Anda di halaman 1dari 130

PENGELOLAAN BAHAN ORGANIK

Dr. Ir. Wawan, MP


PRAKATA

Alhamdulillahirobbilalamin puji syukur diucapkan kepada Allah SWT atas

rahmat dan hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan buku ajar yang

berjudul “Pengelolaan Bahan Organik”.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Lembaga

Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Riau yang telah

memberikan bantuan dana penelitian melalui Hibah Guru Besar untuk

melangsungkan penelitian terkait pengaruh bahan organik terhadap perbaikan sifat

tanah.

Buku yang membahas pengelolaan bahan organik yang berperan untuk

memperbaiki sifat-sifat tanah masih terbatas. Sehubungan dengan itu, buku ini

diharapkan dapat mengisi kekosongan tersebut.

Buku ini menguraikan tentang Pengelolaan Bahan Organik, Sumber bahan

organik, manfaat bahan organik untuk pertaniam, dan praktek-praktek yang dapat

meningkatkan dan menurunkan bahan organik.

Penulis menyadari bahwa dalam buku ini masih terdapat banyak

kekurangan, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran membangun untuk

perbaikan pada penerbitan yang akan datang.

Pekanbaru, Desember 2017\

Dr. Ir. Wawan, MP


I. PENDAHULUAN

1.1 TIU dan TIK


Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan:
1. Mampu menjelaskan pengertian bahan organik dan bahan organik tanah
2. Mampu menjelaskan mengapa bahan organik tanah di daerah humik tropik
rendah
3. Mampu menjelaskan pengertian pengelolaan bahan organik
4. Mampu menguraikan ruang lingkup pengelolaan bahan organik
5. Mampu menguraikan manfaat kuliah pengelolaan bahan organik

1.2 Pengertian Bahan Organik dan Bahan Organik Tanah


Pada tanah mineral bahan organik seringkali sangat menentukan kesuburan
tanah. Pada beberapa publikasi dinyatakan bahwa bahan organik sangat
mempengaruhi kualitas tanah. Hal itu disebabkan bahan organik di dalam tanah
mineral mempengaruhi sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Dalam beberapa
tulisan sering dijumpai istilah bahan organik dan bahan organik tanah.
Sehubungan dengan itu, perlu kiranya dikemukakan batasan tentang ke dua istilah
tersebut.
Bahan organik adalah semua bahan yang berasal dari mahluk hidup.
Contohnya: semua bahan yang berasal dari tumbuhan (daun, batang, akar, bunga
dan buah) dan semua bahan yang berasal dari hewan/binatang (kulit, bulu, daging,
cangkang, telur, dan kotoran). Berbeda dengan itu, bahan organik tanah adalah
semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah,
fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di
dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus (Stevenson, 1994).
Pada tanah mineral, bahan organik tanah umumnya ditemukan di
permukaan tanah. Kadar bahan organik di dalam tanah tidak besar, hanya sekitar
3 – 5% tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah dan pertumbuhan tanaman
besar sekali.
Sumber bahan organik tanah yang utama adalah hasil fotosintesis yaitu
bagian atas tanaman seperti daun, duri serta sisa tanaman lainnya termasuk

Pengelolaan Bahan Organik 1


rumput, gulma dan limbah pasca panen. Bahan organik di dalam tanah terdiri dari
bahan organik kasar dan bahan organik halus atau humus. Humus terdiri dari
bahan organik halus yang berasal dari hancuran bahan organik kasar serta
senyawa-senyawa baru yang dibentuk dari hancuran bahan organik tersebut
melalui kegiatan mikroorganisme di dalam tanah.
Bahan organik tanah (BOT) adalah bahan organik dalam tanah yang telah
mengalami lebih dari separuh dekomposisi. Dengan demikian, bahan organik
tanah sudah tidak bisa dikenali bentuknya seperti daun, ranting dan lain-lain.
Bahan organik tanah biasanya menyusun sekitar 5% bobot total tanah, meskipun
hanya sedikit tetapi bahan organik memegang peran penting dalam menentukan
kesuburan tanah, baik secara fisik, kimiawi maupun secara biologis tanah.

Bahan organik tanah dikelompokan menjadi dua, yaitu:


1. Bahan yang belum mengalami perubahan.
Meliputi sisa-sisa yang masih segar dan komponen-komponen yang belum
mengalami transformasi yaitu senyawa yang masih berupa sisa peruraian
yang terdahulu.
2. Bahan yang telah mengalami transformasi
Disebut dengan humus. Humus adalah zat humat yang bercampur bersama
dengan produk-produk sintesis mikroba yang sudah menjadi suatu senyawa
yang stabil serta telah menjadi bagian dari tanah.Memiliki morfologi dan
struktur yang berbeda dengan bahan aslinya. Proses penguraian pembentukan
humus disebut humifikasi.

Dalam pembentukan humus terjadi penurunan yang cepat mengenai


komponen-komponen yang dapat melarut dalam air, dan senyawa-senyawa
organik yang mudah terdekomposisi.Bahan organik tanah sering disebut humus.
BOT (humus) berbeda dengan senyawa humik (humic substances/humic
compound). Senyawa humik bagian dari humus (BOT), tetapi tidak semua BOT
adalah senyawa humik. Menurut Hanafiah (2010), humus adalah senyawa
kompleks asal jaringan organik tanaman/fauna yang telah dimodifikasikan atau
disintesis oleh mikroba, yang bersifat agak resisten pelapukan, berwarna coklat,

Pengelolaan Bahan Organik 2


amorfus (tanpa bentuk) dan bersifat koloidal. Secara umum humus dicirikan
sebagai berikut:
1. Bersifat koloidal seperti liat tetapi amorfus dengan luas permukaan dan
daya jerap yang jauh melebihi liat, sehingga mempunyai kapasitas tukar
kation (KTK) 150-300 me/100g dibandingkan liat 8-100 me/100g dan
daya jerap air 80-90% dibandingkan liat yang ganya 15-20%;
2. Daya kohesi dan plastisitasnya rendah, sehingga mengurangi sifat lekat liat
dan membantu granulasi agregat tanah;
3. Misel humus tersusn oleh lignin,poliuronida, protein dan liat serta unsur C,
H, O, N, S, P dan unsur-unsur lainnya;
4. Mempunyai kemampuan untuk meningkatkan ketersediaan hara seperti
Ca, Mg dan K;
5. Merupakan sumber energi bagi mikroba heterotrofik; dan
6. Menyebabkan warna tanah menjadi gelap.

Bahan organik tanah memiliki peran dan fungsi yang sangat vital di dalam
perbaikan tanah, meliputi sifat fisika, kimia maupun biologi tanah (Young, 1989;
Keulen, 2001). Terhadap sifat fisik tanah, bahan organik berperan dalam proses
pembentukan dan mempertahankan kestabilan struktur tanah, berdrainase baik
sehingga mudah melalukan air, dan mampu memegang air banyak. Sebagai
akibatnya tanah tidak mudah memadat karena rusaknya struktur
tanah.Penambahan bahan organik juga menambah ketersediaan hara dalam
tanah.Selain itu juga sebagai penyedia sumber energi bagi aktivitas
mikroorganisme sehingga meningkatkan kegiatan organisme, baik mikro maupun
makro di dalam tanah.

1.3 Bahan Organik Tanah di daerah Humid Tropik


Indonesia yang terletak pada 11o LU-11o LS memiliki iklim tropic yaitu
wilayah dengan suhu rata-rata tahunan tinggi. Bahkan Indonesia sebagian besar
wilayahnya memiliki iklim humid tropic, yaitu memiliki suhu dan kelembaban
tinggi. Suhu udara di Indonesia berkisar 20-35oC dengan rata rata 26-28oC,
sedangkan kelembaban udaranya berkisar 70-90% dengan rata-rata 80%. Sebagian
besar wilayah Indonesia khususnya di wilayah Indonesia bagian barat memiliki

Pengelolaan Bahan Organik 3


curah hujan tinggi, sehingga kelembaban tanahnya juga tinggi. Rata-rata suhu,
kelembaban udara dan tanah tersebut tergolong tinggi.
Pada suhu dan kelembaban tanah tinggi, aktivitas biota tanah sangat
intensif, sehingga dekomposisi dan mineralisasi bahan organik berlangsung sangat
tinggi, termasuk mineralisasi BOT. Di daerah tropika basah seperti Indonesia,
bahan organik tanah (BOT) cepat sekali mengalami proses degradasi, sehingga
kandungan BOT di dalam tanah cepat berkurang. Rendahnya kandungan BOT
akan menyebabkan rendahnya kesuburan tanah, stabilitas tanah dan ketersediaan
air tanah.

1.4 Pengelolaan Bahan Organik dan Kepentingannya


Pengelolaan bahan organik adalah segala usaha/aktivitas yang dilakukan
untuk mempertahankan kadar bahan organik di dalam tanah agar tetap tinggi.
Mengapa bahan organik tanah perlu dikelola dengan baik, jawabannya karena
bahan organik termasuk BOT memiliki peran yang sangat besar di dalam tanah.
Bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah dapat memperbaiki sifat biologi
tanah, bahkan sifat fisik dan kimia tanah. Perbaikan sifat tanah tersebut tentu akan
berpengaruh terhadap kesuburan tanah, yang pada gilirannya berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman.
Upaya pengelolaan bahan organik tanah yang tepat perlu menjadi
perhatian yang serius, agar tidak terjadi degradasi bahan organik tanah.
Penambahan bahan organik secara kontinyu pada tanah merupakan cara
pengelolaan yang murah dan mudah. Namun demikian, walaupun pemberian
bahan organik pada lahan pertanian telah banyak dilakukan, umumnya produksi
tanaman masih kurang optimal, karena rendahnya unsur hara yang disediakan
dalam waktu pendek, serta rendahnya tingkat sinkronisasi antara waktu pelepasan
unsur hara dari bahan organik dengan kebutuhan tanaman akan unsur hara.
Kualitas bahan organik sangat menentukan kecepatan proses dekomposisi
dan mineralisasi bahan organik. Komponen kualitas bahan organik yang penting
meliputi nisbah C/N, kandungan lignin, kandungan polifenol, dan kapasitas
polifenol mengikat protein.Kandungan hara N, P dan S sangat menentukan
kualitas bahan organik. Nisbah C/N dapat digunakan untuk memprediksi laju
mineralisasi bahan organik. Jika bahan organik mempunyai kandungan lignin

Pengelolaan Bahan Organik 4


tinggi kecepatan mineralisasi N akan terhambat. Lignin adalah senyawa polimer
pada jaringan tanaman berkayu, yang mengisi rongga antar sel tanaman, sehingga
menyebabkan jaringan tanaman menjadi keras dan sulit untuk dirombak oleh
organisme tanah.Pada jaringan berkayu, kandungan lignin bisa mencapai 38%.
Perombakan lignin akan berpengaruh pada kualitas tanah dalam kaitannya
dengan susunan humus tanah. Dalam perombakan lignin, di samping jamur
(fungi-ligninolytic) juga melibatkan kerja enzim (antara lain enzim lignin
peroxidase, manganeses peroxidase, laccases dan ligninolytic). Polifenol
berpengaruh terhadap kecepatan dekomposisi bahan organik, semakin tinggi
kandungan polifenol dalam bahan organik, maka akan semakin lambat
terdekomposisi dan termineralisasi. Polifenol adalah senyawa aromatik hidroksil
yang secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yakni : polifenol sulit
larut dan polifenol mudah larut. Harborne (1997) mengelompokkan polifenol
menjadi dua, yaitu (1) polifenol dengan berat molekul rendah, dan (2) polifenol
dengan berat molekul tinggi berbentuk tanin, yang tersebar dalam daun. Pada
sebagian besar tanaman, senyawa fenolik yang berada pada permukaan luar
bagian atas daun bercampur dengan lilin. Sifat khas dari polifenol adalah
kemampuannya dalam membentuk kompleks dengan protein, sehingga protein
sulit dirombak oleh organisme perombak.Selain itu, polifenol juga dapat mengikat
enzim organisme perombak, sehingga aktivitas enzim menjadi lemah.
Proses dekomposisi atau mineralisasi, disamping dipengaruhi oleh kualitas
bahan organiknya, juga dipengaruhi oleh frekuensi penambahan bahan organik,
ukuran partikel bahan, kekeringan, dan cara penggunaannya. Sumber bahan
organik yang dapat kita gunakan dapat berasal dari : sisa dan kotoran hewan
(pupuk kandang), sisa tanaman, pupuk hijau, sampah kota, limbah industri, dan
kompos.

1.5 Ruang Lingkup Pengelolaan Bahan Organik


Kuliah pengelolaan bahan organik melingkupi: pengertian bahan organik
dan bahan organik tanah, sumber bahan organik dan komposisinya, dekomposisi
dan mineralisasi bahan organik, senyawa humik dan genesisnya, praktek yang
mempengaruhi jumlah bahan organik, hubungan bahan organik dengan sifat tanah
dan pertumbuhan tanaman, kehilangan bahan organik dan degradasi tanah,

Pengelolaan Bahan Organik 5


pengelolaan bahan organik pada berbagai system pertanian, dan pengelolaan
bahan organik di Indonesia.

1.6 Manfaat Kuliah Pengelolaan Bahan Organik


Mata kuliah pengelolaan bahan organik diharapkan memberikan manfaat
bagi mahasiswa sebagai berikut:
1. Memahami pengertian bahan organik, bahan organik tanah, humus, dan
senyawa humik, sehingga bisa membedakan diantara keempatnya.
2. Memahami sumber bahan organik dan komposisinya,
3. Memahami dekomposisi, mineralisasi bahan organik dan genesis senyawa
humik,
4. Memahami factor alami dan praktek-praktek yang mempengaruhi bahan
organik,
5. Mampu menguraikan hubungan bahan organik dengan sifat tanah dan
pertumbuhan tanaman,
6. Mampu menjelaskan kehilangan bahan organik dan degradasi tanah,
7. Mampu menguraikan metode pengelolaan bahan organik pada berbagai system
pertanian,
8. Mampu menjelaskan penerapan pengelolaan bahan organik di Indonesia.

1.7 Ringkasan
Pada perkuliahan awal ini dimulai dengan menjelaskan pengertian dan
perbedaan bahan organik, bahan organik tanah, humus dan senyawa humik. Pada
pertemuan berikutnya dijelaskan tentang sumber bahan organik dan
komposisinya, dekomposisi dan mineralisasi bahan organik serta genesis senyawa
humik, faktor alami dan praktek-praktek yang mempengaruuhi bahan organik,
hubungan bahan organik dengan sifat tanah dan pertumbuhan tanaman,
kehilangan bahan organik dan degradasi tanah, dan metode pengelolaan bahan
organik pada berbagai system pertanian. Pada kuliah terakhir dijelaskan kondisi
pengelolaan bahan organik di Indonesia.

1.8 Pertanyaan
Untuk mengevaluasi apakah materi yang telah disampaikan telah dikuasai
oleh mahasiswa, maka diajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:

Pengelolaan Bahan Organik 6


1. Jelaskan perbedaan bahan organik dan bahan organik tanah
2. Mengapa bahan organik tanah pada tanah di daerah humid tropic rendah?
3. Jelaskan apa yang dimaksud pengelolaan bahan organik tanah
4. Mengapa bahan organik tanah perlu dikelola dengan baik?

1.9 Daftar Pustaka

Barthes, B., A. Azontonde., E. Blanchart., G. Girardin., and R. Oliver. 2004.


Effect of legume cover crop (Mucuna pruriens var Utilis ) on soil
carbon in an Ultisol undermaize cultivation in Southren Benin, Soil
Use Manag. 20:231-239.

Hanafiah, K. A. 2010. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada.


Jakarta.

Stevenson FJ. 1994. Humus Chemistry. Genesis, Composition, Reactions. 2nd


Edition. New York, USA : Wiley Interscience.

Subronto dan Harahap, I, Y. 2002.Penggunaan kacangan penutup tanah


Mucuna bracteata pada pertanaman kelapa sawit.Pusat Penelitian
Kelapa Sawit. Medan. Warta Vol 10 No. 1: 1-6.
Harborne, J., 1997, Metode Fitokimia: Penentuan Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, Ed. 2, ITB, Bandung.

Pengelolaan Bahan Organik 7


II. SUMBER BAHAN ORGANIK DAN
KOMPOSISINYA

2.1 TIU dan TIK


Setelah mengikuti perkuliahan dengan topik sumber bahan organik dan
komposisinya diharapkan:
1. Mahasiswa mampu menyebutkan sumber bahan organik bagi tanah
2. Mahasiswa mampu menjelaskan bahan penyusun/komposisi sumber bahan organik
bagi tanah

2.2 Sumber Bahan Organik


Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahan organik adalah semua
bahan yang berasal dari mahluk hidup. Dengan demikian bahan organik dapat berupa
tumbuhan/tanaman, hewan/binatang, dan mikroorganisme. Sumber primer bahan organik
adalah jaringan tanaman berupa akar, batang, ranting, daun, dan buah. Bahan organik
dihasilkan oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis sehingga unsur karbon merupakan
penyusun utama dari bahan organik tersebut. Unsur karbon ini membentuk senyawa-
senyawa organik, seperti selulosa, hemiselulosa, pati, dan bahan-bahan pektin dan lignin.
Selain itu, nitrogen juga merupakan unsur yang banyak terkandung dalam bahan organik
karena merupakan unsur yang penting dalam berbagai senyawa organik penyusun sel
seperti asam amino (protein), asam nukleat, enzim dan klorofil. Jaringan tanaman ini akan
mengalami dekomposisi dan akan terangkut ke lapisan bawah serta diinkorporasikan
dengan tanah. Tumbuhan tidak saja sumber bahan organik bagi tanah, tetapi sumber bahan
organik dari seluruh makhluk hidup.
Sumber sekunder bahan organik adalah binatang/hewan (fauna). Fauna terlebih
dahulu harus menggunakan bahan organik tanaman setelah itu barulah menyumbangkan
pula bahan organik. Perbedaan sumber bahan organik tanah tersebut akan memberikan
perbedaan pengaruh yang disumbangkannya ke dalam tanah. Hal itu berkaitan erat dengan
komposisi atau susunan dari bahan organik tersebut. Mengenai komposisi bahan organik
akan dibahas pada bagian 2.3.

Pengelolaan Bahan Organik 12


Sumber bahan organik bagi tanah yang berasal dari tumbuhan/tanaman dapat
berupa: sisa (residu) tanaman, pupuk hijau, gulma, hasil pangkasan tumbuhan, sampah
organik (Tandan kosong kelapa sawit, solid), limbah organik PKS dan kompos. Sumber
bahan organik yang berasal dari hewan/binatang dapat berupa: pupuk kandang, kotoran
binatang, bulu, tepung tulang, tepung ikan, dan tepung darah.

1. Sisa Tanaman
Sisa tanaman dapat digunakan sebagai sumber bahan organik. Walaupun dalam
realitas di lapangan, sisa tanaman sering digunakan untuk berbagai tujuan. Pada
pengusahaan sawah, jerami padi sering dibiarkan di areal persawahan, tetapi tidak jarang
digunakan untuk alas ternak dan sebagai pakan ternak. Bila digunakan sebagai pakan
ternak, maka dihasilkan kotoran ternak yang seringkali digunakan sebagai pupuk kandang
yang akan diaplikasi ke dalam tanah. Penggunaan yang lain dari sisa tanaman adalah untuk
bahan bakar. Untuk tujuan ini, hanya sedikit hara P dan K yang dikembalikan ke tanah atau
tidak ada sama sekali.
Kandungan hara beberapa tanaman pertanian ternyata cukup tinggidan bermanfaat
sebagai sumber energi utama mikroorganisme di dalam tanah. Apabila digunakan sebagai
mulsa, maka ia akan mengontrol kehilangan air melalui evaporasi dari permukaan tanah,
dan pada saat yang sama dapat mencegah erosi tanah. Hara dalam tanaman dapat
dimanfaatkan setelah tanaman mengalami dekomposisi.

2. Pupuk Hijau
Bahan organik yang digunakan sebagai sumber pupuk dapat berasal dari bahan
tanaman, yang sering disebut sebagai pupuk hijau. Biasanya pupuk hijau yang digunakan
berasal dari tanaman legum, karena kemampuan tanaman ini untuk mengikat N2-udara
dengan bantuan bakteri penambat N, menyebabkan kadar N dalam tanaman relatif tinggi.
Akibatnya pupuk hijau dapat diberikan dekat dengan waktu penanaman tanpa harus
mengalami proses pengomposan terlebih dahulu.

Pengelolaan Bahan Organik 13


Gambar 1. Pupuk hijau
Sumber: http://www.jurnalasia.com/bisnis/pupuk-hijau-mengembalikan-kesuburan-tanah

Tujuan pemberian pupuk hijau adalah untuk meningkatkan kandungan bahan


organik dan unsur hara dalam tanah, sehingga terjadi perbaikan sifat fisik, kimia dan
biologi tanah, yang akhirnya berdampak pada peningkatan produktivitas tanah dan
ketahanan tanah terhadap erosi.
Suatu tanaman dapat digunakan sebagai pupuk hijau apabila:
(1) Cepat tumbuh;
(2) Bagian atas banyak dan lunak (succulent); dan
(3) Kesanggupannya tumbuh cepat pada tanah yang kurang subur.

Keuntungan penggunaan pupuk hijau antara lain:


(1) Mampu memperbaiki struktur, tekstur tanah serta infiltrasi
(2) Mencegah adanya erosi
(3) Dapat membantu mengendalikan hama dan penyakit yang berasal dari tanah dan gulma
jika ditanam pada waktu tanah bera
(4) Sangat bermanfaat pada daerah-daerah yang sulit dijangkau untuk suplai pupuk
anorganik
Kekurangan penggunaan pupuk hijau antara lain:
(1) Tanaman hijau dapat sebagai kendala dalam waktu, tenaga, lahan dan air
(2) Dapat menimbulkan persaingan dengan tanaman pokok dalam hal tempat tumbuh, air
dan hara pada pola pertanaman tumpang sari

Pengelolaan Bahan Organik 14


3. Kompos
Bahan organik yang masih mentah dengan nisbah C/N tinggi, apabila diberikan
secara langsung ke dalam tanah akan berdampak negatif terhadap ketersediaan hara tanah.
Bahan organik langsung akan disantap oleh mikrob untuk memperoleh energi. Populasi
mikrob yang tinggi, akan memerlukan hara untuk tumbuh dan berkembang, yang diambil
dari tanah yang seharusnya digunakan oleh tanaman, sehingga mikrob dan tanaman saling
bersaing merebutkan hara yang ada.Akibatnya hara yang ada dalam tanah berubah menjadi
tidak tersedia karena berubah menjadi senyawa organik mikrob. Kejadian ini disebut
sebagai immobilisasi hara. Untuk menghindari imobilisasi hara, bahan perlu dilakukan
proses pengomposan terlebih dahulu. Proses pengomposan adalah suatu proses penguraian
bahan organik dari bahan dengan nisbah C/N tinggi (mentah) menjadi bahan yang
mempunyai nisbah C/N rendah (kurang dari 15) (matang) dengan upaya mengaktifkan
kegiatan mikrob pendekomposer (bakteri, fungi dan actinomicetes).
Kompos mempunyai kandungan hara makro (N, P, K, Ca, MG dan S) dan hara
mikro (Fe, Cu, Mn, Mo, Zn, Cl dan Br) yang sudah lengkap. Kompos juga mengandung
senyawa organik asam humat dan asam fulfat yang berfungsi sebagai pemacu
pertumbuhan.Kandungan hara dalam kompos menetap pada tanah, tidak larut air.Kompos
bersifat netral dan cenderung untuk menjadi basa.
Keunggulan kompos adalah sebagai berikut:
a. Tidak larut dalam air
b. Menahan air sampai 60%
c. Membentuk tekstur dan struktur tanah yang kondusif bagi pertumbuhan tanaman
d. Kandungan hara dapat disesuaikan dengan kebutuhan
e. Bebas dari sumber penyakit

4. Limbah
Limbah industri adalah bahan sisa yang dikeluarkan akibat proses industri. Dalam
industri pengolahan hasil pertanian seperti pengolahan tebu dan kelapa sawit dihasilkan
bahan berupa limbah padat atau cair.Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa limbah
industri hasil pertanian dapat digunakan sebagai pupuk organik yang dapat memperbaiki
kesuburan dan produktivitas tanah.Pupuk organik sangat berguna untuk memperbaiki sifat-
sifat kimia, fisik, dan biologitanah.Pemberian pupuk organik dapat meningkatkan

Pengelolaan Bahan Organik 15


kandungan unsur hara makro dan mikro di dalam tanah yang sangat diperlukan oleh
tanaman. Pupuk organik juga dapat memperbaiki daerah perakaran sehingga memberikan
media tumbuh yang lebih baik bagi tanaman. Selain itu pupuk organik dapat meningkatkan
aktivitas mikroorganisme tanah yang sangat bermanfaat dalam penyediaan hara
tanaman.Pemanfaatan limbah industri sebagai pupuk dalam budidaya pertanian selain
berguna dalam mensubsitusi kebutuhan pupuk anorganik yang semakin mahal, juga dapat
menjadikan lingkungan lebih bersih dengan mengurangi tumpukan atau akumulasi limbah
di suatu tempat.
Limbah organik dari industri sering merupakan masalah lingkungan yang
menyulitkan dalam penangannannya. Sementara ada kemungkinan usaha untuk
pemanfaatan sebagai bahan pupuk. Perlu diingat bahwa watak limbah organik industri
sangat bervariasi dari limbah cair hingga kompos padat, sehingga sulit menyimpulkan nilai
khas komposisi hara limbahnya.Suatu kelompok limbah industri yang mempunyai potensi
untuk digunakan sebagai sumber hara untuk tanaman adalah limbah dari industri
pemrosesan makanan.Salah satu limbah yang bermanfaat dan dapat diolah menjadi pupuk
adalah limbah tahu.

Gambar 2. Limbah padat tandan kosong kelapa sawit

Dalam produksi tahu menghasilkan limbah baik berupapadat maupun cair. Limbah
padat dihasilkan dari hasil proses penyaringan dan penggumpalan, limbah ini sebagian
besar oleh para pembuat tahu diolah menjadi tempe gembus, dan pakan ternak ada pula
yang diolah menjadi tepung ampas tahu sebagai bahan baku pembuatan rotikering.
Sedangkan limbah cairnya dihasilkan dari proses perendaman, pencucian, perebusan,

Pengelolaan Bahan Organik 16


pengempresan dan pencetakan. Hampir dari seluruh proses ini menghasilkan limbah yang
berupa cair yang berakibat tingginya limbah cair tahu. Melimpahnya limbah cair yang
dihasilkan dari prosesproduksi menjadi salah satu alasan pengolahan limbah cair tahu
karena limbah cair tahu mengandung bahan-bahan organik yang masih sangat tinggi
seperti karbohidrat, protein, lemak, kalium dan sebagainya.Selain itu juga memiliki BOD
dan COD yang cukup tinggi.Jika limbah tersebut langsung dibuangmelalui saluran air
jelasakan mencemari lingkungan.Industri tahu memerlukansuatu pengolahan ataupun
pemanfaatan limbah yang bertujuan untuk mengurangi resiko pencemaran lingkungan
seperti pencemaran air dan udara (Kaswinarni, 2007).

5.Pupuk Kandang.
Pupuk kandang merupakan campuran kotoran padat, air kencing (urine) dan sisa
makanan (tanaman). Dengan demikian susunan kimianya tergantung dari:
(1) Jenis ternak
(2) Umur dan keadaan hewan
(3) Sifat dan jumlah amparan, dan
(4) Cara penyimpanan pupuk sebelum dipakai.
Hewan hanya menggunakan setengah dari bahan organik yang dimakan, dan
selebihnya dikeluarkan sebagai kotoran.Sebagian dari padatan yang terdapat dalam pupuk
kandang terdiri dari senyawa organik serupa dengan bahan makanannya, antara lain
selulosa, pati dan gula, hemiselulosa dan lignin seperti yang kita jumpai dalam humus
ligno-protein.Penyusun pupuk kandang yang paling penting adalah komponen hidup, yaitu
organisme tanah, pada sapi perah seperempat hingga setengah bagian kotoran hewan
merupakan jaringan mikrob (Brady, 1990).

2.3 Komposisi Bahan Organik


Komposisi atau susunan jaringan tumbuhan akan jauh berbeda dengan jaringan
binatang. Pada umumnya jaringan binatang akan lebih cepat hancur daripada jaringan
tumbuhan. Jaringan tumbuhan sebagian besar tersusun dari air yang beragam dari 60-90%
dan rata-rata sekitar 75%. Bagian padatan sekitar 25% dari hidrat arang 60%, protein 10%,
lignin 10-30% dan lemak 1-8%. Ditinjau dari susunan unsur karbon merupakan bagian
yang terbesar (44%) disusul oleh oksigen (40%), hidrogen dan abu masing-masing sekitar

Pengelolaan Bahan Organik 17


8%. Susunan abu itu sendiri terdiri dari seluruh unsur hara yang diserap dan diperlukan
tanaman kecuali C, H dan O.
Kadar unsur hara dalam biomassa leguminosa (kacangan) dan gramineae (padi-
padian) disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa biomassa
leguminosa mengandung unsur hara Ca dan N, juga unsur Mg, Na, P, S dan Cl yang lebih
tinggi dibandingkan gramineae. Hal ini menyebabkan tanaman kacang-kacangan lebih
banyak digunakan sebagai pupuk hijau dibandingkan padi-padian.

Tabel 1. Kadar rerata unsur hara dalam biomassa Leguminosa dan Gramineae
Leguminosa Gramineae
Unsur hara
% me 100g-1 % me 100g-1
K 1,13 29 1,54 39
Ca 1,47 73 0,33 16
Mg 0,38 32 0,21 17
Na 0,24 10 0,18 8
N 2,38 170 0,99 71
P 0,21 7 0,20 6
S 0,22 14 0,15 9
Cl 0,38 11 0,37 10
Sumber: Thompson dan Troeh (1978)
Secara umum biomassa hijauan terdiri dari 75% air dan 25% biomassa kering.
Menurut brady (1984), biomassa kering tersebut terdiri dari:
1. 60% Karbohidrat
2. 1-5% gula dan pati
3. 10-30% hemiselulosa
4. 20-50% selulosa
5. 10-30% lignin (rerata 25%)
6. 10% protein.
7. 1-8% (rerata 5%) lemak, lilin dan tannin

Secara kimiawi tersusun oleh 44% C, 8% H, 40% O dan 8% mineral.

Pengelolaan Bahan Organik 18


Karbohidrat (gula, selulosa dan hemilulosa), lemak (gliserida dan asam-asam lemak
seperti butirat, stearate dan oleat) dan lignin terutama tersusun dari C, H dan O; protein dan
juga oleh N, P, S, Fe dan lain-lain, sedangkan bagian mineralnya terdiri dari unsur hara
makro dan mikro esensial.
Menurut Alexander (1977), biomassa tersebut terdiri dari kelompok senyawa
organik dan 1 kelompok senyawa anorganik/mineral, yaitu:
1. Selulosa (15-60%)
2. Hemiselulosa (10-30%)
3. Lignin (5-30%)
4. Bagian larut air yang meliputi gula sederhana, asam-asam amino dan senyawa
organik sederhana lainnya (5-30%)
5. Eter dan senyawa-senyaw larut alkohol seperti lemak, minyak, lilin, resin dan
pigmen
6. Protein
7. Unsur-unsur mineral

Berdasarkan kemudahan perombakannya dalam proses dekomposisi, komponen


jaringan organik tanaman dibagi menjadi:
1. Mudah, yaitu selulosa, hemiselulosa, pati, gula, protein dan senyawa serupa
2. Sukar, yaitu lignin, minyak, lemak resin dan lain-lain.

2. Sisa Tanaman
Kandungan haranya sangat bervariasi tergantung dari jenis bahan tanaman (Tabel
2).
Tabel 2. Kandungan hara dalam tanaman
N P K Ca Mg Fe Cu Zn Mn B
Tanaman
% mg kg-1
Gandum 2,80 0,36 2,26 0,61 0,58 155 28 45 108 23
Jagung 2,97 0,30 2,39 0,41 0,16 132 12 21 117 17
Kacang 4,59 0,25 2,03 1,24 0,37 198 23 27 170 28
tanah
Kedelai 5,55 0,34 2,41 0,88 0,37 190 11 41 143 39

Pengelolaan Bahan Organik 19


Kentang 3,25 0,20 7,50 0,43 0,20 165 19 65 160 28
Ubi jalar 3,76 0,38 4,01 0,78 0,68 126 26 40 86 53
Sumber: Tan (1993)

3. Pupuk Hijau
Pupuk hijau merupakan tanaman yang sengaja ditanam sebagai sumber bahan
organik dan unsure hara. Tanaman pupuk hijau juga memiliki fungsi yang terkait dengan
konserasi tanah dan air. Sebagai sumber unsure hara, tetntu saja tanaman ini perlu
diketahui kadarnya.
Mucuna bracteata (MB) merupakan pupuk hijau yang saat ini banyak digunakan di
perkebunan kelapa sawit. Pupuk hijau MB mengandung Nitrogen (N) 3,71%, Phosfor (P)
0,38%, Kalium (K) 2,92%, Kalsium (Ca) 2,02%, Magnesium (Mg) 0,36%, C-organik
31,4% dan C/N 8,46 (Simamora dan Salundik, 2006).
Kirinyu merupakan tanaman pupuk hijau yang banyak digunakan oleh petani.
Tanaman ini mengandung C 50,4%, N 2,42%, P 0,26%, C/N 20,82, C/P 195,34, K 1,60%,
Ca 2,02% dan Mg 0,78% (Suntoro et al (2001).

4. Kompos
Kompos merupakan pupuk organik yang sering digunakan oleh banyak petani.
Komposisi kimia kompos beragam yang diantaranya dipengaruhi oleh bahan organik
sebagai bahan kompos. Berikut ini dikemukakan komposisi kimia beberapa kompos.
Kandungan hara kompos kulit tanduk kopi adalah N 0,82%, C-organik 52,4%,
P2O5 0,05%, K2O 0,84%, CaO 0,58%, MgO 0,86%, sedangkan kandungan hara kompos
kulit buah kopi adalah N 2,98%, C-organik 45,3%, P2O5 0,018%, K2O 1,22%, CaO
1,22% dan MgO 0,21% (Baon, dkk., 2005).
Hasil analisis beberapa kompos dengan bahan baku jerami, kaliandra, sayuran dan
campuran disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil analisis kompos yang berasal dari beberapa jenis bahan organik
No Jenis Kadar Ca Mg K Na Fe Mn Cu Zn NH4+ NO3-
Kompos Abu
% ppm

1. Jerami 42.40 0.25 0.14 1.37 0.29 383 276 11 5 234 7688

Pengelolaan Bahan Organik 20


2. Kaliandra 12.02 0.80 0.79 0.59 0.07 418 243 13 15 144 7750

3. Sayuran 32.13 0.93 0.62 1.28 0.37 1463 200 43 21 252 2170

4. Campuran 27.24 0.65 0.69 1.46 0.29 915 410 15 25 180 1426

5. Limbah
Pengolahan produk pertanian sering menghasilkan limbah yang kaya bahan
organik. Oleh karena itu limbah pertanian seperti itu dapat dijadikan sebagai sumber bahan
organik bagi tanah. Limbah pertanian yang dihasilkan dari pengolahan tandan buah segar
kelapa sawit adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Komposisi kimia TKKS adalah
C-organik 42,8%, N 0,80%, P 0,22%, K 2,90, C/N 53,5, Mg 0,30% (Darmosarkoro dan
Rahutomo, 2007).
Sisa tanaman merupakan sumber bahan organik yang penting mengingat
penyediaannya yang mudah karena dihasilkan insitu. Beberapa sisa tanaman yang
dihasilkan petani adalah tanaman serealia, jerami padi dan limbah kayu keras. Komposisi
ketiga sisa tanaman (limbah tersebut disajikan pada Tabel 4).

Tabel 4. Komposisi kimia serealia, jerami padi, dan kayu keras


Sifat kimia Serealia Jerami padi Kayu keras
Selulosa (%) 45-55 43-49 57
Hemiselulosa (%) 26-32 23-28 23
Lignin (%) 16-21 12-16 25
Abu (%) 2-9 15-20 1
Silika (%) 2-8 9-4 0,5

Limbah pertanian dari hasil pengolahan pisang kepok dapat dijadikan sebagai
sumber bahan organik bagi tanah. Komposisi kimia kulit pisang kapok adalah C-organik
6,19%; N-total 1,34%; P2O5 0,05%; K2O 1,48%; C/N 4,62; sedangkan limbah cair kulit
pisang kepok adalah C-organik 0,55%; N-total 0,18%; P2O5 0,043%; K2O 1,137%; C/N
3,06 (Nasution, 2013).

Pengelolaan Bahan Organik 21


6. Pupuk Kandang
Pupuk kandang merupakan pupuk organik yang sudah lama digunakan petani untuk
meningkatkan kesuburan tanah. Komposisi kimia beberapa pupuk kandang disajikan pada
Tabel 5.

Tabel 5. Persentase unsur hara makro dan mikro dari beberapa jenis pupuk kandang
Jenis hewan Unsur hara makro (%) Unsur hara mikro (%)
ternak N P K Ca Mg Mn Fe Cu Zn
Ayam 1,72 1,82 2,18 9,23 0,86 610 3475 160 501
Sapi 2,04 0,76 0,82 1,29 0,48 528 2597 56 239
Kambing 2,43 0,73 1,35 1,95 0,56 468 2891 42 291
Domba 2,03 1,42 1,61 2,45 0,62 490 2188 23 225
Sumber: Organik Vegetable Cultivation in Malaysia (2005)

2.4 Ringkasan
Sumber primer bahan organik adalah jaringan tanaman berupa akar, batang,
ranting, daun, dan buah. Sumber sekunder bahan organik adalah binatang/hewan (fauna).
Sumber bahan organik bagi tanah yang berasal dari tumbuhan/tanaman dapat berupa: sisa
(residu) tanaman, pupuk hijau, gulma, hasil pangkasan tumbuhan, sampah organik (Tandan
kosong kelapa sawit, solid), limbah organik PKS dan kompos. Sumber bahan organik yang
berasal dari hewan/binatang dapat berupa: pupuk kandang, kotoran binatang, bulu, tepung
tulang, tepung ikan, dan tepung darah.
Jaringan tumbuhan sebagian besar tersusun dari air yang beragam dari 60-90% dan
rata-rata sekitar 75%. Bagian padatan sekitar 25% dari hidrat arang 60%, protein 10%,
lignin 10-30% dan lemak 1-8%. Ditinjau dari susunan unsur karbon merupakan bagian
yang terbesar (44%) disusul oleh oksigen (40%), hidrogen dan abu masing-masing sekitar
8%. Komposisi kimia bahan organik tumbuhan beragam. Hal itu antara lain dipengaruhi
oleh jenis atau varietas, bagian dan umur tanaman (tumbuhan). Komposisi kimia bahan
organik yang berasal dari hewan/binatang juga beragam. Keragaman itu dipengaruhi jenis
dan umur hewan/binatang.

Pengelolaan Bahan Organik 22


2.5 Pertanyaan
Untuk mengevaluasi apakah materi yang telah disampaikan telah dikuasai oleh
mahasiswa, maka diajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Jelaskan sumber bahan organik yang dapat diaplikasikan ke dalam tanah?
2. Sebutkan komposisi beberapa sumber bahan organik
3. Jelaskan factor yang mempengaruhi komposisi bahan organik

2.6 Daftar Pustaka


Fatha, A. 2007. Pemanfaatan Zeolite Untuk Menurunkan BOD Dan COD Limbah
Tahu.Skripsi Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang. (Tidak dipublikasikan)
Kaswinarni, F. 2007. Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat Dan Cair Industri
Tahu. Tesis Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro. (Tidak
dipublikasikan)
Tan, K.H. 1993. Environmental Soil Science. Marcel Dekker. Inc. New York.

Thompson dan Troeh. 1987. Soils and Soil Fertilify. McGrwa-Hill Book Co. New York.
Hlm 347.

Pengelolaan Bahan Organik 23


III. DEKOMPOSISI DAN MINERALISASI
BAHAN ORGANIK

3.1 TIU dan TIK


Setelah mengikuti perkuliahan dengan topik dekomposisi dan mineralisasi
bahan organik diharapkan:
1. Mahasiswa mampu menyebutkan pengertian dekomposisi dan mineralisasi
bahan organik
2. Mahasiswa menjelaskan proses dekomposisi bahan organik dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya
3. Mahasiswa menjelaskan proses mineralisasi bahan organik dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya.

3.2 Pengertian Dekomposisi dan Mineralisasi Bahan organik


Kata dekomposisi berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu
decomposistion. Kata tersebut terdiri dari de dan composition. Composition
terjemahannya adalah penyusunan, bila diberi awalan de menjadi decomposition
berarti penguraian. Dengan demikian, secara etimologi dekomposisi berarti
penguraian. Namun pengertian dekomposisi dalam ilmu kimia atau ilmu tanah
adalah perubahan senyawa organik kompleks menjadi senyawa organik lebih
sederhana.
Senyawa organik kompleks yang menyusun tubuh mahluk hidup
diantaranya karbohidrat, lemak, protein, asam nukleat. Contoh karbohidrat yang
merupakan senyawa organik komplek adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignin.
Contoh lemak yang merupakan senyawa organik kompleks adalah….. Contoh
protein yang merupakan senyawa organik kompleks adalah ….
Mineralisasi kata serapan dari bahasa inggris Mineralization, yang berarti
pemineralan atau perubahan menjadi bahan mineral. Dengan demikian
mineralisasi dapat diartikan sebagai proses perubahan dari senyawa organik
(khususnya senyawa organik sederhana) menjadi senyawa anorganik.
Bahan organik merupakan bahan-bahan yang dapat diperbaharui, didaur
ulang, dirombak oleh bakteri-bakteri tanah menjadi unsur yang dapat digunakan

24
oleh tanaman tanpa mencemari tanah dan air.Bahan organik tanah merupakan
penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan binatang yang sebagian telah mengalami
pelapukan dan pembentukan kembali.Bahan organik demikian berada dalam
pelapukan aktif dan menjadi mangsa serangan jasad mikro.Sebagai akibatnya
bahan tersebut berubah terus dan tidak mantap sehingga harus selalu diperbaharui
melalui penambahan sisa-sisa tanaman atau binatang.
Dekomposisi merupakan suatu rangkaian proses yang disebabkan oleh
interaksi dari proses fragmentasi, perubahan kimia, serta peluluhan. Pada saat
bahan organik mulai mengalami proses dekomposisi, massabahan organik akan
mengalami penurunan secara eksponensial terhadap waktu. Sebagai contoh,
serasah daun teruraikan 30-70% dari massanya dalam tahun pertama dan sisanya
dalam lima hingga sepuluh tahun kemudian. Penurunan eksponensial dari
massabahan organik menandakan bahwa terdapat proporsi konstan yang terurai
setiap tahunnya.
Pemberian bahan organik ke dalam tanahakan diikuti serangkaian
prosesdekomposisi yang sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah dan
kesuburan tanah. Organisme heteromorfik di dalam tanah menghancurkan sisa-
sisa tanaman dan binatang dan menggunakan komponen organik sebagai sumber
makanan. Selama proses dekomposisi dan pencernaan komponen organik,
ekskresi yang dihasilkan selanjutnya menjadi makanan bagi organisme lainnya.
Ketika organisme yang terlibat dalamdekomposisi mati, mereka juga menjadi
sumber makanan dan ditambahkan pada cadangan makanan. Melalui proses
dekomposisi, pada kondisi aerobik campuran karbon inorganik dipecah dan
dilepas dalam bentuk CO2 (McLaren dan Cameron, 1996). Sisa-sisa tanaman
seperti serasah, ranting, potongan akar dan eksudat adalah sumber paling penting
bagi bahan organik tanah. Sisa-sisa sistem perakaran tanaman menyumbang
antara 60-70% dari input karbon. Sistem perakaran meliputi asam amino terlarut,
asam organik, karbohidrat, dan material tidak larut seperti sel-sel yang tidak
mudah pecah (Cresser et al., 1993).
Selulosa merupakan polimer sederhana terdiri dari glukosa yang
bertanggungjawab bagi lebih dari setengah dari karbon sisa-sisa tumbuhan,
diikuti oleh hemiselulosa (20%), lignin (18%) sisanya berupa protein dan asam

25
amino. Selulosa dipolimerisasi oleh mikroorganisme tertentu di dalam tanah
khususnya jamur (Trichoderma, Fusarium danAspergilus) dan sedikit bakteri
lainnya (Bacillus danPseudomonas). Dekomposisi dari selulosa pada kondisi
aerobik normalnya memproduksi CO2, sementara asam organik (asam asetat)
sering dihasilkan pada kondisi anaerobik (Cresser et al., 1993)adalah sebagai
berikut :
(a) Dekomposisi dan mineralisasi selulosa pada kondisi aerobik :
C6H12O6 + 6 O2 6CO2 + 6H2O + energi
(b) Dekomposisi selulosa pada kondisi anaerobik :
C6H12O6 2CH3CH2OH + 2CO2+ energi

Dekomposisi selulosa dikatalisir oleh enzim selulase yang merupakan


dekomposisi yang khas dari berbagai polimer organik di dalam tanah yang
bersifat spesifik, dimana akhirnya didepolimerisasi oleh enzim mikroba khusus
melepas unit-unit polimer yang lebih sederhana yang menjadi bahan bagi
kelompok-kelompok mikroorganisme tanah yang lebih luas. Proses dekomposisi
melibatkan enzim yang sederhana tidak bersifat khusus (Cresser et al., 1993).
Fase awal berlangsung cepat, dekomposisi berlangsung dalam satu tahun
yang mana kebanyakan dari sisa-sisa tanaman yang mudah terdekomposisi telah
dihancurkan.Selanjutnya berlangsung lebih lambat tetapi mantap, penghancuran
bahan humik yang lebih stabil yang lebih terlindung dari serangan mikroba yang
berlangsung cepat dan terus berlanjut (Cresser et al., 1993). Faktor utama yang
mempengaruhi proses dekomposisi bahan organik melalui aktifitas organisme
adalah kandungan oksigen dan kelembaban. Temperatur juga merupakan faktor
penting dalam proses dekomposisi bahan organik yang pengaruhnya juga melalui
aktifitas mikrobia. Selain itu faktor penting lainnya yang merupakan faktor
pembatas dalam dekomposisi bahan organik adalah nutrisi dan pH.Nutrisi,
khususnya karbon dan nitrogen merupakan unsur esensial yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan aktifitas mikroba, sedangkan karbon dibutuhkan sebagai
sumber energi, dan nitrogen diperlukan untuk pembentukan sel (Cambardella dan
Elliot, 1993).

26
3.3 Faktor yang Mempengaruhi Dekomposisi Bahan Organik
Faktor yang mempengaruhi proses dekomposisi atau laju dekomposisi bahan
organik dapat dikelompokan ke dalam 3, yaitu: 1). Kualitas bahan organik yang akan
didekomposisi, 2). Mahluk hidup yang akan melakukan dekomposisi (dekomposer),
dan 3). Faktor lingkungan.

3.3.1 Kualitas Bahan Organik


Kualitas bahan organik sering dikaitkan dengan kemudahannya untuk
didekomposisi. Bahan organik yang sukar terdekomposisi digolongkan sebagai
bahan organik berkualitas rendah, sebaliknya yang mudah terdekomposisi
digolongkan sebagai bahan organik berkualitas tinggi. Kemudahan bahan organik
terdekomposisi ditentukan oleh nisbah C/N nya. Oleh sebab itu, kualitas bahan
organik ditentukan oleh nisbah C/N. Bahan organik yang memiliki nisbah C/N tinggi
disebut bahan organik berkualitas rendah, sedangkan yang bernisbah C/N rendah
disebut bahan organik berkualitas tinggi. Bila bahan organik memiliki nisbah C/N
diantara keduanya disebut bahan organik berkualitas sedang.
Bahan organik secara umum dibedakan atas bahan organik yang relatif sukar
dan yang lebih mudah didekomposisi. Bahan organik yang sukar terdekomposisi
karena disusun oleh senyawa siklik yang sukar diputus atau dirombak menjadi
senyawa yang lebih sederhana, termasuk di dalamnya adalah bahan organik yang
mengandung senyawa lignin, minyak, lemak, dan resin yang umumnya ditemui pada
jaringan tumbuh-tumbuhan. Bahan organik yang mudah didekomposisikan karena
disusun oleh senyawa orgnik sederhana yang terdiri dari senyawa organik alifatik,
termasuk di dalamnya adalah disakarida, asam amino dan protein.
Beberapa contoh bahan organik yang sukar terdekomposisi adalah jerami
jagung dan padi, sabut kelapa, tandan kosong kelapa sawit. Beberapa contoh bahan
organik yang lebih mudah didekomposisi adalah sisa (residu) tanaman kacang-
kacangan seperti kacang tanah, kedelai, kacang hijau; pupuk hijau seperti
CalopogoniumSp.,CentrosemaSp., PuerariaSp., MucunaSp.,GlirisidiaSp., dan lain-
lain.

3.3.2 Dekomposer
Proses dekomposisi melibatkan biota yang disebut pendekomposisi atau
dekomposer. Seringkali disebutkan bahwa dekomposer adalah mikroba atau

27
mikroorganisme. Hal itu tidak salah, walaupun sebenarnya makro dan meso
organisme juga terlibat dalam proses dekomposisi.
Makro organisme seperti makrofauna berperan dalam menghaluskan bahan
organik, dan di dalam pencernaannya terdapat mikroba yang melakukan kegiatan
dekomposisi. Beberapa contoh makro fauna yang terlibat dalam proses dekomposisi
bahan organik seperti Formicidae, Rhinothermidae, Blattidae, Geophilidae,
Carabidae, dan Salticidae (Hapsoh dan Wawan, 2017). Meso organisme seperti
meso fauna berperan dalam proses penghalusan bahan organik, dlam pencernaannya
juga terdapat mikroba yang terlibat dalam proses dekomposisi. Beberapa contoh
meso fauna yang terlibat dalam kegiatan dekomposisi bahan organik
sepertiCollembola, Coleopthera, Acarina, dan Mesostigmata (Hapsoh dan Wawan,
2017).

3.3.3 Faktor Lingkungan


Faktor lingkungan merupakan faktor yang mempengaruhi dekomposisi yang
tidak kalah pentingnya. Beberapa faktor lingkungan yang telah diketahui
mempengaruhi dekomposisi adalah kadar air atau kelembaban bahan, oksigen, pH,
unsur hara, suhu, aksesibilitas dan kadar liat. Berikut ini diuraikan peran faktor-
faktor yang mempengaruhi dekomposisi bahan organik:
1. Kadar air atau kelembaban bahan
Dekomposer mengalami kondisi paling produktif dalam kondisi lembab
yang hangat (pasokan oksigen yang cukup tersedia) kondisi yang menyebabkan
tingkat dekomposisi yang tinggi pada hutan tropis. Tingkat dekomposisi
umumnya mengalami penurunan pada kelembaban tanah yang kurang dari 30
sampai 50% dari massa kering dikarenakan penurunan ketebalan dari lapisan
lembab pada permukaan tanah yang menyebabkan penurunan kecepatan difusi
substrat oleh mikroba.
Proses dekomposisi juga mengalami penurunan pada kadar kelembaban
tanah yang tinggi (misalnya lebih besar dari 100 hingga 150% dari massa kering).
Pada kasus batangan pohon kayu yang membusuk, terdapat lingkungan mikro
yang unik dan umumnya memiliki kadar air yang tinggi. Hal ini menyebabkan
tingkat laju dekomposisi batangan pohon ini menjadi terbatasi (dipengaruhi oleh
jumlah pasokan oksigen).Tingkat dekomposisi batangan kayu umumnya

28
mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya diameter batang tersebut
karena ukuran batangan besar umumnya memiliki lebih banyak uap air dan lebih
sedikit oksigen.

2. Oksigen
Oksigen merupakan sumber utama untuk proses respirasi (pembakaran
atau oksidasi) mikroorganisme. Mikroorganisme heterotrofik memanfaatkan
oksigen untuk dekomposisi bahan organik sebagai sumber energi.

3. pH
Proses dekomposisi terjadi lebih cepat pada kondisi netral daripada
kondisi asam. Peningkatan secara menyeluruh di tingkat dekomposisi pada pH
yang lebih tinggi mungkin mencerminkan adanya kompleksitas interaksi antar
faktor, termasuk perubahan dalam komposisi spesies tumbuhan dan terkait
dengan perubahan dalam kuantitas dan kualitas sampah. Terlepas dari penyebab
perubahan keasaman dan komposisi jenis tanaman yang terkait, pH rendah
cenderung dikaitkan dengan tingkat dekomposisi yang rendah.

4. Unsur hara
Bahan organik berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap
ketersediaan hara.Bahan organik secara langsung merupakan sumber hara N, P,
S, unsur mikro maupun unsur hara esensial lainnya. Secara tidak langsung bahan
organik membantu menyediakan unsur hara N melalui fiksasi N2 dengan cara
menyediakan energi bagi bakteri penambat N2, membebaskan fosfat yang
difiksasi secara kimiawi maupun biologi dan menyebabkan pengkhelatan unsur
mikro sehingga tidak mudah hilang dari zona perakaran.

5. Suhu
Temperatur mempengaruhi proses dekomposisi secara langsung dengan
meningkatkan aktivitas mikroba dan secara tidak langsung dengan mengubah
kelembaban tanah serta kuantitas dan kualitas masukan bahan organik ke dalam
tanah. Meningkatnya suhu menyebabkan peningkatan eksponensial dalam proses
respirasi mikroba pada rentang temperatur yang luas mempercepat mineralisasi
karbon organik menjadi CO2. Keadaan temperatur yang tinggi secara terus
menerus menyebabkan proses dekomposisi berlangsung dengan lebih cepat.

29
Temperatur juga memiliki banyak efek tidak langsung terhadap proses
dekomposisi.Temperatur tinggi mengurangi kelembaban tanah dengan
meningkatkan proses evaporasi dan transpirasi. Stimulasi aktivitas mikroba oleh
temperatur yang hangat juga menginisiasikan serangkaian perputaran umpan
balik (feedback-loop) yang mempengaruhi proses dekomposisi.
Disisi lain, pelepasan nutrisi oleh proses dekomposisi pada temperatur
tinggi meningkatkan kuantitas dan kualitas sampah yang dihasilkan oleh tanaman
mengubah substrat yang tersedia untuk dekomposisi. Temperatur yang tinggi juga
meningkatkan tingkat pelapukan kimia, yang dalam jangka pendek menyebabkan
peningkatan pasokan nutrisi. Sebagian besar efek tidak langsung dari temperatur
menyebabkan terjadinya peningkatan respirasi tanah pada suhu yang hangat dan
memberikan kontribusi pada proses dekomposisi yang lebih cepat (diamati pada
kondisi iklim hangat).

6. Aksesibilitas (gangguan pada tanah)


Gangguan pada tanah berpengaruh pada peningkatan dekomposisi dengan
mempromosikan proses aerasi serta mengekspos permukaan baru untuk proses
penyerangan oleh mikroba. Mekanisme dimana proses gangguan ini merangsang
terjadinya dekomposisi pada dasarnya sama pada semua skala; mulai dari
pergerakan cacing di dalam tanah sampai proses pengolahan tanah pada bidang
pertanian. Peristiwa proses ini pada hakikatnya mengganggu agregat tanah
sehingga bahan organik yang terkandung di dalamnya menjadi lebih terbuka
terhadap oksigen dan kolonisasi oleh mikroba. Dampak gangguan pada tanah ini
yang paling menonjol terlihat pada keadaan tanah basah yang hangat dimana
proses aerasi yang telah meningkat ini besar pengaruhnya terhadap proses
dekomposisi.

7. Liat (mineral lempung)


Mineral lempung (liat) dapat mengurangi tingkat dekomposisi terhadap
bahan organik tanah, sehingga dapat meningkatkan kandungan organik tanah.
Lempung mengubah lingkungan fisik tanah dengan meningkatkan kapasitas
pegang air (water holding capacity). Hal ini mengakibatkan terjadinya
pembatasan suplai oksigen yang dapat mengurangi tingkat dekomposisi pada
tanah lempung basah. Bahkan pada kelembaban tanah yang sedang, mineral

30
lempung dapat meningkatkan akumulasi bahan organik dengan: mengikat bahan
organik tanah; mengikat enzim mikroba; dan mengikat produk aktivitas
eksoenzim terlarut. Dapat dikatakan, efek akhir dari pengikatan yang dilakukan
oleh mineral lempung ini adalah perlindungan materi organik tanah dan
pengurangan tingkat dekomposisi.

3.4 Proses Dekomposisi Bahan Organik


Proses dekomposisi dapat berlangsung melalui beberapa mekanisme: 1).
bahan organik seperti serasah dedaunan bila kondisi lembab bisa langsung
diserang jamur dan mengalami dekomposisi, walaupun hanya sebagian, 2) bahan
organik dikonsumsi oleh makro atau meso fauna, seteah melalui proses
pencernaan keluar dalam bentuk kotoran dan bahan organik telah terdekomposisi,
3) bahan organik yang telah terdekomposisi sebagian (poin 1) dikonsumsi oleh
makro atau mesofauna dan mengalami proses dekomposisi lebih lanjut, bahkan
mengalami mineralisasi. 4). Bahan organik yang telah dikonsumsi oleh makro
dan meso fauna dan dikeluarkan berupa kotoran dapat diserang oleh mikroba
nuntuk didekomposisi lebih lanjut, bahkan dimineralisasi.
Penggunaan bahan organik telah terbukti banyak meningkatkan pertumbuhan
tanaman.Hasil penelitian Duong et al. (2006) yang memberikan kompos berupa
jerami pada tanaman padi sudah memberikan pengaruh setelah 30 hari diaplikasikan.
Selain itu, juga ditemukan dampak positif lain seperti meningkatkan ketersediaan
makro dan mikronutrien bagi tanaman (Aguilar et al., 1997). Bahan organik yang
berasal dari sisa tanaman mengandung bermacam-macam unsur hara yang dapat
dimanfaatkan kembali oleh tanaman jika telah mengalami dekomposisi dan
mineralisasi. Sisa tanaman ini memiliki kandungan unsur hara yang berbeda
kualitasnya tergantung pada tingkat kemudahan dekomposisi serta
mineralisasinya.Unsur hara yang terkandung dalam sisa bahan tanaman baru bisa
dimanfaatkan kembali oleh tanaman apabila telah mengalami dekomposisi dan
mineralisasi. Menurut Brady (1990), gula dan protein sederhana adalah bahan yang
mudah terdekomposisi, sedangkan lignin yang akan lambat terdekomposisi.
Kemudahan dekomposisi bahan organicberkaitan erat dengan nisbah kadar hara.
Secara umum, makin rendah nisbah antara kadar C dan N di dalam bahan
organik, akan semakin mudah dan cepat mengalami dekomposisi. Oleh karena

31
itu, untuk mempercepat dekomposisi bahan organik yang memiliki nisbah C dan
N tinggi sering ditambahkan pupuk nitrogen dan kapur untuk memperbaiki
perbandingan kedua hara tersebut serta menciptakan kondisi lingkungan yang
lebih baik bagi dekomposer. Selain itu, kandungan bahan juga mempengaruhi
proses pengomposan.
Selama proses dekomposisi bahan organik, terjadi immobilisasi dan
mobilisasi (mineralisasi) unsur hara. Immobilisasi adalah perubahan unsur hara dari
bentuk anorganik menjadi bentuk organik yaitu terinkorporasi dalam biomassa
organisme dekomposer, sedangkan mineralisasi terjadi sebaliknya. Kedua kegiatan
ini tergantung pada proporsi kadar hara dalam bahan organik. Immobilisasi nitrogen
secara netto terjadi bila nisbah antara C dan N bahan organik lebih dari 30,
sedangkan mineralisasi netto terjadi bila nisbahnya kurang dari 20.Jika nisbahnya
antara 20 hingga 30 maka terjadi kesetimbangan antara mineralisasi dan
immobilisasi. Immobilisasi dan mineralisasi tidak hanya terjadi pada unsur nitrogen,
tapi juga terjadi pada unsur lain. Pada saat terjadi immobilisasi tanaman akan sulit
menyerap hara karena terjadi persaingan dengan dekomposer. Oleh karena itu,
pemberian pemberian bahan organik perlu memperhitungkan kandungan hara dalam
bahan organik tersebut. Bahan organik yang memiliki nisbah C dan N rendah, lebih
cepat menyediakan hara bagi tanaman, sedangkan bila bahan organik memiliki
nisbah C dan N yang tinggi akan mengimmobilisasi hara sehingga perlu
dikomposkan terlebih dahulu.
Proses dekomposisi bahan organik dilaksanakan oleh berbagai kelompok
mikroorganisme heterotropik, seperti bakteri, fungi, aktinomisetes, dan protozoa
(Sutanto, 2002).Organisme tersebut mewakili jenis flora dan fauna tanah. Selama
proses dekomposisi berlangsung, terjadi perubahan secara kualitatif dan
kuantitatif. Pada tahap awal proses dekomposisi, akibat perubahan lingkungan
beberapa spesies flora menjadi aktif dan berkembang dalam waktu relatif singkat,
kemudian menurun untuk memberikan kesempatan pada jenis lain untuk
berkembang. Pada minggu kedua dan ketiga, kelompok yang berperan aktif
dalam proses pengomposan adalah bakteri 106-107, bakteri amonifikasi (104),
bakteri proteolitik (104), bakteri pektinolitik (103), dan bakteri penambat nitrogen
(103). Mulai hari ketujuh, kelompok mikroba meningkat jumlahnya dan setelah
hari ke-14 terjadi penurunan, kemudian meningkat kembali pada minggu

32
keempat.Mikroorganisme yang berperan adalah selulopatik, lignolitik, dan fungi
(Sutanto, 2002).

3.5 Faktor yang Mempengaruhi Mineralisasi bahan organik


Mineralisasi bahan organik adalah proses peruraian bahan organik
menjadi unsur lain yang diperlukan dalam pertumbuhan tanaman. Faktor yang
berpengaruh dalam proses mineralisasi bahan organik adalah:
a. Tingkat kelembaban sedang
b. Aerasi tanah baik
c. Temperatur udara optimal, dan
d. Reaksi tanah netral sampai agak alkalin (pH 6,5 – 7,5)
Ketahanana senyawa organik terhadap proses peruraian: gula, pati, protein
< kompleks protein, pectin, hemiselulosa < selulosa < lignin, lilin < tannin.

Nisbah C/N digunakan sebagai indeks mudah tidaknya bahan organik


mengalami peruraian dan juga indicator kegiatan biologi tanah.kegiatan mikroba
dibatasi oleh keterbatasan N-protein untuk metabolism.

C/N >25 : tingkat mineralisasi rendah, sumber N di dalam tanah mengalami


immobilisasi oleh mikroorganisme, fiksasi N terjadi sementara

C/N <20 :nitrogen mengalami proses mineralisasi, mikroorganisme mati


maka peruraian menjadi unsur lain yang sederhana.

3.6 Proses Mineralisasi Bahan Organik


Mineralisasi merupakan proses yang bertanggungjawab padaketersediaan
unsur hara seperti N dalam tanah. Mineralisasi adalah proses bahan organik
menjadi senyawa anorganikyang melibatkan kerja enzim untuk
menghidrolisissenyawa organik. Dalam proses mineralisasi, mikroorganisme
memanfaatkan senyawa karbon dalam bahan organik untuk memperoleh energi
dengan hasil sampingan berupa CO2. Hal ini yang menyebabkan selama
mineralisasi, kadar C bahan organik akan berkurang sehingga nisbah C/N
semakin rendah.
Laju mineralisasi N organik menjadi N anorganik merupakan faktor
penting dalam menentukan ketersediaan N dalam tanah. Proses mineralisasi N

33
terdiri atas aminisasi (protein menjadi R-NH2), amonifikasi (R-NH2 menjadi
NH4+) dan nitrifikasi (NH4+menjadi NO3-) (Benbi dan Richter, 2002).

34
3.7 Ringkasan
Dekomposisi merupakan suatu perubahan senyawa organik kompleks
menjadi senyawa organik lebih sederhana, sedangkan mineralisasi adalah sebagai
proses perubahan dari senyawa organik menjadi senyawa anorganik. Dekomposisi
bahan organik dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kualitas bahan organik,
dekomposer, dan faktor lingkungan (kadar air, pH, suhu, unsur hara, oksigen,
aksesibilitas, dan liat). Proses dekomposisi berlangsung pada saat bahan organik
berada pada kondisi lembab sehingga diserang jamur dan mengalami
dekomposisi. Mineralisasi senyawa organik dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti kelembaban, aerasi tanah, temperatur, dan pH. Proses mineralisasi terjadi
pada senyawa organik yang terhidrolisis dengan bantuan enzim menjadi senyawa
anorganik.

3.8 Pertanyaan
1. Jelaskan apa yang dimaksud dekomposisi?
2. Sebut dan jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi bahan
organik?
3. Jelaskan proses dekomposisi bahan organik?
4. Jelaskan apa yang dimaksud mineralisasi?
5. Sebut dan jelaskan factor-faktor yang mempengaruhi mineralisasi bahan
organik?
6. Jelaskan proses mineralisasi bahan organik?

3.8 Daftar Pustaka


Aguilar, J., M. Gonzalez, and I. Gomez. 1997. Microwaves as an energy source
for producing magnesia-alumina spinel. Journal of the Microwave
Power an Electromagnetic Energy 32(2):74-79.
Benbi, D.K, and J. Richter. 2002. A critical review of some approaches to
modeling nitrogen mineralization. Biol Fertil Soils. 35:168–183
Brady, N.C. 1990. The Nature and Properties of Soil. Mac Millan Publishing
Co., New York.
Cambardella, C. A and Elliot, E. T. (1993). Carbonand nitrogen distribution in
aggregates fromcultivated and native grassland soils. Soil Science
Society of America Journal 57: 1071 – 1076

35
Cresser, M., Killham, K., and Adwards, T. 1993. Soil Chemistry and Its
Applications, Cambridge Environmental Chemistry Series 5, p. 122,
Cambridge University Press, Cambridge
Duong Nguyen Khang, and Wiktorsson, H. 2006. Performance of growing
heifers fed urea treated fresh rice straw supplemented with fresh,
ensiled or pelleted cassava foliage. Livest. Sci., 102: 13
Hapsoh dan Wawan. 2017. Potensi Kebakaran dan Pertumbuhan Tanaman
kelapa Sawit di Lahan Gambut yang Ditumbuhi LCC Mucuna
bracteata. Laporan Akhir Penelitian Guru Besar LPPM Universitas Riau,
Pekanbaru.
McLaren, R. G., Cameron, K. C. Dr. 1996. Soil science : sustainable production
and environmental protection. Oxford University Press, Oxford
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik: Pemasyarakatan &
pengembangan. Kanisus, Yogyakarta. 219 hlm.

36
IV. SENYAWA HUMIK DAN GENESISNYA

4.1 TIU dan TIK


Setelah mengikuti perkuliahan dengan topik senyawa humik dan genesisnya
diharapkan:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian senyawa humik
2. Mahasiswa mampu menjelaskan karakteristik senyawa humik
3. Mahasiswa mengetahui proses pembentukan senyawa humik
4. Mahasiswa mampu menjelaskan peranan senyawa humik dalam tanah

4.2 Pengertian dan Rumus Bangun Senyawa Humik


Berawal sekitar 60 tahun yang lalu, Lydia Khristeva seorang peneliti dari
Universitas Kherson USSR, berhasil menghasilkan asam humus (humid acid) dari
tanah biasa, dan kemudian disiramkan pada tanaman. Ternyata pertumbuhan tanaman
tersebut meningkat pesat disertai dengan pembentukan sistem akar yang kuat. Untuk
pertama kali aktifitas biologi humate ditemukan. Lydia Khristeva mendedikasikan
seluruh hidupnya untuk meneliti humate. Kemudian penelitian tersebut
ditindaklanjuti oleh peneliti-peneliti dari negara lain seperti Uzbekistan,
Cekoslovakia, Italia, Amerika dan lain-lain.
Zat aktif dalam humus yang berperan terhadap kesuburan tanah adalah
senyawa Asam Humik (Humic Acid) dan Asam Fulvik (Fulvic Acid). Senyawa-
senyawa tersebut adalah zat organik yang stabil dan merupakan hasil akhir dari
proses dekomposisi bahan organik. Asam Humik dan Asam Fulvik berbeda dengan
zat organik yang terkandung dalam bahan organik lain seperti kompos dan pupuk
kandang yang umumnya berupa zat organik yang mudah terurai oleh mikroba tanah
dan akhirnya akan habis. rumus bangun senyawa humik disajikan pada Gambar 3.
Asam Humik adalah zat organik yang memiliki struktur molekul kompleks
dengan berat molekul tinggi (makromolekul atau polimer organik) yang mengandung
gugus aktif. Di alam, Asam Humik terbentuk melalui proses fisika, kimia, dan biologi
dari bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan maupun hewan melalui proses
humifikasi. Oleh karena strukturnya terdiri dari campuran senyawa organik alifatik
36
dan aromatik (diantaranya ditunjukkan dengan adanya gugus aktif asam karboksilat
dan quinoid), maka Asam Humik memiliki kemampuan untuk merangsang dan
mengaktifkan proses biologi dan fisiologi pada organisme hidup di dalam tanah.
Sementara itu Asam Fulvik memiliki rantai polimer lebih pendek, mengandung unsur
oksigen lebih banyak, dan dapat larut dalam semua rentang pH sehingga bersifat
lebih reaktif.

Gambar 3. Rumus bangun senyawa humik

37
Gambar 4. Rumus bangun senyawa humik

Gugus fungsional yang terdapat pada senyawa humik meliputi karboksilat,


OH fenolat, OH-alkoholat, dan amin. Gugus fungsional yang terdapat pada senyawa
humik dapat dilihat pada Gambar 5.

38
Gambar 5. Gugus fungsional yang terdapat pada senyawa humik

Beberapa sifat penting lain dari Asam Humik dan Asam Fulvik yang
berhubungan dengan perannya dalam memperbaiki kondisi tanah dan pertumbuhan
tanaman adalah Kapasitas Tukar Kation (Cation Exchange Capacity) yang tinggi,
memiliki kemampuan mengikat air (Water Holding Capacity) yang besar, memiliki
sifat adsorpsi, sebagai zat pengompleks (Chelating/Complexing Agent), dan
kemampuan untuk mengikat (fiksasi) polutan dalam tanah.
Asam Humik dapat dipergunakan untuk meningkatkan produktivitas dan
kualitas tanaman pada sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan; untuk
meningkatkan kesuburan tanah dan memperbaiki sifat fisika-kimia pada lahan kritis;
dan dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik sehingga dapat mengurangi
dampak terhadap lingkungan dan menguntungkan secara ekonomi.

39
4.3 Karakteristik Senyawa Humik
Senyawa humik utama terdiri dari asam humik, asam fulvik dan asam humin.
Karakteristik senyaawa humik (asam humik, asam fulvik dan asam humin) disajikan
pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6 dapat dinyatakan bahwa karakteristik asam
humik berbeda dengan asam fulvik dan asam humin. Asam humik memiliki berat
molekul lebih tinggi dibanding asam fulvik, dan kelarutan asam humik lebih rendah
dibanding asam fulvik.
Senyawa humik terdiri atas makromolekul aromatik kompleks asam amino,
peptida, termasuk juga ikatan antar kelompok aromatik yang juga terdiri atas fenolik
OH bebas, struktur quinon, nitrogen dan oksigen pada cincin aromatik. Kandungan
asam humat tanah yaitu C, H, N, O, S dan P serta unsur lain seperti Na, K, Mg, Mn,
Fe dan Al (Ardianto, 2009). Ardianto (2009) menambahkan kandungan asam humik
yaitu 56,2 % C, 35,5 % O, 47 % H, 3,2 % N dan 0,8 % S. Asam humat mengandung
0,6 – 1,1 % S dan 0,2 - 3,7 % P. (Orlov, 1985).

Tabel 6. Karakteristik Asam Humik, Asam Fulvik dan Asam Humin


Fulvat Humik Humin
Polimerisasi Rendah Sedang Tinggi
Berat ekuivalen < 100 150-300 >300
Warna Kuning-coklat Cokelat-hitam Hitam
%C 45-50 60 >60
%N 0,5-2,0 3-8
Keasaman Tinggi Rendah
Jerapan air dan ion Sedikit Banyak Sedikit
Mobilitas Tinggi Sedang Rendah
Asal proses Kimia Biologi Perkembangan
fulvik dan humik
Ditemukan di tanah Asam, miskin hara, Agak asam-netral, Pada semua jenis
kegiatan biologi kaya hara, kegiatan tanah
rendah biologi tinggi
Kelarutan pada Alkali (dingin) + + -
Air + - -
Alkohol + - -
Bromida + - -
Pengendapan _ + -
dengan larutan
asam

40
4.4 Pembentukan Senyawa Humik
Menurut Tan (1993) proses pembentukan bahan humat merupakan hasil dari
transformasi sisa-sisa bahan organik yang disebut dengan proses humifikasi.
Humifikasi merupakan kombinasi proses-proses transformasi bahan organik yang
menghasilkan asam humik dan asam fulvik.
Ada 4 teori/cara pembentukan senyawa humik yang dikenal saat ini, yaitu
Teori Polifenol, Teori Lignin, Teori Quinon dan Teori Gula Amin. Keempat cara
pembentukan senyawa humik tersebut diatas terjadi secara besamaan/simultan
didalam tanah dengan kecepatan dan urutan kepentingan yang berbeda (dominasinya
berbeda). Cara lignin dominan pada tanah yang berdrainase buruk (rawa), teori
polifenol dominan pada hutan (yang berdrainase baik) dan Cara gula-amin dominan
pada tanah dengan fluktuasi suhu, kelembaban dan radiasi yang sering dan besar
(deltanya besar). Empat cara pembentukan senyawa humik secara skematis disajikan
pada Gambar 6.

Gambar 6. Empat cara pembentukan senyawa humik

Pembentukan senyawa humik menurut teori Polifenol secara skematis


disajikan pada Gambar….

41
Gambar 7.
Pembentukn senyawa humik menurut teori Lignin seara skematis disajikan
pada Gambar 8.

Gambar 8. Pembentukan senyawa humik menurut Teori Lignin


Asam humik berperan sebagai bahan pembenah tanah, sehingga
keberadaannya dapat mempengaruhi kesuburan tanah baik secara fisik, kimia, dan
biologi yang bereaksi di dalam tanah. (Tan, 1993). Salah satu peranan asam humat
dalam peningkatan kesuburan tanah yaitu asam humat mampu meningkatkan
kapasitas tukar kation. (Tan, 1993).
42
Peningkatan kesuburan tanah tersebut menambah kemampuan tanah untuk
menahan unsur-unsur hara atau atau nutrisi. Senyawa humat membentuk kompleks
dengan unsur mikro sehingga melindungi unsur tersebut dari pencucian oleh hujan.
Unsur N, P, dan K diikat dalam bentuk organik atau dalam tubuh mikroorganisme
sehingga dapat dipertahankan dan sewaktu-waktu dapat diserap tanaman, sehingga
dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia (Tan, 1993).

4.5 Peranan Senyawa Humik dalam Tanah


Humid acid yang terkandung dalam humate bermanfaat untuk meningkatkan
kesuburan tanah. Peranan humic acid bagi tanah adalah kaitannya dengan perubahan
sifat-sifat tanah, yaitu sifat fisika, biologi dan kimia tanah.

1. Pengaruh humic acid pada sifat fisika tanah

• Humic acid mempunyai kemampuan arbsorsi air sekitar 80-90%. Sehingga


pergerakan air secara vertikal (infiltrasi) semakin meningkat dibanding secara
horisontal, berguna untuk mengurangi resiko erosi pada tanah. Selain itu juga
meningkatkan kemampuan tanah menahan air.
• Humic acid berperan sebagai granulator atau memperbaiki struktur tanah.
Terjadi karena tanah mudah sekali membentuk kompleks dengan humid acid ,
terjadi karena meningkatnya populasi mikroorganisme tanah, diantaranya
adalah jamur, cendawan dan bakteri. Karena humic acid digunakan sebagai
penyusun tubuh dan sumber energinya. Cendawan tersebut mampu
menyatukan butir tanah menjadi agregat. Sedangkan bakteri berfungsi sebagai
semen yang menyatukan agregat, sementara jamur dapat meningkatkan fisik
dari butir-butir prima. Hasilnya adalah tanah yang lebih gembur berstruktur
remah dan relatif lebih ringan.
• Meningkatkan aerasi tanah akibat dari bertambahnya pori tanah (porositas)
akibat pembentukan agregat. Udara yang terkadung dalam pori tanah tersebut
umumnya didominasi oleh gas-gas O2, N2, dan CO2. Hal ini penting bagi
pernapasan (respirasi) mikroorganisme tanah dan akar tanaman.

43
• Menggelapkan warna tanah menjadi semakin coklat kehitaman, sehingga
meningkatkan penyerapan radiasi sinar matahari yang akan meningkatkan
suhu tanah menjadi lebih hangat.

2. Pengaruh humic acid pada sifat kimia tanah

• Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK). Peningkatan tersebut menambah


kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara atau nutrisi. Humic acid
membentuk kompleks dengan unsur mikro sehingga melindingi unsur tersebut
dari pencucian oleh air hujan. Unsur N,P, dan K diikat dalam bentuk organik
atau dalam tubuh mikroorganisme sehingga dapat dipertahankan dan sewaktu-
waktu dapat diserap oleh tanaman. Sehingga dapat meningkatkan efisiensi
penggunaan pupuk kimia.
• Humic acid mampu mengikat logam berat (membentuk senyawa khelate)
kemudian mengendapkannya sehingga mengurangi keracunan tanah.
• Meningkatkan pH tanah asam akibat penggunaan pupuk kimia yang terus
menerus. Terutama tanah yang banyak mengandung alumunium. Karena
humic acid mengikat Al sebagai senyawa kompleks yang sulit larut dalam air
(insoluble) sehingga tidak dapat terhidrolisis
• Ikatan kompleks yang terjadi antara humic acid dengan Fe dan Al merupakan
antisipasi terhadap ikatan yang terjadi antara unsur P (phosphorus) dengan Al
dan Fe, sehingga unsur P dapat terserap secara maksimal oleh tanaman.

3. Pengaruh humic acid pada sifat biologi tanah

• Akibat pengaruh humic acid terhadap sifat fisika dan kimia tanah, sehingga
menciptakan situasi tanah yang kondusif untuk menstimulasi perkembangan
mikroorganisme tanah yang berfungsi dalam proses dekomposisi yang
menghasilkan humus (humification).
• Aktifitas mikroorganisme di atas tanah akan menghasilkan hormon-hormon
pertumbuhan seperti auxin, sitokinin, dan giberillin.

44
Auxin, berfungsi :

• Merangsang proses perkecambahan biji ;


• Memacu proses terbentuknya akar dan pertumbuhannya ;
• Merangsang pucuk tanaman dan akar yang tak mau berkembang menjadi
mampu berkembang kembali.

Sitokinin, berfungsi :

• Memacu pembelahan dan pembesaran sel sehingga mampu memacu


pertumbuhan ;
• Merangsang pembentukan tunas-tunas baru ;
• Mencegah kerusakan pada hasil panenan,sehingga lebih awet.

Giberilin, berfungsi :

• Meningkatkan pembungaan dan pembuahan ;


• Meningkatkan prosentase jadinya bunga dan buah;
• Mengurangi kerontokan bunga dan buah ;
• Mendorong partenokarpi atau pembuahan tanpa proses penyerbukan.

MANFAAT HUMIC ACID BAGI TANAMAN


Humate bermanfaaat untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Terdapat dua proses penting yaitu:

1. Peningkatan energi sel tanaman dan sebagai hasilnya adalah intensifikasi


proses pertukaran ion. Sehingga mempercepat pertumbuhan sistem akar dan
membuat akar lebih panjang.
2. Peningkatan penetrasibilitas (kemampuan penyerapan) membran sel tanaman.
Memudahkan nutrisi untuk terserap ke dalam sel serta mempercepat proses
pernapasan (respirasi) tanaman.
Pembentukan sistem akar yang kuat dan panjang memberikan efek yang baik
tanaman. Daya serap dan jelajah akar semakin maksimal untuk mencari unsur hara
dan nutrisi dalam tanah. Kemampuan sel tanaman dalam menyerap nutrisi semakin
45
baik, sebagai akibat dari kapasitas tukar kation (KTK) humic acid sangat tinggi (perlu
diketahui bahwa penyerapan nutrisi oleh tanaman melalui mekanisme pertukaran
ion).

4.6 Ringkasan
Senyawa humik adalah senyawa organik kompleks yang memiliki berat
molekul tinggi hasil proses humifikasi yang relative tahan terhadap dekomposisi lebih
lanjut. Senyawa non humik adalah senyawa organik lain yang tidak kompleks
umumnya memiliki berat molekul rendah hasil dekomposisi dan relative mudah
didekomposisi. Karakteristik senyawa humik diantaranya merupakan senyawa
komplek, berat molekul tinggi, memiliki gugus fungsional karboksilat, OH-fenolat,
OH-alkoholat dan amin. Senyawa humik dikelompokan menjadi asam humik, asam
fulvik, asam humin, dan asam hematomelanik.
Ada 4 cara/mekanisme pembentukan senyawa humik, yaitu teori polifenol,
Teori Lignin, Teori Quinon dan Teori Gula Amin. Keempat cara pebentukan senyawa
humik tersebut dipengaruhi kondisi lingkungan. Senyawa humik memiliki peran atau
manfaat yang besar di dalam tanah. Senyawa organik ini mempengaruhi sifat fisik,
kimia bahkan biologi tanah.

4.7 Pertanyaan
Untuk mengevaluasi apakah materi yang telah disampaikan telah dikuasai
oleh mahasiswa, maka diajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Jelaskan definisi senyawa humik ?
2. Jelaskan karakteristik senyawa humik ?
3. Sebutkan jenis senyawa humik ?
4. Apa perbedaan senyawa humik dan non humik ?
5. Uraikan proses pembentukan senyawa humik ?
6. Jelaskan manfaat senyawa humik dalam tanah ?

4.8 Daftar Pustaka


Ardianto, A.E. 2009. Pengaruh pemberian bahan amelioran senyawa humat,
bahan organik dan kapur terhadap pertumbuhan koro benguk (Mucuna

46
prurirens) pada lahan bekas tambang batubara tambang Batulicin
Kalimantan Selatan. Skripsi Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan. Fakultas Pertanian IPB. Bogor

Orlov, D.S. 1985. Humus Acid of Soils. Moscow University Publisher, Moscow.

Tan, K.H. 1993. Environmental Soil Science. Marcel Dekker. Inc. New York.

47
V. HUBUNGAN BAHAN ORGANIK DENGAN SIFAT BIOLOGI TANAH

5.1 TIU dan TIK


Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa diharapkan:
1. Mampu menjelaskan hubungn sifat biologi tanah dengan pertanian berkelanjutan
2. Mampu menjelaskan hubungan bahan organik dengan sifat biologi tanah
3. Mampu menjelaskan hubungan bahan organik dengan keanekaragaman hayati
tanah.

5.2 Sifat biologi tanah dan Peranannya dalam Pertanian Berkelanjutan


Sifat biologi tanah adalah sifat tanah yang berkaitan dengan jenis, jumlah dan
aktivitas mahluk hidup di dalam tanah. Mahluk hidup di dalam tanah dapat
digolongkan ke dalam 5 kingdom yaitu plantae, animalia, protista, fungi dan monera.
Akar dari berbagai jenis tumbuhan yang tumbuh di dalam tanah merupakan mahluk
hidup kingdom Plantae. Mahluk hidup di dalam tanah yang termasuk Kingdom
Animalia banyak jumlahnya. Kingdom ini dibagi lagi atas golongan Vertebrata dan
Invertebrata.
Vertebrata adalah binatang yang memiliki tulang belakang, sedangkan
invertebrate adalah binatang tanpa tulang belakang. Vertebrata dibagi kedalam 5 klas
yaitu mamalia, aves, reptilia, amfibia dan fisces. Terdapat 3 kelas yang hidup di
dalam tanah, yaitu kelas mamalia, reptilia dan amfibia. Mahluk hidup di dalam tanah
atau disebut juga biota tanah berdasarkan ukurannya digolongkan atas makro, meso
dan mikroorganisme.
Biota tanah memegang peranan penting dalam perbaikan kesuburan tanah dan
pertumbuhan dan produksi tanaman. Selain berperanan dalam perbaikan
produktivitas tanah, biota tanah juga berperanan dalam penurunan dampak
lingkungan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa biota tanah
memainkan peranan penting dalam pertanian berkelanjutan.

47
Gambar 9. Klasifikasi biota tanah berdasarkan ukuran tubuhnya

5.3 Bahan Organik dan Sifat Biologi Tanah


Bahan organik merupakan sumber energi, karbon dan unsur hara bagi biota
tanah (makro, meso dan mikroorganisme tanah). Penambahan bahan organik ke
dalam tanah tentu saja akan diikuti dengan pertumbuhan dan perkembangan biota
tanah. Mikroorganisme seperti fungi, bakteri, aktinomycetes serta meso fauna akan
tumbuh dan berkembang pesat dengan tersedianya bahan organik dalam tanah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan residu tanaman Mucuna
Bracteata pada tanah Inceptisol di bawah tegakan kelapa sawit meningkatkan jumlah
jenis dan jumlah individu masing-masing jenis meso fauna tanah (Khidir, 2016) dan
makro fauna tanah (Thamrin, 2017). Jumlah famili, total individu meso fauna tanah

48
pada lahan yang ditanami Mucuna bracteata (MB) dan yang tidak ditanami MB pada
3 kemiringan lahan disajikan pada Tabel 9 Jumlah famili, total individu makro fauna
tanah pada lahan yang ditanami MB dan yang tidak ditanami MB pada 3 kemiringan
lahan disajikan pada Gambar

Tabel 10. Total individu dan jumlah famili mesofauna tanah di berbagai kemiringan
lahan yang ditanami MB dan TMB
Famili Kemiringan Kemiringan Kemiringan
Mesofauna 0% - 3 % >3% - 8% >8% - 15%
Tanah MB TMB MB TMB MB TMB
Hypogastruridae 41 - 33 - 19 -
Paronellidae 24 - 16 - 9 -
Formicidae 15 10 20 9 8 7
Lycosidae 23 - 26 - 8 -
Scutigerellidae 11 7 11 - - -
Macrochelidae 19 8 12 6 10 5
Onychiuridae 18 - 16 - 8 -
Dolichopodidae 13 - 14 - - -
Millipede 16 - 21 - 11 -
Trachypachidae 13 - 6 - 4 -
Enchytraeidae 7 - 7 - 3 -
Tetranichidae 9 - 11 - 6 -
Scarabaeidae 12 - 3 - 7 -
Acerentomidae 19 - 15 - 11 -
Jumlah Famili 14 3 14 2 12 2
Total Individu 240 25 211 15 104 12

Penanaman MB menghasilkan jumlah family dan total individu meso fauna


(Tabel 10) dan makro fauna tanah (Gambar 10) yang jauh lebih tinggi dibanding yang
tidak ditanami MB. Hal itu menggambarkan bahwa bahan organik sangat nyata
mempengaruhi aktivitas meso dan makro fauna tanah.
Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan
populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan
aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Beberapa mikroorganisme
yang beperan dalam dekomposisi bahan organik adalah fungi, bakteri dan
aktinomisetes. Di samping mikroorganisme tanah, fauna tanah juga berperan dalam
dekomposi bahan organik antara lain yang tergolong dalam Protozoa,

49
Nematoda, Collembola, dan cacing tanah. Fauna tanah ini berperan dalam proses
humifikasi dan mineralisasi atau pelepasan hara, bahkan ikut bertanggung jawab
terhadap pemeliharaan struktur tanah (Tian et al., 1997). Mikro flora dan fauna tanah
ini saling berinteraksi dengan kebutuhannya akan bahan organik, kerena bahan
organik menyediakan energi untuk tumbuh dan bahan organik memberikan karbon
sebagai sumber energi. Pengaruh positif yang lain dari penambahan bahan organik
adalah pengaruhnya pada pertumbuhan tanaman.

5.4 Bahan Organik dan Keanekaragaman Hayati Tanah


Peningkatan populasi mikroorganisme dan meso fauna akan mendorong
pertumbuhan dan perkembangan biota tanah pemangsanya sebagai akibat tersedianya
bahan organik. Sebagai contoh, pertumbuhan dan perkembangan bakteri akan diikuti
oleh pertumbuhan dan perkembangan protozoa pemangsa bakteri. Dengan kata lain,
ketersediaan bahan organik akan mempengaruhi sistem rantai atau jaring-jaring
makanan. Hal itu berarti ketersediaan bahan organik mempengaruhi keanekaragaman
hayati tanah. Penambahan bahan organik secara kontinyu akan meningkatkan
keanekaragaman hayati tanah.
Penambahan bahan organik berupa serasah dapat meningkatkan keragaman
hayati tanah. Indeks keanekaragaman (H’) mesofauna tanah di berbagai tingkat
kemiringan lahan yang ditanami MB dan TMB disajikan pada Tabel 11 Berdasarkan
Tabel .. dapat dikemukakan bahwa lahan yang ditanami MB memiliki kearagaman
hayati meso fauna tanah lebih tinggi dibanding yang tidak ditanami MB.

Tabel 11. Indeks keanekaragaman (H’) mesofauna tanah di berbagai tingkat


kemiringan lahan yang ditanami MB dan TMB
Indeks Keanekaragaman (H’) Mesofauna Tanah
Kemiringan Ditanami Tanpa
Lahan Mucuna bracteata Mucuna bracteata
0% - 3% 2.54 1.09
>3% - 8% 2.51 0.68
>8% - 15% 2.39 0.67

50
Keterangan : Nilai H’ < 1,5 menunjukkan keanekaragaman yang rendah, 1,5 < H’ < 3,5 menunjukkan
keanekaragaman sedang, dan H’ > 3,5 menunjukkan keanekaragaman yang tinggi (Magurran 1988
dalam Angreini 2002).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kemiringan lahan
maka indeks keanekaragam (H’) semakin menurun, baik pada lahan yang ditanami
MB maupun pada lahan yang TMB di berbagai tingkat kemiringan lahan. Hal ini
disebabkan oleh kurangnya ketersediaan bahan organik di dalam tanah yang mana
menjadi sumber makanan dan perlindungan bagi mesofauna tanah, sehingga hasil
mesofauna tanah yang teridentifikasi mengalami penurunan. Selanjutnya disebabkan
oleh beberapa faktor lingkugan yang mempengaruhi seperti suhu tanah, kelembaban
dan pH tanah. Keanekaragaman mesofauna tanah sangat tergantung pada kondisi
lingkungannya.
Keragaman makro fauna tanah pada lahan yang ditumbuhi MB dan yang
tanpa MB dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan Gambar 2 dapat dinyatakan
bahwa pada lahan yang ditumbuhi MB memiliki keragaman makro fauna tanah labih
tinggi dibanding lahan yang tidak ditumbuhi MB. Hal itu menunjukkan bahwa
penambahan bahan organik dalam hal ini berupa serasah MB menghasilkan
peningkatan keragaman hayati tanah dibanding yang tidak ada penambahan bahan
organik.

51
Gambar 12. Grafik jumlah keanekaragaman makrofauna tanah pada lahan kelapa
sawit yang ditumbuhi M. bracteata dan yang dilakukan pembersihan
diberbagai tingkat kemiringan lahan.

5.4 Ringkasan
Bahan organik sangat mempengaruhi sifat biologi tanah, karena bahan
organik merupakan sumber energy, karbon dan unsure hara bagi biota tanah.
Penambahan bahan organik ke dalam tanah dapat meningkatkan keragaman hayati
tanah. Hal itu karena tumbuh dan berkembang berbagai jenis biota tanah membentuk
rantai dan jarring-jaring makanan di dalam tanah.

5.5 Pertanyaan
Untuk mengevaluasi apakah materi yang telah disampaikan telah dikuasai
oleh mahasiswa, maka diajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Jelaskan keterkaitan sifat biologi tanah dengan pertanian berkelanjutan ?
2. Jelaskan pengaruh bahan organik tanah terhadap sifat biologi tanah ?
3. Jelaskan hubungan bahan organik dengan keanekaragaman hayati tanah ?

52
5.6 Daftar Pustaka
Khaidir, M. 2016. Pengujian LCC Mucuna bracteata di Berbagai Kemiringan
Lahan Terhdap Perkembangan Mesofauna Tanah dan Akar Kelapa
Sawit TBM-III. JOM. Faperta UR.

Tamrin, M. 2017. Pengaruh Mucuna bracteata dan Kemiringan Lahan Terhadap


Keragaman Makrofauna Tanah serta Pertumbuhan Akar Tanaman
Kelapa Sawit Belum Menghasilkan. JOM. Faperta UR.

Tian, G., L. Brussard, B.T., Kang, & Swift, M.J. 1997. Soil fauna- decomposition of
plant residues under contreined environmental and residue quality
condition. In Driven by Nature Plant Litter Quality and Decomposition.
(Eds. Cadisch, G. & Giller, K.E.). Wey College, University of London, UK.

53
VI. HUBUNGAN BAHAN ORGANIK DENGAN
SIFAT FISIK DAN KIMIA TANAH

6.1 TIU dan TIK


Setelah mengikuti perkuliahan dengan topik hubungan bahan organik dengan
sifat fisik dan kimia tanah, mahasiswa diharapkan:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan bahan organik dengan sifat fisik
tanah
2. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan bahan organik dengan sifat kimia
tanah.

6.2 Sifat Fisik dan Kimia Tanah


Sifat fisik tanah adalah sifat tanah yang berhubungan dengan materi,
energy dan pertukarannya di dalam tanah. Sifat fisik tanah meliputi: warna tanah,
tekstur, struktur, konsistensi, bobot isi, bobot partikel, total ruang pori (porositas),
aerasi, kadar air, drainase, infiltrasi, permeabilitas, potensial redoks, daya hantar
listrik, dll.
Sifat kimia tanah adalah sifat tanah yang berhubungan komposisi kimia
dan reaksi-reaksi kimia di dalam tanah. Sifat kimia tanah meliputi: kemasaman
tanah (pH), kadar bahan organik tanah, kadar unsure hara seperti N dan P, basa-
basa (K, Ca, Mg dan Na), kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa, unsure
dan senyawa meracun, salinitas, alkalinitas dan sodisitas.
Tanah tersusun dari bahan mineral (inorganik) dari hasil pelapukan batuan
dan bahan organik dari hasil dekomposisi bahan organik. secara fisik, tanah terdiri
dari fase padat (inorganik dan organik), cair dan gas. Sifat kimia tanah
menggambarkan karakteristik bahan kimia tanah dalam lingkungannya yang
sangat penting untuk memprediksi fungsi tanah dari sudut pandang kelarutan dan
ketersediaan unsur dalam tanah. Bagaimana sifat-sifat fisik, kimiawi dan biologis
tanah mempengaruhi kualitas tanah sebagai media tumbuh ini akan diuraikan
berikut ini:
6.2.1 Sifat Fisik Tanah
Menurut Damanik et al. (2010), sifat fisik tanah merupakan faktor yang
bertanggung jawab terhadap sirkulasi udara, panas, air dan bahan terlarut dalam
tanah. Sifat fisik tanah sangat bervariasi pada tanah tropis. Beberapa sifat fisik
tanah dapat berubah dengan pengolahan seperti temperatur tanah, permeabilitas,
kepekaan terhadap aliran permukaan (run-off) dan erosi, kemampuan mengikat air
dan menyuplai air untuk tanaman.
Sifat fisik tanah seperti tekstur, struktur, kepadatan, porositas, aerasi,
kekuatan, suhu, infiltrasi dan warna tanah merupakan faktor yang dominan dalam
mempengaruhi penggunaan tanah, terutama dalam kaitannya dengan ketersediaan
oksigen dan mobilitas air dalam tanah dan kemudahan penetrasi akar tanaman.
Secara keseluruhan sifat fisik tanah ditentukan oleh:
a) Ukuran dan komposisi partikel-partikel hasil pelapukan bahan penyusun
tanah;
b) Jenis dan proporsi komponen-komponen penyusun partikel-partikel ini;
c) Keseimbangan antara suplai air, energi dan bahan dengan kehilangannya; dan
d) Intensitas reaksi kimiawi dan biologis yang telah atau sedang berlangsung.

Fungsi tanah sebagai media tempat tumbuh tanaman dalam


pengelolaannya harus mampu menyediakan kebutuhan tanaman seperti air dan
udara serta unsur hara. Dengan demikian sifat fisik tanah sangat penting untuk
dipelajari dan dipahami agar dalam pengelolaan tanah akan dapat memberikan
media tumbuh yang cocok dan kondusif bagi tanaman. Berikut ini adalah
beberapa sifat fisik tanah yang dibahas dalam bab ini.
1. Tekstur tanah
Tekstur tanah adalah perbandingan relatif dari partikel-partikel atau fraksi-
fraksi primer tanah, yaitu pasir, debu, liat dan lempung atau dilapangan dikenal
dengan rasa kekasaran atau kehalusan dari tanah. Menurut Hanafiah (2010)
tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separate) yang
dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir (sand)
berdiameter 2,00 – 0,20 mm atau 2000 – 200 µm, debu (silt) berdiameter 0,20 –
0,002 mm atau 200 – 2 µm dan liat (clay) (<2 µm).
Tekstur tanah dapat ditentukan atau dinilai secara kualitatif dan kuantitatif.
Cara kualitatif biasa digunakan surveyor tanah dalam menetapkan kelas tekstur
tanah di lapangan. Sedangkan penentuan tekstur tanah secara kuantitatif dilakukan
melalui proses analisis mekanis di laboratorium. Proses ini terdiri atas
pendispersian agregat tanah menjadi butir-butir tunggal dan diikuti dengan
sedimentasi. Prinsip analisis proses dispersi dan sedimentasi adalah dua tahap
penting sebelum tekstur tanah ditentukan dengan salah satu metode, yaitu metode
hidrometer atau metode pipet. Dengan metode analisis mekanik, pasir diperoleh
dengan penyaringan, sedangkan untuk debu dan liat (klei) dipisahkan atas dasar
kecepatan mengendap dalam air. Atas dasar ini, batas ukuran berbagai fraksi
disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Klasifikasi tekstur tanah menurut beberapa sistem


ISSS USDA USPRA
Diameter Fraksi Diameter Fraksi Diameter Fraksi
(mm) (mm) (mm)
>2 Kerikil >2 Kerikil >2 Kerikil
0,02 – 2 Pasir 0,05 – 2 Pasir 0,05 - 2 Pasir
0,2 – 2 Pasir kasar 1-2 Pasir sangat 0,25 - 2 Pasir kasar
kasar
0,02 – 0,2 Pasir halus 0,5 - 1 Pasir kasar 0,05 – 0,25 Pasir halus
0,25 – 0,5 Pasir sedang
0,1 – 0,25 Pasir halus
0,05 – 0,1 Pasir sangat
halus
0,002 – 0,02 Debu 0,002 – 0,05 Debu 0,005 – 0,05 Debu
< 0,002 Klei < 0,002 Klei < 0,005 Klei
Keterangan: ISSN (International Soil Science Society)
USDA (United States Departement of Agriculture)
USPRA (United States Public Roads Administration)
Menurut Gardiner dan Miller (2008), tekstur tanah sangat penting
diperhatikan karena akan menetukan sifat-sifat tanah. Tekstur tanah berpengaruh
besar terhadap laju masuknya air ke dalam tanah, daya simpan air, mudahnya
pengolahan tanah, aerasi dan pemupukan tanah. contohnya pada tanah dengan
tekstur kasar seperti pasir mudah atau ringan untuk diolah dan aerasi tanah tinggi.
Tanah berpasir baik untuk pertumbuhan akar tanaman dan mudah dibasahi. Tetapi
kelemahannya tanah berpasir sangat cepat mengalami kekeringan dan unsur hara
sangat mudah tercuci. Mudahnya tanah berpasir mongering karena perkolasi air
tanahnya tinggi. Sebaliknya pada tanah-tanah yang mengandung klei tinggi
memiliki ukuran partikel primer yang sangat kecil dan posisinya saling
berdekatan, sehingga tanah klei tinggi mempunyai sedikit pori-pori kasar (makro)
yang menyebabkan air yang masuk ke dalam tanah menjadi sangat lambat.
Dengan pori-pori halus yang sangat tinggi, tanah klei sulit untuk dibasahi dan
dikeringkan karena perkolasinya rendah sehingga tanah dengan klei tinggi agak
sulit untuk diolah. Menurut Hadjowigeno (1992), hubungan tekstur tanah dengan
daya menahan air dan ketersediaan hara tanah yaitu tanah dengan tekstur liat
mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan menahan air
dan menyediakan unsur hara tinggi, sebaliknya tanah yang bertekstur pasir
mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga sulit menyerap (menahan) air
dan unsur hara. Tanah bertesktur halus lebih aktif dalam reaksi kimia daripada
tanah bertekstur kasar.

Tabel 13. Kelas tekstur tanah mulai dari kasar sampai halus
Kelas tekstur
Pasir Tekstur kasar
Pasir berlempung
Lempung berpasir
Lempung berpasir halus
Lempung
Lempung berdebu
Debu
Lempung liat berdebu
Lempung berliat
Liat Tekstur halus

2. Struktur tanah
Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Gumpalan
struktur tanah ini terjadi karena butir-butir pasir, debu, dan liat terikat satu sama
lain oleh suatu perekat seperti bahan organik, oksida-oksida besi, dan lain-lain.
Gumpalan-gumpalan kecil (struktur tanah) ini mempunyai bentuk, ukuran, dan
kemantapan (ketahanan) yang berbeda-beda.
3. Bulk density
Menurut Hardjowigeno (1992), bulk density atau bobot isi menunjukkan
perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk pori-pori
tanah. Umumnya dinyatakan dalam gr/cc. Bulk density merupakan petunjuk
kepadatan tanah dimana semakin padat suatu tanah, maka makin tinggi bulk
densitynya, artinya semakin sulit meneruskan air atau ditembus oleh akar
tanaman.
Bulk density sangat berhubungan dengan particle density, jika particle
density tanah sangat besar maka bulk density juga besar. Hal ini dikarenakan
partikel density berbanding lurus dengan bulk density, namun apabila tanah
memiliki tingkat kadar air yang tinggi maka partikel density dan bulk density akan
rendah. Dapat dikatakan bahwa particle density berbanding terbalik dengan kadar
air. Hal ini terjadi jika suatu tanah memiliki tingkat kadar air yang tinggi dalam
menyerap air tanah, maka kepadatan tanah menjadi rendah karena pori-pori di
dalam tanah besar sehingga tanah yang memiliki pori besar akan lebih mudah
memasukkan air di dalam agregat tanah (Hanafiah, 2005).

Tabel. Rata-rata bulk density dari beberapa kelas tekstur tanah


Tekstur tanah Bulk density (g/cm3)
Pasir 1,58
Pasir liat 1,52
Lempung berpasir 1,47
Lempung liat berpasir 1,44
Lempung liat berdebu 1,40
Lempung 1,39
Lempung berdebu 1,36
Liat berpasir 1,33
Lempung liat 1,31
Liat berdebu 1,26
Liat 1,23
Faktor-faktor yang mempengaruhi bulk density
Bulk density dipengaruhi oleh tekstur, struktur dan kandungan bahan
organik. Bulk density dapat cepat berubah karena pengolahan tanah dan praktek
budidaya. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai bulk density salah satunya
adalah bahan organik tanah, dimana tanah dengan kandungan bahan organik
tinggi akan memiliki nilai bulk density rendah begitupula sebaliknya. Selain itu
bulk density juga dipengaruhi oleh tekstur tanah, kadar air tanah dan bahan
mineral tanah (Sutedjo, 2002).
Tanah-tanah organik memiliki kerapatan massa yang sangat rendah
dibanding dengan tanah-tanah mineral. Variasi-variasi yang ada perlu
diperhatikan tergantung pada bahan organik dan kelembaban tanah. Berat isi
menggambarkan keadaan, struktur dan porositas tanah. Pengaruh sifat-sifat fisik
tanah tersebut dapat dinilai dari kaitan-kaitan pertumbuhan tanaman dengan berat
isi tanah. Bahan organik memperkecil berat isi karena bahan organik jauh lebih
ringan dari pada mineral, dan bahan organik memperbesar porositas tanah.
(Madjid, 2010).
Timbulnya proses pembentukan struktur di horizon-horizon bagian atas
dari bahan induk ini mengakibatkan bulk density lebih rendah dari batuan induk
itu sendiri. Tanah-tanah organik memiliki nilai bulk density yang rendah
dibandingkan dengan tanah mineral. Tergantung dari sifat-sifat bahan organik
yang menyusun tanah organik itu, dan kandungan air pada saat pengambilan
contoh, maka biasanya bulk density itu berkisar antara 0,2–0,6 gr/cm3. Bahan
organik memperkecil berat isi tanah karena bahan organik jauh lebih ringan
daripada mineral. Berat isi ditentukan oleh porositas dan padatan tanah
(Andri, 2011).
Semakin dalam profil tanah, kerapatan massa tanah semakin naik.
Tampaknya ini akibat dari kandungan bahan organik yang rendah dan
penimbunan alat serta pemadatan yang disebabkan oleh berat lapisan atasnya.
(Sutedjo, 2002).
Adapun faktor lain yang mempengaruhi bulk density yaitu kadar air
apabila suatu daerah memiliki kandungan kadar air yang tinggi maka bulk density
di daerah tersebut dapat dipastikan rendah. Bulk density berbanding terbalik
dengan dan kadar air. Hal ini dibuktikan apabila tanah dapat menyerap air yang
banyak sehingga tanah akan susah untuk memadat dikarenakan di dalam agregat
tanah banyak menyimpan air, kadar air erat hubungannya dengan tekstur tanah
apabila tanah memiliki tekstur pasir maka tanah ini memiliki kandungan
bahan organik yang banyak sehingga tanah yang bertekstur liat mempunyai daya
melewatkan air yang lambat sehingga air akan tersimpan di dalam agregat tanah
sebaliknya tanah yang memiliki kandungan bahan organik sedikit (Madjid, 2010).
4. Particle density
Particle density adalah berat tanah kering persatuan volume partikel-
partikel (padat) tanah (jadi tidak termasuk volume pori-pori tanah). Tanah mineral
mempunyai particle density 2,65 g/cm3 (Hardjowigeno, 2003).
Dalam menentukan kepadatan partikel tanah, pertimbangan hanya
diberikan untuk partikel yang kuat. Oleh karena itu, kerapatan partikel setiap
tanah merupakan suatu tetapan dan tidak bervariasi menurut jumlah ruang
partikel. Hal ini didefinisikan sebagai massa tiap unit volume partikel tanah dan
sering kali dinyatakan dalam gram/cm3. Untuk kebanyakan tanah mineral
kerapatan partikelnya rata-rata sekitar 2,6 gram/cm3 (Madjid, 2010).
Kerapatan partikel adalah bobot massa partikel padat persatuan volume
tanah, biasanya tanah memiliki kerapatan partikel yaitu 2,6 gram/cm3. Kerapatan
partikel erat hubungannya dengan kerapatan massa. Hubungan kerapatan partikel
dan kerapatan massa dapat menentukan pori-pori pada tanah (Hanafiah, 2004).
Particle density dinyatakan dalam berat (gram tanah persatuan volume
cm3) tanah. Jadi bila 1 cm3 padatan tanah beratnya 2,6 gram, maka partikel
density tanah tersebut adalah 2,6 gr/cm3 (Pedro, 2001).
Pada umumnya kisaran particlel density tanah-tanah mineral kecil adalah
2,6-2,93 gr/cm3. Hal ini disebabkan mineral kwarsa, feldspart, dan silikat koloida
yang merupakan komponen tanah sekitar angka tersebut. Jika dalam tanah
terdapat mineral-mineral berat seperti magnetik, garmet, sirkom, tourmaline, dan
hornblende, particle density dapat melebihi 2,75 gr/cm3. Besar ukuran dan cara
teraturnya partikel tanah tidak dapat berpengaruh dengan particle density. Ini
salah satu penyebab tanah lapisan atas mempunyai nilai particle density yang
lebih rendah dibandingkan dengan lapisan bawahnya karena banyak mengandung
bahan organik (Sutedjo, 2002).
5. Porositas
Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang dapat
ditempati oleh udara dan air, serta merupakan indikator kondisi drainase dan
aerasi tanah. Pori-pori tanah dapat dibedakan menjadi pori-pori kasar (makro) dan
pori-pori halus (mikro). Pori-pori kasar berisi udara atau air gravitasi (air yang
mudah hilang karena gaya gravitasi), sedangkan pori-pori halus berisi air kapiler
atau udara (Hardjowigeno, 1992).
Tanah-tanah pasir mempunyai pori-pori kasar lebih banyak daripada tanah
liat. Tanah dengan banyak pori-pori kasar sulit menahan air sehingga tanaman
mudah kekeringan. Tanah-tanah liat mempunyai pori total (jumlah pori-pori
makro + mikro) lebih tinggi daripada tanah pasir. Porositas tanah dipengaruhi oleh
kandungan bahan organik, struktur tanah, dan tekstur tanah. Tanah-tanah dengan
struktur granuler atau remah, mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada
tanah-tanah dengan struktur massive (pejal). Tanah dengan tekstur pasir banyak
mempunyai pori-pori makro sehingga sulit menahan air (Hardjowigeno, 1992).
Adapun hal–hal yang mempengaruhi porositas adalah iklim, kelembaban
dan struktur tanah. Iklim, suhu, kelembaban, sifat mengembang dan mengerut
sangat mempengaruhi porositas. Misalnya saja wilayah yang beriklim hujan tropis
maka tingkat curah hujan pada tanah tersebut akan tinggi pada saat tanah tersebut
basah maka tanah tersebut akan mengalami pengembangan dan pori tanah pada
saat tersebut akan banyak terisi oleh air juga akan mempengaruhi kelembaban
tanah tersebut yang nantinya akan berpengaruh pada porositasnya. Sebaliknya
pada musim kemarau atau kering tanah akan mengerut dan pori tanah akan
semakin besar tetapi kebanyakan akan diisi oleh udara, sehingga nantinya akan
berpengaruh terhadap porositas tanah tersebut. Selain itu, struktur tanah juga akan
sangat berpengaruh, karena sangat bergantung pada kadar liat, pasir dan debu
yang dikandung tanah tresebut apabila struktur tanah dirusak maka porositas tanah
tersebut akan berubah (Pairunan et al., 1997).
6. Warna tanah
Warna tanah merupakan salah satu sifat yang mudah dilihat dan
menunjukkan sifat dari tanah tersebut. Warna tanah merupakan campuran
komponen lain yang terjadi karena mempengaruhi berbagai faktor atau
persenyawaan tunggal. Warna tanah dengan akurat dapat diukur dengan tiga sifat-
sifat prinsip warnanya. Dalam menentukan warna cahaya dapat juga
menggunakan Munsell Soil Colour Chart sebagai pembeda warna tersebut.
Penentuan ini meliputi penentuan warna dasar atau matrik, warna karatan atau
kohesi dan humus. Warna tanah penting untuk diketahui karena berhubungan
dengan kandungan bahan organik yang terdapat di dalam tanah tersebut, iklim,
drainase tanah dan juga mineralogi tanah (Hakim et al., 1986).

Gambar. Munsell Soil Colour Chart


7. Infiltrasi
Dairah dan Rachman (2006) menyatakan infiltrasi merupakan proses
masukkan air kedalam tanah umumnya melalui permukaan tanah dan secara
vertikal. Pada beberapa kasus air dapat masuk melalui jalur atau rekahan tanah
atau gerakan horizontal dari samping dan sebagainya. Permeabilitas tanah
menunjukkan kemampuan tanah dalam meloloskan air. Koefisien permeabilitas
terutama tergantung pada ukuran rata-rata pori yang dipengaruhi oleh distribusi
ukuran partikel, bentuk partikel dan struktur tanah. Secara garis besar, makin kecil
ukuran partikel, makin kecil pula ukuran pori dan makin rendah koefisien
permeabilitasnya.
Gambar. Double ring infiltrometer
Menurut Soedarmo dan Djojoprawiro (1986), kemantapan agregat adalah
ketahanan rata-rata agregat tanah melawan pendispersi oleh benturan tetes air
hujan atau penggenangan air. Kemantapan tergantung pada ketahanan jonjot tanah
melawan daya dispersi air dan kekuatan sementasi atau pengikatan, Faktor-faktor
yang berpengaruh dalam kemantapan agregat antara lain bahan-bahan penyemen
agregat tanah, bentuk dan ukuran agregat, serta tingkat agregasi.

A. Sifat Kimia Tanah


Sifat kimia tanah menggambarkan karakteristik bahan kimia tanah dengan
lingkungannya yang sangat penting untuk memprediksi fungsi tanah dari sudut
pandang kelarutan dan ketersediaan unsur dalam tanah. proses kimia tanah
merupakan semua prose reaksi kimia yang dapar meningkatkan atau menurunkan
tingkat ketersediaan unsur tanaman di satu pihak atau toksisitas/kontaminan
dipihak lain. Dengan memahami proses kimia tanah kita dapat lebih memprediksi
ketersediaan unsur yang berguna dan mengatasi kelarutan kontaminan yang
bersifat racun untuk makhluk hidup yang berfungsi untuk kesejahteraan
masyarakat secara berkelanjutan. Sifat fisik tanah seperti tekstur, susunan dan
komposisi butir dalam agregat termasuk pori tanah di dalamnya (struktur) dan
ketersediaa udara dan air di dalam tanah semuanya itu sangat erat kaitannya
dengan sifat kimia tanah dan dapat mempengaruhi proses kimia di dalam tanah.
Tanah terbentuk dari hasil interaksi proses pelapukan secara kimia,
penghancuran fisik dan biologi terhadao batuan dekat permukaan bumi yang
secara bersamaan kontak denhan air dan atau gas menghasilkan butiran tanah
yang lebih kecil yaitu pasir, debu, dan liat/klei. Sifat kimia tanah yang berkaitan
dengan pertukaran kation banyak dipengaruhi oleh mineral klei. Didalam tanah
terdapat tiga jenis klei, yaiu klei silikat, klei hidrous oksida terutama besi dan
alumunium dan alofan. Dalam sub bab ini akan diuraikan beberapa sifat kimia
tanah yang berhubungan dengan bahan organik tanah.

1. Derajat Kemasaman Tanah (pH)


Reaksi tanah yang penting adalah masam, netral atau alkalin. Hal tersebut
didasarkan pada jumlah ion H+ dan OH- dalam larutan tanah. Reaksi tanah yang
menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah dinilai berdasarkan
konsentrasi H+ dan dinyatakan dengan nilai pH. Bila dalam tanah ditemukan ion
H+ lebih banyak dari OH-, maka disebut masam (pH <7). Bila ion H+ sama dengan
ion OH- maka disebut netral (pH=7), dan bila ion OH- lebih banyak dari pada ion
H+ maka disebut alkalin atau basa (pH >7) (Hakim et al., 1986). Pengukuran pH
tanah dapat memberikan keterangan tentang kebutuhan kapur, respon tanah
terhadap pemupukan, proses kimia yang mungkin berlangsung dalam proses
pembentukan tanah, dan lain-lain (Hardjowigeno, 2003).
2. Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Kapasitas Tukar Kation (KTK) suatu tanah dapat didefinisikan sebagai
suatu kemampuan koloid tanah menjerap dan mempertukarkan kation (Hakim et
al., 1986). Sedangkan menurut Hasibuan (2006), Kapasitas Tukar Kation
merupakan banyaknya kation-kation yang dijerap atau dilepaskan dari permukaan
koloid liat atau humus dalam miliekuivalen per 100 g contoh tanah atau humus.
Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat
hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan
organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah
dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir
(Hardjowigeno, 2007).
Nilai KTK tanah sangat beragam dan tergantung pada sifat dan ciri
tanah itu sendiri. Menurut Hakim dkk (1986), besar kecilnya KTK tanah
dipengaruhi oleh :
1. Reaksi tanah atau pH
2. Tekstur atau jumlah liat
3. Jenis mineral liat
4. Bahan organik
5. Pengapuran dan pemupukan.
Tekstur tanah juga berpengaruh terhadap KTK tanah. Semakin halus
tekstur tanah semakin tinggi pula KTK nya seperti terlihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Pengaruh Tekstur Tanah Terhadap Kapasitas Tukar Kation

Tekstur Kapasitas Tukar Kation (me/100 g)

Pasir 0– 5
Lempung berpasir 5 – 10
Lempung dan lempung berdebu 10– 15
Lempung berliat 15– 20
Liat 15– 40

Sumber : Hasibuan (2006)


Pada tanah dengan nilai KTK relatif rendah, proses penjerapan unsur
hara oleh koloid tanah tidak berlangsung intensif dan akibatnya unsur-unsur hara
tersebut akan dengan mudah tercuci dan hilang bersama gerakan air di tanah
(infiltrasi, perkolasi) dan pada gilirannya hara tidak tersedia bagi pertumbuhan
tanaman.

3. C-Organik
Bahan organik adalah segala bahan-bahan atau sisa-sisa yang berasal dari
tanaman, hewan dan manusia yang terdapat di permukaan atau di dalam tanah
dengan tingkat pelapukan yang berbeda (Hasibuan, 2006). Bahan organik
merupakan bahan pemantap agregat tanah yang baik. Sekitar setengah dari
Kapasitas Tukar Kation (KTK) berasal dari bahan organik (Hakim et al., 1986).
Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang
berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya tanaman. Hal ini
dikarenakan bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun
biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah
C-Organik. Selain itu, menurut Kohnke (1968) menyatakan bahwa fungsi bahan
organik adalah sebagai berikut : (i) sumber makanan dan energi bagi
mikroorganisme, (ii) membantu keharaan tanaman melalui perombakan dirinya
sendiri melalui kapasitas pertukaran humusnya, (iii) menyediakan zat-zat yang
dibutuhkan dalam pembentukan pemantapan agregat-agregat tanah, (iv)
memperbaiki kapasitas mengikat air dan melewatkan air, (v) serta membantu
dalam pengendalian limpasan permukaan dan erosi.
Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen
abiotik dan biotik dalam ekosistem tanah. Musthofa (2007) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa kandungan bahan organik dalam bentuk C-organik di tanah
harus dipertahankan tidak kurang dari 2 persen, agar kandungan bahan organik
dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi mineralisasi
maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak harus
diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain sangat erat berkaitan
dengan KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan dapat meningkatkan KTK tanah.
Tanpa pemberian bahan organik dapat mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan
biologi tanah yang dapat merusak agregat tanah dan menyebabkan terjadinya
pemadatan tanah.
Secara umum karbon dari bahan organik tanah terdiri dari 10-20%
karbohidrat, terutama berasal dari biomasa mikroorganisme, 20% senyawa
mengandung nitrogen seperti asam amino dan gula aminom 10-20% asam alifatik,
alkane, dan sisanya merupakan karbon aromatik. Karena fungsinya yang sangat
penting, maka tidak mengherankan jika dikatakan bahwa faktor terpenting yang
mempengaruhi produktifitas baik tanah yang dibudidayakan maupun tanah yang
tidak dibudidayakan adalah jumlah dan kedalaman bahan organik tanah (Paul and
Clark, 1989).
4. N-Total
Nitrogen adalah unsur hara makro utama yang dibutuhkan tanaman dalam

jumlah yang banyak, diserap tanaman dalam bentuk amonium (NH4+) dan nitrat

(NO3+). Pada umumnya Nitrogen merupakan faktor pembatas dalam tanaman


budidaya. Biomassa tanaman rata-rata mengandung N sebesar 1 sampai 2% dan
mungkin sebesar 4 sampai 6%. Dalam hal kuantitas total yang dibutuhkan untuk
produksi tanaman budidaya, N termasuk keempat di antara 16 unsur essensial
(Gardner et al., 1991).
Unsur Nitrogen penting bagi tanaman dan dapat disediakan oleh manusia

melalui pemupukan. Nitrogen umumnya diserap oleh tanaman dalam bentuk NO3-

dan NH4+ walaupun urea (H2NCONH2) dapat juga dimanfaatkan oleh tanaman
karena urea secara cepat dapat diserap melalui epidermis daun (Leeiwakabessy
dkk, 2003). Menurut Hardjowigeno (2003), nitrogen di dalam tanah terdapat
dalam berbagai bentuk yaitu protein (bahan organik), senyawa-senyawa amino,

amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-). Bentuk N yang diabsorpsi oleh tanaman

berbeda-beda. Ada tanaman yg lebih baik tumbuh bila diberi NH4+ ada pula

tanaman yang lebih baik diberi NO3- dan ada pula tanaman yang tidak
terpengaruh oleh bentuk-bentuk N ini (Leiwakabessy et al., 2003).
Menurut Leiwakabessy et al. (2003), pemberian N yang banyak akan
menyebabkan pertumbuhan vegetatif berlangsung hebat sekali dan warna daun
menjadi hiijau tua. Kelebihan N dapat memperpanjang umur tanaman dan
memperlambat proses pematangan karena tidak seimbang dengan unsur lainnya
seperti P, K dan S. Fungsi N adalah untuk memperbaiki pertumbuhan vegetatif
tanaman (tanaman yang tumbuh pada tanah yang cukup N akan berwarna lebih
hijau) dan membantu proses pembentukan protein. Kemudian gejala-gejala
kebanyakan N lainnya yaitu batang menjadi lemah, mudah roboh dan dapat
mengurangi daya tahan tanaman terhadap penyakit (Hardjowigeno, 2007).
Proses perubahan dari nitrat menjadi nitrit dinamakan nitrifikasi. Secara
sederhana perubahan enzimatik dari proses Nitrifikasi adalah sebagai berikut :
2NH4+ + 3O2 2NO2- + 2H2O + 4H+ + energi

2NO2- + O2 2NO3- + energy

Sumber lain dari nitrogen di dalam tanah melalui air hujan dan melalui
penambahan pupuk buatan seperti urea atau ZA. Sumber N yang berasal dari
atmosfer sebagai sumber primer, dan lainnya berasal dari aktifitas di dalam tanah
sebagai sumber sekunder (Hasibuan, 2006).
Hanafiah (2010) dalam bukunya menyatakan bahwa Nitrogen menyusun
sekitar 1,5 % bobot tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein.
Nitrogen anorganik sangat larut dan mudah hilang dalam air drainase atau hilang
ke atmosfer. Efek nitrogen terhadap pertumbuhan akan jelas dan cepat hal tersebut
menyatakan bahwa nitrogen merupakan unsur yang berdaya besar sehingga tidak
saja harus diawetkan tetapi juga perlu diatur pemakaiannya. Mengenai siklus dari
Nitrogen dapat dilihat pada Gambar…

Gambar 12. Siklus Nitrogen

5. P-Bray (Fosfor)
Posfor bersama-sama dengan nitogen dan kalium, digolongkan sebagai
unsur-unsur utama walaupun diabsorpsi dalam jumlah yang lebih kecil dari kedua
unsur tersebut. Tanaman biasanya mengabsorpsi P dalam bentuk H2PO4- dan

sebagian kecil dalam bentuk sekunder HPO42-. Absorpsi kedua ion itu oleh
tanaman dipengaruhi oleh pH tanah sekitar akar. Pada pH tanah yang rendah,
absorpsi bentuk H2PO4- akan meningkat (Leiwakabessy et al., 2003). Sedangkan
menurut Hardjowigeno (2003), fosfat paling mudah diserap oleh tanaman pada pH
sekitar netral (pH 6-7).
Menurut Hardjowigeno (2003), unsur-unsur P di dalam tanah berasal dari
bahan organik (pupuk kandang dan sisa-sisa tanaman), pupuk buatan (TSP dan
DS) dan mineral-mineral di dalam tanah (apatit). Tanaman dapat juga
mengabsorpsi fosfat dalam bentuk P-organik seperti asam nukleik dan phytin.
Bentuk-bentuk ini berasal dari dekomposisi bahan organik dan dapat langsung
dipakai oleh tanaman. Tetapi karena tidak stabil dalam suasana dimana aktifitas
mikroba tinggi, maka peranan mereka sebagai sumber fosfat bagi tanaman di
lapangan menjadi kecil (Leiwakabessy et al., 2003).
Beberapa peranan fosfat yang penting ialah dalam proses fotosintesa,
perubahan-perubahan karbohidrat dan senyawa-senyawa yang berhubungan
dengannya, glikolisis, metabolisme asam amino, metabolisme lemak, metabolisme
sulfur, oksidasi biologis dan sejumlah reaksi dalam proses hidup. Fosfor betul-
betul merupakan unsur yang sangat penting dalam proses transfer energi, suatu
proses vital dalam hidup dan pertumbuhan (Leiwakabessy et al., 2003).
Sering terjadi kekurangan P di dalam tanah yang disebabkan oleh jumlah P
yang sedikit di tanah, sebagian besar terdapat dalam bentuk yang tidak dapat
diambil oleh tanaman dan terjadi pengikatan (fiksasi) oleh Al pada tanah masam
atau oleh Ca pada tanah alkalis. Gejala-gejala kekurangan P yaitu pertumbuhan
terhambat (kerdil) karena pembelahan sel terganggu, daun-daun menjadi ungu
atau coklat mulai dari ujung daun, terlihat jelas pada tanaman yang masih muda
(Hardjowigeno, 2007).
Menurut Olsen dan Watanabe (1963), konsentrasi fosfor pada tanah
bertekstur kasar (pasir) lebih tinggi daripada tanah bertekstur halus, jika tidak
maka difusi fosfor pada tanah bertekstur pasir menjadi faktor pembatas dalam
serapan hara fosfor. Pada umumnya, fosfor di dalam tanah berada dalam keadaan
tidak larut, sehingga dalam keadaaan demikian tak mungkin untuk masuk ke
dalam sel-sel akar. Akan tetapi sebagai anion, fosfat dapat bertukar dengan mudah

dengan ion OH- (Dwijoseputro, 1980).


Sumber fosfat alam yang dikenal mempunyai kadar P adalah batuan beku
dan batuan endapan. Selain itu fosfat pun dihasilkan dari proses dekomposisi
bahan organik dan jasad renik yang larut dan masuk ke dalam tanah. Dekomposisi
bahan organik akan menghasilkan asam-asam organik dan CO2. Asam-asam
organik ini akan menghasilkan anion organik yang berperan dalam pengikatan ion
Al, Fe, dan Ca dari larutan tanah. Kemudian membentuk senyawa kompleks yang
sukar larut. Dengan demikian konsentrasi ion-ion Al, Fe dan Ca dari dalam
larutan akan berkurang sehingga fosfat tersedia lebih banyak (Hakim dkk, 1986)
Siklus Fosfor dapat dilihat pada Gambar….

Gambar Siklus Fosfor

Dalam siklus P terlihat bahwa kadar P-Larutan merupakan hasil


keseimbangan antara suplai dari pelapukan mineral-mineral P, pelarutan
(solubilitas) P-terfiksasi dan mineralisasi P-organik dan kehilangan P berupa
immobilisasi oleh tanaman fiksasi dan pelindian (Hanafiah, 2010).
Menurut Leiwakabessy (1988) di dalam tanah terdapat dua jenis fosfor
yaitu fosfor organik dan fosfor anorganik. Bentuk fosfor organik biasanya terdapat
banyak di lapisan atas yang lebih kaya akan bahan organik. Kadar P organik
dalam bahan organik kurang lebih sama kadarnya dalam tanaman yaitu 0,2 - 0,5
%. Tanah-tanah tua di Indonesia (podsolik dan litosol) umumnya berkadar alami P
rendah dan berdaya fiksasi tinggi, sehingga penanaman tanpa memperhatikan
suplai P kemungkinan besar akan gagal akibat defisiensi P (Hanafiah, 2010).
Menurut Foth (1994) jika kekurangan fosfor, pembelahan sel pada tanaman
terhambat dan pertumbuhannya kerdil.
6. Kalsium (Ca)
Kalsium tergolong dalam unsur-unsur mineral essensial sekunder seperti

Magnesium dan Belerang. Ca2+ dalam larutan dapat habis karena diserap tanaman,

diambil jasad renik, terikat oleh kompleks adsorpsi tanah, mengendap kembali
sebagai endapan-endapan sekunder dan tercuci (Leiwakabessy, 1988). Mineral Ca,
Mg, dan K bersaing untuk memasuki tanaman. Apabila salah satu unsur berada pada
jumlah yang lebih rendah dari pada yang lain, maka unsur yang kadarnya lebih
rendah sukar diserap (Leiwakabessy dkk, 2003). Di dalam tanah kalsium berada
dalam bentuk anorganik, namun dalam jumlah yang cukup signifikan juga
berasosiasi dengan materi organik dalam humus (Sutcliffe dan Baker, 1975).
Adapun manfaat dari kalsium adalah mengaktifkan pembentukan bulu-
bulu akar dan biji serta menguatkan batang dan membantu keberhasilan
penyerbukan, membantu pemecahan sel, membantu aktivitas beberapa enzim
(RAM, 2007). Biasanya tanah bersifat masam memiliki kandungan Ca yang
rendah. Kalsium ditambahkan untuk meningkatkan pH tanah. Sebagian besar Ca
berada pada kompleks jerapan dan mudah dipertukarkan. Pada keadaan tersebut
kalsium mudah tersedia bagi tumbuhan. Pada tanah basah kehilangan Ca terjadi
sangat nyata (Soepardi, 1983).

7. Magnesium (Mg)
Di dalam tanah magnesium berada dalam bentuk anorganik (unsur makro),
namun dalam jumlah yang cukup signifikan juga berasosiasi dengan materi
organik dalam humus (Sutcliffe dan Baker, 1975). Pemakaian N, P, dan K
(pupuk) dan varietas unggul, mengakibatkan jumlah Ca dan Mg yang terangkut ke
tanaman juga meningkat. Unsur Ca dan Mg biasa dihubungkan dengan masalah
kemasaman tanah dan pengapuran. Magnesium merupakan unsur yang sangat
banyak terlibat pada kebanyakan reaksi enzimatis. Mg terdapat pada mineral :
amfibol, biotit, dolomit, hornblende, olivin, dan serpentin.
Magnesium merupakan unsur pembentuk klorofil. Seperti halnya dengan
beberapa hara lainnya, kekurangan magnesium mengakibatkan perubahan warna
yang khas pada daun. Kadang-kadang pengguguran daun sebelum waktunya
merupakan akibat dari kekurangan magnesium (Hanafiah, 2010). Selain itu,
masnesium merupakan pembawa posfat terutama dalam pembentukan biji
berkadar minyak tinggi yang mengandung lesitin (Agustina, 2004).

8. Kalium (K)
Kalium ditemukan pada tahun 1807 oleh Sir Humphrey Davy, yang
dihasilkan dari potasy kaustik (KOH). Kalium merupakan logam pertama yang
didapatkan melalui proses elektrolisis. Kalium mempunyai simbol K (Bahasa
Latin: "Kalium" daripada bahasa Arab: "alqali") dan nombor atom 19 (Anonim
1991). Kalium merupakan unsur hara ketiga setelah Nitrogen dan Fosfor yang
diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K+. Muatan positif dari Kalium akan
membantu menetralisir muatan listrik yang disebabkan oleh muatan negatif Nitrat,
Fosfat, atau unsur lainnya. Hakim dkk (1986), menyatakan bahwa ketersediaan
Kalium merupakan Kalium yang dapat dipertukarkan dan dapat diserap tanaman
yang tergantung penambahan dari luar, fiksasi oleh tanahnya sendiri dan adanya
penambahan dari kaliumnya sendiri. Ketersediaan hara kalium di dalam tanah
dapat dibagi menjadi tiga bentuk yaitu kalium relatif tidak tersedia, kalium lambat
tersedia dan kalium sangat tersedia.
Kalium tanah terbentuk dari pelapukan batuan dan mineral-mineral yang
mengandung kalium. Melalui proses dekomposisi bahan tanaman dan jasad renik
maka kalium akan larut dan kembali ke tanah. Selanjutnya sebagian besar kalium
tanah yang larut akan tercuci atau tererosi dan proses kehilangan ini akan
dipercepat lagi oleh serapan tanaman dan jasad renik. Beberapa tipe tanah
mempunyai kandungan kalium yang melimpah. Kalium dalam tanah ditemukan
dalam mineral-mineral yang terlapuk dan melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion
adsorpsi pada kation tertukar dan cepat tersedia untuk diserap tanaman. Tanah-
tanah organik mengandung sedikit Kalium (Hakim dkk, 1986).
Menurut Hardjowigeno (2007), unsur K dalam tanah berasal dari
mineral-mineral primer tanah (feldspar dan mika) dan pupuk buatan (ZK). Kalium

diabsorpsi oleh tanaman dalam bentuk K+, dan dijumlahkan dalam berbagai kadar
di dalam tanah. Bentuk dapat ditukar atau bentuk yang tersedia bagi tanaman

biasanya dalam bentuk pupuk K yang larut dalam air seperti KCl, K2SO4, KNO3,
K-Mg-Sulfat-dan pupuk-pupuk majemuk. Kebutuhan tanaman akan kalium cukup
tinggi dan akan menunjukkan gejala kekurangan apabila kebutuhannya tidak
tercukupi. Dalam keadaan demikian maka terjadi translokasi K dari bagian-bagian
yang tua ke bagian-bagian yang muda. Dengan demikian gejalanya mulai terlihat
pada bagian bawah dan bergerak ke ujung tanaman.
Serapan kalium oleh tanaman dipengaruhi secara antagonis oleh serapan
Ca dan Mg (Kasno dkk, 2004). Kalium mempunyai peranan yang penting dalam
proses-proses fisiolgis seperti : (1) metabolisme karbohidrat, pembentukan,
pemecahan dan translokasi pati, (2) metabolisme nitrogen dan sintesa protein, (3)
mengawasi dan mengatur aktivitas beragam unsur mineral, (4) netralisasi asam-
asam organik yang penting bagi proses fisiologis, (5) Mengaktifkan berbagai
enzim, (6) mempercepat pertumbuhan jaringan meristematik, dan (7) mengatur
pergerakan stomata dan hal-hal yang berhubungan dengan air (Hardjowigeno,
2007). Pengaruh kekurangan kalium secara keseluruhan baik terhadap
pertumbuhan maupun terhadap kualitasnya merupakan pengaruhnya terhadap
proses-proses fisiologis. Proses fotosintesis dapat berkurang bila kandungan
kaliumnya rendah dan pada saat respirasi bertambah besar. Hal ini akan menekan
persediaan karbohidrat yang tentu akan mengurangi pertumbuhan tanaman.
Peranan kalium dan hubungannya dengan kandungan air dalam tanaman adalah
penting dalam mempertahankan turgor tanaman yang sangat diperlukan agar
proses-proses fotosintesa dan proses-proses metabolisme lainnya dapat berkurang
dengan baik (Leiwakabessy dkk, 2003).
Di dalam tubuh tanaman kalium bukanlah sebagai penyusun jaringan
tanaman, tetapi lebih banyak berperan dalam proses metabolisme tanaman seperti
mengaktifkan kerja enzim, membuka dan menutup stomata (dalam pengaturan
penguapan dan pernapasan), transportasi hasil-hasil fotosintesis (karbohidrat),
meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan dan penyakit tanaman
(Hasibuan, 2006). Siklus Kalium dapat dilihat pada Gambar
Gambar . Siklus Kalium
6.3 Bahan Organik dan Sifat Fisik Tanah
Bahan organik tanah merupakan bahan penting dalam mempertahankan
kesuburan tanah, baik secara fisika, kimia, dan biologi tanah. Bahan organik
merupakan komponen tanah yang bersumber dari sisa tanaman dan hewan yang
terdapat di dalam tanah. Keberadaan bahan organik di dalam tanah akan
memperbaiki sifat kimia dan biologi tanah, dan penambahan bahan organik
kedalam tanah lebih ditujukan pada perbaikan sifat fisik tanah. Diantara sifat fisik
tanah yang dipengaruhi oleh bahan organik yaitu aggregat tanah. Bila
persentasenya cukup tinggi di dalam tanah dapat menstabilkan agregat tanah.
Agregat yang stabil dan struktur tanah yang bagus dapat meningkatkan retensi dan
transmisi air, membentuk pori yang seimbang antara pori drainasi dan airasi,
meningkatkan total ruang pori dan meningkatkan daya tahan air tanah sehingga
menciptakan kondisi zona pertumbuhan akar tanaman yang baik.
Bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk agregat
tanah, yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk
bersatu menjadi agregat tanah, sehingga bahan organik penting dalam
pembentukan struktur tanah. Pengaruh pemberian bahan organik terhadap struktur
tanah sangat berkaitan dengan tekstur tanah yang diperlakukan. Pada tanah
lempung yang berat, terjadi perubahan struktur gumpal kasar dan kuat menjadi
struktur yang lebih halus tidak kasar, dengan derajat struktur sedang hingga kuat,
sehingga lebih mudah untuk diolah. Komponen organik seperti asam humat dan
asam fulvat dalam hal ini berperan sebagai sementasi pertikel lempung dengan
membentuk komplek lempung logam-humus. Pada tanah pasiran bahan organik
dapat diharapkan merubah struktur tanah dari berbutir tunggal menjadi bentuk
gumpal, sehingga meningkatkan derajat struktur dan ukuran agregat atau
meningkatkan kelas struktur dari halus menjadi sedang atau kasar. Bahkan bahan
organik dapat mengubah tanah yang semula tidak berstruktur (pejal) dapat
membentuk struktur yang baik atau remah, dengan derajat struktur yang sedang
hingga kuat.
Mekanisme pembentukan agregat tanah oleh adanya peran bahan organik
ini dapat digolongan dalam empat bentuk:
1. Penambahan bahan organik dapat meningkatkan populasi mikroorganisme
tanah baik jamur dan actinomycetes. Melalui pengikatan secara fisik butir-
bitir primer oleh miselia jamur dan actinomycetes, maka akan terbentuk
agregat walaupun tanpa adanya fraksi lempung;
2. Pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan antara bagian–
bagian positif dalam butir lempunf dengan gugus negatif (karboksil)
senyawa organik yang berantai panjang (polimer);
3. Pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan antara
bagianbagian negatif dalam lempung dengan gugusan negatif (karboksil)
senyawa organik berantai panjang dengan perantaraan basa-basa Ca, Mg,
Fe dan ikatan hidrogen;
4. Pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan antara bagian-
bagian negative dalam lempung dengan gugus positif (gugus amina,
amida, dan amino) senyawa organik berantai panjang (polimer).
Pengaruh bahan organik terhadap sifat fisika tanah yang lain adalah
terhadap peningkatan porositas tanah. Porositas tanah adalah ukuran yang
menunjukkan bagian tanah yang tidak terisi bahan padat tanah yang terisi oleh
udara dan air. Pori pori tanah dapat dibedakan menjadi pori mikro, pori meso dan
pori makro. Pori-pori mikro sering dikenal sebagai pori kapiler, pori meso dikenal
sebagai pori drainase lambat, dan pori makro merupakan pori drainase cepat.
Tanah pasir yang banyak mengandung pori makro sulit menahan air, sedang tanah
lempung yang banyak mengandung pori mikro drainasenya jelek. Pori dalam
tanah menentukan kandungan air dan udara dalam tanah serta menentukan
perbandingan tata udara dan tata air yang baik. Penambahan bahan organik pada
tanah kasar (berpasir), akan meningkatkan pori yang berukuran menengah dan
menurunkan pori makro.
Pengaruh bahan organik terhadap peningkatan porositas tanah di samping
berkaitan dengan aerasi tanah, juga berkaitan dengan status kadar air dalam tanah.
Penambahan bahan organik akan meningkatkan kemampuan menahan air
sehingga kemampuan menyediakan air tanah untuk pertumbuhan tanaman
meningkat. Kadar air yang optimal bagi tanaman dan kehidupan mikroorganisme
adalah sekitar kapasitas lapang. Penambahan bahan organik di tanah pasiran akan
meningkatkan kadar air pada kapasitas lapang, akibat dari meningkatnya pori
yang berukuran menengah (meso) dan menurunnya pori makro, sehingga daya
menahan air meningkat, dan berdampak pada peningkatan ketersediaan air untuk
pertumbuhan tanaman. Pada tanah berlempung dengan penambahan bahan
organik akan meningkatkan infiltrasi tanah akibat dari meningkatnya pori meso
tanah dan menurunnya pori mikro.

7.4 Bahan Organik dan Sifat Kimia Tanah


Pengaruh bahan organik terhadap kesuburan kimia tanah antara lain
terhadap kapasitas pertukaran kation, kapasitas pertukaran anion, pH tanah, daya
sangga tanah dan terhadap keharaan tanah. Penambahan bahan organik akan
meningkatkan muatan negative sehingga akan meningkatkan kapasitas pertukaran
kation (KTK). Bahan organik memberikan konstribusi yang nyata terhadap KTK
tanah. Sekitar 20 – 70% kapasitas pertukaran tanah pada umumnya bersumber
pada koloid humus (contoh: Molisol), sehingga terdapat korelasi antara bahan
organik dengan KTK tanah (Stevenson, 1982). Kapasitas pertukaran kation (KTK)
menunjukkan kemampuan tanah untuk menahan kation-kation dan
mempertukarkan kation-kation tersebut termasuk kation hara tanaman. Kapasitas
pertukaran kation penting untuk kesuburan tanah. Humus dalam tanah sebagai
hasil proses dekomposisi bahan organik merupakan sumber muatan negatif tanah,
sehingga humus dianggap mempunyai susunan koloid seperti lempung, namun
humus tidak semantap koloid lempung, dia bersifat dinamik, mudah dihancurkan
dan dibentuk. Sumber utama muatan negatif humus sebagian besar berasal dari
gugus karboksil (-COOH) dan fenolik (-OH).
Fraksi bahan organik dalam tanah berpotensi dapat berperan untuk
menurunkan kandungan pestisida secara nonbiologis, yaitu dengan cara
mengadsorbsi pestisida dalam tanah. Mekanisme ikatan pestisida dengan bahan
organik tanah dapat melalui: pertukaran ion, protonisasi, ikatan hidrogen,
gaya vander Waal’s dan ikatan koordinasi dengan ion logam (pertukaran ligan).
Tiga faktor yang menentukan adsorbsi pestisida dengan bahan organik :
1. Karakteristik fisika-kimia adsorbenya (koloid humus),
2. Sifat pestisidanya, dan
3. Sifat tanahnya, yang meliputi kandungan bahan organik, kandungan dan
jenis lempungnya, pH, kandungan kation tertukarnya, lengas, dan
temperatur tanahnya.
Pengaruh penambahan bahan organik terhadap pH tanah dapat
meningkatkan atau menurunkan tergantung oleh tingkat kematangan bahan
organik yang kita tambahkan dan jenis tanahnya. Penambahan bahan organik yang
belum masak (misal pupuk hijau) atau bahan organik yang masih mengalami
proses dekomposisi, biasanya akan menyebabkan penurunan pH tanah, karena
selama proses dekomposisi akan melepaskan asam-asam organik yang
menyebabkan menurunnya pH tanah. Namun apabila diberikan pada tanah yang
masam dengan kandungan Al tertukar tinggi, akan menyebabkan peningkatan pH
tanah, karena asam-asam organik hasil dekomposisi akan mengikat Al
membentuk senyawa komplek (khelat), sehingga Al-tidak terhidrolisis lagi.
Dilaporkan bahwa penamhan bahan organik pada tanah masam, antara lain
inseptisol, ultisol dan andisol mampu meningkatkan pH tanah dan mampu
menurunkan Al tertukar tanah. Peningkatan pH tanah juga akan terjadi apabila
bahan organik yang kita tambahkan telah terdekomposisi lanjut (matang), karena
bahan organik yang telah termineralisasi akan melepaskan mineralnya, berupa
kation-kation basa.
Peran bahan organik terhadap ketersediaan hara dalam tanah tidak terlepas
dengan proses mineralisasi yang merupakan tahap akhir dari proses perombakan
bahan organik. Dalam proses mineralisasi akan dilepas mineral-mineral hara
tanaman dengan lengkap (N, P, K, Ca, Mg dan S, serta hara mikro) dalam jumlah
tidak tentu dan relatif kecil. Hara N, P dan S merupakan hara yang relatif lebih
banyak untuk dilepas dan dapat digunakan tanaman. Bahan organik sumber
nitrogen (protein) pertama-tama akan mengalami peruraian menjadi asam-asam
amino yang dikenal dengan proses aminisasi, yang selanjutnya oleh sejumlah
besar mikrobia heterotrofik mengurai menjadi amonium yang dikenal sebagai
proses amonifikasi. Amonifikasi ini dapat berlangsung hampir pada setiap
keadaan, sehingga amonium dapat merupakan bentuk nitrogen anorganik
(mineral) yang utama dalam tanah.
Amonium ini antara lain dapat secara langsung diserap dan digunakan
tanaman untuk pertumbuhannya, atau oleh mikroorganisme untuk segera
dioksidasi menjadi nitrat yang disebut dengan proses nitrifikasi.
Nitrifikasi adalah proses bertahap yaitu proses nitritasi yang dilakukan
oleh bakteri Nitrosomonas dengan menghasilkan nitrit, yang segera diikuti oleh
proses oksidasi berikutnya menjadi nitrat yang dilakukan oleh
bakteri Nitrobacter yang disebut dengan nitratasi. Nitrat merupakan hasil proses
mineralisasi yang banyak disukai atau diserap oleh sebagian besar tanaman
budidaya. Namun nitrat ini mudah tercuci melalui air drainase dan menguap ke
atmosfer dalam bentuk gas (pada drainase buruk dan aerasi terbatas).

6.5 Ringkasan
Bahan organik berperan penting untuk menciptakan kesuburan tanah.
Peranan bahan organik bagi tanah adalah dalam kaitannya dengan perubahan
sifat-sifat tanah, yaitu sifat fisik, biologis, dan sifat kimia tanah. Bahan organik
yang diberikan ke dalam tanah menningkatkan porositas tanah. Selain itu, bahan
organik tersebut akan mengalami dekomposisi dan mineralisasi. Hasil
dekomposisi berupa asam organik (senyawa organik) dapat menjadi bahan yang
berperan dalam pembentukan agregat tanah. Perbaikan agregat (struktur) akan
disertai perbaikan porositas, aerasi, infiltrasi, kemampuan memegang air dan air
tersedia, permeanilitas, dan sifat fisik lainnya.
Pemberian bahan organik juga dapat mempeerbaiki sifat kimia tanah.
Bahan organik yang ditambahkan mengalami dekomposisi dan mineralisasi.
Asam-asam organik hasil dekomposisi meningkatkan kapasitas tular kation
(KTK). Dekomposisi dan mineralisasi disertai pelepasan unsur hara, sehingga
meningkatkan jumlah dan ketersediaan unsur hara dalam tanah.

6.6 Pertanyaan
Untuk mengevaluasi apakah materi yang telah disampaikan telah dikuasai
oleh mahasiswa, maka diajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Jelaskan pengaruh sifat biologi tanah terhadap pertanian berkelanjutan?
2. Jelaskan pengaruh bahan organik terhadap sifat biologi tanah?
3. Jelaskan pengaruh jenis bahan organik terhadap sifat biologi tanah?
4. Jelaskan pengaruh bahan organik terhadap keanekaragaman hayati tanah?

6.7 Daftar Pustaka


Agustina, L. 2004. Dasar Nutrisi Tanaman. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Andri. 2011. Bulk density. http://www.scribd.com. Diakses pada tanggal 19


November 2016.

Anonim. 1991. Kimia Tanah. Direktorat Jendral Pendidikan. Depertemen


Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

Damanik, M.M.B., B.E. Hasibuan., Fauzi., Sarifuddin., H. Hanum. 2010.


Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press. Medan.

Dwijoseputro, D. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT. Gramedia. Jakarta.

Foth H. D. 1994. Dasar-dasar Ilmu Tanah, Edisi 6. Adisoemarto S. Jakarta:


Erlangga. Terjemahan dari: Fundamental of Soil Science.

Gardner FP, Pearce RB and Mitcell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.

Gardiner D and R.W Miller. 2008. Soils In Out Environment. 11th Edition.
Pearson, Prentice Hall. Upper Saddle River, New Jersey, Columbus, Ohio.
66p.

Hakim N, Yusuf N, Am Lubis, Sutopo GN, M Amin D, Go BH, HH Bailley.


1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung.

Hanafiah, K. A. 2010. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada.


Jakarta.
Hardjowigeno, S. 1992. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika
Pressindo. Jakarta.

Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.

Hardjowigeno, H. Sarwono. 2003. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa.


Jakarta.

Hasibuan B A. 2006. Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara.


Medan.

Kasno, A., A. Rachim, Iskandar dan J. S. Adiningsing. 2004. Hubungan nisbah


K/Ca dalam larutan tanah dengan dinamika hara K pada Ultisol dan
Vertisol lahan kering. Jurnal Tanah dan Lingkungan, Vol 6 No.1.
Departemen Tanah. Faperta. IPB. Bogor.
Kohnke, H. 198. Soil Physic. Mc. Graw – Hill Book Company, New York.

Leiwakabessy F M. 1988. Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian.


Institut Pertanian Bogor.

Leiwakabessy, F.M. Suwarno, dan U. M. Wahyudin. 2002. Bahan Kuliah


Kesuburan Tanah. Fakultas Pertanian .IPB. Bogor.

Madjid. 2010. Sifat dan Ciri Tanah. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Mustofa A. 2007. Perubahan Sifat Fisik, Kimia dan Biologi Tanah Pada
Hutan Alam yang Diubah Menjadi Lahan Pertanian di Kawasan
Taman Nasional Gunung Leuser. Skripsi Fakultas Kehutanan. Institut
Pertanian Bogor. (Tidak dipublikasikan)

Olsen, S. and F.S. Watanabe. 1957. A method to determine a phosphorus


absorption maximum of soils as measured by the Langmuir Isotherm.
Soil Sci. Soc. Am. Proc. 21: 144−149.

Pairunan A K. Nonere, Samosir S.R, Tangkaisari R, J.R Lolopua, Ibrahim B dan


Asmadi H.1997. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. BKPTN Indonesia bagian
Timur. Makassar.

Paul, E. A., and F.E. Clark. 1989. Soil Microbiology and Biochemistry. Acad.
Press, Inc. Boston.

Pedro, A. Sanchez. 2001. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. ITB Bandung.
Bandung.

Soedarmo, H., dan P. Djojoprawiro,. 1986. Fisika Tanah Dasar. Fakultas


Pertanian. IPB. Bogor.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian
IPB. Bogor.

Sutcliffe, J.F. and D.A. Baker. 1975. Plant and Mineral Salts. Edward Arnold
Publishing. London

Sutedjo. 2002. Pengantar Ilmu Tanah. Rineka Cipta. Jakarta.


VII. HUBUNGAN BAHAN ORGANIK
DENGAN KESUBURAN TANAH
DAN PERTUMBUAN TANAMAN

7.1 TIU dan TIK

Setelah mengikuti perkuliahan dengan topik hubungan bahan organik


dengan kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman diharapkan:

1. Mahasiswa mampu memahami pengertian kesuburan tanah

2. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan bahan organik dengan kesuburan


tanah.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan bahan organik, kesuburan tanah
dengan pertumbuhan tanaman.

7.2 Pengertian Kesuburan Tanah


Sebelum menjelaskan hubungan bahan organik dan kesuburan tanah, maka perlu
dipahami terlebih dahulu pengertian kesuburan tanah. Secara etimologi, kata kesuburan
terdiri dari kata “subur” yang diberi imbuhan ke dan an. Kata subur sendiri merupakan
kata sifat yang menunjukkan dapat tumbuh dengan baik, Jadi tanah subur dan kesuburan
tanah berbeda maknanya. Tanah subur adalah kondisi tanah yang mampu menyediakan
air, udara dan unsure hara yang seimbang untuk pertumbuhan tanaman yang baik.
Kesuburan tanah memiliki derajat atau tingkatan kondisi tanah dalam kaitannya dengan
penyediaan air , udara dan unsure hara.
Berdasarkan uraian di atas, ada beberapa publikasi mendefinisikan kesuburan
tanah sebagai kemampuan tanah menyediakan air, udara dan unsure hara secara seimbang
untuk pertumbuhan tanaman. Ada beberapa penulis lain yang mendefiniskan kesuburan
tanah sebagai status tanah dalam kaitannya dengan kemampuannya menyediakan unsure
hara.
Pengertian kesuburan tanah sebagai kemampuan tanah menyediakan air, udara
dan unsure hara lebih operasional. Hal itu disebabkan, sekalipun air (mengandung unsure
H dan O), udara (mengandung unsure O, dan lainnya) yang juga unsure hara, dalam
pengelolaan kesuburan tanah berbeda. Jika kesuburan tanah hanya terkait unsure hara,
maka pengelolaannya dapat dilakukan dengan menambahkan pupuk. Padahal faktanya
pengelolaan kesuburan tanah juga dilakukan untuk menyediakan air dan udara di dalam
tanah. Sebagai contoh pemberian bahan organik kea lam tanah jika hanya ditujukan untuk
menyediakan unsure hara kadarnya rendah, namun dalam realitanya pemberian bahan
organik dapat meningkatkan ketersediaan air dan udara di dalam tanah.

7.3 Bahan Organik dan Kesuburan Tanah


Hubungan bahan organik dengan kesuburan tanah terkait dengan perubahan sifat-
sifat tanah akibat pemberian bahan organic, bahwa bahan organik dapat mempengaruhi
sifat biologi, fisik dan kimia tanah. Perbaikan sifat biologi tanah akibat pemberian bahan
organik tidak berhubungan langsung dengan ketersediaan air, udara dan unsure hara.
Namun, perbaikan sifat biologi tanah akan mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah.
Perbaikan sifat fisik dan kimia tanah inilah yang berpengaruh terhadap kesuburan tanah.
Bahan organik yang diberikan ke dalam tanah dapat langsung dan tidak langsung
mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah. Bahan organik yang diberikan ke dalam tanah
dapat secara langsung mempengaruhi sifat fisik tanah seperti porositas, aerasi dan
kemampuan memegang air. Perbaikan aerasi dan kemampuan memegang air tentu saja
berpengaruh terhadap ketersediaan air dan udara di dalam tanah. Hal itu berarti
mempengaruhi kesuburan tanah.
Bahan organik yang diberikan ke dalam tanah secara langsung memperbaiki sifat
biologi tanah. Bahan organik sebagai sumber energy dan sumber hara bagi biota tanah.
Dengan demikian, pemberian bahan organik akan meningkatkan jumlah individu, jumlah
jenis dan aktivitas biota tanah. Bahkan, pemberian bahan organik pada tanah mineral
dapat meningkatkan keragaman hayati tanah.
Perbaikan sifat biologi tanah akibat pemberian bahan organik akan disertai
perbaikan sifat fisik dan kimia tanah. Peningkatan aktivitas biota tanah mempengaruhi
sifat fisik tanah. Peningkatan aktivitas makro fauna tanah seperti cacing, rayap, millipede,
centipede dan insekta yang menghasilkan lubang atau biochanel tentu saja mempengaruhi
porositas tanah. Hal itu akan disertai perbaikan infiltrasi, aerasi, dan permeabilitas, serta
penurunan bobot isi dan soil reistance. Perbaikan sifat fisik tanah tersebut berpengaruh
terhadap ketersediaan air dan udara di dalam tanah. Dengan kata lain meningkatkan
kesuburan tanah.
Bahan organik yang ditambahkan oleh aktiitas biota tanah khususnya mikroba
akan didekomposisi dan dimineralisasi, shingga dihasilkan asam-asam organik (senyawa
organik dan dilepaskan usnur hara. Bahkan hasil dekomposisi dapat mengalami
humifikasi sehingga terbentuk senyawa humik. Hasil dekomposisi bahan organik berupa
asam-asam organik (senyawa organik) dan senyawa humik mampu memperbaiki sifat
fisik dan kimia tanah.

7.4 Bahan Organik, Kesuburan Tanah dan Pertumbuhan Tanaman


Peranan bahan organik dalam perbaikan sifat biologi, fisik, dan kimia tanah.
Perbaikan sifat-sifat tanah tersebut akan disertai dengan perbaikan keseimbangan
ketersediaan air, udara dan unsure hara di dalamm tanah. Dengan kata lain pada tanah
mineral dengan kondisi bahan organik yang tinggi akan memiliki kesuburan tanah yang
tinggi pula.
Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh kesuburan tanah. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa tanah yang diperbaiki kesuburannya menghasilkan
pertumbuhan tanaman yang lebih tinggi dibanding yang tidak diperbaiki kesuburannnya.
Pada tanah yang subur air, udara dan unsure hara berada dalam keadaan seimbang,
sehingga tanaman dapat melakukan proses respirasi, menyerap unsure hara dan air
dengan baik.

7.5 Ringkasan
Bahan organik memegang peranan penting dalam perbaikan kesuburan tanah.
Perbaikan kesuburan tanah akibat pemberian bahan organik terjadi melalui perbaikan
sifat biologi, fisik dan kimia tanah. Bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik dan
kimia tanah secara langsung, namun dapat pula terjadi perbaikan fisik dan kimia secara
tidak langsung melalui perbaikan sifat biologi tanah. Perbaikan sifat fisik dan kimia tanah
berpengaruh terhadap ketersediaan air, udara dan unsure hara. Hal itu berarti bahwa
pemberian bahan organik memperbaiki kesuburan tanah.

7.5 Pertanyaan
Untuk mengevaluasi apakah materi yang telah disampaikan telah dikuasai
oleh mahasiswa, maka diajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Jelaskan pengertian kesuburan tanah ?
2. Uraikan pengaruh bahan organik terhadap sifat biologi dan kesuburan tanah ?
3. Uraikan pengaruh bahan organik terhadap sifat fisik dan kesuburan tanah ?
4. Uraikan pengaruh bahan organik terhadap sifat kimia dan kesuburan tanah ?
VIII. FAKTOR ALAMI YANG MEMPENGARUHI
JUMLAH BAHAN ORGANIK

8.1 TIU dan TIK


Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa diharapkan:
1. Mampu menyebutkan faktor alami yang mempengaruhi jumlah bahan organik di
dalam tanah
2. Mampu menjelaskan faktor iklim yang mempengaruhi jumlah bahan organik di
dalam tanah
3. Mampu menjelaskan faktor lahan yang mempengaruhi jumlah bahan organik di
dalam tanah
4. Mampu menjelaskan faktor tanah yang mempengaruhi jumlah bahan organik di
dalam tanah

8.2 Pendahuluan
Bahan organik memegang peranan penting dalam kesuburan dan produktivitas
tanah. Oleh karena itu, upaya mempertahankan kadar bahan organik agar tetap tinggi
perlu dilakukan. Usaha yang bisa dilakukan adalah mencegah kehilangan bahan
organik dari dalam tanah, dan menambahkan bahan organik ke dalam tanah.
Walaupun demikian, kadar bahan organik di dalam tanah juga sangat dipengaruhi
oleh faktor alami. Faktor alami yang mempengaruhi bahan organik di dalam tanah
adalah iklim, lahan, tanah, vegetasi atau penggunaan lahan.

8.3 Faktor iklim


Kadar bahan organik di dalam tanah ditentukan oleh penambahan dan
kehilangannya. Penambahan dan kehillangan bahan organik di dalam tanah
dipengaruhi oleh iklim. Unsur iklim yang mempengaruhi kadar bahan organik di
dalam tanah yang utama adalah suhu, curah hujan (kelembaban tanah).
Suhu merupakan komponen iklim yang mempengaruhi aktivitas mahluk
hidup, termasuk mahluk hidup di dalam tanah. Respon mahluk hidup terhadap suhu
tidak linier atau kuadratik. Pada suhu rendah aktivitas mahluk hidup rendah, seiring
dengan peningkatan suhu aktivitasnya meningkat sampai pada suhu tertentu, setelah
itu aktivitasnya menurun. Respon mahluk terhadap suhu dipengaruhi oleh aktivitas
enzim di dalam mahluk hidup tersebut.
Berdasarkan suhu, wilayah di dunia dibagi atas tropic, subtropik, … dan …
Wilayah tropic adalah wilayah dengan suhu relative tinggi sepanjang tahun.
Tingginya suhu di wilayah tropic disebabkan adanya penyinaran matahari sepanjang
tahun.
Suhu mempengaruhi mahluk hidup di dalam tanah, baik makro, meso maupun
mikroorganisme. Suhu yang tinggi di wilayah tropic menyebabkan aktivitas biota
tanah di wilayah tropic lebih tinggi dibandingkan dengan di wilayah subtropik.
Tingginya suhu di wilayah tropic menyebabkan aktivitas dekompisisi dan
mineralisasi bahan organik di wilayah tropis lebih tinggi dibanding di wilayah
subtropics. Atas dasar perbedaan suhu di wilayah tropis yang lebih tinggi inilah yang
menyebabkan kadar bahan organik tanah di wilayah tropis lebih rendah dibanding di
wilayah subtropics.
Unsur iklim lainnya yang juga mempengaruhi kadar bahan organik di dalam
tanah adalah curah hujan. Berdasarkan jumlah curah hujannya, wilayah dibedakan
atas wilayah (zone) humid, meso, dan arid,…. Wilayah humid adalah yang memiliki
curah hujan tinggi, sedangkan wilayah arid adalah wilayah dengan curah hujan
rendah (kering). Sebagian besar wilayah Indonesia (khususnya di wilayah Indonesia
bagian barat) tergolong wilayah humid tropic, yaitu wilayah dengan suhu dan curah
tinggi. Sebagian besar wilayah Indonesia bagian timur memiliki iklim arid tropic,
yaitu wilayah dengan suhu tinggi dengan curah hujan (kelembaban) rendah.
Curah hujan mempengaruhi aktivitas mahluk hidup termasuk tumbuhan
(flora) dan binatang (fauna). Curah hujan mempengaruhi kelembaban atau
ketersediaan air untuk kehidupan flora dan fauna. Ada korelasi antara sebaran curah
hujan dengan sebaran vegetasi. Wilayah humid tropic memiliki vegetasi hutan hujan
tropis dengan keragaman vegetasi yang lebih tinggi dibanding wilayah subtropik.
Khusus untuk wilayah tropic seperti Indonesia, bila curah hujannya tinggi
vegetasinya lebat dibanding vegetasi di wilayah arid. Wilayah arid vegetasinya
didominasi rumput sehingga membentuk savanna.
Terdapat hubungan antara curah hujan dengan bahan organik tanah. Pada
wilayah dengan curah hujan tinggi memiliki vegetasi yang lebat sehingga sumbangan
serasah ke dalam tanah besar. Di wilayah tropic lain yang memiliki curah hujan lebih
rendah vegetasinya kurang lebat sehingga sumbangan serasahnya juga lebih rendah.
Walaupun demikian kadar bahan organik tanah juga ditentukan oleh jenis
vegetasinya. Hubungan vegetasi dengan kadar bahan organikk tanah akan dibahas
pada bagian 8.6.

8.4 Faktor tanah


Kadar bahan organik tanah mineral beragam tergantung pada sifat-sifat
tanahnya. Sifat tanah mineral yang mempengaruhi kadar bahan organik di dalam
tanah adalah tekstur, struktur, aerasi, dan drainase.
Tekstur tanah mineral sering didefinisikan sebagai perbandingan relative
antara fraksi pasir, debu dan liat yang dinyatakan dalam persen. Bila faktor lainnya
sama, secara umum dapat dikatakan bahwa semakin kasar tekstur tanah maka kadar
bahan organik tanahnya semakin rendah. Dengan kata lain, semakin tinggi liat maka
semakin tinggi kadar bahan organik tanahnya.
Aerasi adalah sifat fisik tanah yang terkait dengan kemampuan tanah
mempertukarkan udara di dalam tanah. Aerasi tanah dipengaruhi oleh tekstur,
struktur, dan kadar bahan organik. Tanah yang memiliki aerasi baik umumnbya
memiliki kadar bahan organik lebih rendah dibanding tanah dengan erosi yang
kurang atau tidak baik. Hal itu disebabkan pada tanah beraerasi baik aktivitas biota
tanah yang terlibat dalam proses dekomposisi berjalan dengan baik.
Struktur tanah adalah penyusunan partikel primer tanah membentuk agregat
dengan bidang belah alami yang lemah. Secara umum tanah dibedakan atas tanah
berstruktur dan tidak berstruktur. Tanah tidak berstruktur kondisinya padat sehingga
porositasnya sangat rendah. Berbeda dengan itu, tanah berstruktur memiliki porositas
lebih tinggi. Walaupun demikian, antar tipe struktur terdapat perbedaan porositas dan
distribusi pori. Struktur tanah dengan porositasnya berpengaruh terhadap aerasi tanah.
Tanah berstruktur remah memiliki prositas dan distribusi pori yang baik, sehingga
aerasinya baik dan kemampuan memegang airnya juga tinggi.
Terdapat hubungan antara struktur tanah dengan kadar bahan organik tanah.
Tanah berstruktur baik yang disertai aerasi baik seringkali memiliki kadar bahan
organik lebih rendah dibanding tanah berstrukktur dengan aerasi tidak baik. Hasil
penelitian tanah berstruktur remah dan beraerasi baik memiliki kadar bahan organic
yang lebih rendah dibanding tanah berstruktur dan beraerasi kurang baik yakni.
Drainase adalah sifat fisik tanah yang berkaitan dengan kemampuan tanah
membuang kelebihan air. Drainase tanah dipengaruhi oleh sifat fisik lain seperti
tekstur dan struktur. Drainase mempengaruhi aerasi sehingga berpengaruh terhadap
aktivitas biota tanah. Tanah dengan drainase baik memiliki aerasi yang baik, sehingga
aktivitas biota tanah dalam proses dekomposisi bahan organik berjalan dengan baik.
Dengan demikian, tanah dengan drainase baik memiliki kadar bahan organik tanah
lebih rendah dibanding tanah dengan drainase buruk.

8.5 Faktor lahan


Unsur lahan seperti topografi atau kemiringan lahan, tinggi muka air tanah
mempengaruhi kadar bahan organik dalam tanah. Hubungan unsure lahan dengan
jumlah bahan organik di dalam tanah bersifat tidak langsung. Hal itu disebabkan
unsure lahan berpengaruh terhadap drainase atau aerasi yang selanjutnya
mempengaruhi aktivitas biota tanah.
Lahan dengan topografi datar memiliki kemiringan 0-3% seringkali memiliki
drainase yang terhambat terlebih lagi jika disertai muka air tanahnya dangkal,
sehingga aerasinya tidak bai. Kondisi aerasi yang tidak baik tersebut menyebabkan
aktivitas biota tanah yang terlibat dalam kegiatan dekomposisi dan mineralisasi bahan
organik berjalan lambat. Hal itu yang mengkibatkan kadar bahan organik tanahnya
menjadi lebih tinggi dibanding lahan dengan topografi bergelombang atau berbukit.
Pada lahan dengan topoografi berbukit yang memiliki kemiringan >25% drainasenya
lebih cepat, sehingga aerasinya lebih baik. Kondisi yang disebut terakhir itu yang
menyebabkan aktivitas biota tanah yang melakukan dekomposisi dan mineralisasi
bahan organik berjalan lebih intensif. Hal itu yang menyebabkan pada lahan dengan
topografi berbukit kadar bahan organik tanahnya lebih rendah.

8.6 Penggunaan Lahan dan Vegetasi


Penggunaan lahan dan vegetasi mempengaruhi kadar bahan organik di dalam
tanah. Penggunaan lahan hutan dengan vegetasi yang lebat memiliki bahan organik
lebih tinggi dibanding lahan hutan dengan vegetasi jarang, apalagi dengan lahan
pertanian yang sering dilakukan pengolahan tanah.
Jenis vegetasi memberikan pengaruh yang berbeda terehadap kadar bahan
organik tanah, hutan yang ditumbuhi vegetasi pepohonan berdaun lebar memiliki
kadar bahan organik di dalam tanah lebih rendah dibanding lahan yang ditumbuhi
vegetasi rumput. Hal itu antara lain disebabkan rumput memiliki siklus hidup yang
lebih pendek, sehingga sumbangan bahan organik dari vegetasi rumput dalam satuan
waktu yang cukup lama (misalnya satu tahun) lebih tinggi dibanding vegetasi
pepohonan berdaun lebar. Selain itu, vegetasi rumput khususnya rumput tropic
memiliki kadar lignin yang tinggi, dimana lignin merupakan senyawa organik yang
sukar didekomposisi. Alasan lainnya adalah bahwa rumput memiliki akar serabut
yang ekstensif yang memiliki siklus lebih pendek, sehingga kontribusinya terhadap
bahan organik lebih tinggi.

8.7 Ringkasan
Jumlah bahan organik di dalam tanah dipengaruhi oleh faktor lingkungan
alami. Faktor lingkungan alami yang mempengaruhi jumlah bahan organik di dalam
tanah adalah iklim, tanah, lahan, dan penggunaan lahan dan vegetasi. Unsur iklim
yang terutama mempengaruhi jumlah bahan organik di dalam tanah adalah suhu dan
kelembaban tanah atau curah hujan. Sifat tanah yang mempengaruhi kadar bahan
organik di dalam tanah adalah tekstur, struktur, aerasi dan drainase. Unsur lahan
mempengaruhi kadar bahan organik di dalam tanah secara tidak langsung, melalui
pengaruhnya terhadap aerasi dan ketersediaan air di dalam tanah. Unsur lahan
tersebut adalah topografi atau kemiringan lahan, drainase, tinggi muka air tanah.
Penggunaan lahan mempengaruhi kadar bahan organik dalam tanah melalui efeknya
terhadap kondisi iklim mikro tanah. Lahan dengan jenis vegetasi yang berbeda
memiliki kadar bahan organik dalam tanah yang berbeda pula.

8.8 Pertanyaan
Untuk mengevaluasi apakah materi yang telah disampaikan telah dikuasai
oleh mahasiswa, maka diajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Sebutkan faktor alami yang mempengaruhi jumlah bahan organik dalam tanah ?
2. Jelaskan unsure iklim yang mempengaruhi jumlah bahan organik dalam tanah ?
3. Sebut dan jelaskan sifat tanah yang mempengaruhi jumlah bahan organik dalam
tanah ?
4. Sebut dan jelaskan unsure lahan yang mempengaruhi jumlah bahan organik dalam
tanah ?
5. Jelaskan hubungan vegetasi dengan jumlah bahan organik di dalam tanah ?
IX. KEHILANGAN BAHAN ORGANIK DAN
DEGRADASI TANAH

9.1 TIU dan TIK


Setelah mengikuti perkuliahan dengan topik Kehilangan Bahan Organik dan
Degradasi Tanah diharapkan:
1. Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelaskan penyebab kehilangan bahan
organic dalam tanah
2. Mahasiswa mampu menjelaskan pengaruh kehilangan bahan organic terhadap
degradasi tanah

9.2 Pendahuluan
Indonesia merupakan bagian dari ekosistem tropika basah yang tergolong
sangat rentan terhadap degradasi jika pengelolaannya tidak tepat. Ekosistem tropika
basah meliputi areal sekitar 1,5 milyar hektar lahan dengan populasi manusia sekitar
2 milyar, yang tersebar dalam 60 negara. Dua pupuh lima persen areal tersebut
terdapat di Asia. Tanah-tanah lahan kering tropika basah merupakan tanah yang
rentan terhadap degradasi, selain disebabkan faktor alami juga akibat campur tangan
manusia (Pujianto, 2001). Umumnya faktor-faktor penyebab degradasi tersebut baik
secara alami maupun campur tangan manusia menimbulkan kerusakan dan
menurunnya produktivitas tanah

9.3 Kehilangan bahan organik tanah


Ada dua penyebab utama kehilangan bahan organic dari dalam tanah, yaitu
dekomposisi dan mineralisasi bahan organic serta aliran permukaan dan erosi. Oleh
karna kehilangan bahan organic dapat menyebabkan penurunan kadar bahan organic
di dalam tanah, maka penyebab dan mekanisme kehilangan tersebut perlu
diidentifikasi. Hal itu penting dilakukan untuk menyusun strategi untuk menekan
kehilangan bahan organic tersebut.
Kehilangan bahan organic dari dalam tanah dapat disebabkan oleh
dekomposisi dan mineralisasi bahan organic. Selama terdapat decomposer dan factor
lingkungan mendukung, maka proses dekomposisi dan mineralisasi secara alami akan
berlangsung. Proses dekomposisi dan mineralisasi sebenarnya diperlukan untuk
menghasilkan senyawa organic atau humus dan pelepasan unsure hara yang
diperlukan untuk perbaikan kesuburan tanah. Namun, harus dikontrol agar kadar
bahan organic tanah tidak turun sampai batas yang dapat menyebabkan degradasi
tanah.
Kadar bahan organic tanah akan relative stabil pada nilai tertentu sesuai
dengan penggunaan lahannya. Perubahan penggdunaan lahan dapat enyebabkan
perubahan kadar bahan organic tanah. Perubahan penggunaan lahan hutan menjadi
lahan pertanian khususnya pertanian tanaman pangan akan diikuti dengan penurunan
kadar bahan organic tanah. Perubahan penggunaan lahan system agroforestri menjadi
system monokultur sering diikuti dengan penurunan kadar bahan organic tanah.
Pengolahan tanah dapat menyebabkan kehilangan bahan organic akibat
peningkatan dekomposisi dan mineralisasi bahan organic tanah. Peningkatan
dekomposisi dan mineralisasi tersebut disebabkan meningkatknya aerasi tanah.
Peningkatan aerasi tanah tersebut mendorong mikroba pendekomposisi bahan organic
aktif mendekomposisi bahan organic tanah.
Aliran permukaan dan erosi telah lama diketahui sebagai penyebab hilangnya
bahan organic dari dalam tanah. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahan aliran
permukaan dan erosi menurunkan kadar bahan organic tanah.
………………….Tabel…………………

9.4 Dampak penurunan bahan organik terhadap degradasi tanah


Degradasi tanah atau degradasi lahan didefinisikan sebagai lahan yang
memiliki tingkat produktivitas yang rendah atau tidak produktif sama sekali bagi
kegiatan pertanian. Produktivitas lahan yang rendah atau bahkan tidak produktif
untuk aktivitas pertanian, bisa disebabkan oleh cara pengolahan tanah yang tidak
benar dan penggunaan lahan yang dapat memicu timbulnya erosi secara berlebihan
(Suwardjo, dkk., 1991 dalam Banuwa, 2013).
Menurut Arsyad (2010) kerusakan tanah atau degradasi tanah dapat
disebabkan oleh : 1. Hilangnya unsur hara dan bahan organik dari daerah perakaran.
Hilangnya unsur hara dan bahan organik tersebut dapat disebabkan oleh beberapa
faktor seperti akibat perombakan cepat dari bahan organik, pelapukan mineral,
pencucian unsur hara yang cepat di daerah tropika basah, terangkut saat panen, atau
akibat pembakaran tanaman. Dalam jangka panjang hal ini akan menyebabkan
produktivitas tanah menjadi menurun. 2. Terkumpulnya garam atau senyawa racun
bagi tanaman di daerah perakaran. Pada daerah yang beriklim kering, musim kemarau
akan menyebabkan garam-garam natrium akan terakumulasi di bagian atas tanah.
Pada daerah 7 pasang surut, tanah umumnya banyak mengandung liat asam, yang jika
teroksidasi akan mengakibatkan pH tanah menjadi sangat asam. Pada lahan yang
banyak menggunakan herbisida, logam berat seperti Fe, Al, dan Zn akan banyak
terakumulasi di daerah perakaran tanaman dan dapat membunuh organisme tanah di
sekitarnya. 3. Penjenuhan tanah oleh air (water logging). Penjenuhan tanah oleh air
bisa disebabkan karena proses alami dan bisa juga disebabkan akibat aktivitas
manusia. 4. Erosi. Erosi didefinisikan sebagai berpindahnya tanah atau bagian
permukaan tanah ke tempat lain yang disebabkan oleh air atau angin. Dari semua
penyebab degradasi lahan diatas, erosi merupakan penyebab utama yang paling
berperan dalam degradasi lahan. Erosi menyebabkan hilangnya lapisan atas tanah
yang subur dan baik bagi pertumbuhan tanaman, serta menyebabkan berkurangnya
kemampuan tanah untuk menahan dan menyerap air (Banuwa, 2013).
Staben et al. (1997) menyatakan bahwa degradasi tanah akibat pengolahan
tanah dimanifestasikan melalui erosi, penurunan kadar bahan organik tanah,
kehilangan hara, pemadatan tanah, dan penurunan populasi mikroorganisme.
Sementara itu Arsyad (1989) mengemukakan bahwa kerusakan tanah dapat terjadi
diantaranya karena kehilangan unsur hara dan bahan organik dari daerah perakaran
dan erosi. Akibat degradasi lahan, pada umumnya status bahan organik lahan kering
di Indonesia berada pada level rendah-sangat rendah (Rachman et al. 2008).
Penurunan kadar bahan organik di dalam tanah dapat berakibat buruk pada sifat-sifat
tanah tersebut, sehingga kadar bahan organik dapat dijadikan sebagai salah satu
parameter penting dalam kaitannya dengan tingkat kesuburan tanah (Sombroek dan
Nacktergaele 1993). Rendahnya bahan organik, khususnya fraksi labil karbon organik
berkorelasi dengan buruknya sifat fisik dan kimia tanah lainnya seperti berat isi (bulk
density), ruang pori total, pori aerasi, dan K tersedia (Nurida, 2006).
Posisi Indonesia yang terletak di wilayah tropis mengakibatkan laju
dekomposisi bahan organik tergolong tinggi karena suhu dan kelembaban yang lebih
sesuai untuk perkembangan organisme dekomposer. Laju kehilangan bahan organik
dari lingkungan tanah relatif tinggi. Tingginya curah hujan di wilayah lahan kering
masam serta sifat hujan yang eratik di wilayah lahan kering iklim kering,
menyebabkan kandungan bahan organik di lahan kering tergolong sangat rendah-
rendah. Keberlanjutan pengusahaan tanah secara intensif pada lahan kering yang
telah mengalami degradasi sangat tergantung pada upaya konservasi bahan organik,
agar kualitas tanah dapat terjaga dan keberlanjutan usaha tani dapat terjamin
(Suwardjo dan Sinukaban 1986). Upaya perbaikan kualitas tanah yang relatif murah
adalah pemanfaatan sumber bahan organik in situ, seperti pengembalian sisa
tanaman. Penambahan bahan organik secara terus menerus dan terdistribusi secara
baik sepanjang tahun sangat diperlukan untuk meningkatkan suplai bahan organik ke
dalam tanah dan untuk mengimbangi jumlah yang hilang dari tanah yang tidak dapat
dihindari, khususnya pada tanah-tanah yang telah mengalami degradasi.

9.5 Ringkasan
Ada dua penyebab utama kehilangan bahan organic dari dalam tanah, yaitu
dekomposisi dan mineralisasi bahan organik, dan aliran permukaan dan erosi.
Peubahan kadar bahan organik akibat dekomposisi dan mineralisasi terjadi karena
adanya perubahan penggdunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan hutan menjadi
lahan pertanian pangan, dan perubahan system agroforestri menjadi system
monokultur akan diikuti dengan penurunan kadar bahan organic tanah.
Penurunan kadar bahan organic tanah dapat menyebabkan degradasi tanah.
Hal itu disebabkan fungsi bahan organic tanah sebagai sumber unsure hara, perekat
dalam pembentukan agregat tanah, dll yang sangat mempengaruhi kesuburan tanah.

9.6 Pertanyaan
Untuk mengevaluasi apakah materi yang telah disampaikan telah dikuasai
oleh mahasiswa, maka diajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Sebut dan jelaskan penyebab kehilangan bahan organic dalam tanah
2. Jelaskan dampak kehilangan//penurunan bahan organic tanah terhadap degradasi
tanah

9.7 Daftar Pustaka


Pujianto. 2001. Sistem pertanian berkelanjutan di Indonesia. http://www.hayati-
ip6.com/rudyet/indiv2001/pujianto.htm. 23 Maret 2009
X. PRAKTEK-PRAKTEK YANG
MEMPENGARUHI JUMLAH BAHAN
ORGANIK

10.1 TIU dan TIK


Setelah mengikuti perkuliahan dengan topik praktek-praktek yang
mempengaruhi jumlah bahan organik diharapkan:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan praktek yang menurunkan jumlah bahan
organik tanah
2. Mahasiswa mampu menjelaskan praktek yang meningkatkan jumlah bahan
organik tanah

10.2 Kepentingan Bahan Organik untuk Tanah


Penurunan produksi pertanian akibat dari alih guna lahan hutan menjadi
lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan
kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan
perubahan lingkungan global. Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu
sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan
usaha lain. Salah satu alternatif pilihan yang diharapkan dapat meningkatkan
potensi produksi tanaman dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan adalah
pemanfaatan lahan secara maksimal. Selain karena memang tersedia cukup luas,
sebagian dari lahan kering belum diusahakan secara optimal sehingga
memungkinkan peluang dalam pengembangannya.
Lahan pertanian yang diusahakan secara intensif akan mengalami
penurunan unsur hara yang tersedia di dalam tanah. Hasil panen berupa batang,
daun, umbi, biji, akar yang diangkut keluar dari lahan membawa serta unsur hara
yang terkandung di dalamnya. Tanpa pengembalian unsur hara yang memadai
berupa masukan pupuk atau pembenah tanah, produktivitas lahan akan cepat
merosot yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman untuk periode berikutnya
akan lebih buruk. Pelapukan mineral tanah biasanya cukup menambah unsur hara
untuk mengimbangi kehilangan karena pencucian, tetapi tidak terhadap
pengangkutan hasil panen.
Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian menyebabkan penurunan
cadangan karbon tanah. Hal ini terutama disebabkan oleh adanya beberapa
aktivitas pada lahan pertanian antara lain melalui pengangkutan panen,
pembakaran sisa panen, pengolahan tanah, pengairan dan penyiangan gulma.
Kegiatan tersebut akan mempercepat proses dekomposisi bahan organik tanah
sehingga kandungan bahan organik tanah (BOT) pada lahan pertanian umumnya
menurun dengan cepat sekitar 20 - 50 % dari kondisi di hutan. Penurunan
kandungan bahan organik tanah (BOT) ini menyebabkan terjadinya degradasi
kesuburan tanah.
Oleh karena karena itu perlu adanya penambahan bahan organik tanah
guna meningkatkan kesuburan tanah yang telah mengalami degradasi lahan.
Selain itu pengangkutan hasil panen secara intensif sebaiknya dikurangi dan
pengembalian sisa hasil panen sebaiknya dikembalikan pada tanah kembali.

10.3 Praktek yang menurunkan jumlah bahan organik tanah


Mengingat pentingnya bahan organik dalam tanah, maka penurunan
bahan organik tanah perlu mendapat perhatian serius. Informasi tentang adanya
penurunan bahan organik tanah akibat beberapa praktek dalam kegiatan budidaya
tanaman perlu diketahui untuk dapat menekan bahkan menghilangkan penurunan
tersebut.
a. Penurunan produksi biomassa
b. Penurunan suplai bahan organik
c. Meningkatkan laju dekomposisi

Beberapa peneliti telah menunjukkan bahwa ada beberapa praktek yang


dapat menurunkan kadar bahan organik tanah. Praktek yang dapat menurunkan
kadar bahan organik tanah adalah pengolahan tanah, pemberian pupuk anorganik
terus menerus tanpa pupuk organik, penanaman tanaman pangan monokultur
terus menerus.
Menurut Bot dan Beniter (2005) dalam Munawar (2011), ada beberapa
faktor yang mempengaruhi jumlah penambahan dan kehilangan bahan organik
tanah, yaitu :
1. Pengelolaan tanah.
Pengolahan tanah adalah kegiatan membalikan tanah sehingga
membentuk bongkahan-bongkahan. Terbentuknya bongkahan-bongkahan
tersebut menyebabkan aerasi (sirkulasi udara ) sangat besar. Aerasi yang hebat
menghasilkan ketersediaan oksigen di dalam tanah besar. Kondisi tersebut
meningkatkan aktivitas decomposer, sehingga proses dekomposisi bahan organik
berjalan sangat intensif.

2. Pemberian Pupuk Anorganik Tanpa Penambahan Bahan Organik


Penggunaan pupuk anorganik telah menjadi bagian penting dalam
kegiatan budidaya tanaman. Para petani seringkali melakukan pemupukan tanpa
penambahan bahan organik. Hasil penelitian … menunjukkan bahwa
penambahan pupuk anorganik tanpa disertai penambahan bahan organik dapat
menyebabkan penurunan kadar bahan organik tanah. Penambahan pupuk
anorganik menghasilkan ketersediaan unsure hara dari pupuk yang bersangkutan
lebih tinggi, yang dapat merangsang aktivitas biota tanah dalam mendekomposisi
bahan organik. Bila tidak ada penambahan bahan organik, maka kehilangan
bahan organik akibat dekomposisi dan mineralisasi menyebabkan penurunan
bahan organik tanah.

3. Penanaman Tanaman Semusim Monokultur secara Terus Menerus


Tanaman semusim (tanaman pangan) memiliki siklus hidup yang pendek.
Sebelum penanaman tanaman berikutnya ada masa lahan tanpa tanaman yang
dalam periode satu tahun dapat 2 sampai 3 kali. Sistem pertanaman tanaman
semusim monokultur dan terus menerus memiliki iklim mikro khususnya suhu
yang tinggi. Kondisi ini tentu saja menyebabkan proses dekomposisi dan
mineralisasi berjalan sangat tinggi, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan
kadar bahan organik tanah. Hasil penelitian … menunjukkan bahwa penanaman
tanaman semusim monokultur memiliki kadar bahan organik yang lebih rendah
dibanding pertanaman ganda (multiple cropping) dan rotasi tanaman yang
dilakukan.
10.4 Praktek yang meningkatkan bahan organik tanah
Sebagaimana dibahas pada bagian 7.3 bahwa bahan organik sangat
penting bagi kesuburan bahkan kesehatan tanah. Oleh karena itu, berbagai upaya
untuk mempertahankan bahkan meningkatkan bahan organik tanah perlu terus
dilakukan.
a. Meningkatkan produksi biomassa
b. Meningkatkan suplai bahan organik
c. Menurunkan laju dekomposisi
Ada beberapa praktek dalam kegiatan budidaya tanaman yang dapat
meningkatkan kadar bahan organik tanah. Praktek tersebut meliputi pemberian
kompos, pupuk kandang, dan pupuk hijau. Peningkatan bahan organik tanah
dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut:
1. Pemberian kompos
Pengomposan adalah dekomposisi alami dari bahan organik oleh
mikroorganisme yang memerlukan oksigen (aerob). Hasil pengomposan berupa
kompos memiliki muatan negatif, dapat dikoagulasikan oleh kation-kation dan
partikel tanah untuk membentuk agregat tanah. Dengan demikian, penambahan
kompos dapat memperbaiki struktur tanah sehingga akan memperbaiki pula
aerasi, drainase, absorbsi panas, kemampuan daya serap tanah terhadap air serta
berguna untuk mengendalikan erosi tanah (Gaur, 1981).
Pengomposan dapat didefinisikan sebagai dekomposisi biologi dari bahan
organik sampah di bawah kondisi-kondisi terkontrol. Gaur (1981) menyatakan
bahwa pengomposan adalah suatu proses biokimia, di mana bahan-bahan organik
didekomposisi menjadi zat-zat seperti humus (kompos) oleh kelompok-kelompok
mikroorganisme campuran dan berbeda-beda pada kondisi yang dikontrol.
Hasil dari pengomposan dikenal dengan nama kompos. Dalam banyak
buku pertanian kompos didefinisikan sebagai campuran pupuk dari bahan organik
yang berasal dari tanaman atau hewan atau campuran keduanya yang telah
melapuk sebagian dan dapat berisi senyawa-senyawa lain seperti abu, kapur dan
bahan kimia lainnya sebagai bahan tambahan. Kompos merupakan inti dan dasar
terpenting dari berkebun dan bertani secara alami, serta merupakan jantung dari
konsep pertanian organik (Djajakirana, 2002).
Penggunaan kompos sangat baik karena dapat memberikan manfaat baik
bagi tanah maupun tanaman. Kompos dapat menggemburkan tanah, memperbaiki
struktur dan porositas tanah, serta komposisi mikroorganisme tanah,
meningkatkan daya ikat tanah terhadap air, menyimpan air tanah lebih lama, dan
mencegah lapisan kering pada tanah. Kompos juga menyediakan unsur hara
mikro bagi tanaman, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, mencegah
beberapa penyakit akar, dan dapat menghemat pemakaian pupuk kimia dan atau
pupuk buatan, sehingga dapat meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk kimia.
Karena keunggulannya tersebut, kompos menjadi salah satu alternatif pengganti
pupuk kimia karena harganya murah, berkualitas dan akrab lingkungan. Müller-
Sämann dan Kotschi (1997) menyimpulkan empat fungsi penting kompos, yaitu :

1. Fungsi nutrisi, nutrisi yang disimpan diubah menjadi bahan organik, jaringan
mikroorganisme, produk sisanya, dan humus. Kompos adalah pupuk yang
lambat tersedia (slow release), hara yang dihasilkan tergantung pada bahan
dasar dan metode pengomposan yang digunakan.
2. Meningkatkan struktur tanah, yaitu melalui peningkatan persentase bahan
organik yang meningkatkan stuktur tanah.
3. Meningkatkan populasi dan aktivitas organisme tanah. Kompos juga
meningkatkan kemampuan mengikat air dan agregat tanah, meningkatkan
infiltrasi, menghalangi terjadinya erosi dan menunjang penyebaran dan
penetrasi akar tanaman.
4. Memperkuat daya tahan tanaman terhadap hama dan penyakit. Berbagai
penelitian telah menunjukkan bahwa tanaman yang diberi pupuk kompos
lebih tahan terhadap hama dibandingkan tanaman yang tidak diberi kompos
maupun yang tidak dipupuk.
Selama pengomposan, bahan-bahan organik didekomposisi terlebih
dahulu menjadi bentuk-bentuk anorganiknya. Faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi pengomposan adalah kadar air, suplai oksigen, suhu dan pH.
Kadar air (kelembaban) diperlukan untuk pertumbuhan mikroorganisme.
Dekomposisi aerob dapat terjadi pada kadar air bahan 30-60%, asalkan dilakukan
pembalikan pada bahan yang dikomposkan. Kadar air yang optimal adalah 50-
60%. Kadar air yang berlebihan dapat menurunkan suhu dalam gundukan bahan-
bahan yang dikomposkan, karena menghambat aliran oksigen serta dihasilkannya
bau.
Suplai oksigen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme
aerobik adalah 5-15% dari udara yang dibutuhkan atau di atas 5% dari volume
gundukan. Oksigen dibutuhkan untuk mendekomposisi limbah organik yang
dikomposkan. Menurut Obeng dan Wright (1987) konsumsi oksigen yang
diperlukan oleh proses pengomposan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1)
tahap dalam pengomposan, 2) suhu, 3) tahap dekomposisi bahan, 4) komposisi
bahan yang dikomposkan, 5) ukuran partikel, dan 6) kandungan air. Konsumsi
oksigen nampak bervariasi (meningkat dan menurun) secara logaritmik dengan
perubahan suhu.
Kematangan kompos yang digunakan juga menjadi faktor yang
mempengaruhi cepat aplikasinya ke tanaman. Kriteria kematangan kompos
bervariasi tergantung bahan asal kompos, kondisi dan proses dekomposisi selama
pengomposan. Gaur (1981) menyatakan bahwa ada beberapa parameter untuk
menentukan kematangan kompos, yaitu: 1) karakteristik fisik, seperti suhu,
warna, tekstur dan besarnya kelarutan dalam larutan natrium hidroksida atau
natrium fosfat; 2) nisbah C/N, status dari kandungan hara tanaman, dan nilai
kompos yang ditunjukkan oleh uji tanaman, dan 3) tidak berbau dan bebas dari
patogen parasit dan biji rumput-rumputan. Kematangan kompos menurut Harada
et al. (1993) sangat berpengaruh terhadap mutu kompos. Kompos yang sudah
matang akan memiliki kandungan bahan organik yang dapat didekomposisi
dengan mudah, nisbah C/N yang rendah, tidak menyebarkan bau yang ofensif,
kandungan kadar airnya memadai dan tidak mengandung unsur-unsur yang
merugikan tanaman. Oleh sebab itu, kematangan kompos merupakan faktor
utama dalam menentukan kelayakan mutu kompos.
Pengomposan jerami adalah bahan tambahan yang menguntungkan bagi
tanah pertanian daripada harus dibakar. Jerami merupakan sebuah kondisioner
tanah yang potensial, karena jerami dapat juga menjadi sumber unsur hara
termasuk N, P, K dan semua unsur mikro esensial yang diperlukan tanaman.
Pemberian kompos tidak saja meningkatkan produksi tanaman, tetapi juga
meningkatkan kesuburan tanah terutama C dan N, permeabilitas air tersedia bagi
tanaman dan porositas terisi udara. Berbagai sumber bahan kompos dari limbah
pertanian dengan nilai C/N rasio disajikan pada Tabel (FAO, 1987).

Tabel. Sumber bahan kompos, kandungan nitrogen dan rasio C/N

Jenis bahan Nitrogen per berat kering Rasio C/N


%
Limbah cair dari hewan 15 – 18 0,8
Darah kering 10 – 14 3
Kuku dan tanduk 12 -
Limbah ikan 4 – 10 4–5
Limbah minyal biji-bijian 3 – 9 3 – 15
Night soil 5,5 – 6,5 6 – 10
Lumpur limbah 5–6 6
Kotoran ternak ungags 4 -
Tulang 2–4 8
Rumput 2–4 12
Sisa tanaman hijauan 3–5 10 – 15
Limbah pabrik bir 3–5 15
Limbah rumah tangga 2–3 10 – 16
Kulit biji kopi 1,0 – 2,3 8
Enceng gondok 2,2 – 2,5 20
Kotoran babi 1,9 -
Kotoran ternak 1,0 – 1,8 -
Limbah lumpur padat 1,2 – 1,8 -
Millet 0,7 70
Jerami gandum 0,6 80
Daun-daunan 0,4 – 1,0 40 – 80
Limbah tebu 0,3 150
Serbuk gergaji 0,1 500
Kertas 0,0 *
Sumber: FAO (1987)
Keterangan: - tidak ditentukan, * tidak tertentu
2. Pemberian pupuk kandang
Pupuk kandang yang berasal dari kotoran hewan peliharaan seperti sapi,
kambing, kerbau dan ayam, atau bisa juga dari hewan liar seperti kelelawar atau
burung dapat dipergunakan untuk menambah kandungan bahan organik tanah.
Pengadaan atau penyediaan kotoran hewan seringkali sulit dilakukan karena
memerlukan biaya transportasi yang besar. Kotoran hewan yang berasal dari
usaha tani pertanian antara lain adalah kotoran ayam, sapi, kerbau, kambing,
kuda, dan sebagainya. Komposisi hara pada masing-masing kotoran hewan
berbeda tergantung pada jumlah dan jenis makanannya.
Namun demikian, hara dalam kotoran hewan ini ketersediaannya (release)
lambat sehingga tidak mudah hilang. Ketersediaan hara sangat dipengaruhi oleh
tingkat dekomposisi/mineralisasi dari bahan-bahan tersebut. Rendahnya
ketersediaan hara dari pupuk kandang antara lain disebabkan karena bentuk N, P
serta unsur lain terdapat dalam bentuk senyawa kompleks organo protein atau
senyawa asam humat atau lignin yang sulit terdekomposisi. Selain mengandung
hara bermanfaat, pupuk kandang juga mengandung bakteri saprolitik, pembawa
penyakit, dan parasit mikroorganisme yang dapat membahayakan hewan atau
manusia. Contohnya: kotoran ayam mengandung Salmonella sp. Oleh karena itu
pengelolaan dan pemanfaatan pupuk kandang harus hati-hati. Adapun kandungan
hara yang terdapat didalam beberapa pupuk kandang dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel. Kandungan hara yang terdapat di dalam beberapa pupuk kandang
Sumber pupuk Persentase (%)
kandang N P K Ca Mg S Fe
Sapi perah 0,53 0,35 0,41 0,28 0,11 0,05 0,004
Sapi daging 0,65 0,15 0,30 0,12 0,10 0,09 0,004
Kuda 0,70 0,10 0,58 0,79 0,14 0,07 0,010
Unggas 1,50 0,77 0,89 0,30 0,88 0,00 0,100
Domba 1,28 0,19 0,93 0,59 0,19 0,09 0,020
Sumber: Tan (1992)
Hasil penelitian pembuatan kompos dari kotoran hewan di Jepang
menunjukkan bahwa 10-25% dari N dalam bahan asal kompos akan hilang
sebagai gas NH3 selama proses pengomposan. Selain itu dihasilkan pula
5% CH4 dan sekitar 30% N2O yang berpotensi untuk mencemari lingkungan
sekitarnya. Sebaliknya akan terjadi penyusutan volume bahan dan mempunyai
rasio C/N yang lebih rendah dan suhu 60-65oC saat proses pengomposan
berakhir.
3. Masukan biomassa
Peningkatan bahan organik tanah dengan pemasukan biomassa baik
berupa serasah, sisa panen, pangkasan tanaman berupa hijauan merupakan
sumber dari bahan organik dalam tanah, misalnya dengan mempertahankan
tanaman penutup dan pergiliran/rotasi tanaman.
• Pengembalian sisa panen
Jumlah sisa panenan tanaman pangan yang dapat dikembalikan ke dalam
tanah berkisar 2 – 5 ton per ha, sehingga tidak dapat memenuhi jumlah
kebutuhan bahan organik minimum. Oleh karena itu, masukan bahan organik
dari sumber lain tetap diperlukan.

4. Vermikompos
Vermikompos disebut juga kompos cacing, vermicast atau pupuk kotoran
cacing, yang merupakan hasil akhir dari hasil penguraian bahan organik oleh
jenis-jenis cacing tertentu. Vermikompos merupakan bahan yang kaya hara, dapat
digunakan sebagai pupuk alami atau soil conditioner (pembenah tanah). Proses
pembuatan vermikompos disebut vermikomposting.
Cacing yang digunakan dalam proses pembuatan vermikompos
diantaranya brandling-worms (Eisenia foetida), dan redworms (cacing merah)
(Lumbricus rubellus). Cacing-cacing ini jarang ditemukan di dalam tanah, dan
dapat menyesuaikan dengan kondisi tertentu di dalam pergiliran tanaman. Di luar
negeri ”bibit” cacing-cacing telah diperjualbelikan di toko-toko pertanian.
Vermikomposting dalam skala kecil dapat mendaur ulang sampah dapur menjadi
vermikompos yang berkualitas dengan menggunakan ruang terbatas. Kandungan
hara vermikompos yang dihasilkan disajikan pada Tabel.

Tabel. Kandungan hara vermikompos


Parameter sifat kimia Nilai
pH 6,5 – 7,5
C-organik % 20,43 – 30,31
Nitrogen % 1,80 – 2,05
Fosfor % 1,32 – 1,93
Kalium % 1,28 – 1,50
Rasio C/N 14 – 15 : 1
Kalsium % 3,0 – 4,5
Magnesium % 0,4 – 0,7
Natrium % 0,02 – 0,30
Sulfur % Traces to 0,04
Fe (ppm) 0,3 – 0,7
Seng (ppm) 0,028 – 0,036
Mangan (ppm) Traces to 0,40
Tembaga (ppm) 0,0027 – 0,0123
Boron (ppm) 0,0034 – 0,0075
Aluminium (ppm) Traces to 0,071
Kobalt, Molibdenum(ppm) -

5. Agroforestri
Penanaman berbagai jenis pohon dengan atau tanpa tanaman semusim
(setahun) pada sebidang lahan yang sama sudah sejak lama dilakukan petani
(termasuk peladang) di Indonesia. Contoh semacam ini dapat dilihat pada lahan
pekarangan di sekitar tempat tinggal petani. Praktek seperti ini semakin meluas
belakangan ini khususnya di daerah pinggiran hutan karena ketersediaan lahan
yang semakin terbatas. Konversi hutan alam menjadi lahan pertanian
menimbulkan banyak masalah, misalnya penurunan kesuburan
tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan
lingkungan. Secara global, masalah ini semakin berat sejalan dengan
meningkatnya luas hutan yang dikonversi menjadi lahan usaha lain. Peristiwa ini
dipicu oleh upaya pemenuhan kebutuhan terutama pangan baik secara global
yang diakibatkan oleh peningkatan jumlah penduduk.
Di tengah perkembangan itu lahirlah agroforestri, suatu cabang ilmu
pengetahuan baru di bidang pertanian dan kehutanan yang mencoba
menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Ilmu ini mencoba mengenali
dan mengembangkan sistem-sistem agroforestri yang telah dipraktekkan oleh
petani sejak berabad-abad yang lalu.
Agroforestri adalah sistem penggunaan lahan (usahatani) yang
mengkombinasikan pepohonan dengan tanaman pertanian untuk meningkatkan
keuntungan, baik secara ekonomis maupun lingkungan. Pada sistem ini,
terciptalah keanekaragaman tanaman dalam suatu luasan lahan sehingga akan
mengurangirisiko kegagalan dan melindungi tanah dari erosi serta mengurangi
kebutuhan pupuk atau zat hara dari luar kebun karena adanya daur ulang sisa
tanaman. Berikut ini diterangkan contoh beberapa sistem agroforestri.

1. Strip Rumput
Strip rumput merupakan bentuk peralihan dari sistem pertanian tanaman
semusim menjadi sistem agroforestri. Strip rumput adalah barisan rumput dengan
lebar 0,5-1 m dan jarak antar strip 4-10 m yang ditanam sejajar garis ketinggian
(kontur). Pada tanah yang berteras, rumput ditanam di pinggir (bibir) teras. Jenis
rumput yang cocok adalah rumput yang mempunyai sistem perakaran rapat dan
dapat dijadikan hijauan pakan ternak, misalnya rumput gajah (Pennisetum
purpureum), rumput BD (Brachiaria decumbens), rumput BH (Brachiaria
humidicola), rumput pahit (Paspallum notatum) dan lain-lain. Adakalanya
rumput akar wangi (Vetiveria zizanioides) digunakan juga sebagai tanaman strip
rumput. Akar wangi tidak disukai ternak, tetapi menghasilkan minyak atsiri yang
merupakan bahan baku pembuatan kosmetik.
Gambar. Strip rumput
Adapun keuntungan strip rumput:
• Mengurangi kecepatan aliran permukaandan erosiMemperkuat bibir teras
• Menyediakan hijauan pakan ternak
• Membantu mempercepat proses pembentukan teras secara alami.

3. Pertanaman Lorong
Sistem ini merupakan sistem pertanian di mana tanaman semusim
ditanam pada lorong di antara barisan tanaman pagar yang ditata menurut garis
kontur. Jenis tanaman yang cocok untuk tanaman pagar adalah tanaman kacang-
kacangan (leguminosa) seperti, gamal (Flemingia congesta Gliricidia sepium),
lamtoro (Leucaena leucocephala), danCalliandra callothirsus. Jarak antar baris
tanaman pagar berkisar antara 4 sampai 10 m. Semakin curam lereng, jarak antar
barisan tanaman pagar dibuat semakin dekat.
Gambar. Sistem budidaya lorong dengan Flemingia congesta sebagai tanaman
pagar pada tanah berlereng

Persyaratan tanaman pagar:


• Tahan pemangkasan dan dapat bertunas kembali secara cepat sesudah
pemangkasan.
• Menghasilkan banyak hijauan.
• Diutamakan yang dapat menambat nitrogen (N2) dari udara.
• Tingkat persaingannya dengan tanaman lorong tidak begitu tinggi.
• Tidak bersifat alelopati (mengeluarkan zat beracun) bagi tanaman utama.
• Sebaiknya mempunyai manfaat ganda seperti untuk pakan ternak, kayu
bakar dan penghasil buah supaya mudah diadopsi petani.
Keuntungan tanaman pagar:
• Menyumbangkan bahan organik dan hara terutama nitrogen untuk
tanaman lorong.
• Mengurangi laju aliran permukaan dan erosi.
Kelemahan sistem tanaman pagar dan sistem strip rumput:
• Tanaman pagar atau strip rumput mengambil tempat 5-15% dari total luas
lahan.
• Sering terjadi persaingan dengan tanaman lorong.
• Kadang-kadang terjadi pengaruh alelopati (cairan atau gas yang
dikeluarkan tanaman pagar yang mengganggu pertumbuhan tanaman
lorong).
• Kebutuhan tenaga kerja cukup tinggi untuk penanaman dan pemeliharaan
tanaman
pagar.
4. Pagar Hidup
Pagar hidup adalah barisan tanaman perdu atau pohon yang ditanam pada
batas kebun. Bila kebun berada pada lahan yang berlereng curam, maka pagar
hidup akan membentuk jejaring yang bermanfaat bagi konservasi tanah.
Pangkasannya dapat digunakan sebagai sumber bahan organik atau sebagai
hijauan pakan ternak.

Keuntungan pagar hidup:


• Melindungi kebun dari ternak pangkasannya dapat dijadikan hijauan
pakan ternak
• Menjadi sumber bahan organik dan hara tanah
• Menyediakan kayu bakar
• Mengurangi kecepatan angin (wind break)

Jenis tanaman yang dipakai untuk pagar sebaiknya yang mudah ditanam
dan mudah didapatkan bibitnya, misalnya gamal dengan stek, turi, lamtoro dan
kaliandra dengan biji. Untuk tanaman pagar jenis leguminose perdu (lamtoro,
gamal), ditanam dengan jarak antar batang ± 20 cm. Jarak yang rapat ini untuk
menjaga agar tanaman pagar tidak tumbuh terlalu tinggi.
Secara umum setiap semak atau pohon yang tergolong legume bias
dijadikan tanaman pagar, namun lebih efektif tanaman pagar tersebut memenuhi
sifat-sifat sebagai berikut:
a. Berakar dalam agar tidak menjadi pesaing bagi tanaman semusim
b. Pertumbuhan cepat dan setelah pemangkasan cepat bertunas kembali
c. Mampu menghasilkan bahan hijauan banyak dan terus menerus yang daoat
digunakan sebagai pupuk hijau, dan
d. Mampu memperbaiki kandungan nitrogen tanah dan kandungan hara lainnya
Selain lamtoro, jenis legume lainnya yang telah teruji keunggulannya jika
digunakan sebagai tanaman pagar adalah Flemingia macrophylla (hahapaan),
Gliricidia sepium (glisidia atau gamal), Tephrosia candida, dan kaliandra.
Diantara jenis-jenis tanaman tersebut, flemingia merupakan tanaman yang paling
unggul dalam menghasilkan bahan organik, sedangkan glisidia merupakan
tanaman yang tahan kekeringan sehingga tanaman ini banyak ditemukan di
daerah beriklim kering seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), terutama setelah
tanaman lamtor di daerah ini hamper punah terserang kutu loncat. Lamtoro
sebenarnya merupakan legume pohon yang banyak disukai petani, namun sampai
saat ini petani sering kesulitan untuk mendapatkan jenis lamtoro yang lamtoro
yang tahan kutu loncat.

Tabel.. produksi pangkasan (data pangkasan tahun kedua atau ketiga beberapa
jenis tanaman pagar)
Hasil bahan hijau segar
Jenis tanaman pagar Sumber
(t ha/thn)
Suganda et al., 1991;
Flemingia (Flemingia
4,7 – 26,2 Haryati et al., 1991;
macrophylla)
Erfandi et al., 1991
Glirisidia (Gliricidia
2,9 – 9,2 Suganda et al., 1991
sepium)
Suganda et al., 1991;
Lamtoro gung 1,3 – 2,9
Kang et al., 1984
Lamtoro (Leucaena
6,1 – 20 Erfandi et al., 1988
leucephala)
Thephrosia (Thephrosia
13,5 Haryati et al., 1991
candida)
Kaliandra (Calliandra Suganda et al., 1991;
4,3 – 22,8
callothyrsus) Erfandi et al., 1988
Sengon (Paraserianthes
1,5 – 1,6 Suganda et al., 1991
falcataria)
Selain dilihat dari tingkat produksi bahan organiknya (hasil pangkasan),
potensi tanaman pagar untuk dijadikan sumber pupuk hijau dapat dilihat dari
kandungan haranya.

Tabel… Kandungan C-organik dan unsur hara pada beberapa jenis tanaman pagar
Kandungan * (%)
Jenis tanaman pagar
C-organik N P K Ca Mg

Flemingia 40,4 – 51,0 2,9 – 3,0 0,2 – 0,4 0,5 – 1,3 1,6 0,41
(Flemingia
macrophylla)1 dan 2
Glirisidia (Gliricidia 36,9 – 40,7 2,4 – 3,7 0,2 0,9 – 2,2 1,9 – 3,2 0,5 – 0,8
sepium) 1 dan 2
Lamtoro (Leucaena
Td 3,1 – 4,6 0,2 – 0,3 1,5 – 1,9 0,8 – 2,1 0,3 – 0,4
leucephala)3
Kaliandra
(Calliandra 41,9 – 46,4 2,6 – 4,1 0,1 – 0,2 0,5 – 0,6 0,9 – 1,8 0,4 – 0,5
callothyrsus)2
Sesbania (Sesbania
37,0 4,0 – 4,7 0,2 1,1 – 2,4 0,8 – 1,7 0,2 – 0,5
sesban)2
Ket : (1) Agus dan Widianto, 2004; (2) Palm et al., (2001); (3) Panjaitan (1988)
*% kering, td (tidak data)

Berikut ini adalah gambar dari beberapa tanaman pagar hidup.

Flemingia (Flemingia macrophylla) Glirisidia (Gliricidia sepium)

Lamtoro (Leucaena leucephala) Kaliandra (Calliandra callothyrsus)

Sesbania (Sesbania sesban) Sengon (Paraserianthes falcataria)


Thephrosia (Thephrosia candida) Lamtoro gung

5. Sistem Multistrata

Sistem multistrata adalah sistem pertanian dengan tajuk bertingkat, terdiri dari
tanaman tajuk tinggi (seperti mangga, kemiri), sedang (seperti lamtoro, gamal,
kopi) dan rendah (tanaman semusim, rumput) yang ditanam di dalam satu kebun
(lihat gambar di halaman depan). Antara satu tanaman dengan yang lainnya diatur
sedemikian rupa sehingga tidak saling bersaing. Tanaman tertentu seperti kopi,
coklat memerlukan sedikit naungan, tetapi kalau terlalu banyak naungan
pertumbuhan dan produksinya akan terganggu.
Gambar. Gamal sebagai pagar hidup

Keuntungan sistem multistrata:

• Mengurangi intensitas cahaya matahari, misalnya untuk kopi dan coklat


yang butuh naungan.
• Karena banyak jenis tanaman, diharapkan panen dapat berlangsung secara
bergantian sepanjang tahun dan ini dapat menghindari musim paceklik.
• Tanah selalu tertutup tanaman sehingga aman dari erosi

6. Aplikasi mikoriza
Mikoriza adalah simbiosis mutualisme antara fungi dengan akar tanaman.
Adanya simbiosis ini akan membantu tanaman inang mendapatkan unsur hara
(terutama fosfor), bertahan pada kondisi kering dan pathogen tular tanah.
meskipun secara tidak langsung terlibat pada dekomposisi bahan organik dalam
tanah, fungi mikoriza juga menambahkan karbon organik dari tanaman inang dan
produksi glycoprotein atau glomalin yang relatif tahan terhadap dekomposisi
sehingga senyawa ini dapat berfungsi sebagai sumber karbon dan pemantap
agregat. Dinding sel fungi yang banyak mengandung khitin yang tahan terhadap
pelapukan juga merupakan sumber karbon. Selain itu, mikoriza juga berperan
dalam meningkatkan agregasi lewat hifa eksternalnya yang mampu menyatukan
butiran tanah sehingga memantapkan agregat tanah, sehingga secara fisik
melindungi karbon organik dalam agregat untuk terdekomposisi lebih lanjut
(Jastrow et al., 2007).
9.5 Ringkasan
Bahan organik adalah bahan-bahan yang berasal dari limbah tumbuhan
atau hewan atau produk samping, seperti pupuk kandang atau unggas, jerami padi
yang dikomposkan atau residu tanaman lainnya, kotoran pada saluran air, pupuk
hijau, dan potongan leguminosa serta sampah kota dan industri. Bahan organik
sebaiknya diberikan dalam bentuk kompos (terdekomposisi). Pengomposan
diartikan sebagai proses biologis oleh mikroorganisme yang mengurai bahan
organik menjadi bahan semacam humus. Bahan yang terbentuk mempunyai berat
dan volume yang lebih rendah daripada bahan dasarnya, stabil, dekomposisi
lambat dan sebagai sumber pupuk organik.

9.6 Pertanyaan

9.7 Daftar Pustaka


Agus, F dan Widianto. 2004. Petunjuk Praktis Konservasi Tanah Pertanian
Lahan Kering. World Agroforestry Centre. ICRAF. Southeast Asia.
Djajakirana, G. 2002. Proses Pembuatan, Pemanfaatan dan Pemasaran
Vermikompos untuk Pertanian di Indonesia. Makalah seminar
“Pemanfaatan Teknologi Aplikatif Pertanian dalam Mencapai Suatu
Pertanian Berkelanjutan” Bogor
Erfandi, D., H, Suwardjo, dan A. Rachman. 1988. Penelitian alley cropping di
Kuamang Kuning, Jambi. Hal 105-110. Dalam Hasil Penelitian Pola
Usaha Tani Terpadu di Daerah Transmigrasi Kuamang Kuning, Jambi.
Kerjasama Departemen Transmigrasi dengan Pusat Penelitian Tanah.
FAO. 1987. Princples of composting. In Soil Management: Compost
Production and use in Tropical and Sub-tropical Environments. FAO
Soils Bulletin 56.
Gaur, A. C. 1981. A Manual of Rural Composting. Project Field Document
No. 15 FAO of The United Nations, New Delhi.
Haryati, U., A. Rachman dan A. Abdurrachman. 1991. Aplikasi mulsa flemingia
pada pola tanam jagung-kedele-kacang tunggak pada tanah
Usthortens Gondanglegi. Hlm 1-11. Dalam Risalah Seminar Hasil
Penelitian Lahan Kering dan Konservasi Tanah di Kabupaten Semarang
dan Boyolali. Badan Litbang Pertanian.
Jastrow D, J. Amonetto J, E and Bailey V, L. 2007. Mechanism controlling soil
carbon turnover and their potential application for enhancing carbon
sequestration. Climatic change 80:5-23
Kang, B. T., G. F. Wislon and T.L Lawson. 1984. Alley croppig: a. Stable
Alternative to Shifting Cultivation. International Institute of Tropical
Agriculture, Ibadan, Nigeria. 22p.
Muller-Samann KM, and Kotschi,J. 1994. Sustaining growth, soil fertility
management in tropical smallholdings. 486p. Weikersheim, Germany
Munawar, Ali. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. IPB Press.
Palm, C, A., Gachengo C,N., Delve R. J., Candisch G. anf Giller K.E. 2001.
Organik input for soil fertility management and tropical
agroecosystem: Aplication of an organik resource data base.
Agriculture, Ecosystem and Environment. 83: 27-42.
Panjaitan, M. 1988. Nutritive value og legumes introduced in Indonesia. IARD
Journal 10: 73-80.
Suganda, H., T, Sudharto dan A. Abas. 1991. Pengaruh kombinasi pertanaman
lorong dan cara pengolahan tanah terhadap sifat fisik dan hasil
tanaman pada tanah Kombisol di Desa Karyamukti. Hlm 67-77 dalam
Pertemuan Teknis Penelitian Tanah: Bidang Konservasi Tanah dan Air,
dan Agroklimat. Bogor 3-5 Juni 1991. Puslittanak, Bogor.
Tan, K. H. 1992. Dasar Dasar Kimia Tanah. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
XI. AGROFORESTRI DAN BAHAN ORGANIK
TANAH

11.1 TIU dan TIK


Setelah mengikuti perkuliahan dengan topik agroforestri dan bahan organik tanah
diharapkan:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi agroforestri
2. Mahasiswa mampu menjelaskan keterkaitan Agroforestri dengan bahan organik
di dalam tanah
3. Mahasiswa mampu menjelaskan keterkaitan alley cropping dan bahan organik
tanah
4. Mahasiswa mampu menjelaskan pengaruh Agroforestri sengon dan kopi terhadap
bahan organik tanah

11.2 Latar Belakang dan Definisi Agroforestri


Penanaman berbagai jenis pohon dengan atau tanpa tanaman semusim
(setahun) pada sebidang lahan yang sama sudah sejak lama dilakukan petani
(termasuk peladang) di Indonesia. Contoh semacam ini dapat dilihat pada lahan
pekarangan di sekitar tempat tinggal petani. Praktek seperti ini semakin meluas
belakangan ini khususnya di daerah pinggiran hutan karena ketersediaan lahan yang
semakin terbatas. Konversi hutan alam menjadi lahan pertanian menimbulkan banyak
masalah, misalnya penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna,
banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan. Secara global, masalah ini
semakin berat sejalan dengan meningkatnya luas hutan yang dikonversi menjadi
lahan usaha lain. Peristiwa ini dipicu oleh upaya pemenuhan kebutuhan terutama
pangan baik secara global yang diakibatkan oleh peningkatan jumlah penduduk.
Di tengah perkembangan itu lahirlah agroforestri, suatu cabang ilmu
pengetahuan baru di bidang pertanian dan kehutanan yang mencoba menggabungkan
unsur tanaman dan pepohonan. Ilmu ini mencoba mengenali dan mengembangkan
sistem-sistem agroforestri yang dipraktekkan oleh petani sejak abad yang lalu.
Agroforestri adalah sistem penggunaan lahan (usahatani) yang mengkombinasikan
pepohonan dengan tanaman pertanian untuk meningkatkan keuntungan, baik secara
ekonomis maupun lingkungan. Pada sistem ini, terciptalah keanekaragaman tanaman
dalam suatu luasan lahan sehingga akan mengurangi risiko kegagalan dan melindungi
tanah dari erosi serta mengurangi kebutuhan pupuk atau zat hara dari luar kebun
karena adanya daur ulang sisa tanaman.
Direktur ICRAF (K.F.S. King) mendefinisikan agroforestri sebagai berikut :
suatu sistem pengelolaan lahan dengan berasaskan kelestarian, yang meningkatkan
hasil lahan secara keseluruhan, mengkombinasikan produksi tanaman pertanian
(termasuk tanaman pohon-pohonan) dan tanaman hutan dan/atau hewan secara
bersamaan atau berurutan pada unit lahan yang sama, dan menerapkan cara-cara
pengelolaan yang sesuai dengan kebudayaan penduduk setempat (King dan Chandler,
1978).
Pada dasarnya agroforestri terdiri dari tiga komponen pokok yaitu kehutanan,
pertanian dan peternakan, dimana masing-masing komponen sebenarnya dapat berdiri
sendiri-sendiri sebagai satu bentuk sistem penggunaan lahan. Hanya saja sistem-
sistem tersebut umumnya ditujukan pada produksi satu komoditi khas atau
kelompok produk yang serupa. Penggabungan tiga komponen tersebut menghasilkan
beberapa kemungkinan bentuk kombinasi sebagai berikut:

• Agrisilvikultur = Kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan


(pepohonan, perdu, palem, bambu, dll.) dengan komponen pertanian.
• Agropastura= Kombinasi antara komponen atau kegiatan pertanian dengan
komponen peternakan
• Silvopastura = Kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan dengan
peternakan
• Agrosilvopastura = Kombinasi antara komponen atau kegiatan pertanian
dengan kehutanan dan peternakan/hewan

Dari keempat kombinasi tersebut, yang termasuk dalam agroforestri adalah


Agrisilvikutur, Silvopastura dan Agrosilvopastura. Sementara agropastura tidak
dimasukkan sebagai agroforestri, karena komponen kehutanan atau pepohonan tidak
dijumpai dalam kombinasi.
Nair (1987) telah meninjau kembali definisi-definisi tersebut, dan
mengusulkan untuk mengunakan definisi yang dirumuskan oleh Lundgren dan
Raintree sebagai berikut : “Agroforestry adalah suatu nama kolektif untuk sistem-
sistem pengunaan lahan dan teknologi, dimana tanaman keras berkayu/pohon-
pohonan, perdu, jenis-jenis palm, bambu, dsb, ditanam bersamaan dengan tanaman
pertanian, dan/atau hewan, dengan suatu tujuan tertentu dalam suatu bentuk
pengaturan spasial atau urutan temporal, dan didalamnya terdapat interaksi-interaksi
ekologi dan ekonomi diantara berbagai komponen yang bersangkutan”.
Di samping ketiga kombinasi tersebut, Nair (1987) menambah sistem-sistem
lainnya yang dapat dikategorikan sebagai agroforestri. Beberapa contoh yang
menggambarkan sistem lebih spesifik yaitu:

• Silvofishery = kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan dengan


perikanan.
• Apiculture = budidaya lebah atau serangga yang dilakukan dalam kegiatan
atau komponen kehutanan.
Gambar. Ruang Lingkup Sistem Pemanfaatan Lahan secara Agroforestri

Nair (1987) membedakan antara sistem agroforestry dan teknologi


agroforestry. Sistem agroforestry mencakup bentuk-bentuk agroforestry yang banyak
diselengarakan di suatu daerah; dengan lain perkataan suatu cara pemanfaatan lahan
yang sudah umum dilakukan di daerah tersebut. Istilah teknologi agroforestry
menunjukkan adanya perbaikan atau inovasi yang biasanya berasal dari hasil
penelitian, dan digunakan dengan hasil yang baik dalam mengelola sistem-sistem
agroforestry yang telah diselenggarakan. Teknologi agroforestry yang cukup terkenal,
oleh Nair tersebut antara lain : Improved fallow, integrated taungya, alley cropping,
mutipurpose trees on farm lands dan sebagainya.
Di Indonesia dan di negara–negara tropik lainnya terdapat berbagai sistem
agroforestry tradisional maupun teknologi agroforestyr, yang dikembangkan dalam
berbagai program, yang salah satu contohnya adalah sistem pekarangan sebagai salah
satu sistem agroforestry lokal.
11.3 Agroforestri dan bahan organik tanah
Pada dasarnya agroforestri merupakan upaya optimalisasi pemanfaatan lahan
melalui penanaman lebih dari satu tanaman dalam satu lahan dengan memanfaatkan
sinar matahari secara optimal. Penutupan tanah yang optimal tersebut memungkinkan
iklim mikro lebih sejuk sehingga suhunya lebih rendah dibanding system monokultur.
Sebagaimana telah dibahas pada bagian 8.3 bahwa suhu berpengaruh terhadap
kadar bahan organik di dalam tanah dan pada lahan bersuhu rendah memiliki kadar
bahan organik dalam tanah lebih tinggi dibanding lahan bersuhu tinggi. Dengan
demikian pada system agroforestri yang memiliki suhu lebih rendah maka bahan
organiknya lebih tinggi. Garden, alley cropping, tumpangsari sengon dan kopi.
Bagaimana kadar bahan organik pada beberapa system agroforestri tersebut dibahas
berikut ini.
Home garden (pekarangan) adalah lahan sekitar rumah yang ditumbuhi
campuran tanaman semusim dan tanaman keras, disertai adanya berbagai binatang
liar dan hewan ternak. Pekarangan merupakan suatu sistem dengan batas-batas
tertentu dan mempunyai manfaat ekonomi, biofisik, dan sosio-ekonomi bagi
pemiliknya. Home garden memiliki kadar bahan organik di dalam tanah lebih tinggi
dibanding sistem monokultur.
Alley cropping merupakan tipe agroforestri dimana dalam satu lahan
ditanami tanaman sebagai pagar lorong biasanya tanaman pupuk hijau dan pada
bagian lorong ditanamai tanaman pangan atau hortikultura. Tipe agroforestri ini
memiliki iklim mikro yang tidak berbeda menyolok dibanding monokultur. Namun,
adanya penambahan bahan organik dari pangkasan tanaman pagar lorong akan
menambah bahan organik. Hal itu yang menyebabkan kadar bahan organik tanah
pada tipe agroforestri Alley cropping lebih tinggi dibanding system monokulturnya.
Tumpangsari merupakan tipe agroforestri dimana dalam satu lahan ditanam
tumpangsari, seperti pertanaman sengon dan kopi. Tipe agroforestri ini memiliki
penutupan lahan atau tanah yang tinggi, sehingga suhu lebih rendah dan kelembaban
lebih tinggi dibanding sistem monokultur. Kondisi suhu yang lebih rendah ini yang
menyebabkan kadar bahan organik tanah di dalam tanah lebih tinggi dibanding sistem
monokulturnya.

11.4 Ringkasan
Agroforestri merupakan system pemanfaatan lahan yang lebih optimal dengan
penutupan permukaan tanah yang lebih tinggi. Kondisi penutupan lahan yang tinggi
menyebabkan suhu lebih rendah, sehingga aktivitas dekomposisi dan mineralisasi
bahan organik berjalan kurang intensif. Hal itu yang mengakibatkan kadar bahan
organik pada system agroforestri lebih tinggi dibanding sistem monokulturnya.

11.5 Pertanyaan
Untuk mengevaluasi apakah materi yang telah disampaikan telah dikuasai
oleh mahasiswa, maka diajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan system agroforestry ?
2. Uraikan mengapa kadar bahan organik pada system agroforestri lebih tinggi dari
system monokulturnya ?
XII. PENGELOLAAN BAHAN ORGANIK
DI INDONESIA

12.1 TIU dan TIK


Setelah mengikuti perkuliahan dengan topik sumber bahan organik dan
komposisinya diharapkan:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengelolaan bahan organik pada lahan kering di
Indonesia
2. Mahasiswa mampu menjelaskan pengelolaan bahan organik pada tanah mineral
lahan basah di Indonesia
3. Mahasiswa mampu menjelaskan pengelolaan bahan organik pada lahan gambut di
Indonesia

12.2 Pendahuluan
Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, diintroduksikan varietas
unggul baru padi yang memerlukan input berupa pupuk kimia dan air irigasi untuk
menghasilkan gabah dalam jumlah yang lebih banyak dengan umur tanaman yang
lebih pendek. Dengan penerapan teknologi modern melalui revolusi hijau yang
memprioritaskan penanaman padi varietas unggul responsif terhadap pemupukan,
penggunaan pupuk anorganik makin meningkat dan pupuk organik makin terlupakan.
Bahan organik mempunyai peranan penting sebagai sumber karbon, dalam pengertian
yang lebih luas sebagai sumber pakan, dan juga sebagai sumber energi untuk
mendukung kehidupan dan berkembangbiaknya berbagai jenis mikroba dalam tanah
(Sisworo, 2006). Tanpa bahan organik, mikroba dalam tanah akan menghadapi
keadaan defisiensi karbon sebagai pakan sehingga perkembangan populasi dan
aktivitasnya terhambat. Akibatnya, proses mineralisasi hara menjadi unsur yang
tersedia bagi tanaman juga terhambat.
Kondisi tanah yang miskin kandungan bahan organik dan populasi mikroba
sering secara populer disebut sebagai tanah lapar atau tanah “sakit”. Tanah yang
mengalami defisiensi sumber energi bagi mikroba menjadi tanah berstatus lelah atau
fatigue. Bahan organik juga sangat diperlukan dalam proses agregasi tanah untuk
membangun struktur fisik tanah yang sehat. Mengingat begitu pentingnya bahan
organik sebagai komponen penyusun tanah, di Amerika Serikat kandungan bahan
organik dalam tanah menjadi salah satu kriteria penentu kualitas tanah (Seybold et
al., 1997; Six et al., 2002). Dengan demikian, penambahan bahan organik sangat
diperlukan agar kemampuan tanah dapat dipertahankan atau bahkan ditingkatkan
untuk mendukung upaya peningkatan produktivitas tanaman melalui efisiensi
penggunaan pupuk buatan atau pupuk anorganik.

12.3 Pengelolaan bahan organik pada lahan kering


Lahan kering di Indonesia dapat dibedakan menjadi lahan kering masam dan
lahan kering iklim kering. Lahan kering masam dicirikan dengan pH < 5, Corganik
tanah dan tingkat kesuburan tanah rendah dengan curah hujan relatif tinggi (> 2000
mm/tahun), dan intensitas pengusahaan cukup tinggi (Rochayati dan Dariah 2012).
Lahan kering iklim kering dicirikan dengan terbatasnya ketersediaan air akibat curah
hujan yang sangat rendah, hujan bersifat eratik, dan di beberapa wilayah mengandung
bahan organik atau C-organik tanah yang rendah. Pada umumnya lahan kering baik
lahan kering masam maupun lahan kering iklim kering di Indonesia telah mengalami
degradasi dan salah satunya disebabkan erosi dan kurang tepatnya pengelolaan
pertanian (Suwardjo dan Nurida, 1993).
Pemberian bahan organik mulsa alang-alang, daun gamal (Gliricidia Sp.), dan
mulsa kacang tunggak pada tanah Latosol dengan takaran masing-masing 5 t/ha,
meningkatkan produksi padi gogo 6,4% dengan mulsa alang-alang, 15,0% dengan
mulsa daun gamal, dan 7,0% dengan mulsa kacang tunggak (Pirngadi et al. 2001a;
2001b). Pemakaian bahan organik (pupuk kandang) 4 t/ha pada tanaman padi gogo
monokultur pada tanah Podzolik Merah Kuning (PMK) meningkatkan hasil 32,3%
(Permadi et al., 2003). Pemberian bahan organik (pupuk kandang) 4 t/ha pada
tanaman padi gogo pada tanah Latosol meningkatkan hasil 50,6% (Pirngadi et al.,
2005). Pemberian bahan organik 5 t/ha pada tumpang sari padi gogo dengan karet
muda pada jenis tanah yang sama meningkatkan hasil padi 7,8% (Pirngadi, 1998).
Pemberian bahan organik (mulsa) 5 t/ha pada tumpang sari padi gogo dengan karet
muda umur 1 tahun dan 3 tahun pada tanah Grumusol meningkatkan hasil
masingmasing 4,4% dan 11,7% (Pirngadi et al., 1999a). Pemberian bahan organik 5
t/ha pada tumpang sari padi gogo dengan sengon muda umur 2 tahun pada tanah
PMK meningkatkan hasil padi 8,3% (Pirngadi et al.,1999b). Pemberian bahan
organik (pupuk kandang) 6 t/ha pada tumpang sari padi gogo dengan karet muda pada
tanah Latosol meningkatkan hasil 42,3%, dan dengan jati muda hasil padi gogo
meningkat 10,5% (Pirngadi et al., 2006a). Pada lahan kering melalui penerapan PTT
(menggunakan bahan organik) pada tanah PMK, produksi padi gogo meningkat
78,3% (Pirngadi dan Makarim 2005). Pada lahan kering dalam sistem tumpang sari
dengan jati muda pada tanah PMK, penerapan PTT (menggunakan bahan organik)
meningkatkan hasil padi gogo 46,4% (Pirngadi dan Toha, 2006).

12.4 Pengelolaan Bahan Organik Pada Tanah Gambut


Bertani di lahan gambut harus dilakukan secara hati-hati karena menghadapi
banyak kendala antara lain kematangan dan ketebalan gambut yang bervariasi,
penurunan permukaan gambut, rendahnya daya tumpu, rendahnya kesuburan tanah,
dan pH yang sangat masam. Selama ini, untuk mengatasi kendala kesuburan lahan
gambut pada umumnya dilakukan pemberian abu bakaran gambut, kapur dan
pemberian pupuk kimia. Penggunaan abu bakaran gambut sebagai amelioran sangat
tidak dianjurkan karena jika dilakukan terus menerus gambut akan menipis sehingga
fungsi gambut sebagai pengatur air/hidrologi, sarana konservasi keanekaragaman
hayati serta sebagai penyerap dan penyimpan karbon yang mampu meredam
perubahan iklim global akan berkurang.
Kesuburan tanah dalam pandangan masyarakat petani lokal melayu di lahan
rawa atau lahan gambut adalah kemampuan tanah untuk memberikan hasil yang
memadai umumnya dilihat dari aspek fisik dan lingkungannya. Kriteria lahan yang
cocok untuk pertanian bagi para petani pioner sebagaimana dituturkan ditentukan
oleh jeluk mempan (kedalaman effective) dan bau dari tanah lapisan atas yang
diistilahkan dengan bau “harum” (Idak, 1985). Boleh jadi yang dimaksud dengan bau
“harum” adalah lawan dari bau “busuk” yang muncul dari asam sulfida (H2S). Asam
sulfida ini bersifat meracun tanaman pada kondisi tergenang atau lahan-lahan yang
setelah kekeringan (musim kemarau) menjadi basah kembali setelah hujan
menyisakan kadar sulfida yang tinggi hasil proses reduksi sulfat.
Berkenaan dengan dinamika tanah ini para petani umumnya pada awal-awal
minggu pertama musim hujan membiarkan tanahnya kosong karena ”air bacam”
dapat meracuni tanaman, khususnya padi. Petani baru melakukan tanam setelah 3-4
minggu memasuki musim hujan saat air bacam sudah terencerkan dan tergelontor.
Selain hal di atas, petani juga sering menilai kesuburan lahan dari vegetasi yang
tumbuh pada lahan tersebut. Jenis-jenis gulma atau vegetasi tertentu sering dijadikan
penciri atau tanaman indikator bagi status kesuburan lahan tersebut. Misalnya
tanaman purun tikus (Eleocharis dulcis) mencirikan keadaan tumpat
air (waterlogging) dan kemasaman akut, galam (Meleleuca leucadendron)
mencirikan tanah mengalami pengatusan dan berubah matang dengan tingkat
kemasaman pH (Melastoma malabatharicum) dengan bunga merah jambu menarik,
yang disebut juga Rhododendron Singapura menunjukkan tanah paling miskin.
Tumbuhan lain seperti Commelina dan Emilia menunjukkan pH rendah (Noor, 1996;
Mackinnon et al., 2000). Indikasi tumbuhan yang dilihat di atas berkorelasi dengan
tipe luapan lahan rawa sehingga umumnya dipilih yang mendapatkan luapan yaitu
tipe A dan B.
Penilaian kesuburan tanah juga terkait dengan keadaan air di sekitar wilayah
tersebut antara lain apabila air tersebut tampak bening dan terang ini menunjukkan
bahwa kualitas air tersebut sangat masam. Sebaliknya apabila keruh dan berwarna
cokelat seperti air teh menunjukkan bahwa kondisi lahan di sekitar wilayah tersebut
adalah gambut dalam atau tebal. Menurut Maas (2003) warna air yang keruh tersebut
menunjukkan kandungan asam-asam humat dan fulvat yang tinggi.
Menurut Radjagukguk (2003) lahan gambut tropika yang terdapat di
Indonesia dicirikan oleh antara lain :
1. Biodiversitas (keragaman hayati) yang khas dengan kekayaan keragaman
flora dan fauna
2. Fungsi hidrologisnya, yakni dapat menyimpan air tawar dalam jumlah yang
sangat besar. Satu juta lahan gambut tropika setebal 2 m ditaksir dapat
menyimpan 1,2 juta m3
3. Sifatnya yang rapuh (fragile) karena dengan pembukaan lahan dan drainase
(reklamasi) akan mengalami pengamblesan (sub-sidence), percepatan
peruraian dan resiko pengerutan tak balik (irreversible) serta rentan terhadap
bahaya erosi
4. Sifatnya yang praktis tidak terbarukan karena membutuhkan waktu
5000-10.000 tahun untuk pembentukannya sampai mencapai ketebalan
maksimum sekitar 20 m, sehingga taksiran laju pelenggokannya adalah 1cm/
5 tahun, di bawah vegetasi hutan
5. Bentuk lahan dan sifat-sifat tanahnya yang khas, yakni lahannya berbentuk
kubah keadaannya yang jenuh atau tergenang pada kondisi alamiah serta
tanahnya mempunyai sifat-sifat fisika dan kimia yang sangat berbeda dengan
tanah-tanah mineral.

Pengelolaan air harus disesuaikan dengan kebutuhan perakaran tanaman.


Kedalaman permukaan air tanah pada parit kebun diusahakan agar tidak terlalu jauh
dari akar tanaman, jika permukaan air terlalu dalam maka oksidasi berlebih akan
mempercepat perombakan gambut, sehingga gambut cepat mengalami subsiden.
Sebagai acuan kedalaman permukaan air tanah untuk tanaman pertanian menurut
Maas et al dalam Andriesse (1988).
Bertitik tolak dari uraian tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang
budidaya tanaman melon di lahan gambut dengan teknik budidaya inovatif, yaitu
memadukan beberapa teknik budidaya ramah lingkungan seperti pembukaan lahan
tanpa bakar, pengolahan tanah minimum (minimum tillage), pemanfaatan gambut
hanya sebagai sarana pendukung atau sebagai wadah/pot bagi tanaman, pemanfaatan
limbah pertanian seperti abu serbuk gergaji dan pupuk kandang sebagai amelioran
sehingga dapat mengurangi penggunaan kapur, pemberian amelioran hanya pada
lubang tanam untuk efisiensi dan penggunaan pupuk organik padat (POP) untuk
mengurangi pemakaian pupuk anorganik serta menananam varietas adaptif.
Pengelolaan lahan gambut yang berwawasan lingkungan sangat perlu
dipraktekan mengingat lahan gambut merupakan salah satu lahan untuk masa depan
apabila diperhatikan cara pengelolaan yang tepat. Menurut Sabiham (2007)
melaporkan bahwa beberapa kunci pokok penggunaan gambut berkelanjutan : (1)
Legal aspek yang mendukung pengelolaan lahan gambut, (2) Penataan ruang
berdasarkan satuan sistem hidrologi, (3) Pengelolaan air yang memadai sesuai tipe
luapan dan hidro topografi, (4) Pendekatan pengembangan berdasarkan karakteristik
tanah mineral di bawah lapisan gambut, (5) Peningkatan stabilitas dan penurunan
sifat toksik bahan gambut. Selain itu dalam pengelolaan lahan gambut haruslah
didukung dengan teknologi budidaya spesifik lokasi dan ketersediaan lembaga
pendukung.
Salah satu upaya dapat dilaksanakan untuk memanfaatkan lahan gambut dan
mengurangi resiko terjadinya kebakaran di lahan gambut/bergambut adalah
memperpendek masa bera. Pengaturan pola tanam dan pola usahatani merupakan
alternatif yang dapat diterapkan untuk meningkatkan intensitas pertanaman dan
memperpendek masa bera.
Pola usahatani yang diterapkan petani dapat berupa monokultur seperti padi –
bera, padi + palawija/sayuran, sayuran+palawija, sayur-sayuran, sangat tergantung
pada tipologi gambut.
Sistem usahatani lahan gambut hendaknya didasarkan kepada sistem
usahatani terpadu yang bertitik tolak kepada pemanfaatan hubungan sinergik antar
subsistemnya agar pengembangannya tetap menjamin kelestarian sumberdaya
alamnya. Secara garis besar ada dua sistem usahatani terpadu yang cocok
dikembangkan di lahan gambut, yaitu sistem usahatani berbasis tanaman pangan dan
sistem usahatani berbasis komoditas andalan (Alihamsyah dan Ananto 1998;
Suprihatno et al., 1999; Alihamsyah et al.,2000). Sistem usahatani berbasis tanaman
pangan ditujukan untuk menjamin keamanan pangan petani sedangkan sistem
usahatani berbasis komoditas andalan dapat dikembangkan dalam skala luas dalam
perspektif pengembangan sistem dan usaha agribisnis.
Sitem pertanian Leisa menggunakan Tanah selalu tertutupi tanaman dimana
dedaunan yang jatuh atau serasah membusuk menutupi permukaan tanah. Pelepasan
unsur hara oleh mikroba tanah sejalan dengan kebutuhan tanaman . Sebagian besar
hara disimpan dalam bentuk tumbuhan dan ternak. Dari segi perakaran diupayakan
menanam tanaman yang menyebar merata di tanah pada berbagai kedalaman. Konsep
agroforestry dan penggunaan mulsa merupakan sebagian contoh konsep meniru alam.
Konsep LEISA berupaya memanfaatkan sinergi berbagai komoditi seperti pemilihan
tumpang sari yang saling mendukung dalam memanfaatkan ruang, hara, air dan enerji
surya. Integrasi ternak – tanaman selalu diusahakan sepanjang hal itu memungkinkan.
Tanaman atau limbah tanaman dijadikan pakan ternak dan limbah ternak dalam
bentuk urine, sisa pakan dan kotoran ternak dijadikan bahan untuk pupuk organik
sebagai upaya untuk mengembalikan kesuburan tanah baik secara fisik maupun
kimiawi. Budidaya campuran berbagai varietas atau jenis diupayakan selain untuk
tujuan tersebut di atas juga untuk mengurangi resiko kegagalan. Budidaya padi
dengan ikan secara terintegrasi (Mina padi) merupakan praktek yang mendukung
keberlanjutan. Penganekaragaman sumber hara terutama yang berasal dari bahan
organik yang tersedia secara lokal menjadi salah satu ciri upaya mempertahankan
keberlanjutan

12.6 Ringkasan
Kunci keberhasilan bertani di daerah humid tropic seperti di Indonesia terletak
pada pengelolaan bahan organik. Pada bagian ini diuraikan pengelolaan bahan
organik di Indonesia, khususnya pada lahan kering, tanah mineral lahan basah dan
pada tanah gambut.
Pengelolaan bahan organik pada lahan kering dilakukan dengan penambahan
bahan organik dari luar, penambahan bahan organik insitu (seperti penerapan system
agroforestri, pengembalian residu tanaman), dan penerapan tindakan konservasi tanah
dan air. Pengelolaan bahan organik pada tanah mineral lahan basah dilakukan
dengan penginkorforasian gulma dan pengembalian residu tanaman ke dalam tanah.
Pengelolaan bahan organik pada lahan gambut dilakukan melalui pengembalian
residu tanaman dan pengelolaan air.

12.7 Pertanyaan
Untuk mengevaluasi apakah materi yang telah disampaikan telah dikuasai
oleh mahasiswa, maka diajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Jelaskan pengelolaan bahan organik pada lahan kering di Indonesia ?
2. Jelaskan pengelolaan bahan organik pada tanah mineral lahan basah ?
3. Jelaskan pengelolaan bahan organik pada tanah gambut di Indonesia ?

12.8 Daftar Pustaka


Madjid, A. R. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Online untuk mata kuliah:
(1) Dasar-Dasar Ilmu Tanah, (2) Kesuburan Tanah, dan (3) Pengelolaan
Kesuburan Tanah Lanjut. Fakultas Pertanian Unsri & Program Pascasarjana
Unsri. http://dasar2ilmutanah.blogspot.com.

Suwardjo H., and N. L. Nurida. 1993 Land degradation in Indonesia: Data Collection
and Analysis. p 121-135. In. Report of the Experts Consultation of the Asian
Network on Problem Soils. Bangkok, 25 – 29 Oct 1993.

Anda mungkin juga menyukai