ABSTRAK
Air susu ibu meningkatkan kualitas generasi muda bangsa, karena ASI
banyak mengandung antibodi. Namun tidak semua ibu post partum langsung
mengeluarkan ASI, Pijat Oksitosin adalah solusi mengatasi ketidaklancaran
produksi ASI. Tujuan penelitian mengetahui Perbedaan Produksi ASI Ibu Post
Partum Sebelum dan Sesudah diberikan Pijat Oksitosin di Klinik Pratama Jannah
Tembung Medan.
Penelitian yang digunakan adalah penelitian Pra-Experimental rancangan
One Group Pretest Posttest design. Populasi penelitian ibu post partum
primipara. Sampel berjumlah 30 orang menggunakan teknik sampling jenuh.
Pengumpulan data primer menggunakan lembar observasi. Waktu penelitian
bulan mei sampai juli 2017. Hasil uji penelitian menggunakan aplikasi komputer.
Rata-rata Produksi ASI sebelum dilakukan pemijatan adalah 6,17 ml dan
setelah diberikan pijat oksitosin didapatkan rata-rata 13,57 ml dengan
peningkatan volume ASI sebanyak 7,4 ml. Ada perbedaan produksi ASI pada
ibu post partum sebelum dan sesudah diberikan pijat oksitosin di klinik pratama
jannah tembung medan tahun 2017 dengan nilai p-value = 0,000.
Diharapkan kepada tenaga kesehatan selalu mengaplikasikan pijat
oksitosin kepada ibu post partum agar produksi ASInya lebih lancar, serta
mermotivasi ibu dan keluarga untuk melaksanakan pijat oksitosin di rumah.
ABSTRACT
Breast milk improves the quality of the young generation of the nation,
because breast milk contains many antibodies. But not all postpartum mothers
immediately remove breast milk, Oxytocin massage is a solution to overcome the
inefficiency of breast milk production. The purpose of the study to know the
difference of Breastmilk Production of Post Partum Mother Before and After given
the Oxytocin massage in Clinic Pratama Jannah Tembung Medan.
The research used is Pre-Experimental research design of One Group
Pretest Posttest design. Population research of primiparous post partum mother.
Samples totaling 30 people using total sampling technique. Primary data
collection using observation sheet. The time of May until July 2017. The results of
research tests using computer applications.
The average value of breast milk production before the massage was 6.17
ml with a standard deviation of 1.464 and after being given an oxytocin massage
yielded an average yield of 13.57 ml with an increase in the volume of milk as
much as 7.4 ml. There was a difference in the production of breast milk in
postpartum mothers before and after being given oxytocin massage at clinic
pratama jannah tembung medan 2017 with p-value = 0,000.
Expected to health workers will always apply the oxytocin massage to
postpartum mothers to make milk production more smoothly, as well as to
motivate mothers and families to carry out the oxytocin massage at home.
vi
10. Rekan-rekan Mahasiswa Program D IV RPL Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Medan yang telah memberikan dorongan moril terhadap penulis
dalam pembuatan ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Baik dari
teknis penulisan maupun bahasanya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi sempurnanya skripsi
ini. Semoga dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi pembaca.
vii
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii
ABSTRAK ...................................................................................................... iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xii
viii
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 44
A. Kesimpulan ................................................................................... 44
B. Saran ............................................................................................ 44
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 2.1 Definisi Operasional .................................................................... 32
Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Ibu Post Partum Primipara di Klinik Pratama
Jannah Tembung Medan Tahun 2017 .......................................... 37
Tabel 4.2 Distribusi Produksi ASI Pada Ibu Post Partum Sebelum dan Sesudah
Dberikan Pijat Okstosin ................................................................ 38
Tabel 4.3 Rata-rata Produksi ASI Pada Ibu Post Partum Sebelum Dan Sesudah
Diberikan Pijat Oksitosin Di Klinik Pratama Jannah Medan Tembung
Tahun 2017……………………………………………………………….38
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Produksi ASI Pada Ibu Post Partum Sebelum
Dan Sesudah Diberikan Pijat Oksitosin Di Klinik Pratama Jannah
Tembung Medan Tahun 2017…………………………………………. 39
Tabel 4.5 Hasil Uji Paired Sample T-Test Produksi ASI Pada Ibu Post Partum
Sebelum Dan Sesudah Diberikan Pijat Oksitosin…………………… 40
x
DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 2.1. Refleks Prolaktin ....................................................................... 20
Gambar 2.2. Refleks Oksitosin ....................................................................... 21
Gambar 2.3. Proses Pembentukan ASI .......................................................... 22
Gambar 2.4. Posisi Ibu bersandar di kursi ...................................................... 29
Gambar 2.5. Posisi Jari saat memijat .............................................................. 29
Gambar 2.6 Kerangka Konsep ....................................................................... 32
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
2
ekonomi yang sulit, kondisi sanitasi yang buruk, serta air bersih yang sulit
didapat menyebabkan pemberian susu formula menjadi penyumbang risiko
terbesar terhadap kondisi malnutrisi dan munculnya berbagai penyakit seperti
diare akibat penyiapan dan pemberian susu formula yang tidak higienis
(Monika, 2014).
Berdasarkan data UNICEF tahun 2012, hanya 39% anak-anak
dibawah enam bulan yang mendapatkan ASI eksklusif. Angka global ini
hanya meningkat dengan sangat perlahan selama beberapa dekade terakhir,
sebagian karena rendahnya motivasi untuk menyusui di beberapa Negara-
negara besar, dan kurangnya dukungan untuk ibu menyusui di lingkungan
sekitar. Cina, yang baru-baru ini menarik perhatian media karena permintaan
konsumen yang tinggi untuk susu formula bayi hingga menyebabkan
kekurangan stok di Negara lain, memiliki tingkat menyusui secara eksklusif
hanya 28% (UNICEF, 2013).
Berdasarkan target renstra tahun 2015, cakupan ASI eksklusif adalah
sebesar 39%. Tiga provinsi yang memiliki persentase terendah terdapat di
Provinsi Sulawesi Utara 26,3%, Sumatera Utara 33%, dan Jawa Barat 35,3%
(Kemenkes, 2015). Di Provinsi Sumatera Utara khususnya Kabupaten Deli
Serdang, pada tahun 2014 jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif pada bayi umur
0-6 bulan yaitu sebanyak 8.400 bayi dengan persentase sebesar 41,95%
(Depkes, 2014). Hal ini cukup memprihatinkan, mengingat ASI mengandung
semua nutrisi yang dibutuhkan bayi dalam enam bulan pertama kehidupannya.
ASI tidak hanya melindungi bayi terhadap infeksi, tetapi juga mempunyai
berbagai manfaat lain, seperti mengurangi kegemukan dan dapat membantu
melindungi para ibu terhadap penyakit-penyakit lain yang mungkin timbul di
kemudian hari (Pollard, 2015).
Air susu ibu dapat mencerdaskan dan meningkatkan kualitas generasi
muda bangsa, setiap bayi yang diberi ASI akan mempunyai kekebalan alami
terhadap penyakit karena ASI banyak mengandung antibodi, zat kekebalan aktif
yang akan melawan masuknya infeksi ke dalam tubuh bayi. Saat ini sekitar 40 %
kematian balita terjadi pada satu bulan pertama kehidupan bayi, dengan
pemberian ASI akan mengurangi 22 % kematian bayi dibawah 28 hari, dengan
demikian kematian bayi dan balita dapat dicegah melalui pemberian ASI Eklslusif
3
secara dini dari sejak bayi dilahirkan di awal kehidupannya (Endah &
Masdinarsah, 2011).
Kenyataan di lapangan menunjukkan produksi dan ejeksi ASI yang
sedikit pada hari-hari pertama setelah melahirkan menjadi kendala dalam
memberikan ASI secara dini. Ibu yang tidak dapat menyusui pada hari-hari
pertama disebabkan oleh kecemasan dan ketakutan ibu akan kurangnya
Produksi ASI serta kurangnya pengetahuan ibu tentang proses menyusui. Hal
tersebut dapat menyebabkan penurunan oksitosin sehingga ASI tidak dapat
segera keluar setelah melahirkan dan akhirnya ibu memutuskan untuk
memberikan susu formula pada bayinya (Wijayanti, 2014).
ASI dihasilkan oleh kerja gabungan hormon dan refleks. Selama
kehamilan, terjadi perubahan pada hormon yang akan menyiapkan jaringan
kelenjar (alveolli) untuk memproduksi ASI. Hormon prolaktin dihasilkan oleh
kelenjar hipofisa depan yang berada di dasar otak, merangsang kelenjar susu
untuk memproduksi ASI. Sedangkan rangsangan pengeluaran prolaktin ini
adalah pengosongan ASI dari gudang ASI. Makin banyak ASI yang dikeluarkan
dari payudara, makin banyak ASI yang diproduksi. Sama halnya dengan hormon
prolaktin, hormon oksitosin diproduksi bila ujung saraf sekitar payudara di
rangsang oleh isapan bayi. Kejadian ini disebut refleks pengeluaran ASI. Kelenjar
payudara akan mengerut sehingga memeras ASI untuk keluar. Banyak wanita
dapat merasakan payudaranya terperas saat menyusui, itu menunjukkan bahwa
ASI mulai mengalir dari alveoli ke ductus latiferous (Wijayanti, 2014),
Tidak semua ibu postpartum langsung mengeluarkan ASI. Pengeluaran
ASI merupakan suatu interaksi yang sangat komplek antara rangsangan
mekanik, saraf dan bermacam-macam hormon yang berpengaruh terhadap
pengeluaran oksitosin. Pengeluaran hormon oksitosin selain dipengaruh oleh
isapan bayi juga dipengaruhi oleh reseptor yang terletak pada sistem duktus, bila
duktus melebar atau menjadi lunak maka secara reflektoris dikeluarkan oksitosin
oleh hipofise yang berperan untuk memeras air susu dari alveoli. (Endah &
Masdinarsah, 2011).
Pijat Oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi
ketidaklancaran produksi ASI. Pijat Oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang
tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima - keenam dan
merupakan usaha untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah
4
melahirkan. Pijat ini berfungsi untuk meningkatkan hormon oksitosin yang dapat
menenangkan ibu, sehingga ASI pun otomatis keluar (Albertina, 2015).
Melalui pijatan atau rangsangan pada tulang belakang, neurotransmitter
akan merangsang medulla oblongata langsung mengirim pesan ke hypothalamus
di hypofise posterior untuk mengeluarkan oksitosin sehingga menyebabkan buah
dada mengeluarkan air susunya. Dengan pijatan di daerah tulang belakang ini
juga akan merileksasi ketegangan dan menghilangkan stress dan dengan begitu
hormon oksitosin keluar dan akan membantu pengeluaran air susu ibu, dibantu
dengan isapan bayi pada puting susu pada saat segera setelah bayi lahir dengan
keadaan bayi normal (Endah & Masdinarsah, 2011).
Albertina (2015) mengatakan bahwa pijat okstosin berhubungan dengan
produksi ASI Pemijatan tengkuk dan punggung memberikan kontribusi yang
besar bagi ibu nifas yang sedang menyusui. Terdapat hubungan signifikan antara
pijat oksitosin dengan kelancaran produksi ASI (nilai X2 hitung = 8,765 > X2 tabel
3,841, Pvalue = 0,003). Rasa nyaman yang ibu rasakan akan membantu dalam
pengeluaran ASI sehingga ibu tidak akan merasakan nyeri baik dari hisapan bayi
pada payudara maupun kontraksi uterus karena pada pemijatan tengkuk dan
punggung mampu mengeluarkan endorfin merupakan senyawa yang
menenangkan. Dalam keadaan tenang seperti inilah ibu nifas yang sedang
menyusui mampu mempertahankan produksi ASI yang mencukupi bagi bayinya.
Studi pendahuluan yang dilakukan di Klinik Pratama Jannah Tembung
Medan diketahui bahwa Pijat Oksitosin pada setiap ibu postpartum telah
dilaksanakan, jumlah ibu post partum sejak bulan Januari sampai bulan Maret
2017 adalah 83 orang.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Perbedaan Produksi ASI pada Ibu Post Partum
Sebelum dan Sesudah diberikan Pijat Oksitosin di Klinik Pratama Jannah
Tembung Sumatera Utara Tahun 2017”.
B. Rumusan Masalah
dan Sesudah diberikan Pijat Oksitosin di Klinik Pratama Jannah Tembung Medan
Tahun 2017?
C. Tujuan Penelitian
C.1. Tujuan Umum
D. Manfaat Penelitian
D.1. Aspek Teoritis
melanjutkan penerapan pijat oksitosin pada ibu post partum agar produksi ASI
menjadi lebih lancar, serta membuat klien maupun keluarga termotivasi untuk
melaksanakan pijat oksitosin di rumah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
A.1 Post Partum
A.1.1 Definisi Post partum
7
8
2) Lochea
Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari cavum uteri dan
vagina selama masa nifas. Lochea terbagi menjadi tiga jenis, yaitu : Lochea
rubra (2 hari), sangulenta (hari ke-3 s/d 7), Serosa (hari ke-7 s/d 14) dan alba
(hari ke-14).
3) Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. Delapan belas
jam pasca partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat
dan kembali ke bentuk semula.
4) Vagina dan Perineum
Estrogen pasca partum yang menurun berperan dalam penipisan
mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang
akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, 6 sampai 8 minggu
setelah bayi lahir. Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada
saat perineum mengalami robekan. Latihan otot perineum dapat
mengembalikan tonus dan dapat mengencangkan vagina hingga tingkat
tertentu.
b. Perubahan Sistem Pencernaan
Selama kehamilan tingginya kadar progesteron dapat mengganggu
keseimbangan cairan tubuh. Pasca melahirkan, kadar progesteron mulai
menurun. Namun demikian, faal usus memerlukan 3-4 hari untuk kembali
normal.
c. Perubahan Sistem Perkemihan
Diuresis dapat terjadi setelah 2-3 hari post partum. Diuresis terjadi
karena saluran urinaria mengalami dilatasi. Kondisi ini akan kembali normal
setelah 4 minggu post partum.
d. Perubahan Sistem Musculoskletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus. Pembuluh-
pembuluh yang berada di antara anyaman-anyaman otot-otot uterus akan
terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta dilahirkan.
Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada waktu
persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali.
9
c. Bayi
Setelah menyesuaikan diri secara fisiologis dengan melakukan
pernafasan dan sirkulasi darahnya, bayi akan memperlihatkan perhatiannya
terhadap bunyi, cahaya dan makanan. Bidan menciptakank kondisi yang
optimum untuk terjadinya interaksi orangtua dan bayi, yaitu dengan cara
menganjurkan rawat gabung untuk mendukung pemberian ASI dan peraturan
kunjungan yang fleksibel untuk ayah.
Adapun kebutuhan ibu nifas yang harus terpenuhi yaitu (Dewi &
Sunarsih, 2013) :
1. Nutrisi dan cairan
Ibu nifas membutuhkan nutrisi yang cukup, gizi seimbang, terutama
kebutuhan protein dan karbohidrat. Gizi pada ibu hamil sangat erat kaitannya
dengan produksi air susu yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi.
Kekurangan gizi pada ibu menyusui dapat menimbulkan gangguan kesehatan
pada ibu dan bayinya. Gangguan pada bayi meliputi proses tumbuh kembang
anak, bayi mudah sakit, dan mudah terkena infeksi.
2. Ambulasi
Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk secepat mungkin
membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya secepat
mungkin untuk berjalan. Keuntungan dari ambulasi dini yaitu melancarkan
pengeluaran lokia, mengurangi infeksi puerperium, mempercepat involusi uterus,
melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat kelamin, meningkatkan
kelancaran peredaran darah sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran
sisa metabolisme.
3. Eliminasi
Miksi disebut normal bila dapat BAK spontan tiap 3-4 jam. Ibu
diusahakan mampu buang air kecil sendiri. Defekasi (buang air besar) harus ada
dalam 3 hari postpartum. Jika ada obstipasi dan timbul koprostase hingga skibala
(feses yang mengeras) tertimbun di rektum, mungkin akan terjadi febris. Bila
terjadi hal demikian dapat dilakukan klisma atau diberi laksan per os (melalui
mulut) (Dewi & Sunarsih, 2013)
12
Menurut Sari (2014) tujuan dari pemberian asuhan pada masa nifas
adalah untuk :
1. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis.
2. Melaksanakan skrinning secara komprehensif, deteksi dini, mengobati
atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi.
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, KB, cara dan manfaat menyusui, pemberian imunisasi serta
perawatan bayi sehari-hari.
14
mencapai usia sekitar 4 bulan. Pada saat kadar immunoglobulin bawaan dari
ibu menurun dan yang dibentuk sendiri oleh tubuh bayi belum mencukupi,
terjadilah suatu periode kesenjangan immunoglobulin pada bayi. Kesenjangan
tersebut hanya akan dihilangkan atau dikurangi dengan pemberian ASI. Air
susu ibu merupakan cairan yang mengandung kekebalan atau daya tahan
tubuh sehingga dapat menjadi pelindung bayi dari berbagai penyakit infeksi
bakteri, virus dan jamur.
c. ASI mengandung komposisi yang tepat
ASI berasal dari berbagai bahan makanan yang baik untuk bayi terdiri
dari proporsi yang seimbang dan cukup kuantitas semua zat gizi yang
diperlukan untuk kehidupan 6 bulan pertama. Setelah usia 6 bulan, bayi harus
mulai mendapatkan makanan pendamping ASI seperti buah-buahan ataupun
makanan lunak dan lembek karena pada usia ini kebutuhan bayi akan zat gizi
menjadi semakin bertambah dengan pertumbuhan dan perkembangan bayi
sedangkan produksi ASI semakin menurun. Tetapi walaupun demikian
pemberian ASI juga jangan dihentikan, ASI dapat terus diberikan sampai bayi
berumur 2 tahun atau lebih.
d. Memberi rasa aman dan nyaman pada bayi dan adanya ikatan antara ibu
dan bayi
Hubungan fisik ibu dan bayi baik untuk perkembangan bayi, kontak
kulit ibu ke kulit bayi yang mengakibatkan perkembangan psikomotor maupun
sosial yang lebih baik. Hormon yang terdapat dalam ASI juga dapat
memberikan rasa kantuk dan rasa nyaman. Hal ini dapat membantu
menenangkan bayi dan membuat bayi tertidur dengan pulas. Secara psikologis
menyusui juga baik bagi bayi dan meningkatkan ikatan dengan ibu.
e. Terhindar dari alergi
Pada bayi baru lahir sistem IgE belum sempurna. Pemberian susu
formula akan merangsang aktivasi sistem ini dan dapat menimbulkan alergi.
ASI tidak menimbulkan efek ini. Pemberikan protein asing yang ditunda sampai
umur 6 bulan akan mengurangi kemungkinan alergi.
f. ASI meningkatkan kecerdasan bagi bayi
Lemak pada ASI adalah lemak tak jenuh yang mengandung omega 3
untuk pematangan sel-sel otak sehingga jaringan otak bayi yang mendapat ASI
16
Eksklusif akan tumbuh optimal dan terbebas dari rangsangan kejang sehingga
menjadikan anak lebih cerdas dan terhindar dari kerusakan sel-sel saraf.
2. Bagi Ibu
a. Aspek kontrasepsi
Hisapan mulut bayi pada puting susu ibu merangsang ujung saraf
sensorik sehingga post anterior hipofise mengeluarkan prolaktin. Prolaktin
masuk ke indung telur, menekang produksi estrogen akibatnya tidak ada
ovulasi. Pemberian ASI memberikan 98% metode kontrasepsi yang efisien
selama 6 bulan pertama sesudah kelahiran bila diberikan hanya ASI saja
(eksklusif) dan belum terjadi menstruasi kembali.
b. Aspek kesehatan ibu
Isapan bayi pada payudara akan merangsang terbentuknya oksitosin
oleh kelenjar hipofisis. Oksitosin membantu involusi uterus dan mencegah
terjadinya perdarahan pasca persalinan. Penundaan haid dan berkurangnya
perdarahan pasca persalinan mengurangi prevalensi anemia defisiensi besi.
Kejadian karsinoma mammae pada ibu yang menyusui lebih rendah disbanding
yang tidak menyusui.
c. Aspek penurunan berat badan
Pada saat hamil, badan bertambah besar, selain karena ada janin,
juga karena penimbunan lemak pada tubuh, cadangan lemak ini sebenarnya
memang disiapkan sebagai sumber tenaga dalam proses produksi ASI. Dengan
menyusui tubuh akan menghasilkan ASI lebih banyak lagi sehingga timbunan
lemak yang berfungsi sebagai cadangan tenaga akan terpakai. Dan jika
timbunan lemak menyusut, berat badan ibu akan cepat kembali ke keadaan
seperti sebelum hamil.
d. Ungkapan kasih sayang
Hubungan batin antara ibu dan bayi akan terjalin erat karena saat
menyusui bayi menempel pada tubuh ibu dan bersentuhan antar kulit. Bayi juga
bisa mendengarkan detak jantung ibu, merasakan kehangatan sentuhan kulit
ibu dan dekapan ibu.
e. Ibu sehat, cantik dan ceria
Ibu yang menyusui setelah melahirkan zat oksitosin nya akan
bertambah, sehingga dapat mengurangi jumlah darah yang keluar setelah
malahirkan. Kandungan dan perut bagian bawah juga lebih cepat menyusut
17
kembali ke bentuk normalnya. Ibu yang menyusui bisa menguras kalori lebih
banyak, maka akan lebih cepat pulih ke berat tubuh sebelum hamil. Ketika
menyusui, pengeluaran hormon muda bertambah, menyebabkan ibu dalam
masa menyusui tidak ada kerepotan terhadap masalah menstruasi, pada masa
ini juga mengurangi kemungkinan terjadinya kehamilan diluar rencana.
Menyusui setelah melahirkan dapat mempercepat pemulihan kepadatan tulang,
mengurangi kemungkinan menderita osteoporosis (keropos tulang) setelah
masa menopause. Menurut statistik, menyusui juga mengurangi kemungkinan
terkena kanker indung telur dan kanker payudara dalam masa menopause. Ibu
juga tidak perlu bangun tengah malam untuk mengaduk susu bubuk, ketika
pergi bertamasya juga tidak perlu membawa setumpuk botol dan kaleng susu.
3. Bagi Keluarga
Memberikan ASI kepada bayi, dapat mengurangi pengeluaran keluarga.
ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana yang seharusnya digunakan untuk membeli
susu formula dapat dipergunakan untuk keperluan lain.
Kebahagiaan keluarga bertambah, karena kelahiran lebih jarang,
sehingga suasana kejiwaan ibu baik dan dapat mendekatkan hubungan bayi
dengan keluarga. Menyusui sangat praktis, karena dapat diberikan dimana saja
dan kapan saja.
4. Bagi Negara
Menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi. Adanya faktor protektif
dan nutrient yang sesuai dalam ASI menjamin status gizi baik serta kesakitan
dan kematian anak menurun. Menghemat devisa Negara, ASI dapat dianggap
sebagai kekayaan Nasional. Jika semua ibu menyusui, diperkirakan dapat
menghemat devisa sebesar Rp 8,6 miliyar yang seharusnya dipakai untuk
membeli susu formula.
Mengurangi subsidi untuk rumah sakit, subsidi untuk rumah sakit berkurang,
karena rawat gabung akan memperpendek lama rawat ibu dan bayi, mengurangi
komplikasi persalinan dan infeksi nosokomial serta mengurangi biaya yang
diperlukan untuk perawatan anak sakit. Anak yang mendapat ASI dapat tumbuh
kembang secara optimal sehingga kualitas generasi penerus bangsa akan
terjamin. Anak yang diberi ASI juga memiliki IQ, EQ dan SQ yang baik
merupakan kualitas yang baik sebagai penerus bangsa.
18
5. Bagi Bumi
Menyukseskan perlindungan alam, melepaskan susu bubuk dan
menggunakan ASI, bisa menghemat berapa banyak sampah botol dan kaleng
susu yang dibuang.
kalsium terhadap fosfat adalah 2:1. Rasio ini optimal untuk mineralisasi
tulang. Kandungan vitamin C dan E dalam ASI dalam jumlah yang
adekuat namun kandungan vitamin K lebih rendah.
A.2.4 Laktasi
1. Definisi Laktasi
Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI diproduksi
sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI. Laktasi merupakan bagian
integral dari siklus reproduksi mamalia termasuk manusia. Masa laktasi
mempunyai tujuan meningkatkan pemberian ASI Eksklusif dan meneruskan
pemberian ASI sampai anak umur 2 tahun secara baik dan benar serta anak
mendapatkan kekebalan tubuh secara alami (Wiji, 2014).
Proses laktasi tidak terlepas dari pengaruh hormonal, adapun hormon-
hormon yang berperan dalam proses laktasi menurut Wiji (2014) adalah sebagai
berikut.
a. Progesteron, berfungsi mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli.
b. Estrogen, berfungsi menstimulasi sistem saluran ASI agar membesar
sehingga dapat menampung ASI lebih banyak. Kadar estrogen menurun
saat melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa bulan selama tetap
menyusui.
c. Follicle Stimulating Hormone (FSH)
d. Luteinizing Hormone (LH)
e. Prolaktin, berperan dalam membesarnya alveoli dalam kehamilan.
f. Oksitosin, berfungsi mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat
melahirkan dan setelahnya, seperti halnya juga dalam orgasme. Selain itu
pasca melahirkan oksitosin juga mengencangkan otot halus disekitar
alveoli untuk memeras ASI menuju saluran susu. Oksitosin berperan
dalam proses turunnya susu let-down/ milk ejection reflex.
g. Human Placental Lactogen (HPL). Sejak bulan kedua kehamilan,
plasenta mengeluarkan banyak HPL yang berperan dalam pertumbuhan
payudara, puting dan aerola sebelum melahirkan. Pada bulan kelima dan
keenam kehamilan, payudara siap memproduksi ASI.
20
2. Fisiologi Laktasi
Laktasi atau menyusui sebenarnya mempunyai dua pengertian, yaitu
produksi ASI (prolaktin) dan pengeluaran ASI (oksitosin), yang dikenal dengan
reflex prolaktin da reflex aliran (let down reflex) (Maryunani, 2012).
Menurut Wiji (2014), kedua proses tersebut harus sama baiknya. Secara
alamiah akibat pengaruh hormon maka akan terjadi perubahan secara bertahap
sesuai umur dan kondisi yaitu terdiri dari proses:
a. Mammogenesis, yaitu pembentukan kelenjar payudara.
Pada masa kehamilan terjadi peningkatan yang jelas dari duktus yang
baru, percabangan dan lobulus yang dipengaruhi oleh hormon placenta dan
korpus luteum. Hormon yang ikut membantu mempercepat pertumbuhan
adalah prolaktin, laktogen placenta, korionik gonadotropin, insulin, kortisol,
hormon tidoid, hormon paratioroid dan hormon pertumbuhan. Pada usia 3 bulan
kehamilan prolaktin dari adenohipofise (hipofise anterior) mulai merangsang
kelenjar air susu untuk menghasilkan air susu yang disebut kolostrum.
Pada masa ini pengeluaran kolostrum masih dihambat oleh estrogen
dan progesterone, tetapi jumlah prolaktin meningkat hanya dengan aktivitasnya
dalam pembuatan kolostrum yang ditekan. Setelah bayi lahir estrogen dan
progesterone akan menurun drastic dan prolaktin akan meningkat, oksitosin
(hipofise posterior) meningkat bila ada rangsangan hisap, sel mioepitelium buah
dada berkontraksi.
b. Galaktogenesis, yaitu proses pembentukan atau produksi ASI.
Pada seorang ibu menyusui dikenal 2 refleks yang masing-masing
berperan sebagai pembentuk dan pengeluaran air susu yaitu refleks Prolaktin
dan refleks oksitosin (let down reflex).
1) Refleks Prolaktin (prolaktin reflex)
Sewaktu bayi menyusu, ujung syaraf peraba yang terdapat pada
puting susu terangsang. Rangsangan tersebut oleh serabut afferent dibawa ke
hipotalamus di dasar otak, lalu dilanjutkan ke bagian depan kelenjar hipofise
yang memacu pengeluaran hormon prolaktin ke dalam darah (Marmi, 2014).
Akhir kehamilan hormon prolaktin memegang peranan untuk membuat
kolostrum, tetapi jumlah kolostrum terbatas dikarenakan aktivitas prolaktin
dihambat oleh estrogen dan progesterone yang masih tinggi (Maryunani,
2012).
21
Gambar 2.1.
Refleks Prolaktin
Refleks aliran dipengaruhi oleh keadaan kejiwaan ibu, rasa khawatir dan
rasa sakit (misalnya luka jahitan) yang dirasakan ibu dapat menghambat refleks
tersebut. Diduga, hal tersebut menyebabkan lepasnya adrenalin yang
menghambat oksitosin tidak dapat mencapai otot polos sehingga tidak terjadi
kontraksi dari otot polos (Marmi, 2014).
Gambar 2.2.
Refleks Oksitosin
Stimulasi Stimulasi
Hipofise Stimulasi Hipotalamus Hipofise
Anterior Posterior
LAKTASI
Gambar 2.3.
Proses Pembentukan ASI
Sumber: Wiji,Rizki Natia. 2014. ASI dan Panduan Ibu Menyusui. Yogyakarta:
Nuha Medika. Hal: 100.
3. Manajemen Laktasi
Ibu perlu mempersiapkan segala hal agar proses menyusui berjalan
lancar. Manajemen laktasi dimulai pada masa kehamilan, segera setelah
persalinan, kemudian pada saat menyusui menurut Khasanah (2013) yaitu
sebagai berikut.
a. Pada Masa Kehamilan (Antenatal)
Ibu harus siap untuk memberikan ASI kepada bayinya yang akan
dilahirkan, terutama bagi ia yang akan melahirkan untuk pertama kalinya.
24
Persiapan demikian harus dilakukan sedini mungkin, dan ia harus yakin bahwa
ASI merupakan makanan bayi yang terbaik. Pada masa ini yang perlu
dilakukan olehnya adalah sebagai berikut.
1) Mengumpulkan informasi tentang manfaat dan keunggulan ASI, serta
menyusui, baik bagi ibu maupun bayinya, di samping bahaya pemberian
susu botol.
2) Pemeriksaan kesehatan, kehamilan, keadaan puting payudara dan
payudara, apakah ada kelainan atau tidak. Disamping itu, perlu dipantau
kenaikan berat badan ibu hamil.
3) Perawatan payudara mulai kehamilan umur 6 bulan agar ibu mampu
memproduksi dan memberikan ASI yang cukup.
4) Memperhatikan kebutuhan gizi karena ibu hamil dan menyusui
memerlukan tambahan gizi untuk mencukupi kebutuhan gizi janin dan
menabung zat gizi untuk menyusui kelak.
5) Menciptakan suasana keluarga yang menyenangkan. Dalam hal ini, perlu
diperhatikan keluarga, terutama suami kepada istri yang sedang hamil
6) Untuk memberikan dukungan dan membesarkan hatinya.
1. Faktor bayi
Kurangnya usia gestasi bayi pada saat bayi dilahirkan akan
mempengaruhi refleks hisap bayi. Kondisi kesehatan bayi seperti kurangnya
kemampuan bayi untuk bisa menghisap ASI secara efektif, antara lain akibat
struktur mulut dan rahang yang kurang baik, bibir sumbing, metabolisme atau
pencernaan bayi, sehingga tidak dapat mencerna ASI, juga mempengaruhi
produksi ASI, selain itu semakin sering bayi menyusui dapat memperlancar
produksi ASI.
2. Faktor ibu
a. Faktor fisik
Faktor fisik ibu yang mempengaruhi produksi ASI adalah adanya
kelainan endokrin ibu, dan jaringan payudara hipoplastik. Faktor lain yang
mempengaruhi produksi ASI adalah usia ibu, ibu yang usianya lebih muda atau
kurang dari 35 tahun lebih banyak memproduksi ASI dibandingkan dengan ibu-
ibu yang usianya lebih tua, tetapi ibu yang sangat muda (kurang dari 20 tahun)
produksi ASInya juga kurang karena dilihat dari tingkat kedewasaannya..
Produksi ASI juga dipengaruhi oleh nutrisi ibu dan asupan cairan ibu. Ibu yang
menyusui membutuhkan 300-500 kalori tambahan selama masa menyusui.
b. Faktor psikologis
Ibu yang berada dalam keadaan stress, kacau, marah dan sedih,
kurangnya dukungan dan perhatian keluarga serta pasangan kepada ibu dapat
mempengaruhi kurangnya produksi ASI. Selain itu ibu juga khawatir bahwa
ASInya tidak mencukupi untuk kebutuhan bayinya serta adanya perubahan
maternal attainment, terutama pada ibu-ibu yang baru pertama kali mempunyai
bayi atau primipara.
c. Faktor sosial budaya
Adanya mitos serta persepsi yang salah mengenai ASI dan media
yang memasarkan susu formula, serta kurangnya dukungan masyarakat
menjadi hal-hal yang dapat mempengaruhi ibu dalam menyusui. Ibu bekerja
serta kesibukan sosial juga mempengaruhi keberlangsungan pemberian ASI.
27
Gambar 2.4
Posisi ibu bersandar di kursi
3. Memasang handuk
4. Melumuri kedua telapak tangan dengan minyak atau baby oil
5. Memijat sepanjang kedua sisi tulang belakang ibu dengan menggunakan
dua kepalan tangan, dengan ibu jari menunjuk ke depan
Gambar 2.5
Posisi jari saat memijat
9. Membersihkan punggung ibu dengan waslap air hangat dan dingin secara
bergantian.
B. Kerangka Konsep
D. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini yaitu :
H0 = Tidak Ada Perbedaan Produksi ASI pada Ibu Post Partum Sebelum dan
Sesudah Diberikan Pijat Oksitosin di Klinik Pratama Jannah Tembung
Medan Tahun 2017
H1 = Ada Perbedaan Produksi ASI pada Ibu Post Partum Sebelum dan
Sesudah Diberikan Pijat Oksitosin di Klinik Pratama Jannah Tembung
Medan Tahun 2017
H0 diterima bila nilai p-value >0,05 dan H0 ditolak bila nilai p-value <0,05.
BAB III
METODE PENELITIAN
Pretest Posttest
O1 X O2
Keterangan :
O1 : Pengukuran volume ASI ibu post partum primipara sebelum diberikan pijat
oksitosin
O2 : Pengukuran volume ASI ibu post partum primipara setelah diberikan pijat
oksitosin
X : Pijat Oksitosin (treatment)
Penelitian dilakukan di Klinik Pratama Jannah Jl. Makmur No. 139 Pasar
VII Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Sumatera
Utara Tahun 2017.
34
35
C.2. Sampel
Kriteria eksklusi :
1. Ibu Post partum Multipara
2. Ibu dengan persalinan Sungsang, Seksio Sesarea
1. Analisa Univariat
Analisa univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi usia dan
tingkat pendidikan ibu post partum.
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk menjawab hipotesis dan mengetahui
perbedaan produksi ASI pada ibu post partum sebelum dan sesudah diberikan
pijat oksitosin dengan menghitung rata-rata volume produksi ASI sebelum
diberikan intervensi dan sesudah diberikan intervensi menggunakan uji T-test.
Analisa bivariat menggunakan bantuan program komputer (Notoadmojo, 2012).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 30 responden ibu
postpartum mengenai “Perbedaan Produksi ASI pada Ibu Post Partum Sebelum
dan Sesudah diberikan Pijat Oksitosin di Klinik Pratama Jannah Tembung Medan
Tahun 2017” maka didapat hasil sebagai berikut.
NO KARAKTERISTIK RESPONDEN f %
UMUR (TAHUN)
1 ≤20 12 40.0
2 21-25 13 43.3
3 26-30 5 16.7
JUMLAH 30 100.0
PENDIDIKAN
1 SD/ SMP 16 53,4
2 SMA 13 43.3
3 Perguruan Tinggi 1 3.3
JUMLAH 30 100.0
Pada tabel 4.1 diketahui bahwa umur responden di klinik pratama jannah
tembung medan mayoritas berusia 21-25 tahun sebanyak 13 orang (43,3%), dan
pendidikan mayoritas responden adalah SD/SMP sebanyak 16 orang (53,4%).
37
38
Tabel 4.2
Distribusi Produksi ASI Pada Ibu Post Partum Sebelum dan Sesudah
Diberikan Pijat Okstosin
Tabel 4.3
Rata-rata Produksi ASI Pada Ibu Post Partum Sebelum Dan Sesudah
Diberikan Pijat Oksitosin Di Klinik Pratama Jannah Tembung
Medan Tahun 2017
A.2.1 Uji Normalitas Produksi ASI Pada Ibu Post Partum Sebelum Dan
Sesudah Dilakukan Pijat Oksitosin Di Klinik Pratama Jannah
Tembung Medan
Tabel 4.4
Hasil Uji Normalitas Produksi ASI Pada Ibu Post Partum Sebelum Dan
Sesudah diberikan Pijat Oksitosin Di Klinik Pratama Jannah
Tembung Medan Tahun 2017
Shapiro-Wilk
Intervensi
Statistic Df Sig.
Pretest .934 30 .064
Posttest .944 30 .115
A.2.2 Perbedaan Produksi ASI Ibu Post partum sebelum dan sesudah
diberikan pijat oksitosin
Tabel 4.5
Hasil Uji Paired Sample T-Test Produksi ASI Pada Ibu Post Partum Sebelum
Dan Sesudah Diberikan Pijat Oksitosin
Paired Differences
95% Confidence
Std. Interval of the Sig.
Intervention Std. Error Difference (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper T df tailed)
Pretest 7.400 1.329 .243 7.896 6.904 30.504 29 0.000
Posttest
B. Pembahasan
Dari hasil penelitian “Perbedaan Produksi ASI pada Ibu Post partum
Sebelum dan Sesudah Diberikan Pijat Okstosin Di Klinik Pratama Jannah
Tembung Medan Tahun 2017” maka pembahasannya adalah sebagai berikut :
produksi ASI ibu post partum. Ada beberapa faktor lainnya seperti makanan yang
dikonsumsi oleh ibu, dan juga anatomis payudara ibu.
B.2. Perbedaan Produksi ASI Ibu Post Partum Sebelum dan Sesudah
Diberikan Pijat Oksitosin
Berdasarkan hasil penelitian produksi ASI sebelum dilakukan intervensi
(pemijatan) menunjukkan nilai rata-rata (mean) adalah 6,17 ml dan setelah
diberikan pijat oksitosin didapatkan hasil rata-rata (mean) 13,57 ml dengan
peningkatan volume ASI sebesar 7,4 ml dengan p value 0,0000 (p<0,05) yang
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan terhadap produksi ASI sebelum
dan sesudah diberikan pijat oksitosin.
Menurut Kent (2007), sebagaimana yang dikutip oleh Pollard (2015)
rata-rata jumlah susu yang mereka berikan kepada bayi selama menyusui yaitu
ketika bayi lahir produksi ASI mencapai 5 ml pada penyusuan pertama dan
dalam 24 jam mencapai 7-123 ml dengan 3-8 kali penyusuan. Pijat oksitosin ini
dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau let down reflex. Menurut
Depkes (2007), selain untuk merangsang let down reflex manfaat pijat oksitosin
adalah memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi bengkak (engorgement),
mengurangi sumbatan ASI, merangsang pelepasan hormone oksitosin,
mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit.
Hal ini juga sesuai dengan penelitian Endah, dkk (2011) yaitu waktu
pengeluaran kolostrum kelompok perlakuan rata – rata 5,8 jam, sedangkan lama
waktu kelompok kontrol adalah rata – rata 5,89 jam . Jumlah kolostrum yang
dikeluarkan kelompok perlakuan rata – rata 5,333 cc sedangkan kelompok
kontrol adalah rata – rata 0,0289 cc. Dengan hasil adanya perbedaan proporsi
kelancaran produksi ASI antara kelompok yang diberi intervensi memiliki peluang
lebih lancar produksi ASInya dengan p-value 0,000 dibandingkan dengan
kelompok kontrol.
. Begitu juga dengan penelitian Mardiyaningsih (2011) tentang pengaruh
pijat oksitosin terhadap pengeluaran ASI. Pijat oksitosin berpengaruh terhadap
jumlah produksi ASI dengan Pvalue 0,009 ,dan pijat oksitosin tidak berpengaruh
terhadap lama waktu pengeluaran ASI ibu post partum dengan Pvalue 0,939, hal
ini menunjukkan bahwa produksi ASI dan pengeluaran ASI berhubungan dengan
43
waktu laktasi dan pemijatan sehingga asupan ASI cukup untuk dikonsumsi oleh
bayi.
Tidak ada kesenjangan antara teori dengan hasil, fenomena yang
ditemukan dilapangan bahwa produksi dan ejeksi ASI yang sedikit pada hari-hari
pertama setelah melahirkan menjadi kendala dalam pemberian ASI secara dini.
Penurunan produksi ASI pada hari-hari pertama setelah melahirkan dapat
disebabkan oleh kurangnya rangsangan hormon prolaktin dan oksitosin yang
sangat berperan dalam kelancaran produksi Pijat oksitosin terbukti mampu
meningkatkan produksi ASI dibandingkan sebelumnya. Jika ibu mengaplikasikan
pijat oksitosin ini, masalah menyusui yang muncul pada hari-hari pertama
kelahiran seperti ASI tidak lancar, ASI belum keluar yang menyebabkan ibu
memutuskan untuk memberikan susu formula kepada bayinya dapat diatasi
sehingga dapat meningkatkan angka cakupan pemberian ASI pada satu jam
pertama kelahiran bahkan pemberian ASI eksklusif. Karena pijat oksitosin ini bisa
dilakukan segera setelah ibu melahirkan bayinya dengan durasi 2-3 menit. Pijat
oksitosin ini sangat efektif karena tidak memerlukan alat dan bahan yang sulit
didapat, Pijatan ini tidak harus dilakukan langsung oleh petugas kesehatan tetapi
dapat dilakukan oleh suami atau anggota keluarga yang lain dan bahkan dapat
diaplikasikan sendiri oleh keluarga di rumah.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai Perbedaan Produksi ASI Pada
Ibu Post Partum Sebelum dan Sesudah Diberikan Pijat Oksitosin Di Klinik
Pratama Jannah Tembung Medan Tahun 2017 dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Rata-rata Produksi ASI sebelum diberikan intervensi yaitu 6,17 ml dengan
standar deviasi sebesar 1,464
2. Rata-rata produksi ASI sesduah diberikan intervensi yaitu 13,57 ml dengan
standar deviasi sebesar 2,344.
3. Adanya perbedaan produksi ASI pada ibu post partum sebelum dan sesudah
diberikan pijat oksitosin di klinik pratama jannah medan tembung tahun 2017
dengan p-value <0,05 yaitu p-value 0,000<0,05 dengan peningkatan
produksi ASI sebanyak 7,4 ml.
B. Saran
1. Bagi Peneliti
Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat melengkapi
kekurangan peneliti agar lebih akurat yaitu dengan menambah variabel
lain seperti faktor gizi atau kadar hemoglobin responden pada penelitian
selanjutnya dan dengan responden yang lebih besar.
2. Bagi Mahasiswa
Diharapkan kepada mahasiswa agar dapat dijadikan bahan pembelajaran
dalam proses perkuliahan. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan
tentang manfaat pijat oksitosin terhadap produksi ASI ibu post partum
3. Bagi Lahan Penelitian
Dapat selalu diaplikasikan kepada ibu post partum agar produksi ASInya
lebih lancar, serta mermotivasi ibu dan keluarga untuk melaksanakan pijat
oksitosin di rumah.
4. Bagi Institusi
Dapat dijadikan bahan referensi kepustakaan agar dapat digunakan untuk
penelitian selanjutnya dengan variabel yang berbeda.
44
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Sri, dkk. 2015. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Bandung:
Erlangga.
Dewi, V. N. L & Sunarsih, T. 2013. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Jakarta:
Salemba Medika.
Dinkes, Sumut. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014.
Medan: Dinas Kesehatan Provinsi Sumut.
Endah, Siti Nur, & Masdinarsah, Imas. 2011. Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap
Pengeluaran Kolostrum Pada Ibu Post Partum Di Ruang Kebidanan
Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung. Skripsi: Stikes Jenderal A. Yani
Cimahi.
Kemenkes, RI. 2012. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta:
SDKI.
Khairani, L., Komariah, M., & Mardiah, W. 2012. Pengaruh Pijat Oksitosin
Terhadap Involusi Uterus Pada Ibu Post Partum Di Ruang Post Partum
Kelas III RSHS Bandung. Skripsi: Universitas Padjadjaran.
Kiftiah, M. 2014. Efektifitas Pijat Oksitosin terhadap produksi ASI pada ibu post
partum Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Darussalam
Kabupaten Aceh Besar. Tesis: Universitas Syiah Kuala.
Marmi. 2014. ASI Saja Mama Berilah Aku ASI Karena Aku Bukan Anak Sapi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Maryunani, A. 2012. Inisiasi Menyusui Dini, ASI Eksklusif dan Manajemen
Laktasi. Jakarta: Trans Info Media.
Monika, F. B. 2014. Buku Pintar ASI dan Menyusui. Jakarta: Noura Books PT.
Mizan Publika.
Pitriyani, Risa, & Andriyani, Rika. 2014. Panduan Lengkap Asuhan Kebidanan
Ibu Nifas Normal. Yogyakarta: Deepublish.
Sari, Eka Puspita, & Riamandini, Kurnia Dwi. 2014. Asuhan Kebidanan Masa
Nifas (Postnatal Care). Jakarta: Trans Info Medika.
UNICEF. 2013. ASI adalah Penyelamat Hidup paling murah dan efektif di dunia.
https://www.unicef.org/indonesia/id/media_21270.html (diakses tanggal
2 Maret 2017).
Wijayanti, Lilis. 2014. Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Produksi ASI pada Ibu
Post Partum di Puskesmas Mergangsan Yogyakarta. Skripsi: STIKES
Aisyiyah.
Wiji, Rizki Natia. 2014. ASI dan Panduan Ibu Menyusui. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Medan, 2017
Responden
( )
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PIJAT OKSITOSIN
10. Menggosok kearah bawah kedua sisi tulang belakang, pada saat yang sama,
dari leher kearah tulang belikat, selama 2 atau 3 menit
11. Mengamati respon ibu selama tindakan
12. Menanyakan kepada ibu tentang seberapa ibu paham dan mengerti tehnik
refleksi oksitosin (perawatan payudara)
13. Evaluasi perasaan ibu
14. Menyimpulkan hasil kegiatan dan melakukan kontrak kegiatan selanjutnya
15. Membereskan alat
16. Mencuci tangan
17. Melakukan Pendokumentasian
LEMBAR OBSERVASI IBU POSTPARTUM PRIMIPARA YANG
DIBERIKAN PIJAT OKSITOSIN
VOLUME ASI
KODE RESPONDEN (7-123 ml/hari)
PRE-TEST POST-TEST
1 4 ml 12 ml
2 5 ml 13 ml
3 4 ml 10 ml
4 5 ml 11 ml
5 6 ml 16 ml
6 7 ml 15 ml
7 9 ml 18 ml
8 4 ml 11 ml
9 7 ml 15 ml
10 5 ml 13 ml
11 8 ml 15 ml
12 6 ml 13 ml
13 5 ml 10 ml
14 7 ml 13 ml
15 8 ml 15 ml
16 6 ml 12 ml
17 6 ml 13 ml
18 8 ml 17 ml
19 4 ml 11 ml
20 5 ml 13 ml
21 7 ml 14 ml
22 6 ml 14 ml
23 5 ml 12 ml
24 8 ml 17 ml
25 7 ml 16 ml
26 6 ml 11 ml
27 5 ml 12 ml
28 7 ml 16 ml
29 6 ml 11 ml
30 9 ml 18 ml
TABEL MASTER
PERBEDAAN PRODUKSI ASI PADA IBU POST PARTUM SEBELUM DAN SESUDAH
DIBERIKAN PIJAT OKSITOSIN DI KLINIK PRATAMA JANNAH TEMBUNG MEDAN
TAHUN 2017
NO VOLUME ASI
USIA PENDIDIKAN
RESPONDEN PRETEST % POSTTEST %
1 21 SMA 4 2.2 12 2.9
2 21 SMA 5 2.7 13 3.2
3 19 SD 4 2.2 10 2.5
4 19 SMP 5 2.7 11 2.7
5 22 SMA 6 3.2 16 3.9
6 27 SMP 7 3.8 15 3.7
7 26 SMA 9 4.9 18 4.4
8 20 SMP 4 2.2 11 2.7
9 28 SMA 7 3.8 15 3.7
10 22 SMP 5 2.7 13 3.2
11 20 SMA 8 4.3 15 3.7
12 21 SMP 6 3.2 13 3.2
13 17 SD 5 2.7 10 2.5
14 18 SD 7 3.8 13 3.2
15 20 SMP 8 4.3 15 3.7
16 18 SMP 6 3.2 12 2.9
17 26 SMP 6 3.2 13 3.2
18 24 SMA 8 4.3 17 4.2
19 21 SMP 4 2.2 11 2.7
20 22 SMA 5 2.7 13 3.2
21 20 PT 7 3.8 14 3.4
22 22 SMA 6 3.2 14 3.4
23 20 SMP 5 2.7 12 2.9
24 25 SMA 8 4.3 17 4.2
25 23 SMA 7 3.8 16 3.9
26 18 SD 6 3.2 11 2.7
27 27 SMP 5 2.7 12 2.9
28 23 SMA 7 3.8 16 3.9
29 18 SD 6 3.2 11 2.7
30 24 SMA 9 4.9 18 4.4
JUMLAH 185 100.0 407 100.0
DISTRIBUSI IBU POST PARTUM PRIMIPARA BERDASARKAN UMUR
DAN PENDIDIKAN
NO UMUR (TAHUN) f %
1 ≤20 12 40.0
2 21-25 13 43.3
3 26-30 5 16.7
JUMLAH 30 100.0
PENDIDIKAN
1 SD/ SMP 16 53.4
2 SMA 13 43.3
3 Perguruan Tinggi 1 3.3
JUMLAH 30 100.0
Tests of Normality
Shapiro-Wilk
Statistic df Sig.
PRETEST .934 30 .064
POSTTEST .944 30 .115
Menyusun Bab I
Menyusun Bab II
Seminar Proposal
Melaksanakan Penelitian
Menyusun Bab IV
Menyusun Bab V
Seminar Skripsi
Revisi Skripsi
Mengumpulkan Skripsi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENELITI
I. DATA PRIBADI
NAMA : ARIHTA UTAMI GINTING
TEMPAT TANGGAL LAHIR : TANJUNG UBAN, 19 JUNI 1995
JENIS KELAMIN : PEREMPUAN
AGAMA : ISLAM
ANAK KE : 3 DARI 3 BERSAUDARA
TELEPON : 081364711292
EMAIL : ita_utamii22@yahoo.com
ALAMAT : JL.HANG TUAH KP.RAYA TANJUNG UBAN,
KEC.BINTAN UTARA, KAB. BINTAN
KEPULAUAN RIAU