Anda di halaman 1dari 4

Patofisiologi CTS

Patofisiologi CTS secara umum terjadi karena adanya peningkatan tekanan di


terowongan karpal sehingga menurunkan fungsi saraf medianus. Nyeri pada CTS ditandai
oleh dua proses patofisiologis utama: (1) nyeri iskemik akut akibat kompresi; dan (2) nyeri
kronis akibat peradangan. Lesi akut terjadi sebagai akibat dari adanya fenomena
iskemia/reperfusi, sedangkan lesi kronis terjadi karena adanya aktivasi sistem inflamasi yang
mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi.

Fenomena iskemia/reperfusi terjadi karena adanya bendungan dari aliran darah


arteri/vena pada jaringan/organ, gangguan pada perfusi ke jaringan ini akan menyebabkan
cedera secara langsung pada area yang terbatas akibat adanya iskemia dan keadaan ini terjadi
dalam waktu tertentu serta tergantung pada organ yang terkena. Aktivasi dari beberapa
transporter dalam membran seluler selama fenomena iskemia/reperfusi menyebabkan
terjadinya edema lokal dan iskemia yang berkepanjangan. Lesi karena fenomena
iskemia/reperfusi akan mengaktivasi sitokin pro inflamasi yang akan menyebabkan aktivasi
lokal pada sistem imun sehingga terjadi nekrosis pada sel yang sebelumnya terluka dan
meningkatkan perluasan lesi. Lesi kronis didapatkan sebagai hasil dari fenomena
iskemia/reperfusi yang berkepanjangan karena adanya aktivasi dari beberapa sistem
inflamasi. Pada lesi kronis didapatkan fibrosis pada area yang terkena. Peradangan yang
terjadi akan berkembang dan terbentuk perubahan struktur dan fungsi yang dinamakan
transisi mesenchymal epitel dan mendorong terjadinya lesi permanen jaringan dan disfungsi
pada lengan (Benavides & Sutto, 2018).

Secara anatomis terdapat dua tempat penekanan saraf medianus, yaitu yang pertama
pada batas proksimal terowongan karpal yang apabila pergelangan tangan fleksi akan
merubah ketebalan dan kekakuan fascia lengan bawah dan bagian proksimal flexor
retinaculum dan yang kedua pada bagian tersempit yaitu pada hamulus ossis hamati.
Penekanan dan penarikan dapat menyebabkan masalah pada mikrosirkulasi darah di dalam
saraf, lesi pada selubung mielin dan pada akson, dan perubahan pada jaringan ikat penyokong
(D. Zhang and C. Chruscielski, 2020)

WOC CTS

Skema patofisiologi carpal tunnel syndrome adalah sebagai berikut (Benavides &
Sutto, 2018):

Etiologi:

Cedera berulang

Cedera ringan pada pergelangan tangan

Kerusakan Carpal Tunnel (Retinaculum Flexorum)


Terjadi fibrosis untuk perbaikan

Penebalan Retinaculum Flexorum

Tekanan pada Nervus Medianus

Perubahan microvaskuler Nervus Medianus

Edema epineural O2 untuk Nervus


Medianus menurun

Faktor nyeri Penambahan Hipoksia


meningkat tahanan

Iskemia Nervus Medianus


Nyeri tangan
kanan

Gangguan impuls

Motorik Sensorik

Kelemahan otot tangan Hipestesia jari 1-4

Atrofi otot thenar

Pemeriksaan CTS

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendukung diagnose CTS adalah sebagai
berikut (Satyanegara, 2014):

a. Phalen's test
Pada pemeriksaan ini, penderita diminta melakukan gerakan fleksi tangan secara
maksimal. Test ini dilakukan selama 60 detik, apabila timbul gejala seperti CTS,
tes ini dapat mendukung diagnosa CTS.
b. Tinel's sign
Tes ini mendukung dapat mendukung diagnosa apabila timbul nyeri pada daerah
distribusi nervus medianus jika dilakukan dengan cara melakukan perkusi pada
terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleks.
c. Wrist extension test
Penderita diminta untuk melakukan ekstensi tangan secara maksimal, sebaiknya
dilakukan bersama pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam
60 detik timbul gejala seperti CTS, maka tes ini dapat mendukung diagnose
CTS23.
d. Diskriminasi 2 titik
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara membuat titik dengan benda seperti
bolpoint dengan jarak 6 mm, apabila pasien tidak dapat membedakan pemeriksaan
ini dinyatakan positif.
e. Pemeriksaan EMG (Electro myography)
Pada pemeriksaan ini, penerita CTS dmenunjukkan adanya fibrilasi, polifasik,
gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar.
EMG bisa normal pada 31 % kasus Carpal Tunnel Syndrome..
f. Kecepatan Hantar Saraf (KHS)
Pada pendertia CTS, 15-25% kasus menunjukkan hasil KHS normal. Namun pada
kasus lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency)
memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi saraf di pergelangan
tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik.
g. Pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan sinar X dilakukan pada pergelangan untuk melihat adakah penyebab
lain seperti fraktur atau artritis. Foto palos leher digunakan untuk menyingkirkan
adanya penyakit lain pada vertebra. Pemeriksaan USG, CT scan dan MRI
dilakukan untuk penderita yang akan dioperasi.
h. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar gula darah , kadar hormon tiroid, kadar
uric acid ataupun darah lengkap.
i. Rappid Upper Limb Assessment (RULA)

RULA adalah sebuah metode menilai postur, gaya, beban dan pergerakan yang
berhubungan dengan pekerjaan menetap dan berkaitan dengan penggunaan tubuh
bagian atas.

Benavides, L., & Sutto, S. (2018). Current Treatment for Carpal Tunnel Syndrome. Essentials

of Hand Surgery, 39-55. https://DOI: 10.5772/intechopen.72946.

Satyanegara, dkk. (2014). Ilmu Bedah Saraf. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Zhang, D., & Chruscielski, C. (2020). Accuracy of Provocative Tests for Carpal Tunnel
Syndrome. Journal of Hand Surgery Global Online, 121-125.
https://doi.org/10.1016/j.jhsg.2020.03.002

Anda mungkin juga menyukai