Anda di halaman 1dari 64

Kehidupan Masyarakat Indonesia saat datangnya Kerajaan Islam

Mata Kuliah Sejarah Masyarakat Arab Pra Islam

Dosen : Dr. Apipudin, M.Hum.

Muhammad Rafidhia Mahardani


2006589624
Muhammad.Rafidhia@ui.ac.id

PROGRAM SARJANA FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA


1
UNIVERSITAS INDONESIA

ABSTRAK

Masyarakat Indonesia sebelum datangnya Islam menganut berbagai jenis agama dan juga
kepercayaan. Proses masuknya Islam ke Indonesia melalui berbagai saluran-saluran hingga
menyebar semakin luas, mulai dari Pulau Sumatera, lalu ke Pulau Jawa, dan pada akhirnya
menyebar hingga bagian timur Indonesia. Proses masuknya Islam pertama kali ke Indonesia terbagi
menjadi dua pendapat yaitu pada abad-7 dan juga abad-13 Masehi. Samudera Pasai menjadi
Kerajaan bercorak Islam pertama kali yang berada di Indonesia dan sejak saat itu pula Islam
berkembang sangat pesat hingga ke seluruh Indonesia dan menciptakan kerajaan-kerajaan lain
yang bercorak Islam juga. Kita, sebagai umat beragama khususnya Islam, sudah seharusnya kita
mengetahui siapa, mengapa, kenapa, dimana, dan juga apa yang bisa menyebabkan Islam bisa
masuk pertama kali ke Indonesia. Penulisan ini memiliki tujuan agar menelaah perkembangan dan
penyebaran agama Islam di Indonesia, khususnya saat awal-awal masa masuknya Islam pertama
kali ke Indonesia. Penulisan ini sendiri memiliki metode kualitatif dengan studi literatur dari jurnal,
skripsi dan jenis karya ilmiah lainnya. Hasil dari tulisan ini diharapkan agar para pembaca lebih
mengetahui hal-hal tentang Sejarah masuknya Islam ke Indonesia, tepatnya pada awal-awal
masuknya Islam ke Indonesia.

Kata Kunci: Indonesia; Islam; Penyebaran; Saluran ; Sejarah ; Kerajaan ; Ulama

2
A. Pendahuluan
Masyarakat Indonesia, khususnya sebelum datangnya Islam ke Indonesia masih menganut
kepercayaan nenek moyang yang masih mempercayai akan kesakralan suatu barang ataupun
benda, dan juga mempercayai akan adanya roh-roh dari para leluhur yang mampu mengautr
kehidupan mereka. Hampir seluruh masyarakat Indonesia menganut kepercayaan nenek
moyang itu, hingga saat itu Hindu-Budha masuk ke Indonesia pertama kali dan berkembang
dikarenakan umumnya banyak raja yang menganut agama Hindu ataupun Budha maka,
rakyat akan mengikuti kepercayaan sang raja.
Islam sebagai agama yang mengajarkan kebaikan dan juga bersifat universal maka dengan
mudah masuk dan diterima di Indonesia, terutama dalam hal tak adanya kasta sehingga
dalam Islam seorang raja dan juga seorang budak memiliki kesetaraan yang sama dimata
tuhan. Islam datang melalui berbagai saluran dari saluran perdagangan, perkawinan,
pendidikan, tasawuf, kesenian dan juga dengan saluran politik. Agama ini berkembang sangat
pesat dan juga cepat dikarenakan banyaknya kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang perlahan
menjamur dan menguasai seluruh Indonesia. Umumnya satu kerajaan dengan kerajaan lain
memiliki keterikatan ataupun hubungan sehingga sangatlah jarang terjadi perang saudara
antar kerajaan Islam dan membuat Islam bertahan di Indonesia dikarenakan ajaran yang
mengarah akan perdamaian.
Diharapkan dengan adanya tulisan ini, maka penulis berharap dapat menjawab berbagai
pertanyaan tentang sejarah Islam di Indonesia seperti kapan pertama kali masuknya Islam ke
Indonesia?, siapakah kerajaan pertama yang ada di Indonesia?, mengapa Islam bisa diterima
dengan cepat di masyarakat Indonesia?, ataupun pertanyaan lain seperti dimana letak
kerajaan-kerajaan islam yang berada di bagian timur Indonesia?
Tujuan ditulisnya penulisan ini adalah untuk memenuhi tugas tengah semester dari mata
kuliah Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia pada semester gasal dan juga untuk
menambah wawasan bagi penulis dan pembaca dalam penyebaran dan perkembangan Islam
di Indonesia. Penulis juga berharap bagi siapapun yang membaca tulisan ini mendapatkan
wawasan baru tentang awal kehadiran Islam di Indonesia, yaitu bahwasanya Islam hadir
dalam negeri ini dengan damai bukan dengan peperangan.
Penulisan ini sendiri memiliki metode kualitatif dengan studi literatur dari jurnal, skripsi
dan jenis karya ilmiah lainnya

3
B. Pembahasan

❖ Kedatangan Islam ke Indonesia

A. Agama atau kepercayaan masyarakat Indonesia sebelum datangnya Islam


Islam bukanlah agama pertama yang dianut oleh masyarakat Indonesia, meskipun agama tersebut
menjadi mayoritas yang hampir seluruh masyarakat Indonesia menganut agama ini.
Sebelum datangnya Islam ke Indonesia, masyarakat Indonesia menganut 4 agama ataupun
kepercayaan ini, yaitu :
1. Animisme, kepercayaan ini mempercayai bahwa setiap benda yang ada di bumi mempunya
jiwa yang harus dihormati sehingga tak menggangu manusia, dan malah membantu dalam
kehidupan.1
Ciri utama dari Animisme ini adalah percaya kepada perwujudan dari roh. Salah satunya
adalah apabila ketika ada orang yang telah meninggal atau mati maka rohnya akan
bergentayangan.
2. Dinamisme, kepercayaan terhadap benda-benda disekitar manusia yang diyakini memiliki
kekuatan gaib. Salah satu contoh dari dinamisme ini adalah kepercayaan terhadap benda-
benda milik manusia yang dipercaya memiliki arwah didalamnya seperti cincin yang konon
katanya memiliki kekuatan gaib.2
3. Hindu, agama ini merupakan agama yang dominan saat itu termasuk di Indonesia. Agama ini
juga merupakan agama yang tertua dikarenakan agama ini sudah ada sejak dahulu kala.
4. Buddha, agama ini lahir di India kuno pada awal-awal masehi sehingga merupakan agama
yang tua juga. Agama ini menyebar sama dengan ajaran agama hindu melalui kerajaan-
kerajaan yang bercorak hindu buddha.

B. Pembawa agama Islam


Islam bukanlah agama pertama yang dianut di Indonesia, dikarenakan hal itu maka Islam sudah pasti
dibawa oleh orang-orang dari luar Indonesia. Berbagai suku dan juga berbagai orang membawa Islam
ke Indonesia, diantaranya :
1. Orang India : dalam berbagai teori masuknya Islam ke Indonesia, teori Gujarat lah yang
disebutkan sebagai awal masuknya pertama kali Islam ke Indonesia.

1 Kasimin Amran, Agama dan Perubahan Sosial, , Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1991, hlm 27.
2 Edward B. Tylor, Primitive Culture: research into development of Mythology, New York: Brentanos, hlm 160.
4
Teori ini berisi tentang teori yang mengatakan bahwa Islam pertama kali dibawa ke Indonesia
oleh bangsa India, tepatnya India Gujarat. Gujarat merupakan sebuah daerah di India yang
sebelumnya masyarakatnya beragama Hindu hingga bergsnti menjadi mayoritas Islam.
Gujarat juga merupakan kota para pedagang sehingga banyak pedagang yang datangnke
Indonesia dan menyebarkan ajarannya.3
2. Orang Arab : selain adanya teori Gujarat, Islam dikatakan juga Islam dibawa oleh orang -
orang Arab yang berdagang di Indonesia dan juga menikah dengan orang pribumi sehingga
dengan begitu agama Islam dengan cepat menyebar ke seluruh Indonesia.
3. Orang Persia: teori terakhir masuknya Islam ke Indonesia berasal dari bangsa Persia. Bangsa
ini merupakan bangsa yang berdagang juga sehingga menyebarkan agama tersebut disini.
Bangsa ini juga disebutkan dalam beberapa sumber bahwa dikarenakan adanya guru-guru
Sufi maka dengan cepat ajaran Islam menyebar di Indonesia.

C. Waktu Kedatangan Agama Islam


Islam pertama kali dibawa oleh orang Arab apabila menggunakan teori Mekkah. Teori tersebut
mengatakan saat Arab sedang maju arab menyebarkanya pada sekitar abad ke 7 M.
Sedangkan menurut teori Gujarat, Islam masuk ke Indonesia pada sekitar abad ke 13 M bersama
sengan para pedagang Insia Gujarat.

❖ Saluran penyebaran Islam


A Saluran Perdagangan
Indonesia memiliki letak yang sangat strategis dikarenakan merupakan jalur sutra laut
sehingga hubungan antara Arab dan juga China pasti akan melewati Indonesia. Dikarenakan
Indonesia merupakan jalur Sutra maka banyak sekali Pelabuhan yang disinggahi oleh para
pedagang dari berbagai negara termasuk pedagang yang berasal dari negara muslim. Para
pedagang muslim ini tidak hanya memiliki tujuan berdagang tetapi juga dengan niat mulia,
yaitu menyebarkan ajaran Islam termasuk ke Indonesia. Oleh karena berbagai hal tersebut
Islam dengan cepat menyebar di Indonesia melewati jalur perdagangan.4

3
Aceh Aboebakar, Sekitar Masuknya Islam Ke Indonesia, Solo: Rahamadhani, hlm 46.
4 Tjandrasasmita Uka, Arkeologi Islam Nusantara, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2009, Hlm.40.
5
B Saluran Perkawinan

Di Indonesia, dikarenakan banyaknya pedagang termasuk Islam maka para pedagang ini
menikah dengan para penduduk asli Indonesia termasuk para anggota kerajaan ataupun para
putri raja. Dengan menggunakan cara ini maka Islam di Indonesia akan bertahan lama dan
memiliki pengaruh yang kuat dikarenakan membuat banyak keluarga muslim yang akan
menyebarkanya Kembali serta dengan adanya para pimpinan kerajaan yang beragama Islam
maka merubah kerajaan tersebut menjadi kerajaan Islam.5

C Saluran Pendidikan
Proses islamisasi di Indonesia semakin cepat dan semakin kuat pengaruhnya hingga banyak
para pemuka agama terutama Islam di Indonesai yang mendirikan banyak sekali tempat untuk
mempelajari Islam seperti Pesantren, Zawiyyah Sufi, DLL. Islamisasi dengan cara
Pendidikan ini memiliki tujuan agar mencetak para calon-calon dai ataupun ustad dengan
tujuan menyebarkan agama Islam hingga ke pelosok-pelosok di Indonesia.

D Saluran Tasawuf
Tasawuf merupakan ajaran ketuhanan yang berfokus pada pembersihan diri dan mensucikan
diri. Pada perkembangannya ajaran ini kerap dikaitkan dengan hal-hal bersifat magis. Ajaran
Tasawuf masuk.
Pada sekitar abad ke-13 banyak ahli-ahli Tasawuf yang beral dari India dan juga Persia masuk
ke Indonesia dan menyebarkan ajaran tersebut dengan tujuan dakwah.

E Saluran Kesenian
Saluran ini merupakan saluran yang paling menarik perhatian masyarakat Indonesia kala itu,
dikarenakan banyak akulturasi yang menggunakan ajaran sebelumnya seperti menggunakan
wayang yang kala itu merupakan hiburan masyarakat lalu diselipi nilai-nilai islam sehingga
banyak masyarakat yang tertarik dengan ajaran Islam. Ataupun seperti penggunaan lagu-lagu
Islam atau kala itu disebut dengan gending yang berarti lagu. Banyak juga bangunan-

5 Daliman A, Islamisasi dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, Yogyakarta


: Ombak, 2012,
6
bangunan masjid yang menggunakan corak-corak candi sebelumnya sehingga masyarakat
gampang menerimanya karena mirip dengan tempat ibadah mereka sebelumnya.

F Saluran Politik
Saluran ini menggunakan konsep dewa raja yang berarti apabila para petinggi kerajaan
tersebut memilih suatu agama, maka rakyat akan mengikuti agama sang raja tersebut.
Dikarenakan banyaknya para pemimpin kerajaan yang menikah dengan pedagang Islam
maka secara tidak langsung mengajak para rakyatnya untuk beragama Islam.

• Kerajaan Islam Di Pulau Sumatera

A. Kesultanan Perlak
Di Indonesia bahkan dunia, Kesultanan ini adalah kesulatanan pertama yang pernah ada.
Sehingga menjadi kesultanan Perlak menjadi kesultanan tertua di Indonesia bahkan dunia.
Kesultanan ini berada di wilayah Peureulak, Aceh timur menjadikan kesultanan dengan
lokasi strategis, dikarenakan hal tersebut maka kesultanan ini maju dengan adanya pelabuhan
yang banyak disingahi banyak pedagang termasuk arab dan gujarat.
Dikarenakan banyaknya pedagang bersinggah maka banyak para pedagang muslim yang
menikah dengan pendudukan setempat dan membuat agama Islam dengan cepat menyebar.
Kesultanan ini pertama kali berdiri pada 840 M yang pada awalnya dipimpin oleh seorang
sultan yang beraliran Syiah kemudian seiring berjalanya waktu terjadi perpecahan antara

7
pemerintahan Syiah dan juga Sunni sehingga menyebabkan terjadinya perpecahan menjadi 2
yaitu, Perlak Pesisir (Syiah) dan Perlak pedalaman (Sunni). 6

B. Kesultanan Samudera Pasai


Pada tahun 1267 M, Kesultanan Samudera Pasai didirikan oleh Meurah Silu di Aceh Utara.
Kerajaan ini pertama kali dipimpin oleh Sultan Malik Al-Saleh atau nama lain dari Meurah
Silu. Kesultanan ini merupakan gabungan dari 2 kesultanan yaitu, Perlak yang merupakan
kesultanan Islam juga dan juga Pase.
Letaknya yang berada di Ujung pulau Sumatera tepatnya di Aceh Utara maka memberikan
lokasi yang sangat strategis sehingga menjadikan Samudera Pasai sebuah Kesultanan
Maritim. Bahkan Samudera Pasai memiliki Pelabuhan terbesar saat itu, dan juga menciptakan
mata uang sendiri. Banyak sekali pedagang dari berbagai negara yang bersinggah di
Kesultanan ini dikarenakan lokasinya yang strategis bahkan seorang Musafir dari Maroko
pernah bersinggah di tempat ini, menjadikan tempat ini berbagai budaya termasuk Islam itu
sendiri. Kesultanan ini dijadikan pusat tempat berkembanganya Islam saat itu sehingga
banyak masyarakat Aceh saat itu yang beragama Islam. Namun. Seiring berjalanya waktu
kesultanan ini dikalahkan oleh Portugal pada tahun 1521.7

C. Kesultanan Pagaruyung
Kesultanan ini merupakan kesultanan yang terletak di Sumatera Barat dikarenakan nama
Pagaruyung yang sering dikenal dengan sebuah istana yang terletak di tanah minang itu. Pada
awalnya kesultanan ini merupakan bagian dari kerajaan Malayapura lalu mereka memisahkan
diri dan membuat kesultanan di tanah Minang.
Sebelum abad 17 kerajaan ini masih merupakan kerajan hindu, namun seiring berjalanya
waktu dan juga banyaknya pengaruh Islam yang masuk ke wilayah minang maka kerajaan
ini berganti menjadi kerajaan Islam dan membuat berbagai hal atau kegiatan yang
bertentangan dengan ajaran Islam dihilangkan.

6
Fuad Choiruk,, Kesultanan nusantara dan faham keagamaan moderat di Indonesia, , Jakarta: Puslitbang Lektur dan
Khazanah KeagamaanBadan Litabang dan Diklat Kementerian Agama

, 1991, hlm 27.

7 Utriza Ayang, Islamisasi dan Syariatisasi Samudera Pasai Abad ke-14 masehi, Jakarta: UIN Jakarta, 2015,
8
Namun, dikarenakan masuknya Islam maka terjadi pertentangan antara para ulama ataupun
sering disebut juga dengan Kaum Paderi dengan para kaum adat dikarenakan keinginan para
kaum adat yang ingin tetap adanya kebiasaan terdahulu meskipun bertentangan dengan ajaran
Islam.
Saat itu hal-hal yang dilarang Islam seperti Judi, Mabuk, ngadu ayam, dan sebagainya masih
kerap dilakukan oleh kaum adat sehingga terjadi pergesakan antara kaum Paderi dan kaum
adat.
Kerajaan ini berakhir dikarenakan faktor internal itu sendiri dan juga saat itu kaum adat
berkhianat, mereka menyepakati sebuah perjanjian yang berisi Belanda membantu para
Kaum Adat untuk melawan kaum Paderi. Maka sejak saat itu Kaum Paderi hilang dan
kerajaan ini runtuh lalu berada dibawah kekuasaan Belanda.8

D. Kesultanan Jambi
Pada akhir abad 19 terdapat sebuah kesultanan yang cukup berpengaruh saat itu yaitu,
kesultanan Jambi. Kesultanan ini terakhir kali dipimpin oleh seorang pahlawan daerah yang
dikenal dengan Sultan Thaha Syaifuddin, seorang tokoh yang dikenal sebagai sultan terakhir
dari kesultanan ini dikarenakan gugur dalam berperang melawan para penjajah, yaitu
Belanda.
Kesultanan ini berkuasa sejak 1615 M hingga 1906 M. Kesultanan Jambi berawal dari sebuah
kerajaan yang telah berdiri sekitar tahun 1460 dengan raja pertamanya adalah seorang wanita
bernama Putri Selaras Pinang Masak.
Kesultanan ini berperan besar dalam proses islamisasi di tanah Jambi dikarenakan para raja
ini beragama Islam maka rakyatnya akan mengikuti agama sang raja, dan juga kerajaan ini
sering kali mengirimkan surat agar mengikuti ajaran Islam kepada para rakyatnya.9

E. Kesultanan Palembang Darussalam

8Gustama, Faisal Ardi. 2017. Buku Babon Kerajaan-Kerajaan di Nusantara. Yogyakarta: Brilliant Book
9Syaputra Deki, Peran Kesultanan Jambi dalam Islamisasi di Kerinci, Padang: Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Batanghari, 2020
9
Kesultanan ini berdiri pada sekitar awal abad ke-17, Palembang dijadikan pusat pemerintahan
kerajaan yang bernuansa Islam dengan pendirinya Ki Gede ing Suro, bangsawan pelarian dari
Kesultanan Demak.
Kesultanan Palembang berada kawasan yang strategis dalam melakukan hubungan dagang
terutama hasil rempah-rempah dengan pihak luar. Kesultanan Palembang juga berkuasa atas
wilayah kepulauan Bangka Belitung yang memiliki tambang timah dan telah
diperdagangankan sejak abad ke-18.
Pada akhirnya kesultanan ini dibubarkan oleh Belanda pada tahun 1823 M, hingga
menjadikan akhir kisah dari kesultanan ini.

• Kerajaan-Kerajaan Islam di Pulau Jawa dan Madura


A. Kesultanan Mataram

Pada awalnya wilayah Kotagede adalah bagian dari kekuasaan kerajaan Pajang. Kemudian,
atas keberhasilannya mengalahkan Arya Penangsang, Ki Ageng Pamanahan dilantik sebagai
Senapati, diberikan kuasa atas wilayah tersebut, dan anak kandung dari Ki Ageng Pamanahan yang
bernama Sutawijaya dijadikan anak angkat oleh Sultan Hadiwijaya.1

Wilayah tersebut pada awalnyaa merupakan hutan lebat tidak berpenghuni. Kemudian, Ki
Ageng Pamanahan beserta anak dan pengikutnya berhasil mengjadikan wilayah tersebut menjadi
pemukiman yang digemari banyak orang. Ki Ageng Pamanaagan mendirikan sebuah pusat
pemerintahan yang berupa Istana di wilayah Kotagede pada tahun 1577 M sampai dia wafat di
tahun 1584 M.2

Setelah Ki Ageng Pamanahan Wafat, dia digantikan oleh anaknya yang bernama Sutawijaya.
Pada masanya Mataram mengalami berbagai kemajuan seperti perluasan wilayah dan
mendeklarasikan diri sebagai wilayah berdaulat dengan bukti pendirian benteng-benteng
pertahanan di sekitar wilayah kerajaan.

Kerajaan Mataram menglami puncak kejayaan saat diperintah oleh Raden Mas Rangsang atau
Sultan Agung Senapati Ingalaga Ngabdurrachman. Hal tersebut dibuktikan dengan perluasan
wilayah kekuasaan yang mencakup hampir seluruh wilayah pulau Jawa hingga Madura, kecuali
Banten, Batavia, dan Blambangan. Selain dibuktikan dengan ekspansi, Raden Mas Rangsang juga

10
1 Sartonokartodirdjo, Sejarah Nasional, III., hal.286

2 Dr. Purwadi M. Hum. Sejarah Joko Tingkir, (Yogyakarta: Penerbit Pion Harapan 2004). hlm. 282

11
berhasil mengatasi masalah epidemi, kelaparan, dan berhasil mengalahkan Pati yang ingin
meruntuhkan kekuasaan Mataram di tanah Jawa. 3

Keruntuhan kerajaan Mataram dimulai dari naik tahtanya Amangkurat 1 sebagai raja Mataram.
Amangkurat 1 membuka pintu interaksi dengan Belanda yang sebelumnya ditutup rapat karena
tuntutan kemenangan perang melawan Trunojoyo.

Kemudian Amangkurat 1 wafat dan digantikan oleh anaknya, yaitu Amangkurat 2.


Amangkurat 2 sangat senang berinteraksi dengan Belanda, sehingga petinggi kerajaan sangat tidak
menyukainya. Maka atas dasar tersebut, Amangkurat 2 digantikan oleh Amangkurat 3 yang
bersifat sangat resisten terhadap Belanda.

Dengan pengaruh Belanda yang sudah tertanam kuat di lingkungan kerajaan, maka Belanda
menjadikan Pakubuwana 1 sebagai Raja Mataram. Kondisi kerajaan menjadi terpecah belah dan
timbul permasalahan politik di lingkungan internal kerajaan.

Hal tersebut dapat diselesaikan pada masa Pakubuwana 3 dengan ditandatanganinya Perjanjian
Giyanti yang menjadikan kesultanan Mataram terbelah menjadi 2, yaitu kesultanan Surakarta dan
kesultanan Ngayogyakarta.4

B. Kesultanan Pajang

Joko Tingkir yang bergelar Sultan Hadiwijoyo di kerajaan Pajang adalah raja pertama di
Kesultanan Pajang. Setelah naik tahta, Joko Tingkir memindahkan pusat pemerintahan hingga
atribut kerajaan menuju Pajang. Kerajaan Pajang berhasil didirikan karena hasil dari peperangan
yang dimenagkan oleh Sutawijaya dari kekuasaan Demak saat itu, yaitu Arya Pangiri. Daerah
kekuasaan kerajaan Pajang meliputi Tuban, Pati, Pemalang, Madiun, Ponorogo, Sidayu, Gresik.
Kediri dan sebagian wilayah Jawa Timur.

Berbeda dengan mayoritas wilayah kerajaan Nusantara yang berada dipesisir, pusat wilayah
kerajaan Pajang berada di pedalaman pulau Jawa. Kerajaan Pajang tidak bergantung pada sektor
pelabuhan dan menjadi pusat perdagangan, namun kerajaan Pajang mengandalkan sektor Agraris
dalam perekonomiannya. Letak wilayah tersebut tidak hanya mempengaruhi sektor ekonomi,

12
3 2 Dr. H. Uka Tjandrasasmita Ibid… hlm. 20. Lihat pula M.C. Ricklef. Sejarah Indonesia
Modern 1200 – 2004, (Jakarta : P.T Serambi Ilmu Semesta, 2005). Hlm. 100

4 Mukarrom, A., 2014. SEJARAH ISLAM INDONESIA I. Surabaya, hlm. 171-174

13
namun juga mempengaruhi sektor kebudayaan. Hal tersebut dibuktikan dengan lahirnya perpaduan
ajaran Islam dengan ajaran Jawa yang berinti pokok bersatunya hamba dengan Tuhan, atau dalam
bahasa aslinya ”manunggaling kawulo gusti”. 5

Keruntuhan kerajaan ini dimulai ketika Sultan Hadiwijaya jatuh sakit kemudian meninggal.
Perebutan kekuasaan terjadi diantara anak dan menantunya, yaitu Pangeran Benawa dan Arya
Pangiri. Namun, Arya Pangiri berhasil menduduki pusat kekuasaan kerajaan Pajang dikarenakan
Arya Pangiri mendapat dukungan dari Panembahan Kudus.

Pada masa pemerintahan Arya Pangiri, kerajaan Pajang hanya disibukkan oleh kegiatan
peperangan yang didasari oleh rasa dengam Arya Pangiri terhadap kerajaan Mataram. Sehingga
banyak penduduk Pajang yang terabaikan dan dalam kondisi tidak baik. Hal tersebut menjadikan
Pangeran Benawa kembali memiliki tekad untuk merebut kekuasaan kerajaan Pajang.

Pada 1586, Pangeran Benawa bersekutu dengan Sutawijaya untuk menggulingkan kekuasaan
Arya Pangiri. Dalam perang tersebut, Arya Pangiri mengalami kekalahan dan dia dikembalikan ke
Demak, yang merupakan wilayah asalnya. Kemudian Pangeran Benawa naik tahta, namun dia
tidak memiliki putra mahkota. Sehingga, tahun 1587 kerajaan Mataram membawahi wilayah
kerajaan Pajang dan dipimpin oleh Pangeran Gagak Bening.6

C. Kerajaan Demak

Wilayah kerajaan Demak pada awalanya merupakan bagian dari kerajaan Majapahit, kemudian
dianugerahkan kepada Raden Patah. Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di pulau
Jawa dan didirikan pada tahun 1478 oleh Raden Patah setelah berhasil melepas diri dari kuasa
kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh raja terakhirnya, yaitu Raja Brawijaya. Raden Patah sendiri
merupakan anak kandung dari Raja Brawijaya, sehingga pendirian kerajaan ini mendapat citra
negatif dari beberapa pihak.7

Tumbuh dan berkembangnya Islam di Indonesia tidak lepas dari pengaruh wali songo yang
menjadikan Demak sebagai pusat penyebaran agama Islam di pulau Jawa. Selain dijadikan pusat

14
5 Dr. H.J. De Graaf, Awal Kebangkitan Mataram Masa Pemerintahan Senopati, (Jakarta: Grafiti
Press 1984). Hlm 59.

6 Mukarrom, A., 2014. SEJARAH ISLAM INDONESIA I.Ibid hlm. 158-159

7 Mukarrom, A., 2014. SEJARAH ISLAM INDONESIA I.Ibid hlm. 152

15
penyebaran agama Islam, demak juga tumbuh menjadi pusat perdagangan dan wilayah yang
disegani oleh berbagai pihak.

Puncak kejayaan kerajaan Demak dialami pada masa pemerintahan Sultan Trenggono yang
merupakan adik dari Adipati Unus. Sultan Trenggono banyak mengalami keberhasilan dari
kegiatan ekspansi yang dipimpinnya. Wilayah taklukannya diantara lain: Tuban, Madiun,
Surabaya, Pasuruan, Malang, dan Blambangan.. Tidak hanya sebatas kegiatan ekspansi militer,
Sultan Trenggono juga melakukan politik perjodohan. Seperti perjodohan Pangeran Hadiri dengan
puterinya, Pangeran Paserahan dengan putrinya (lalu memerintah di Cirebon), Fatahillah dengan
adiknya, dan Joko Tingkir dengan adiknya.

Keruntuhan kerjaan ini dikarenakan permasalahan politik internal keluarga kerajaan setelah
meningaalnya Sultan Trenggono. Diawali dengan terbunuhnya Pangeran Sekar Seda Lepen oleh
keluarga Prawoto, dia merupakan anak dari Sultan Trenggono. Setelah itu, anak dari Pangeran
Sekar Seda Lepen, yaitu Arya Penangsang membunuh semua anggota keluarga Prawoto. Tidak
selesai sampai disitu, Arya Penangsang juga membunuh Pangeran Hadiri yang merupakan adipati
Jepara. Semua hal tersebut dilakukannya atas dasar balas dendam, dan memuluskan kursi
kekuasaan Demak baginya. Setelah Arya Penangsang menjadi penguasa Demak, dia kalah dan
terbunuh dalam peperangan oleh Sutawijaya yang merupakan bawahan dari Joko Tingkir. Pada
akhirnya, Joko Tingkir memindahkan seluruh kekuasaan Demak menuju Pajang dan berdirilah
kesultanan Pajang.8

D. Kesultanan Cirebon

Kerajan ini pertama kali dirintis oleh Pangeran Cakrabuwana yang merupakan anak dari Sri
Baduga Maharaja Prabu Siliwangi darii istri keduanya yaitu SubangLarang yang merupakan anak
dari Ki Gedeng Tapa. Perintisan tersebut berupa pendirian desa berpenghuni, desa tersebut terus
tumbuh dan berkembang karena sangat sering disinggahi oleh orang-orang dari berbagai suku,
agama, bahasa, adat istiadat, dan mata pencaharian.

16
8 Mukarrom, A., 2014. SEJARAH ISLAM INDONESIA I.Ibid hlm. 152-156

17
Kemudian wilayah yang terletak di pantai utara pulau Jawa ini didirikan sebuah kerajaan
berasaskan Islam oleh Sunan Gunung Jati, atau yang bernama asli Syarif Hidayatullah pada tahun
1479.9

Puncak keemasan kesultanan ini dialami pada saat Syarif Hidayatullah berkuasa. Dibuktikan
dengan ekspansi ke wilayah Galuh(Pajajran TImur) dan menaklukan Pakwan(Pajajaran Barat)
melalui kesultanan Banten yang didirikan oleh Syarif Hidayatullah juga. Selain melakukan
ekspansi, Dakwah Islam yang dilakukan oleh Syarif Hidayatullah juga berhasil diberbagai wilayah
di pulau jawa.

Setelah Sunan Gunung Jati meninggal, dia digantikan oleh menantunya sendiri yang bernama
Fatahilah. Dipilihnya menantu tersebut dikarenakan anak kandung dari Syarif Hidayatullah sudah
meninggal terlebiih dahulu sebelum dilaksanakannya perpindahan kekuasaan.

kemudian, Fatahilah tutup usia dan digantikan oleh cicit dari Syarif Hidayatullah dan putra dari
Pangeran Pasarean, dia bernama Pangeran Emas dan bergelar Panembahan 1. Setelah itu, Posisi
Panembahan 1 sebagai penguasa digantikan oleh Panembahan Ratu 2 yang merupakan menantu
Sultan Agung yang berasal dari Mataram.

Kemunduran kerajaan Cirebon terjadi ketika Panembahan Ratu 2 bersama kedua anaknya,
melakukan kungjungan ke kerajaan Mataram. Di wilayah kerajaan Mataram, Panembahan 2
beserta anak-anaknya dibunuh, yaitu Pangeran Kerta Wijaya dan Pangeran Mertawijaya.

E. Kesultanan Banten

Kerajaan Banten pada awalnya merupakan wilayah yang mayoritas berupa Pelabuhan,
kemudian direbut dari kerajaan Sunda di tahun 1525 oleh ekspansi Demak dan Cirebon. Setelah
ekspansi tersebut berhasil, wilayah-wilayah taklukan dijadikan wilayah perdagangan dan pusat
kegiatan kemiliteran.

Sultan yang peratama berkuasa adalah Sultan Hasanuddin yang merupakan putra dari Sunan
Gunung jati. Sultan Hasanuddin berperan besar dalam kegiatan ekspansi wilayah tersebut.

18
9 A. Krisna Bayu., 2014. Sejarah Runtuhnya Kerajaan-kerajaan di Nusantara: Mereka yang
pernah Berjaya dan Kini tinggal Nama

19
Sehingga, berdasarkan garis keturunan dan jasanya, dia dijadikan penguasa pertama kerajaan
Banten di bawah pengaruh Kerajaan Demak.

Setelah Sultan Hasanuddin wafat, kekuasaan berpindah ke tangan anaknya yang bernama
Maulana Yusuf. Maulana Yusuf berhasil menaklukan Pasundan pada tahun 1579 dan
memproklamirkan kemerdekanan kerajaan Banten dari pengaruh Kerajaan Demak.

Masa keemasan kerajaan ini dialami pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa.
Dibuktikan dengan monopoli lada yang dilakukan kerajaan Banten di Lampung, dan penentangan
terhadap pengaruh Belanda yang memblokade kapal dagang yang menuju Banten.

Kemunduran kerajaan Banten dimulai dengan perselisihan kekuasaan antara Sultan Ageng dan
Sultan Haji yang merupakan anaknya sendiri. Kemudian, Belanda memanfaatkan situasi ini untuk
menggulingkan Sultan Ageng dengan berpihak kepada Sultan Haji. Peperangan tersebut
dimenangkan oleh kubu Sultan haji bersama Belanda, dengan ditangkapnya Sultan Ageng dan
ditahan di Batavia pada 14 Maret 1683.

Balasan yang diberikan Sultan Haji atas kemenangan dari konflik tersebut kepada Belanda
adalah penyerahan Lampung pada tahun 1682. Pada 1687, Sultan Haji Wafat dan pengaruh
Belanda di Kesultanan Banten semakin kuat hingga pengangkatan penguasa baru di kerajaan
Banten harus melalui persetujuan pihak Belanda. Kesultanan akhirnya runtuh akibat lemahnya
kekuatan politik dan serangan dari pihak Inggris pada tahun 1813. 10

20
10 Mukarrom, A., 2014. SEJARAH ISLAM INDONESIA I.Ibid hlm. 174-182

• Kerajan-Kerajaan Islam di Pulau Kalimantan


1. Kerajaan Banjar

Kerajaan Bangal didirikan pada tahun 1520 M dan terletak di wilayah selatan Kalimantan.
Menurut Hikayat Banjar edisi kedua, kerajaan banjar merupakan kelanjutan dari kerajaan-kerajaan
yang sudah ada di wilayah tersebut, antara lain Kerajaan Kuripan, Kerajaan Dipa dan Kerajaan
Daha.

Penobatan Raden Samudera sebagai Raja Kerajaan Banjar diawali dengan keinginan kakeknya
Maharaja Sukarama yang berharap agar cucunya menggantikannya sebagai singgasana kekuasaan
di Kerajaan Daha. Karena keinginan tersebut, nyawa Pangeran Samudra terancam, karena putra
Adipati Agung Sukarama juga berambisi kuat untuk menjadi penguasa Kerajaan Daha selanjutnya.
Ini termasuk: Pangerann Bagalung, Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Tumenggung.Arya
Trenggana membantu pelarian Pangeran Samudera ke hilir sungai Barito dari ancaman-ancaman
yang terus menghampirinya. Dalam pelariannya, Pangeran Samudera menyamar menjadi seorang
nelayan dan ditampung oleh Patih Masih yang nantinya akan diangkat sebagai penguasa
Bandarmasih. Sepeninggalan Sukarama, Pangeran Mangkubumi menjadi penguasa Daha, dan
kemudian digantikan oleh pangeran Tumenggung.

Pangeran Tumongun menyerang daerah Bandamasi. Pangeran Samudra akhirnya mencari

21
bantuan dari Kerajaan Demark di Jawa dan berjanji untuk masuk Islam setelah kemenangan perang
menjadi kenyataan. Setelah Pangeran Tumongon dikalahkan, kekuasaan Daha akhirnya
dikembalikan kepada Pangeran Samudera. Apalagi Kerajaan Daha yang tinggal di Bandamasi dan
Kesultanan Bangal digabung menjadi satu wilayah.

Kemudian Pangeran Samudra memenuhi janjinya menjadi seorang Muslim, naik tahta dan
menjadi raja pertama Kerajaan Bangal, dengan gelar Sultan Suriansyah atau Suryanullah.

Kerajaan Banjar mengalami masa kejayaannya pada awal abad 17. Masa kejayaan tersebut
menjadikan kerajaan Banjar sebagai kerajaan terkuat di tanah Kalimantan.

Ini membuktikan Kepemilikan komoditas lada dan suramnya keberadaan Kerajaan Demak
yang sebelumnya memberikan penghormatan kepada mereka. Saat itu, Bangalan memiliki dana
yang cukup untuk menghadapi ancaman besar dari kerajaan lain di Jawa (seperti kerajaan Tuban)
hingga kerajaan Mataram yang meluas di berbagai wilayah di Kalimantan.

Jatuhnya Kerajaan Bangal telah diramalkan pada akhir Perang Bangal, yang mengakibatkan
kematian raja terakhirnya, Sultan Mohammed Seman, pada tahun 1905. Belanda bergerak menuju
wilayah dan masyarakat Banjar. Sepeninggal Sultan Mohamed Seman, hampir seluruh wilayah
Kerajaan Banjar diserahkan kepada Belanda, dan keberadaan Kerajaan Banjar punah. 1

2. Kerajaan Kutai Kartanegara

Sebelum menjadi kerajaan berasaskan agama Islam, kerajaan Kutai Kartanegara dahulunya
meruapakan kerajaan Hindu yang sudah berdiri sejak tahun 1300 M, dan didirikan oleh Raja Batara
Agung Dewa Sakti.

Pada awalnya terdapat dua Kerajaan Kutai, yaitu Kutai Martapura yang telah berdiri sejak abad
ke-4 M dan Kutai Kertanegara yang berdiri sekitar abad ke-13 M. Pada abad ke-17 M keduanya
terlibat pertempuran yang menyebabkan hancurnya Kutai Martapura Hindu. Akhirnya kedua Kutai
tersebut dilebur menjadi satu yang bernama Kutai Kertanegara Ing Martadipura. Pertempuran
tersebut terjadi di sekitar sungai Muara Kaman. Dan pada saat terjadinya pertempuran, raja Kutai
Kertanegara sudah beragama Islam dengan rajanya yang bernama Pangeran Sinum Panji Mendapa
22
yang memerintah Kutai Kertanegara pada 1605-635 M.

Perkiraan awal masuknya agama Islam ke Kerajaan Kutai kartanegara diperkirakan sejak abad
ke 13 atau 14 M. yakni pada masa pemerintahan Aji Wirabayan pada tahun 1360-1420 M. Proses
islamisasi ini terjadi seiring dengan terbukanya hubungan antara kerajaan ini dengan wilayah lain
atau kerajaan Islam lain, yaitu Makassar.

Kesultanan Kutai Kertanegara kemudian bertransformasi menjadi pusat islamisasi di daerah


Kalimantan Timur setelah rajanya masuk Islam. Sebagaimana di kerajaan-kerajaan lain, ketika
rajanya masuk Islam, maka rakyatpun mengikuti. Artinya kekuatan politik merupakan faktor
penyebab bagi mudahnya proses islamisasi di daerah tersebut. Pengaruh agama Islam mulai
menonjol di Kesultanan Kutai

23
1 Sahriansyah, 2015. SEJARAH KESULTANAN DAN BUDAYA BANJAR. pp.1

24
pada masa pemerintahan Sultan Aji Raja Mahkota Mulia Islam yang memerintah Kutai pada 1525-
1600 M dan diteruskan oleh puteranya, Sultan Aji Dilanggar yang memerintah pada 1600-1605.

Indikasi keruntuhan kerajaan Kutai Kartanegara dimulai sejak meninggalnya Aji Sultan
Muhammad Salehuddin yang memerintah pada 1780-1850 M. Pemimpin Kerajaan Kutai
kartanegara setelahnya tidak memiliki karakter yang kuat dan memadai untuk memerintaah
kerajaan Kutai Kartanegara. Selain dari faktor internal kerajaan, wilayah dan kekuasaan kerajaan
Kutai Kartanegara juga mengalami intervensi dan dominasi pihak Belanda, sehingga eksistensi
kerajaan Kutai Kartanegara berangsur-aangsur runtuh.2

3. Kerajaan Kotawaringin

Kerajaan Kotawaringin adalah sebuah kerajaan Islam di wilayah yang menjadi Kabupaten
Kotawaringin Barat saat ini di Kalimantan Tengah dan didirikan pada tahun 1615. Wilayah
kerajaan ini pada awalnya adalah bagian dari kerajaan Banjar. Pendiri dari kerajaan Kotawaringin
adalah Pangeran Adipati Anta Kusuma. Pendirian kerajaan ini dimulai setelah Pangeran Adipati
Anta Kusuma dianguerahkan wilayah kotawaringin dari ayahnya yaitu Sultan Banjar IV yang
bernama Mustain Billah.

Masa keemasan dan kemunduran kerajaan Kotawaringin terjadi di waktu yang bersamaan.
Ketika Ratu Begawan Sultan ke 7 berkuaasa, kerajaan Kotawaringin mengalami kemajuan dalam
bidang perkonomian dan perpolitikan, dibuktikan dengan pengeksporan hasil bumi dan
penggunaan mentri di setiap wilayah kekuasaan. Namun, pada zaman ini juga kerjaan
Kotawaringin juga diserahkan kepada Belanda oleh pihak kerajaan Banjar. Sehingga, kekuasaan
tidak sepenuhnya lagi dimiliki oleh pihak kerajaan Kotawaringin, namun disertai intervensi dan
dominasi dari pihak Belanda yang pada akhirnya mengantaarkan kerajaan Kotawaringin menuju
masa keruntuhan.3

4. Kerajaan Sambas

Pada awalnya, kerajaan Sambas yang terletak di pesisir utara Kalimantan Barat adalah kerajaan
yang berasaskaan agama Hindu dan dipimpin oleh seorang kuturunan Majaphit yang bernama Ratu
Sapudak. Muncul dan berkembangnya Islam di tanah Sambas dimulai dari kedatangan penguasa
dari Kerajaan Sukadana yang bernama Sultan Tengah. Sultan Tengah sendiri merupakan keturunan
25
dari Sultan Brunei Darussalam ke-9, sehingga relasi penyebaran agama Islam di tanah Sambas
dipengaruhi oleh Kesultanaan Brunei Darussalam.

Pada masa pemerintahannya, Ratu Anom mengangkat Pangeran Amangkurat yang merupakan
anak kandungnya dan Raden Sulaiman sebagai Wazir kerajaan. Pangeran Amangkurat bertugas
untuk membantu

2 Mukarrom, A., 2014. SEJARAH ISLAM INDONESIA I. Surabaya, hlm. 202-203


3 Mukarrom, A., 2014. SEJARAH ISLAM INDONESIA I. Ibid, hlm. 196-201

26
urusan perbendaharaan raja sekaligus sebagai pendamping raja di kesempatan-kesempatan
tertentu, sedangkan Raden Sulaiman ditugaskan dalam urusaan-urusan diplomasi kerajaan. Namun,
Raden Sulaiman lebih disukai dan dihormati oleh rakyaat Sambas ketimbang Pangeran Mangkurat
yang merupakan keturunan langsung dari penguasa padaa saat itu. Berdasarkan hal tersebut,
timbullah rasa iri dari Pangeran Mangkurat terhadap Raden Sulaiman hingga menimbulkan konflik
yang tidak bisa dicegah oleh Ratu Anom. Untuk menyelesaikan pertikaian tersebut, akhirnya
keluarga Raden Sulaiman dan pengikutnya yang sudah memeluk Islam berpindah ke wilayh Kota
Bangun pad tahun 1655, dan setahun berikutnya melanjutkan perjalann menetap di kota Bandir.

Empat tahun berselang, Ratu Anom mendatangi Raden Sulaiman di Kota Bandir untuk
memberikan kekuasaannya atas kerajaan Sambas kepada Raden Sulaiman. Pemberian tersebut
disebabkan oleh Ratu Anom beserta penduduk Kota lama ingin meninggalkan wilayah Sambas
dan ingin menetap di wilayah sekitar Sungai Selakau. Pada 1671, Kesultanan Sambas resmi berdiri
dengan raja pertama Raden Sulaiman dengan gelarnya yaitu Sultan Muhammad Shafiuddin.

Pada masa kepemimpinan Sultan Muhammad Syaifuddin 2, Kesultanan sambas mengalami


masa kejayaan. Hal tersebut dibuktikn dengan keislman sambas yang begitu kuat hingga gelar
Serambi Mekah berhasil disandang oleh Kesultanan Sambas. Tidak berhenti sampai disitu,
kejayaan Kesultanan Sambas masih berlanjut dengan dibangunnya Istana Alwatzikhoebillah oleh
Sultan Muhammad Mulia Ibrahim yang memimpin dari tahun 1931-1943.

Pada masa Sultan Muhammad Mulia Ibrahim, Kesultanan Sambas mengalami kemunduran
dan menjadikannya sebagai penguasa terakhir kesultanan Sambas. Hal ini disebabkan oleh
intervensi dan dominasi Belanda, dan kemudian Jepang datang dengan tujuan yang sama pada
tahun 1942-1950. Pasca kemerdekaan, wilayah kalimantan Barat juga bersatu dengan NKRI dan
menjadi wilayah pemerintahan administrarif pada tahun 1950. Pada 15 Juli 1999, daerah Sambas
resmi ditetapkan sebagai Kabupaten.4

5. Kerajaan Pontianak

Pada tahun 1771, Syarif Abdurrahman Alkadrie mendirikan kerajaan Pontianak. Syarif
Abdurrahman Alkadrie pada awal kepemimpinannya berfokus pada sektor pembangunan
infrstuktur keraajaan untuk menarik minat dan memunculkan kemauan bagi orang-orang
pedalaman untuk pindah ke daerah kerajaannya. Dalam 3 tahun, rencana tersebut sudah terealisasi
27
dan pembangunan infrastuktur terus

4 bpcbkaltim, 2017. Profil Dan Sejarah Kesultanan Sambas - Balai Pelestarian Cagar Budaya
Kalimantan Timur. [online] Balai Pelestarian Cagar Budaya Kalimantan Timur. Available at:
<https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbkaltim/profil-dan-sejarah-kesultanan-sambas/>
[Accessed 18 October 2020].

28
berlanjut. Setelah rencanya berhasil, fokus dari Syarif Abdurrahman Alkadrie berpindah ke
sektor perekonomian, dia ingin mejadikan kerajaan kerajaan Pontianak pusat perdagangan
dan banyak disinggahi oleh orang-orang yang berasaal dari luar daerahnya. Setelah 7 tahun,
rencaananya itu juga berhasil dia realisasikan dengan bukti kepemilikan puluhan kapal
dagang yang dilengkapi Meriam. Dan fokusnya yang terakhir setelah pembangunan armada
perdagangan adalah, pendirian pusat kesultanan Pontianak itu sendiri.

Masa keemeasan Kesultanan pontianak terjadi pada saat Sultan Syarif Muhammad Al-
Kadrie yang merupakan sultan ke 6 kesultanan pontianak memimpin. Hal ini dibuktikan
dengan semua kegiatan transaksi yang dilaksanakan di wilayah kekuasaan Kerajaan
Pontianak diperbolehkan menggunakan semua jenis mata uang.

Masa kemunduran kesultanan Pontianak juga terjadi di masa pemerintahan Sultan Syarif
Muhammad Al-Kadrie. Ketika kepemimpinannya mulai redup, datanglah invasi Jepang yang
bersekutu dengan Belanda untuk menghancurkan kerajaan Pontianak, dan tragedi ini
dinamakan "Peristiwa Mandor". Peristiwa ini terjadi dari pada tahun 1943-1944 dalam
bentuk penyiksaan dan pembunuhan ribuan penduduk Pontianak dan sekitarnya beserta
keluarga kerajaan yang sedang memimpin pada saat itu.5

29
5 Bin Syaiful Syuriansyah, S., 2019. SEJARAH KESULTANAN KADRIAH PONTIANAK
1778 M - 2017 M.

• Kerajan-Kerajaan Islam di Pulau Sulawesi


1. Kesultanan Gowa-Tallo

Kesultanan ini didirikan pada tahun 1605 dan merupakan kerajaan Islam pertama yang berdiri
di tanah Sulawesi. Kesultanan ini merupakan gabungan dari dua kerajaan yaitu Kerajaan Gowa
yang dipimpin oleh Daen Manrabbia yang bergelar Sultan Alaudin setelah menyatakan diri
masuk Islam, dan Kerajaan Tallo yang dipimpin oleh Kraeng Motaya yang merubah namanya
menjadi Sultan Abdullah. Masuknya Islam di kerajaan Gowa (sebelum melebur dengan
Kerajaan Tallo) dibawa oleh dua orang mubaligh dari Minangkabau yaitu Datuk Ri Bandang
dan Datuk Sulaiman. Sultan Alaudin memerintah hingga tahun 1639 dan kemudian digantikan
oleh anaknya yaitu Sultan Malik As-Said yang berhasil memegang kekuasaan hingga 1653.
Sepeninggal Sultan Malik, ia digantikan oleh anaknya yaitu Sultan Hasanuddin yang memiliki
gelar “Ayam Jantan dari Timur” karena ia berhasil mengalahkan Belanda yang saat itu sedang
berusaha mengusai wilayah Sulawesi. Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, kerajaan
ini mengalami kejayaan dimana kerajaan ini berhasil menguasai perdagangan di bagian
Indonesia Timur. Hal tersebut membuat VOC geram dan akhirnya VOC pun memblokade salah
satu pelabuhan Gowa-Tallo. Tak hanya itu, VOC melakukan politik divide et impera antara
tiga pihak yaitu Raja Bone, Sultan Hasanuddin, dan Aru Palaka. Karena tidak senang dengan
keputusan tersebut, terjadilah peperangan antara Sultan Hasanuddin dengan VOC yang

30
bergabung dengan pasukan Aru Palaka pada tahun 1666 M. Sultan Hasanuddin mengalami
kekalahan dan oleh karena itu, ia diharuskan menandatangani Perjanjian Bongaya. Inti dari
perjanjian tersebut ialah, Makasssar wajib mengakui monopoli VOC, membayar kerugian
perang dan menyerahkan benteng Gowa-Tallo dan seribu budak kepada VOC. Kerajaan ini
runtuh pada tahun 1960 M dengan sultan terakhirnya yaitu Sultan Muhammad Abdul Kadir
Aidudin.

2. Kesultanan Bone

Berdirinya kesultanan ini tak lepas dari peran salah satu sultan dari kerajaan Gowa- Tallo yaitu
Sultan Alauddin. Beralihnya kerajaan Bone menjadi kerajaan Islam adalah karena pengaruh
dari Sultan Alauddin yang saat itu melakukan dakwah ke penjuru Sulawesi. Kala itu, Sultan
Alauddin berniat untuk menyebarkan Islam ke kerajaan- kerajaan tetangga yang letaknya
berdekatan dengan kerajaannya. Namun pada saat tiba di kerajaan Bone, sang raja Bone
menolak Islam karena berpikir negatif bahwa tujuan dari pengislaman ini adalah cara licik yang
digunakan Sultan Alauddin untuk mengambil alih politik kerajaan Bone. Oleh karena itu,
terjadilah pertempuran antara kedua belah pihak dan menyebabkan kerajaan Bone kalah dan
rajanya harus memeluk agama Islam. Dengan begitu, rakyatnya pun akan memeluk agama
Islam pula. Namun terjadi perbedaan pendapat antara raja Latenri Ruwa, yang saat itu
memimpin, dengan Dewan Hadat Tujuh dan masyarakatnya yang mana mereka tidak mau
menerima Islam. Oleh karena itu, Latenri Ruwa pun pergi ke Makassar dan memperdalam
agama Islam hingga akhirnya ia meninggal disana. Latenri Ruwa memiliki gelar Sultan Adam
dan merupakan raja Bone pertama yang memeluk agama Islam. Sultan Adam pun digantikan
putranya Latenri Pali. Sayangnya, Latenri Pali merupakan salah satu orang yang sangat
menentang agama Islam karena berpikiran negatif seperti yang telah disebutkan diatas. Namun
karena kerajaan gowa terus-menerus melancarkan serangan, akhirnya Islam pun diterima
secara politik dalam kerajaan Bone. Hingga akhirnya Latenri Pali digantikan oleh
keponakannya yaitu Lamaddaremmeng yang merupakan seorang muslim yang taat. Kerajaan
ini akhirnya mencapai kejayaan setelah terpuruk karena menolak Islam dan mendapatkan
serangan berkali-kali dari kerajaan Gowa. Sistem perbudakan dihapus dan angka kriminalisme
berkurang drastis semenjak Lamad memerintah di kursi pemerintahan. Namun, penerapan
syariat Islam yang dibawakan oleh Lamad ini sangat keras dan tidak toleran. Raja yang terkenal

31
dari kerajaan ini ialah Aru Palaka. Aru Palaka berhasil menjalin kerjasama dengan VOC
namun akhirnya VOC mengkhianatinya dan mengambil alih pemerintahan Kerajaan Bone.

3. Kesultanan Gorontalo

Sebelum menjadi kerajaan Gorontalo seutuhnya, kerajaan ini terdiri dari 17 kerajaan kecil.
Pada tahun 1385, pemimpin dari kerajaan-kerajaan ini sepakat untuk bergabung dan
membentuk satu kerajaan pusat yaitu kerajaan Hulondalo. Ya, Hulondalo adalah nama awal
dari kerajaan Gorontalo. Kerajaan ini dipimpin oleh Maharaja Ilahudu. Masuknya Islam ke
kerajaan ini melalui jalur perkawinan, dimana sang raja saat itu yaitu Raja Amai, menikahi
seorang putri dari kerajaan Palasa. Kerajaan Palasa adalah kerajaan yang brcorak Islam dan
memiliki hubungan dengan kerajaan Ternate. Sang Putri berperan penting dalam penyebaran
agama Islam di kerajaan ini. Sebelum perkawinannya, sang Putri memberikan persyaratan
kepada Raja Amai. Salah satunya yaitu Raja Amai dan masyarakatnya harus memeluk agama
Islam. Persyaratan itu pun dipenuhi dan menjadi langkah awal Kesultanan Gorontalo dalam
menyebarkan dakwah Islam. Pada tahun 1550, Sultan Amai turun takhta dan digantikan oleh
anaknya yaitu Matolodula Kiki. Kesultanan ini mencapai kejayaannya pada saat dibawah
pemerintahan Sultan Eyato. Islam berhasil menjadi agama resmi Kesultanan Gorontalo dan
masyarakatnya sudah sepenuhnya memeluk agama Islam.

4. Kesultanan Buton

Kerajaan ini terletak di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Daerah Buton ini dirintis pada
awalnya karena kedatangan empat orang dari Semenanjung Melayu pada akhir abad 13 M.
Mereka adalah Sipanjonga, Simalui, Sitamanajo, Sijawangkati dan kerap disebut sebagai Mia
Patamiana. Mereka dibagi menjadi dua bagian dan memegang masing- masing satu daerah
yaitu Gundu-Gundu dan Barangkatopa. Pada awal berdirinya kerajaan Buton, kerajaan ini
menggunakan bendera Kerajaan Melayu daerah asalnya sebagai bendera kerajaannya.
Masuknya Islam ke kerajaan ini adalah karena dampak dari kerajaan Ternate, tepatnya pada
abad ke-16 M. kerajaan ini pun berubah menjadi kesultanan pada tahun 1542 sekaligus
berlangsungnya pengangkatan sultan pertamanya yaitu Lakipalonto yang bergelar Sultan
Murhum Kaimuddin. Semenjak berubahnya kerajaan ini menjadi kesultanan, kerjaaan ini
mengalami masa kejayaan. Hubungan eksternal dengan kerajaan-kerajaan lain pun semakin

32
membaik dan sejahtera. Seperti hubungan dengan kerajaan Luwu, Konawe, Muna dan
Majapahit. Kesultanan ini runtuh pada tahun 1960 dengan sultan terakhirnya yaitu Sultan
Muhammad Falihi Kaimuddin.

5. Kesultanan Konawe

Perubahan kerajaan ini menjadi kesultanan terjadi pada akhir abad ke 16.11 Masuknya Islam
ke kerajaan ini melalui beberapa jalur, diantaranya yaitu jalur perdagangan dan jalur
pendidikan. Melalui jalur perdagangan, Islam disebarkan oleh para pedagang dari Buton,
Ternate dan Bone. Namun karena masyarakatnya belum begitu paham dengan apa yang
didakwahkan oleh para pedagang tersebut, hanya sedikit yang tertarik untuk memeluk agama
Islam. Islam pun belum secara resmi masuk ke kerajaan ini. Islam akhirnya apat masuk dan
diterima oleh masyarakatnya secara resmi pada masa pemerintahan Mokole Lakidende. Ia pun
mendapat gelar Sangia Ngginoburu. Lakidende sudah belajar agama Islam dan memeluknya
jauh sebelum ia menjadi raja Konawe. Ia berperan pentig dalam penyebaran Islam di kerajaan
Konawe. Kecintaannya kepada Islam membuatnya menerapkan aturan-aturan Islam dalam
kehidupan kerajaan. Ia pun tidak memaksa rakyatnya untuk memeluk agama Islam, melainkan
memberikan mereka kebebasan untuk memilih kepercayannya. Lambat laun, pemeluk agama
Islam semakin banyak dan akhirnya Islam menjadi agama resmi kerajaan. Kerajaan ini juga
mengalami kejayaan dengan berdirinya pusat-pusat penyiaran Islam di beberaa daerah
Konawe. Bahkan sang raja juga mendirikannya di daerah pedalaman sehingga seluruh
rakyatnya tahu akan keberadaan agama Islam ini. Kerajaan ini runtuh pada tahun 1904.

• Kerajaan Islam di Maluku dan Papua

A. Kesultanan Ternate

Maluku merupakan wilayah yang terkenal akan rempah-rempah, terutama pala dan
cengkeh, hal ini yang menyebabkan para pedagang asing tertarik untuk datang ke Maluku.
Mayoritas pedagang yang datang telah memeluk Islam dan datang sembari menyebarkan Islam
di Maluku. Oleh karena itu, Islamisasi Maluku erat kaitannya dengan para pedagang. Selain
pedagang asing, terdapat pula pedagang Melayu dari Jawa, yaitu Datu Maulana Hussein
sebagai penyebar Islam di Maluku terutama di Ternate. Beliau datang saat Ternate dipimpin
oleh Kolono Marhum pada 1465 M, Marhum (1465-1486) menjadi raja Ternate pertama yang
masuk Islam. Datu Maulana Hussein merupakan murid Sunan Giri dan merupakan seorang

33
mubaligh besar dengan tilawah dan kaligrafi Arab sebagai keahliannya. Beliau mampu menarik
perhatian masyarakat dengan suara merdunya saat melantunkan ayat suci al-Quran. Seperti
halnya di Jawa, Islamisasi di Maluku menggunakan pendekatan budaya pada masyarakatnya.

Setelah wafat, Marhum digantikan oleh putranya, Zainal Abidin (1486-1500), pada
masa inilah gelar kolano diganti menjadi Sultan. Pada masa Sultan Zainal Abidin, Islam
dijadikan agama resmi kerajaan. Selain itu, dibentuk lembaga kesultanan yang bertugas
membantu sultan dalam urusan keagamaan yang di sebut Jolebe atau Bobato Akhirat. Terdapat
4 kerajaan di Maluku yang selalu bersaing, mereka di sebut dengan “Moloku Kie Raha” yang
berarti “persatuan empat Kolono (kerajaan)”. Ke empat kerajaan tersebut adalah Ternate,
Tidore, Bacan, dan Jailolo. Raja pertama dari ke empat kerajaan ini merupakan saudara
sekaligus putra dari Jafar Shadiq. Pemerintahan selanjutnya di pegang oleh Sultan Bayanullah
(1500-1522 M), pada masanya Portugis pertama kali datang ke Maluku (1512 M). Sultan
Bayanullah melakukan perjanjian dengan perwakilan Portugis, Fransisco Serrao. Perjanjian
tersebut melemahkan Ternate, ditandai dengan dibangunnya benteng Portugis, benteng Toloko
di Ternate (1522 M). Sultan Bayanullah wafat diracuni oleh rakyatnya sendiri sebab dianggap
terlalu dekat dengan Portugis dan membiarkan Portugis ikut campur dalam urusan internal
kerajaan. Pada masa Sultan Baabulah, Ternate mencapai puncak kejayaannya. Portugis
berhasil diusir dan wilayah kekuasaan Kesultanan Ternate mencakup sebagian besar Maluku,
Gorontalo, Sulawesi (Banggai), dan Flores.

b. Kesultanan Tidore

Raja pertama Tidore, Sahajati, merupakan saudara dari raja pertama Ternate, Mayshur
Malamo. Syekh Mansur adalah salah satu pedagang dari Arab yang meyiarkan Islam di Tidore
pada masa pemerintahan Kalono Ciriati. Setelah masuk Islam, Ciriati bergelar Sultan
Jamaluddin. Pada masanya, Islam dijadikan agama resmi kerajaan dan penyebarannya
dilakukan dengan membangun madrasah dan masjid untuk masyarakat. Sultan selanjutnya
adalah Sultan Mansyur (15120-1526 M), pada masanya Spanyol datang ke Tidore untuk
pertama kalinya. Sultan Mansyur menyambut baik kedatangan Spanyol sebab Spanyol tampak
ramah dengan memberikan berbagai macam hadiah kepada Sultan Mansyur. Kedekatan
dengan Spanyol membuat Portugis tidak suka pada Tidore dan akhirnya melakukan
penyerangan pada 1524 M. Portugis dan Spanyol berdamai setelah adanya Perjanjian Saragosa,
dimana Spanyol harus meninggalkan Maluku dan Maluku tetap berada di bawah kekuasaan

34
Portugis. Sama sama wilayah pengasil rempah-rempah dan menjadi pusat perdagangan, timbul
persaingan antara Ternate dan Tidore. Persaingan inilah yang melatar belakangi terbentuknya
persekutuan Uli Lima (Ternate, Bacan, Obi, Seram, Ambon) di Maluku Barat dibawah
pimpinan Ternate dan Uli Siwa (Tidore, Halmahera, Jailolo, dan kerajaan-kerajaan di Papua
Barat) dibawah pimpinan Tidore. Tidore menguasai Maluku Timur dan Papua.

Tidore mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Nuku. Sultan Nuku berambisi
untuk menjadikan Tidore sebagai “kota ilmu” (madinatuilm), sebab menurutnya negeri yang
menguasai ilmu lah yang akan menjadi pemimpin di dunia ini. Sultan Nuku yang merupakan
seorang cendekiawan dan ahli di bidang pemerintahan dan ilmu astrologi, menerapkan
pengetahuannya saat merencanakan siasat dalam Perang Nuku melawan Belanda pada 1876
M. Keberaniannya melawan Belanda membuatnya dibuang ke Sri Langka dan wafat saat
perjalanan menuju kesana. Pergantian sultan-sultan selanjutnya tidak terlepas dari konflik dan
campur tangan Belanda dalam urusan internal kerajaan.

c. Kerajaan Bacan

Raja pertama Bacan, Said Muhammad Bakir (Said Husin) menurut Hikayat Bacan
masih bersaudara dengan raja pertama Ternate dan Tidore. Selama 10 tahun pemerintahannya,
ia berkuasa di wilayah Gunung Makian dan meninggal disana. Pada masa Kolano Sida Hasan
(1343), Bacan dengan bantuan Tidore berhasil merebut kembali Pulau Makian yang sempat di
rebut oleh Ternate dibawah kekuasaan Tulu Malamo. Sultan Zainulabidin merupakan raja
Bacan pertama yang masuk Islam (1521). Pada masa Sultan Kaicil Buko, Bacan termasuk ke
dalam “Moluku Kie Raha” dan memiliki peran sebagai pemasok logistik kerajaan. Bacan juga
masuk dalam persekutuan lima bersaudara (Uli Lima) dibawah pimpinan Ternate. Pada masa
pemerintahan Sultan Mohammad al-Bakir, Kesultanan Bacan melakukan Islamisasi ke
beberapa wilayah, seperti Sulawesi, Filipina, Kalimantan, Nusa Tenggara, Jawa dan Papua.
Bacan melemah di bawah kekuasaan Belanda pada abad ke-18.

d. Kerajaan Hitu

Kerajaan Hitu berpusat di desa tua Amahitu, yang secara administratif berada di
Maluku Tengah namun secara geografis berada di Pulau Ambon. Wilayah kekuasaan Hitu
disebut dengan Jazirah Leihitu (Ambon). Berkembangnya Jazirah Leihitu tidak lepas dari peran

35
pedagang muslim yang datang sembari menyebarkan Islam (Sahusilawane, 1996:8). Menurut
rujukan Sahusilawane, Ambon merupakan daerah pertama yang di datangi Islam sebelum
Ternate. Kerajaan Islam Hitu berdiri bersamaan dengan didirikannya Masjid Tua Amahitu
(abad ke-14) dan Maulana Syeh Abubakar Nasidik (Latusiatania) sebagai raja pertamanya.
Beberapa sumber menyebutkan, raja Hitu bersama dengan raja Ternate mempelajari agama
Islam di Gresik. Pada masa Empat Perdana Hitu, Islamisasi kerajaan Hitu mencapai puncaknya
dan Hitu menjadi pusat penyiaran agama Islam di Maluku Tengah pada abad ke-14 sampai 17
(Sahusilawane, 1996:11). Ke empatnya merupakan mubaligh yang menyiarkan Islam di Hitu
secara bertahap. Zumanjadi menjadi mubaligh pertama, disusul Patikawa (dari Jawa) yang
mengislamkan penduduk Alifuru lewat jalur perdagangan, Jamilu (dari Jailolo) yang
mengawinkan putri nya dengan Kapitan Hitu, dan terakhir Kyai Pati (dari Gorom).

Pada abad ke-15, Hitu menjadi pusat perdagangan. Kerajaan Hitu merupakan wilayah
pertama yang didatangi oleh Portugis dan Belanda (sebelum ke Ternate). Kedatangan bangsa
Eropa tersebut lambat laun melunturkan Islam di wilayah Hitu. Puncaknya pada Perang
Wawane dan Kapahaha pada abad ke-17, Belanda berhasil menguasai seuluruh wilayah Hitu
(Sahusilawane, 1996:14). Raja-raja yang memerintah di Hitu berdasarkan temuan makamnya
diantaranya, Raja Maulana Syeh Abubakar Nasidi, Maulana Ali Mahdun Ibrahim, Raja
Popoihu, Raja Matiune, dan Raja Maulana Bainamala.

e. Kesultanan Susupu Jailolo

Islamisasi di Jailolo berasal dari para pedagang Arab yang datang ke kecamatan Sahu,
Halmahera. Masyarakat Sahu yang sudah menganut Islam memilih pindah ke wilayah
Saroang, sebab terdapat kesepakatan Agama yang dianut diantara masyarakat Sahu (galib se
likudi). Di Saroang inilah, masjid pertama di kecamatan Sahu di bangun. Seiring waktu,
komunitas Saroang memilih pindah ke Gura Utu (pesisir Sahu), Gura Utu merupakan cikal
bakal berdirinya kampong Susupu. Selain pedagang Arab, Islamisasi juga dilakukan oleh
Kesultanan Ternate kepada Susupu. Al-Habib Muhammad bin Abdurahman Albaar merupakan
seorang ulama Ternate yang juga menyebarkan Islam di Susupu. Fokus ajarannya ialah
menanamkan ilmu tauhid kepada masyarakat Maluku.

Jailolo mencapai masa kejayaannya di bawah pemerintahan Kolano Katarabumi (1534-


1551). Wilayah kekuasannya meluas sampai ke Tobelo dan Morotai. Pada masa Kolano Saubo
(1551-1620), Jailolo melemah dibawah kekuasaan Ternate dan Portugis. Pada masa Sultan

36
Nuku memerintah Tidore, Arif Billa diangkat sebagai Sultan Jailolo. Kesultanan Jailolo adalah
satu-satunya kesultanan di Maluku Utara yang pusat pemerintahannya berada di Pulau
Halmahera. Pada pengangkatannya terjadi banyak perselisihan sebab Arif Billa tidak memiliki
garis keturunan dengan raja-raja Jailolo sebelumnya. Setelah Arif Billa wafat, pengangkatan
puteranya, Muhammmad Asgar sebagai sultan Jailolo harus melewati berbagai permasalahan,
ia sempat di asingkan di Seram oleh Belanda. Saat menjadi sultan (1826), Muhammad Asgar
dikenal dengan “Sultan Jailolo di Pengasingan Seram”. Kesultanan Jailolo selalu mendapat
campur tangan dari Belanda dalam urusan pemerintahannya.

Kerajaan Islam Di Nusa Tenggara

A Kesultanan Bima

Pada awalnya kesultanan ini merupakan sebuah kerajaan Hindu yang terletak di daerah
Nusa Tenggara Barat (NTB). Kerajaan yang awalnya bercorak hindu ini berdiri di abad
sekitar abad ke-13 Masehi dengan agama awal kerajaan Hindu. Lalu sekitar tahun 1620
Masehi, kerajaan Bima berubah menjadi Kesultanan Bima dengan agama kerajaan
Islam.10

Kesultanan ini menguasai hampir seluruh daerah yang berada di Nusa Tenggara Barat
(NTB). Bahkan kesultanan ini menguasai seluruh pulau Sumbawa hingga ke pulau
Komodo.

Agama Islam pertama kali dibawa oleh Kesultanan Gowa-Tallo yang datang ke Nusa
Tenggara dengan tujuan menguasai jalur perdagangan daerah timur. Saat itu pula
banyak warga yang berada di Nusa Tenggara yang beragama Islam dikarenakan
pengaruh kesultanan Gowa-Tallo tersebut. Namun, meskipun banyak keluarga kerajaan
dan juga rakyat yang sudah beragama Islam kala itu. Tetapi sang raja yang saat itu
berkuasa yaitu Raja Ruma ta Mambora tidak menerima Islam sehingga menyebabkan
gejolak di Kesultanan Bima.

Dikarenakan ditolaknya Islam oleh sang raja kala itu, maka terjadi perubahan
pemerintahan. Raja pertama yang pertama kali masuk Islam yaitu Ruma ta Ma Bata

10
Truhart Peter, Regents Of Nations: Part 3: Asia and Pacific Oceania. Munchen: K.G. Saur.

37
Wadu pun menggantikan Raja Ruma ta Mambora yang menolak Islam. Dengan
berubahnya menjadi kesultanan pun maka membuat hubungan dengan kesultanan
Gowa-Tallo semakin erat. Namun, seiring berjalan waktu kesultanan Gowa-Tallo mulai
perlahan menghilang kekuasaan di daerah timur, sehingga membuat kesultanan Bima
jatuh ke tangan VOC.

B Kesultanan Sumbawa
Kesultanan ini sama seperti kesultanan Bima yang pada awalnya penduduk dan juga
keluarga kerajaan bukan merupakan muslim melainkan beragama Hindu ataupun masih
menganut animisme.
Kesultanan ini memiliki wilayah kekuasaan hampir seluruh Pulau Sumbawa dan juga
membawahi tiga kerajaan kecil di Pulau Sumbawa. Kesultanan ini juga sering disebut
dengan nama lain kesultanan Samawa.
Sejarah mengatakan bahwa yang membawa dan menyebarkan agama Islam ke pulau
Lombok adalah seorang putra Susuhan Ratu dan Giri, Gresik yaitu Sunan Prapen.
Melalui ekspedisi militer ia mengislamkan penduduk Pulau Lombok. Setelah
keberhasilannya mengislamkan Lombok, ia kembali melanjutkan perjalanannya ke
Sumbawa dan mengislamkan Taliwang, Seran, dan Bima.
Kesultanan ini juga memiliki perjanjian yang sama dengan kesultanan Bima yaitu
perjanjian dengan kesultanan Gowa-Tallo yang berarti Kesultanan Gowa-Tallo akan
melindungi kesultanan tersebut selama kesultanan ini tetap menjadi kerajaan Islam.

C Kerajaan Selaparang
Asal usul kerajaan ini berbeda dengan Kesultanan Bima ataupun Kesultanan Sumbawa
yang merupakan perpindahan transisi dari kerajaan menjadi kesultanan. Sedangkan,
Kerajaan Selaparang merupakan kerajaan yang sejak awal dibentuk sudah merupakan
kerajaan bercorak Islam.
Sang pendiri kerajaan Selaparang yaitu Sayyid Zulqarnain merupakan anak dari
seorang pendakwah terkenal yang berasal dari Iraq kemudian berdakwah di Nusa
Tenggara. Anak-anak dari pendakwah terkenal ini pun menjadi seorang sultan-sultan
yang ada di kesultanan-kesultanan di Lombok ini, salah satunya Sayyid Zulqarnain itu
sendiri yang menjadi pendiri Kerajaaan Selaparang.

38
Kerajaan Selaparang termasuk kerajaan yang kuat di darat dan di laut. Armada lautnya
dapat mengusi Belanda pada tahun 1667-1668 M ketika ingin memasuki wilayah
Kerajaan Selaparang. Bukan hanya itu, sekitar tahun 166 dan 1624 M, armada laut
Kerajaan Selaparang berhasil mencegah penyerangan dari Kerajaan Gelgel (Bali).
Setelah semua kejadian itu, Kerajaan Selaparang melaksanakan kebijaksanaan baru
dengan memperkuat sector agraris. Pusat pemerintahannya dipindahkan di daerah Desa
Selaparang, Kecamatan Swela, Lombok Timur di wilayah dataran perbukitan. Dari
wilayah tersebut semua pergerakan mencurigakan dari laut dapat terlihat.

• Walisongo

Di Indonesia, khususnya Pulau jawa terdapat sembilan orang ulama


yang sangat terkenal karena kemampuan mereka dalam menyebarkan
agama islam. Di Tanah Jawa inilah kesembilan ulama ini menyebarkan
Islam dengan berbagai kelebihan yang mereka miliki.

Walisongo berasal dari kata wali dan juga songo, wali yang berarti
para pelindung, wakil, dll sedangkan Songo memiliki arti sembilan yang
berarti walisongo adalah sembilan pelindung. Walisongo diberikan
kelebihan dengan tujuan untuk mampu menyebarkan agama Islam
sehingga diterima di masyarakat Jawa. Di Jawa walisongo dipandang
sebagai sosok-sosok orang yang suci dan juga spesial sehingga sangatlah
diistimewakan karena jasa mereka dalam menyebarkan Islam di Pulau
Jawa.

A. Sunan Gresik
Sosok ini merupakan sosok pertama yang datang ke
Pulau Jawa dari kesembilan wali tersebut. Ia lahir pada abad
ke-14 di Samarkand. Sosok sunan ini sangatlah disukai oleh
kalangan bawah atau rendah dikarenakan ia selalu
menonjolkan poin dari Islam yaitu bahwa semua manusia
sama di mata ALLAH apapun kasta, derajat, ataupun jabatan.

39
Dikarenakan hal itu sunan gresik mendapat dukungan bahkan
sangat disukai oleh rakyat bawah.
Tak hanya mengajarkan ajaran agama Islam, Sunan
Gresik juga mengajarkan hal yang sangat berguna bagi kaum
petani yaitu konsep aliran dari gunung ke sawah atau sering
dikenal dengan irigasi sehingga sawah bisa tumbuh tanpa
melihat musim dikarenakan air akan mengalir terus. Sunan ini
juga merupakan orang yang membangun tempat peribadatan
Islam pertama di Pulau Jawa yaitu Masjid Jami Gresik juga
membangun pesantren pertama pada masa itu. Sunan ini
meninggal pada tahun 1419 beliau dimakamkan di desa
Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur. Sunan ini dikenang akan
kata-kata yang membuat para kaum bawah masuk Islam yaitu
tak ada harta ataupun kekayaan dunia yang bernilai kecuali
amal dan ahlak mulia.

B. Sunan Ampel
Sosok sunan ini dikenal juga dengan nama asli yaitu
Raden Rahmat. Sunan Ampel merupakan sosok yang juga
dianggap sebagai sesepuh dari para wali.
Kala itu terdapat seorang raja Majapahit yang tertarik
dengan Islam namun dikarenakan takut akan reaksi rakyat
maka ia tak berani mengambil risiko pindah ke Islam. Dengan
bantuan sunan ampel ini lah banyak rakyat yang menerima
Islam sebagai agama. Dikarenakan riwayat tersebut, Sunan
Ampel memiliki hubungan erat dengan Majapahit dan juga
merupakan sosok yang berhasa di Tanah Jawa. Dia dimkan di
samping Masjid yang memiliki namanya yaitu Masjid Sunan
Ampel. akam

C. Sunan Bonang
Sunan Bonang yang bernama asli Makdum Ibrahim
lahir pada tahun 1449. Ia adalah anak dari Nyi Ageng Manila
dan Sunan Ampel (Ali Rahmatullah). Sunan Bonang memiliki

40
ilmu agama dan dunia, serta sangat mumpuni dalam berbagai
bidang. Diantaranya adalah fiqh, ushuluddin, tasawuf, sastra,
arsitektur dan pencak silat. Ia adalah anak dari Sunan Ampel,
seorang ulama terkenal saat itu, Ia dididik oleh ayahnya sejak
usia dini dan menerima berbagai ilmu agama.
Namun selain itu, ia juga pergi ke Malaka untuk ikut
dengan Raden Pakusunan, Menimba ilmu dari Syekh Maulana
Ishak.
D. Sunan Drajat
Sunan Drajat dikenal dengan Raden Qasim sebagai nama
kecilnya. Beliau putra dari Sunan Ampel dan bersaudara
kandung dengan Sunan Bonang. Sunan Drajat dikenal dengan
kebaikannya dan kedermawanannya. Beliau menyebarkan
Islam melalui konsep dakwah bil-hikmah, yaitu dengan cara
bijak tanpa memaksa. Beliau memiliki lima cara dalam
berdakwah.
Pertama, melalui pengajian secara langsung di masjid atas
langgar. Kedua, melalui pendidikan di pesantren. Ketiga,
memberikan solusi atau fatwa dalam menyelesaikan suatu
permasalahan. Keempat, dengan kesenian tradisional. Dan
yang terakhir dengan ritual tradisional, selama tidak
bertentangan dengan agama Islam. Beliau menghabiskan sisa
hidupnya di Ndalem Duwur dan wafat pada tahun 1522

E. Sunan Giri
Sunan Giri merupakan putra Maulana Ishak dengan Dewi
Sekardadu. Ia merupakan murid dari Sunan Ampel dan
saudara seperguruan dari Sunan Bonang. Sunan Giri sangat
berjasa dalam penyebaran Islam di Pulau Jawa. Ia mendirikan
pondok pesantren Giri yang merupakan pesantren terkenal di
Nusantara pada masa itu. Ia mendirikan pemerintah mandiri di
Giri Kedaton yang kemudian berperan sebagai pusat dakwah
Islam di Pulau Jawa dan Indonesia Timur.

41
F. Sunan Kudus
Sunan Kudus merupakan seorang anggota Wali Songo yang
digelari Waliyul Ilmi, yang memiliki arti wali dengan
segudang ilmu. Pasalnya Sunan Kudus memang sangat kaya
akan ilmu, di antaranya ilmu ushul hadits, tafsir Quran, fikih,
sastra, dan matiq. Dalam menyebarkan Islam, Sunan Kudus
yang bernama asli Ja’far Sadiq melakukan pendekatan dengan
kesenian. Beliau mengarang beberapa dongeng yang
bernapaskan Islam. Selain itu, ada pula cara unik lain yang
beliau lakukan, yaitu beliau menyelenggarakan pentas seni
pada perayaan Maulid Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam,
tetapi untuk menonton pertunjukkan tersebut, para pengunjung
harus membeli tiket dengan mengucapkan dua kalimat
syahadat.

G. Sunan Kali Jaga


Sunan Kalijaga yang memiliki nama asli Raden Sa’id adalah
seorang putra dari Tumenggung Wilaktika, Bupati dari Tuban.
Ayahnya seorang keturunan dari Rangglawe yang telah
beragama Islam sebelumnya dan berganti nama menjadi
Raden Sahur. Sunan Kalijaga disebutkan hidup selama empat
masa pemerintahan, yaitu Majapahit, Kesultanan Demak,
Kesultanan Pajang, dan awal pemerintahan Mataram.
Sunan Kalijaga berdakwah secara berkililing dari satu tempat
ke tempat lainnya, beliau berdakwah dengan kesenian seperti
gurunya Sunan Bonang. Beliau menjadi dalang, penari topeng,
penggubah tembang, pencerita dongeng, perancang pakaian
dan alat-alat pertanian, kemudian beliau juga menjadi seorang
penasehat sultan. Sunan kalijaga mengajarkan jalan menuntut
ilmu untuk menuju kesempurnaan hidup dengan cara
mengendalikan nafu amarah, nafsu birahi, nafsu
mementingkan diri sendiri, dan nafsu muthma-innah.

H. Sunan Gunung Jati

42
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah adalah anak
Syarif Abdullah Umdatuddin putra Ali Nurul Alam Syekh
Husain Jamaluddin Akbar. Selama masa pendakwahannya,
Sunan Gunung Jati menjadikan kota Cirebon sebagai pusat
dakwah dan pemerintahan yang kemudian setelahnya menjadi
Kesultanan Cirebon. Dari Cirebon, ia mengembangkan agama
Islam ke daerah-daerah lain di Jawa Barat, seperti Majalengka,
Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten

I. Sunan Muria
Sunan Muria memiliki nama asli Raden Umar. Beliau
merupakan anak dari salah satu wali songo yang sangat
terkenal di masyarakat, yaitu Sunan Kalijaga dengan Dewi
Saroh. Pemberian nama Sunan Muria disebabkan tempat
tinggal beliau yang berlokasi di Desa Colo, salah satu desa di
puncak Gunung Muria. Semasa hidupnya, Sunan Muria
diketahui pernah menikahi dua perempuan, yaitu Dewi Sujinah
yang merupakan putri dari Sunan Ngudung dan Dewi
Roroyono yang merupakan anak perempuan dari Sultan
Ngerang. Dalam berdakwah, beliau berfokus ke daerah
terpencil dibanding pusat kota. Pemilihan daerah tersebut
disebabkan sasaran dakwah Sunan Muria adalah rakyat jelata,
bukan para bangsawan.
Sunan Muria berdakwah dengan metode Topo Ngeli, yaitu
menghanyutkan diri dari masyarakat. Oleh karena itu, beliau
sangat menyatu dengan masyarakat yang dapat terlihat dari
kegiatannya mengajarkan warga lokal dalam bercocok tanam,
melaut, dan berdagang. Sunan Muria yang telah dekat dengan
masyarakat tidak membuat seluruh masyarakat serta merta
mau memeluk Islam. Diperlukan kerja keras lebih agar Islam
dapat diterima secara utuh di sana, salah satunya dengan
memasukkan ajaran agama Islam ke dalam budaya mereka.
Selain itu, beliau juga menggunakan kesenian dalam

43
menyebarkan Islam, seperti menciptakan tembang jawa yang
sarat akan ajaran Islam di dalamnya.
Sunan Muria berpulang ke Rahmatullah pada tahun 1551 M.
Beliau dimakamkan di Bukit Gunung Muria, Kudus, Jawa
Tengah. Makam Sunan Muria kerap kali dijadikan tempat
ziarah oleh umat Muslim hingga saat ini. Selepas wafatnya
Sunan Muria, terdapat beberapa benda peninggalan yang dapat
dilihat hingga kini, seperti bulusan dan kayu adem jati, situs
air gentong yang dipercaya airnya dipercaya dapat
menyembuhkan penyakit.

❖ Ulama Islam di Sumatera


1) Hamzah Fanshuri
Hamzah Fansuri adalah seorang tokoh sufi terkenal di Aceh.
Beliau lahir di Fansur Singkil, Aceh. Hamzah Fansuri ahli dalam
ilmu tasawuf, fiqih, sastra, falsafah, mantiq, sejarah serta beliau fasih
dalam berbagai bahasa di samping bahasa Melayu dan Jawa, yaitu
seperti Arab, Urdu, dan Parsi. Beliau hidup pada zaman
pemerintahan Sulthan Alaiddin Riayatsyah IV (1589 – 1604 M)
hingga awal pemerintahan Sulthan Iskandar Muda Mahkota Alam.
Syekh Hamzah Fansuri memiliki banyak karya, yaitu: Syarb
al-‘Asyiqin atau Zinatul; Muwahhidin; Asrar al-‘Arifin fi Bayan
‘Ilm as-Suluk wa at-Tauhid; 3Al-Muntahi; Ruba’i Hamzah Fansuri;
Kasyf Sirri Tajalli ash-Shibyan; Kitab fi Bayani Ma’rifah; Syair Si
Burung Pingai; Syair Si Burung Pungguk; Syair Sidang Faqir; Syair
Dagang; Syair Perahu; dan Syair Ikan Tongkol. Syekh Hamzah
Fansuri sering berkeliling untuk menuntut ilmu bahkan hingga ke
Pulau Jawa, Semenanjung Tanah Melayu, India, Parsi , dan
Semenanjung Arab. Setelah selesai perjalanan dari Kudus, Banten,
Johor, Siam, India, Perisa, Irak, Makkah dan Madinah, Syekh
Hamzah Fansuri kembali ke Aceh untuk mengajarkan ilmunya di
tempat kelahirannya. Dikabarkan bahwa Syekh Hamzah Fansuri
wafat dan dimakamkan di Oboh Simpang Kanan Singkil.

44
2) Abdul Rauf as-Singkili
Abdul Rauf as-Singkili merupakan seorang ulama yang berasal dari
Fansur, Singkel. Ia memiliki nama lengkap Aminuddin Abdul Ra’uf
bin Ali al-Jawi Tsumal Fansuri al-Singkili. Ia lahir sekitar tahun
1615 M/1024 H dan wafat pada tahun 1693 M/1105 H di Kuala
Aceh. Abdul Rauf as-Singkili memiliki pengaruh besar dalam
penyebaran Islam di Sumatera dan Nusantara. Dalam perjalanan
pendidikannya diawali dengan berguru kepada ayah beliau yang
merupakan pemilik madrasah di Simpang Kanan. Kemudian, ia
berguru kepada ulama-ulama di Banda Aceh dan Fansur. Ia pun
pergi menunaikan ibadah haji sambil menimba ilmu pada berbagai
ulama di Timur Tengah seperti Dhuha (Doha), Qatar, Yaman,
Jeddah, Mekkah, dan Madinah. Terdapat sekitar 19 ulama yang ia
gurui dalam berbagai bidang ilmu. Setelah proses panjang dalam
pendidikannya, Abdul Rauf as-Singkili kembali ke Aceh dan mejadi
ahli Fiqih, Hadist, dan tasawuf terkenal. Ia pun sangat produktif
disamping kesibukannya menjadi ulama dan pejabat kerajaan, ia
menulis buku/kitab karangannya sendiri yang sudah berjumlah
sekitar 25 kitab.

3) Syamsudin Al-Sumatrani
Memiliki nama lengkap Syekh Syamsuddin bin Abdillah Sumatrani.
Beliau sering dipanggil Syamsuddin Sumatrani karena beliau orang
Sumatera. Dikenal juga dengan Syamsuddin Pasai karena asalnya
dari Pasai. Syamsuddin al-Sumatrani adalah seorang keturunan
ulama, ayahnya bernama Abdullah al-Sumatrani. Beliau berguru
ilmu kesufian dengan Syekh Hamzah Fansuri dan pernah belajar
dengan Sunan Bonang pula di Jawa.
Syamsuddin al-Sumatrani memiliki gelar Syaikh yaitu gelar tertinggi
untuk ulama atau imam kepala. Beliau berperan penting dalam
istana, karena kefasihannya dalam berbahasa Arab, Syamsuddin
alSumatrani menjadi juru runding dengan perutusan negara luar.

45
Wafatnya Syamsuddin al-Sumatrani tercatat dalam karya tulis
Nuruddin al-Raniri, Bustan al-Salathin yang disebutkan di dalamnya
bahwa Syamsuddin al-Sumatrani wafat pada tahun 1630 M.

4) Burhanuddin Ulakkan
Burhanuddin Ulakan merupakan ulama yang mekakukan gerakan
pembaharuan Islam di tanah Minangkabau. Burhanuddin Ulakan
memiliki nama kecil Kunun, tetapi lebih akrab disapa Pono oleh para
teman sebayanya. Burhanuddin Ulakkan lahir pada tahun 1646
Masehi. Burhanuddin Ulakkan dan keluarganya bukan merupakan
pemeluk Islam, melainkan Budha. Perkenalannya dengan Islam
bermula ketika keluarganya menerima dakwah dari seorang saudagar
Gujarart di Pekan Batang Pengawas. Sejak saat itu, beliau dan
keluarganya pun resmi menjadi seorang muallaf.
Kondisi keadaan ekonomi keluarga Burhanuddin Ulakan yang
tergolong miskin, membuat mereka memutuskan untuk berhijrah
mencari penghidupan yang lebih baik ke arah pesisir. Sintuk menjadi
tempat yang dipilihnya sebagai tempat tinggal baru. Di sana beliau
bertemu dengan ulama yang bernama Yahyuddin yang akhirnya
menjadi guru agamanya. Kepada Yahyuddin, Burhanuddin Ulakan
sangat tekun mempelajari berbagai ilmu agama, mulai tauhid, fikih,
hingga sejarah. Selepas Yahyuddin meninggal, Burhanuddin Ulakan
melakukan wasiat dari gurunya untuk melanjutkan belajar agama
kepada Syekh Abdurrauf Singkil. 76 Syekh Abdur Rauf Singkil
mengajarkan Burhanuddin Ulakkan tentang tarekat Syatarriyah
selama lebih kurang sembilan tahun. Setelah dirasa memiliki ilmu
yang cukup mumpuni, Burhanuddin Ulakkan pun turun ke lapangan
untuk mengajarkan ilmu tersebut di tengah masyarakat. Burhanuddin
memilih Minangkabau sebagai daerah sasaranya untuk berdakwah.
Di sana beliau mendirikan surau di Tanjung Medan. Dalam

46
mendakwahkan tarekat ini, Burhanuddin Ulakkan melakukan
pendekatan pendidikan. Masyarakat berdatangan ke surau untuk
memelajari tarekat ini. Burhanudin Ulakkan pun dalam berdakwah
menggunakan metode yang damai dan lembut, sehingga masyarakat
pun sangat bersukacita dan sukarela dalam menerima ajaran yang
dibawanya. Burhanuddin tampil sebagai ulama besar yang sukses
mendakwahkan tarekat Syatariyyah dilihat dari banyaknya ulama
lain yang juga mempelajari tarekat ini kepadanya

5) Nuruddin Ar-Rariny
Nurruddin Ar-Raniry memiliki nama asli Nur al-Din Muhammad
Ibn ‘Ali Ibn Hasanji Ibn Muhammad Ar-Raniry. Pemberian nama ar-
Rainy didasarkan pada tempat kelahirannya, yaitu Ranir yang
terletak dekat dengan Gujarat. Pendidikannya dimulai dengan belajar
di tempat kelahirannya, kemudian melanjutkan ke Tarim (Arab
Selatan). Kemudian ia pergi ke Mekkah pada tahun 1030 H (1582
M) untuk melaksanakan ibadah haji dan berkunjung ke Madinah.
Nuruddin Ar-Raniry adalah Tokoh Tasawuf d anpelopor anti paham
wujudiyyah di Aceh pada masa pemerintahan Iskandar Tsani.
Pemikirannya yang begitu cerdas berhasil melenyapkan paham
Wujudiyyah yang sedang berkembang saat itu. Ia memiliki banyak
keahlian selain sebagai sufi, juga ahli teologi, ahli fikih, ahli hadits,
ahli sejarah, ahli perbandingan agama, dan politisi. Terdapat sekitar
30 buku yang telah berhasil ia karang.

❖ Ulama di Pulau Jawa

A. Syekh Datukh Kahfi

Syekh Datuk Kahfi yang juga dikenal sebagai Syekh


Idhofi atau Syekh Nurjati adalah seorang tokoh penyebar
agama Islam di daerah yang sekarang dikenal dengan Cirebon,
beliau adalah leluhur dari raja-raja Sumedang. Syekh Datuk
Kahfi adalah seorang keturunan dari Amir Abdullah Khan dan
buyut dari Pangeran Santri yaitu Ki Gedeng Sumedang

47
seorang penguasan di Kerajaan Sumedang Larang dan putra
dari Syekh Datuk Ahmad. Syekh Datuk Kahfi pertama kali
menyebarkan ajaran agama Islam di daerah Amparan Jati.
Beliau adalah seorang guru dari Pangeran Walangsungsang
dan Nyai Rara Santang yaitu anak-anak daeri Prabu Siliwangi
raja Pajajaran. Syekh Datuk Kahfi dimakamkan bersamaan
dengan makam Sunan Gunung Jati, Pangeran Pasarean di
Gunung Jati.

B. Syekh Subakir

Syekh subakir merupakan seorang ulama yang berasal dari


Persia. Ia diutus oleh kaisar Ottoman, Sultan Muhammad I, ke
tanah Jawa untuk menyebarkan ajaran Islam. Ia diutus
bersama Maulana Malik Ibrahim yang merupakan wali songo
generasi awal sekitar tahun 1404 M. Syekh Subakir dikenal
sebaga seorang ulama yang memiliki kemampuan dalam ilmu
rukyah dan ilmu ramalan. Ia juga dipercaya mampu mengusir
lelembutan yang mendiami suatu pulau. Diketahui ia memiliki
batu hitam yang mana terdapat kekuatan magis di dalamnya.
Selain menjadi ulama, Syekh Subakir juga merupakan seorang
pengusaha dan ahli lingkungan. Seringkali ia memberikan
wejangan atau nasihat mengenai lingkungan kepada
masyarakat. Karena banyaknya keahlian dan kecakapan yang
ia miliki. Syekh Subakir menjadi sangat terkenal di kalangan
masyarakat. Banyak masyarakat yang karena rasa cinta
tersebut manjadi sangat mengagungkan Syekh Subakir. Hal
tersebut sangat mengganggunya dan menyimpang dari ajaran
yang dibawanya, yaitu Islam. Maka dari itu, ia pun
memutuskan untuk kembali ke Persia sekitar tahun 1462 M.

C. Syekh Maulana Akbar

Syaikh Maulana Akbar atau Syaikh Bayanillah merupakan


salah satu ulama besar yang mempelopori Islamisasi di Jawa

48
Barat bersama Syaikh Qura dan Syaikh Nurjati. Berbagai
literatur menyebutkan bahwa Syaikh Maulana Akbar
merupakan adik kandung dari Syaikh Datuk Kahfi. Mereka
memiliki satu garis keturunan yang sama yaitu dari Syaikh
Datuk Ahmad, yang merupakan anak dari Syaikh Datuk Isa,
seorang ulama besar yang bermigrasi ke Malaka pada
pertengahan abad ke-14. Syaikh Maulana Akbar mendapatkan
pendidikan agama Islam pertama kali dari sang ayah, Syaikh
Datuk Ahmad, yang juga merupakan seorang ulama.
Kemudian, Syaikh Maulana Akbar merantau ke Mekkah untuk
menuntut ilmu agama. Di Mekkah, Syaikh Maulana Akbar
menimba ilmu agama di madrasah-madrasah yang
mengajarkan mazhab Syafi’i. Syaikh Maulana Akbar tumbuh
berkembang menjadi seorang alim ulama hingga berhasil
mendirikan pondok pesantren. Selain itu, Syaikh Maulana
Akbar pun dikenal sebagai saudagar kaya di Mekkah. Syaikh
Mualana Akbar yang merupakan ulama pelopor dakwah di
Jawa Barat, pertama kali menginjakkan kakinya di wilayah
Cirebon. Syaikh Maulana Akbar kemudian aktif berdakwah di
Desa Saragahiang pada tahun 1372. Strategi dakwah yang
dilakukan Syaikh Maulana Akbar hampir sama dengan ulama
lainnya, salah satunya melalui pendidikan. Syaikh Maulana
Akbar mendirikan pondok pesantren yang berlokasi di Blok
Pamijen. Selain itu, di Syaikh Maulana Akbar mencoba
mengasimilasikan kebudayaan lokal dengan ajaran agama
Islam, seperti yang bisa terlihat dari acara Babaritan atau ulang
tahun desa. Babaritan merupakan acara yang digelar sebagai
bentuk penghormatan kepada pembabakan Desa fSagarahiang
yang dlakukan pada tanggal 10 asyuro.

49
D. Syekh Jumadil Qubro

Syekh Jumadil Qubro atau Jamaluddin Akbar al-Husaini atau


Maulana Husain Jumadil Kubro merupakan seorang ulama
yang berkiprah di Tanah Jawa dan menjadi guru para wali di
Tanah Jawa. Ia merupakan ayah dari Sunan Gresik, kakek dari
Sunan Ampel, dan kakek buyut dari Sunan Bonang serta
Sunan Drajat. Syekh Jumadil Qubro lahir di Desa
Samarkhand, Uzbekistan, pada abad ke-14 M. Sejak kecil,
Syekh Jumadil Qubro sudah mendapat pendidikan Islam dari
ayahnya yang juga merupakan seorang ulama. Saat beranjak
dewasa, Syekh Jumadi Qubro pergi ke India untuk
mempelajari ilmu Tasawuf dan lainnya. Setelah itu, ia pergi ke
Mekah untuk memperdalam ilmu agama. Ia berguru kepada
ulama-ulama besar di Mekah dan Madinah. Syekh Jumadil
Qubro tiba di Jawa sekitar tahun 1399 M. Pada saat itu
pengaruh Hindu Budha sangat kuat ditambah dengan pengaruh
situasi politik kerajaan Majapahit yang begitu besar. Ia
perlahan berusaha berdakwah dan mengenalkan ajaran-ajaran
dalam islam. Banyak dari masyarakat dan kalangan bangsawan
yang kemudian memeluk agama Islam. Setelah pengaruh
Islam yang kian menguat, bermunculanlah ulama-ulama yang
ikut mendakwahkan islam ke seluruh penjuru Jawa.

E. Syekh Nawawi Al-Bantani

Syekh Nawawi al-Bantani diberikan nama Nawawi oleh


ayahnya sebagai do’a agar kelak nantinya beliau menjadi
seorang ulama besar bermazhab syafi’i seperti Abu Zakaria al-
Nawawi al-Dimasyqi. Syekh Nawawi al-Bantani lahir di desa
Tanara, Banten tahun 1230 H yang bertepatan dengan 1813 M.
Ayah dari Syekh Nawawi al-Bantani adalah Umar bin Arabi
seorang ulama dan penghulu di Tanara. Silsilah keturunan
ayahnya berasal dari Sultan Hasanuddin putra Maulana Syarif

50
Hidayatullah. Beliau menetap selama tiga tahun di Makkah
saat umur 15 tahun ketika dirinya pergi haji bersama dengan
saudara-saudaranya. Semasa beliau di Makkah, beliau
manfaatkan waktu tersebut untuk menuntut ilmu di bawah
bimbingan para ulama besar seperti Sayyid Ahmad bin Sayyid
Abdr al-Rahman al-Nawawi, Sayyid Ahmad Dimyati, Sayyid
Ahmad Zaini Dahlan, dan di Madinah beliau bersama dengan
Syekh Muhammad Khatib Sambas al-Hambali. Syekh Nawawi
akhirnya menetap di Makkah sejak tahun 1855 M untuk
menambah ilmunya, beliau menetap hingga mencapai waktu
30 tahun. Mulai tahun 1860-an beliau mulai aktif mengajarkan
ilmunya di Makkah dan di Madinah yang kemudian
mendapatkan gelar Imam al-Haramain. Beliau wafat diumur
84 tahun bertepatan dengan tanggal 25 Syawwal tahun 1314 H

❖ Ulama di Pulau Kalimantan


1) Syekh Nawawi Al-Bantani

Syekh Nawawi al-Bantani diberikan nama Nawawi oleh ayahnya


sebagai do’a agar kelak nantinya beliau menjadi seorang ulama besar
bermazhab syafi’i seperti Abu Zakaria al-Nawawi al-Dimasyqi. Syekh
Nawawi al-Bantani lahir di desa Tanara, Banten tahun 1230 H yang
bertepatan dengan 1813 M. Ayah dari Syekh Nawawi al-Bantani adalah
Umar bin Arabi seorang ulama dan penghulu di Tanara. Silsilah keturunan
ayahnya berasal dari Sultan Hasanuddin putra Maulana Syarif
Hidayatullah. Beliau menetap selama tiga tahun di Makkah saat umur 15
tahun ketika dirinya pergi haji bersama dengan saudara-saudaranya.
Semasa beliau di Makkah, beliau manfaatkan waktu tersebut untuk
menuntut ilmu di bawah bimbingan para ulama besar seperti Sayyid
Ahmad bin Sayyid Abdr al-Rahman al-Nawawi, Sayyid Ahmad Dimyati,
Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, dan di Madinah beliau bersama dengan
Syekh Muhammad Khatib Sambas al-Hambali.

Syekh Nawawi akhirnya menetap di Makkah sejak tahun 1855 M


untuk menambah ilmunya, beliau menetap hingga mencapai waktu 30

51
tahun. Mulai tahun 1860-an beliau mulai aktif mengajarkan ilmunya di
Makkah dan di Madinah yang kemudian mendapatkan gelar Imam al-
Haramain. Beliau wafat diumur 84 tahun bertepatan dengan tanggal 25
Syawwal tahun 1314 H.

2) Tuan Tunggang Parangan

Tuan Tunggang Parangan menyebarkan agama Islam di Kerajaan


Kutai bersama dengan Datuk Ri Bandang pada masa pemerintahan Raja
Aji Mahkota (1525-1589 M). Beliau adalah seorang ulama yang berasal
dari Minangkabau. Disaat Datuk Ri Bandang kembali ke Sulawesi untuk
berdakwah dikarenakan kondisi Kutai yang belum kondusif pada masa itu
untukmenyebarkan agama Islam, Tuan Tunggang Parangan tetap bertahan
untuk berdakwah di Kutai sampai akhirnya beliau berhasil mengajak Raja
Aji Mahkota untuk memeluk agama Islam.

Beliau menyiarkan agama Islam di Kutai sampai akhir hayatnya.


Jasadnya dikebumikan di Kutai Lama, Anggana, Kutai Kartanegara,
Kalimantan Timur

3) Syekh Abdul Karim Al-Banjari


Syekh Abdul Karim al-Banjari memiliki nama lengkap
Abdul Karim bin Muhammad Amin bin Abdul Rahman al-Makki al-
Banjari. Ia merupakan seorang ulama asal Kalimantan Selatan yang
menetap di Mekah dan menjadi pengajar di Masjidil Haram. Ia lahir
pada tahun 1342 H di Kandangan, Kalimantan Selatan. Sejak dini, ia
mempelajari dan menghafal al-Quran atas bimbingan ayahnya,
Syekh Muhammad Amin, yang juga merupakan seorang ulama.
Selain itu, ia juga mempelajari ilmu-ilmu agama, ilmu fiqih, hadist,
dan lainnya. Ia juga berguru kepada ulama-ulama di Nusantara dan
Mancanegara sehingga ilmu yang dimilikinya semakin sempurna.

52
4) Syekh Akhmad Khatib Sambas
Syekh Ahmad Khatib Sambas memiliki nama lengkap Ahmad
Khatibbin Abd al-Ghaffar al-Sambasi al-Jawi. Ayahnya bernama
Abdul Ghaffar bin Abdullah bin Muhammad bin Jalaluddin. Ia
merupakan seorang ulama besar yang banyak murid berpengaruh
terhadap Indonesia. Syekh Ahmad Khatib Sambas lahir di Kampung
Dagang, Sambas, Kalimantan Selatan pada tahun 1802 M/1217 H.
Sejak kecil, Ia diasuh dan diajari ilmu agama oleh pamannya. Ia juga
berguru kepada ulama-ulama di sekitar lingkungannya.

Kemudian, ia melanjutkan pendidikan di Mekah untuk


memperdalam ilmu agama dan ilmu pengetahuan. Ia berguru kepada
ulama-ulama besar di sana.

5) Kiai Gede
Kiai Gede memiliki nama asli Abdul Qadir Assegaf. Kiai Gede
merupakan tokoh agama yang memiiki peran penting dalam
penyebaran Islam di Kotawaringin, Kalimantan. Kedatangannya
membawa Islam menjadi cahaya bagi masyarakat Kotawaringin.
Kiai Gede berdakwah dengan semangat yang tinggi dan penuh
totalitas hingga ke pelosok dan hulu-hulu
sungai. Kedatangannya ke Kotawaringin memiliki banyak versi
cerita yang berkembang di tengah masyarakat. Dalam literatur
sumber dari salah satu versi tersebut menyebutkan bahwa Kiai Gede
berasal dari Demak. Namun, beliau diusir dari kerajaan karena
membangkang aturan tidak bolehnya dilakukan peperangan pada
hari Jumat. Singkat cerita setelah sebelumnya melewati Gresik,
perjalanan Kiai Gede pun berakhir di Kerajaan Bandar. Pangeran
Suriansyah yang menjabat sebagai Raja Kerajaan Bandar saat itu
memerintahkan Kiai Gede untuk berdakwah ke Kotawaringin Barat
pada tahun 1595 M.
Setelah sekian lama menyebarkan Islam di sana, Kiai Gede pun
berjumpa dengan Pangeran Adipati Anta Kasuma yang merupakan
anak dari Sultan Musta’inubillah Raja Kerajaan Banjar. Kemudian,

53
didirikanlah sebuah Kesultanan Kowaringin dengan Pangeran
Adipati Anta Kasuma sebagai rajanya. Dalam kesultanan tersebut,
Kiai Gede diberi mandat sebagai Mangkubumi pertama.
Nama Kiai Gede diabadikan menjadi nama sebuah masjid, yaitu
Masjid Kyai Gede. Masjid tersebut didirikan pada masa
pemerintahan Sultan Musta’inubillah. Masjid ini dibangun untuk
mengenang jasanya yang telah menyebarkan Islam di Kalimantan.
Masjid ini masih kokoh berdiri hingga saat ini sebagai tempat
peribadatan sehari-hari.

❖ Ulama di Pulau Sulawesi

Ulama penyebar agama Islam di Sulawesi


A Jamaluddin Akbar al-Husaini

Ulama ini dikenal dengan sebutan bapak dari para Walisongo, dikarenakan para

Walisongo merupakan keturunan dari Syekh Jamaluddin ini. Ulama ini selain dikenal

sebagai bapak para wali juga merupakan orang pertama yang menyebarkan agama

Islam di pulau Sulawesi. Meskipun pengaruh ulama ini tidak terlalu besar

dibandingkan dengan tiga ulama minang yang datang ke Sulawesi juga beberapa ratus

tahun setelah masa ulama ini, tetapi ulama ini merupakan orang yang pertama kali

menyebarkan ajaran Islam di Sulawesi.

Syekh Jamaluddin Akbar Al-Husaini lahir di India, tepatnya di daerah Delhi

dikarenakan ayahnya merupakan seorang Amir di Delhi. Ia lahir di tahun sekitar

1300an dan ia menempuh masa kecilnya di India, hingga pada tahun 1949 ia

melakukan misi dakwah Bersama anaknya, yang pertama ke Kelantan, lalu ia menuju

ke samudera pasai. Di Pulau Jawa ia meninggalkan anaknya untuk bertugas di Pulau

jawa. Syekh Jamaluddin kemudian melanjutkan tugasnya menyebarkan agama Islam

di Tanah Sulawesi hingga ia menetap disana dikarenakan masih banyak masyarakat

54
Bugis yang belum memeluk Islam. Ulama ini akhirnya meninggal di tempat terakhir

ia berdakwah yaitu di tanah Sulawesi.11

B Datuk Ri Bandang

Kala itu, sekitar pada abad ke-17 pengaruh Islam di tanah Sulawesi sudah mulai pudar

serta pengaruh Katolik yang begitu pesatnya yang dilakukan oleh banyak misionaris

di Sulawesi. Islam pada saat itu memiliki keterbatasan dalam penyebaran agama

tersebut sehingga membuat seorang raja Tanete, Peta Pallase Lase yang sudah

beragama Islam mengirim surat kepada kesultanan Aceh Darusalam atas

kekhawatiran akan pengaruh katolik yang datang ke tanah tersebut. Lalu, kesultanan

Aceh Darusalam membalas dengan mengirim tiga utusan Ulama yang berasal dari

Nagari Koto Tangah yang berarti berasal dari negeri kota tengah, Minang atau

sekarang dikenal dengan Sumatera Barat menuju ke Sulawesi dengan tujuan

menyebarkan ajaran Islam.12

Ulama pertama yang diutus dari tiga ulama adalah Abdullah atau dikenal dengan

Khatib Tunggal. Ulama ini juga memiliki gelar kehormatan yang sangat dikenal yaitu

Datuk Ri Bandang.

Datuk Ri Bandang merupakan seseorang yang memiliki ilmu yang baik di Ilmu Fiqih

sehingga ia mendapatkan wilayah yang sering melakukan kegiatan maksiat seperti

sabung ayam, meminum khamr, dan juga berjudi. Ia mendapat tempat di Kerajaan

Gowa dan Tallo yang dikenal akan itu semua. Ulama ini memiliki strategi yang sama

11
http://kk.sttbandung.ac.id/id3/3042-2940/Jamaluddin-Akbar-Al-Husaini_50247_kk-sttbandung.html
12
https://majalah.tempo.co/read/laporan-khusus/160520/kisah-tiga-datuk-menyebarkan-islam-di-sulawesi-
selatan

55
dengan dua sahabatnya yaitu mengislamkan para petinggi dahulu sehingga

bawahanya akan ikut. Maksud dari kata-kata tersebut adalah apabila Raja memeluk

Islam maka sang rakyat akan mengikuti agama sang Raja. Dengan adanya strategi

tersebut Islam dapat dengan gampang menyebar dan juga berkembang pesat

dikarenakan taka da halangan dan juga sebagai media promosi yang dilakukan oleh

sang raja itu sendiri.

Akhir hayat dari ulama ini adalah ia menetap di Gowa dan juga mengakhiri masa

hidupnya di tempat ia mengajarkan dan juga menyebarkan agama Islam yaitu Gowa.

C Datuk Ri Pattimang

Ulama kedua yang diutus juga oleh Kesultanan Aceh Darusalam adalah Sulaiman

atau sering dikenal dengan Khatib Sulung. Ulama ini juga memiliki panggilan

kehormatan yang disematkan kepadanya yaitu Datuk Ri Pattimang. Sama seperti

Datuk Ri Bandang yang mendapat pembagian wilayah syiar, Datuk Ri Patimang juga

memiliki wilayah syiar sesuai dengan kapabilitas masing-masing dari ketiga datuk ini.

Datuk Ri Patimang yang dikenal akan Ilmu Tauhid menyiarkan Agama Islam di

daerah yang dikenal akan kurangnya ilmu tauhid yaitu daerah Kerajaan Luwu yang

pada masa itu masih beriman kepada Dewata Seuwae, tuhan yang masih dianggap

oleh orang Bugis pada saat itu.

Keberhasilan dari Datuk Ri Patimang terlihat dari munculnya kerajaan bercorak Islam

pertama di Sulawesi yaitu Kerajaan Luwu. Datuk Ri Patimang berhasil membuat

istana dan para penghuninya memeluk Islam hingga kerajaan tersebut menjadi

kerajaan Islam. Seiring berjalan waktu, Datuk Ri Patimang yang masih dan mengabdi

di Luwu pun wafat dan meninggal di tempat ia berdakwah untuk terakhir kalinya.13

13
Sewang Ahmad, 2005, Islamisasi Kerajaan Gowa: abad XVI sampai abad XVII, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, Hal. 95

56
D Syekh Yusuf Al-Makassari

Syekh Yusuf al-Makassari memiliki nama lengkap Tuanta Salamka ri Gowa Syekh

Yusuf Abdul Mahasin Al-Yaj Al-Khalwati Al-Makassari Al-Banteni. Mulai tahun

1995 nama beliau tercatat sebagai pahlawan nasional atas ketetapan pemerintah

Republik Indonesia. Bukan hanya di Indonesia, beliau juga dianggap sebagai nenek

moyang penyebaran agama Islam di Afrika. Kematiannya diperingati setiap tahunnya

seperti acara kenegaraan. Nelson Mandela saat masih menjabat sebagai presiden

Afrika Selatan mengatakan bahwa beliau adalah salah seorang putra Afrika Terbaik.

Beliau lahir di Gowa, Sulawesi Selatan pada tanggal 3 Juli 1626. Nama kelahirannya

Muhammad Yusuf diberikan oleh Sultan Alauddin, Raja Gowa pada masa itu.

Pemberian namanya sebagai tanda ia diangkat sebagai anak raja. Beliau belajar

pertama kali kepada Daeng ri Tassamung, guru kerajaan Gowa. Kemudian beliau juga

belajar kepada yekh terkenal di Makassar pada saat itu yaitu Sayyid Ba-lawi bin

Abdul Al-Allamah Attahir dan Jalaludin Al-Aydit.

Syekh Yusuf al-Makassari ketika berumur 18 tahun pergi ke Banten

sebelum melanjutkan perjalanannya ke Aceh. Di Banten beliau bersahabat

dengan putra mahkota kerajaan Banten dan di Aceh beliau berguru dengan

Syekh Nuruddin Ar-Raniri, disanalah beliau mendapatkan ijazah tarekat

qodiriyyah. Setelah dari Aceh beliau pergi ke Yaman berguru dengan Syekh

Abadullah Muhammad bin Abd Al-Baqi dan mendapatkan ijazah tarekat

naqsabandiyah dan ijazah tarekat assa’adah al-ba’laiyah yang didapatkannya dengan

berguru kepada Sayyid Ali Al-Zahli. Setelah sekitar 20 tahun perjalanannya untuk

menuntut ilmu, beliau kembali lagi ke Gowa, tetapi saat itu kondisi Gowa kalah

57
perang oleh Belanda dengan merajalelanya maksiat pada saat itu, beliau berhasil

meluruskan kembali ajaran agama Islam kepada Sultan.

58
Penutupan

Kesimpulan

Masyarakat Indonesia, tepatnya sebelum masuknya Islam masih menganut kepercayaan


dinamisme, totenisme, animisme ataupun menganut agama Hindu dan juga Budha. Lalu setelah
Islam datang, Islam menjadi agama terakhir yang menguasai Indonesia hingga saat ini dan
berkembang pesat terus ke setiap penjuru nusantara. Islam pertama kali dibawa oleh para
pedagang Arab yang berdagang di Indonesia pada abad-7 Masehi apabila kita mengikuti teori
arab, sedangkan apabila kita menganut teori Gujarat maka Islam pertama kali masuk pada
abad-12 Masehi yang dibawa oleh para pedagang India tepatnya India bagian Gujarat.
Beberapa sumber juga mengatakan Islam banyak dibawa oleh para pedagang yang berasal dari
negara yang umumnya berpopulasi Islam seperti Arab, India, Turki, ataupun Persia sehingga
menyebar dan berkembang di Indonesia.

Saluran penyebaran agama Islam pun berbeda-beda, yaitu saluran perdagangan, saluran
perkawinan, saluran pendidikan, saluran tasawuf, saluran kesenian, dan saluran politik.

Penyebaran agama Islam juga masuk sampai ke dalam kerajaan-kerajaan di Nusantara.


Kerajaan-kerajaan Islam tersebar luas di pulau-pulau besar di Indonesia, yaitu Pulau Sumatera,
Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Pulau Papua, dan Nusa Tenggara.

Islam mampu sebagai agama terbesar di Indonesia, tak hanya dikarenakan faktor banyaknya
saluran ataupun faktor banyaknya raja-raja Islam di Indonesia. Islam berkembang dengan pesat
dan cepat hingga ke penjuru Indonesia sampai saat ini memiliki faktor utama yaitu ajaran
agama itu sendiri. Ajaran agama Islam yang menghilangkan kasta dan menggangap semua
manusia adalah rata dimata tuhan membuat dengan cepat menarik suara rakyat-rakyat jelata
yang merasa tertindas akan sistem kasta yang membuat batas dan tak bisa berkembang sejak
dahulu hingga Islam datang. Faktor ajaran Islam diterima dengan cepat adalah ajaran Islam
mengarah ke perdamaian dan mengutamakan toleransi apabila adanya perbedaan selama tak
bertabrakan dengan larangan-larangan Islam. Faktor lain mengapa Islam dengan cepat diterima
di Indonesia adalah faktor Islam dengan kitab Al-Quran membahas setiap detil kehidupan,
mulai dari kita bangun tidur hingga tidur Kembali, mengatur cara bertamu, berhubungan
dengan suami ataupun istri, ataupun mengatur bagaimana berpolitik dalam Islam.

59
Dikarenakan berbagai faktor tersebut Islam mampu berkembang dengan cepat sejak dulu dan
masih bertahan dan tak tergantikan hingga kini. Bahkan kini Islam berkembang pesat di
Seluruh dunia berkat ajaranya tersebut.

Sebagai seorang muslim yang baik dan juga sebagai warna negara yang baik haruslah kita
mengargai para pendahulu kita yang berjasa besar dalam berkembangnya agama kita di
Indoneesia. Kita haruslah mengenal siapa para pembawa agama Islam ke tiap pulau yang ada
di Indonesia dikarenakan tanpa mereka Islam di Indonesia takkan sebesar dan seberkembang
ini.a

60
Daftar Pustaka

• Kresnawati, Vey. “Mengenal Agama (Kepercayaan) Asli Nusantara.”


• Opini id. https://opini.id/sosial/read-5217/mengenal-agama-kepercayaanasli-
nusantara-

(6 Nov. 2018)

• Raharjdo, M.Si., Mudjia. “Totemisme, apa itu?”

UIN-Malang.ac.id. https://www.uin-malang.ac.id/r/100201/totemismeapa-itu.html

(21 Feb. 2010)

• Fathkan, Muh, ed. Religi. Vol. 1, No.2. Yogyakarta, 2002.

Hadi WM, Abdul. “Dari Mana dan Siapa Penyebar Utama Islam di

• Nusantara.”Republika, 13 Des. 2018, 5.


• Yasmin, Putri. “3 Teori Masuknya Islam ke Indonesia Lengkap.”detikNews,

22 Juli 2020, 13.

• Dalamislam.com, “Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia.” ,

UmmaID

• Hasnida, “SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI

INDONESIA PADA MASA PRA KOLONIALISME DAN MASA

KOLONIALISME (BELANDA, JEPANG, SEKUTU).”KORDINAT.

Vol. XVI, No.2. Jakarta, 2017.

• Samin, S.M., 2015. Kerajaan dan Kesultanan Dunia Melayu: Kasus

Sumatera dan Semenanjung Malaysia. Criksetra: Jurnal Pendidikan

61
Sejarah, 4(1).

• Takari, M., Zaidan, A. and Dja’far, F.M., 2012. Sejarah Kesultanan Deli

dan peradaban masyarakatnya. USU Press bekerjasama dengan

Kesultanan Deli.

• Buku tulisan T.H.A. Hayat Ibnalmarhum Tengku Al-Haji Ja’afar (bekas

Pangeran Bendahara Negeri Deli) Ibnalmarhum Sultan Osman Negeri

• Deli, yang bertajuk Perajaan Oelang Tahoen Keradjaan Deli, yang

ditulis tahun 1937. 43

• Widiana, Willa. “Kesultanan Asahan, Sejarah Islam di Sumatera Utara.”

Bobo.grid.id, 20 Juni 2017, 22.

• Kurnia, R.D., 2015. Sistem Pemerintahan Kesultanan Langkat. Journal

Analytica Islamica, 4(1), pp.155-166.

• Mursalin, A., Sejarah dan Struktur Undang-undang Kesultanan Jambi.

dalam Jurnal Budaya “Seloko, 1(2), pp.283-316.

• Arman, Dedi. “Sejarah Kerajaan Riau-Lingga Kepulauan Riau.”

kebudayaan.kemendikbud, 8 Juni 2014.

• Hasanu Simon. Misteri Syekh Siti Jenar (Yogyakarta: 2004, Pustaka

Pelajar), 75.

• Olthof, Serat Babad Tanah Djawi Wiwit saking Nabi Adamdoemoegi ing

Taoen 1647 ((Leiden: Gravenhage, 1941), 23-24.

• Erwantoro, Heru. "Sejarah Singkat Kerajaan Cirebon." Patanjala 4.1

(2012): 172.

• Raya, IAIN Palangka. "Sejarah Masuknya Islam dan Pendidikan Islam

Masa Kerajaan Banten Periode 1552-1935."

62
• Usamah, Usamah. Transformasi Islam dari Demak hingga Mataram. Diss. UIN Sunan
Ampel Surabaya, 2019.
• PRESS, IAIN ANTASARI. "SEJARAH KESULTANAN DAN BUDAYA
BANJAR."
• Noor, Muhammad Fahmi. Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura

dan peran raja dalam pengembangan agama Islam di Kerajaan Kutai

abad ke-17 dan 18. Diss. UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016.

• Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, Membangun Kembali

Kebanggaan Budaya Kraton Kutai Kertanegara, 66.

• Ansar Rahman, Perspektif Sejarah Berdirinya Kota Pontianak (Pemerintah

Kota Pontianak: Romeo Grafika Pontianak, 2000), 3.E. Netscher, “Geschiedenis der
Eerste Al-qadris,” (Tijdshrijft voor Indische Taal: Land, en Volkenkunde, 1855), 297-
298.

• E.B. Kielstra, Bijdragen tot de geschiedenis van Borneo's Westerafdeling

XVI, (Leiden: E.J Brill, 1889-1893) ,44-49.

• https://tirto.id/nama-nama-asli-wali-songo-strategi-dakwah-wilayah-
persebarannya-garD (diakses pada 24 April 2021)
• https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210407194148-20-
627197/wali-songo-kisah-supramanusia-penyebar-islam-di-tanah-
jawa ( diakses pada 22 April 2021)
• https://nasional.okezone.com/read/2021/04/16/337/2395544/kisah-
wali-songo-guru-raden-patah-bertafakur-di-goa-40-hari-tubuhnya-
berlumut-dan-belajar-di-palestina (diakses pada 23 April 2021)
• Evi, Dewi. Walisongo: Mengislamkan Tanah Jawa” Hal.254 dalam
Wahana Akademika Vol.1 No.2, Okober 2014
• Sulistiono, Budi. 2014. Wali Songo dalam Pentas Sejarah
Nusantara”
• Bahtiyar, Anis. 2019. Pengaruh Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi Terhadap
Dinamika Intelektual Islam di Indonesia 1900 M-1947 M. Surabaya: Universitas
Islam Negeri Sunan Ampel.

63
• Majid, Abdul. 2015. Karakteristik Pemikiran Islam Nuruddin ar-Raniry. Banda Aceh:
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry.
• https://jaringansantri.com/3-ulama-pulau-sumatera-300-tahun-sebelum-era-
walisongo/ (Diakses pada 4 Mei 2021)
• • 6 Fasih, Ulum. SYEKH MAULANA ISHAQ DAN ISLAMISASI DI DESA
KEMANTREN PACIRAN LAMONGAN 1443-1485 M: SRUDI TENTANG
DAKWAH DAN WARISAN AJARANNYA. Diss. UIN Sunan Ampel Surabaya,
2015.
• Muqoddas, Ali. "Syeikh Nawawi al-Bantani al-Jawi Ilmuan Spesialis Ahli Syarah
Kitab Kuning." Tarbawi: Jurnal Pendidikan Islam 11.1 (2014).
• Rohmah, Ana Lailatur. Peran Syekh Jumadil Kubro dalam penyebaran Islam di Jawa
menurut Mochammad Cholil Nasiruddin. Diss. UIN Sunan Ampel Surabaya, 2019.
• sc.syekhnurjati.ac.id. https://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB314113150
012.pdf (diakses pada 20 Mei 2021)
• Dzakwan, Sigit. “Kisah Kiai Gede, Penyebar Islam di Tanah Kotawaringin yang
Melegenda”. (https://daerah.sindonews.com/berita/1295244/29/kisah-kiai-gede-
penyebar-islam-di-tanah-kotawarin gin-yang-melegenda/30 (Diakses Pada 30 Mei
2021)
• bcpbkaltim. “Masjid Kyai Gede, Kecamatan Kotawaringin Lama, Kabupaten
Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah”.
(https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbkaltim/sejarah-singkat-masjid-kyai-gede-
kotawaringin-lama/ Diakses pada 30 Mei 2021)
• El-Fikri, Syahrudin. “Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, Ulama Besar
Kalimantan”. (https://republika.co.id/berita/q61is7440/syekh-muhammad-arsyad-
albanjari-ulama-besar-kalimantan Diakses Pada 30 Mei 2021)

64

Anda mungkin juga menyukai