Anda di halaman 1dari 7

TUGAS KIMIA PANGAN DAN GIZI IKANI

Dosen Pengampu : Dr. Ir. Fronthea Swastawati, M. Sc.

Disusun Oleh :

Nama : Caleb Roulaz

NIM : 26060120140030

Kelas : THP B

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2021
VITAMIN B PADA IKAN BERDAGING MERAH

Istilah vitamin mula-mula diutarakan oleh seorang ahli kimia Polandia bernama Funk,
yang percaya bahwa zat penangkal beri-beri yang larut dalam air merupakan suatu amina
yang vital, yang kemudian diberi nama vitamin. Kini vitamin dikenal sebagai suatu kelompok
senyawa organik yang tidak termasuk kedalam golongan protein, karbohidrat, maupun lemak,
yang terdapat dalam jumlah yang kecil dalam bahan makanan tapi sangat penting peranannya
bagi beberapa fungsi tertentu tubuh untuk menjaga kelangsungan kehidupan serta
pertumbuhan. Dalam bahan pangan hanya terdapat vitamin dalam jumlah yang relatif sangat
kecil, dan terdapat dalam bentuk yang berbeda-beda, diantaranya ada yang berbentuk
provitamin yang dapat diubah dalam tubuh menjadi vitamin yang aktif (Winarno, 2004).
Semua vitamin yang sampai sekarang diketahui dapat dibagi daloam dua golongan
besar, yaitu vitamin-vitamin yang larut dalam air dan vitamin-vitamin yang larut dalam
lemak. Vitamin yang larut dalam lemak ialah vitamin A, vitamin D, vitamin E, dan vitamin
K. Vitamin-vitamin yang larut dalam air ialah vitamin C dan satu rombongan vitamin-
vitamin yang dikenal dengan vitamin B-kompleks, yang terdiri atas vitamin-vitamin B1, B2,
B6, B12, dan beberapa vitamin lainnya (Soedarmo dan Sediaoetama, 1977).
Vitamin tidak dapat disintesis oleh tubuh, maka dari itu untuk memenuhi kebutuhan
tubuh vitamin dapat diperoleh dari makanan. Salah satu vitamin yang berperan penting dalam
dalam metabolisme adalah vitamin B. Menurut Winarno (2004), dipandang dari segi gizi,
kelompok vitamin B termasuk dalam kelompok vitamin yang disebut vitamin B kompleks
yang meliputi tiamin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2), niasin (asam nikotinat,
niasinamida), piridoksin (vitamin B6), asam pantotenat, biotin, folasin (asam folat dan
turunan aktifnya), serta vitamin B12 (sianokobalamin).
Sumber tiamin (B1) adalah serelia, kacang-kacangan, daging, kuning telur serat
unggas. Riboflavin (B2) banyak terdapat susu, keju, hati, daging, dan sayuran berwarna hijau.
Sumber niasin adalah hati, ginjal, ikan, ayam, dan kacang tanah. Biotin banyak terdapat hati,
kuning telur, serealia, kacang kedelai, kacang tanah, jamur, pisang, semangka, dan strawbery.
Sumber paling baik asam pentotenat adalah hati, ginjal, kuning telur, daging, ikan, unggas,
serealia utuh, dan kacang-kacangan. B6 (piridoksin) banyak terdapat didalam kecambah,
gandum, hati, ginjal, serealia tumbuk, kacang-kacangan, kentang, dan pisang. Asam folat
terutama terdapat di dalam sayuran hijau, hati, daging tanpa lemak, serealia utuh, biji-bijian,
kacang-kacangan, dan jeruk. Sumber utama B12 (kobalamin) adalah makanan protein hewani
yang memperolehnya dari hasil sintesis bakteri didalam usus, seperti hati, ginjal, susu, telur,
ikan, keju, dan daging (Rahayu et al., 2020).
Vitamin B banyak ditemukan dalam bahan pangan yang menjadi sumber konsumsi
manusia salah satunya adalah pada ikan. Menurut Scheers et al. (2013), laut kaya akan
vitamin B terutama pada kerang dan tiram, tetapi beberapa spesies ikan seperti ikan makarel,
ikan herring, dan ikan salmon. Jenis ikan yang banyak mengandung vitamin B adalah ikan
dengan daging berwarna merah seperti ikan salmon, ikan tuna, dan ikan sarden. Jenis ikan
tersebut merupakan ikan pelagis. Ikan pelagis merupakan ikan yang berhabitat di sekitar
permukaan perairan hingga kedalaman 200 meter atau lebih. Ikan pelagis umumnya
merupakan filter feeder, yakni ikan pemakan plankton dengan jalan menyaring plankton yang
masuk untuk memilih jenis plankton yang disukainya ditandai oleh adanya tapis insang yang
banyak dan halus. Menurut Fenti et al. (2018), vitamin pada ikan hanya dapat diperoleh dari
sumber makanannya, ikan tidak dapat mensintesis vitamin dalam tubuhnya sendiri untuk
membantu proses metabolisme. Besar kecilnya vitamin dalam tubuh ikan ditentukan dari
sumber makanan yang diperoleh.
Vitamin B12 hanya disintesis oleh bakteri dan archaea tertentu tetapi tidak oleh
hewan atau tumbuhan. Di lingkungan laut, vitamin B12 ditransfer dan terkonsentrasi ke
dalam tubuh ikan dan kerang oleh plankton dalam rantai makanan laut. Selain itu, alga merah
makrofitik laut yakni Porphyra spp. secara khusus mengandung sejumlah besar vitamin B12,
karena interaksi mikroba. Oleh karena itu, archaea dan bakteri yang mensintesis B12 adalah
sumber B12 yang ditemukan dalam makanan. Cyanobacteria dapat mensintesis
pseudovitamin B12 (pseudoB12) yang membawa adenin sebagai basa (Bito et al., 2018).
Faktor makanan tersebutlah yang menyebabkan jumlah vitamin B pada ikan berdaging merah
lebih banyak dibandingkan dengan jenis ikan lainnya.
Daging merah memiliki kandungan lemak yang lebih banyak sehingga memiliki kadar
vitamin B yang lebih tinggi daripada daging putih. Daging merah juga lebih tinggi zat besi
dan seng. Zat besi yang terkandung dalam daging merah adalah zat besi heme, yang lebih
mudah diserap tubuh dibandingkan zat besi yang terkandung dalam sayuran. Warna merah
pada daging ikan diseabkan karena kandungan vitamin B12 yang tinggi. Warna merah pada
vitamin B12 disebabkan oleh fakta bahwa vitamin terdiri dari cincin yang mirip dengan
porfirin yang mengandung kobalt, yang terikat pada ribosa dan fosfat. Faktor-faktor yang
mempengaruhi tingginya kadar vitamin dan nutrisi pada ikan daging merah dapat dipengaruhi
oleh lingkungan dan jenis makanan yang biasa dikonsumsi ikan. Ikan yang sehat tentunya
memiliki nilai gizi yang lebih baik. Menurut Elavarasan (2018), Jumlah kandungan lemak
pada ikan juga dapat ditentukan dari warna daging ikan. Ikan berdaging merah mengandung
lemak lebih tinggi dibandingkan dengan ikan berdaging putih.
Tinggi atau rendahnya penurunan kandungan gizi suatu bahan pangan akibat
pemasakan tergantung dari jenis bahan pangan, suhu yang digunakan dan lamanya proses
pemasakan. Vitamin B pada ikan cukup tahan terhadap faktor fisika dan kimiawi, dan
sebagian besar vitamin B dapat terlindungi dengan metode pemasakan yang memiliki suhu
tidak terlalu tinggi. Cara mengolah ikan yang tepat agar kandungan gizi dan vitamin yang
diperlukan tubuh tetap terjaga dapat dilakukan dengan cara dikukus, dipanggang, direbus,
ditumis dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Proses menggoreng menyebabkan penurunan
kandungan gizi yang sangat signifikan karena penggorengan menggunakan suhu yang tinggi
sehingga zat gizi seperti protein mengalami kerusakan. Sedangkan proses perebusan
menyebabkan berkurangnya kandungan zat gizi karena banyak zat gizi terlarut dalam air
rebusan.

Ikan berdaging merah memiliki kandungan vitamin B yang lebih tinggi dibandingkan
dengan ikan yang berdaging putih. Hal tersebut disebabkan oleh daging merah mengandung
kadar lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging putih. Ika berdaging merah juga
mengandung zat besi dan zink yang cukup tinggi. Zat besi yang terkandung dalam ikan
berdaging merah adalah jenis zat besi heme. Zat besi heme lebih mudah disrap oleh tubuh
dibandingkan dengan zat besi yang ditemukan dalm sumber nabati. Warna merah pda daging
ikan salah satunya disebabkan oleh kandungan citamin B12 yang tinggi. Warna merah pada
vitamin B12 tersebut disebabkan karena vitamin B12 terdiri dari cincin yang mirip porifirin
yang mengandung kobalt dan terkait pada ribosa serta asam folat. Faktor yang mempengaruhi
tingginya kandungan vitamin atau nutrisi pada ikan berdaging merah dapat dipengaruhi oleh
lingkungan dan jenis makanan yang biasa dikonsumsi oleh ikan berdaging merah.
Ikan sangat berpotensi sebagai salah satu sumber vitamin. Vitamin dapat ditemukan
dalam organ-organ tubuh ikan bagian dalam, misalnya pada hati juga pada dagingnya.
Kandungan vitamin pada ikan di antaranya ialah, vitamin : A, D, E, B1, B2, B6, B12, dan E,
serta sedikit kandungan vitamin C. Vitamin A banyak ditemukan dalam minya hati ikan.
Vitamin A berfungsi dalam penglihatan (mencegah kebutaan), pertumbuhan dan
perkembangan tulang, pembentuka email gigi, serta keutuhan jaringan epitel tubuh. Jenis ikan
yang banyak mengandung vitamin A yakni ikan tuna dan ikan cucut. Vitamin D dapat
ditemukan dalam daging ikan, telur serta minyak hati ikan. Vitamin D sangat diperlukan
dalam pertumbuhan dan kekuatan tulang. Kandungan vitamin D pada beberapa jenis ikan,
yaitu : pada ikan cod penimbunan vitamin pada organ hati, ikan herring tertimbun pada
kelenjar tubuh, ikan cucut dan pari sedikit mengandung vitamin D dan ditemukan pada
bagian minyak hati ikan. Jenis ikan cakalang dan tuna mata besar, mengandung vitamin D
sekitar 150 - 280 IU/100g. Kulit punggung ikan marlin hitam, mengandung banyak vitamin
D. Vitamin D3 ditemukan dalam hati ikan. Vitamin E berfungsi melindungi sel-sel darah
merah terhadap hemilisis. Kandungan vitamin ini, terdapat pada telur, gandum, dan hati ikan.
Kandungan vitamin E dalam hati ikan berkisar 0,53 µg/100g (Damongilala, 2021).
Vitamin B1 banyak ditemukan pada ikan mackarel, ikan cakalang, dan ikan salmon.
Vitamin B6 (Piridoksin) berperan penting dalam metabolisme lemak dan asam-asam amino
dan lemak. Selain itu, vitamin B6 diperlukan untuk pencegahan anemia dan kerusakan pada
syaraf. Vitamin B6 banyak ditemukan dalam ikan sarden, cakalang, mackarel, dan tuna.
Vitamin B12 bermanfaat dalam pembentukan sel-sel darah merah, membantu metabolisme
lemak, dan melindungi jantung dan kerusakan syaraf. Selain itu, berfungsi menormalkan
kerjasama sel sumsum, dan saluran usus lambung. Vitamin B12 banyak ditemukan pada ikan
sarden yakni pada bagian daging, ikan mackarel pada bagian daging dan hati, serta pada ikan
tuna banyak ditemukan pada bagian jantung dan hati. Distribusi kandungan vitamin pada
tubuh ikan tidak merata. Bagian-bagian tubuh ikan yang dapat dimakan mengandung vitamin
A, berbagai vitamin B, C, D, dan E. Umumnya banyak terakumulasi pada bagian organ tubuh
jantung, hati, dan sedikit pada daging ikan (Damongilala, 2021).
Jumlah vitamin B lebih banyak terdapat pada daging ikan yang berwarna lebih gelap
daripada ikan dengan daging berwarna putih, dan dari daging ikan yang berwarna putih yang
jumlah vitamin B hampir sama banyaknya dengan jumlah vitamin di dalam daging sapi atau
ayam. Kandungan vitamin pada ikan dipengaruhi oleh metode penanganan, pengolahan dan
penyimpanan. Menurut Sundari et al. (2015), penggunaan panas dalam proses pemasakan
bahan pangan sangat berpengaruh pada nilai gizi bahan pangan salah satunya vitamin. Proses
perebusan dapat menurunkan nilai gizi karena bahan pangan yang langsung terkena air
rebusan akan menurunkan zat gizi terutama vitamin-vitamin larut dalam air seperti vitamin B
kompleks dan vitamin C. Sedangkan, proses penggorengan merupakan pengolahan pangan
dengan menggunakan suhu tinggi diatas 160oC yang dapat merusak vitamin. Daging gelap
biasanya mengandung vitamin B1, B2, B12 dan C yang lebih tinggi dibandingkan dengan
daging biasa. Vitamin B pada ikan cukup resisten terhadap faktor-faktor fisik dan kimiawi,
dan sebagian besar terlindungi selama pengolahan menggunakan metode yang biasa
digunakan. Ketika ikan dimasak, banyak vitamin larut air terlepas ke dalam air pemasak.
Tinggi atau rendahnya penurunan kandungan gizi suatu bahan pangan akibat
pemasakan tergantung dari jenis bahan pangan, suhu yang digunakan dan lamanya proses
pemasakan. Vitamin B pada ikan cukup tahan terhadap faktor fisika dan kimiawi, dan
sebagian besar vitamin B dapat terlindungi dengan metode pemasakan yang memiliki suhu
tidak terlalu tinggi. Cara mengolah ikan yang tepat agar kandungan gizi dan vitamin yang
diperlukan tubuh tetap terjaga dapat dilakukan dengan cara dikukus, dipanggang, direbus,
ditumis dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Proses menggoreng menyebabkan penurunan
kandungan gizi yang sangat signifikan karena penggorengan menggunakan suhu yang tinggi
sehingga zat gizi seperti protein mengalami kerusakan. Sedangkan proses perebusan
menyebabkan berkurangnya kandungan zat gizi karena banyak zat gizi terlarut dalam air
rebusan.
Semua cara masak atau pengolahan makanan juga dapat mengurangi kandungan gizi
makanan. Secara khusus, memaparkan bahan makanan kepada suhu yang tinggi, cahaya, dan
atau oksigen akan menyebabkan hilangnya zat gizi yang besar pada makanan. Zat gizi juga
dapat tercuci keluar oleh air. Banyak sedikitnya penurunan kandungan gizi suatu bahan
pangan pangan akibat pemasakan tergantung dari jenis bahan pangan, suhu yang digunakan.
Proses penggorengan merupakan proses pengolahan bahan pangan yang dapat
mengakibatkan penurunan kandungan gizi yang sangat signifikan karena menggunakan suhu
diatas 160oC, sehingga protein mengalami kerusakan (Lamid et al., 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Damongilala, L. J. 2021. Kandungan Gizi Pangan Ikani. Bandung: CV Patra Media Grafindo
Bandung. 60 hlm.

Elavarasan K. 2018. Importance of Fish in Human Nutrition. Training Manual on Seafood


Value Addition. ICAR-Central Institute of Fisheries Technology.

Fenti, A. Widodo, dan Jamaluddin. 2018. Analisis Kandungan Vitamin B Pada Ikan Sidat
(Anguilla marmorata (Q.) Gaimard) Fase Elver Asal Danau Poso. Ghidza: Jurnal Gizi
dan Kesehatan, 2(2): 49-54.

Lamid, A., A. Almasyhuri, dan D. Sundari. 2015. Pengaruh Proses Pemasakan terhadap
Komposisi Zat Gizi Bahan Pangan Sumber Protein. Media Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 25(4): 235-242.

Rahayu, A., F. Yulidasari, dan M. I. Setiawan. 2020. Dasar-Dasar Gizi. Banjarbaru: Penerbit
CV Mine. 200 hlm.

Scheers, N., H. Lindqvist, A. M. Langkilde, I. Undeland, dan A. S. Sandberg. 2014. Vitamin


B12 as a Potential Compliance Marker for Fish Intake. European Journal of
Nutrition, 53(1): 1327-1333.

Sundari, D., Almasyhuri, dan A. Lamid. 2015. Pengaruh Proses Pemasakan Terhadap
Komposisi Zat Gizi Bahan Pangan Sumber Protein. Media Litbangkes, 25(4): 235-
242.

Soedarmo, P. dan A. D. Sediaoetama. 1977. Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Dian Rakyat. 252 hlm.

Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 251
hlm.

Anda mungkin juga menyukai