MUAMALAH Dikonversi
MUAMALAH Dikonversi
MUAMALAH
Disusun Oleh :
SUAIBAH (2112000048)
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Pembuatan makalah ini diharapkan dapat menjadi salah satu wadah pembelajaran
dalam menimba ilmu utamanya dalam mata kuliah Bahasa Indonesia terkhusus
pada penggunaan huruf, penulisan huruf, penulisan tanda baca dan cara-cara
mengutip.
Pada kesempatan ini kami membuka diri untuk menerima kritik dan saran
yang berguna untuk perbaikan dalam makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan pengetahuan dalam proses pembelajaran utamanya dalam
penggunaan ejaan Bahasa Indonesia yang benar.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................1
C. Tujuan Penulisan......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2
A. Pengertian Muamalah...............................................................................2
E. Tujuan Muamalah....................................................................................10
A. Kesimpulan.............................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13
iv
BAB I
PENDAHULUAN1
A. Latar Belakang
1
http://eprints.uny.ac.id/21866/3/BAB%20I.pdf. Diakses pada 23 November 2021
1
2
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian fiqih mu’amalah.
2. Untuk mengetahui konsep dasar dan prinsip hukum fiqih mu’amalah.
3. Untuk mengetahui pembagian dan ruang lingkup dalam fiqih mu’amalah.
BAB II
PEMBAHASAN
.A. Pengertian Fiqih Mu’amalah
Fiqh mu’amalah terdiri atas dua kata, yaitu fiqh dan mu’amalah. Agar
definisi fiqh mu’amalah jelas, terlebih dahulu kita uraikan sekilas tentang
pengertian fiqh . Fiqh Menurut etimologi (bahasa), fiqh adalah ()مهفال
(paham), seperti pernyataan: (ّ( )هقف ّردالت سsaya paham pelajaran itu). Arti
ini,
antara lain, sesuai dengan arti fiqh dalam salahsatu hadits yang
diriwayatkan
oleh Imam Bukhari: ࣰ
ْري خاهبالدر ْينم ْن ّيدالىف ْهyang siapa “Barang artinya
ّهقفي
dikehendaki Allah menjadi orang yang baik disisi-Nya, niscaya diberikan
kepada-Nya pemahaman (yang mendalam) dalam pengetahuan agama.”.
Menurut terminologi, fiqh pada mulanya berarti pengetahuan
keagamaan yangmencakup seluruh ajaran agama, baik berupa aqidah,
akhlak, maupun amaliah (ibadah),yakni sama dengan arti Syariah
Islamiyah. Namun, pada perkembangan selanjutnya, fiqhdiartikan sebagai
bagian dari syariah Islamiyah, yaitu pengetahuan tentang hukum syariah
Islamiyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa
dan berakal sehat yang diambil dari dalil-dalil yang terinci.
Muamalah adalah sebuah hubungan manusia dalam interaksi sosial
sesuai syariat, Rukun dan syarat sahnya jual beli menurut mazhab Hanafi
hanya sebatas ijab dan qabul saja. Maka dari itu, yang menjadi rukun
dalam jual beli itu hanyalah kerelaan antara kedua belah pihak untuk
berjual beli. Namun jika mempertimbangkan penjelasan dari ulama secara
lebih luas, maka rukun dan syarat sahnya jual beli menurut mazhab Hanafi
hanya sebatas ijab dan qabul saja. Maka dari itu, yang menjadi rukun
dalam jual beli itu hanyalah kerelaan antara kedua belah pihak untuk
berjual beli.
3
4
2. Sighat
Adapun sighat yaitu ijab dan qabul seperti perkataan penjual, “saya
jual kepadamu atau saya serahkan kepadamu.” Dan perkataan pembeli,
“saya terima atau saya beli.” Tidak sah serah terima sebagaimana yang
bisa berlangsung dikalangan masyarakat, karena tidak ada sighat (ijab
kabul). Ibnu Syurairah berkata, “serah terima adalah sah mengenai
barang- barang dagangan yang remeh (tak berharga) dan biasa dilakukan
orang- orang. Ini adalah pendapat Ar-Ruyani dan lainnya. Sighat tentu
juga menjadi syarat sahnya proses pembelian properti dalam hukum KPR
syariah. Dalam dokumen Standar Produk Perbankan Syariah Murabahah
terbitan Otoritas Jasa Keuangan, disebutkan bahwa proses KPR syariah
melibatkan Sighat al-'Aqad berupa ijab dan kabul. Syarat dalam ijab dan
kabul ini meliputi:
Jala'ul ma'na yaitu tujuan yang terkandung dalam pernyataan itu jelas,
sehingga dapat dipahami jenis akad yang dikehendaki.
Tawafuq yaitu adanya kesesuaian antara ijab dan kabul.
Jazmul iradataini yaitu antara ijab dan kabul menunjukkan kehendak
para pihak secara pasti, tidak ragu, dan tidak terpaksa.
3. Ada Barang yang Dibeli
Rukun jual beli dalam Islam berikutnya adalah harus ada ma’qud
‘alaih alias barang yang dibeli. Tidak sekedar harus adanya barang,
namun juga dalam Islam diatur kriteria bahwa barang yang
diperjualbelikan harus mempunyai manfaat. Tujuannya agar pihak yang
membelinya tidak merasa dirugikan. Pengertian manfaat ini, tentu saja
bersifat relatif, karena pada dasarnya setiap barang mempunyai manfaat.
Oleh karenanya, untuk mengukur kriteria kemanfaatan ini hendaknya
memakai kriteria agama.
2
http://repo.iain-tulungagung.ac.id/8823/5/BAB%20II.pdf, diakses pada 23 November
2021
Selain berpedoman pada Alquran, dasar hukum jual beli dalam Islam
juga merujuk pada Al-Sunnah. Artinya, Al-Sunnah adalah segala sesuatu
yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW dalam bentuk ucapan,
perbuatan, dan penetapan yang baik menurut hukum syar’i. Dasar hukum
jual beli sesuai hadits Rasulullah SAW disampaikan Abdullah bin Umar
RA yang berkata, “Seorang laki-laki bercerita kepada Rasulullah SAW
bahwa dia ditipu orang dalam hal jual beli. Maka beliau bersabda,
“Apabila engkau berjual beli, maka katakanlah,‛tidak boleh ada tipuan”.
Ini dari pengertian rukun jual beli adalah suatu perjanjian tukar-
menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela antara
kedua belah pihak. Satu pihak menerima benda-benda dan pihak lain
menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang
dibenarkan syara’ dan disepakati. Sesuai dengan ketetapan hukum syara’,
maka barang yang diperjualbelikan harus memenuhi persyaratan-
persyaratan, rukun-rukun dan hal-hal lain yang berkaitan dengan jual beli
sehingga bila syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak
sesuai dengan kehendak syara’. Adapun barang-barang yang tidak boleh
diperjualbelikan diantaranya:
3
http://eprints.radenfatah.ac.id/133/2/BAB%20II.pdf, Diakses Pada 23 November 2021
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
12
DAFTAR PUSTAKA
13