Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PELEMBAGAAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA


Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : S. Perbankan Syariah
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Muslimin Kara,M.Ag.

Oleh :

DEA ANANDA (90100121084)


EKIS C

JURUSAN EKONOMI ISLAM


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “pelembagaan perbankan
syariah di indonesia”. Tak lupa juga kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk
dosen pembimbing kami, bapak Prof. Dr. H. Muslimin Kara,M.Ag. yang telah memberikan kami
bimbingan, dorongan, sekaligus motivasi dalam penyusunan makalah ini sehingga dapat
terselesaikan dengan baik.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu kami menerima segala saran
dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga apa yang kami
harapkan dapat dicapai dengan sempurna. Aminn

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ..................................................................................................................ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 4
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................................................... 4
B. Rumusan masalah .................................................................................................................. 4
C. Tujuan ..................................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................
A. Perkembangan lembaga keuangan syari'ah di indonesia ...................................................... 6
B. Pengertian lembaga keuangan syari'ah .................................................................................. 8
C. Bagian-bagian lembaga perbankan syariah di indonesia baik bank maupun non bank ...... 10
D. Konsep kelembagaan syari’ah ............................................................................................ 12
E. Kesesuaian lembaga keuangan syari'ah dengan ketentuan islam ....................................... 13
BAB III PENUTUP ........................................................................................................................
A. Kesimpulan .......................................................................................................................... 16
B. Saran ..................................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Lembaga Keuangan Syariah (LKS) saat ini telah ada dan berkembang dengan
cukup pesat. Telah banyak varian dari LKS diseluruh Indonesia dan termasuk pula adalah
Bank Syariah. LKS merupakan lembaga keuangan yang beroperasional dan berjalan
dengan prinsip syariah Islam. Prinsip syariah Islam ini berbeda dari perbankan atau
lembaga keuangan konvensional. LKS sebagai lembaga keuangan dengan prinsip syariah
awalnya hadir sebagai pilihan sekaligus solusi untuk muslim yang ingin terhindar dari
praktek bank atau lembaga keuangan konvensional yang menggunakan system ribawi
namun akhirnya juga dapat menjadi pilihan bagi selain umat muslim.
Penyelenggaraan LKS berarti wajib bertanggung jawab secara syariah untuk
menjaga tidak hanya agar praktek dalam LKS itu bebas riba saja tapi juga harus bebas dari
unsur unsur maysir/ judi dan Ghoror/spekulasi/judi. Islam memerintahkan untuk menjauhi
hal hal tersebut karena hal tersebut dianggap sebagai berbuat zhalim atau kerusakan
Penyelenggara LKS dituntut memiliki tidak hanya visi bisnis an sich yang bertujuan
mengeruk laba yang setinggi tingginya dengan mengesampingkan syariah namun juga
harus memiliki visi syariah. Proses agar LKS tentap berada dalam prinsip prinsip syariah
ketika beroperasional menjadi tanggung jawab bersama antara lain pengelola LKS dan
institusi negara yang ditunjuk untuk melakukan proses dan prosedur agar LKS tetap dalam
koridor yang seharusnya dan tidak melakukan hilah/trik hanya sekedar kamuflase
berkedok syariah dalam parktek dan operasionalnya 1

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka sub masalah yang akan dibahas
adalah:
1) Bagaimanakah Perkembangan lembaga keuangan syari'ah di indonesia?
2) Apakah Pengertian lembaga keuangan syari'ah?
3) Apakah Bagian-bagian yang termasuk dalam lembaga keuangan syari'ah baik
bank maupun non bank di indonesia
4) Bagaimana konsep kelembagaan syari'ah

1 Budiono, A. (2017). Penerapan prinsip syariah pada lembaga keuangan syariah. Law and Justice, 2(1), 54-65.
4
5) Bagaimana Kesesuaian lembaga keuangan syari'ah dengan ketentuan islam
C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka sub masalah yang akan dibahas
adalah: Mendeskripsikan pengertian dari manajemen koordinasi
1) Mendeskripsikan Perkembangan lembaga keuangan syari'ah di indonesia
2) Mendeskripsikan Pengertian lembaga keuangan syari'ah
3) Mendeskripsikan Bagian-bagian yang termasuk dalam lembaga keuangan syari'ah
baik bank maupun non bank di indonesia
4) Mendeskripsikan konsep kelembagaan syari'ah
5) Mendeskripsikan Kesesuaian lembaga keuangan syari'ah dengan ketentuan islam

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan lembaga perbankan syariah di indonesia


Lembaga perbankan dan keuangan syariah saat ini juga berkembang dengan pesat.
Perkembangan lembaga perbankan dan keuangan di Indonesia diawali dengan berdirinya
Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1991 dan beroperasi secara efektif pada tahun
1992. Indonesia terbilang terlambat dalam mengembangkan lembaga keuangan syariah
dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia yang telah mendirikan Bank Islam
semenjak tahun 1983.
Namun, hal ini bukan tanpa ada sebab. Keinginan untuk mendirikan lembaga
perbankan dan keuangan syariah di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak lama, terutama
pada pada tahun 1970-an, ketika didirikannya Islamic Development Bank(IDB) pada tahun
1975 oleh negara-negara Organisasi Konferensi Islam, termasuk Indonesia di dalamnya.
Berdirinya IDB ini, telah memotivasi banyak negara Islam untuk mendirikan lembaga
keuangan syariah. Sejak itu, bank-bank syariah bermunculan di Mesir, Sudan, negara-
negara teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh dan Turki (Antionio, 2001) Pada saat
itu, bank syariah belum bisa didirikan di Indonesia, karena kondisi politik yang tidak
kondusif. Pendirian bank syariah diidentikkan dengan masalah ideologi dan dikaitkan
dengan konsep negara Islam sehingga dianggap dapat mengganggu stabilitas keamanan
negara. Di samping itu, bank syariah berdasarkan prinsip bagi hasil, juga belum diatur
dalam Undang Undang Pokok Perbankan No. 14 Tahun 1967 (Yustiady, 2003).
Berhubung adanya perubahan kondisi sosial, ekonomi dan politik, ide pendirian
bank Islam dimunculkan kembali pada awal tahun 1990, yang diinisiasi oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI). Ide ini didukung oleh Ikatan Cendikiawan Ulama Indonesia (ICMI),
sekelompok pengusaha Muslim dan Pemerintah. Presiden Soeharto memberikan dukungan
secara politik dan dana bagi pendirian bank syariah tersebut. Respons positif Soeharto
terhadap pendirian bank Islam di Indonesia berkaitan dengan politik akomodasi yang
dijalankan oleh pemerintah orde baru terhadap umat Islam dan juga ketertarikannya
terhapat sistem bagi hasil yang akan diterapkan dalam bank Islam (Muslim Kara, 2005).
Berdasarkan dukungan tersebut akhirnya Bank Muamalat Indonesia (BMI), bank syariah
pertama di Indonesia, pada tahun 1991 didirikan.

6
Kelahiran lembaga keuangan syariah di Indonesia ditandai secara resmi dengan
pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1991. Berdirinya BMI, dan seiring
dengan meningkatnya kesadaran masyarakat atas pelayanan keuangan berbasiskan syariah,
memotivasi lahirnya lembaga keuangan syariah lainnya. Sebagai contoh, pada awal tahun
1994, berdiri perusahaan asuransi syariah yang dinamakan dengan Syarikat Takaful
Indonesia. Perusahaan ini didirikan oleh ICMI, Abdi bangsa Foundation, Bank Muamalat
Indonesia, Asuransi Jiwa Tugu Mandiro dan beberapa pengusaha Muslim serta Pemerintah
melalui Kementerian Keuangan. Pada 1997, PT Danareksa Investment (DIM) meluncurkan
reksa dana syariah yang merupakan produk pasar modal syariah pertama di Indonesia. Pada
tahun 1998, dual system bank diberlakukan dengan diamendemennya UU Perbankan No.
7 Tahun 1992 dengan UU No.10 Tahun 1998. Sistem perbankan ini membolehkan bank-
bank konvensional beroperasi berdasarkan prinsip syariah dengan membuka Unit Usaha
Syariah (UUS) sehingga mempercepat pertumbuhan perbankan syariah (Masterpaln
Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia, 2015).
Di samping itu, pada tahun 2000, Bursa Efek Jakarta, bersama dengan
PT. Danareksa Investment Management (DIM), meluncurkan Jakarta Islamic Index (JII)
yang terdiri atas saham-saham blue chip yang memiliki kepatuhan syariah. Penerbitan
Sukuk Korporasi adalah sebuah prestasi besar lainnya dalam industri keuangan syariah di
Indonesia. Hal ini terjadi ketika Indosat (perusahaan telekomunikasi) menerbitkan Sukuk
pertama (berdasarkan Mudharabah) pada tahun 2002. Langkah ini diikuti oleh korporasi
lainnya, yaitu Matahari Putra Prima, yang menerbitkan Sukuk Ijarah pada tahun 2004.
Kontribusi penting pemerintah terwujud pada tahun 2008 ketika Dewan Perwakilan Rakyat
menerbitkan Undang-Undang Sukuk Negara No. 19 Tahun 2008 dan Undang-Undang
Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008. Sukuk Negara pertama diterbitkan pada tahun 2008
yang diikuti oleh Sukuk Ritel pertama di dunia pada tahun 2009 (Masterplan Arsitektur
Keuangan Syariah Indonesia, 2015)
Menurut data statistik Perbankan Syariah yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa
keuangan (OJK) pada April 2018, terdapat 13 Bank Umum Syariah (BUS), 21 Unit Usaha
Syariah (UUS) dan 168 BPRS dengan total aset BUS dan UUS sebesar Rp. 423.944 Miliar.
Sedangkan jumlah perusahaan asuransi syariah sebanyak 13, perusahaan asuransi UUS
sebanyak 50, lembaga pembiayaan syariah sebanyak 7 dan UUS sebanyak 40, Dana
Pensiun Syariah sebanyak 1, Lembaga Keuangan Khusus Syariah sebanyak 4, dan

7
Lembaga Keuangan Mikro Syariah sebanyak 42. Detail statistik di atas digambarkan dalam
tabel di bawah ini.
BUS/UUS/BPRS Jumlah Bank Jumlah Kantor Total Aset
(MiliarRupiah)

BUS 13 1.822 292.289

UUS 21 348 131.655

BPRS 168 458 –

Total 202 2628 423.944

Ke depan lembaga perbankan dan keuangan syariah di Indonesia diprediksi akan


terus meningkat. Dukungan Pemerintah, dalam hal ini Otoritas Jasa keuangan (OJK) dan Bank
Indonesia (BI) masih terus diharapkan agar perjalanan lembaga keuangan syariah ini ke depan
semakin lancar. Sosialisasi kepada masyarakat juga harus dilakukan secara terus menerus oleh
semua stakeholder yang berkepentingan agar pemahaman masyarakat akan keberadaan
lembaga keuangan syariah ini semakin meningkat 2

B. Pengertian lembaga keuangan syariah


Lembaga Keuangan Syariah (LKS) berarti badan yang bergerak di bidang
keuangan yang dilandaskan pada ajaran Islam yang bersumber pada al Qur’an dan As
Sunnah. Praktek ini sudah terdapat pada sejarah awal Islam, dan asas moralitas Islam
dikembangkan dalam bentuk LKS. Sehingga, tujuan dari LKS tidak semata Profit
Oriented, melainkan terdapat unsur-unsur keislaman dan kemanusiaan di dalamnya.
Lembaga Keuangan syariah sebagian besar pembiayaannya diperuntukkan kepada sektor
usaha, dan punya kemampuan untuk menjangkau usaha mikro, Sesuatu yang jarang
dilakukan oleh pihak perbankan konvensional. Lembaga Keuangan Syariah adalah badan
usaha yang kegiatannya dibidang keuangan yang didasarkan prinsip-prinsip syariah

2
Fauzi, A., & Supandi, A. F. (2019). Perkembangan Audit Syariah Di Indonesia. Jurnal Istiqro, vol 5(1), 24-35.
8
(Laksmana, 2009: 10) atau dengan kata lain bersumber dari ayat-ayat Al-Quran dan As-
Sunnah yang berkaitan dengan etika bermuamalah dan transaksi ekonomi, baik dalam
bentuk bank maupun non bank. Dalam Islam, tidak semua transaksi ekonomi dilarang,
demikian juga sebaliknya, tidak semua transaksi ekonomi diperbolehkan. Hal yang
terlarang dalam Islam, salah satunya adalah riba. Riba adalah penetapan kelebihan atau
tambahan jumlah pinjaman yang dibebankan kepada si peminjam, atau dalam dunia
perbankan diistilahkan dengan ‘bunga’.
Keberadaan lembaga keuangan sangat dibutuhkan di berbagai tempat karena tidak
hanya sebagai tempat menyimpan uang semata, melainkan juga sebagai tempat dimana
modal terhimpun dan dapat diakses. Fungsi lembaga keuangan syariah sama seperti
lembaga keuangan lainnya, yaitu;
a. Penghimpunan Dana
Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan. Dalam fiqh Islam
dikenal dengan barang wadi’ah, dan dalam praktek yang dilakukan oleh lembaga keuangan
syariah dalam bentuk Tabungan Wadiah. Tabungan Wadiah dapat digunakan oleh
pengelola keuangan, untuk diinvestasikan pada usaha, dengan izin pemiliknya, atau biasa
disebut dengan wadi’ah yad dhamanah. Pihak Lembaga Keuangan Syariah (LKS) sebagai
pihak yang dititipi barang, dapat menggunakan barang tersebut untuk dikelola ke sektor
yang lebih produktif. Wadi’ah dalam sistem Islam dapat berbentuk apa saja, baik dalam
bentuk uang, emas, perak, dan berbagai barang yang berharga lainnya. Praktek wadi’ah
dapat dijumpai dalam sejarah awal Islam, dan menurut para ulama hal ini diperbolehkan.
Selain produk wadiah, penghimpunan dana oleh LKS dapat dilakukan dengan prinsip
mudharabah dan ijarah. (Sholihin, 2010: 291). Bahkan pada prakteknya saat ini, mayoritas
produk penghimpunan dana yang laku di masyarakat adalah produk yang menggunakan
prinsip mudharabah. Hal ini disebabkan karena produk yang menggunakan prinsip
mudharabah dianggap lebih menguntungkan karena memberikan bagi hasil untuk para
penabung secara berkala. Berbeda dengan tabungan dengan prinsip wadiah yang hanya
memberikan bonus yang belum tentu ada di setiap waktu.
b. Penyaluran Dana ke Masyarakat
Setelah dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan telah terkumpul, maka LKS
kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang membutuhkan. Dalam sistem
perbankan Islam, idealnya dana tersebut disalurkan hanya kepada pihak yang memiliki
usaha dan untuk pengembangan usaha. Sedangkan untuk kebutuhan non usaha, seperti

9
untuk pembayaran SPP, maka akadnya hanya pinjam tanpa adanya bagi hasil ataupun
bunga. Dalam sistem perbankan Islam simpan pinjam ini, sebagaimana telah disebutkan di
atas, dinamakan dengan qirodh atau mudharabah. Selain itu, perbankan syariah juga
melaksanakan pelayanan jasa lainnya, seperti wakalah, qardh al hasan, dan sebagainya.
c. Fungsi Sosial Kemasyarakatan
Yaitu menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk Zakat, Infaq atau Sedekah
(Ziswaf), kemudian menyalurkannya kepada pihak yang membutuhkannya, tanpa
mengharapkan keuntungan ataupun imbalan (Ikit, 2015: 47). Lembaga keuangan Islam,
sebagaimana aturan perundang-undangan, berhak menghimpun dana zakat, infaq, dan
shodaqoh dari masyarakat untuk disalurkan kepada pihak yang membutuhkannya.
Perannya hampir sama dengan pihak ‘amil’, dimana ketentuannya mendapatkan hak 1/5
dari jumlah dana ziswaf yang dihimpun. Fungsi sosial inilah sebagai salah satu pembeda
LKS dengan lembaga keuangan perbankan umum. 3

C. Bagian-bagian yang termasuk dalam lembaga perbankan syariah


Lembaga keuangan Syariah terdiri dari 2 lembaga yaitu Bank dan Non-Bank.
Lembaga non-bank di antaranya adalah asuransi, pegadaian, reksa dana, pasar modal,
BPRS, dan BMT.
1. Lembaga Keuangan Bank
Lembaga keuangan bank merupakan lembaga yang memberikan jasa keuangan dalam
menyalurkan dana maupun menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk
simpanan. Lembaga keuangan bank terdiri dari:
a) Bank Umum Syariah
Bank umum menurut UU Perbankan No 7 tahun 1992 adalah bank yang
dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank umum merupakan
bank yang bertugas melayani seluruh jasa-jasa perbankan dan melayani
segenap masyarakat, baik masyarakat perorangan maupun lembaga-lembaga
lainnya.
b) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
BPR menurut UU Perbankan No 7 tahun 1992 adalah lembaga keuangan
bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka

3 Muheramtohadi, S. (2017). peran lembaga keuangan syariah dalam pemberdayaan UMKM di


Indonesia. Muqtasid: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah, vol 8(1), 65-77.
10
tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan
menyalurkan dana sebagai usaha BPR. BPRS berfungsi sebagai pelaksana
sebagian fungsi bank umum, tetapi ditingkat regional dengan berlandaskan
kepada prinsip-prinsip syariah.
2. Lembaga Keuangan Non Bank
Lembaga keuangan non bank adalah semua badan yang melakukan kegiatan dibidang
keuangan, yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana terutama
dengan jalan mengeluarkan kertas berharga dan menyalurkannya ke dalam masyarakat,
terutama guna membiayai investasi perusahaan-perusahaan. Lembaga-lembaga ini
berbentuk menengah dengan basis modal yang mencukupi dan merata untuk menjaga
agar tidak terjadi konsentrasi kekayaan dan kekuasaan. Ciri umum lembaga ini yaitu
mereka menggunakan sebagian dananya dari pemegang saham, bank komersial, dan
dana-dana khusus yang ditempatkan untuk jangka waktu pendek, menengah, dan
panjang. Adapun lembaga keuangan non bank ini diantaranya:
a) Perusahaan asuransi syariah adalah lembaga yang kegiatan usahanya saling
melindungi dan tolongmenolong diantara sejumlah orang/pihak melalui
investasi dalam bentuk asset/tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi resiko tertentu melalui akad yang sesuai syariah
b) Pasar modal syariah merupakan pasar tempat pertemuan dan melakukan
transaksi antara para pencari dana dengan para penanam modal dengan
berlandaskan kepada prinsip-prinsip syariah. Dalam pasar modal yang diperjual
belikan adalah efek-efek seperti saham, obligasi dimana jika diukur dari
waktunya modal yang diperjualbelikan merupakan modal jangka panjang.
c) Perusahaan pegadaian syariah merupakan lembaga keuangan yang menyediakan
fasilitas pinjaman dengan jaminan tertentu dengan berlandaskan kepada
prinsipprinsip syariah.
d) Perusahaan sewa guna usaha (leasing) syariah adalah kegiatan pembiayaan
dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha hak opsi
atau tanpa opsi untuk digunakan oleh penyewa guna usaha selama jangka waktu
tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran sesuai dengan prinsip syariah.
e) BMT merupakan lembaga keuangan mikro (LKM) yang beroperasi berdasarkan
prinsip-prinsip shari’ah, dengan kegiatan usahanya yaitu mengembangkan
usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan
11
ekonomi pengusaha kecil dengan mendorong kegiatan menabung dan
menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya.
f) Pembiayaan syariah adalah kegiatan pembiayaan untuk mengadakan barang
berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran sesuai
dengan prinsip syariah.
g) Perusahaan anjak piutang syariah adalah kegiatan pengalihan piutang dagang
jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut sesuai
dengan prinsip syariah, anjak piutang bedasarkan akad wakalah bil ujrah adalah
pelimpahan kuasa oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh
diwakilkan dengan pemberian keuntungan
h) Dana pensiun syariah merupakan perusahaan yang kegiatannya mengelola dana
pensiun suatu perusahaan pemberi kerja atau perusahaan itu sendiri.
Penghimpunan dana pensiun melalui iuran yang dipotong dari gaji karyawan.
Kemudian dana yang telah terkumpul oleh dana pensiun diusahakan lagi dengan
menginvestasikannya ke berbagai sector yang menguntungkan.
i) Lembaga pengelola zakat (BAZ atau LAZ), lembaga ini diharapkan agar harta
zakat umat Islam bisa terkonsentrasi pada sebuah lembaga resmi dan dapat
disalurkan secara optimal.
j) Lembaga pengelola wakaf, sebagai lembaga independen untuk mengembangkan
perwakafan selain bertujuan menyediakan berbagai sarana ibadah dan sosial,
tetapi juga memilki kekuatan ekonomi yang berpotensi antara lain, memajukan
kesejahteraan umum. 4

D. Prinsip dan konsep lembaga keuangan syariah


Lembaga keuangan Syariah pada operasionalnya memiliki prinsip-prinsip yaitu:
1. Prinsip keadilan yaitu berbagi untung atas dasar penjualan riil yang disesuaikan
dengan kontribusi dan risiko masing-masing pihak.
2. Prinsip kemitraan yaitu posisi nasabah penyimpan dana, pengguna dana, dan
lembaga keuangan sejajar dengan mitra usaha yang saling sinergi dengan tujuan
untuk memperoleh keuntungan.

4
Latifah, N. A., & Nugroho, S. A. (2020). Optimalisasi Struktur dan Regulasi Lembaga Keuangan Syariah di
Indonesia. An-Nisbah: Jurnal Ekonomi Syariah, 7(1).
12
3. Prinsip transparansi yaitu prinsip yang menekankan bahwa lembaga keuangan
Syariah selalu memberikan pelaporan keuangan secara terbuka dan secara
berkesinambungan agar nasabah penyimpan dana (investor) dapat memantau dan
mengetahui kondisi perihal dananya.
4. Prinsip universal yaitu prinsip yang tidak membeda-bedakan agama, ras, suku dan
golongan dalam masyarakat. Hal ini disesuaikan dengan prinsip dalam agama Islam
sebagai rahmatan lil ‘alamin.
Untuk membedakan antara Lembaga Syariah dan Non-Syariah dapat dilihat dari
ciri-ciri khusus lembaga Syariah. Lembaga keuangan Syariah memiliki ciri-ciri yaitu
Lembaga keuangan Syariah diharuskan sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah saat
menerima titipan dan investasi. Hubungan antara pengguna dana, penyimpan dana
(investor), dan lembaga keuangan Syariah sebagai intermediary institution. Hal ini
didasarkan pada kemitraan bukan hubungan antara kreditur dan debitur. Bisnis dalam
lembaga ini tidak hanya dikhususkan atau berpusat pada profit (keuntungan) tetapi juga
menguatamakan falah oriented. Yang dimaksud falah oriented yaitu kemakmuran di dunia
dan kebahagiaan di akhirat.
Konsep yang dijalankan dalam transaksi Lembaga keuangan Syariah didasarkan
kepada prinsip kemitraan sistem bagi hasil dan jual beli. Atau sewa menyewa untuk
transaksi komersial dan pinjam meminjam (qardh/ kredit) bertujuan untuk merugikan
transaksi sosial.
Mekanisme Lembaga Keuangan Syariah
Pada dasarnya setiap lembaga keuangan memiliki sistem dan mekanisme khusus yang
dapat membedakan satu dengan yang lainnya. Di lembaga Syariah ini tidak dikenal istilah
“bunga” baik saat menghimpun dana (pemasukan) dari masyarakat maupun dalam
pembiayaan/ dana untuk usaha yang membutuhkan. Sistem bunga dapat merugikan
penghimpunan modal baik itu dalam bentuk suku bunga tinggi maupun rendah.
Suku bunga tinggi dapat menghambat suatu perusahaan dalam investasi maupun
formasi modal. Hal ini pada akhirnya akan menimbulkan penurunan produktivitas dan laju
pertumbuhan yang rendah. Suku bunga yang rendah bisa saja menimbulkan ketidakrataan
kekayaan pada para penabung. Hal ini dapat berimbas pada rasio tabungan kotor juga
merangsang pengeluaran secara konsumtif yang dapat menimbulkan tekanan inflasioner.5

5Septiana, A., & Jumiati, S. (2021). Strategi Pemasaran Tabungan Tarbiyah Dengan Akad Mudharabah (Studi
Kasus Di BPRS SPM Cabang Bangkalan). Eco-Socio: Jurnal ilmu dan Pendidikan Ekonomi, 5(1), 1-11.
13
E. Kesesuaian lembaga keuangan syariah dengan ketentuan islam
Berkembangnya ekonomi syariah, khususnya lembaga keuangan syariah menuntut
adanya pemenuhan prinsip syariah. DSN-MUI dan DPS sebagai pihak yang memberikan
jaminan terhadap kepatuhan syariah telah berupaya. Sampai saat ini sudah ada 95 fatwa
yang diterbitkan. Namun berbagai keterbatasan terutama sumber daya menyebabkan
penegakan kepatuhan syariah belum berjalan maksimal. Disamping itu banyaknya
masyarakat rasional yang belum siap menggunakan prinsip syariah secara murni ikut
menyumbang belum maksimalnya pemenuhan prinsip syariah. Kedepan, semua pihak
termasuk masyarakat harus terus mendukung perkembangan ekonomi syariah dengan
tingkat kepatuhan syariah yang tingg
Dewan Pengawas Syariah adalah pihak yang memberikan jaminan kepada
masyarakat bahwa bank syariah telah memenuhi prinsip syariah. Namun, realita yang ada
saat belum ideal. Beberapa isu kritis terkait DPS adalah independensi, rangkap jabatan,
masa jabatan, efektivitas kerja, kompetensi, dan prosedur pelaksanaan audit syariah.
Pertama, Isu yang terkait independensi adalah posisi DPS sebagai bagian internal
dari bank yang mendapat gaji dan fasilitas keuangan. Keterkaitan struktur ini
menyebabkan DPS akan kesulitan untuk bersikap independen secara mental untuk
memberikan pengawasan yang independen terhadap produk dan operasional dari bank
bersangkutan. Walaupun, ini secara individu secara subyektif bisa dilakukan, namun
relative sulit untuk diukur dan dibuktikan.
Selanjutnya, independensi DPS terhadap DSN. Saat ini, beberapa DPS juga
merangkat menjadi pengurus di DSN. Kondisi ini akan menimbulkan konflik kepentingan
saat DPS yang rangkap jabatan tersebut mengajukan permohonan fatwa kepada DSN.
Idealnya, pemisahan DSN dan DPS seperti yang ditunjukkan antara BI atau OJK dengan
bank, dimana tidak ada pegawai BI atau OJK yang membuat regulasi yang merangkap
sebagai karyawan di bank.
Kedua, isu tentang rangkap jabatan DPS di beberapa lembaga keuangan syariah
yang mempengaruhi efektivitas kerja DPS di suatu bank yang tidak bisa secara full-time
mengawasi operasional bank. Realita juga menunjukkan bahwa beberapa DPS memiliki
rangkat jabatan DPS di beberapa lembaga keuangan syariah. Karena factor tertentu,
kondisi ini masih ditolerir oleh regulasi yang ada. Terdapat 4 (empat) aturan yang
membolehkan rangkap jabatan tersebut, namun masih tumpah tindih yaitu Peraturan Bank
Indonesia (PBI) No.11/3/2009 tentang Bank Umum Syariah, PBI No.11/10/2009 tentang

14
Unit Usaha Syariah, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.152/PMK.010/2012 tentang
Tata Kelola Perusahaan yang Baik bagi Perusahaan Perasuransian, serta Peraturan Ketua
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) PER.06/2012
(Administrator, 2013).
Selain itu, terkait dengan isu masa jabatan dari DPS. Belum ada regulasi yang
mengatur lama masa jabatan DPS di sebuah bank. Hal ini bisa mengurangi sikap
independensi DPS terhadap bank yang bersangkutan.
Ketiga, terkait kompetensi. Idealnya kompetensi yang dimiliki oleh seorang DPS
adalah kompetensi syariah dan kompetensi tentang audit dan transaksi perbankan
sekaligus. Realita menunjukkan bahwa mayoritas DPS belum memenuhi kedua
kompetensi ini sekaligus. Saat ini, terdapat 4 (empat) bank syariah memiliki anggota DPS
dengan latar belakang akuntansi dan atau perbankan dalam 1 (satu) tim, yaitu Bank
Syariah Mandiri, Bank Syariah Mega Indonesia, Bank BRI Syariah dan Bank Bukopin
Syariah (Mardian, 2014). Sisanya DPS bank syariah masih diduduki oleh DPS yang
memiliki keahlian syariah saja.
Keempat, terkait audit syariah. Realita yang ada menunjukkan bahwa DPS belum
dibekali prosedur audit syariah dan opini audit syariah yang standar. Sehingga, proses
audit yang dilakukan oleh DPS tidak bisa diukur dan dibandingkan antara satu dengan
yang lainnya. Minimal, kedepan proses audit syariah seperti proses audit yang dilakukan
oleh auditor independen. Hal lain adalah audit syariah relative banyak dilakukan pada saat
awal produk diluncurkan (ex-ante audit), tetapi audit saat produk dioperasional belum
memadai (ex-post audit). 6

6 Mardian, S. (2015). Tingkat kepatuhan syariah di lembaga keuangan syariah. Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Islam, 3(1), 57-68.
15
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat kita ambil dari paparan diatas bahwa, Lembaga
perbankan dan keuangan syariah saat ini juga berkembang dengan pesat. Perkembangan
lembaga perbankan dan keuangan di Indonesia diawali dengan berdirinya Bank Muamalat
Indonesia (BMI) pada tahun 1991 dan beroperasi secara efektif pada tahun 1992. Indonesia
terbilang terlambat dalam mengembangkan lembaga keuangan syariah dibandingkan
dengan negara tetangga Malaysia yang telah mendirikan Bank Islam semenjak tahun 1983.
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) berarti badan yang bergerak di bidang
keuangan yang dilandaskan pada ajaran Islam yang bersumber pada al Qur’an dan As
Sunnah. Praktek ini sudah terdapat pada sejarah awal Islam, dan asas moralitas Islam
dikembangkan dalam bentuk LKS. Sehingga, tujuan dari LKS tidak semata Profit
Oriented, melainkan terdapat unsur-unsur keislaman dan kemanusiaan di dalamnya.
Lembaga Keuangan syariah sebagian besar pembiayaannya diperuntukkan kepada sektor
usaha, dan punya kemampuan untuk menjangkau usaha mikro, Sesuatu yang jarang
dilakukan oleh pihak perbankan konvensional. Adapun Fungsi lembaga keuangan syariah
sama seperti lembaga keuangan lainnya, yaitu Penghimpunan Dana masyarakat,
menyalurkan dana masyarakat dan fungsi sosial kemasyarakatan

1. Saran
Demikianlah tugas penyusunan makalah ini kami persembahkan. Harapan kami dengan
adanya tulisan ini bisa menjadikan kita lebih mengetahui terkait mengenai kelembagaan
perbankan syariah diindonesia. Demi kesempurnaan makalah ini Kritik dan saran sangat
kami harapkan dari para pembaaca. Apabila ada kekurangan dalam penyusunan makalah
ini, kami mohon maaf yang sebesar besarnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Budiono, A. (2017). Penerapan prinsip syariah pada lembaga keuangan syariah. Law and
Justice, 2(1), 54-65.
Fauzi, A., & Supandi, A. F. (2019). Perkembangan Audit Syariah Di Indonesia. Jurnal
Istiqro, vol 5(1), 24-35
Muheramtohadi, S. (2017). peran lembaga keuangan syariah dalam pemberdayaan UMKM di
Indonesia. Muqtasid: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah, vol 8(1), 65-77.
Latifah, N. A., & Nugroho, S. A. (2020). Optimalisasi Struktur dan Regulasi Lembaga
Keuangan Syariah di Indonesia. An-Nisbah: Jurnal Ekonomi Syariah, 7(1).
Septiana, A., & Jumiati, S. (2021). Strategi Pemasaran Tabungan Tarbiyah Dengan Akad
Mudharabah (Studi Kasus Di BPRS SPM Cabang Bangkalan). Eco-Socio: Jurnal ilmu
dan Pendidikan Ekonomi, 5(1), 1-11.
Mardian, S. (2015). Tingkat kepatuhan syariah di lembaga keuangan syariah. Jurnal Akuntansi
dan Keuangan Islam, 3(1), 57-68.

17

Anda mungkin juga menyukai