0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
260 tayangan3 halaman
Penelitian ini mengevaluasi pengendalian persediaan kain katun perusahaan garmen dengan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) dan membandingkannya dengan metode aktual perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan metode EOQ dapat mengurangi biaya persediaan hingga 94,78% pada tahun 2017 dan 94,75% pada tahun 2018.
Penelitian ini mengevaluasi pengendalian persediaan kain katun perusahaan garmen dengan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) dan membandingkannya dengan metode aktual perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan metode EOQ dapat mengurangi biaya persediaan hingga 94,78% pada tahun 2017 dan 94,75% pada tahun 2018.
Penelitian ini mengevaluasi pengendalian persediaan kain katun perusahaan garmen dengan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) dan membandingkannya dengan metode aktual perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan metode EOQ dapat mengurangi biaya persediaan hingga 94,78% pada tahun 2017 dan 94,75% pada tahun 2018.
NIM D071191036 Nama Penulis Rorim Panday dkk. Cost and Quantity Inventory Analysis in the Garment Industry: A Case Judul Jurnal Study Tahun Terbit 2020 Publisher Jurnal International Journal of Advanced Science and Technology
Pendahuluan Perusahaan WKB koveksi adalah perusahaan bisnis mikro yang
bergerak pada bisang fashion di Jakarta dan didirikan sejak tahun 2013. Perusahaan ini membuat baju dan celana berbagai tipe serta model sesuai dengan permintaan pelanggan (job order). Penelitian ini membahas sekitar 30 bahan utama yang digunakan perusahaan untuk membuat T-shirt. Pemakaian kain katun perusahaan berkisar 700-1000 kg/bulan, tergantung dari banyaknya permintaan pelanggan. Biaya pengiriman yang dikeluarkan ialah Rp20.000/pesanan. Rata-rata pemesanan perbulan ialah 900 kg. Pemesanan tersebut dilakukan perusahaan atas dasar sisa persediaan dan target produksi sehingga terkadang biaya pemesanan yang dikeluarkan menjadi sangat besar. Metode tersebut dinamakan try and error dan dinilai kurang efisien. Rata-rata frekuensi pemesanan perusahaan ialah 9-12 kali.. Dari kasus tersebut, peneliti mengevaluasi tingkat efektif dan efisien perusahaan dalam pengendalian persedian dan membandingkannya dengan penggunaan EOQ. Metode Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan data bersumber dari hasil wawancara dan laporan perusahaan. Perhitungan yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ). Hasil dan Biaya pemesanan yang dikeluarkan perusahaan ialah Rp20.000 tiap Pembahasan pembelian. Biaya penyimpanan berasal dari gaji pekerja gudang yaitu Rp8.400.000/bulan serta biaya listrik gudang, yaitu Rp566.165 pada tahun 2017 dan Rp739.125 pada tahun 2018. Sehingga total biaya penyimpanan ialah Rp8.988.115 pada tahun 2017 dan Rp9.139.125 pada tahun 2018. Total pembelian pada tahun 2017 ialah 9.760 kg dengan frekuensi pemesanan yaitu 122 kali, senilai Rp2.440.000. Adapun total pembelian pada tahun 2010 ialah 12.065 kg dengan frekuensi pemesanan yaitu 127 kali, senilai Rp2.540.000. Sehingga total biaya persediaan pada tahun 2017 ialah Rp11.406.115 dan pada tahun 2018 ialah Rp11.679.125. Dengan metode EOQ, didapatkan nilai EOQ pembelian ialah pada tahun 2017 sebesar 647.54 kg dengan frekuensi 14,87 atau 15 kali pemesanan dan pada tahun 2018 sebesar 809,19 kg dengan frekuensi 15,32 atau 15 kali pemesanan. Sehingga biaya pemesanan ialah Rp297.433,85 untuk tahun 2017 dan Rp306.478,13 untuk tahun 2018. Adapun biaya penyimpanan ialah Rp297.433,85 untuk tahun 2017 dan Rp306.478,13 untuk tahun 2018. Sehingga total biaya persediaan ialah Rp594.876,69 untuk tahun 2017 dan Rp612.956,26 untuk tahun 2108. Setelah menggunakan kedua metode, didapatkan total biaya persediaan pada tahun 2017 ialah Rp11.406.115 untuk biaya aktual dan Rp594.867,69 untuk biaya metode EOQ. Sedangkan total persediaan pada tahun 2017 ialah Rp11.679.125 untuk biaya aktual dan Rp612.956,26 untuk biaya metode EOQ. Selisih keduanya ialah Rp10.811.247,31 untuk tahun 2017 dan Rp11.066.168,74 untuk tahun 2018. Adapun persentase perbedaannya ialah 94,78% untuk tahun 2017 dan 94,75% untuk tahun 2018. Kesimpulan Metode yang digunakan perusahaan kurang efiesien karena memakan biaya yang besar dan frekuensi pembelian lebih dari 100 kali. Dengan metode EOQ perusahaan dapat mengeluarkan biaya persediaan dengan lebih efisien, yaitu 94,78% pada tahun 2017 dan 94,75% pada tahun 2018. Komentar Terdapat kekeliruan dari peneliti dalam menetapkan total biaya penyimpanan dengan metode EOQ. Menurut peneliti, biaya penyimpanan yang didapatkan hasilnya sama dengan biaya pemesanannya. Jika ingin membandingkan total biaya persediaan metode EOQ dengan metode perusahaan, maka biaya penyimpanan yang dihitung juga perlu disesuaikan. Pada metode perusahaan, biaya penyimpanan berasal dari gaji pekerja gudang dan biaya listrik. Gaji pekerja gudang merupakan biaya tetap yaitu Rp8.400.000/bulan, sedangkan biaya listrik merupakan biaya variabel yang besarnya tergantung penggunaan. Peneliti membagi total biaya penyimpanan aktual dengan total pembelian aktual lalu untuk dikalikan dengan total pembelian EOQ untuk mendapatkan total biaya penyimpanan EOQ. Dengan rumus perhitungan tersebut, peneliti juga masih salah dalam hasil perhitungannya. Seharusnya sebesar Rp594.869,096 untuk tahun 2017 dan Rp596.397,306 untuk tahun 2018. Menurut saya rumus perhitungan yang digunakan peneliti keliru. Peneliti menganggap dengan membagi total biaya penyimpanan aktual dengan total pembelian aktual akan menghasilkan biaya penyimpanan per kg. Namun peneliti tidak mempertimbangkan bahwa biaya penyimpanan terdiri dari gaji pekerja yang merupakan biaya tetap sehingga rumus tersebut tidak dapat digunakan. Pada data biaya listrik, perubahan biaya listrik yang ada dikarenakan electricity rates. Hal tersebut sesuai dengan rumus biaya listrik perusahaan, yaitu number of lamps x the amount of wattage used (in kwh) x lights on per day x electricity rates. Electricity rates pada tahun 2017 ialah Rp1034 dan pada tahun 2018 ialah Rp1.352. Nilai tersebut kemudian dibagi dengan biaya pembelian aktual lalu dikalikan biaya pembelian EOQ. Setelah itu dikalikan dengan variabel lain pada rumus biaya listrik, yaitu 1,5. Jadi biaya listrik yang seharusnya ialah Rp102,9/hari atau Rp37.559/tahun untuk tahun 2017 dan Rp156/hari atau Rp49.646/tahun. Oleh karena itu, total biaya penyimpanan yang seharusnya ialah Rp8.437.559 untuk tahun 2017 dan Rp8.449.646 untuk tahun 2018. Sehingga total biaya persediaan EOQ yang seharusnya ialah Rp8.437.559 untuk tahun 2017 dan Rp8.756.124 untuk tahun 2018.