1. KISAH 3 BRAHMANA
Tersebutlah seorang brahmana yang memiliki 3 putra, pada ashram sebelahnya, seorang brahmana
lain memiliki satu putri yang cantik dan baik pekertinya. Semenjak kecil mereka berempat berteman.
Menginjak remaja ke 3 brahmana jatuh hati pada putri tersebut, namun hanya disimpat rapat-rapat di
dalam hati masing-masing (cindaha). Ketika mereka menginjak akil balik, si putri jatuh sakit, segala
upaya dilakukan untuk kesembuhannya, namun apa daya akhirnya si putri meninggal. Maka akhirnya
para brahmana muda membuat keputusan, mereke bertiga berbagi peran. Si sulung pergi belajar ilmu
hingga mampu menghidupkan kembali si putri, yang menengah bertugas menyampaikan kepada
semua handai taulan tentang peristiwa duka yang menimpa si putri, sedangkan yang bungsu bertugas
menemani si putri di rumah duka serta menjaga dengan setia siang dan malam.
Pertanyaannya adalah : siapa di antara ke 3 brahmana muda tersebut yang berhak menjadi suami si
putri? Dan berikan alasannya!
3. KISAH NARAKUSUMA
Tersebutlah 5000an tahun yang lalu di tanah Bharatawarsa (India saat ini) hidup seorang pertapa yang
bijak, namun mukanya sangat buruk, memiliki putri yang sangat cantik bernama Satyawati. Sang
Bhagawan sangat menyayangi putri semata wayangnya. Pada suatu ketika pangeran yang bernama
Narakusuma dari kerajaan Mandaraka berburu ke hutan dan bertemu dengan Satyawati, dan mereka
saling jatuh cinta dan mendapat restu ayahanda sang putri untuk menikah. Mereka hidup sementara di
pasraman. Suatu ketika saat sang Narakusuma makan nasi, membilang nasinya ada 1 latah (gabah),
namun diperiksa beberapa kali, tidak ketemu. Akhirnya diceritakan pada ayahnya perihal tsb.
Makhlumlah ayahnya bahwa Sang Narakusuma merasa malu mempunyai mertua yang buruk muka
(spt raksasa). Akhirnya bertanya sang ayah kepada putrinya : “Nak apa yang terjadi jika ayah atau
suamimu pergi”, jawab sang putri. Jika ayah tidak ada aku akan sedih setengah mati, sedangkan jika
suamiku yang pergi aku tidk bisa hidup. Akhirnya sang ayah mengerti pada jawaban putrinya, bahwa
harus dia yang mengalah. Setelah menyatukan sabda, bayu dan idep, akhirnya sang Bhagawan muksa,
namun sebelumnya memberi anugrah kepada Sang narakususma berupa “ajian candra bairawa”
kesaktian yang tidak bisa dibunuh jika darahnya menetes ke tanah. Dalam Mahabharata Sang
Bhagawan berinkarnasi menjadi Prabhu Yudisthira dan Sang Narakusuma berubah nama menjadi
Prabu Salya (Salya = menikahi putrinya, namun mertuanya tidak disukai). Salya adalah paman dari
Nakula-Sahadewa, Salya tewas di tangan Yudishtira dengan tombah Kalimusadha.
Apa nilai yang bisa diambil?