Anda di halaman 1dari 6

RANADYA KARTIKA NADHILA PUTRI

8111416065
HUKUM DAN HAM
ROMBEL 02
rakartikanp@students.unnes.ac.id

Kasus Pemerkosaan disertai Pembunuhan Terhadap Yuyun Oleh 14 Pemuda

 Posisi Kasus
Kasus pemerkosaan sekaligus pembunuhan yang dialami oleh seorang gadis kecil yang
bernama Yuyun (14thn) ini menjadi sorotan masyarakat publik di seluruh Indonesia. Ia menghilang
pada awal April 2016 lalu, 3 hari berselang ia ditemukan tanpa nyawa di jurang dengan kondisi
yang sangat mengenaskan, dengan ditutupi dedaunan dalam kondisi tanpa busana dengan tulang
pinggang patah dan luka disekujur tubuhnya. Diduga Yuyun telah diperkosa lalu dibunuh, aksi keji
tersebut dilakukan oleh 14 orang pada 2 April 2016. Kasus ini langsung mendapatkan kecaman dari
berbagai pihak, termasuk Presiden Joko Widodo. Untuk mengulang kembali tragedi sadis tersebut,
berikut akan dipaparkan peristiwa hilangnya Yuyun hingga ditemukan tak bernyawa di jurang yang
diduga telah diperkosa dan dibunuh.
Yuyun merupakan putri dari sepasang suami istri yang bernama Yakin dan Yana, yang lahir
di Musi Rawas, 18 Maret 2002. Kembaran Yuyun, Yayan, saat ini juga bersekolah di tempat yang
sama. Kedua orang tua Yuyun bekerja sebagai petani penggarap kebun kopi di desanya. Yuyun
merupakan siswi dari SMP Negeri 5 Padang Ulak Tanding sekaligus merupakan warga Desa Kasie
Kasubun, Kecamatan Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejang Lebong. Yuyun adalah sosok anak
yang berbakti kepada kedua orang tua dan pandai mengaji, dengan hati kecil yang mulia ia bercita-
cita ingin menjadi guru agar nantinya bisa membantu dan mengajari semua orang di desanya. Ia
juga merupakan siswi yang berprestasi di sekolahnya. Sehari-hari Yuyun selalu membantu orang
tuanya dikebun, membantu ibunya beres-beres dan memasak. Yuyun juga dikenal sebagai siswi
yang pandai mengaji. Beberapa kali dia melantunkan ayat-ayat suci Alquran ketika ada warga yang
meninggal dunia di Desa Kasie Kasubun, tempat ia tinggal. Kepribadiannya itu membuat Yuyun
disegani teman sekolah dan disayangi masyarakat di desanya. Disekolahnya Yuyun terkenal dengan
supel dan mudah bergaulnya bersama orang lain, ia rajin membantu guru dan teman temannya.
Sebelum meninggal dunia Yuyun sempat meminta untuk foto bersama guru dan juga teman-teman
sebayanya. Namun siapa sangka, anak sebaik dan sepandai Yuyun kini hanya tinggal kenangan.
Insiden mengenaskan itu terjadi pada Sabtu 2 April 2016 pukul 13:30 WIB, saat itu Yuyun
tengah berjalan arah pulang dengan membawa alas meja dan bendera merah putih untuk dicuci
sebagai persiapan upacara bendera hari Senin, saat itu Yuyun mengenakan seragam pramuka. Jarak
antara sekolah dan rumah sekitar 1,5 kilometer, perjalanan itu melewati kebun karet milik warga.
Ditengah perjalanan ia berpapasan dengan 14 orang laki-laki yang tengah keadaan mabuk. Dua
diantaranya merupakan kakak kelas Yuyun di SMP. Saat itu juga para pelaku langsung mencegat
dan menangkap Yuyun, kepala Yuyun dipukuli kayu, kaki dan tangannya diikat, leher dicekik
kemudian dicabuli secara bergiliran. Lalu jasadnya dibuang ke jurang sedalam 5 meter.
Pada 3 April 2016 dilakukan pencarian, para pelaku berpura-pura untuk membantu mencari
keberadaan Yuyun agar tidak dicurigai oleh warga setempat dan pihak kepolisian. Namun hingga
malam tiba Yuyun tak kunjung ditemukan, pada malam itupun keluarga Yuyun langsung
mengadakan yasinan di kediamaan. Setelah menghilang selama 3 hari, pada Senin 4 April 2016
pukul 13:00 WIB Yuyun ditemukan tak bernyawa oleh DA (45) dalam kondisi yang sangat
mengenaskan di pinggir jurang. Penemuan jasad Yuyun sangat menggemparkan masyarakat.
Tubuhnya ditutupi daun pakis yang masih segar pertanda bahwa ada salah seorang pelaku yang
kembali ke tkp untuk menutupi jasad gadis cilik itu, dengan kondisi tanpa busana, kaki dan
tangannya diikat, banyak luka lebam disekujur tubuhnya. Hasil visum mengatakan bahwa Yuyun
sudah meninggal sejak pemerkosaan berlangsung.
Setelah diselidiki oleh Polsek Padang Ulak Tanding, Bengkulu pada awal bulan Mei
tertangkaplah dua belas laki-laki yang diduga telah melakukan tindak kekerasan, pemerkosaan
sekaligus pembunuhan berencana terhadap gadis kecil warga Desa Kasie, Yuyun. Dua belas orang
itu bernama Dedi Indra (19), Tomi Wijaya (19), DA (17), Sukep (19), Bobi (20), Faisal Edo (19),
Zainal (23), Febriansyah Syahputra (18), Sulaiman (18), AI (18), EK (16) dan SU (16). Dua
diantaranya EK dan SU merupakan kakak kelas Yuyun di SMP. Tujuh orang di antaranya masih
berusia di bawah umur. Sementara lima orang lainnya berusia diatas umur. Dua orang lagi masih
buron. Mereka telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah memperkosa serta membunuh
Yuyun. Ini menjadi penculikan terlebih dahulu baru kemudian di ikuti dengan pemerkosaan disertai
pembunuhan terlihat dari Yuyun yang saat itu pulang sekolah melintas di jalan dekat kebun, lalu
kemudian dihadang oleh 14 pemuda tersebut dan langsung diseret ke semak dekat kebun. 14
pemuda yang seolah sudah siap dengan targetnya tersebut langsung menghadang Yuyun saat Yuyun
lewat. Zainal merupakan bos atau otak dari tindak pidana yang keji ini.
Majelis hakim mengatakan, dalam fakta persidangan terdakwa Zainal terbukti, setelah
memperkosa korban, merencanakan pembunuhan untuk menutupi perbuatannya. Sebagian besar
menuntut pelakunya kasus tersebut dihukum mati. Bahkan Presiden Joko Widodo melalui Twitter
juga mengungkap duka atas meninggalnya Yuyun, “Kita semua berduka atas kepergian YY yang
tragis. Tangkap dan hukum pelaku seberat-beratnya. Perempuan dan anak-anak harus dilindungi
dari kekerasan”. Beberapa pekan setelah kasus ini bergulir, Presiden Jokowi menerbitkan Perppu
Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak. Di dalam Perppu itu, memuat beragam hukuman, termasuk kebiri kimia. Setelah kasus ini
terkuak, banyak kalangan mulai menyuarakan agar pemerintah segera mengesahkan hukum kebiri
bagi pelaku kejahatan pada anak di bawah umur. Mungkin bukan terlihat ide yang buruk. Dengan
adanya hukuman yang berat, akan ada banyak nyawa anak-anak generasi penerus bangsa juga masa
depan mereka terlindungi. Mungkin tak semua korban pemerkosaan dibunuh, atau mati setelah
diperkosa. Namun hidup setelah diperkosa pun bukan pilihan yang menyenangkan. Menanggung
malu, aib bahkan dikucilkan oleh banyak orang bisa menjadi tanggungan anak tersebut. Masa depan
mereka akan hilang dan hancur waktu itu juga. Sejak kepergian Yuyun, sekolah yang hanya
memiliki murid berjumlah 30 orang itu terus dirundung duka. Pihak sekolah sempat menggelar
yasinan yang melibatkan seluruh murid, dewan guru dan masyarakat sekitar pada Jumat pekan lalu
yang dipimpin langsung kepala sekolah, Syarif, untuk mendoakan Yuyun.
Pendapat Hukum ( Legal Opinion )
 Pendahuluan
Hak Asasi Manusia adalah hak yang dimiliki oleh setiap manusia yang sudah
melekat pada dirinya semenjak di dalam kandungan hingga ia mati. Hak ini bersifat
universal dan kodrati karena berlaku untuk semua manusia dan merupakan anugerah dari
Tuhan Yang Maha Esa.1 Di Indonesia sendiripun telah diatur Undang-Undang mengenai
Hak Asasi Manusia, namun masih saja banyak pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Pasal
28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminatif.” Sebaliknya, mereka bukanlah objek (sasaran) dari tindakan
kesewenang-wenangan dan perlakuan yang tidak manusiawi dari pihak siapapun atau pihak
manapun. Dalam Undang-Undang No.35/2014 juga telah diatur tentang Perlindungan Anak.
Anak menjadi kelompok yang sangat rentan terhadap kekerasan seksual karena anak selalu
di posisikan sebagai sosok lemah, tidak berdaya dan memiliki ketergantungan yang tinggi
dengan orang-orang dewasa disekitarnya.
Di Indonesia, kasus kekerasan seksual setiap tahun mengalami peningkatan,
korbannya bukan hanya dari kalangan dewasa saja tetapi sudah merambah ke remaja, anak-
anak, bahkan balita. Kasus kekerasan seksual terhadap anak terus meningkat dari waktu
kewaktu. Peningkatan tersebut tidak hanya dari segi kuantitas atau jumlah kasus yang
terjadi, bahkan juga dari kualitas. Kebanyakan pelakunya adalah dari lingkungan keluarga
atau lingkungan sekitar anak itu berada seperti di daerah lingkungan rumahnya sendiri,
bahkan adapula di sekolahnya. Sementara itu usia korban rata-rata berkisar antara 2-15
tahun. Para pelaku sebelum dan sesudah melakukan kekerasan seksual umumnya melakukan
kekerasan, ancaman kekerasan, tipu muslihat dan serangkaian kebohongan, serta
dipengaruhi oleh minuman alkohol. Seperti halnya pada satu kasus yang sedang hangat
diperbincangkan saat ini, yaitu pembunuhan yang didahului dengan pemerkosaan, bocah itu
bernama Yuyun. Diperkosa secara bergilir oleh orang yang dipengaruhi minuman alkohol.
Publik dikejutkan dengan tewasnya Yuyun di Padang Ulak Tanding, Bengkulu.
Yuyun yang berusia 14 tahun ini tewas di tangan 14 pemuda yang telah memperkosa dan
membunuhnya setelah pesta miras 14 liter tuak di salah satu warung di Desa Kasie Kasubun.
Bahkan hingga sudah tewas pun Yuyun masih saja diperkosa. Betapa kejinya 14 pelaku itu.
Apa yang menyebabkan mereka demikian begitu sadis, keji itu tidaklah ada yang
mengetahui. Namun saya akan menjelaskan beberapa fakta keji dari kasus pemerkosaan
sekaligus pembunuhan gadis 14 tahun itu :
1. Para pelaku mengaku bahwa sebelum melakukan aksinya itu mereka menonton
video porno dan pesta miras berupa tuak 14 liter.
2. Salah satu diantara mereka sangat paham bagaimana caranya melumpuhkan
korban yaitu dengan cara kekerasan, menyekap dan kaki tangannya diikat.
3. Dari ke 14 tersangka tersebut ada 2 diantara mereka yang mengulangi perbuatan
keji itu sebanyak tiga kali.
4. Yuyun telah meninggal dunia saat pemerkosaan masih berlangsung.
5. Sesudah itu para pelaku membuang jasad korban ke jurang sedalam 15 meter.
Berdasarkan pernyataan yang dikatakan para pelaku bahwa mereka melakukan
tindakan keji itu karena mereka terbawa nafsu saat habis menonton video porno dan dalam
keadaan mabuk. Namun, hal tersebut tidak dapat diterima karena mereka sebenarnya
melakukan hal itu dengan sadar dan sudah direncanakan terlebih dahulu. Juga 14 pemuda itu
1
Adnan B. Nasution. 2006. Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indoneisa, hlm
135
yang secara bersama-sama memperkosa secara bergiliran terhadap Yuyun yang sudah tidak
berdaya yang lalu kemudian membuang mayatnya ke dalam jurang. Tidak mungkin jika
penghadangan yang dilakukan terhadap Yuyun ini dilakukan secara tiba-tiba atau spontan
tanpa direncanakan sebelum pesta minum tuak. Keputusan membuang mayat korban ke
dalam jurang semakin menunjukan bahwa kuat dugaan ini telah direncanakan sebelumnya.
Bagaimana logikanya kalau minum tuak 14 liter bisa tahu cara menghilangkan jejak dengan
cara membuang jasad ke jurang. Ini diduga kuat pelakunya tidak menghabiskan minuman
seberat 14 liter tersebut tetapi hanya sedikit saja diminum dan dijadikan dalil mabuk berat.
Pada kasus diatas, disebutkan bahwa enam dari 14 pelaku pemerkosaan
dan pembunuhan terhadap Yuyun merupakan anak di bawah umur. Pada dasarnya,
kasus ini termasuk dalam perbarengan tindak pidana yang merujuk pada Concursus Realis,
yaitu apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang masing-masing merupakan
perbuatan berdiri sendiri kejahatan atau pelanggaran, tetapi tidak perlu perbuatan itu
berhubungan satu sama lain atau tidak perlu sejenis. 2 Ketentuan tersebut diatur di dalam
Pasal 65, 66, 70 dan 70 bis KUHP. Kasus ini termasuk dalam kenakalan remaja bagi para
pelaku yang masih dibawah umur, dengan posibilitas bahwa mereka masih dibawah masa
transisi untuk mencari jati diri sehingga dalam hal pergaulan, tingkat emosinya masih sangat
tidak konsisten atau labil.
Perhatian masyarakat tertuju pada kasus ini, masyarakat menggalang solidaritas
untuk Yuyun, Musriadi dari “Antara” Bengkulu (2016) melaporkan bahwa solidaritas
tersebut berlangung di empat belas kota besar di Indonesia. Selain itu di media soal muncul
solidaritas “Saya Bersama Yuyun”. Salah satu poin yang disampaikan dalam solidaritas
tersebut adalah menolak hukuman penjara yang dijatuhkan kepada para pelaku yang
dipandang terlalu ringan. Bahkan kasus ini menjadi salah satu pemicu pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 tentang
Perubahan Kedua Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Perpu
No. 1 Tahun 2016).

 Analisis Aturan Hukum

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat pada
tahun 2015 terdapat 321.752 kasus kekerasan terhadap perempuan, kekerasan yang terjadi di
Ranah Personal dari jumlah kasus sebesar 321.752, maka kekerasan seksual menempati
peringkat dua, yaitu dalam bentuk perkosaan sebanyak 72s% atau sebanyak 2.399 kasus
perkosaan, dalam bentuk pencabulan sebayak 18% atau 601 kasus, dan pelecehan seksual
sebanyak 5% atau 166 kasus. Berarti sekitar 881 kasus setiap hari. Angka tersebut didapatkan
dari pengadilan agama sejumlah 305.535 kasus dan lembaga mitra Komnas Perempuan
sejumlah 16.217 kasus. Menurut pengamatan mereka, angka kekerasan terhadap perempuan
meningkat 9% dari tahun sebelumnya.
Dalam kasus pemerkosaan disertai pembunuhan terhadap YY, Kamis 8 September 2016
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Curup memvonis mati Zainal pelaku utama perkosaan dan
pembunuhan terhadap Yuyun siswi SMP di Rejang Lebong. Sedangkan empat rekan Zainal (23)
lainnya, yaitu Tomi Wijaya (19), M Suket(19), Boby(20), Faizal Edo(19) divonis hukuman 20
tahun penjara dengan denda Rp2 miliar. Mereka telah terbukti bersalah melakukan pemerkosaan
dengan pembunuhan berencana. Dalam tuntutan hakim, mereka dinyatakan melanggar :
o Pasal 340 KUHP
2
Tri Andrisma, Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indoensia serta Perkembangannya dalam Konsep KUHP
2013, (Bandar Lampung : Anugerah Utama Raharja, 2014), hal 187
Unsur-unsur pembunuhan berencana berdasarkan Pasal 340 KUHP adalah:
1. Barangsiapa, adalah subyek hukum dimana subyek hukum yang dapat dimintai
pertanggungjawaban menurut hukum pidana adalah Naturlijk person, yaitu manusia.
2. Sengaja, adalah pelaku memiliki kehendak dan keinsyafan untuk menimbulkan akibat
tertentu yang telah diatur dalam perundangundangan yang didorong oleh pemenuhan
nafsu (motif).
3. Dengan rencana lebih dahulu, artinya terdapat waktu jeda antara perencanaan dengan
tindakan yang memungkinkan adanya perencanaan secara sistematis terlebih dahulu lalu
baru diikuti dengan tindakannya.
o Pasal 76C jo 80 ayat 3 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
o Pasal 76D jo 81 ayat 1 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Unsur-unsur dalam Pasal 76D adalah:
1. Setiap Orang ; yang dimaksud adalah subjek hukum atau orang pendukung hak dan
kewajiban yang dapat dimintai pertanggungjawaban
2. Melakukan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan ; dalam unsur ini kekerasan atau
ancaman kekerasan fisik yang bersifat psikis atau kejiwaan termasuk didalamnya.
3. Memaksa anak untuk melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Empat dari lima terdakwa pemerkosa Yuyun (14) meminta dihukum mati kepada majelis
hakim yang diketuai oleh Heny Faridha, hakim anggota Hendry Sumardi dan hakim anggota
Fakhrudin. Permintaan itu langsung disampaikan empat terdakwa, yakni Tomi Wijaya alias
Tomi, Mas Bobi alias Bobi, M Suket dan Faizal Eldo Syaisah. Diketahui, permintaan hukuman
mati itu merupakan aksi spontan empat terdakwa, saat sidang pledoi berlangsung, mengingat
satu dari lima terdakwa dewasa, Zainal alias 'Bos' yang dituntut majelis hakim dengan hukuman
mati.
Dari dua belas pelaku tindak pidana tersebut, tujuh orang pelaku merupakan anak-anak yang
masih berusia di bawah umur. Terhadap ketujuhnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Curug,
Rejang Lebong pada tanggal 10 Mei 2016 telah menjatuhkan pidana penjara selama sepuluh
tahun karena telah terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar :
o Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang No 35 tahun 2014 tentang Perubahan Kedua
o Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU No. 35 Tahun 2014)
jo.
o Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan
o Pasal 80 ayat (3) UU No. 35 Tahun 2016
Kemudian, tedakwa dibawah umur yang berinisial JA (13) dijatuhkan tindakan oleh majelis
hakim Pengadilan Negeri (PN) Curup, Rejang Lebong, berupa perawatan di Panti Sosial
Marsudi Putra (PSMP), Bambu Apus, Cipayung, Jakarta Timur. JA dijatuhkan tindakan selama
1 tahun, untuk menjalani rehabilitasi sosial, yang mana jatuhan tindakan itu diberikan dalam
sidang beragenda tuntutan, yang dipimpin oleh Heny Faridha selaku Ketua Majelis Hakim
Hendry Sumardi dan Fakhrudin
 Uji Syarat

Dalam kasus ini 14 pemuda itu telah memenuhi unsur-unsur syarat dipidananya seseorang
dalam tindak pidana yang telah mereka lakukan, yaitu :

o Pasal 340 KUHP, “barang siapa yang dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu
merampas nyawa orang lain diancam karena pembunuhan dengan rencana (moord),
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling
lama dua puluh tahun.”
Penjelasan : Menurut pasal 340 KUHP, terdapat tiga syarat agar dapat dikatakan sebagai
pembunuhan berencana. Syarat pertama, seseorang merampas nyawa orang lain. Syarat
kedua, dilakukan secara sengaja. Syarat ketiga, dilakukan dengan perencanaan terlebih
dahulu karena ke-14 pemuda tersebut dengan sengaja dan merencakan terlebih dahulu untuk
memperkosa lalu membunuh Yuyun dan membuang jasadnya ke jurang agar tindakannya
tersebut tidak ketahui oleh siapapun.
o Pasal 76C “Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh
melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.” Dengan penjelasan di
dalam Pasal 80 ayat 3 : “Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka
pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).”
Penjelasan : Syarat dalam Pasal 76D UU No.35/2014 telah terpenuhi, karena para pelaku
melakukan kekerasan dan pemerkosaan terhadap anak dibawah umur dengan secara sadar.
Dan karena memang itu sudah merupakan niat mereka.
o Pasal 76D UU No.35/2014 berbunyi, “Setiap Orang dilarang melakukan kekerasan atau
ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang
lain.” Dengan penjelasan di Pasal 81 ayat 1 “Setiap orang yang melangggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”
Penjelasan : Dari pasal 76C UU No.35/2014 tentang Perlidungan Anak, jelas bahwa dalam
hal ini sudah terpenuhi, ini merujuk pada korban yang diseret ke semak-semak dekat kebun,
yang itu artinya dengan keputusan menyeret korban sampai ke semak-semak dekat kebun,
14 pelaku tersebut sudah dengan sengaja menempatkan Yuyun dalam kondisi yang
berbahaya.

 Kesimpulan
Walaupun sudah ada undang-undang yang mengatur tentang hak asasi manusia, dan adapula
hukuman yang membuat jera, namun kenyataannya di Indonesia tingkat kesadarannya masih
sangat kurang. Kasus kekerasan seksual terhadap anak masih saja meningkat dari waktu
kewaktu. Seperti dalam kasus kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran sangat serius yang
dialami oleh Yuyun, gadis berumur 14 tahun ini ditemukan tak bernyawa diduga telah
diperkosa oleh 14 pemuda yang habis pesta miras. Agar tidak ada lagi Yuyun yang lain,
maka pemerintah harus bertindak tegas dan menghukum pelaku seberat-beratnya.

Anda mungkin juga menyukai