Anda di halaman 1dari 9

KAJIAN ISRĀ’ĪLIYYĀT DALAM TAFSIR AL-QUR’AN

Makalah

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Madzāhib al-Tafsīr

Dosen Pengampu:

Dr. H.Mohammad Ridlwan Hambali, Lc., MA

Oleh:

Ahsanun Nathiq NIM : 2018.01.01.1025

Moh. Hasan Al Mubarok NIM : 2018.01.01.1059

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL ANWAR

SARANG REMBANG TAHUN

2020
KAJIAN ISRĀ’ĪLIYYĀT DALAM TAFSIR AL-QUR’AN

Oleh: Ahsanun Nathiq dan Moh. Hasan Al Mubarok

A. Pendahuluan

Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang tidak akan berubah oleh


campurtangan manusia, tapi pemahaman terhadap al-Qur’an tidak tetap, selalu
berubah sesuai dengan kemampuan orang yang memahami isi kandungan al-
Qur’an itu dalam rangka mengaktualisasikannya dalam bentuk konsep yang
bisa dilaksanakan. Dan ini akan terus berkembang sejalan tuntutan dan
permasalahan hidup yang dihadapi manusia, maka di sinilah celah-celah bagi
orang-orang yang ingin menghancurkan agama Islam berperan.

Kehadiran Isrā’īliyyāt dalam penafsiran al-Qur’an menjadi ajang


polemik di kalangan para ahli tafsir al-Qur’an. Karenanya, makalah ini akan
membahas tema Isrā’īliyyāt dari sudut apa pengertian isra’iliyyat, bagaimana
proses masuk dan berkembangnya Isrā’īliyyāt dalam tafsir dan juga macam-
macamnya.

B. Pengertian Isrā’īliyyāt

Menurut bahasa, Isrā’īliyyāt (‫ )إسرائيليات‬adalah bentuk jama’ dari kata


Isrā’īliyyat (‫رائيلية‬BB‫ )إس‬yang berarti kisah atau cerita yang diriwayatkan dari
sumber Isrā’īlī. Yang dinisbatkan kepada Bani Isrā’īl yaitu Ya’qūb bin Isḥāq
bin Ibrāhīm.1

Dalam perspektif bahasa Ibrani, isrā berarti hamba sedangkan īl


memiliki arti Tuhan atau Allah.2 Menurut perspektif historis, Isrā’īl
berhubungan erat dengan keturunan Ya’qūb, mulai dari keturunan mereka
sampai zaman Mūsa dan nabi-nabi setelahnya, zaman ‘Īsa, dan zaman nabi
Muhammad. Mereka diidentikan dengan Yahudi sejak dahulu kala, adapun
orang-orang yang beriman kepada nabi ‘Isa disebut dengan Nasrani,

1
Muḥammad Ḥusain al-Dhahabi, al- Isrā’īliyyāt fī Tafsīr wa al-Ḥadīth, (Kairo: Maktabah
Wahbah, t.th.), 13.
2
Tsalis Muttaqien, “Infiltrasi Isrā’īliyyāt dalam Tafsir al-Qur’an”, al-Itqān, (Agustus 2015), 82.
sedangkan mereka yang beriman kepada penutup para nabi dan telah menjadi
bagian dari kaum muslimin dikenal dengan “Muslimīn Ahl al-Kitāb”.3

Menurut Istilah, Isrā’īliyyāt adalah sesuatu yang menyerap ke dalam


tafsir dan hadith yang mana periwayataannya berhubungan dengan Yahudi
dan Nasrani, baik lingkup agama mereka atau tidak. Dan pada kenyataannya
kisah-kisah tersebut merupakan pembauran dari berbagai agama dan
kepercayaan yang masuk ke jazirah Arab yang dibawa oleh orang-orang
Yahudi setelah masuk Madinah di masa-masa Jahiliyah.4

C. Sejarah Munculnya Isrā’īliyyāt

Ketika masa sebelum Islam, ada satu golongan yang disebut dengan
kaum Yahudi, yaitu suatu kelompok yang pada saat itu dikenal memiliki
peradaban yang tinggi dibanding dengan bangsa Arab pada zamannya, mereka
telah mempunyai pengetahuan keagamaan berupa cerita-cerita keagamaan
yang bersumber dari kitab suci mereka.5

Pada tahun 70 M, keadaan hidup mereka sangat tertindas sehingga


banyak di antara mereka yang lari dan pindah ke jazirah Arab. Pada masa
inilah diperkirakan terjadinya perkembangan secara besar kisah-kisah
Isrā’īliyyāt. Dan secara tidak langsung terjadilah proses percampuran antara
tradisi bangsa Arab dengan tradisi bangsa Yahudi tersebut. Dengan kata lain,
adanya Isrā’īliyyāt merupakan konsekuensi logis dari proses akulturasi budaya
dan ilmu pengetahuan antara bangsa Arab Jahiliyah dan kaum Yahudi serta
Nasrani.6

Orang-orang Arab adakalanya menanyakan hal-hal yang berkaitan


dengan penciptaan alam semesta, rahasia-rahasia yang terkandung dalam
penciptaan alam, sejarah masa lalu, tokoh-tokoh tertentu, atau tentang suatu
peristiwa yang pernah terjadi pada suatu masa kepada orang-orang Yahudi
karena mereka memiliki pengetahuan yang didapat dari kitab Taurat atau
3
Muḥammad Abū Shahbah, Isrā’īliyyāt dan Hadith-hadith Palsu Tafsir al-Qur’an, (Depok: Keira
Publishing, 2016), 1.
4
Mannā’ al-Qaṭṭān, Mabāḥith fī ‘Ulūm al-Qur’ān, (Riyadh: Manshūrāt al-‘Aṣr al-Ḥadīth, t.th.),
354.
5
Mannā’ al-Qaṭṭān, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, (Jakarta :Litera antar Nusa,1996), 42.
6
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1995), 46.
kitab-kitab agama mereka lainnya. Pendapat lain menyatakan bahwa
timbulnya Isrā’īliyyāt adalah:

1. Karena semakin banyaknya orang-orang Yahudi yang masuk Islam.


Sebelumnya mereka adalah kaum yang berperadaban tinggi. Tatkala
masuk Islam mereka tidak melepaskan seluruh ajaran-ajaran yang mereka
anut dahulu, sehingga dalam pemahamannya sering kali tercampur antara
ajaran yang mereka anut dengan ajaran Islam.
2. Adanya keinginan kaum muslim untuk mengetahui lebih dalam mengenai
peradaban Yahudi, yang hanya diungkapkan secara sepintas dalam al-
Qur’an. Oleh karena itu, muncullah kelompok mufassir yang berusaha
memanfaatkan kesempatan tersebut dengan memasukkan kisah-kisah yang
berasal dari Yahudi dan Nasrani tersebut. Akibatnya, penafsiran al-Qur’an
penuh dengan simpang siur, bahkan mendekati khurafat dan tahayul.
3. Adanya ‘ulama Yahudi yang masuk Islam, yang dipandang sebagai
indikasi bahwa kisah Isrā’īliyyāt ini masuk ke Islam sejak masa sahabat.
Barangkali para sahabat yang menyampaikan berita Isrā’īliyyāt ini tidak
bermaksud menyampaikan berita bohong. Sebab selama mereka memeluk
agama lamanya, kisah-kisah itulah yang mereka punya. Dan ketika ayat al-
Qur’an menyinggung kisah yang sama, merekapun memberi komentar
berdasarkan apa yang pernah mereka baca dari kitab-kitab mereka
sebelumnya. Kalaupun ada kebohongan atau dusta, bukan terletak pada
sahabat itu, melainkan dusta itu sudah sejak lama ada dalam agama
mereka sebelumnya.7
D. Macam-Macam Isrā’īliyyāt

Isrā’īliyyāt dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Berita yang diakui kebenarannya dalam Islam. Berita Isrā’īliyyāt semacam


ini boleh dibenarkan, dan yang menjadi standar dalam hal ini adalah dalil
al-Qur’an atau hadith ṣaḥīḥ. Di antara contohnya ialah hadith dari Ibn
Mas’ūd, bahwa ada seorang pendeta Yahudi yang mendatangi nabi
Muhammad, lalu pendeta tersebut berkata:
7
Muhammad Chirzin, al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, (Jakarta: PT. DANA BHAKTI PRIMA
YASA, 1998), 78-79.
‫ أنا‬:‫ و سائر اخلالئق على إصبع فيقول‬،‫ إنّا جند أ ّن اهلل جيعل السماوات على إصبع‬،‫حممد‬
ّ ‫يا‬
‫امللك‬

“Wahai Muhammad, kami mendengar bahwa Allah menjadikan langit


di satu jari dan semua makhluk juga di salah satu jari. Lalu Allah berfirman:
“Sayalah Raja”.8

Mendengar hal ini, Rasulullah langsung tertawa, sehingga terlihat gigi


geraham beliau, karena membenarkan ucapan si pendeta. Kemudian
Rasulullah mengucap firman Allah yaitu surat al-Zumar ayat 67 yang
berbunyi:

ٌ ۢ َّٰ‫ت َمطْ ِوي‬


ۚ ‫تبِيَ ِمينِ ِۦه‬ َّ ‫ضتُهُۥ َي ْو َم ٱلْ ِقيَ َٰم ِة َو‬
ُ ‫ٱلس َٰم َٰو‬ َ ‫ض مَجِ ًيعا َقْب‬
۟
ُ ‫َو َما قَ َد ُرو ا ٱللَّهَ َح َّق قَ ْد ِر ِۦه َوٱأْل َْر‬
‫ُسْب َٰحنَهُۥ َو َت َٰعلَ ٰى َع َّما يُ ْش ِر ُكو َن‬

“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang


semestinya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya, pada hari
kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan
Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.”

2. Berita yang didustakan dalam Islam, berita semacam ini statusnya batil
dan wajib diingkari. Misal, nabi ‘Isa adalah putra Allah atau seperti yang
disebutkan dalam hadith Jābir sebagai berikut:

‫ جاء الولد أحول‬،‫كانت اليهود تقول إذا جامعها من ورائها‬

“orang Yahudi mengatakan, jika seorang suami mendatangi istrinya


dari belakang maka anaknya nanti juling.”

Kemudian Allah dustakan anggapan orang Yahudi tersebut dengan


menurunkan firman kepada nabi Muhammad yang berbunyi:

‫ث لَّ ُك ْم فَأْتُو ۟ا َح ْرثَ ُك ْم أَىَّنٰ ِشْئتُ ْم‬


ٌ ‫ۖ نِ َسٓا ُؤ ُك ْم َح ْر‬
8
HR. Al-Bukhāri, 4811. HR. Muslim, 2786.
“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam,
maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu
kehendaki.”

3. Berita yang tidak dibenarkan dan tidak didustakan dalam Islam. Status
berita semacam ini disikapi tawaquf (pertengahan), tidak boleh didustakan
karena bisa jadi itu benar dan tidak dibenarkan karena bisa jadi itu dusta.9
Dari Abū Hurairah beliau mengatakan “orang ahli kitab membaca Taurat
dengan bahasa Ibrani dan menafsirkannya dengan bahasa Arab kepada
kamu muslimin”, kemudian Rasulullah bersabda:

‫ آمنّا بالذي أنزل إلينا و أنزل إليكم‬:‫ و قولوا‬،‫ال تصدقوا أهل الكتاب وال تكذبوهم‬

“janganlah kalian membenarkan ahli kitab dan jangan pula


mendustakannya, namun ucapkan: Kami beriman dengan kitab yang
diturunkan kepada kami (al-Qur’an) dan kitab yang diturunkan kepada kalian.

Hanya saja dalam syariat Islam, dibolehkan menceritakan berita Bani


Israil tanpa adanya tujuan untuk diimani dan dibenarkan atau didustakan. Di
sini Rasulullah bersabda:

‫ و من كذب على معتمد فليتبوأ‬،‫ و حدثوا عن بين إسرائيل وال حرج‬،‫بلغوا عين ولو آية‬

‫مقعده من النار‬

“sampaikanlah dariku meskipun hanya astu huruf. Sampaikan kabar


dari Bani Israil dan tidak perlu merasa berat. Barang siapa yang berdusta atas
namaku, hendak dia siapkan tempatnya di neraka.

E. Isrā’īliyyāt dalam Kitab Tafsir

Menurut Muḥammad Ḥusain al-Dhahabi sebagaimana yang dikutip


oleh Tsalis Muttaqien di dalam artikelnya, al-Dhahabi telah mengklarifikasi
kitab tafsir yang memunculkan kisah-kisah Isrā’īliyyāt sebagai berikut:

9
Muḥammad Ṣāliḥ al-‘Uthaymīn, Uṣūl fī al-Tafsīr, (t.tp.: Maktabah al-Islāmiyyah, 2001), 53.
1. Kitab yang meriwayatkan Isrā’īliyyāt lengkap dengan sanad, tetapi ada
kritikan terhadapnya. Seperti kitab Jāmi’ al-Bayān karya al-Ṭabari.
2. Kitab yang meriwayatkan Isrā’īliyyāt lengkap dengan sanad, tapi
kemudian menjelaskan kebatilan yang ada dalam sanad tersebut seperti
Tafsīr al-Qur’an al-‘Aẓīm karya Ibn Kathīr.
3. Kitab yang meriwayatkan Isrā’īliyyāt dengan menuliskannya begitu saja
tanpa menyebut sanad dan memberikan kritik, atau tidak menjelaskan
mana riwayat yang benar dan mana yang salah seperti kitab Tafsīr Muqātil
karya Ibn Sulaymān.
4. Kitab yang meriwayatkan Isrā’īliyyāt tanpa sanad dan kadang
menunjukkan kelemahannya atau menyatakan dengan tegas ketidak-
ṣahihannya, tapi dalam meriwayatkan terkadang tidak memberikan kritik
sama sekali. Kendati riwayat yang dibawanya itu bertentangan dengan
syariat Islam seperti kitab Tafsīr al-Khāzin.
5. Kitab yang meriwayatkan Isrā’īliyyāt tanpa sanad dan bertujuan
menjelaskan kepalsuan atau kebatilannya. Sangat keras mengkritik
Isrā’īliyyāt seperti Tafsīr Rūh al-Ma’āni fī Tafsīr al-Qur’ān wa Sab’I al-
Mathāni karya al-Alūsi.
6. Kitab yang menolak periwayatan Isrā’īliyyāt dalam penafsirannya, tetapi
juga terperangkap pula dalam penafsiran Isrā’īliyyāt seperti kitab tafsir al-
Manār karya Rashīd Riḍā.10
F. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat di tarik kesimpulan, bahwa Isrā’īliyyāt adalah


sesuatu yang menunjukkan pada setiap hal yang berhubungan dengan tafsir
maupun hadith berupa cerita atau dongeng-dongeng kuno yang dinisbatkan
pada asal riwayatnya dari sumber Yahudi, Nasrani, atau lainnya. Dikatakan
juga bahwa Isrā’īliyyāt termasuk dongeng yang sengaja diselundupkan oleh
musuh-musuh Islam ke dalam tafsir dan hadith dengan tujuan merusak akidah
kaum Muslimin.

Menurut jumhur ‘ulama, Isrā’īliyyāt, sepanjang tidak bertentangan


dengan al-Qur ’an dan hadith dapat diterima, dan menolak Isrā’īliyyāt yang
10
Tsalis Muttaqien, “Infiltrasi Isrā’īliyyāt dalam Tafsir al-Qur’an”, 87-88.
bertentangan dengan keduanya. Adapun Isrā’īliyyāt yang tidak diketahui
benar tidaknya, maka jumhur ‘ulama bersifat tawaqquf.

Daftar Pustaka

‘Uthaymīn (al) Muḥammad Ṣāliḥ. Uṣūl fī al-Tafsīr. t.tp.: Maktabah al-


Islāmiyyah, 2001.
Chirzin, Muhammad. al-Qur’an dan Ulumul Qur’an. Jakarta: PT. DANA
BHAKTI PRIMA YASA, 1998.

Dhahabi (al), Muḥammad Ḥusain. al- Isrā’īliyyāt fī Tafsīr wa al-Ḥadīth.


Kairo: Maktabah Wahbah, t.th.

Muttaqien, Tsalis. “Infiltrasi Isrā’īliyyāt dalam Tafsir al-Qur’an”. al-Itqān.


Agustus 2015.

Qaṭṭān (al) Mannā’. Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an. Jakarta :Litera antar


Nusa,1996.

Qaṭṭān (al), Mannā’. Mabāḥith fī ‘Ulūm al-Qur’ān. Riyadh: Manshūrāt al-‘Aṣr


al-Ḥadīth, t.th.

Shahbah, Muḥammad Abū. Isrā’īliyyāt dan Hadith-hadith Palsu Tafsir al-


Qur’an. Depok: Keira Publishing, 2016.

Shihab, M. Quraish. Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1995.

Anda mungkin juga menyukai