Buku Ajar Pbo Pak Wawan
Buku Ajar Pbo Pak Wawan
rahmat dan hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan buku ajar yang
tanah.
memperbaiki sifat-sifat tanah masih terbatas. Sehubungan dengan itu, buku ini
organik, manfaat bahan organik untuk pertaniam, dan praktek-praktek yang dapat
kekurangan, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran membangun untuk
Bahan organik tanah memiliki peran dan fungsi yang sangat vital di dalam
perbaikan tanah, meliputi sifat fisika, kimia maupun biologi tanah (Young, 1989;
Keulen, 2001). Terhadap sifat fisik tanah, bahan organik berperan dalam proses
pembentukan dan mempertahankan kestabilan struktur tanah, berdrainase baik
sehingga mudah melalukan air, dan mampu memegang air banyak. Sebagai
akibatnya tanah tidak mudah memadat karena rusaknya struktur
tanah.Penambahan bahan organik juga menambah ketersediaan hara dalam
tanah.Selain itu juga sebagai penyedia sumber energi bagi aktivitas
mikroorganisme sehingga meningkatkan kegiatan organisme, baik mikro maupun
makro di dalam tanah.
1.7 Ringkasan
Pada perkuliahan awal ini dimulai dengan menjelaskan pengertian dan
perbedaan bahan organik, bahan organik tanah, humus dan senyawa humik. Pada
pertemuan berikutnya dijelaskan tentang sumber bahan organik dan
komposisinya, dekomposisi dan mineralisasi bahan organik serta genesis senyawa
humik, faktor alami dan praktek-praktek yang mempengaruuhi bahan organik,
hubungan bahan organik dengan sifat tanah dan pertumbuhan tanaman,
kehilangan bahan organik dan degradasi tanah, dan metode pengelolaan bahan
organik pada berbagai system pertanian. Pada kuliah terakhir dijelaskan kondisi
pengelolaan bahan organik di Indonesia.
1.8 Pertanyaan
Untuk mengevaluasi apakah materi yang telah disampaikan telah dikuasai
oleh mahasiswa, maka diajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Sisa Tanaman
Sisa tanaman dapat digunakan sebagai sumber bahan organik. Walaupun dalam
realitas di lapangan, sisa tanaman sering digunakan untuk berbagai tujuan. Pada
pengusahaan sawah, jerami padi sering dibiarkan di areal persawahan, tetapi tidak jarang
digunakan untuk alas ternak dan sebagai pakan ternak. Bila digunakan sebagai pakan
ternak, maka dihasilkan kotoran ternak yang seringkali digunakan sebagai pupuk kandang
yang akan diaplikasi ke dalam tanah. Penggunaan yang lain dari sisa tanaman adalah untuk
bahan bakar. Untuk tujuan ini, hanya sedikit hara P dan K yang dikembalikan ke tanah atau
tidak ada sama sekali.
Kandungan hara beberapa tanaman pertanian ternyata cukup tinggidan bermanfaat
sebagai sumber energi utama mikroorganisme di dalam tanah. Apabila digunakan sebagai
mulsa, maka ia akan mengontrol kehilangan air melalui evaporasi dari permukaan tanah,
dan pada saat yang sama dapat mencegah erosi tanah. Hara dalam tanaman dapat
dimanfaatkan setelah tanaman mengalami dekomposisi.
2. Pupuk Hijau
Bahan organik yang digunakan sebagai sumber pupuk dapat berasal dari bahan
tanaman, yang sering disebut sebagai pupuk hijau. Biasanya pupuk hijau yang digunakan
berasal dari tanaman legum, karena kemampuan tanaman ini untuk mengikat N2-udara
dengan bantuan bakteri penambat N, menyebabkan kadar N dalam tanaman relatif tinggi.
Akibatnya pupuk hijau dapat diberikan dekat dengan waktu penanaman tanpa harus
mengalami proses pengomposan terlebih dahulu.
4. Limbah
Limbah industri adalah bahan sisa yang dikeluarkan akibat proses industri. Dalam
industri pengolahan hasil pertanian seperti pengolahan tebu dan kelapa sawit dihasilkan
bahan berupa limbah padat atau cair.Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa limbah
industri hasil pertanian dapat digunakan sebagai pupuk organik yang dapat memperbaiki
kesuburan dan produktivitas tanah.Pupuk organik sangat berguna untuk memperbaiki sifat-
sifat kimia, fisik, dan biologitanah.Pemberian pupuk organik dapat meningkatkan
Dalam produksi tahu menghasilkan limbah baik berupapadat maupun cair. Limbah
padat dihasilkan dari hasil proses penyaringan dan penggumpalan, limbah ini sebagian
besar oleh para pembuat tahu diolah menjadi tempe gembus, dan pakan ternak ada pula
yang diolah menjadi tepung ampas tahu sebagai bahan baku pembuatan rotikering.
Sedangkan limbah cairnya dihasilkan dari proses perendaman, pencucian, perebusan,
5.Pupuk Kandang.
Pupuk kandang merupakan campuran kotoran padat, air kencing (urine) dan sisa
makanan (tanaman). Dengan demikian susunan kimianya tergantung dari:
(1) Jenis ternak
(2) Umur dan keadaan hewan
(3) Sifat dan jumlah amparan, dan
(4) Cara penyimpanan pupuk sebelum dipakai.
Hewan hanya menggunakan setengah dari bahan organik yang dimakan, dan
selebihnya dikeluarkan sebagai kotoran.Sebagian dari padatan yang terdapat dalam pupuk
kandang terdiri dari senyawa organik serupa dengan bahan makanannya, antara lain
selulosa, pati dan gula, hemiselulosa dan lignin seperti yang kita jumpai dalam humus
ligno-protein.Penyusun pupuk kandang yang paling penting adalah komponen hidup, yaitu
organisme tanah, pada sapi perah seperempat hingga setengah bagian kotoran hewan
merupakan jaringan mikrob (Brady, 1990).
Tabel 1. Kadar rerata unsur hara dalam biomassa Leguminosa dan Gramineae
Leguminosa Gramineae
Unsur hara
% me 100g-1 % me 100g-1
K 1,13 29 1,54 39
Ca 1,47 73 0,33 16
Mg 0,38 32 0,21 17
Na 0,24 10 0,18 8
N 2,38 170 0,99 71
P 0,21 7 0,20 6
S 0,22 14 0,15 9
Cl 0,38 11 0,37 10
Sumber: Thompson dan Troeh (1978)
Secara umum biomassa hijauan terdiri dari 75% air dan 25% biomassa kering.
Menurut brady (1984), biomassa kering tersebut terdiri dari:
1. 60% Karbohidrat
2. 1-5% gula dan pati
3. 10-30% hemiselulosa
4. 20-50% selulosa
5. 10-30% lignin (rerata 25%)
6. 10% protein.
7. 1-8% (rerata 5%) lemak, lilin dan tannin
2. Sisa Tanaman
Kandungan haranya sangat bervariasi tergantung dari jenis bahan tanaman (Tabel
2).
Tabel 2. Kandungan hara dalam tanaman
N P K Ca Mg Fe Cu Zn Mn B
Tanaman
% mg kg-1
Gandum 2,80 0,36 2,26 0,61 0,58 155 28 45 108 23
Jagung 2,97 0,30 2,39 0,41 0,16 132 12 21 117 17
Kacang 4,59 0,25 2,03 1,24 0,37 198 23 27 170 28
tanah
Kedelai 5,55 0,34 2,41 0,88 0,37 190 11 41 143 39
3. Pupuk Hijau
Pupuk hijau merupakan tanaman yang sengaja ditanam sebagai sumber bahan
organik dan unsure hara. Tanaman pupuk hijau juga memiliki fungsi yang terkait dengan
konserasi tanah dan air. Sebagai sumber unsure hara, tetntu saja tanaman ini perlu
diketahui kadarnya.
Mucuna bracteata (MB) merupakan pupuk hijau yang saat ini banyak digunakan di
perkebunan kelapa sawit. Pupuk hijau MB mengandung Nitrogen (N) 3,71%, Phosfor (P)
0,38%, Kalium (K) 2,92%, Kalsium (Ca) 2,02%, Magnesium (Mg) 0,36%, C-organik
31,4% dan C/N 8,46 (Simamora dan Salundik, 2006).
Kirinyu merupakan tanaman pupuk hijau yang banyak digunakan oleh petani.
Tanaman ini mengandung C 50,4%, N 2,42%, P 0,26%, C/N 20,82, C/P 195,34, K 1,60%,
Ca 2,02% dan Mg 0,78% (Suntoro et al (2001).
4. Kompos
Kompos merupakan pupuk organik yang sering digunakan oleh banyak petani.
Komposisi kimia kompos beragam yang diantaranya dipengaruhi oleh bahan organik
sebagai bahan kompos. Berikut ini dikemukakan komposisi kimia beberapa kompos.
Kandungan hara kompos kulit tanduk kopi adalah N 0,82%, C-organik 52,4%,
P2O5 0,05%, K2O 0,84%, CaO 0,58%, MgO 0,86%, sedangkan kandungan hara kompos
kulit buah kopi adalah N 2,98%, C-organik 45,3%, P2O5 0,018%, K2O 1,22%, CaO
1,22% dan MgO 0,21% (Baon, dkk., 2005).
Hasil analisis beberapa kompos dengan bahan baku jerami, kaliandra, sayuran dan
campuran disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil analisis kompos yang berasal dari beberapa jenis bahan organik
No Jenis Kadar Ca Mg K Na Fe Mn Cu Zn NH4+ NO3-
Kompos Abu
% ppm
1. Jerami 42.40 0.25 0.14 1.37 0.29 383 276 11 5 234 7688
3. Sayuran 32.13 0.93 0.62 1.28 0.37 1463 200 43 21 252 2170
4. Campuran 27.24 0.65 0.69 1.46 0.29 915 410 15 25 180 1426
5. Limbah
Pengolahan produk pertanian sering menghasilkan limbah yang kaya bahan
organik. Oleh karena itu limbah pertanian seperti itu dapat dijadikan sebagai sumber bahan
organik bagi tanah. Limbah pertanian yang dihasilkan dari pengolahan tandan buah segar
kelapa sawit adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Komposisi kimia TKKS adalah
C-organik 42,8%, N 0,80%, P 0,22%, K 2,90, C/N 53,5, Mg 0,30% (Darmosarkoro dan
Rahutomo, 2007).
Sisa tanaman merupakan sumber bahan organik yang penting mengingat
penyediaannya yang mudah karena dihasilkan insitu. Beberapa sisa tanaman yang
dihasilkan petani adalah tanaman serealia, jerami padi dan limbah kayu keras. Komposisi
ketiga sisa tanaman (limbah tersebut disajikan pada Tabel 4).
Limbah pertanian dari hasil pengolahan pisang kepok dapat dijadikan sebagai
sumber bahan organik bagi tanah. Komposisi kimia kulit pisang kapok adalah C-organik
6,19%; N-total 1,34%; P2O5 0,05%; K2O 1,48%; C/N 4,62; sedangkan limbah cair kulit
pisang kepok adalah C-organik 0,55%; N-total 0,18%; P2O5 0,043%; K2O 1,137%; C/N
3,06 (Nasution, 2013).
Tabel 5. Persentase unsur hara makro dan mikro dari beberapa jenis pupuk kandang
Jenis hewan Unsur hara makro (%) Unsur hara mikro (%)
ternak N P K Ca Mg Mn Fe Cu Zn
Ayam 1,72 1,82 2,18 9,23 0,86 610 3475 160 501
Sapi 2,04 0,76 0,82 1,29 0,48 528 2597 56 239
Kambing 2,43 0,73 1,35 1,95 0,56 468 2891 42 291
Domba 2,03 1,42 1,61 2,45 0,62 490 2188 23 225
Sumber: Organik Vegetable Cultivation in Malaysia (2005)
2.4 Ringkasan
Sumber primer bahan organik adalah jaringan tanaman berupa akar, batang,
ranting, daun, dan buah. Sumber sekunder bahan organik adalah binatang/hewan (fauna).
Sumber bahan organik bagi tanah yang berasal dari tumbuhan/tanaman dapat berupa: sisa
(residu) tanaman, pupuk hijau, gulma, hasil pangkasan tumbuhan, sampah organik (Tandan
kosong kelapa sawit, solid), limbah organik PKS dan kompos. Sumber bahan organik yang
berasal dari hewan/binatang dapat berupa: pupuk kandang, kotoran binatang, bulu, tepung
tulang, tepung ikan, dan tepung darah.
Jaringan tumbuhan sebagian besar tersusun dari air yang beragam dari 60-90% dan
rata-rata sekitar 75%. Bagian padatan sekitar 25% dari hidrat arang 60%, protein 10%,
lignin 10-30% dan lemak 1-8%. Ditinjau dari susunan unsur karbon merupakan bagian
yang terbesar (44%) disusul oleh oksigen (40%), hidrogen dan abu masing-masing sekitar
8%. Komposisi kimia bahan organik tumbuhan beragam. Hal itu antara lain dipengaruhi
oleh jenis atau varietas, bagian dan umur tanaman (tumbuhan). Komposisi kimia bahan
organik yang berasal dari hewan/binatang juga beragam. Keragaman itu dipengaruhi jenis
dan umur hewan/binatang.
Thompson dan Troeh. 1987. Soils and Soil Fertilify. McGrwa-Hill Book Co. New York.
Hlm 347.
24
oleh tanaman tanpa mencemari tanah dan air.Bahan organik tanah merupakan
penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan binatang yang sebagian telah mengalami
pelapukan dan pembentukan kembali.Bahan organik demikian berada dalam
pelapukan aktif dan menjadi mangsa serangan jasad mikro.Sebagai akibatnya
bahan tersebut berubah terus dan tidak mantap sehingga harus selalu diperbaharui
melalui penambahan sisa-sisa tanaman atau binatang.
Dekomposisi merupakan suatu rangkaian proses yang disebabkan oleh
interaksi dari proses fragmentasi, perubahan kimia, serta peluluhan. Pada saat
bahan organik mulai mengalami proses dekomposisi, massabahan organik akan
mengalami penurunan secara eksponensial terhadap waktu. Sebagai contoh,
serasah daun teruraikan 30-70% dari massanya dalam tahun pertama dan sisanya
dalam lima hingga sepuluh tahun kemudian. Penurunan eksponensial dari
massabahan organik menandakan bahwa terdapat proporsi konstan yang terurai
setiap tahunnya.
Pemberian bahan organik ke dalam tanahakan diikuti serangkaian
prosesdekomposisi yang sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah dan
kesuburan tanah. Organisme heteromorfik di dalam tanah menghancurkan sisa-
sisa tanaman dan binatang dan menggunakan komponen organik sebagai sumber
makanan. Selama proses dekomposisi dan pencernaan komponen organik,
ekskresi yang dihasilkan selanjutnya menjadi makanan bagi organisme lainnya.
Ketika organisme yang terlibat dalamdekomposisi mati, mereka juga menjadi
sumber makanan dan ditambahkan pada cadangan makanan. Melalui proses
dekomposisi, pada kondisi aerobik campuran karbon inorganik dipecah dan
dilepas dalam bentuk CO2 (McLaren dan Cameron, 1996). Sisa-sisa tanaman
seperti serasah, ranting, potongan akar dan eksudat adalah sumber paling penting
bagi bahan organik tanah. Sisa-sisa sistem perakaran tanaman menyumbang
antara 60-70% dari input karbon. Sistem perakaran meliputi asam amino terlarut,
asam organik, karbohidrat, dan material tidak larut seperti sel-sel yang tidak
mudah pecah (Cresser et al., 1993).
Selulosa merupakan polimer sederhana terdiri dari glukosa yang
bertanggungjawab bagi lebih dari setengah dari karbon sisa-sisa tumbuhan,
diikuti oleh hemiselulosa (20%), lignin (18%) sisanya berupa protein dan asam
25
amino. Selulosa dipolimerisasi oleh mikroorganisme tertentu di dalam tanah
khususnya jamur (Trichoderma, Fusarium danAspergilus) dan sedikit bakteri
lainnya (Bacillus danPseudomonas). Dekomposisi dari selulosa pada kondisi
aerobik normalnya memproduksi CO2, sementara asam organik (asam asetat)
sering dihasilkan pada kondisi anaerobik (Cresser et al., 1993)adalah sebagai
berikut :
(a) Dekomposisi dan mineralisasi selulosa pada kondisi aerobik :
C6H12O6 + 6 O2 6CO2 + 6H2O + energi
(b) Dekomposisi selulosa pada kondisi anaerobik :
C6H12O6 2CH3CH2OH + 2CO2+ energi
26
3.3 Faktor yang Mempengaruhi Dekomposisi Bahan Organik
Faktor yang mempengaruhi proses dekomposisi atau laju dekomposisi bahan
organik dapat dikelompokan ke dalam 3, yaitu: 1). Kualitas bahan organik yang akan
didekomposisi, 2). Mahluk hidup yang akan melakukan dekomposisi (dekomposer),
dan 3). Faktor lingkungan.
3.3.2 Dekomposer
Proses dekomposisi melibatkan biota yang disebut pendekomposisi atau
dekomposer. Seringkali disebutkan bahwa dekomposer adalah mikroba atau
27
mikroorganisme. Hal itu tidak salah, walaupun sebenarnya makro dan meso
organisme juga terlibat dalam proses dekomposisi.
Makro organisme seperti makrofauna berperan dalam menghaluskan bahan
organik, dan di dalam pencernaannya terdapat mikroba yang melakukan kegiatan
dekomposisi. Beberapa contoh makro fauna yang terlibat dalam proses dekomposisi
bahan organik seperti Formicidae, Rhinothermidae, Blattidae, Geophilidae,
Carabidae, dan Salticidae (Hapsoh dan Wawan, 2017). Meso organisme seperti
meso fauna berperan dalam proses penghalusan bahan organik, dlam pencernaannya
juga terdapat mikroba yang terlibat dalam proses dekomposisi. Beberapa contoh
meso fauna yang terlibat dalam kegiatan dekomposisi bahan organik
sepertiCollembola, Coleopthera, Acarina, dan Mesostigmata (Hapsoh dan Wawan,
2017).
28
mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya diameter batang tersebut
karena ukuran batangan besar umumnya memiliki lebih banyak uap air dan lebih
sedikit oksigen.
2. Oksigen
Oksigen merupakan sumber utama untuk proses respirasi (pembakaran
atau oksidasi) mikroorganisme. Mikroorganisme heterotrofik memanfaatkan
oksigen untuk dekomposisi bahan organik sebagai sumber energi.
3. pH
Proses dekomposisi terjadi lebih cepat pada kondisi netral daripada
kondisi asam. Peningkatan secara menyeluruh di tingkat dekomposisi pada pH
yang lebih tinggi mungkin mencerminkan adanya kompleksitas interaksi antar
faktor, termasuk perubahan dalam komposisi spesies tumbuhan dan terkait
dengan perubahan dalam kuantitas dan kualitas sampah. Terlepas dari penyebab
perubahan keasaman dan komposisi jenis tanaman yang terkait, pH rendah
cenderung dikaitkan dengan tingkat dekomposisi yang rendah.
4. Unsur hara
Bahan organik berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap
ketersediaan hara.Bahan organik secara langsung merupakan sumber hara N, P,
S, unsur mikro maupun unsur hara esensial lainnya. Secara tidak langsung bahan
organik membantu menyediakan unsur hara N melalui fiksasi N2 dengan cara
menyediakan energi bagi bakteri penambat N2, membebaskan fosfat yang
difiksasi secara kimiawi maupun biologi dan menyebabkan pengkhelatan unsur
mikro sehingga tidak mudah hilang dari zona perakaran.
5. Suhu
Temperatur mempengaruhi proses dekomposisi secara langsung dengan
meningkatkan aktivitas mikroba dan secara tidak langsung dengan mengubah
kelembaban tanah serta kuantitas dan kualitas masukan bahan organik ke dalam
tanah. Meningkatnya suhu menyebabkan peningkatan eksponensial dalam proses
respirasi mikroba pada rentang temperatur yang luas mempercepat mineralisasi
karbon organik menjadi CO2. Keadaan temperatur yang tinggi secara terus
menerus menyebabkan proses dekomposisi berlangsung dengan lebih cepat.
29
Temperatur juga memiliki banyak efek tidak langsung terhadap proses
dekomposisi.Temperatur tinggi mengurangi kelembaban tanah dengan
meningkatkan proses evaporasi dan transpirasi. Stimulasi aktivitas mikroba oleh
temperatur yang hangat juga menginisiasikan serangkaian perputaran umpan
balik (feedback-loop) yang mempengaruhi proses dekomposisi.
Disisi lain, pelepasan nutrisi oleh proses dekomposisi pada temperatur
tinggi meningkatkan kuantitas dan kualitas sampah yang dihasilkan oleh tanaman
mengubah substrat yang tersedia untuk dekomposisi. Temperatur yang tinggi juga
meningkatkan tingkat pelapukan kimia, yang dalam jangka pendek menyebabkan
peningkatan pasokan nutrisi. Sebagian besar efek tidak langsung dari temperatur
menyebabkan terjadinya peningkatan respirasi tanah pada suhu yang hangat dan
memberikan kontribusi pada proses dekomposisi yang lebih cepat (diamati pada
kondisi iklim hangat).
30
lempung dapat meningkatkan akumulasi bahan organik dengan: mengikat bahan
organik tanah; mengikat enzim mikroba; dan mengikat produk aktivitas
eksoenzim terlarut. Dapat dikatakan, efek akhir dari pengikatan yang dilakukan
oleh mineral lempung ini adalah perlindungan materi organik tanah dan
pengurangan tingkat dekomposisi.
31
itu, untuk mempercepat dekomposisi bahan organik yang memiliki nisbah C dan
N tinggi sering ditambahkan pupuk nitrogen dan kapur untuk memperbaiki
perbandingan kedua hara tersebut serta menciptakan kondisi lingkungan yang
lebih baik bagi dekomposer. Selain itu, kandungan bahan juga mempengaruhi
proses pengomposan.
Selama proses dekomposisi bahan organik, terjadi immobilisasi dan
mobilisasi (mineralisasi) unsur hara. Immobilisasi adalah perubahan unsur hara dari
bentuk anorganik menjadi bentuk organik yaitu terinkorporasi dalam biomassa
organisme dekomposer, sedangkan mineralisasi terjadi sebaliknya. Kedua kegiatan
ini tergantung pada proporsi kadar hara dalam bahan organik. Immobilisasi nitrogen
secara netto terjadi bila nisbah antara C dan N bahan organik lebih dari 30,
sedangkan mineralisasi netto terjadi bila nisbahnya kurang dari 20.Jika nisbahnya
antara 20 hingga 30 maka terjadi kesetimbangan antara mineralisasi dan
immobilisasi. Immobilisasi dan mineralisasi tidak hanya terjadi pada unsur nitrogen,
tapi juga terjadi pada unsur lain. Pada saat terjadi immobilisasi tanaman akan sulit
menyerap hara karena terjadi persaingan dengan dekomposer. Oleh karena itu,
pemberian pemberian bahan organik perlu memperhitungkan kandungan hara dalam
bahan organik tersebut. Bahan organik yang memiliki nisbah C dan N rendah, lebih
cepat menyediakan hara bagi tanaman, sedangkan bila bahan organik memiliki
nisbah C dan N yang tinggi akan mengimmobilisasi hara sehingga perlu
dikomposkan terlebih dahulu.
Proses dekomposisi bahan organik dilaksanakan oleh berbagai kelompok
mikroorganisme heterotropik, seperti bakteri, fungi, aktinomisetes, dan protozoa
(Sutanto, 2002).Organisme tersebut mewakili jenis flora dan fauna tanah. Selama
proses dekomposisi berlangsung, terjadi perubahan secara kualitatif dan
kuantitatif. Pada tahap awal proses dekomposisi, akibat perubahan lingkungan
beberapa spesies flora menjadi aktif dan berkembang dalam waktu relatif singkat,
kemudian menurun untuk memberikan kesempatan pada jenis lain untuk
berkembang. Pada minggu kedua dan ketiga, kelompok yang berperan aktif
dalam proses pengomposan adalah bakteri 106-107, bakteri amonifikasi (104),
bakteri proteolitik (104), bakteri pektinolitik (103), dan bakteri penambat nitrogen
(103). Mulai hari ketujuh, kelompok mikroba meningkat jumlahnya dan setelah
hari ke-14 terjadi penurunan, kemudian meningkat kembali pada minggu
32
keempat.Mikroorganisme yang berperan adalah selulopatik, lignolitik, dan fungi
(Sutanto, 2002).
33
terdiri atas aminisasi (protein menjadi R-NH2), amonifikasi (R-NH2 menjadi
NH4+) dan nitrifikasi (NH4+menjadi NO3-) (Benbi dan Richter, 2002).
34
3.7 Ringkasan
Dekomposisi merupakan suatu perubahan senyawa organik kompleks
menjadi senyawa organik lebih sederhana, sedangkan mineralisasi adalah sebagai
proses perubahan dari senyawa organik menjadi senyawa anorganik. Dekomposisi
bahan organik dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kualitas bahan organik,
dekomposer, dan faktor lingkungan (kadar air, pH, suhu, unsur hara, oksigen,
aksesibilitas, dan liat). Proses dekomposisi berlangsung pada saat bahan organik
berada pada kondisi lembab sehingga diserang jamur dan mengalami
dekomposisi. Mineralisasi senyawa organik dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti kelembaban, aerasi tanah, temperatur, dan pH. Proses mineralisasi terjadi
pada senyawa organik yang terhidrolisis dengan bantuan enzim menjadi senyawa
anorganik.
3.8 Pertanyaan
1. Jelaskan apa yang dimaksud dekomposisi?
2. Sebut dan jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi bahan
organik?
3. Jelaskan proses dekomposisi bahan organik?
4. Jelaskan apa yang dimaksud mineralisasi?
5. Sebut dan jelaskan factor-faktor yang mempengaruhi mineralisasi bahan
organik?
6. Jelaskan proses mineralisasi bahan organik?
35
Cresser, M., Killham, K., and Adwards, T. 1993. Soil Chemistry and Its
Applications, Cambridge Environmental Chemistry Series 5, p. 122,
Cambridge University Press, Cambridge
Duong Nguyen Khang, and Wiktorsson, H. 2006. Performance of growing
heifers fed urea treated fresh rice straw supplemented with fresh,
ensiled or pelleted cassava foliage. Livest. Sci., 102: 13
Hapsoh dan Wawan. 2017. Potensi Kebakaran dan Pertumbuhan Tanaman
kelapa Sawit di Lahan Gambut yang Ditumbuhi LCC Mucuna
bracteata. Laporan Akhir Penelitian Guru Besar LPPM Universitas Riau,
Pekanbaru.
McLaren, R. G., Cameron, K. C. Dr. 1996. Soil science : sustainable production
and environmental protection. Oxford University Press, Oxford
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik: Pemasyarakatan &
pengembangan. Kanisus, Yogyakarta. 219 hlm.
36
IV. SENYAWA HUMIK DAN GENESISNYA
37
Gambar 4. Rumus bangun senyawa humik
38
Gambar 5. Gugus fungsional yang terdapat pada senyawa humik
Beberapa sifat penting lain dari Asam Humik dan Asam Fulvik yang
berhubungan dengan perannya dalam memperbaiki kondisi tanah dan pertumbuhan
tanaman adalah Kapasitas Tukar Kation (Cation Exchange Capacity) yang tinggi,
memiliki kemampuan mengikat air (Water Holding Capacity) yang besar, memiliki
sifat adsorpsi, sebagai zat pengompleks (Chelating/Complexing Agent), dan
kemampuan untuk mengikat (fiksasi) polutan dalam tanah.
Asam Humik dapat dipergunakan untuk meningkatkan produktivitas dan
kualitas tanaman pada sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan; untuk
meningkatkan kesuburan tanah dan memperbaiki sifat fisika-kimia pada lahan kritis;
dan dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik sehingga dapat mengurangi
dampak terhadap lingkungan dan menguntungkan secara ekonomi.
39
4.3 Karakteristik Senyawa Humik
Senyawa humik utama terdiri dari asam humik, asam fulvik dan asam humin.
Karakteristik senyaawa humik (asam humik, asam fulvik dan asam humin) disajikan
pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6 dapat dinyatakan bahwa karakteristik asam
humik berbeda dengan asam fulvik dan asam humin. Asam humik memiliki berat
molekul lebih tinggi dibanding asam fulvik, dan kelarutan asam humik lebih rendah
dibanding asam fulvik.
Senyawa humik terdiri atas makromolekul aromatik kompleks asam amino,
peptida, termasuk juga ikatan antar kelompok aromatik yang juga terdiri atas fenolik
OH bebas, struktur quinon, nitrogen dan oksigen pada cincin aromatik. Kandungan
asam humat tanah yaitu C, H, N, O, S dan P serta unsur lain seperti Na, K, Mg, Mn,
Fe dan Al (Ardianto, 2009). Ardianto (2009) menambahkan kandungan asam humik
yaitu 56,2 % C, 35,5 % O, 47 % H, 3,2 % N dan 0,8 % S. Asam humat mengandung
0,6 – 1,1 % S dan 0,2 - 3,7 % P. (Orlov, 1985).
40
4.4 Pembentukan Senyawa Humik
Menurut Tan (1993) proses pembentukan bahan humat merupakan hasil dari
transformasi sisa-sisa bahan organik yang disebut dengan proses humifikasi.
Humifikasi merupakan kombinasi proses-proses transformasi bahan organik yang
menghasilkan asam humik dan asam fulvik.
Ada 4 teori/cara pembentukan senyawa humik yang dikenal saat ini, yaitu
Teori Polifenol, Teori Lignin, Teori Quinon dan Teori Gula Amin. Keempat cara
pembentukan senyawa humik tersebut diatas terjadi secara besamaan/simultan
didalam tanah dengan kecepatan dan urutan kepentingan yang berbeda (dominasinya
berbeda). Cara lignin dominan pada tanah yang berdrainase buruk (rawa), teori
polifenol dominan pada hutan (yang berdrainase baik) dan Cara gula-amin dominan
pada tanah dengan fluktuasi suhu, kelembaban dan radiasi yang sering dan besar
(deltanya besar). Empat cara pembentukan senyawa humik secara skematis disajikan
pada Gambar 6.
41
Gambar 7.
Pembentukn senyawa humik menurut teori Lignin seara skematis disajikan
pada Gambar 8.
43
• Menggelapkan warna tanah menjadi semakin coklat kehitaman, sehingga
meningkatkan penyerapan radiasi sinar matahari yang akan meningkatkan
suhu tanah menjadi lebih hangat.
• Akibat pengaruh humic acid terhadap sifat fisika dan kimia tanah, sehingga
menciptakan situasi tanah yang kondusif untuk menstimulasi perkembangan
mikroorganisme tanah yang berfungsi dalam proses dekomposisi yang
menghasilkan humus (humification).
• Aktifitas mikroorganisme di atas tanah akan menghasilkan hormon-hormon
pertumbuhan seperti auxin, sitokinin, dan giberillin.
44
Auxin, berfungsi :
Sitokinin, berfungsi :
Giberilin, berfungsi :
4.6 Ringkasan
Senyawa humik adalah senyawa organik kompleks yang memiliki berat
molekul tinggi hasil proses humifikasi yang relative tahan terhadap dekomposisi lebih
lanjut. Senyawa non humik adalah senyawa organik lain yang tidak kompleks
umumnya memiliki berat molekul rendah hasil dekomposisi dan relative mudah
didekomposisi. Karakteristik senyawa humik diantaranya merupakan senyawa
komplek, berat molekul tinggi, memiliki gugus fungsional karboksilat, OH-fenolat,
OH-alkoholat dan amin. Senyawa humik dikelompokan menjadi asam humik, asam
fulvik, asam humin, dan asam hematomelanik.
Ada 4 cara/mekanisme pembentukan senyawa humik, yaitu teori polifenol,
Teori Lignin, Teori Quinon dan Teori Gula Amin. Keempat cara pebentukan senyawa
humik tersebut dipengaruhi kondisi lingkungan. Senyawa humik memiliki peran atau
manfaat yang besar di dalam tanah. Senyawa organik ini mempengaruhi sifat fisik,
kimia bahkan biologi tanah.
4.7 Pertanyaan
Untuk mengevaluasi apakah materi yang telah disampaikan telah dikuasai
oleh mahasiswa, maka diajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Jelaskan definisi senyawa humik ?
2. Jelaskan karakteristik senyawa humik ?
3. Sebutkan jenis senyawa humik ?
4. Apa perbedaan senyawa humik dan non humik ?
5. Uraikan proses pembentukan senyawa humik ?
6. Jelaskan manfaat senyawa humik dalam tanah ?
46
prurirens) pada lahan bekas tambang batubara tambang Batulicin
Kalimantan Selatan. Skripsi Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan. Fakultas Pertanian IPB. Bogor
Orlov, D.S. 1985. Humus Acid of Soils. Moscow University Publisher, Moscow.
Tan, K.H. 1993. Environmental Soil Science. Marcel Dekker. Inc. New York.
47
V. HUBUNGAN BAHAN ORGANIK DENGAN SIFAT BIOLOGI TANAH
47
Gambar 9. Klasifikasi biota tanah berdasarkan ukuran tubuhnya
48
pada lahan yang ditanami Mucuna bracteata (MB) dan yang tidak ditanami MB pada
3 kemiringan lahan disajikan pada Tabel 9 Jumlah famili, total individu makro fauna
tanah pada lahan yang ditanami MB dan yang tidak ditanami MB pada 3 kemiringan
lahan disajikan pada Gambar
Tabel 10. Total individu dan jumlah famili mesofauna tanah di berbagai kemiringan
lahan yang ditanami MB dan TMB
Famili Kemiringan Kemiringan Kemiringan
Mesofauna 0% - 3 % >3% - 8% >8% - 15%
Tanah MB TMB MB TMB MB TMB
Hypogastruridae 41 - 33 - 19 -
Paronellidae 24 - 16 - 9 -
Formicidae 15 10 20 9 8 7
Lycosidae 23 - 26 - 8 -
Scutigerellidae 11 7 11 - - -
Macrochelidae 19 8 12 6 10 5
Onychiuridae 18 - 16 - 8 -
Dolichopodidae 13 - 14 - - -
Millipede 16 - 21 - 11 -
Trachypachidae 13 - 6 - 4 -
Enchytraeidae 7 - 7 - 3 -
Tetranichidae 9 - 11 - 6 -
Scarabaeidae 12 - 3 - 7 -
Acerentomidae 19 - 15 - 11 -
Jumlah Famili 14 3 14 2 12 2
Total Individu 240 25 211 15 104 12
49
Nematoda, Collembola, dan cacing tanah. Fauna tanah ini berperan dalam proses
humifikasi dan mineralisasi atau pelepasan hara, bahkan ikut bertanggung jawab
terhadap pemeliharaan struktur tanah (Tian et al., 1997). Mikro flora dan fauna tanah
ini saling berinteraksi dengan kebutuhannya akan bahan organik, kerena bahan
organik menyediakan energi untuk tumbuh dan bahan organik memberikan karbon
sebagai sumber energi. Pengaruh positif yang lain dari penambahan bahan organik
adalah pengaruhnya pada pertumbuhan tanaman.
50
Keterangan : Nilai H’ < 1,5 menunjukkan keanekaragaman yang rendah, 1,5 < H’ < 3,5 menunjukkan
keanekaragaman sedang, dan H’ > 3,5 menunjukkan keanekaragaman yang tinggi (Magurran 1988
dalam Angreini 2002).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kemiringan lahan
maka indeks keanekaragam (H’) semakin menurun, baik pada lahan yang ditanami
MB maupun pada lahan yang TMB di berbagai tingkat kemiringan lahan. Hal ini
disebabkan oleh kurangnya ketersediaan bahan organik di dalam tanah yang mana
menjadi sumber makanan dan perlindungan bagi mesofauna tanah, sehingga hasil
mesofauna tanah yang teridentifikasi mengalami penurunan. Selanjutnya disebabkan
oleh beberapa faktor lingkugan yang mempengaruhi seperti suhu tanah, kelembaban
dan pH tanah. Keanekaragaman mesofauna tanah sangat tergantung pada kondisi
lingkungannya.
Keragaman makro fauna tanah pada lahan yang ditumbuhi MB dan yang
tanpa MB dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan Gambar 2 dapat dinyatakan
bahwa pada lahan yang ditumbuhi MB memiliki keragaman makro fauna tanah labih
tinggi dibanding lahan yang tidak ditumbuhi MB. Hal itu menunjukkan bahwa
penambahan bahan organik dalam hal ini berupa serasah MB menghasilkan
peningkatan keragaman hayati tanah dibanding yang tidak ada penambahan bahan
organik.
51
Gambar 12. Grafik jumlah keanekaragaman makrofauna tanah pada lahan kelapa
sawit yang ditumbuhi M. bracteata dan yang dilakukan pembersihan
diberbagai tingkat kemiringan lahan.
5.4 Ringkasan
Bahan organik sangat mempengaruhi sifat biologi tanah, karena bahan
organik merupakan sumber energy, karbon dan unsure hara bagi biota tanah.
Penambahan bahan organik ke dalam tanah dapat meningkatkan keragaman hayati
tanah. Hal itu karena tumbuh dan berkembang berbagai jenis biota tanah membentuk
rantai dan jarring-jaring makanan di dalam tanah.
5.5 Pertanyaan
Untuk mengevaluasi apakah materi yang telah disampaikan telah dikuasai
oleh mahasiswa, maka diajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Jelaskan keterkaitan sifat biologi tanah dengan pertanian berkelanjutan ?
2. Jelaskan pengaruh bahan organik tanah terhadap sifat biologi tanah ?
3. Jelaskan hubungan bahan organik dengan keanekaragaman hayati tanah ?
52
5.6 Daftar Pustaka
Khaidir, M. 2016. Pengujian LCC Mucuna bracteata di Berbagai Kemiringan
Lahan Terhdap Perkembangan Mesofauna Tanah dan Akar Kelapa
Sawit TBM-III. JOM. Faperta UR.
Tian, G., L. Brussard, B.T., Kang, & Swift, M.J. 1997. Soil fauna- decomposition of
plant residues under contreined environmental and residue quality
condition. In Driven by Nature Plant Litter Quality and Decomposition.
(Eds. Cadisch, G. & Giller, K.E.). Wey College, University of London, UK.
53
VI. HUBUNGAN BAHAN ORGANIK DENGAN
SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAH
Tabel 13. Kelas tekstur tanah mulai dari kasar sampai halus
Kelas tekstur
Pasir Tekstur kasar
Pasir berlempung
Lempung berpasir
Lempung berpasir halus
Lempung
Lempung berdebu
Debu
Lempung liat berdebu
Lempung berliat
Liat Tekstur halus
2. Struktur tanah
Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Gumpalan
struktur tanah ini terjadi karena butir-butir pasir, debu, dan liat terikat satu sama
lain oleh suatu perekat seperti bahan organik, oksida-oksida besi, dan lain-lain.
Gumpalan-gumpalan kecil (struktur tanah) ini mempunyai bentuk, ukuran, dan
kemantapan (ketahanan) yang berbeda-beda.
3. Bulk density
Menurut Hardjowigeno (1992), bulk density atau bobot isi menunjukkan
perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk pori-pori
tanah. Umumnya dinyatakan dalam gr/cc. Bulk density merupakan petunjuk
kepadatan tanah dimana semakin padat suatu tanah, maka makin tinggi bulk
densitynya, artinya semakin sulit meneruskan air atau ditembus oleh akar
tanaman.
Bulk density sangat berhubungan dengan particle density, jika particle
density tanah sangat besar maka bulk density juga besar. Hal ini dikarenakan
partikel density berbanding lurus dengan bulk density, namun apabila tanah
memiliki tingkat kadar air yang tinggi maka partikel density dan bulk density akan
rendah. Dapat dikatakan bahwa particle density berbanding terbalik dengan kadar
air. Hal ini terjadi jika suatu tanah memiliki tingkat kadar air yang tinggi dalam
menyerap air tanah, maka kepadatan tanah menjadi rendah karena pori-pori di
dalam tanah besar sehingga tanah yang memiliki pori besar akan lebih mudah
memasukkan air di dalam agregat tanah (Hanafiah, 2005).
Pasir 0– 5
Lempung berpasir 5 – 10
Lempung dan lempung berdebu 10– 15
Lempung berliat 15– 20
Liat 15– 40
3. C-Organik
Bahan organik adalah segala bahan-bahan atau sisa-sisa yang berasal dari
tanaman, hewan dan manusia yang terdapat di permukaan atau di dalam tanah
dengan tingkat pelapukan yang berbeda (Hasibuan, 2006). Bahan organik
merupakan bahan pemantap agregat tanah yang baik. Sekitar setengah dari
Kapasitas Tukar Kation (KTK) berasal dari bahan organik (Hakim et al., 1986).
Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang
berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya tanaman. Hal ini
dikarenakan bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun
biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah
C-Organik. Selain itu, menurut Kohnke (1968) menyatakan bahwa fungsi bahan
organik adalah sebagai berikut : (i) sumber makanan dan energi bagi
mikroorganisme, (ii) membantu keharaan tanaman melalui perombakan dirinya
sendiri melalui kapasitas pertukaran humusnya, (iii) menyediakan zat-zat yang
dibutuhkan dalam pembentukan pemantapan agregat-agregat tanah, (iv)
memperbaiki kapasitas mengikat air dan melewatkan air, (v) serta membantu
dalam pengendalian limpasan permukaan dan erosi.
Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen
abiotik dan biotik dalam ekosistem tanah. Musthofa (2007) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa kandungan bahan organik dalam bentuk C-organik di tanah
harus dipertahankan tidak kurang dari 2 persen, agar kandungan bahan organik
dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi mineralisasi
maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak harus
diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain sangat erat berkaitan
dengan KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan dapat meningkatkan KTK tanah.
Tanpa pemberian bahan organik dapat mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan
biologi tanah yang dapat merusak agregat tanah dan menyebabkan terjadinya
pemadatan tanah.
Secara umum karbon dari bahan organik tanah terdiri dari 10-20%
karbohidrat, terutama berasal dari biomasa mikroorganisme, 20% senyawa
mengandung nitrogen seperti asam amino dan gula aminom 10-20% asam alifatik,
alkane, dan sisanya merupakan karbon aromatik. Karena fungsinya yang sangat
penting, maka tidak mengherankan jika dikatakan bahwa faktor terpenting yang
mempengaruhi produktifitas baik tanah yang dibudidayakan maupun tanah yang
tidak dibudidayakan adalah jumlah dan kedalaman bahan organik tanah (Paul and
Clark, 1989).
4. N-Total
Nitrogen adalah unsur hara makro utama yang dibutuhkan tanaman dalam
jumlah yang banyak, diserap tanaman dalam bentuk amonium (NH4+) dan nitrat
melalui pemupukan. Nitrogen umumnya diserap oleh tanaman dalam bentuk NO3-
dan NH4+ walaupun urea (H2NCONH2) dapat juga dimanfaatkan oleh tanaman
karena urea secara cepat dapat diserap melalui epidermis daun (Leeiwakabessy
dkk, 2003). Menurut Hardjowigeno (2003), nitrogen di dalam tanah terdapat
dalam berbagai bentuk yaitu protein (bahan organik), senyawa-senyawa amino,
amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-). Bentuk N yang diabsorpsi oleh tanaman
berbeda-beda. Ada tanaman yg lebih baik tumbuh bila diberi NH4+ ada pula
tanaman yang lebih baik diberi NO3- dan ada pula tanaman yang tidak
terpengaruh oleh bentuk-bentuk N ini (Leiwakabessy et al., 2003).
Menurut Leiwakabessy et al. (2003), pemberian N yang banyak akan
menyebabkan pertumbuhan vegetatif berlangsung hebat sekali dan warna daun
menjadi hiijau tua. Kelebihan N dapat memperpanjang umur tanaman dan
memperlambat proses pematangan karena tidak seimbang dengan unsur lainnya
seperti P, K dan S. Fungsi N adalah untuk memperbaiki pertumbuhan vegetatif
tanaman (tanaman yang tumbuh pada tanah yang cukup N akan berwarna lebih
hijau) dan membantu proses pembentukan protein. Kemudian gejala-gejala
kebanyakan N lainnya yaitu batang menjadi lemah, mudah roboh dan dapat
mengurangi daya tahan tanaman terhadap penyakit (Hardjowigeno, 2007).
Proses perubahan dari nitrat menjadi nitrit dinamakan nitrifikasi. Secara
sederhana perubahan enzimatik dari proses Nitrifikasi adalah sebagai berikut :
2NH4+ + 3O2 2NO2- + 2H2O + 4H+ + energi
Sumber lain dari nitrogen di dalam tanah melalui air hujan dan melalui
penambahan pupuk buatan seperti urea atau ZA. Sumber N yang berasal dari
atmosfer sebagai sumber primer, dan lainnya berasal dari aktifitas di dalam tanah
sebagai sumber sekunder (Hasibuan, 2006).
Hanafiah (2010) dalam bukunya menyatakan bahwa Nitrogen menyusun
sekitar 1,5 % bobot tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein.
Nitrogen anorganik sangat larut dan mudah hilang dalam air drainase atau hilang
ke atmosfer. Efek nitrogen terhadap pertumbuhan akan jelas dan cepat hal tersebut
menyatakan bahwa nitrogen merupakan unsur yang berdaya besar sehingga tidak
saja harus diawetkan tetapi juga perlu diatur pemakaiannya. Mengenai siklus dari
Nitrogen dapat dilihat pada Gambar…
5. P-Bray (Fosfor)
Posfor bersama-sama dengan nitogen dan kalium, digolongkan sebagai
unsur-unsur utama walaupun diabsorpsi dalam jumlah yang lebih kecil dari kedua
unsur tersebut. Tanaman biasanya mengabsorpsi P dalam bentuk H2PO4- dan
sebagian kecil dalam bentuk sekunder HPO42-. Absorpsi kedua ion itu oleh
tanaman dipengaruhi oleh pH tanah sekitar akar. Pada pH tanah yang rendah,
absorpsi bentuk H2PO4- akan meningkat (Leiwakabessy et al., 2003). Sedangkan
menurut Hardjowigeno (2003), fosfat paling mudah diserap oleh tanaman pada pH
sekitar netral (pH 6-7).
Menurut Hardjowigeno (2003), unsur-unsur P di dalam tanah berasal dari
bahan organik (pupuk kandang dan sisa-sisa tanaman), pupuk buatan (TSP dan
DS) dan mineral-mineral di dalam tanah (apatit). Tanaman dapat juga
mengabsorpsi fosfat dalam bentuk P-organik seperti asam nukleik dan phytin.
Bentuk-bentuk ini berasal dari dekomposisi bahan organik dan dapat langsung
dipakai oleh tanaman. Tetapi karena tidak stabil dalam suasana dimana aktifitas
mikroba tinggi, maka peranan mereka sebagai sumber fosfat bagi tanaman di
lapangan menjadi kecil (Leiwakabessy et al., 2003).
Beberapa peranan fosfat yang penting ialah dalam proses fotosintesa,
perubahan-perubahan karbohidrat dan senyawa-senyawa yang berhubungan
dengannya, glikolisis, metabolisme asam amino, metabolisme lemak, metabolisme
sulfur, oksidasi biologis dan sejumlah reaksi dalam proses hidup. Fosfor betul-
betul merupakan unsur yang sangat penting dalam proses transfer energi, suatu
proses vital dalam hidup dan pertumbuhan (Leiwakabessy et al., 2003).
Sering terjadi kekurangan P di dalam tanah yang disebabkan oleh jumlah P
yang sedikit di tanah, sebagian besar terdapat dalam bentuk yang tidak dapat
diambil oleh tanaman dan terjadi pengikatan (fiksasi) oleh Al pada tanah masam
atau oleh Ca pada tanah alkalis. Gejala-gejala kekurangan P yaitu pertumbuhan
terhambat (kerdil) karena pembelahan sel terganggu, daun-daun menjadi ungu
atau coklat mulai dari ujung daun, terlihat jelas pada tanaman yang masih muda
(Hardjowigeno, 2007).
Menurut Olsen dan Watanabe (1963), konsentrasi fosfor pada tanah
bertekstur kasar (pasir) lebih tinggi daripada tanah bertekstur halus, jika tidak
maka difusi fosfor pada tanah bertekstur pasir menjadi faktor pembatas dalam
serapan hara fosfor. Pada umumnya, fosfor di dalam tanah berada dalam keadaan
tidak larut, sehingga dalam keadaaan demikian tak mungkin untuk masuk ke
dalam sel-sel akar. Akan tetapi sebagai anion, fosfat dapat bertukar dengan mudah
Magnesium dan Belerang. Ca2+ dalam larutan dapat habis karena diserap tanaman,
diambil jasad renik, terikat oleh kompleks adsorpsi tanah, mengendap kembali
sebagai endapan-endapan sekunder dan tercuci (Leiwakabessy, 1988). Mineral Ca,
Mg, dan K bersaing untuk memasuki tanaman. Apabila salah satu unsur berada pada
jumlah yang lebih rendah dari pada yang lain, maka unsur yang kadarnya lebih
rendah sukar diserap (Leiwakabessy dkk, 2003). Di dalam tanah kalsium berada
dalam bentuk anorganik, namun dalam jumlah yang cukup signifikan juga
berasosiasi dengan materi organik dalam humus (Sutcliffe dan Baker, 1975).
Adapun manfaat dari kalsium adalah mengaktifkan pembentukan bulu-
bulu akar dan biji serta menguatkan batang dan membantu keberhasilan
penyerbukan, membantu pemecahan sel, membantu aktivitas beberapa enzim
(RAM, 2007). Biasanya tanah bersifat masam memiliki kandungan Ca yang
rendah. Kalsium ditambahkan untuk meningkatkan pH tanah. Sebagian besar Ca
berada pada kompleks jerapan dan mudah dipertukarkan. Pada keadaan tersebut
kalsium mudah tersedia bagi tumbuhan. Pada tanah basah kehilangan Ca terjadi
sangat nyata (Soepardi, 1983).
7. Magnesium (Mg)
Di dalam tanah magnesium berada dalam bentuk anorganik (unsur makro),
namun dalam jumlah yang cukup signifikan juga berasosiasi dengan materi
organik dalam humus (Sutcliffe dan Baker, 1975). Pemakaian N, P, dan K
(pupuk) dan varietas unggul, mengakibatkan jumlah Ca dan Mg yang terangkut ke
tanaman juga meningkat. Unsur Ca dan Mg biasa dihubungkan dengan masalah
kemasaman tanah dan pengapuran. Magnesium merupakan unsur yang sangat
banyak terlibat pada kebanyakan reaksi enzimatis. Mg terdapat pada mineral :
amfibol, biotit, dolomit, hornblende, olivin, dan serpentin.
Magnesium merupakan unsur pembentuk klorofil. Seperti halnya dengan
beberapa hara lainnya, kekurangan magnesium mengakibatkan perubahan warna
yang khas pada daun. Kadang-kadang pengguguran daun sebelum waktunya
merupakan akibat dari kekurangan magnesium (Hanafiah, 2010). Selain itu,
masnesium merupakan pembawa posfat terutama dalam pembentukan biji
berkadar minyak tinggi yang mengandung lesitin (Agustina, 2004).
8. Kalium (K)
Kalium ditemukan pada tahun 1807 oleh Sir Humphrey Davy, yang
dihasilkan dari potasy kaustik (KOH). Kalium merupakan logam pertama yang
didapatkan melalui proses elektrolisis. Kalium mempunyai simbol K (Bahasa
Latin: "Kalium" daripada bahasa Arab: "alqali") dan nombor atom 19 (Anonim
1991). Kalium merupakan unsur hara ketiga setelah Nitrogen dan Fosfor yang
diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K+. Muatan positif dari Kalium akan
membantu menetralisir muatan listrik yang disebabkan oleh muatan negatif Nitrat,
Fosfat, atau unsur lainnya. Hakim dkk (1986), menyatakan bahwa ketersediaan
Kalium merupakan Kalium yang dapat dipertukarkan dan dapat diserap tanaman
yang tergantung penambahan dari luar, fiksasi oleh tanahnya sendiri dan adanya
penambahan dari kaliumnya sendiri. Ketersediaan hara kalium di dalam tanah
dapat dibagi menjadi tiga bentuk yaitu kalium relatif tidak tersedia, kalium lambat
tersedia dan kalium sangat tersedia.
Kalium tanah terbentuk dari pelapukan batuan dan mineral-mineral yang
mengandung kalium. Melalui proses dekomposisi bahan tanaman dan jasad renik
maka kalium akan larut dan kembali ke tanah. Selanjutnya sebagian besar kalium
tanah yang larut akan tercuci atau tererosi dan proses kehilangan ini akan
dipercepat lagi oleh serapan tanaman dan jasad renik. Beberapa tipe tanah
mempunyai kandungan kalium yang melimpah. Kalium dalam tanah ditemukan
dalam mineral-mineral yang terlapuk dan melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion
adsorpsi pada kation tertukar dan cepat tersedia untuk diserap tanaman. Tanah-
tanah organik mengandung sedikit Kalium (Hakim dkk, 1986).
Menurut Hardjowigeno (2007), unsur K dalam tanah berasal dari
mineral-mineral primer tanah (feldspar dan mika) dan pupuk buatan (ZK). Kalium
diabsorpsi oleh tanaman dalam bentuk K+, dan dijumlahkan dalam berbagai kadar
di dalam tanah. Bentuk dapat ditukar atau bentuk yang tersedia bagi tanaman
biasanya dalam bentuk pupuk K yang larut dalam air seperti KCl, K2SO4, KNO3,
K-Mg-Sulfat-dan pupuk-pupuk majemuk. Kebutuhan tanaman akan kalium cukup
tinggi dan akan menunjukkan gejala kekurangan apabila kebutuhannya tidak
tercukupi. Dalam keadaan demikian maka terjadi translokasi K dari bagian-bagian
yang tua ke bagian-bagian yang muda. Dengan demikian gejalanya mulai terlihat
pada bagian bawah dan bergerak ke ujung tanaman.
Serapan kalium oleh tanaman dipengaruhi secara antagonis oleh serapan
Ca dan Mg (Kasno dkk, 2004). Kalium mempunyai peranan yang penting dalam
proses-proses fisiolgis seperti : (1) metabolisme karbohidrat, pembentukan,
pemecahan dan translokasi pati, (2) metabolisme nitrogen dan sintesa protein, (3)
mengawasi dan mengatur aktivitas beragam unsur mineral, (4) netralisasi asam-
asam organik yang penting bagi proses fisiologis, (5) Mengaktifkan berbagai
enzim, (6) mempercepat pertumbuhan jaringan meristematik, dan (7) mengatur
pergerakan stomata dan hal-hal yang berhubungan dengan air (Hardjowigeno,
2007). Pengaruh kekurangan kalium secara keseluruhan baik terhadap
pertumbuhan maupun terhadap kualitasnya merupakan pengaruhnya terhadap
proses-proses fisiologis. Proses fotosintesis dapat berkurang bila kandungan
kaliumnya rendah dan pada saat respirasi bertambah besar. Hal ini akan menekan
persediaan karbohidrat yang tentu akan mengurangi pertumbuhan tanaman.
Peranan kalium dan hubungannya dengan kandungan air dalam tanaman adalah
penting dalam mempertahankan turgor tanaman yang sangat diperlukan agar
proses-proses fotosintesa dan proses-proses metabolisme lainnya dapat berkurang
dengan baik (Leiwakabessy dkk, 2003).
Di dalam tubuh tanaman kalium bukanlah sebagai penyusun jaringan
tanaman, tetapi lebih banyak berperan dalam proses metabolisme tanaman seperti
mengaktifkan kerja enzim, membuka dan menutup stomata (dalam pengaturan
penguapan dan pernapasan), transportasi hasil-hasil fotosintesis (karbohidrat),
meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan dan penyakit tanaman
(Hasibuan, 2006). Siklus Kalium dapat dilihat pada Gambar
Gambar . Siklus Kalium
6.3 Bahan Organik dan Sifat Fisik Tanah
Bahan organik tanah merupakan bahan penting dalam mempertahankan
kesuburan tanah, baik secara fisika, kimia, dan biologi tanah. Bahan organik
merupakan komponen tanah yang bersumber dari sisa tanaman dan hewan yang
terdapat di dalam tanah. Keberadaan bahan organik di dalam tanah akan
memperbaiki sifat kimia dan biologi tanah, dan penambahan bahan organik
kedalam tanah lebih ditujukan pada perbaikan sifat fisik tanah. Diantara sifat fisik
tanah yang dipengaruhi oleh bahan organik yaitu aggregat tanah. Bila
persentasenya cukup tinggi di dalam tanah dapat menstabilkan agregat tanah.
Agregat yang stabil dan struktur tanah yang bagus dapat meningkatkan retensi dan
transmisi air, membentuk pori yang seimbang antara pori drainasi dan airasi,
meningkatkan total ruang pori dan meningkatkan daya tahan air tanah sehingga
menciptakan kondisi zona pertumbuhan akar tanaman yang baik.
Bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk agregat
tanah, yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk
bersatu menjadi agregat tanah, sehingga bahan organik penting dalam
pembentukan struktur tanah. Pengaruh pemberian bahan organik terhadap struktur
tanah sangat berkaitan dengan tekstur tanah yang diperlakukan. Pada tanah
lempung yang berat, terjadi perubahan struktur gumpal kasar dan kuat menjadi
struktur yang lebih halus tidak kasar, dengan derajat struktur sedang hingga kuat,
sehingga lebih mudah untuk diolah. Komponen organik seperti asam humat dan
asam fulvat dalam hal ini berperan sebagai sementasi pertikel lempung dengan
membentuk komplek lempung logam-humus. Pada tanah pasiran bahan organik
dapat diharapkan merubah struktur tanah dari berbutir tunggal menjadi bentuk
gumpal, sehingga meningkatkan derajat struktur dan ukuran agregat atau
meningkatkan kelas struktur dari halus menjadi sedang atau kasar. Bahkan bahan
organik dapat mengubah tanah yang semula tidak berstruktur (pejal) dapat
membentuk struktur yang baik atau remah, dengan derajat struktur yang sedang
hingga kuat.
Mekanisme pembentukan agregat tanah oleh adanya peran bahan organik
ini dapat digolongan dalam empat bentuk:
1. Penambahan bahan organik dapat meningkatkan populasi mikroorganisme
tanah baik jamur dan actinomycetes. Melalui pengikatan secara fisik butir-
bitir primer oleh miselia jamur dan actinomycetes, maka akan terbentuk
agregat walaupun tanpa adanya fraksi lempung;
2. Pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan antara bagian–
bagian positif dalam butir lempunf dengan gugus negatif (karboksil)
senyawa organik yang berantai panjang (polimer);
3. Pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan antara
bagianbagian negatif dalam lempung dengan gugusan negatif (karboksil)
senyawa organik berantai panjang dengan perantaraan basa-basa Ca, Mg,
Fe dan ikatan hidrogen;
4. Pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan antara bagian-
bagian negative dalam lempung dengan gugus positif (gugus amina,
amida, dan amino) senyawa organik berantai panjang (polimer).
Pengaruh bahan organik terhadap sifat fisika tanah yang lain adalah
terhadap peningkatan porositas tanah. Porositas tanah adalah ukuran yang
menunjukkan bagian tanah yang tidak terisi bahan padat tanah yang terisi oleh
udara dan air. Pori pori tanah dapat dibedakan menjadi pori mikro, pori meso dan
pori makro. Pori-pori mikro sering dikenal sebagai pori kapiler, pori meso dikenal
sebagai pori drainase lambat, dan pori makro merupakan pori drainase cepat.
Tanah pasir yang banyak mengandung pori makro sulit menahan air, sedang tanah
lempung yang banyak mengandung pori mikro drainasenya jelek. Pori dalam
tanah menentukan kandungan air dan udara dalam tanah serta menentukan
perbandingan tata udara dan tata air yang baik. Penambahan bahan organik pada
tanah kasar (berpasir), akan meningkatkan pori yang berukuran menengah dan
menurunkan pori makro.
Pengaruh bahan organik terhadap peningkatan porositas tanah di samping
berkaitan dengan aerasi tanah, juga berkaitan dengan status kadar air dalam tanah.
Penambahan bahan organik akan meningkatkan kemampuan menahan air
sehingga kemampuan menyediakan air tanah untuk pertumbuhan tanaman
meningkat. Kadar air yang optimal bagi tanaman dan kehidupan mikroorganisme
adalah sekitar kapasitas lapang. Penambahan bahan organik di tanah pasiran akan
meningkatkan kadar air pada kapasitas lapang, akibat dari meningkatnya pori
yang berukuran menengah (meso) dan menurunnya pori makro, sehingga daya
menahan air meningkat, dan berdampak pada peningkatan ketersediaan air untuk
pertumbuhan tanaman. Pada tanah berlempung dengan penambahan bahan
organik akan meningkatkan infiltrasi tanah akibat dari meningkatnya pori meso
tanah dan menurunnya pori mikro.
6.5 Ringkasan
Bahan organik berperan penting untuk menciptakan kesuburan tanah.
Peranan bahan organik bagi tanah adalah dalam kaitannya dengan perubahan
sifat-sifat tanah, yaitu sifat fisik, biologis, dan sifat kimia tanah. Bahan organik
yang diberikan ke dalam tanah menningkatkan porositas tanah. Selain itu, bahan
organik tersebut akan mengalami dekomposisi dan mineralisasi. Hasil
dekomposisi berupa asam organik (senyawa organik) dapat menjadi bahan yang
berperan dalam pembentukan agregat tanah. Perbaikan agregat (struktur) akan
disertai perbaikan porositas, aerasi, infiltrasi, kemampuan memegang air dan air
tersedia, permeanilitas, dan sifat fisik lainnya.
Pemberian bahan organik juga dapat mempeerbaiki sifat kimia tanah.
Bahan organik yang ditambahkan mengalami dekomposisi dan mineralisasi.
Asam-asam organik hasil dekomposisi meningkatkan kapasitas tular kation
(KTK). Dekomposisi dan mineralisasi disertai pelepasan unsur hara, sehingga
meningkatkan jumlah dan ketersediaan unsur hara dalam tanah.
6.6 Pertanyaan
Untuk mengevaluasi apakah materi yang telah disampaikan telah dikuasai
oleh mahasiswa, maka diajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Jelaskan pengaruh sifat biologi tanah terhadap pertanian berkelanjutan?
2. Jelaskan pengaruh bahan organik terhadap sifat biologi tanah?
3. Jelaskan pengaruh jenis bahan organik terhadap sifat biologi tanah?
4. Jelaskan pengaruh bahan organik terhadap keanekaragaman hayati tanah?
Gardner FP, Pearce RB and Mitcell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.
Gardiner D and R.W Miller. 2008. Soils In Out Environment. 11th Edition.
Pearson, Prentice Hall. Upper Saddle River, New Jersey, Columbus, Ohio.
66p.
Madjid. 2010. Sifat dan Ciri Tanah. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Mustofa A. 2007. Perubahan Sifat Fisik, Kimia dan Biologi Tanah Pada
Hutan Alam yang Diubah Menjadi Lahan Pertanian di Kawasan
Taman Nasional Gunung Leuser. Skripsi Fakultas Kehutanan. Institut
Pertanian Bogor. (Tidak dipublikasikan)
Paul, E. A., and F.E. Clark. 1989. Soil Microbiology and Biochemistry. Acad.
Press, Inc. Boston.
Pedro, A. Sanchez. 2001. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. ITB Bandung.
Bandung.
Sutcliffe, J.F. and D.A. Baker. 1975. Plant and Mineral Salts. Edward Arnold
Publishing. London
7.5 Ringkasan
Bahan organik memegang peranan penting dalam perbaikan kesuburan tanah.
Perbaikan kesuburan tanah akibat pemberian bahan organik terjadi melalui perbaikan
sifat biologi, fisik dan kimia tanah. Bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik dan
kimia tanah secara langsung, namun dapat pula terjadi perbaikan fisik dan kimia secara
tidak langsung melalui perbaikan sifat biologi tanah. Perbaikan sifat fisik dan kimia tanah
berpengaruh terhadap ketersediaan air, udara dan unsure hara. Hal itu berarti bahwa
pemberian bahan organik memperbaiki kesuburan tanah.
7.5 Pertanyaan
Untuk mengevaluasi apakah materi yang telah disampaikan telah dikuasai
oleh mahasiswa, maka diajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Jelaskan pengertian kesuburan tanah ?
2. Uraikan pengaruh bahan organik terhadap sifat biologi dan kesuburan tanah ?
3. Uraikan pengaruh bahan organik terhadap sifat fisik dan kesuburan tanah ?
4. Uraikan pengaruh bahan organik terhadap sifat kimia dan kesuburan tanah ?
VIII. FAKTOR ALAMI YANG MEMPENGARUHI
JUMLAH BAHAN ORGANIK
8.2 Pendahuluan
Bahan organik memegang peranan penting dalam kesuburan dan produktivitas
tanah. Oleh karena itu, upaya mempertahankan kadar bahan organik agar tetap tinggi
perlu dilakukan. Usaha yang bisa dilakukan adalah mencegah kehilangan bahan
organik dari dalam tanah, dan menambahkan bahan organik ke dalam tanah.
Walaupun demikian, kadar bahan organik di dalam tanah juga sangat dipengaruhi
oleh faktor alami. Faktor alami yang mempengaruhi bahan organik di dalam tanah
adalah iklim, lahan, tanah, vegetasi atau penggunaan lahan.
8.7 Ringkasan
Jumlah bahan organik di dalam tanah dipengaruhi oleh faktor lingkungan
alami. Faktor lingkungan alami yang mempengaruhi jumlah bahan organik di dalam
tanah adalah iklim, tanah, lahan, dan penggunaan lahan dan vegetasi. Unsur iklim
yang terutama mempengaruhi jumlah bahan organik di dalam tanah adalah suhu dan
kelembaban tanah atau curah hujan. Sifat tanah yang mempengaruhi kadar bahan
organik di dalam tanah adalah tekstur, struktur, aerasi dan drainase. Unsur lahan
mempengaruhi kadar bahan organik di dalam tanah secara tidak langsung, melalui
pengaruhnya terhadap aerasi dan ketersediaan air di dalam tanah. Unsur lahan
tersebut adalah topografi atau kemiringan lahan, drainase, tinggi muka air tanah.
Penggunaan lahan mempengaruhi kadar bahan organik dalam tanah melalui efeknya
terhadap kondisi iklim mikro tanah. Lahan dengan jenis vegetasi yang berbeda
memiliki kadar bahan organik dalam tanah yang berbeda pula.
8.8 Pertanyaan
Untuk mengevaluasi apakah materi yang telah disampaikan telah dikuasai
oleh mahasiswa, maka diajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Sebutkan faktor alami yang mempengaruhi jumlah bahan organik dalam tanah ?
2. Jelaskan unsure iklim yang mempengaruhi jumlah bahan organik dalam tanah ?
3. Sebut dan jelaskan sifat tanah yang mempengaruhi jumlah bahan organik dalam
tanah ?
4. Sebut dan jelaskan unsure lahan yang mempengaruhi jumlah bahan organik dalam
tanah ?
5. Jelaskan hubungan vegetasi dengan jumlah bahan organik di dalam tanah ?
IX. KEHILANGAN BAHAN ORGANIK DAN
DEGRADASI TANAH
9.2 Pendahuluan
Indonesia merupakan bagian dari ekosistem tropika basah yang tergolong
sangat rentan terhadap degradasi jika pengelolaannya tidak tepat. Ekosistem tropika
basah meliputi areal sekitar 1,5 milyar hektar lahan dengan populasi manusia sekitar
2 milyar, yang tersebar dalam 60 negara. Dua pupuh lima persen areal tersebut
terdapat di Asia. Tanah-tanah lahan kering tropika basah merupakan tanah yang
rentan terhadap degradasi, selain disebabkan faktor alami juga akibat campur tangan
manusia (Pujianto, 2001). Umumnya faktor-faktor penyebab degradasi tersebut baik
secara alami maupun campur tangan manusia menimbulkan kerusakan dan
menurunnya produktivitas tanah
9.5 Ringkasan
Ada dua penyebab utama kehilangan bahan organic dari dalam tanah, yaitu
dekomposisi dan mineralisasi bahan organik, dan aliran permukaan dan erosi.
Peubahan kadar bahan organik akibat dekomposisi dan mineralisasi terjadi karena
adanya perubahan penggdunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan hutan menjadi
lahan pertanian pangan, dan perubahan system agroforestri menjadi system
monokultur akan diikuti dengan penurunan kadar bahan organic tanah.
Penurunan kadar bahan organic tanah dapat menyebabkan degradasi tanah.
Hal itu disebabkan fungsi bahan organic tanah sebagai sumber unsure hara, perekat
dalam pembentukan agregat tanah, dll yang sangat mempengaruhi kesuburan tanah.
9.6 Pertanyaan
Untuk mengevaluasi apakah materi yang telah disampaikan telah dikuasai
oleh mahasiswa, maka diajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Sebut dan jelaskan penyebab kehilangan bahan organic dalam tanah
2. Jelaskan dampak kehilangan//penurunan bahan organic tanah terhadap degradasi
tanah
1. Fungsi nutrisi, nutrisi yang disimpan diubah menjadi bahan organik, jaringan
mikroorganisme, produk sisanya, dan humus. Kompos adalah pupuk yang
lambat tersedia (slow release), hara yang dihasilkan tergantung pada bahan
dasar dan metode pengomposan yang digunakan.
2. Meningkatkan struktur tanah, yaitu melalui peningkatan persentase bahan
organik yang meningkatkan stuktur tanah.
3. Meningkatkan populasi dan aktivitas organisme tanah. Kompos juga
meningkatkan kemampuan mengikat air dan agregat tanah, meningkatkan
infiltrasi, menghalangi terjadinya erosi dan menunjang penyebaran dan
penetrasi akar tanaman.
4. Memperkuat daya tahan tanaman terhadap hama dan penyakit. Berbagai
penelitian telah menunjukkan bahwa tanaman yang diberi pupuk kompos
lebih tahan terhadap hama dibandingkan tanaman yang tidak diberi kompos
maupun yang tidak dipupuk.
Selama pengomposan, bahan-bahan organik didekomposisi terlebih
dahulu menjadi bentuk-bentuk anorganiknya. Faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi pengomposan adalah kadar air, suplai oksigen, suhu dan pH.
Kadar air (kelembaban) diperlukan untuk pertumbuhan mikroorganisme.
Dekomposisi aerob dapat terjadi pada kadar air bahan 30-60%, asalkan dilakukan
pembalikan pada bahan yang dikomposkan. Kadar air yang optimal adalah 50-
60%. Kadar air yang berlebihan dapat menurunkan suhu dalam gundukan bahan-
bahan yang dikomposkan, karena menghambat aliran oksigen serta dihasilkannya
bau.
Suplai oksigen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme
aerobik adalah 5-15% dari udara yang dibutuhkan atau di atas 5% dari volume
gundukan. Oksigen dibutuhkan untuk mendekomposisi limbah organik yang
dikomposkan. Menurut Obeng dan Wright (1987) konsumsi oksigen yang
diperlukan oleh proses pengomposan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1)
tahap dalam pengomposan, 2) suhu, 3) tahap dekomposisi bahan, 4) komposisi
bahan yang dikomposkan, 5) ukuran partikel, dan 6) kandungan air. Konsumsi
oksigen nampak bervariasi (meningkat dan menurun) secara logaritmik dengan
perubahan suhu.
Kematangan kompos yang digunakan juga menjadi faktor yang
mempengaruhi cepat aplikasinya ke tanaman. Kriteria kematangan kompos
bervariasi tergantung bahan asal kompos, kondisi dan proses dekomposisi selama
pengomposan. Gaur (1981) menyatakan bahwa ada beberapa parameter untuk
menentukan kematangan kompos, yaitu: 1) karakteristik fisik, seperti suhu,
warna, tekstur dan besarnya kelarutan dalam larutan natrium hidroksida atau
natrium fosfat; 2) nisbah C/N, status dari kandungan hara tanaman, dan nilai
kompos yang ditunjukkan oleh uji tanaman, dan 3) tidak berbau dan bebas dari
patogen parasit dan biji rumput-rumputan. Kematangan kompos menurut Harada
et al. (1993) sangat berpengaruh terhadap mutu kompos. Kompos yang sudah
matang akan memiliki kandungan bahan organik yang dapat didekomposisi
dengan mudah, nisbah C/N yang rendah, tidak menyebarkan bau yang ofensif,
kandungan kadar airnya memadai dan tidak mengandung unsur-unsur yang
merugikan tanaman. Oleh sebab itu, kematangan kompos merupakan faktor
utama dalam menentukan kelayakan mutu kompos.
Pengomposan jerami adalah bahan tambahan yang menguntungkan bagi
tanah pertanian daripada harus dibakar. Jerami merupakan sebuah kondisioner
tanah yang potensial, karena jerami dapat juga menjadi sumber unsur hara
termasuk N, P, K dan semua unsur mikro esensial yang diperlukan tanaman.
Pemberian kompos tidak saja meningkatkan produksi tanaman, tetapi juga
meningkatkan kesuburan tanah terutama C dan N, permeabilitas air tersedia bagi
tanaman dan porositas terisi udara. Berbagai sumber bahan kompos dari limbah
pertanian dengan nilai C/N rasio disajikan pada Tabel (FAO, 1987).
4. Vermikompos
Vermikompos disebut juga kompos cacing, vermicast atau pupuk kotoran
cacing, yang merupakan hasil akhir dari hasil penguraian bahan organik oleh
jenis-jenis cacing tertentu. Vermikompos merupakan bahan yang kaya hara, dapat
digunakan sebagai pupuk alami atau soil conditioner (pembenah tanah). Proses
pembuatan vermikompos disebut vermikomposting.
Cacing yang digunakan dalam proses pembuatan vermikompos
diantaranya brandling-worms (Eisenia foetida), dan redworms (cacing merah)
(Lumbricus rubellus). Cacing-cacing ini jarang ditemukan di dalam tanah, dan
dapat menyesuaikan dengan kondisi tertentu di dalam pergiliran tanaman. Di luar
negeri ”bibit” cacing-cacing telah diperjualbelikan di toko-toko pertanian.
Vermikomposting dalam skala kecil dapat mendaur ulang sampah dapur menjadi
vermikompos yang berkualitas dengan menggunakan ruang terbatas. Kandungan
hara vermikompos yang dihasilkan disajikan pada Tabel.
5. Agroforestri
Penanaman berbagai jenis pohon dengan atau tanpa tanaman semusim
(setahun) pada sebidang lahan yang sama sudah sejak lama dilakukan petani
(termasuk peladang) di Indonesia. Contoh semacam ini dapat dilihat pada lahan
pekarangan di sekitar tempat tinggal petani. Praktek seperti ini semakin meluas
belakangan ini khususnya di daerah pinggiran hutan karena ketersediaan lahan
yang semakin terbatas. Konversi hutan alam menjadi lahan pertanian
menimbulkan banyak masalah, misalnya penurunan kesuburan
tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan
lingkungan. Secara global, masalah ini semakin berat sejalan dengan
meningkatnya luas hutan yang dikonversi menjadi lahan usaha lain. Peristiwa ini
dipicu oleh upaya pemenuhan kebutuhan terutama pangan baik secara global
yang diakibatkan oleh peningkatan jumlah penduduk.
Di tengah perkembangan itu lahirlah agroforestri, suatu cabang ilmu
pengetahuan baru di bidang pertanian dan kehutanan yang mencoba
menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Ilmu ini mencoba mengenali
dan mengembangkan sistem-sistem agroforestri yang telah dipraktekkan oleh
petani sejak berabad-abad yang lalu.
Agroforestri adalah sistem penggunaan lahan (usahatani) yang
mengkombinasikan pepohonan dengan tanaman pertanian untuk meningkatkan
keuntungan, baik secara ekonomis maupun lingkungan. Pada sistem ini,
terciptalah keanekaragaman tanaman dalam suatu luasan lahan sehingga akan
mengurangirisiko kegagalan dan melindungi tanah dari erosi serta mengurangi
kebutuhan pupuk atau zat hara dari luar kebun karena adanya daur ulang sisa
tanaman. Berikut ini diterangkan contoh beberapa sistem agroforestri.
1. Strip Rumput
Strip rumput merupakan bentuk peralihan dari sistem pertanian tanaman
semusim menjadi sistem agroforestri. Strip rumput adalah barisan rumput dengan
lebar 0,5-1 m dan jarak antar strip 4-10 m yang ditanam sejajar garis ketinggian
(kontur). Pada tanah yang berteras, rumput ditanam di pinggir (bibir) teras. Jenis
rumput yang cocok adalah rumput yang mempunyai sistem perakaran rapat dan
dapat dijadikan hijauan pakan ternak, misalnya rumput gajah (Pennisetum
purpureum), rumput BD (Brachiaria decumbens), rumput BH (Brachiaria
humidicola), rumput pahit (Paspallum notatum) dan lain-lain. Adakalanya
rumput akar wangi (Vetiveria zizanioides) digunakan juga sebagai tanaman strip
rumput. Akar wangi tidak disukai ternak, tetapi menghasilkan minyak atsiri yang
merupakan bahan baku pembuatan kosmetik.
Gambar. Strip rumput
Adapun keuntungan strip rumput:
• Mengurangi kecepatan aliran permukaandan erosiMemperkuat bibir teras
• Menyediakan hijauan pakan ternak
• Membantu mempercepat proses pembentukan teras secara alami.
3. Pertanaman Lorong
Sistem ini merupakan sistem pertanian di mana tanaman semusim
ditanam pada lorong di antara barisan tanaman pagar yang ditata menurut garis
kontur. Jenis tanaman yang cocok untuk tanaman pagar adalah tanaman kacang-
kacangan (leguminosa) seperti, gamal (Flemingia congesta Gliricidia sepium),
lamtoro (Leucaena leucocephala), danCalliandra callothirsus. Jarak antar baris
tanaman pagar berkisar antara 4 sampai 10 m. Semakin curam lereng, jarak antar
barisan tanaman pagar dibuat semakin dekat.
Gambar. Sistem budidaya lorong dengan Flemingia congesta sebagai tanaman
pagar pada tanah berlereng
Jenis tanaman yang dipakai untuk pagar sebaiknya yang mudah ditanam
dan mudah didapatkan bibitnya, misalnya gamal dengan stek, turi, lamtoro dan
kaliandra dengan biji. Untuk tanaman pagar jenis leguminose perdu (lamtoro,
gamal), ditanam dengan jarak antar batang ± 20 cm. Jarak yang rapat ini untuk
menjaga agar tanaman pagar tidak tumbuh terlalu tinggi.
Secara umum setiap semak atau pohon yang tergolong legume bias
dijadikan tanaman pagar, namun lebih efektif tanaman pagar tersebut memenuhi
sifat-sifat sebagai berikut:
a. Berakar dalam agar tidak menjadi pesaing bagi tanaman semusim
b. Pertumbuhan cepat dan setelah pemangkasan cepat bertunas kembali
c. Mampu menghasilkan bahan hijauan banyak dan terus menerus yang daoat
digunakan sebagai pupuk hijau, dan
d. Mampu memperbaiki kandungan nitrogen tanah dan kandungan hara lainnya
Selain lamtoro, jenis legume lainnya yang telah teruji keunggulannya jika
digunakan sebagai tanaman pagar adalah Flemingia macrophylla (hahapaan),
Gliricidia sepium (glisidia atau gamal), Tephrosia candida, dan kaliandra.
Diantara jenis-jenis tanaman tersebut, flemingia merupakan tanaman yang paling
unggul dalam menghasilkan bahan organik, sedangkan glisidia merupakan
tanaman yang tahan kekeringan sehingga tanaman ini banyak ditemukan di
daerah beriklim kering seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), terutama setelah
tanaman lamtor di daerah ini hamper punah terserang kutu loncat. Lamtoro
sebenarnya merupakan legume pohon yang banyak disukai petani, namun sampai
saat ini petani sering kesulitan untuk mendapatkan jenis lamtoro yang lamtoro
yang tahan kutu loncat.
Tabel.. produksi pangkasan (data pangkasan tahun kedua atau ketiga beberapa
jenis tanaman pagar)
Hasil bahan hijau segar
Jenis tanaman pagar Sumber
(t ha/thn)
Suganda et al., 1991;
Flemingia (Flemingia
4,7 – 26,2 Haryati et al., 1991;
macrophylla)
Erfandi et al., 1991
Glirisidia (Gliricidia
2,9 – 9,2 Suganda et al., 1991
sepium)
Suganda et al., 1991;
Lamtoro gung 1,3 – 2,9
Kang et al., 1984
Lamtoro (Leucaena
6,1 – 20 Erfandi et al., 1988
leucephala)
Thephrosia (Thephrosia
13,5 Haryati et al., 1991
candida)
Kaliandra (Calliandra Suganda et al., 1991;
4,3 – 22,8
callothyrsus) Erfandi et al., 1988
Sengon (Paraserianthes
1,5 – 1,6 Suganda et al., 1991
falcataria)
Selain dilihat dari tingkat produksi bahan organiknya (hasil pangkasan),
potensi tanaman pagar untuk dijadikan sumber pupuk hijau dapat dilihat dari
kandungan haranya.
Tabel… Kandungan C-organik dan unsur hara pada beberapa jenis tanaman pagar
Kandungan * (%)
Jenis tanaman pagar
C-organik N P K Ca Mg
Flemingia 40,4 – 51,0 2,9 – 3,0 0,2 – 0,4 0,5 – 1,3 1,6 0,41
(Flemingia
macrophylla)1 dan 2
Glirisidia (Gliricidia 36,9 – 40,7 2,4 – 3,7 0,2 0,9 – 2,2 1,9 – 3,2 0,5 – 0,8
sepium) 1 dan 2
Lamtoro (Leucaena
Td 3,1 – 4,6 0,2 – 0,3 1,5 – 1,9 0,8 – 2,1 0,3 – 0,4
leucephala)3
Kaliandra
(Calliandra 41,9 – 46,4 2,6 – 4,1 0,1 – 0,2 0,5 – 0,6 0,9 – 1,8 0,4 – 0,5
callothyrsus)2
Sesbania (Sesbania
37,0 4,0 – 4,7 0,2 1,1 – 2,4 0,8 – 1,7 0,2 – 0,5
sesban)2
Ket : (1) Agus dan Widianto, 2004; (2) Palm et al., (2001); (3) Panjaitan (1988)
*% kering, td (tidak data)
5. Sistem Multistrata
Sistem multistrata adalah sistem pertanian dengan tajuk bertingkat, terdiri dari
tanaman tajuk tinggi (seperti mangga, kemiri), sedang (seperti lamtoro, gamal,
kopi) dan rendah (tanaman semusim, rumput) yang ditanam di dalam satu kebun
(lihat gambar di halaman depan). Antara satu tanaman dengan yang lainnya diatur
sedemikian rupa sehingga tidak saling bersaing. Tanaman tertentu seperti kopi,
coklat memerlukan sedikit naungan, tetapi kalau terlalu banyak naungan
pertumbuhan dan produksinya akan terganggu.
Gambar. Gamal sebagai pagar hidup
6. Aplikasi mikoriza
Mikoriza adalah simbiosis mutualisme antara fungi dengan akar tanaman.
Adanya simbiosis ini akan membantu tanaman inang mendapatkan unsur hara
(terutama fosfor), bertahan pada kondisi kering dan pathogen tular tanah.
meskipun secara tidak langsung terlibat pada dekomposisi bahan organik dalam
tanah, fungi mikoriza juga menambahkan karbon organik dari tanaman inang dan
produksi glycoprotein atau glomalin yang relatif tahan terhadap dekomposisi
sehingga senyawa ini dapat berfungsi sebagai sumber karbon dan pemantap
agregat. Dinding sel fungi yang banyak mengandung khitin yang tahan terhadap
pelapukan juga merupakan sumber karbon. Selain itu, mikoriza juga berperan
dalam meningkatkan agregasi lewat hifa eksternalnya yang mampu menyatukan
butiran tanah sehingga memantapkan agregat tanah, sehingga secara fisik
melindungi karbon organik dalam agregat untuk terdekomposisi lebih lanjut
(Jastrow et al., 2007).
9.5 Ringkasan
Bahan organik adalah bahan-bahan yang berasal dari limbah tumbuhan
atau hewan atau produk samping, seperti pupuk kandang atau unggas, jerami padi
yang dikomposkan atau residu tanaman lainnya, kotoran pada saluran air, pupuk
hijau, dan potongan leguminosa serta sampah kota dan industri. Bahan organik
sebaiknya diberikan dalam bentuk kompos (terdekomposisi). Pengomposan
diartikan sebagai proses biologis oleh mikroorganisme yang mengurai bahan
organik menjadi bahan semacam humus. Bahan yang terbentuk mempunyai berat
dan volume yang lebih rendah daripada bahan dasarnya, stabil, dekomposisi
lambat dan sebagai sumber pupuk organik.
9.6 Pertanyaan
11.4 Ringkasan
Agroforestri merupakan system pemanfaatan lahan yang lebih optimal dengan
penutupan permukaan tanah yang lebih tinggi. Kondisi penutupan lahan yang tinggi
menyebabkan suhu lebih rendah, sehingga aktivitas dekomposisi dan mineralisasi
bahan organik berjalan kurang intensif. Hal itu yang mengakibatkan kadar bahan
organik pada system agroforestri lebih tinggi dibanding sistem monokulturnya.
11.5 Pertanyaan
Untuk mengevaluasi apakah materi yang telah disampaikan telah dikuasai
oleh mahasiswa, maka diajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan system agroforestry ?
2. Uraikan mengapa kadar bahan organik pada system agroforestri lebih tinggi dari
system monokulturnya ?
XII. PENGELOLAAN BAHAN ORGANIK
DI INDONESIA
12.2 Pendahuluan
Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, diintroduksikan varietas
unggul baru padi yang memerlukan input berupa pupuk kimia dan air irigasi untuk
menghasilkan gabah dalam jumlah yang lebih banyak dengan umur tanaman yang
lebih pendek. Dengan penerapan teknologi modern melalui revolusi hijau yang
memprioritaskan penanaman padi varietas unggul responsif terhadap pemupukan,
penggunaan pupuk anorganik makin meningkat dan pupuk organik makin terlupakan.
Bahan organik mempunyai peranan penting sebagai sumber karbon, dalam pengertian
yang lebih luas sebagai sumber pakan, dan juga sebagai sumber energi untuk
mendukung kehidupan dan berkembangbiaknya berbagai jenis mikroba dalam tanah
(Sisworo, 2006). Tanpa bahan organik, mikroba dalam tanah akan menghadapi
keadaan defisiensi karbon sebagai pakan sehingga perkembangan populasi dan
aktivitasnya terhambat. Akibatnya, proses mineralisasi hara menjadi unsur yang
tersedia bagi tanaman juga terhambat.
Kondisi tanah yang miskin kandungan bahan organik dan populasi mikroba
sering secara populer disebut sebagai tanah lapar atau tanah “sakit”. Tanah yang
mengalami defisiensi sumber energi bagi mikroba menjadi tanah berstatus lelah atau
fatigue. Bahan organik juga sangat diperlukan dalam proses agregasi tanah untuk
membangun struktur fisik tanah yang sehat. Mengingat begitu pentingnya bahan
organik sebagai komponen penyusun tanah, di Amerika Serikat kandungan bahan
organik dalam tanah menjadi salah satu kriteria penentu kualitas tanah (Seybold et
al., 1997; Six et al., 2002). Dengan demikian, penambahan bahan organik sangat
diperlukan agar kemampuan tanah dapat dipertahankan atau bahkan ditingkatkan
untuk mendukung upaya peningkatan produktivitas tanaman melalui efisiensi
penggunaan pupuk buatan atau pupuk anorganik.
12.6 Ringkasan
Kunci keberhasilan bertani di daerah humid tropic seperti di Indonesia terletak
pada pengelolaan bahan organik. Pada bagian ini diuraikan pengelolaan bahan
organik di Indonesia, khususnya pada lahan kering, tanah mineral lahan basah dan
pada tanah gambut.
Pengelolaan bahan organik pada lahan kering dilakukan dengan penambahan
bahan organik dari luar, penambahan bahan organik insitu (seperti penerapan system
agroforestri, pengembalian residu tanaman), dan penerapan tindakan konservasi tanah
dan air. Pengelolaan bahan organik pada tanah mineral lahan basah dilakukan
dengan penginkorforasian gulma dan pengembalian residu tanaman ke dalam tanah.
Pengelolaan bahan organik pada lahan gambut dilakukan melalui pengembalian
residu tanaman dan pengelolaan air.
12.7 Pertanyaan
Untuk mengevaluasi apakah materi yang telah disampaikan telah dikuasai
oleh mahasiswa, maka diajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Jelaskan pengelolaan bahan organik pada lahan kering di Indonesia ?
2. Jelaskan pengelolaan bahan organik pada tanah mineral lahan basah ?
3. Jelaskan pengelolaan bahan organik pada tanah gambut di Indonesia ?
Suwardjo H., and N. L. Nurida. 1993 Land degradation in Indonesia: Data Collection
and Analysis. p 121-135. In. Report of the Experts Consultation of the Asian
Network on Problem Soils. Bangkok, 25 – 29 Oct 1993.