Anda di halaman 1dari 6

Rumusan masalah

1. Kapan seharusnya pengajuan bungamoratoir pada gugatan perkara Darwin berlaku dan
apa dasar hukumnya ?
2. Apakah rekening pribadi (darwin) bisa menjadi sita jaminan dalam gugatan dan apakah
pihak bank bisa ditarik menjadi pihak ?
3. Apakah pembatalan Perjanjian (14 maret 2019 dan amandemen pertama) pada gugatan
perkaran Darwin sudah tepat ?

Kapan seharusnya pengajuan bungamoratoir pada perkara Darwin berlaku dan apa dasar
hukumnya ?

Bungamoratoir

- khusus pada Pasal 1250 paragraf (1) KuhPerdata yang menyatakan :

“Dalam tiap-tiap perikatan yang semata-mata berhubungan dengan pembayaran


sejumlah uang, penggantian biaya, rugi dan bunga sekedar disebabkan
terlambatnya pelaksanan, hanya tediri atas bunga yang ditentukan oleh undang-
undang, dengan tidak mengurangi peraturan-peraturan undang-undang khusus”

Bunga yang ditentukan berdasarkan undang-undang adalah bunga sebesar 6 % setahun. Hal
ini dilihat dari Lembaran Negara 22 tahun 1948 /Staatsblad tahun 1848 Nomor 22. (Pada
prinsipnya, Bunga Muratoir ini tidak perlu dibuktikan adanya suatu kerugian oleh kreditur,)

Putusan-putusan dihitungnya Bunga Muratoir sejak lalai sampai dimasukan gugatan:

Putusan 14/pdt.G/2019/Unr:

“maka dari itu para tergugat dijatuhi bunga moratoir sesuai dengan ketentuan tersebut di
atas yang ditentukan berdasarkan undang-undang adalah bunga sebesar 6% (enam persen)
per tahun atau 1% (satu persen) per bulan sesuai dengan ketentuan pada Staatblad No.
1848-22, dengan penyesuaian besaran denda keterlambatan atau bunga moratoir hingga
perkara ini didaftarkan sebesar Rp 1.865.250,00 (satu juta delapan ratus enam puluh lima
ribu dua ratus lima puluh rupiah);”

Putusan Nomor 39/Pdt.G/2018/PN Btl

“Untuk bunga moratoir yaitu Total biaya yang sudah dikeluarkan atau yang sudah
“dibayarkan” oleh pihak PENGGUGAT sebagai “konsumen” kepada pihak PARA TERGUGAT
yaitu pihak TERGUGAT I dan TERGUGAT II selaku “pelaku usaha” sesuai dalam Surat
Perjanjian Pembelian Rumah dan Tanah Perumahan Piyungan Permai pada tanggal 29
Oktober 2016 yaitu sebesar Rp 178.000.000,- (seratus tujuh puluh delapan juta rupiah).
Kemudian Bunga yang ditetapkan berdasarkan undang-undang yang dimuat Lembaran
Negara No. 22 Tahun 1948 (seharusnya Staatsblad No. 22/1948) adalah tidak boleh melebihi
batas maksimal bunga sebesar 6 (enam) % per tahun, maka Total bunga per bulan adalah 6
(enam) % per tahun : 12 (dua belas) bulan = 0,5 % per bulan, dimana Total perhitungan
waktu sejak pihak PENGGUGAT sebagai “konsumen” bersama dengan pihak PARA
TERGUGAT yaitu pihak TERGUGAT I dan TERGUGAT II selaku “pelaku usaha” selesai
menandatangani Akta Perjanjian Ikatan Jual Beli Nomor : 04 tertanggal 07 Januari 2017
mulai dari bulan Januari 2017 sampai dengan bulan April 2018 atau sampai gugatan ini
didaftarkan di Pengadilan Negeri Bantul adalah 15 (lima belas) bulan. Total perhitungannya
adalah Rp 178.000.000,- (seratus tujuh puluh delapan juta rupiah) x 0,5 % per bulan x 15
(lima belas) bulan = Rp 13.350.000,- (tiga belas juta tiga ratus lima puluh ribu rupiah).”

Putusan 137/ PDT.G/2013/PN.Bgr.

“Menghukum TERGUGAT untuk membayar kepada PENGGUGAT berupa bunga moratoir


atas dana pinjaman yakni sebesar 7,5 % (Tujuh koma lima persen) pertahun terhitung sejak
tanggal 10 Maret 2010 sampai dana pinjaman dibayar lunas;”

Putusan 490/pdt.uG/2017/PN.Mdn

“Menghukum TERGUGAT untuk membayar kepada PENGGUGAT bunga moratoir selama 2


(dua) tahun X 6 % (enam persen) per tahun secara tunai dan sekaligus sebesar Rp.
180.201.720,- (seratus delapan puluh juta, dua ratus satu ribu tujuh ratus dua puluh Rupiah”

Putusan 1/pdt.G.S./2017/Plk

“Menghukum Tergugat untuk membayar seluruh hutang dan kewajibannya kepada


Penggugat secara tunai dan sekaligus dengan rincian sebagai berikut: Hutang pokok =
Rp136.000.000,00 Besarnya bunga Moratoir dihitung sejak tanggal jatuh tempo 28 April
2016 sampai dengan didaftarkannya gugatan tanggal 1 Pebruari 2017 (11 bulan)
Rp136.000.000,00 x 0,5% x 11 bulan= Rp 7.480.000,00 +Jumlah total utang ditambah bunga
sebesar Rp143.480.000,00 (seratus empat puluh tiga juta empat ratus delapan puluh ribu”

Putusan-putusan Bunga Muratoir dihitung sejak diajukanya Gugatan

Putusan PN Denpasar (No 99/pdt.G/2011/PN.DPS)

“ menyangkut perjanjian sewa menyewa yang kemudian tidak berjalan seperti diharapkan
oleh para pihak terkaitnya, tapi bagaimanapun, singkatnya, salah satu pihak kemudian
menuntut pembayaran sejumlah uang sebagai nilai konversi dari kewajiban yang harus
dipenuhi oleh pihak lawannya. Untuk pembayaran kewajiban ini pihak tersebut menuntut
dikenakannya bunga 3% per bulan mengikuti suku bunga deposito perbankan (?). Dalam
putusannya, majelis hakim PN Denpasar mengabulkan gugatan pihak tersebut, tetapi
menganggap besaran bunga itu tidak wajar. Menurut majelis hakim, besaran bunga yang
wajar dengan mengacu pada Pasal 1250 KUH Perdata jo. Lembaran Negara No. 22/1948
(seharusnya Stb. No. 22/1848, red.) adalah 6% per tahun . Besaran bunga ini pula yang
kemudian ditentukan oleh majelis hakim tersebut yang juga memutuskan bahwa kewajiban
itu berlaku, lagi-lagi mengacu pada Pasal 1250 KUH Perdata, “sejak gugatan Penggugat
didaftarkan di Pengadilan Negeri Denpasar”.

Putusan no. 98/PDT/2015/PT.PLG

“Menghukum Pembanding semula Tergugat untuk membayar ganti rugi atas keterlambatan
memenuhi perjanjian berupa bunga pinjaman sebesar 6% (enam persen) setahun terhitung
sejak gugatan ini didaftarkan di Pengadilan Negeri Palembang sampai Putusan ini
dilaksanakan oleh Pembanding semula Tergugat”

Putusan no. 512/pdt.G/2015/PN.mdn

“Menghukum Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung renteng untuk membayar ganti
kerugian bunga sebesar Rp.107.565.526.- X 0,5 % = Rp.537.827,- (lima ratus tiga puluh tujuh
ribu delapan ratus dua puluh tujuh rupiah) perbulan, terhitung sejak gugatan didaftarkan di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Medan sampai dengan perkara ini mendapat putusan yang
berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde)”

Putusan no. 63k/pdt/1987

“Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi sebesar 6% setahun kepada Penggugat
sejak gugatan di daftarkan ke Pengadilan Negeri hingga hutang dibayar lunas.”

Dalam putusan Yang dihitung sejak jatuh temponya suatu pembayaran hutang sesuai yang
diperjanjikan

Putusan no. 137/pdt.G/2013/PN. Bgr

“Menghukum TERGUGAT untuk membayar kepada PENGGUGAT berupa bunga moratoir


atas dana pinjaman yakni sebesar 7,5 % (Tujuh koma lima persen) pertahun terhitung sejak
tanggal 10 Maret 2010 sampai dana pinjaman dibayar lunas;”

Sumber hukum lainya

Prof. Subekti, S.H., dalam bukunya yang berjudul Hukum Perjanjian, Cetakan XX, Penerbit
Intermasa, Jakarta, 2004, halaman 49,

" .jadi bunga moratoir berarti bunga yang harus dibayar (sebagai hukuman) karena Debitor
itu alpa atau lalai membayar utangnya. Oleh suatu undang-undang yang dimuat dalam
Lembaran Negara tahun 1848 No. 22 bunga tersebut ditetapkan 6 prosen setahun…"
Doktrin pengadilan belanda Barendrecht dan Hendrikx itu pula dapat kita temukan beberapa
informasi menarik:

Dalam Pasal 6:119 BW Belanda (padanan Pasal 1250 dalam KUH Perdata Belanda yang baru),
ketentuan mengenai perhitungan bunga “sejak gugatan diajukan di depan pengadilan” telah
diubah menjadi “sejak debitur lalai” (halaman 309). Untuk contoh kasus di awal tulisan ini, di
mana kreditur baru menggugat lima tahun setelah debiturnya lalai, tentu ketentuan ini akan
menguatkan posisi dari kreditur.

Saran :

Mengenai permasalahan kapan seharusnya Bunga Muratoir dihitung dalam darft gugatan
perkara Darwin menurut hemat kami sudah tepat yang mana dikuatkan dengan ditemukanya
beberapa tambahan putusan-putusan yang terbaru yang menguatkan perhitungan Bunga
Moratoir sejak lalainya debitur sampai masuknya gugatan.

Apakah rekening pribadi (darwin) bisa menjadi sita jaminan dalam gugatan dan
apakah pihak bank bisa ditarik menjadi pihak ?

Saran :

Dapat dilakukan dengan memasukan Sita Jaminan di Tangan Pihak Ketiga Penyitaan barang
tergugat yang berada di tangan pihak ketiga disebut Conservator beslog onder derden atau
disingkat derden beslag dalam draft gugatan perkara Darwin . Tujuannya memberi hak kepada
penggungat untuk mengajukan penyitaan terhadap hak milik tergugat yang berada di tangan
pihak ketiga (dalam hal ini bank) , untuk melindungi kepentingan kreditor (penggugat), agar
terjamin pemenuhan pembayaran yang dituntut. One kind. Five-pointed star Ketentuan mengenai
sita pihak ketiga diatur dalam :

Pasal 197 Ayat (8) HIR Dan Passar 211 RBG:

 Barang bergerak milik debitur meliputi:

- Uang tunai.

- Surat-surat berharga yang bernilai uang;

- Atau barang berwujud.

(Dapat diletakkan sita meskipun barang-barang itu berada di tangan pihak ketiga)

Ketentuan Pasal 197 ayat (8) HIR tersebut dasarnya berkenaan dengan sita eksekusi
terhadap pihak ketiga (executorial beslag order derden). Namun, ketentuan tersebut berlaku dan
diterapkan pada sita jaminan terhadap pihak ketiga (conservator beslag onder derden), karena Pasal
227 ayat (3) HIR memuat peneasan yaitu aturan tata cara pelaksanaan sita jaminan, tunduk kepada
ketentuan Pasal 197, 198, dan 199 HIR.43 Kalau HIR dan RGB hanya mengatur dalam satu pasal,
dalam Rv diatur dalam beberapa pasal, yang terdapat pada Bab 4, Sarana Mempertahankan Hak,
Bagian 3, Penyitaan di Tangan Pihak Ketiga. Bertitik tolak dari doktrin process doelmatigheid,
ketentuan dimaksud dapat dijadikan pedoman melengkapi Pasal 197 Ayat (8) HIR dalam penerapan
sita pihak ketiga. Sehubungan dengan itu, dibawah ini akan dijelaskan beberapa permasalahan
pokok yang terdapat dalam pasal-pasal tersebut.

Syarat Permintaan Sita Pihak Ketiga Syarat yang mesti dipenuhi agar dapat diletakkan sita
kepada pihak ketiga, dijelaskan dalam Pasal 728 Rv:

1. Barang Yang Hendak Disita Adalah Milik Tergugat Barang yang disita benar-benar milik tergugat,
bukan milik pihak ketiga itu. Undang-undang tidak mempersoalkan apakah keberadaan barang
itu pada pihak ketiga berdasarkan alas hak yang sah. Yang penting, barang itu milik tergugat.
Bisa berdasarkan pinjaman, simpanan, deposito, atau tabungan pada bank.

2. Permintaan Sita Didukung Oleh Surat dalam Bentuk:

Akta otentik, atau Akta di bawah tangan. Akta itu dapat membuktikan atau mempunyai
kekuatan pembuktian bahwa barang tersebut adalah milik tergugat (debitur). Misalnya, jika
barang milik tergugat yang hendak disita itu berupa tabungan atau deposito di bank, penggugat
dapat melihatkan buku tabungan atau rekening depositonya. Paling tidak dapat menunjukkan
nomor rekening bank, tempat uang itu disimpan

Pasal 1820 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata  , yang berbunyi sebagai berikut:

 
“Penanggungan ialah suatu persetujuan di mana pihak ketiga demi kepentingan kreditur,
mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak memenuhi
perikatannya.”

Dalam perkara Darwin (TERGUGAT II) pada Perjanjian Amandemen Pertama tertanggal 28 Juli 2020
tertera dalam Pasal 3 poin D mengenai Evaluasi Pencapaian :

“apabila setelah batas waktu yang ditentukan masih terdapat pengembalian kewajiban
yang belum dibayarkan terhadap Perusahaan, maka KPM dan Bapak Darwin harus melakukan
pembayaran sisa kewajiban secara sekaligus pada Perusahaan”

Dalam hal ini menunjukan bahwa Darwin selaku orang-perorangan yang memberikan jaminan
“personal guarantee” dalam Perjanjian Amandemen Pertama tertanggal 28 Juli 2020 meskipun
dalam perkara tidak terdapat kesepakatan yang terpisah.

Apakah pembatalan Perjanjian (14 maret 2019 dan amandemen pertama) pada
gugatan perkaran Darwin sudah tepat ?

Dalam Pasal 1266 KUH Perdata dapat dikutip sebagai berikut:

“Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang timbal balik, andaikata
salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal demikian persetujuan tidak batal
demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada Pengadilan. Permintaan ini juga
harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di
dalam persetujuan. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, maka Hakim dengan
melihat keadaan, atas permintaan tergugat, leluasa memberikan suatu jangka waktu untuk
memenuhi kewajiban, tetapi jangka waktu itu tidak boleh lebih dan satu bulan.”

Pasal 1267 KUH PERDATA yang menyebutkan bahwa :

“Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih; memaksa pihak yang lain
untuk memenuhi persetujuan, jika hal itu masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan
persetujuan, dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga.”

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja dalam bukunya “Perikatan pada Umumnya” (hal. 138)
mengatakan:
“Pada perikatan atau perjanjian yang diakhiri oleh para pihak, para pihak tidak dapat
meniadakan atau menghilangkan hak-hak pihak ketiga yang telah terbit sehubungan dengan
perjanjian yang mereka batalkan kembali tersebut (untuk ini lihat ketentuan Pasal 1340 jo. Pasal
1341 KUHPER). Yang dapat ditiadakan dengan pembatalan tersebut hanyalah akibat-akibat
yang dapat terjadi di masa yang akan datang di antara para pihak. Sedangkan bagi perjanjian
yang dibatalkan oleh Hakim, pembatalan mengembalikan kedudukan semua pihak dan
kebendaan kepada keadaannya semula, seolah-olah perjanjian tersebut tidak pernah terjadi,
dengan pengecualian terhadap hak-hak tertentu yang tetap dipertahankan oleh undang-undang
untuk kepentingan pihak-pihak tertentu.“

Maka mengacu pada ketentuan-ketentuan hukum tersebut maka jelas pihak yang tidak dipenuhi
perikatannya dapat memaksa pihak yang lain untuk memenuhi isi perjanjian atau menuntut
pembatalan perjanjian tersebut ke pengadilan dengan membebankan penggantian biaya, kerugian
dan bunga.

Saran :
Dalam draft gugatan darwin menurut kami sudah tepat untuk dapat membatalkan perjanjian
tertanggal 14 maret 2019.

Anda mungkin juga menyukai