Bisnis Dalam Pandangan Islam
Bisnis Dalam Pandangan Islam
MAKALAH
DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH :
RIZA SYARIFUDDIN
(NIM: 210201004)
SRI WAHYUNI
(NIM: 2102010017)
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala berkat rahmat
dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan judul
“Bisnis dalam Pandangan Islam”. Tidak lupa pula kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya. Serta Penyusun juga sangat
berterimakasih kepada ibu Andi Bisyriani, SH., M.E selaku dosen mata kuliah
Sistem Ekonomi Islam yang telah memberikan arahan kepada kami. Penyusun
sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Pinrang, 25 Maret 2023
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian jual beli dalam Islam?
2. Bagaimana rukun dan syarat jual beli?
3. Bagaimana landasan hukum jual beli?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian jual beli dalam Islam.
2. Mengetahui rukun dan syarat jual beli.
3. Mengetahui apa saja landasan hukum jual beli.
1
Ahmad Wardi Muslich, Fikih Muamalah (Cet. I; Jakarta : Amzah, 2010, h. 173
2
Sayyid Sabiq, Alih Bahasa Oleh, Kamaluddin A. Marzuki, Fikih Sunnah,Alma’rif
(Bandung: T.p, 1997), h. 47
1
II PEMBAHASAN
Jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang
yang mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, dimana
pihak yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerima sesuai
dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan secara syara’ dan
disepakati. Sesuai dengan ketetapan hukum, maksudnya ialah memenuhi
persyaratan, rukun-rukun dan hal-hal lain yang ada kaitanya dengan jual beli,
sehingga bila syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai
dengan kehendak syara’.3
2
kebutuhan pokok (primer), kebutuhan tambahan (sekunder) dan kebutuhan
tersier.
Suatu akad jual beli di katakan sebagai jual beli yang sah apabila jual
beli itu disyariatkan, memenuhi rukun dan syarat sah yang di tentukan, bukan
milik orang lain, tidak tergantung pada hak khiyar (pilihan). Sebaliknya jual
5
Yazid Afandi, Fikih Muamalah: Implementasi dalam lembaga keuangan syari’ah
(Yogyakarta: logung pustaka, 2009), h. 53.
3
4
beli dikatakan batal apabila salah satu rukun atau seluruh rukunnya tidak
terpenuhi, atau jual beli itu pada dasarnya tidak disyariatkan, seperti jual beli
yang di lakukan anak kecil, orang gila, atau barang yang di jual itu barang-
barang yang di haramkan oleh syara’, seperti bangkai, darah, babi, dan
khamar.6 Akan tetapi, dewasa ini, masyarakat melakukan transaksi jual beli
dengan menghalalkan segala cara hanya untuk meraup keuntungan yang besar
tanpa memperhatikan apakah transaksi jual beli yang diakukannya sudah
sesuai apa yang telah disyariatkan atau tidak.
Sebagai salah satu dasar jual beli, rukun dan syarat merupakan hal
yang terangat penting, sebab tanpa rukun dan syarat maka jual beli tersebut
tidak sah hukumnya. Oleh karena itu Islam telah mengatur tentang rukun dan
syarat jual beli itu, antara lain.
6
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 121-122.
7
Rachat Syafei, Fiqih Muamalah (Cet. IV; Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 76
5
Dari ketiga rukun jual beli yantg telah penulis uraikan di atas
masing-masing mempunyai persyaratan sebagai berikut :
Para ulama sepakat bahwa orang yang melakukan aqad jual beli
(penjual dan pembeli) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
1) Baligh
Baligh berarti sampai atau jelas, yakni anak-anak yang
sudah sampai pada usia tertentu yang menjadi jelas baginya segala
urusan atau persoalan yang dihadapi. Pikirannya telah mampu
mempertimbangkan atau memperjelas mana yang baik dan mana
yang buruk.
Jual beli yang dilakukan anak kecil yang belum berakal dan
orang gila hukumnya tidak sah adapun anak kecil yang mumayyiz,
menurut ulama Hanafiah, jika akad yang dilakukan membawa
keuntungan bagi dirinya, maka akadnya sah. 8 Jumhur ulama
berpendapat bahwa orang yang melakukan akad jual beli harus
baligh dan berakal, bila orang yang berakad itu belum baligh,
maka jual belinya tidak sah, sekalipun mendapat izin dari
walinya.9
Bahwa jual beli diperintahkan dalam Islam, namun bukan
berarti jual beli boleh dilakukan siapa saja, melainkan mempunyai
syarat-syarat tertentu, seperti dijelaskan dalam hadis: orang yang
tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia dewasa, dan orang
gila hingga ia berakal (sembuh dari gilanya). Maksud tiga perkara
ini adalah sahnya dalam jual beli, apabila penjual dan pembeli
dalam keadaan sadar, tidak tidur, anak yang sudah cukup umur,
karena apabila diperbolehkannya anak kecil melakukan jual beli,
8
Nasrun Haroen, Op.Cit, h. 115
9
Ahmad Wardi Muslich, Op.Cit. h. 188
6
10
Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam (Jakarta: Rieneka Cipta, 1992), h. 401
11
Ahmad Wardi Muslich, Op.Cit. h. 189
7
b. Hadits
Hadis yang menerangkan tentang jual beli yaitu :
16
Abdullah Bin Muhammad dan Alu Syikh, Tafsir Ibnu Katsir (Kairo: Pustaka Imam,
1994), h. 548
17
Dapatemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Bandung: CV. Diponegoro,
2000), h. 48
18
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an (Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 342
10
19
Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah (Bandung: Al Ma’arif, 1987), h. 46
20
H. M. Daud Ali, Asas-Asas Hukum Islam (Jakarta: Rajawali Press, 1991), h. 144
12
III KESIMPULAN
1. Jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang
mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, dimana pihak
yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerima sesuai dengan
perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan secara syara’ dan disepakati.
Sesuai dengan ketetapan hukum maksudnya ialah memenuhi persyaratan,
rukun-rukun dan hal-hal lain yang ada kaitanya dengan jual beli, sehingga
bila syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan
kehendak syara’.
2. Rukun dan Syarat jual beli, yaitu :
a. Rukun:
1) Adanya Penjual dan pembeli
2) Adanya barang yang diperjual belikan
3) Sighat (kalimat ijab kabul)
b. Syarat :
1) Baliq
2) Tidak pemboros
3) Berkehendak sendiri
3. Landasan jukum jual beli, yaitu :
a. Al-Qur’an
Jual beli didasarkan pada Firman Allah Q.S. An-Nisa ayat 29.
Dengan terjemahan: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka diantara kamu.
b. Hadits
Dari Jabir bin Abdullah r.a bahwasanya ia mendengar Rasululloh
bersabda pada tahun kemenangan di Mekah: Sesungguhnya Allah dan
Rasul-Nya mengharamkan menjual minuman yang memabukkan
(Khamr), bangkai, babi dan berhala. Lalu ada orang bertanya, “ya,
13
Rasululloh bagai manakah tentang lemak bangkai, karena dipergunakan
mengecat
14
15