Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

PATOLOGI KLINIK
Interpretasi Hasil Urinalisis

Maria Widyaneni T. 175130101111002


Monike Lanina 175130101111007
Fomalha Hari Andani 175130107111003
Radix Fehrnanda Dipoyono 175130107111029

KELOMPOK : A8
ASISTEN : Mitra Artha Kurnia Hutabarat

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
A. Sinyalemen
Nama Kucing : No Name
Jenis Kelamin : Jantan
Spesies : Domestic Short-hair Cat (DSH Cat)
Berat Badan : 4.25 Kg
Umur : 2 Tahun
B. Anamnesa
Kucing tersebut dibawa ke klinik dokter hewan dengan anamnesa
adanya obstruksi uretra intermiten dan urin yang berwarna kemerahan
yang sudah terjadi selama 3 hari. Kucing tersebut dipelihara secara indoor
dan diberikan pakan kering kucing komersial serta pakan kaleng dan
pemberian minum yang adlibitum.
C. Gejala Klinis
o Hematuria
o Stranguria
o Intermitten Urethral Obstruction
Pemeriksaan Fisik
o Pasien dalam kondisi tubuh yang baik
o Palpasi bagian caudal abdomen muncul rasa kesakitan pada pasien
o Palpasi bagian vesical urinaria didapati berukuran sedang
Pemeriksaan Penunjang
o Urinalysis (Pemeriksaan Fisik Urin)
 Pemeriksaan urinalisis pertama kali menunjukkan urin berwarna
kuning terang, keruh, pekat, berat jenis 1.016.
 Pemantauan selama 18 bulan selanjutnya dilakukan pemeriksaan
urinalisis pada minggu ke-2, 12, 17, 44, 84, menunjukkan berat
jenis urin 1.012-1.018.
Menurut Parrah et al. (2013), urin kucing normal berwarna kuning
hingga kuning-kecoklatan, tingkat kejernihan jernih, dan memiliki
berat jenis normal 1.001-1.080 sehingga warna dan berat jenis urin
masih dalam kondisi normal. Urin berwarna kuning dengan tingkat
kejernihan keruh dapat disebabkan oleh adanya bahan-bahan yang
mengendap dalam kandung kemih.
o Urinalysis (Pemeriksaan Kualitas Urin)
 Pemeriksaan sedimen urin pertama kali menunjukkan urin
mengandung leukosit, eritrosit, kristal serta bakteri. Kristal
berwarna kuning kecokelatan, dan tampak amorf. Kristal
ammonium urat ditemukan tetapi karena kemiripan morfologi,
kristal ammonium urat, urat amorf, dan xanthine tidak dapat
dibedakan secara definitif oleh mikroskop.
 Pemeriksaan sedimen urin dalam pemantauan 18 bulan selanjutnya
didapatkan urin mengandung banyak leukosit, tidak terdapat
eritrosit, derajat bacteriuria yang bervariasi dan sedikit hingga
banyak kristal. Kristal yang ditemukan mirpi dengan hasil
pemeriksaan sedimen urin pertama kali, kristal berbentuk
rhomboid, terdapat kristal asam urat, dan kristal berwarna kuning-
coklat berbentuk roset.
Menurut Parrah et al. (2013), urin yang mengandung eritrosit dapat
mengindikasikan glomerulonephritis, tubulointerstitial nephritis,
acute tubular injury/nekrosis, adanya leukosit dapat
mengindikasikan pyelonephritis, glomerulonephritis dan
tubulointerstitial nephritis. Pengendapan kristal asam urat
disebabkan oleh konsumsi makanan tertentu serta perubahan suhu
dan pH urin. Kristaluria juga dapat dikaitkan dengan urolithiasis,
nefropati asam urat akut, keracunan etilen glikol dan sindrom
hipereosinofilik. Selain itu, kristaluria dapat disebabkan oleh obat-
obatan seperti sulphadiazine.
o Quantitative Infrared Spectroscopic Analysis
Pemeriksaan ini ditemukan urolith yang mengandung 100%
xanthine, sehingga diasumsikan menjadi nephrolith xanthine.
o Ultrasonografi
Pemeriksaan dilakukan 12 minggu pasca pertama kali pasien
datang ke dokter hewan, menunjukkan adanya calculi kecil dalam
jumlah banyak pada kedua pelvis renalis.
Calculi biasanya akan terlihat hyperechoic pada pemeriksaan
ultrasonografi. Calculi sulit divisualisasikan menggunakan USG
tetapi akan lebih terlihat jika pelvis renalis mengalami dilatasi atau
lokasi calculi dekat dengan ujung vesical urinaria (Tion et al.,
2015).
o Kultur Bakteri
 Pseudomonas aeruginosa dikultur dari urin pada minggu ke-12
 Pada minggu ke-17, dilakukan kultur urin dan teridentifikasi
bakteri Pseudomonas aeruginosa serta bakteri anaerob,
Bacterioides fragilis.
Kultur bakteri yang menunjukkan adanya perkembangbiakan
bakteri menggunakan sampel urin biasanya diindikasikan pada
semua kasus urolithiasis (Tion et al., 2015).
o Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan hematologi dilakukan pada minggu ke-12, 44, 84.
Hasil yang didapatkan yaitu Complete Blood Count yang tidak
biasa, hasil biokimia serum menunjukkan pasien mengalami
azotemia sedang, hiperfosfatemia dan hiperkolesterolemia ringan.
Pasien dengan kondisi urolithiasis biasanya mengalami azotemia,
hypercalcemia dan Complete Blood Count biasanya masih dalam
referensi normal (Tion et al., 2015).
o High Performance Liquid Chromatography
Pemeriksaan dilakukan pada minggu ke-70 dengan tujuan untuk
mengetahui konsentrasi hypoxanthine dan xanthine serta dilakukan
pemeriksaan konsentrasi asam urat yang dilakukan pada minggu
ke-12, 17, 44, 70, dan 84. Konsentrasi xanthine diukur
dibandingkan dengan kadar kreatinin yang menunjukkan
peningkatan yang signifikan pada urin kucing sehat serta tidak
ditemukan hypoxanthine. Asam urat pada kucing dengan
xanthinuria mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan
kucing sehat. Konsentrasi serum asam urat dalam referensi normal
begitu juga ratio asam urat urin dan kreatinin.
Pada kondisi normal, aktivitas enzim Xanthine Dehidrogenase,
konsentrasi plasma xanthine dan hypoxanthine dalam darah dan
urin adalah rendah. Konfirmasi kerusakan enzim jarang dan sulit
dikonfirmasi (Simmonds, 2003).
D. Differential Diagnosa
 Feline Urethral Obstruction
Gejala klinis yang tampak pada penyakit ini yaitu stranguria,
dysuria dan hematuria serta anorexia, vomit dan letargi atau kolaps.
Berdasarkan kondisi pasien, gejala klinis yang muncul hanya hematuria,
stranguria, dan intermitten urethral obstruction, menurut riwayat kondisi
pasien tidak disebutkan pasien mengalami vomit dan letargi, kondisi tubuh
pasien dalam keadaan baik (George dan Grauer, 2016)
 Feline Idiopathic Cystitis
Gejala klinis yang tampak pada penyakit ini yaitu hematuria,
obstruksi urethra, dysuria, pollakiuria, periuria, perubahan tingkah laku
dan konstipasi. Berdasarkan kondisi pasien, gejala klinis yang muncul
hematuria, stranguria, dan intermitten urethral obstruksi, pasien tidak
dijelaskan adanya perubahan tingkah laku dan konstipasi (Gunn-Moore,
2008).
E. Pemeriksaan Urinalisis
- Kateterisasi : kateter insitu dibiarkan selama 2 hari
- Urinalisis dengan uji fisik urine diamati warna, kejernihan, dilakukan uji
berat jenis urine menggunakan refractometer
-urinalisis dengan uji kualitas urin berupa uji sedimen dengan mikroskop
- Dua hari setelah melepaskan kateter urin, kucing kembali mengalami
obstruksi uretra. Kucing itu dibius kembali untuk dilakukan uretrostomi
perineum agar mengurangi risiko obstruksi lebih lanjut
- analisis spektroskopi inframerah kuantitatif (Harnstein analyse zentrum
Bonn, Jerman) 
- Ultrasonografi abdomen 12 minggu setelah pemeriksaan pertama
menunjukkan beberapa batu kecil di kedua pelvis ginjal. Benda-benda
tersebut diasumsikan sebagai nefrolit xantin, tetapi tidak dikeluarkan untuk
penyelidikan lebih lanjut.
- Selama 18 bulan berikutnya setelah pemeriksaan awal, urinalisis
tambahan dilakukan dari urin yang dikumpulkan dengan kateterisasi di
bawah sedasi (minggu ke 2, 12, 17, 44 dan 84).
- dilakukan kultur urin pada minggu ke 12 dan minggu ke 17
- Selama periode tindak lanjut 18 bulan, darah diperiksa pada minggu ke
12, 44 dan 84
- Untuk memastikan xanthinuria, konsentrasi xantin dan hipoksantin dalam
urin diukur dengan kromatografi cair kinerja tinggi (minggu ke-70) dan
konsentrasi asam urat serum dan urin diukur pada minggu ke 12, 17, 44,
70 dan 84
F. Interpretasi Urinalisis
- Pada saat dilakukan kateterisasi, ditemukan adanya sumbatan. Hal ini
diduga karena adanya urolit.
- Urinalisis awal menunjukkan urin berwarna kuning muda, keruh, dan
konsentrasi urin yang tidak memadai dengan (berat jenis [SG] 1.016)
dengan sedimen urin yang mengandung banyak leukosit, eritrosit, dan
kristal serta sedikit bakteri. Kristal berwarna kuning kecokelatan, dan
tampak amorf menjadi spheroid atau berbentuk jarum (Gbr. 1a). Kristal
amonium urat awalnya dicurigai, namun, karena kemiripan tampilan
morfologi, kristal amonium urat, urat amorf dan xantin tidak dapat
dibedakan secara definitif dengan mikroskop cahaya.
- Dua hari setelah melepaskan kateter urin, kucing kembali mengalami
obstruksi uretra. Kucing itu dibius kembali dan dilakukan uretrostomi dan
beberapa urolit berwarna kuning kecoklatan, bulat, seperti kerikil hingga
butiran pasir dikumpulkan dari uretra.
- Berdasarkan analisis spektroskopi inframerah kuantitatif (Harnstein
analyse zentrum Bonn, Jerman) urolit murni (100%) berupa xantin.

Gambar 1. Sedimen urin pada awal (a) dan selanjutnya (b, c minggu 2; d minggu
12) presentasi endapan urin basah kucing xanthinuric tanpa noda; bar = 100μm.
Kristal di a dan b konsisten dengan amonium urat, urat amorf atau xantin; dan
yang di c dan d lebih seperti asam urat atau xantin.

- Pseudomonas aeruginosa dikultur dari urin pada minggu ke 12 dan


dilakukan pengobatan dengan Marbofloxacin (10 mg/kg) dimulai
berdasarkan hasil antibiogram urin. Kultur urin diulangi pada minggu ke
17 masih menunjukkan Pseudomonas serta bakteri anaerob, infeksi
Bacterioides fragilis. Ciprofloxacin (15 mg/kg) diberikan, tetapi tidak ada
kultur urin lanjutan yang dilakukan. Diduga terjadi infeksi saluran kemih
bakteri kronis (ISK) sekunder akibat kateterisasi dan pembedahan.
- Selama periode tindak lanjut 18 bulan, darah diperiksa pada minggu ke
12, 44 dan 84. Sementara hasil hitung darah lengkap tidak biasa, biokimia
serum menunjukkan persisten untuk progresif, azotemia sedang dan
hiperfosfatemia, dan hiperkolesterolemia ringan.
Urine Ratio Kucing dengan Kontrol dengan
Xanthinuria Kucing Sehat
(minggu ke-70) (n=10)
Xanthine/creatinine 75.3 <0.1
(mol/mmol)
Hypoxanthine/creatinine Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi
(mol/mmol)
Asam urat /creatinine ratio 0.15 0.02-0.07
(mol/mmol)
Konsentrasi metabolit purin diukur dalam urin kucing xanthinuric
Minggu Konsentrasi Serum Asam Ratio Asam Urat
Urat (mol/l) Urin Dan
Creatinine
12 11.9 0.16
17 Tidak dilakukan 0.09
44 35.7 0.09
84 35.7 0.68
Referensi <59.5 0.03-0.07
Interval
Hasil konsentrasi asam urat serum dan asam urat urin / rasio kreatinin pada
kucing xanthinuric selama masa tindak lanjut
G. Diagnosa
Berdasarkan gejala klinis yang muncul, kucing mengalami
hematuria, stranguria dan intermittent urethral obstruction. Selain itu,
Kucing tersebut telah menderita nefrolit bilateral, infeksi saluran kemih
berulang, dan gagal ginjal kronis. Manajemen pakan dengan diet rendah
purin dinyatakan gagal sebagian karena pola pakan kucing yang tak patuh,
dan kucing telah di-eutanasia pada usia 6 tahun. Pada hasil pemeriksaan
laboratorium, dilaporkan bahwa di sedimen urin ditemukan kristal
kuning-kecoklatan, berbentuk amorphous dan spherical. Kemudian,
setelah dilakukan perinea urethrostomy, untuk koreksi obstruksi uretra
yang tersumbat, banyak ditemukan urolit berwarna kuning tua sampai abu-
abu,berbentuk tidak teratur, seperti kerikil hingga butiran milet, yang mana
setelah diteliti dengan kristalografi urolith ini terdiri dari 100% xantine.
Untuk eliminasi differential diagnosisnya, diketahui bahwa kucing
dalam studi kasus ini mengalami gejala klinis berupa mengalami
hematuria, stranguria dan intermittent urethral obstruction. Kucing dalam
studi kasus ini memiliki kondisi tubuh yang baik, tidak mengalami vomit,
dan lethargi sebagaimana gejala yang ditemukan pada Feline Urethral
obstruction. Selain itu gejala klinis lain seperti perubahan tingkah laku dan
konstipasi dinyatakan nihil, sehingga feline idiopathic cystitis
dikesampingkan.
Sehingga berdasarkan history, anamnesa, serta pemeriksaan
urinolithiasis yang telah dilakukan kucing didiagnosa mengalami Xanthine
urolithiasis. Menurut Javier et. al. (2012), telah dijadikan acuan bahwa
kucing dengan xantinuria memiliki kemungkinan untuk mengembangkan
penyakit ginjal kronis awal, yang terkait dengan nefrolitiasis, obstruksi
tubular oleh kristal, kerusakan sel epitel tubular, edema dan peradangan
interstisial. Selain itu berdasarkan data epidemiologi, xanthinuria 70%
terjadi pada ras kucing Domestic Short Hair, dan distribusinya 55% kasus
terjadi pada hewan jantan yang telah dikebiri, 10% pada hewan jantan
yang tidak dikebiri, 33 % pada betina spayed dan 1% pada betina non-
spayed.
H. Patogenesa
Xanthinuria urolithiasis dapat terjadi oleh dua kausa yakni kausa
primer yang disebabkan oleh kelainan enzim genetik, dan kausa sekunder
yang disebabkan oleh anomali diet purin dalam tubuh hewan. Adanya
kausa primer dapt menyebabkan defisiensi xanthine dehydrogenase,
sedangkan anomali diet purin dapat menyebabkan inhibisi xanthine
dehydrogenase. Kedua kausa ini akan berujung sama menimbulkan
hyperxanthuria (baik itu hypouricaemia atau hypouricosuria) yang mana
menyebabkan urin lebih terkonsentrat, pH urin menjadi lebih asam, dan
terjadi gangguan mekanisme pengeluaran urin oleh kandung kemih.
Kemudian gangguan pengeluaran kondisi urin tak normal ini
(incomplet/infrequent) akan menimbulkan xanthine urinary hypesaturation
dan crystalluria, sehingga terjadinya xanthine urolithiasis (Javier et.al.,
2012).

Pada anjing, dalam banyak kasus xantinuria dikaitkan dengan


penyebab sekunder, seperti pengobatan dengan allopurinol, yang
merupakan penghambat xantin-dehidrogenase, bersamaan dengan
konsumsi makanan dengan jumlah purin tinggi yang mendukung
kejenuhan urin dengan xantin, seperti selama pengelolaan medis anjing
dengan leishmaniosis. Di sisi lain, kasus pada kucing lebih dikaitkan
dengan xanthinuria primer. Ciri genetik xanthinuria pada kucing belum
diketahui dengan baik, karena merupakan patologi yang sangat langka dan
data mengenai xanthinuria di kucing sangatlah terbatas (Javier et.al.,
2012).
I. Kesimpulan
Berdasarkan gejala klinis yang muncul, kucing tersebut mengalami
hematuria, stranguria, dan intermittent urethral obstruction. Pemeriksaan
penunjang yang dilakukan pada kucing tersebut meliputi ultrasonografi,
hematologi, urinalisis, Quantitative Infrared Spectroscopic Analysis,
kultur bakteri, dan High Performance Liquid Chromatography.
Interpretasi dari hasil pemeriksaan urinalisis menunjukkan adanya
urolitiasis xanthinuria, sedimen urin berbentuk kristal kuning-kecoklatan,
berbentuk amorphous dan spherical. Kucing tersebut didiagnosa memiliki
riwayat xanthinuria, urolitiasis xanthine, kristal-kristal, pyuria,
bakterinuria, dan gangguan ginjal. Keadaan dimana terjadi penumpukkan
kristal-kristal, kateterisasi, dan perineal urethrostomy dapat menyebabkan
infeksi saluran kemih sehingga kualitas hidup kucing tersebut menurun.
J. Saran
Disarankan melakukan manajemen pakan dengan cara memberikan
kucing dengan pakan rendah protein atau rendah purin sehingga dapat
meminimalisir ekskresi purin.
DAFTAR PUSTAKA

George, C. M. dan Grauer , G. F.. 2016. Feline Urethral Obstruction:Diagnosis


& Management. Toda’s Veterinary Practice
Gunn-Moore, Danielle A.. 2008. Feline Idiopathic Cystitis. Hill’s Pet Nurtrition,
Inc.
Javier, D.Á.C, Carlos César Pérez-García, Israel Alejandro Quijano-Hernández,
Claudia Iveth Mendoza-López Inmaculada Diez-Prieto, José Simón
Martínez-Castañeda, 2012. Xantinuria: Una Causa Rara De
Urolitiasis En El Gato. Vet. Méx., 43 (4): 317-325
Parrah, J. D. et al. 2013. Importance of urinalysis in veterinary practice.
Veterinary World 9(6):640-645
Purman, E., E. H. Hooijberg, E. Leidinger, C. Zedinger, U. Giger, J. Leidinger.
2015. Hereditary Xanthinuria and Urolithiasis in as Domestic
Shorthair Cat. Comp Clin Path 24 (6) : 1325-1329.
Simmonds, Anne. 2003. Hereditary xanthinuria. Orphanet Encyclopedia
Tion , M. T., Dvorska, J., dan Saganuwan, S. A.. 2015. A review on urolithiasis in
dogs and cats. Bulgarian Journal of Veterinary Medicine, 2015, 18,
No. 1, 1-18

Anda mungkin juga menyukai