Anda di halaman 1dari 3

Nama: Mustafa Ramadhan S

NIM : 2002112851

Bencana Yang Pernah Terjadi di Daerah Asal

Pekanbaru

Karhutla dan Bencana Kabut Asap

Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu keadaan di mana hutan dan lahan dilanda api,
sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan lahan yang menimbulkan kerugian ekonomis dan
atau nilai lingkungan. Kebakaran hutan dan lahan seringkali menyebabkan bencana asap yang
dapat mengganggu aktivitas dan kesehatan masyarakat sekitar.

Pada Januari 2018, ada sekitar 5.776,46 hektare hutan dan lahan yang terbakar di seluruh
Riau.

Sejak awal tahun 2016 hingga 2018, Riau sebagai langganan karhutla bisa terbebas dari
bencana asap. Kebakaran tetap ada tapi tidak sampai mengubah kualitas udara jadi berbahaya.

Memasuki awal tahun 2019, kebakaran secara masif terjadi di daerah pesisir Riau, seperti
Kepulauan Meranti, Pulau Rupat, Bengkalis, dan Rokan Hilir. Kala itu kabut asap tipis mulai
menyelimuti Kota Dumai karena jaraknya dekat dengan daerah tersebut.

Menjelang puasa hingga Lebaran Idul Fitri, turunnya hujan membantu pemadaman di
lokasi kebakaran. Kekhawatiran terjadinya bencana asap mulai reda.

Namun, Pemerintah Provinsi Riau diduga lengah menghadapi kemarau panjang pada
awal Juli meskipun sudah berulang kali diingatkan BMKG dan BNPB.

Apa yang ditakutkan terjadi. Pertengahan Juli, kabut asap hasil karhutla di Pelalawan dan
Siak serta daerah pesisir lainnya mulai masuk ke Pekanbaru. Jarak pandang mulai terbatas dan
masyarakat mulai meggunakan masker.

Pemerintah Riau menyikapi ini dengan membuat pernyataan yang membuat masyarakat,
khususnya warganet berang. Gubernur Riau Syamsuar menyatakan kabut asap belum
mengkhawatirkan dan masih bisa ditanggulangi dengan cepat.

Beberapa hari setelah ucapan gubernur itu, kabut asap makin pekat. Jarak pandang yang
awalnya dari lima kilometer terus menurun hingga mencapai 200 meter pada pagi hari.

Satu persatu sekolah mulai diliburkan. Awalnya hanya satu hari dan kemudian
berlangsung hampir sebulan. Perguruan tinggi juga meliburkan mahasiswa karena kualitas udara
berdasarkan alat ISPU sudah berada di level berbahaya.
Puluhan ribu orang terjangkit inpeksi saluran pernapasan akut. Beberapa di antaranya
bahkan pingsan dan sesak nafas ketika beraktivitas di sekolah.

Satu persatu organisasi dan partai politik mendirikan posko kesehatan. Begitu juga
dengan pemerintah, meskipun agak telat, menjadi Puskesmas dan rumah sakit daerah serta
swasta sebagai posko kesehatan.

Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru akhirnya terimbas. Setiap hari, ada saja
kedatangan ataupun keberangkatan pesawat ditunda dari waktu semula karena kabut asap yang
menghalangi pandangan pilot.

Beberapa maskapai akhirnya memutuskan meniadakan penerbangan selama kabut asap


masih pekat. Maskapai lain masih beroperasi meskipun akhirnya terganggu karena cuaca dan
kabut asap tak bersahabat.

Keadaan ini membuat Presiden Joko Widodo akhirnya ke Riau selama dua hari. Dalam
rapat terbatas di Novotel, Jalan Riau, sejumlah pejabat kena semprot karena sudah berulang kali
diingatkan agar tidak lengah.

Usai kunjungan Jokowi ini, sejumlah pejabat dari berbagai institusi berlomba-lomba
menyatakan keadaan Riau sudah aman dan langitnya sudah biru.

Kala itu, tagar langitbiru berbondong-bondong dibuat warganet sebagai sindiran atas
ucapan pejabat yang menyebut karhutla dan kabut asap di Riau sudah tuntas. Mereka marah
karena keadaan sebenarnya tidak demikian.

Kondisi kabut asap di Riau ini juga membuat Kapolda Riau kala itu, Irjen Widodo Eko
Prihastopo dicopot. Dia dinilai gagal mengantisipasi karhutla meskipun sejumlah perwira di
Polda Riau membantah hal tersebut.

Penderitaan masyarakat Riau karena kabut asap ini berakhir menjelang akhir September
2019. Musim hujan datang dan membasahi semua areal kebakaran sehingga membantu kerja
petugas. Kabut asap hilang.

Tahun depan, BMKG kembali memprediksi Riau diterpa kemarau lebih panjang dari
tahun ini. Musim kemarau kering disebut berlangsung tujuh bulan.

Upaya yang bisa dilakukan utuk menanggulangi karhutla dan kabut asap ini:
1. Hindari membakar sampah di lahan atau hutan, terutama saat angin kencang. Angin yang
bertiup kencang akan berisiko menyebarkan kobaran api dengan cepat dan menyebabkan
kebakaran.
2. Berikan jarak tempat pembakaran sampah dari bangunan sekitar 50 kaki dan sejauh 500
kaki dari hutan. Hal itu untuk menghindari risiko api menjalar ke tempat yang tidak
diinginkan.
3. Tidak membuang puntung rokok sembarangan di area hutan atau lahan, apalagi jika masih
menyala yang berisiko memicu terjadinya kebakaran.
4. Tidak membuat api unggun di area yang rawan terjadi kebakaran.
5. Setelah selesai melakukan pembakaran, pastikan untuk mengecek api sudah benar-benar
padam sebelum meninggalkan tempat itu. Perhatikan juga tidak ada barang-barang yang
mudah terbakar di sekitarnya.
6. memberikan peringatan agar tidak sembarangan membakar sampah atau rumput di sekitar
hutan, apalagi saat angin kencang di musim kemarau.
7. Penting untuk melakukan konsolidasi dan koordinasi seluruh pihak untuk bersama-sama
mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
Dukungan juga penting, seperti bantuan dana untuk kelompok masyarakat yang peduli
akan pencegahan dan penanggulangan ‘karhutla’, namun tidak memiliki dana dalam
pelaksanaan kegiatannya.
8. Membuatkan sekat-sekat kanal untuk pengaturan hidrologi air pada lahan gambut. Dengan
begitu tanahnya jadi lembap dan basah sehingga tidak mudah terbakar, terutama saat
musim kemarau.
9. Deteksi kebakaran sejak awal dengan mendirikan menara pengawas ataupun pos jaga
lengkap dengan teropong dan alat komunikasi. Juga, menyimak informasi data
satelit/cuaca di area hutan sehingga dapat mencegah terjadinya kebakaran besar.
10. Menyiapkan peralatan untuk memadamkan api jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran
hutan ataupun lahan.
11. Menyediakan tempat penampungan air di titik-titik rawan kebakaran untuk mempermudah
mencari air jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran.
12. Menyediakan tempat penampungan air di titik-titik rawan kebakaran untuk mempermudah
mencari air jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran.
13. Siap siaga jika terjadi kebakaran. Segera memberitahu warga dan pihak-pihak terkait
untuk penanganan lebih lanjut.
14. Penyuluhan ke masyarakat yang tinggal di dekat hutan. Hal ini untuk meningkatkan
kesadaran dan kepedulian mereka akan bahaya kebakaran hutan/lahan yang berdampak
buruk bagi banyak pihak.
15. Melakukan patroli dan pengawasan rutin pada tempat-tempat yang memang rawan terjadi
kebakaran, terutama saat musim kemarau.

Anda mungkin juga menyukai