Anda di halaman 1dari 3

REVIEW JURNAL PENGENDALIAN PERSEDIAAN

Nama Reviewer Azzah Fadiyah


NIM D071191036
Nama Penulis Rorim Panday dkk.
Cost and Quantity Inventory Analysis in the Garment Industry: A Case
Judul Jurnal
Study
Tahun Terbit 2020
Publisher Jurnal International Journal of Advanced Science and Technology

Pendahuluan Perusahaan WKB koveksi adalah perusahaan bisnis mikro yang


bergerak pada bisang fashion di Jakarta dan didirikan sejak tahun 2013.
Perusahaan ini membuat baju dan celana berbagai tipe serta model
sesuai dengan permintaan pelanggan (job order). Penelitian ini
membahas sekitar 30 bahan utama yang digunakan perusahaan untuk
membuat T-shirt. Pemakaian kain katun perusahaan berkisar 700-1000
kg/bulan, tergantung dari banyaknya permintaan pelanggan. Biaya
pengiriman yang dikeluarkan ialah Rp20.000/pesanan. Rata-rata
pemesanan perbulan ialah 900 kg. Pemesanan tersebut dilakukan
perusahaan atas dasar sisa persediaan dan target produksi sehingga
terkadang biaya pemesanan yang dikeluarkan menjadi sangat besar.
Metode tersebut dinamakan try and error dan dinilai kurang efisien.
Rata-rata frekuensi pemesanan perusahaan ialah 9-12 kali.. Dari kasus
tersebut, peneliti mengevaluasi tingkat efektif dan efisien perusahaan
dalam pengendalian persedian dan membandingkannya dengan
penggunaan EOQ.
Metode Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan data bersumber
dari hasil wawancara dan laporan perusahaan. Perhitungan yang
dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode Economic Order
Quantity (EOQ).
Hasil dan Biaya pemesanan yang dikeluarkan perusahaan ialah Rp20.000 tiap
Pembahasan pembelian. Biaya penyimpanan berasal dari gaji pekerja gudang yaitu
Rp8.400.000/bulan serta biaya listrik gudang, yaitu Rp566.165 pada
tahun 2017 dan Rp739.125 pada tahun 2018. Sehingga total biaya
penyimpanan ialah Rp8.988.115 pada tahun 2017 dan Rp9.139.125
pada tahun 2018. Total pembelian pada tahun 2017 ialah 9.760 kg
dengan frekuensi pemesanan yaitu 122 kali, senilai Rp2.440.000.
Adapun total pembelian pada tahun 2010 ialah 12.065 kg dengan
frekuensi pemesanan yaitu 127 kali, senilai Rp2.540.000. Sehingga
total biaya persediaan pada tahun 2017 ialah Rp11.406.115 dan pada
tahun 2018 ialah Rp11.679.125. Dengan metode EOQ, didapatkan
nilai EOQ pembelian ialah pada tahun 2017 sebesar 647.54 kg dengan
frekuensi 14,87 atau 15 kali pemesanan dan pada tahun 2018 sebesar
809,19 kg dengan frekuensi 15,32 atau 15 kali pemesanan. Sehingga
biaya pemesanan ialah Rp297.433,85 untuk tahun 2017 dan
Rp306.478,13 untuk tahun 2018. Adapun biaya penyimpanan ialah
Rp297.433,85 untuk tahun 2017 dan Rp306.478,13 untuk tahun 2018.
Sehingga total biaya persediaan ialah Rp594.876,69 untuk tahun 2017
dan Rp612.956,26 untuk tahun 2108. Setelah menggunakan kedua
metode, didapatkan total biaya persediaan pada tahun 2017 ialah
Rp11.406.115 untuk biaya aktual dan Rp594.867,69 untuk biaya
metode EOQ. Sedangkan total persediaan pada tahun 2017 ialah
Rp11.679.125 untuk biaya aktual dan Rp612.956,26 untuk biaya
metode EOQ. Selisih keduanya ialah Rp10.811.247,31 untuk tahun
2017 dan Rp11.066.168,74 untuk tahun 2018. Adapun persentase
perbedaannya ialah 94,78% untuk tahun 2017 dan 94,75% untuk tahun
2018.
Kesimpulan Metode yang digunakan perusahaan kurang efiesien karena memakan
biaya yang besar dan frekuensi pembelian lebih dari 100 kali. Dengan
metode EOQ perusahaan dapat mengeluarkan biaya persediaan dengan
lebih efisien, yaitu 94,78% pada tahun 2017 dan 94,75% pada tahun
2018.
Komentar Terdapat kekeliruan dari peneliti dalam menetapkan total biaya
penyimpanan dengan metode EOQ. Menurut peneliti, biaya
penyimpanan yang didapatkan hasilnya sama dengan biaya
pemesanannya. Jika ingin membandingkan total biaya persediaan
metode EOQ dengan metode perusahaan, maka biaya penyimpanan
yang dihitung juga perlu disesuaikan. Pada metode perusahaan, biaya
penyimpanan berasal dari gaji pekerja gudang dan biaya listrik. Gaji
pekerja gudang merupakan biaya tetap yaitu Rp8.400.000/bulan,
sedangkan biaya listrik merupakan biaya variabel yang besarnya
tergantung penggunaan. Peneliti membagi total biaya penyimpanan
aktual dengan total pembelian aktual lalu untuk dikalikan dengan total
pembelian EOQ untuk mendapatkan total biaya penyimpanan EOQ.
Dengan rumus perhitungan tersebut, peneliti juga masih salah dalam
hasil perhitungannya. Seharusnya sebesar Rp594.869,096 untuk tahun
2017 dan Rp596.397,306 untuk tahun 2018. Menurut saya rumus
perhitungan yang digunakan peneliti keliru. Peneliti menganggap
dengan membagi total biaya penyimpanan aktual dengan total
pembelian aktual akan menghasilkan biaya penyimpanan per kg.
Namun peneliti tidak mempertimbangkan bahwa biaya penyimpanan
terdiri dari gaji pekerja yang merupakan biaya tetap sehingga rumus
tersebut tidak dapat digunakan. Pada data biaya listrik, perubahan
biaya listrik yang ada dikarenakan electricity rates. Hal tersebut sesuai
dengan rumus biaya listrik perusahaan, yaitu number of lamps x the
amount of wattage used (in kwh) x lights on per day x electricity rates.
Electricity rates pada tahun 2017 ialah Rp1034 dan pada tahun 2018
ialah Rp1.352. Nilai tersebut kemudian dibagi dengan biaya pembelian
aktual lalu dikalikan biaya pembelian EOQ. Setelah itu dikalikan
dengan variabel lain pada rumus biaya listrik, yaitu 1,5. Jadi biaya
listrik yang seharusnya ialah Rp102,9/hari atau Rp37.559/tahun untuk
tahun 2017 dan Rp156/hari atau Rp49.646/tahun. Oleh karena itu, total
biaya penyimpanan yang seharusnya ialah Rp8.437.559 untuk tahun
2017 dan Rp8.449.646 untuk tahun 2018. Sehingga total biaya
persediaan EOQ yang seharusnya ialah Rp8.437.559 untuk tahun 2017
dan Rp8.756.124 untuk tahun 2018.

Anda mungkin juga menyukai