.

Dan sebagian ulama mengatakan ini menunjukkan tentang bolehnya bertanya tentang
sesuatu yang belum terjadi kalau memang itu bermanfaat tapi kalau yang tidak ada
manfaatnya maka ini termasuk pertanyaan-pertanyaan yang tidak sepantasnya
ditanyakan kepada para ulama. Dan sudah berlalu ketika membahas tentang khulashah
ta’dzimi ‘ilmi bahwasanya termasuk pengagungan kita terhadap ilmu adalah menjaga di
dalam masalah pertanyaan ini.

Termasuk diantaranya apa yang ditanyakan kepada guru, sang Mu’allim maka termasuk
pengagungan kita terhadap ilmu adalah menjaga pertanyaan, diantara pertanyaan yang
tidak sepantasnya adalah bertanya sesuatu yang tidak ada manfaatnya atau bertanya
tentang sesuatu yang belum terjadi.

Sehingga sebagian ulama ketika ditanya, Syaikh demikian dan demikian, dia bertanya
dulu apakah itu sudah terjadi, belum, dia mengatakan tinggalkan sampai dia terjadi,
kalau sudah terjadi nanti saya jawab. Ini mungkin kita bawa kepada sesuatu yang
memang tidak ada manfaatnya dan bisa dijawab ketika dia sudah ada seperti misalnya
permasalahan-permasalahan fiqih mungkin, bagaimana kalau kendaraannya demikian,
bagaimana dan seterusnya, mungkin itu bisa di akhir kan sampai itu benar-benar terjadi.

Disini beliau mengatakan

‫َفِإْن َلْم َيُك ْن َلُهْم َج َماَع ٌة َو َال ِإَماٌم ؟‬

Bagaimana seandainya saat itu tidak ada jamaah, tidak ada kaum muslimin, tidak ada
orang-orang yang mendengar dan taat kepada imam, ‫ َو َال ِإَماٌم‬dan tidak ada imamnya.
Imamnya terbunuh misalnya, manusia dalam keadaan kacau balau, masing-masing
membuat jamaah masing-masing menghalalkan, dan yang lain

‫َقاَل‬

maka Nabi ‫ ﷺ‬memberikan petunjuk yang lain, apa petunjuk Beliau ‫ ?ﷺ‬Nabi
‫ ﷺ‬mengatakan

‫َفاْع َتِز ْل ِتْل َك الِفَر َق ُك َّلَها‬

Jalan keluarnya adalah kamu tinggalkan firqoh-firqoh itu semuanya, karena masing-
masing duāt tadi ketika dia berdakwah maka dia menemukan jamaah, sehingga ada
firqohnya, ini firqohnya fulan, kemudian duāt yang lain juga demikian, mendapatkan
jamaah dan mendapatkan pengikutnya dan da’inya juga masih mengajak, sementara kita
mau bergabung dengan imamnya kaum muslimin tidak ada.

Maka jalan keluarnya adalah tinggalkan seluruh aliran tadi, dan ini adalah bantahan bagi
yang mengatakan bahwasanya sama saja kita mengikuti aliran itu atau aliran yang lain,
silahkan engkau mengikuti aliran mana saja karena semuanya akan menyampaikan kita
ke dalam surga, ini adalah ucapan orang yang bingung.

Jadi sebagian orang karena dalam keadaan bingung dia mengatakan semuanya adalah
benar, ini mengajak, ini mengajak, ini mengajak, akhirnya dia bingung kemudian
mengatakan apa semuanya adalah benar. Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan

‫َفاْع َتِز ْل ِتْل َك الِفَر َق ُك َّلَها‬


Tidak boleh kita mengikuti satupun dari firqoh-firqoh tadi. ‫ اْع َتِز ْل‬jangan mengikuti dan
mengijabahi imamnya atau bergabung dengan jama’ah tadi, tidak boleh karena itu
adalah aliran-aliran yang sesat, yang mereka menyimpang dari jalan yang lurus, kalau
sampai kita mengikuti aliran-aliran tadi maka kita akan dijerumuskan ke dalam jahanam.

Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan

‫َو َلْو َأْن َتَعَّض ِبَأْص ِل َش َج َر ٍة‬

Meskipun ketika engkau ‫ اْع َتِز ْل‬, ketika engkau meninggalkan aliran-aliran tadi,
bagaimana supaya tidak terseret oleh aliran-aliran tadi, engkau berusaha dengan
berbagai usaha diantaranya adalah kita menggigit akar pohon, tetapi tujuannya agar
bagaimana dia tidak terseret oleh arus fitnah tadi, dipegang, diseret, didakwahi oleh
aliran-aliran tadi, dia tidak mau mengikuti aliran-aliran tadi, agar tidak terseret dia
seakan-akan menggigit akar pohon

‫َو َلْو َأْن َتَعَّض ِبَأْص ِل َش َج َر ٍة‬

Meskipun engkau harus menggigit akar pohon, yaitu pohon yang besar.

Ini sekedar permisalan, seandainya antum berusaha ingin terlepas dari aliran-aliran tadi
sampai seandainya antum menggigit akar pohon tadi, maksudnya ini adalah ibaroh dari
kuatnya kita di dalam meninggalkan aliran-aliran tadi.

‫َح َّتى ُيْد ِر َك َك الَمْو ُت‬

Sampai datang kepadamu kematian

‫َو َأْنَت َع َلى َذِلَك‬

Dan engkau dalam keadaan menggigit akar pohon tadi.

Meskipun antum harus kelaparan, karena ingin memegang agama antum, tidak ingin
melepaskan akar pohon tadi, takut terbawa oleh aliran-aliran tadi, terus berpegang
dengan agama ini sampai engkau meninggal dunia. Ucapan beliau ḥatta ya’tiyakal maūt
ini adalah perintah untuk Istiqomah di atas Islam, jangan kita mengikuti aliran-aliran tadi
yang mengajak kepada sunnah bukan sunnah Nabi ‫ﷺ‬, yang memberikan petunjuk
bukan petunjuk Nabi ‫ﷺ‬.

Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan juga Muslim dari Hudzaifah Ibnu Yaman.
Halaqah yang ke-100 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Fadhlul Islām yang ditulis
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahāb rahimahullāh.

‫َز اَد مْسِلم‬

Ditambah oleh Imām Muslim

‫ُثَّم َماَذا؟‬

Al-Imām Muslim ada ziyadah, bahwasanya Hudzaifah bertanya lagi, setelah itu apa lagi
ya Rasulullah ‫ ?ﷺ‬Yaitu setelah banyaknya aliran-aliran tadi, banyaknya duāt yang
mengajak kepada pintu jahannam, kemudian setelahnya apa?

‫ «ُثَّم َيْخ ُر ُج الَّدَّج اُل َمَعُه َنْه ٌر َو َناٌر‬:‫َقاَل‬

Kemudian setelah itu, yaitu di akhir zaman, akan keluar fitnah yang paling besar di akhir
zaman yaitu keluarnya dajjal, dia membawa sungai dan juga membawa api, ‫ َيْخ ُر ُج‬berarti
dia sudah ada sekarang sebagaimana disebutkan dalam hadits yang shahih yang
diriwayatkan oleh Imām Muslim dari Tamim Ad-Dari’ dan bahwasanya beliau termasuk
orang yang pernah bertemu dengan Dajjal di masa ketika beliau masih Nasrani sebelum
beliau masuk Islam.

Terdampar beliau dan beberapa orang yang bersama beliau di sebuah pulau kemudian
bertemu dengan makhluk yang berbulu tebal sehingga tidak diketahui mana depannya
mana belakangnya dan dia bisa berbicara dan mengatakan bahwasanya kalian sedang
ditunggu oleh seseorang disana. Kemudian akhirnya mereka masuk ke dalam sebuah
gua dan melihat orang yang sedang dibelenggu kemudian terjadilah percakapan,
diantaranya dia bertanya tentang apakah sudah keluar Nabi di jazirah Arab, mereka
mengatakan ia sudah keluar. Apa yang terjadi, saling berperang antara mereka yaitu
antara Nabi dengan kaumnya, mana yang menang, terkadang yang menang ini
terkadang yang menang yang itu, kemudian Dajjal mengatakan seandainya mereka
mengikuti Nabi tersebut niscaya itu adalah kebaikan bagi mereka.

Kemudian dia bertanya tentang sebuah tempat apakah sudah kering tempatnya atau
airnya dan seterusnya dan ini diceritakan oleh Tamim kepada Rasulullah ‫ ﷺ‬setelah
beliau masuk ke dalam agama Islam dan Nabi ‫ ﷺ‬mengikrar bahwasanya ini adalah
dajjal, menunjukkan bahwasanya dia sudah ada sekarang, maka Dajjal akan keluar dan
ini adalah fitnah dan ‫ َش ّر‬yang ditanyakan oleh

Hudzaifah Ibnu yaman.

‫َمَعُه َنْه ٌر َو َناٌر‬


Dia membawa sungai dan api.

Diantara fitnah yang besar saat itu dia mengaku sebagai Robb, ia mengaku sebagai Allāh
‫ ﷻ‬yang menciptakan memberikan rezeki dan seterusnya dan saat itu manusia dalam
keadaan kekeringan yang berkepanjangan. Air tidak turun dan tanah tidak mengeluarkan
makanan, antum bisa bayangkan bagaimana keadaan saat itu, air tidak ada dan dalam
keadaan mereka kelaparan, tidak ada makanan yang dimakan, semuanya butuh
sementara tanah tidak mengeluarkan hasilnya.

Keluar dajjal ini kemudian dia mengaku sebagai Robb dan Allāh ‫ ﷻ‬mengizinkan Dajjal
ini ketika dia mengatakan kepada langit turunkanlah hujan maka dia pun menurunkan
hujan, ketika dia mengatakan kepada tanah keluarkanlah hasil kalian maka tanah
mengeluarkan hasilnya. Antum bisa membayangkan bagaimana manusia dalam keadaan
lapar dalam keadaan haus melihat yang demikian, tentunya mereka akan terfitnah, sudah
tidak berpikir panjang lagi untuk mengikuti orang ini, bahkan dia mengaku sebagai Allāh
‫ﷻ‬, sebagai Rabb.

Orang-orang yang kafir maka dengan mudah sekali dia mengikuti Dajjal ini karena dia
kufur, kemudian dia tidak mengenal Allāh ‫ﷻ‬, tidak pernah belajar ma’rifatullah,
bagaimana sifat-sifat Allāh ‫ﷻ‬, sehingga ketika ada orang yang mengaku demikian,
apalagi dia memiliki kemampuan yang luar biasa akhirnya dia mengikuti. Adapun orang
Islam yang mereka belajar kemudian mereka berusaha untuk mengenal Allāh ‫ﷻ‬
dengan nama dan juga sifatnya, mempelajari hadits-hadits Nabi ‫ ﷺ‬yang
menyebutkan tentang sifat-sifat dajjal dan bahwasanya Allāh ‫ ﷻ‬tidak dilihat kecuali
setelah kita meninggal dunia,

‫أنكم لن تروا ربكم حتى تموتوا‬

kata Nabi ‫ﷺ‬, kalian tidak akan melihat Rabb kalian sampai kalian meninggal dunia,
ini kaidah yang mereka ketahui dan keimanan mereka Allāh ‫ ﷻ‬tidak akan dilihat
sekarang di dunia, kalau aku meninggal dunia barulah nanti kelak bisa melihat Allāh
‫ﷻ‬, ketika dia masih hidup kok ada orang yang mengaku sebagai Allāh ‫ ﷻ‬dan dia
sadar saya ini masih hidup, ini ada orang yang mengaku sebagai Allāh ‫ﷻ‬, maka
seorang muslim langsung dan tidak ragu-ragu ini adalah dajjal, ini pendusta karena Nabi
‫ ﷺ‬telah mengabarkan kepada kita, kita tidak mungkin melihat Allāh ‫ ﷻ‬sampai
kita meninggal dunia, dia tidak akan tertipu dengan kemampuannya yang luar biasa,
apalagi ketika dia mengingat apa yang digambarkan oleh Nabi ‫ﷺ‬.

Ini sudah dikabarkan oleh Nabi ‫ ﷺ‬bahwasanya dia akan membawa sungai dan juga
api dan bahwasanya dia akan mengaku sebagai Allāh ‫ ﷻ‬dan tertulis didahinya kafara
atau tertulis kafir dan setiap orang yang beriman baik yang bisa membaca atau yang
tidak bisa membaca semuanya akan bisa membaca dengan izin Allāh ‫ ﷻ‬tulisan yang
ada di dahi Dajjal tadi.
‫ َو ُح َّط ِو ْز ُر ُه‬،‫َفَمْن َو َقَع ِفي َناِر ِه؛ َو َج َب َأْج ُر ُه‬

Barangsiapa yang terjatuh ke dalam api yang dia bawa, jadi dia menawarkan api dan
juga sungai, barangsiapa yang masuk ke dalam api nya Dajjal ini maka dia akan
mendapatkan pahala dan akan dihilangkan darinya dosa.

Ini fitnah besar, bayangkan ada api yang benar-benar kelihatan api dan di sini ada sungai
kita disuruh milih, kalau bukan orang yang beriman akan memilih sungai, lebih enak
masuk sungai dari pada masuk api, tapi orang yang beriman ketika dia belajar agama, ini
menunjukkan tentang pentingnya mempelajari agama dan pentingnya kita mengetahui
yang syarr supaya kalau terjadi kita bisa selamat dari kejelekan tadi, selamat dari fitnah
tadi karena kita sudah belajar biidznillah ini adalah api dan ini adalah sungai, Nabi ‫ﷺ‬
mengatakan kalau masuk ke dalam api ini kita akan mendapatkan pahala, maka seorang
yang beriman berilmu dan juga mengamalkan dia akan memilih masuk ke dalam api
tersebut, maka akan mendapatkan pahalanya dan akan dihilangkan dosanya

‫ َو ُح َّط َأْج ُر ُه‬،‫َو َمْن َو َقَع ِفي َنْه ِر ِه؛ َو َج َب ِو ْز ُر ُه‬

Dan barangsiapa yang lebih memilih masuk ke dalam sungai tadi maka dia berdosa

‫َو ُح َّط َأْج ُر ُه‬

Dan akan dihilangkan pahalanya, dosanya dia dapatkan dan pahalanya akan di hilangkan
karena dia mengikuti dajjal. Allahu a’lam mungkin maksudnya adalah keluar dari agama
Islam dan orang yang keluar dari agama Islam maka dia telah batal

‫ر َفُأْو َٰٓلِئَك َح ِبَطۡت َأۡع َٰم ُلُهۡم ِفي ٱلُّدۡن َيا َو ٱٓأۡلِخَر ِۖة‬ٞ‫َو َمن َيۡر َتِدۡد ِم نُك ۡم َع ن ِد يِنِهۦ َفَيُم ۡت َو ُهَو َك اِف‬

Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran,
maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat… [Al Baqarah:217]
‫ ُثَّم َماَذا؟‬: ‫ُقْلُت‬

Kemudian aku bertanya lagi, kemudian setelah itu apa ya Rasulullah ‫ﷺ‬, kemudian
setelah kejelekan ini, setelah fitnah besar ini apa ya Rasulullah ‫ﷺ‬,

‫ «ُثَّم ِهَي ِقَياُم الَّساَع ِة‬:‫َقاَل‬

Yang terjadi setelah itu adalah terjadinya ‫ِقَياُم الَّساَع ِة‬, karena keluarnya Dajjal ini adalah
termasuk asyratus sa’ah al-qubro, dia adalah termasuk tanda-tanda dekatnya ‫ الَّساَع ِة‬yang
paling besar yang jumlahnya ada sepuluh. Ini adalah tanda-tanda yang terakhir, sudah
memang menjelang terjadinya ‫ الَّساَع ِة‬termasuk di antara sepuluh ini adalah keluarnya
dajjal, maka yang terjadi setelah itu adalah tidak lama lagi akan terjadi ‫ِقَياُم الَّساَع ة‬.
Hadits tentang ‫ ُثَّم َيْخ ُر ُج الَّدَّج اُل َمَعُه َنْه ٌر َو َناٌر‬ini yang meriwayatkan Abu Daud

‫ َو َمْن َو َقَع ِفي َنْه ِر ِه؛ َو َج َب‬،‫ َو ُح َّط ِو ْز ُر ُه‬،‫ َفَمْن َو َقَع ِفي َناِر ِه؛ َو َج َب َأْج ُر ُه‬، ‫ «ُثَّم َيْخ ُر ُج الَّدَّج اُل َمَعُه َنْه ٌر َو َناٌر‬:‫ُثَّم َماَذا؟ َقاَل‬
‫ «ُثَّم ِهَي ِقَياُم الَّساَع ِة‬:‫ ُثَّم َماَذا؟ َقاَل‬: ‫ ُقْلُت‬:‫ َقاَل‬،»‫ َو ُح َّط َأْج ُر ُه‬،‫ِو ْز ُر ُه‬

Ziyadah ini ada didalam Abu Daud dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah,
adapun yang diucapkan oleh Mu’allif bahwasanya ini adalah tambahan dari Imām
Muslim, Allahu a’lam, setahu kita yang ada tambahannya disini adalah yang dikeluarkan
oleh Abu Daud dan tambahan ini dihasankan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah.

Anda mungkin juga menyukai