NIM : 21/473204/GE/9472
Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi saat ini. Jika kita lihat dari piramida
penduduk pada tahun 2020 terjadi penurunan pertumbuhan penduduk yang signifikan.
Angka kelahiran bayi seiring berjalannya waktu mengalami penurunan dan angka
harapan hidupnya juga semakin tinggi dikarenakan majunya teknologi disana. Menurut
angka sensus terbaru yang dirilis oleh Kementerian Dalam Negeri dan Keselamatan,
Korea Selatan memiliki 51.829.023 orang pada 31 Desember 2020, turun 20.838 dari
akhir 2019. Hal ini dikarenakan angka kelahiran lebih sedikit dari pada angka
kematiannya. Untuk 2020, Korea Selatan melaporkan 275.815 kelahiran, turun 10,65
persen dari tahun sebelumnya. Tetapi 307.764 orang meninggal pada tahun 2020,
meningkat 3,1 persen dari 2019 (Yonhap News Agency, 2021).
Hal ini terjadi karena masyarakat Korea sudah mulai terbuka dengan
perkembangan zaman. Tidak hanya berprinsip untuk memiliki keluarga kecil, sebagian
masyarakatnya bahkan memilih untuk tidak menikah. Hal ini berdasar pada keinginan
untuk mencapai kesuksesan dalam karir pribadi masyarakat. Mereka beranggapan bahwa
memiliki anak menghambat kemajuan karir mereka karena dibutuhkan biaya, waktu, dan
perhatian lebih untuk membesarkan anak. Sebagian warga juga memutuskan untuk
membentuk keluarga kecil karena mereka ingin mengasilkan manusia yang berkualitas.
Ketika kualitas SDM meningkat maka bidang-bidang lain akan secara otomatis
meningkat pula. Seperti ekonomi, pendidikan, pariwisata, dan lain lain. Dengan prinsip
dan pola pikir tersebut seperti Korea Selatan sekarang sudah menjadi negara maju dan
masuk kedalam 12 besar negara terkaya di dunia.
Berbeda dangan Indonesia, penduduk Korea Selatan sudah memiliki cara pandang
yang berbeda tentang memiliki keturunan. Masyarakat Korea sudah memegang prinsip
small family bahkan sebagian dari mereka memilih untuk child free. Sedangkan di
Indonesia sendiri masih marak dengan isu pernikahan dini. Selain itu pemikiran “banyak
anak, banyak rejeki” masih tersebar luas.
Hal ini menjadi pertanyaan bagi banyak orang, bagaimana bisa dalam waktu
singkat pertumbuhan penduduk dua negara sangat berbeda? Dilihat dari pola sosial
budaya yang mendasari Indonesia dan Korea Selatan memang pada dasarnya berbeda.
Kehidupan bermasyarakat Indonesia sangat kental dengan budaya lokal, tradisi, dan
agama. Hal ini tentunya berpengaruh pada pola pikir dan anggapan yang ada di
masyarakat. Anggapan ketika kita sudah mencapai umur tertentu harus menikah dan
memiliki anak sudah menjadi hal yang lumrah, apalagi masyarakat indonesia terbiasa
dengan keluarga yang besar. Selain itu program kb belum terlaksana dengan baik,
menurunnya angka kematian, dan persebaran penduduk yang tidak merata juga menjadi
faktor lainnya. Luas indonesia juga memengaruhi keadaan ini, karena masih tersedianya
lahan, kesadaran akan meledaknya populasi di Indonesia masih rendah. Hal-hal seperti
itulah yang membuat pertumbuhan penduduk Indonesia melaju pesat. Jika terus dibiarkan
hal ini akan menjadi bom waktu bagi indonesia.
Oleh karena itu, dengan bercermin pada kondisi Korea Selatan seharusnya kita
bisa memanfaatkan sumber daya alam dan bonus demografi yang kita miliki untuk
mengembangkan potensi. Selain itu, sebagai generasi muda yang berpendidikan
seharusnya kita sudah bisa tegas untuk memiliki prinsip small family. Selain menjadi
bentuk dukungan terhadap program pemerintah, small family mengarahkan kita untuk
tidak bersikap egois. Masa depan generasi selanjutnya harus mementingkan kualitas
bukan kuantitas. Peran pemeirntah untuk meingkatkan kualitas sumber daya manusianya
juga sudah mulai diterapkan dengan adanya program wajib belajar sembilan tahun.
Dengan meningkatnya pengetahuan diharapkan kesadaran masyarakat untuk memiliki
keluarga kecil dan berkualitas akan semakin tinggi.
Daftar Pustaka