Anda di halaman 1dari 123

MODUL PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENANGANAN DAN REFRIGERASI


HASIL PERIKANAN
SEMESTER GANJIL 2021

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan


Universitas Diponegoro
Semarang
2021

Page 1 of 123
MODUL PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENANGANAN DAN REFRIGERASI
HASIL PERIKANAN
SEMESTER GANJIL 2020/2021

Dosen Pengampu :

Retno Ayu Kurniasih, S.Pi., M.Sc NIP. 19861107 201404 2 001


(Koordinator Praktikum)
Ir. Sumardianto, PG.Dipl., M.Gz. NIP. 19591123 198602 1 001
Apri Dwi Anggo, S.Pi., M.Sc NIP. 19780418 200501 1 001

Tim Asisten :

Annisa Amalia Febrianti 26060118130083


Lina Sugi Arni 26060118130044
Naura Sofia 26060119120021

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan


Universitas Diponegoro
Semarang
2021
Page 2 of 123
UNIVERSITAS DIPONEGORO
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

GARIS – GARIS BESAR PROGRAM PRAKTIKUM

MATA KULIAH : TEKNOLOGI PENANGANAN DAN REFRIGERASI HASIL PERIKANAN


KODE MK/SKS/SEMESTER : PKT 353 P / 3 SKS / III (Agustus– Desember 2021)
TIM PENGAMPU KULIAH & PRAKTIKUM : PJMK Retno Ayu Kurniasih, S.Pi., M.Sc.
Anggota Ir. Sumardianto, PG.Dipl., M.Gz.
Apri Dwi Anggo, S.Pi., M.Sc.
WAKTU DAN TEMPAT PRAKTIKUM : Semester ganjil 2021 (semester 3)
Laboratorium Pengolahan Hasil Perikanan PS. THP
DESKRIPSI SINGKAT MATA KULIAH : Mata kuliah Teknologi Penanganan dan Refrigerasi Hasil Perikanan

STANDAR KOMPETENSI MATA KULIAH : Setelah mengikuti kuliah Teknologi Refrigerasi ini, diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan prinsip-prinsip dasar
penanganan ikan dan pengolahan dengan suhu rendah khususnya proses pembekuan dan menerapkan dalam
praktikum
DAFTAR ISI

Modul I. Rigor Indeks 5


Topik I. Tahapan Proses Kemunduran Mutu Kesegaran Ikan 5
Topik II. Penghitungan Rigor Indeks 10

Modul II. Menghitung Kebutuhan Es Dan Pendinginan Ikan 18


Topik I. Menghitung Kebutuhan Es 18
Topik II. Pendinginan Ikan 26

Modul III. Pencairan Es 33

Modul IV. Uji Organoleptik 44

Modul V. Siklus Refrigerasi 55

Modul VI. Pengembangan Volume Es 61

Modul VII. Metode Pembekuan Dan Menghitung Waktu Pembekuan ...... 67


Topik I. Estimasi Waktu Pembekuan Dengan Metode Plank 67
Topik II. Pembekuan Ikan dari Berbagai Jenis Ikan dengan
Ketebalan Berbeda 74

Modul VII. Mutu Sensorik Ikan Beku ........................................................ 82


Topik I. Menguji Sensorik Ikan Beku Segar dan Mundur Mutu 82
Topik II. Mengamati Kerusakan (Gapping) pada Ikan Beku
Segar dan Mundur Mutu 93

Modul IX. DripLoss Produk Beku ............................................................... 98

Modul X. Mutu Olahan Produk Beku .......................................................... 104

Page 4 of 123
Kelompok :7
Tanggal : 22 September 2021

MODUL I : RIGOR INDEKS


TOPIK I : TAHAPAN PROSES KEMUNDURAN MUTU KESEGARAN IKAN

Nama : Afryan Mahendra NIM : 26060120140080 Ttd :

Pengantar Teori Praktikum


Kesegaran ikan merupakan salah satu tolok ukur mutu ikan apakah layak dikonsumsi atau tidak. Lebih
ekstrim lagi untuk kriteria ikan segar bagi produk khusus ‘sushi’ dan ‘sashimi’ (produk makanan khas Jepang)
maka kesegaran ikan menjadi faktor yang sangat mutlak untuk dijamin. Ikan merupakan bahan pangan yang
mudah sekali mengalami kemunduran mutu ( perishable food) setelah diambil dari tempat hidupnya.
Kandungan nutrisi dan sifat karakteristik daging ikan mendukung kecepatan terjadinya kemunduran mutu,
sehingga ikan sangatlah perlu untuk ditangani segera dengan baik, misalnya dengan melakukan pendinginan
(penurunan suhu) untuk mengurangi kecepatan kemunduran mutunya.
Proses tahapan kemunduran mutu pada ikan dimulai dari perubahan proses enzimatis dan kimia
dalam daging, yakni perombakan senyawa nukleotida oleh enzim dimana senyawa adenosin triphosphat (ATP)
akan berubah menjadi komponen turunannya. Pada proses tersebut mencakup reaksi enzimatis, mikrobiologi
dan kimia. Setelah ikan mati maka proses anaerob akan merombak ATP dan glikogen menjadi asam laktat
sehingga pH daging ikan akan menurun dan ATP berkurang secara bertahap. Turunnya pH daging dan adanya
reaksi enzimatis akan menyebabkan terjadinya rigor mortis (kekakuan). Lama proses rigor mortis tergantung
dari cadangan glikogen yang ada pada daging ikan. Rigor mortis terjadi melalui beberapa tahapan yakni:
- Pre-rigor : Daging ikan lentur, lembut, tekstur kompak dan elastic (tidak berbekas saat ditekan),
glikolisis terjadi, pH daging menurun, aktivitas ATP-ase dan kreatinfosfat meningkat
- Rigor : Daging ikan kaku, tidak fleksibel, keras, terjadi penggabungan protein aktin dan miosin
menjadi aktomiosin
- Post rigor : Daging ikan kembali lentur, bakteri mulai aktif

Tujuan
Mempelajari tahapan proses kemunduran mutu ikan.

Kompetensi
Mampu menjelaskan proses tahapan kemunduran mutu kesegaran pada ikan (fase pre-rigor, rigor dan post
rigor).

Prosedur Kerja
a. Bahan
Ikan nila hidup
b. Alat
Jarum pentul, penggaris panjang 30 cm, penggaris siku timbangan, milimeter blok, meja, dan
styrofoam 30 cm x 15 cm
c. Metode
- Matikan ikan yang masih hidup dengan cara : 1). Dipingsankan ( cold shock) dan 2). Dibiarkan
mati dengan sendirinya.
- Simpan ikan yang mati tersebut dengan perlakuan disimpan pada suhu kamar
- Ukurlah perubahan posisi tubuh ikan dengan penggaris siku pada saat ikan mengalami pre rigor,
rigor dan post rigor setiap 1 jam sekali selama 24 jam. Pada 6 jam pertama pengukuran dilakukan
setiap 0,5 jam sekali.
- Hitung lamanya waktu masing-masing fase tersebut sesuai dengan kondisi penanganan yang
diberikan.

Page 5 of 123
Lembar Hasil Pengamatan

Tabel 1. Hasil Pengukuran Ikan ……………….................................................................................................

Jam Ke - Waktu Panjang (cm)


1 16.00 11

16.30 11

2 17.00 11

17.30 11

3 18.00 11

18.30 11

4 19.00 11

19.30 11

5 20.00 11

20.30 10,5

6 21.00 10,5

21.30 10,5

7 22.00 10,5

8 23.00 10,5

9 00.00 10,5

10 01.00 10,5

11 02.00 10,5

12 03.00 9

13 04.00 9

14 05.00 9

15 06.00 9

16 07.00 9

17 08.00 9

18 09.00 9

19 10.00 9

20 11.00 9

21 12.00 8,5

22 13.00 8,5
Page 6 of 123
23 14.00 8,5

24 15.00 8,5

Page 7 of 123
Pembahasan :
Sampel yang digunakan pada praktikum kali ini adalah ikan nila (Oreochromis niloticus). Ikan
nila dapat hidup pada perairan dengan air tawar, air payau dan air laut. Kadar air garam pada habitat
ikan nila yang dapat ditoleransi adalah 0-35 ppt. Hal tersebut menyebabkan ikan nila dapat dilakukan
budidaya pada perairan tawar, payau dan laut. Tepat budidaya ikan ini biasanya dilakukan pada kolam
dan jakapung. Ikan nila termasuk jenis ikan yang sering dikonsumsi karena pertumbuhan ikan ini
termasuk cepat. Ikan ini merupakan jenis ikan tropis yang menyukai perairan dangkal. Ketahanan
ikan nila terhadap perubahan lingkungan tempat tinggal termasuk tinggi. Ikan ini mampu
menyesuaikan kadaan tubuhnya dengan perubahan lingkungan seeperti kualitas air. Pengelompokan
ikan nila dibagi menjadi dua jenis yaitu ikan nila merah dan ikan nila hitam. Ikan nila termasuk jenis
omnivora yang dapat memakan fitoplankton, perifiton, tanaman air, avertebrata kecil, fauna bentik,
detritus dan bakteri yang berasosiasi dengan detritus. Hal tersebut menyebabkan sistem pencernaan
yang dimiliki ikan nila termasuk efisien. Ikan ini juga tahan terhadap serangan penyakit yang
biasanya menyerang ikan. Bentuk tubuh yang dimiliki ikan ini adalah ramping atau pipih dengan
corak garis-garis pada sirip ekor berwarna merah. Garis terseebut biasanya memiliki jumlah 6-12
garis. Sirip punggung ikan ini juga memiliki garis-garis miring. Bentuk mata yang dimiliki ikan nila
adalah menonjol dan besar dan tepi mata berwarna putih. Tubuh pada ikan nila memiliki garis
melebar sepanjang tubuh berjumlah 9-11 buah. Mulut ikan nila yaitu terminal, posisi sirip perut
terhadap sirip dada adalah thoric, linea lateralis terputus menjadi dua bagian dan letaknya memanjang
diatas sirip dada, jumlah sisik pada garis rusuk berjumlah 34 buah, memiliki 17 jari-jari keras pada
sirip punggung, pada sirip perut terdapat 6 buah jari-jari lemah, sirip dada 15 jari-jari lemah, sirip
dubur 3 jari-jari keras dan 10 jari-jari lemah. Ciri fisik yang khas pada ikan nila adalah terdapatnya
garis-garis vertikal pada sirip ekor berwarna hitam. Karakteristik ikan nila yang memiliki
pertumbuhan cepat, tahan penyakit dan jenis omnivora menjadikan ikan tersebut diminati untuk
dibudidaya. Menurut Yu et al. (2020), ikan nila memiliki tingkat pertumbuhan yang cepat, kebiasaan
makan omnivora, tahan penyakit dan kualitas daging yang baik menjadikan ikan ini diminati
masyarakat. ikan ini termasuk jenis spesies air hangat dan biasanya dibudidayakan di darah tropis.
Pengangkutan ikan dilakukan menggunakan kantong plastik yang 1/3 bagian Setibanya di
laboratorium, ikan dimasukkan ke dalam bak fiber untuk diaklimatisasi. Bahan lain yang digunakan
adalah es curai, akuades, larutan buffer pH 4 dan pH 7. Alat utama yang digunakan adalah peralatan
untuk pengujian derajat keasaman (pH meter), hardness tester, refrigerator, dan cool box. Penelitian
dilakukan dengan mempersiapkan ikan nila hidup yang sudah diaklimatisasi selama tiga hari dalam
bak fiber yang diaerasi. Untuk mengurangi stres pada ikan sebelum dimatikan, dilakukan
perendaman ikan dalam air dingin 5° ± 10°C selama 10 menit hingga 20 menit, kemudian
dimasukkan ke dalam cool box yang berisi es curai. Ikan nila di dalam cool box akan mati setelah 30

Page 8 of 123
menit. Setelah ikan mati, ikan disimpan di dalam refrigerator yang suhunya telah diatur sekitar 10°C.
Selanjutnya dilakukan pengukuran secara duplo terhadap derajat keasaman daging ikan dengan
menggunakan pH meter dan kekerasan ikan nila merah dengan menggunakan Hardness tester.
Pengukuran dimulai saat ikan mati dan selanjutnya setiap 30 menit hingga 7 jam kemudian setiap 1
jam sekali sampai 14 jam setelah ikan mati. Pengukuran pH dilakukan dengan mengekstrak sampel
daging ikan dan mengukur pH nya menggunakan pH meter. Pengukuran kekerasan daging ikan
dilakukan pada tiga lokasi yaitu arah kepala, bagian tengah, dan arah ekor. Menuurt Livyawati dan
Afrianto (2014), pengukuran pH menggunakan metode ekstraksi sampel dan diukur menggunakan
pH meter. Pengukuran tekstur kekerasan dagi diukur pada bagian kepala, bagiah tengah, dan bagian
ekor.
Tiga tahapan yang terjadi setelah ikan mengalami kematian, di antaranya yaitu, pre-rigor
mortis, yaitu suatu tahapan yang berlangsung saat ikan mulai mengalami kematian hingga ikan
tersebut benar-benar mati. Tahap ini tekstur ikan lembut kenyal serta terjadi penurunan ATP dan
keratin fosfat. Ketidakberadaan oksigen mengakibatkan glikolisis terjadi sehingga glikogen diubah
menjadi asam laktat. Fase ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis ikan, kondisi ikan, tingkat
kelelahan, ukuran ikan, cara penangkapan dan temperatur penyimpanan. Rigor mortis, yaitu fase
mengejangnya tubuh ikan yang menandai kesegaran ikan. Pada fase ini, daging menjadi kaku dan
menyebabkan penurunan pH. Biasanya terjadi 1-7 jam setelah ikan mengalami kematian atau 3
sampai 120 jam setelah kematian pada ikan yang dibekukan. Mulainya fase ini dipengaruhi cara
kematian dan kondisi penyimpanan. Pada ikan yang mati dengan cepat fase rigor mortisnya akan
lebih lambat dibanding ikan yang mati dengan sendirinya atau ikan yang lama mengalami kematian
setelah dimatikan. Semakin awal terjadinya rigor mortis semakin cepat pula tahapan tersebut semakin
cepat pula tahapan tersebut berakhir. Menurut Wibowo et al. (2014), Fase rigor mortis terjadi lebih
singkat pada suhu tinggi dan dipengaruhi juga oleh penyimpanan, ikan yang disimpan di dalam
lemari es memiliki waktu rigor mortis yang lebih lama dibanding yang tidak disimpan di lemari es.
Pasca-rigor mortis, pada fase ini ATP diubah menjadi ADP dan fosfat organik. ADP ikan terurai
menjadi ribosa, fosfat amonia dan hipoksantin sehingga pH naik menjadi 6,2-6,6. Peningkatan
hipoksantin yang berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan pada ikan.
Ikan termasuk bahan pangan yang cepat mengalami kemunduran mutu. Faktor yang
memengaruhi lama waktu kesegaran pada ikan antara lain suhu, cara penanganan ikan pasca panen,
proses kematian ikan, serta sanitasi dan higine. Tingkat kesegaran ikan yang proses kematian ikan
memberontak dengan ikan tidak memberontak akan berbeda. Menurut Suprayitno (2020), cara
kematian ikan pada saat penangkapan mempunyai pengaruh terhadap mutu dan daya awet ikan. Ikan
yang mati memberontak akan banyak mengeluarkan energi sehingga kesegaran ikan akan berlangsung
lebih singkat dibandingkan dengan ikan yang mati tanpa memberontak. Sanitasi dan higienitas ketika

Page 9 of 123
ikan telah diangkat dari air perlu dijaga supaya kontaminasi mikroorganisme pada ikan dapat
dikurangi sehingga ikan tidak cepat mengalami pembusukan. Sanitasi dan hygine meliputi kebersihan
dari ruang menyimpan ikan, pekerja yang berperan pada penanganan ikan, peralatan yang digunakan,
dan kebersihan dari ikan itu sendiri. Suhu berpengaruh terhadap kesegaran ikan yang mana ketika
ikan disimpan pada suhu dingin kesegaran ikan akan bertahan lebih lama. Penanganan ikan pasca
panen yang kurang baik juga menjadi fakor yang menyebabkan tingkat kesegaran ikan akan cepat
menurun.
Penurunan kesegaran ikan terjadi berbeda-beda pada setiap ikan karena bergantung pada
factor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut ada yang memperlambat penurunan
kesegaran ikan dan mempercepat penurunan kesegaran ikan. Faktor suhu merupakan faktor yang
paling banyak mempengaruhi kecepatan penurunan kesegaran ikan. Ikan yang disimpan pada suhu
yang rendah akan bertahan lebih lama dibandingkan ikan yang disimpan pada suhu ruang. Bakteri
akan mengalami kematian didalam suhu rendah dan enzim akan ternonaktivasi sehingga
memperlambat penurunan kesegaran ikan, sedangkan pada suhu ruang ikan akan mudah mengalami
kerusakan karena mikroba penurun kesegaran ikan akan betumbuh dengan sangat pesat dan
denaturasi enzim akan berjalan pada suhu ruang. Faktor lain yang mempercepat penurunan kesegaran
ikan adalah cara penanganan ikan tersebut saat mati. Ikan yang mendapatkan penanganan yang buruk
maka akan mempercepat penurunan mutu atau kesegaran ikan. Penanganan yang dimaksud disini
adalah dari cara mendapatkan ikan, cara penyimpanan ikan, cara pengangkutan ikan, dan kebersihan
dari alat atau tempat yang digunakan. Menurut Christanti dan Hazar (2019), penggunaan peralatan
yang tidak higienis dapat menyebabkan kontaminasi silang dari alat ke ikan seperti kontaminasi
bakteri E.coli dan Salmonella. Bakteri tersebut selain menyebabkan masalah terhadap pencernaan
manusia juga dapat mempercepat kerusakan dari produk yang ada karena termasuk bakteri pathogen.

Page 10 of 123
Kesimpulan dan Saran :
Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum Modul I Topik 1 adalah tahap kemunduran ikan dibagi menjadi tiga
yaitu pre-rigor, rigor dan post rigor. Saat memasuki fase pre-rigor, ikan mengalami daging lentur,
lembut, tekstur kompak dan tidak berbekas saat ditekan, glikolisis terjadi, pH daging menurun,
aktivitas ATP-ase dan kreatinfosfat meningkat. Ikan dalam kondisi tersebut masih dapat dikatakan
segar. Perubahan drastis yang terjadi akan terjadi pada permulaan fase rigor mortis. Otot pada ikan
akan menjadi kaku, tidak fleksibel, keras, terjadi penggabungan protein aktin dan miosin menjadi
aktomiosin. Saat fase rigor berakhir, maka otot akan lemas lagi tetapi tidak elastis seperti saat sebelum
memasuki fase rigor. Kecepatan untuk memasuki fase rigor bervariasi dari spesies ke spesies dan
dipengaruhi oleh suhu, cara penanganan, ukuran dan kondisi fisik ikan. Pelunakan otot saat
berakhirnya rigor biasanya dibarengi dengan proses pembusukan. Hal tersebut disebabkan karena
keberadaan bakteri mulai aktif. Penurunan elastisitas daging, perubahan warna dan bau pada ikan akan
terjadi.

Saran
Saran yang dapat diberikan dari praktikum Modul 1 Topik 1 adalah sebagai berikut :
1. Sebaiknya metode yang digunakan dalam praktikum kali ini dilakukan dengan metode yang
lebih beragam lagi
2. Sebaiknya praktikum dibuat dengan inovasi
3. Sebaiknya alat dan bahan dalam praktikum kali ini dilakukan perbandingan

Page 11 of 123
Daftar Pustaka :

Christanti, S. D., dan M. H. Azhar. 2019. Identifikasi Bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp.
pada Produk Beku Perikanan di Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan
Hasil Perikanan Surabaya II, Jawa Timur. Journal of Aquaculture Science, 4(2): 62-72.

Liviawaty, E., dan E. Afrianto. 2014. Penentuan Waktu Rigor Mortis Nila Merah (Oreochromis
niloticus) Berdasarkan Pila Perubahan Derajat Keasaman. Jurnal Akuatika, 5(1): 40-44.

Suprayitno, E. 2020. Kajian kesegaran ikan di pasar tradisional dan modern Kota Malang. JFMR
(Journal of Fisheries and Marine Research), 4(2), 289-295.

Wibowo, I. R., Darmanto, Y. S., & Anggo, A. D. 2014. Pengaruh Cara Kematian dan Tahapan
Penurunan Kesegaran Ikan terhadap Kualitas Pasta Ikan Nila (Oreochromis Niloticus). Jurnal
Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 3(3): 95-103.

Yu, L., H. Wen., M. Jiang., F. Wu., J. Tian., X. Lu., J. Xiao dan W. Liu. 2020. Effects of Ferulic Acid
on Intestinal Enzyme Activities, Morphology, Microbiome Composition of Genetically
Improved Farmed Tilapia (Oreochromis niloticus) Fed Oxidized Fish Oil. Aquaculture, 528: 1-
9.

Nilai :
………………………………………………
.
Draft :
………………………………………………
.

Page 12 of 123
Kelompok :7
Tanggal :22 September 2021

MODUL I : RIGOR INDEKS


TOPIK II : PENGHITUNGAN RIGOR INDEKS

Nama : Afryan Mahendra NIM : 26060120140080 Ttd :

Pengantar Teori Praktikum


Proses tahapan kemunduran mutu pada ikan dimulai dari perubahan proses enzimatis dan kimia
dalam daging, yakni perombakan senyawa nukleotida oleh enzim dimana senyawa adenosin triphosphat (ATP)
akan berubah menjadi komponen turunannya. Pada proses tersebut mencakup reaksi enzimatis, mikrobiologi
dan kimia. Setelah ikan mati maka proses anaerob akan merombak ATP dan glikogen menjadi asam laktat
sehingga pH daging ikan akan menurun dan ATP berkurang secara bertahap. Turunnya pH daging dan adanya
reaksi enzimatis akan menyebabkan terjadinya rigor mortis (kekakuan). Lama proses rigor mortis tergantung
dari cadangan glikogen yang ada pada daging ikan. Rigor mortis terjadi melalui beberapa tahapan yakni: pre-
rigor, rigor dan post rigor. Proses rigor dimulai dari ekor secara berangsur-angsur menuju ke arah kepala
sehingga seluruh tubuh akan menjadi kaku. Untuk memperlambat terjadinya fase rigor pada ikan perlu
diusahkan penanganan yang cepat dan benar setelah ikan ditangkap yakni dengan penerapan rantai dingin
(cold chain system).
Rigor indeks adalah salah satu indeks yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kesegaran ikan
pada tahap awal. Rigor indeks (RI) digunakan sebagai suatu parameter untuk mengetahui tegangan/proses
terjadinya rigor pada ikan. Darmanto (1998) menyatakan bahwa berbagai jenis ikan mempunyai rigor indeks
yang berlainan. Untuk ikan mas, rigor indeks mencapai maksimum pada 16 jam setelah ikan mati. Bahkan
crusian carp dapat mencapai rigor indeks maksimum pada hari kedua (48 jam). Besarnya rigor indeks pada
ikan setelah mati ada kaitannya dengan besarnya aktivitas enzim ATP dalam tubuh ikan.

Tujuan
Mempelajari proses rigor mortis pada ikan dan menghitung rigor indeks.

Kompetensi
Mampu mempraktikkan dan menghitung rigor indeks pada ikan dengan kondisi penanganan yang berbeda.

Prosedur Kerja
a. Bahan
Ikan nila hidup
b. Alat
Penjepit, jarum besar, penggaris, timbangan, milimeter blok, styrofoam 30 cm x 15 cm, dan meja
c. Metoda :
- Matikan ikan yang masih hidup dengan cara : 1). Dipingsankan ( cold shock) dan 2). Dibiarkan
mati dengan sendirinya.
- Simpan ikan yang mati tersebut dengan perlakuan disimpan pada suhu kamar
- Ukurlah perubahan posisi tubuh ikan dengan penggaris siku pada saat ikan mengalami pre rigor,
rigor dan post rigor setiap 1 jam sekali selama 24 jam. Pada 6 jam pertama, pengukuran
dilakukan setiap 0,5 jam sekali.
- Hitung besarnya rigor indeks. Tentukan terjadinya RI maksimum.
- Gambarkan grafik hubungan antara Rigor Indeks (RI) dan waktu (WIB) selama pengamatan
untuk semua kondisi penanganan ikan. Plotkan waktu sebagai absis dan RI sebagai ordinat.
- Jika suhu udara terlalu panas, selama pengukuran RI maka ikan dapat dicelupkan dalam air.

Page 13 of 123
- Rumus untuk menghitung Rigor Indeks (RI):

RI = Lo – L / Lo x 100%

Keterangan:
RI : Rigor Indeks
Lo : Posisi rigor terpanjang/terjauh
L : Posisi rigor pada waktu tertentu

Lembar Hasil Pengamatan

Page 14 of 123
Tabel 2. Pengamatan Rigor Indeks Ikan Nila

No. Waktu Lo (cm) L (cm) Lo−L RI (%)


Lo

1 16.00 11 11 0 0

16.30 11 11 0 0

2 17.00 11 11 0 0

17.30 11 11 0 0

3. 18.00 11 11 0 0

18.30 11 11 0 0

4 19.00 11 11 0 0

19.30 11 11 0 0

5 20.00 11 11 0 0

20.30 11 10,5 0,045 4,5

6 21.00 11 10,5 0,045 4,5

21.30 11 10,5 0,045 4,5

7 22.00 11 10,5 0,045 4,5

8 23.00 11 10,5 0,045 4,5

9 00.00 11 10,5 0,045 4,5

10 01.00 11 10,5 0,045 4,5

11 02.00 11 10,5 0,045 4,5

12 03.00 11 9 0,18 18

13 04.00 11 9 0,18 18

14 05.00 11 9 0,18 18

15 06.00 11 9 0,18 18

16 07.00 11 9 0,18 18

17 08.00 11 9 0,18 18

Page 15 of 123
18 09.00 11 9 0,18 18

19 10.00 11 9 0,18 18

20 11.00 11 9 0,18 18

21 12.00 11 8,5 0,227 22,7

22 13.00 11 8,5 0,227 22,7

23 14.00 11 8,5 0,227 22,7

24 15.00 11 8,5 0,227 22,7

Grafik

Page 16 of 123
Gambar 1. Sampel Ikan Nila

Kesimpulan Sementara

Hasil pengamatan terhadap ikan nila dengan cara dibiarkan mati dengan sendirinya akan
mempengaruhi kecepatan mundur mutu yang lebih cepat. dapat disimpulkan semakin mundur mutu
ikan maka nilai rigor akan semakin besar dan bertambah. ikan akan mengalami kemunduran mutu
jika dibiarkan dalam suhu ruang ditempat terbuka. Suhu yang semakin meningkat akan
mempengaruhi kecepatan penurunan mutu ikan. kemunduran mutu ikan mengalami tiga tahap yakni
pre rigor dengan tekstur ikan masih elastis sehingga panjang L yg diukur masih panjang, rigor mortis
ikan akan mengalami kekakuan, post rigor ikan mengalami kelenturan kembali.

Page 17 of 123
Page 18 of 123
Pembahasan :

Perubahan sifat pada daging ikan memiliki tiga kondisi rigor yaitu pre rigor, rigor mortis, dan
post rigor. Perubahan fase tersebut dapat dijadikan sebagai acuan atau tanda yang menunjukan kualitas
atau mutu dari ikan tersebut. Perubahan fase-fase tersebut dapat diidentifikasi dengan sebuah parameter
yaitu rigor indeks. Rigor indeks merupakan sebuah parameter untuk mengetahui laju rigor dari sebuah
sampel daging ikan. Penelitian untuk mengetahui laju rigor mortis biasanya menggunakan persamaan
indeks rigor. Rigor indeks ini dapat ditentukan dengan pengujian konvensional seperti menggunakan uji
TPC, TVC, Organoleptik, dan pH. Menurut Concollato et al. (2020), rigor indeks menjadi parameter
untuk mengukur laju fase perubahan mutu ikan. Rigor indeks dapat diukur dengan menggunakan uji
organoleptik dan pH.
Pemingsanan ikan merupakan salah satu cara teknik penanganan dengan pengunaan suhu rendah
atau disebut pendinginan. Persiapan wadah untuk proses pengemasan adalah kotak styrofoam diisi
dengan es dengan perbandingan 2:1 (2 kg ikan dan 1 kg es) di ukur suhunya dan dilapisi dengan kain
lap. Setelah persiapan wadah selesai, ikan yang telah dipingsankan dimasukkan ke dalam kotak
styrofoam, lalu disusun, dan ditutup. Pemingsanan dengan penggunaan suhu rendah dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu penurunan suhu secara langsung dan penurunan suhu secara bertahap.
Pemingsanan ikan menggunakan penurunan suhu secara langsung dilakukan dengan cara ikan
dimasukkan dalam air bersuhu 10-15°C sehingga ikan pingsan seketika. Berbeda dengan ikan yang di
biarkan mati dengan sendirinya ikan yang dibiarkan mati menggelepar memiliki kandungan glikogen
yang berbeda di awal kematian dibandingkan dengan ikan yang langsung mati. Selain itu, ikan yang
menggelepar sebelum kematian akan memiliki luka fisik di permukaan badan yang rentan dimasuki
mikroorganisme. Hal tersebut meyebebkan kemunduran mutu pada ikan yang lebih cepat dan produk
fillet yang lebih menurun dibandingkan dengan ikan yang dimatikan secara langsung. Menurut Lestari
et al. (2020), cara kematian ikan dibiarkar ikan menggelepar sampai mati menyebabkan glikogen
banyak terbuang sesaat sebelum kematian. Ikan banyak melakukan gerakan menjelang kematiannya,
akan menyebabkan penurunan signifikan pada kandungan ATP, glikogen dan kretain fosfat pada
ototnya, dan mengakibatkan pemecahan cadangan glikogen dan berdampak pada penurunan pH yang
lebih jauh diawal fase kematian.
Perlakuan yang dilakukan pada ikan setelah proses penangkapan akan mempengaruhi
bagaimana kualitas akhir dari ikan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi fase rigor indeks pada
ikan adalah ukuran dan jenis ikan, proses penanganan ikan hingga proses penyimpanan ikan, pakan
yang diberikan, serta proses kematian ikan. Ikan yang aktif bergerak sesaat sebelum mengalami
kematian, maka glikogen pada ikan akan banyak terbuang. Hal tersebut menyebabkan ATP yang
terkandung pada ikan mengalami pemecahan yang lebih cepat. Hal tersebut akan mempercepat
turunnya pH yang terkandung pada ikan. Kandungan pH yang besar pada ikan, maka akan
Page 19 of 123
meningkatkan proses kemunduran ikan. Banyaknya produksi asam laktat dari hasil proses glikolisis
secara anaerob setelah ikan mati akan menentukan perubahan pH pada daging ikan. Ikan yang
mengalami kematian secara mendadak atau mengalami kematian dengan dipingsankan (cold shoking)
dapat lebih menigkatkan kualitas mutu pada ikan. Hal itu dapat terjadi karena ikan akan pingsan dengan
cepat tanpa mengeluarkan energi yang berlebihan. Kandungan gikogen pada ikan tidak banyak terbuang
sehingga kadar ATP ikan tidak banyak yan pecah. Hal ini akan menjaga kondisi ikan seperti masih
segar. Menurut Metusalach et al. (2014), penurunan pH pada daging ikan dipengaruhi oleh glikolisis
yang menyebabkan akumulasi asam laktat. pH daging tidak akan terus menurun karena pada titik
tertentu pH akan kembali meningkat saat glikogen telah habis terurai dan tidak ada lagi pembentukan
asam laktat dalam daging ikan. Kadar pH pada ikan yang semakin tinggi, maka dapat menandakan
semakin buruknya kualitas mutu pada ikan termasuk pada rigor indeks.
Rigor mortis yang terjadi pada ikan dapat disebabkan oleh faktor internal ikan dan faktor
eksternal ikan. Faktor internal ikan merupakan faktor yang berasal dari ikan itu sendiri. Faktor internal
yang mempengaruhi lama rigor mortis ikan antara lain ukuran ikan, jenis ikan, dan jenis kelamin dari
ikan. Kecepatan rigor mortis dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya jenis kelamin, jenis ikan, dan
ukuran ikan. Ikan yang memiliki ukuran kecil hanya memiliki simpanan energi yang sedikit sehingga
akan lebih cepat melewati proses rigor mortis dan lebih cepat terjadi pembusukan. Jenis ikan akan
mempengaruhi rigor mortis dari ikan tersebut. Lama rigor mortis pada setiap jenis ikan berbeda-beda
tergantung dengan komposisi kimia yang terdapat pada tubuh ikan. Menurut Kalista et al. (2018), ikan
berjenis kelamin betina yang ketika ditangkap dalam keadaan pasca bertelur akan mengalami proses
rigor mortis yang cepat. Hal ini dikarenakan pada saat bertelur ikan betina tidak makan dan hanya
mengandalkan cadangan makanan. Cadangan makanan yang tinggal sedikit membuat ikan akan lebih
cepat mengalami proses rigor mortis.
Proses kemunduran mutu ikan biasanya terjadi selama proses penyimpanan ikan yang telah
mati. Teknik penyimpanan yang salah tentu akan merusak komposisi ikan. Faktor eksternal yang
mempengaruhi rigor mortis pada ikan dapat dipengaruhi oleh yaitu kerusakan mikrobiologi, kimia, dan
fisik. Proses pencucian akan mengakibatkan larutnya senyawa kimia seperti protein, mineral, dan
vitamin yang akan berpengaruh pada kualitas ikan. Kualitas ikan akan menjadi turun karena hilangnya
senyawa kimia pada ikan. Ikan yang mengalami kehilangan senyawa kimianya, maka akan dengan
cepat rusak dan akan mengalami kemunduran mutu. Kerusakan mikrobiologi disebabkan oleh
berkembangnya mikroorganisme patogen dan pembusuk yang akan merusak komposisi ikan.
Mikroorganisme patogen dan pembusuk akan hinggap pada tubuh ikan. Mikroorganisme tersebut akan
tumbuh dan berkembangbiak semakin banyak seiring bertambahnya waktu. Akibat yang ditimbulkan
dari keberadaan mikroorganisme patogen dan pembusuk pada ikan yaitu akan merusak komposisi ikan
dan menyebabkan kerusakan pada tubuh ikan. Kerusakan kimia terjadi karena proses pencucian dan

Page 20 of 123
pemanasan pada ikan. Proses pencucian dan pemanassan yang kurang tepat dapat merusak kondisi fisik
ikan. Hakikatnya ikan merupakan benda yang mudah rusak. Kerusakan fisik pada ikan biasanya
diakibatkan oleh proses penanganan ikan yang salah stelah penangkapan. Ikan hasil tangkapan dapat
dilakukan proses penyimpanan yang salah seperti ikan tergencet, terbanting, dan terluka. Ikan yang
dilakukan penanganan salah akan mengalami kerusakan pada kondisi fisik ikan. Kondisi fisik ikan yang
rusak seperti memar, luka, gepeng, dan masih banyak lagi. Ikan seharusnya disimpan pada suhu rendah
seperti menggunakan cool box yang diberi balok es. Kemunduran ikan yang akan mempengaruhi rigor
mortis sehingga dapat terhambat. Menurut Goncalves et al. (2016), penanganan dan penyimpanan
udang harus dilakukan dengan tepat. Hal tersebut akan memperlambat proses kemunduran ikan atau
fase rigor mortis

Page 21 of 123
Kesimpulan dan Saran :
Kesimpulan
Rigor mortis adalah fase mengejangnya tubuh ikan yang menandai kesegaran ikan. Pada fase
ini, daging menjadi kaku dan menyebabkan penurunan pH. Biasanya terjadi 1-7 jam setelah ikan
mengalami kematian atau 3 sampai 120 jam setelah kematian pada ikan yang dibekukan. Mulainya
fase ini dipengaruhi cara kematian dan kondisi penyimpanan. Pada ikan yang mati dengan cepat fase
rigor mortisnya akan lebih lambat dibanding ikan yang mati dengan sendirinya atau ikan yang lama
mengalami kematian setelah dimatikan. Perhitungan nilai rigor indeks pada ikan menggunakan rumus
RI = Lo – L / Lo x 100%. Hasil nilai RI pada sampel ikan nila berubah selang beberapa jam yaitu
mulai dari 0%, 4,45%, 18%, dan 22,7%.

Saran
Saran yang dapat diberikan pada praktikum Modul II Topik 2 adalah sebagai berikut :
1. Sebaiknya, sampel ikan yang digunakan memiliki ukuran yang berbeda.
2. Sebaiknya, suhu ruangan saat pengukuran rigor indeks memiliki derajat suhu yang sama.
3. Sebaiknya, sampel ikan yang digunakan berasal dari tempat yang sama.

Page 22 of 123
Daftar Pustaka :

Concollato, A., G. Secci, A. D. Zotte, S. C. Vargas, R. E. Olsen, A. C. L. de Medeiros, dan G. Parisi.


2020. Effect of Stuning Methods on Pre Rigor Changes in Rainbow Trout (Oncorhynchus
mykiss) Reared at Two Different Temperatures. Italian Journal of Animal Science, 19(1): 277-
486.

Goncalves, A. A dan A. R. M. De Oliveria. 2016. Melanosis in Crustaceans: a Review. Food Science


and Technology, 6(5): 791-799.

Kalista, A., Redjo, A., dan Rosidah, U. 2018. Analisis Organoleptik (Scoring Test) Tingkat Kesegaran
Ikan Nila Selama Penyimpanan. Jurnal FishtecH, 7(1), 98-103.

Lestari, S., Baehaki, A., dan Rahmatullah, I. M. 2020. Pengaruh Kondisi Post Mortem Ikan Patin
(Pangasius Djambal) dengan Kematian Menggelepar yang Disimpan pada Suhu Berbeda
Terhadap Mutu Filletnya. Jurnal FishtecH, 9(1): 34-44.

Metusalach., Kasmiati., Fahrul dan I. Jaya. 2014. Pengaruh Cara Penangkapan, Fasilitas Penanganan
dan Cara Penanganan Ikan terhadap Kualitas Ikan yang Dihasilkan. Jurnal IPTEKS PSP, 1(1):
40-52.

Nilai :
………………………………………………
.
Draft :
………………………………………………
.

Page 23 of 123
Page 24 of 123
Kelompok :7
Tanggal : 15-09-2021

MODUL II : MENGHITUNG KEBUTUHAN ES


DAN PENDINGINAN IKAN
TOPIK I : MENGHITUNG KEBUTUHAN ES

Nama : Hanun Noor Az-zahra NIM : 26060120140096 Ttd :

Pengantar Teori Praktikum


Proses pendinginan ikan hingga 0oC dapat memperpanjang kesegaran ikan antara 12-18 hari sejak
saat ikan ditangkap. Namun demikian, hal ini juga sangat tergantung pada jenis ikan, cara penanganan, serta
teknik pendinginan yang digunakan. Cara yang paling mudah untuk mendinginkan ikan adalah dengan
menggunakan es. Proses pendinginan terjadi apabila es bersinggungan dengan ikan (20 oC) memindahkan
panas kepada es, dan es (0oC) menerima atau menyerap panas tersebut untuk digunakan dalam
pencairannya. Proses pemindahan panas akan terhenti apabila ikan telah mencapai suhu es yaitu 0 oC, jika es
telah habis dan air lelehan es itu telah sama suhunya dengan ikan. Jika es yang diberikan untuk mendinginkan
cukup banyak, maka sisa es yang belum meleleh dapat membantu memelihara suhu campuran es dan ikan
pada 0oC.
Hukum kekekalan energi berlaku dalam menghitung jumlah es yang dibutuhkan untuk mendinginkan
ikan. Apabila tidak ada faktor-faktor lain yang memengaruhi maka panas yang perlu diambil dari ikan setara
dengan panas yang diserap oleh es untuk meleleh. Jumlah panas yang terlibat di dalam proses pemanasan
atau pendinginan dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Q = m x PJ x Δt (untuk proses yang melibatkan perubahan suhu) dan Q = m x L (untuk proses pada suhu
tetap pelelehan dan pembekuan)

Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan kebutuhan es dalam pendinginan ikan dan membandingkan
kebutuhan es pada produk ikan yang berbeda

Kompetensi
Mampu menghitung kebutuhan es untuk pendinginan ikan yang baik.

Prosedur Kerja
a. Bahan
Ikan segar, es curai
b. Alat
Thermocouple, timbangan, wadah ikan (baskom)
c. Metoda
- Siapkan ikan segar dan letakkan di wadah ikan
- Timbang ikan menggunakan timbangan digital lalu catat massa ikan
- Ukur suhu awal tubuh ikan dengan menggunakan thermocouple dengan cara menusukkan ujung
thermocouple ke dalam daging ikan yang paling tebal dan searah tulang belakang.
- Cari Δt dengan suhu akhir 2⁰C
- Hitung jumlah panas ikan menggunakan rumus Q = mikan x PJ x Δt
- Cari massa es yang dibutuhkan dengan rumus Q = mes x L
- Lakukan perhitungan kebutuhan massa es hingga waktu pendinginan selesai

Ket:
Q : (Jumlah panas yang ditambahkan/kkal)
mikan : (Massa ikan/kg)
mes : (Massa es/kg)
PJ : (Panas jenis ikan 0,84 kkal/kg/°C)
ΔT : (Selisih suhu 0C)
L : (Panas laten es 80 kkal/kg)

Page 25 of 123
Perhitungan:

Q = mikan x PJ x Δt Q = mes x L

Q0 =mikan x PJ x Δt Q4 =mikan x PJ x Δt


=0,049 x 0,84 x 26,1 =0,049 x 0,84 x 1,1
=1,074 kkal =0,045 kkal
Q0 =mes x L Q4 =mes x L
=0,098 x 80 =0,466 x 80
=7,84 kkal =37,28 kkal
Q1 =mikan x PJ x Δt Q5 =mikan x PJ x Δt
=0,049 x 0,84 x 3,3 =0,049 x 0,84 x 1,5
=0,135 kkal =0,061 kkal
Q1 =mes x L Q5 =mes xL
=0,465x 80 =0,471 x 80
=37,2 kkal =37,68 kkal
Q2 =mikan x PJ x Δt Q6 =mikan x PJ x Δt
=0,049 x 0,84 x 1,7 =0,049 x 0,84 x 0,8
=0,069 kkal =0,032 kkal
Q2 =mes x L Q6 =mes x L
=0,492 x 80 =0,467 x 80
=39,36 kkal =37,36 kkal
Q3 =mikan x PJ x Δt
=0,049 x 0,84 x 1,8
=0,074 kkal
Q3 =mes x L
=0,464 x 80
=37,12 kkal

Page 26 of 123
Lembar Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Perhitungan Kebutuhan Es Selama Penyimpanan
Perhitunga m-ikan
Waktu T1 (0C) T2 (0C) Q (kkal) m-es (kg)
n ke- (kg)
0 09.31 0,049 28,1 2 1,074 0,098
1 10.11 0,049 5,3 2 0,135 0,465
2 10.31 0,049 3,7 2 0,069 0,492
3 11.31 0,049 3,8 2 0,074 0,464
4 12.11 0,049 3,1 2 0,045 0,466
5 12.51 0,049 3,5 2 0,061 0,471
6 13.31 0,049 2,8 2 0,032 0,467
Total kebutuhan es 2,923

Page 27 of 123
Tabel 2. Hasil Perhitungan Selama Penyimpanan pada Berbagai Kelompok Produk
Perhitungan Kelompok- m-ikan
Waktu T1 (⁰C) T2 (⁰C) Q (kkal) m-es (kg)
ke- produk (kg)
0 1 09.31 0,065 25,8 2 1,3 0,13
2 09.31 0,046 28,9 2 1,04 0,092
3 09.31 0,061 28,2 2 1,34 0,122
4 09.31 0,054 29,0 2 1,22 0,108
5 09.31 0,068 27,1 2 1,55 0,136
6 09.31 0,077 27,6 2 1,63 0,154
7 09.31 0,049 28,1 2 1,07 0,049
8 09.31 0,052 28,1 2 1,14 0,104
1 10.11 0,065 5,3 2 0,18 0,465
1
2 10.11 0,046 5,3 2 0,13 0,465
3 10.11 0,061 5,3 2 0,17 0,465
4 10.11 0,054 5,3 2 0,15 0,465
5 10.11 0,068 5,3 2 0,19 0,465
6 10.11 0,077 5,3 2 0,21 0,465
7 10.11 0,049 5,3 2 0,13 0,465
8 10.11 0,052 5,3 2 0,14 0,465
1 10.31 0,065 3,7 2 0,09 0,492
2
2 10.31 0,046 3,7 2 0,06 0,492
3 10.31 0,061 3,7 2 0,09 0,492
4 10.31 0,054 3,7 2 0,08 0,492
5 10.31 0,068 3,7 2 0,1 0,492
6 10.31 0,077 3,7 2 1,11 0,492
7 10.31 0,049 3,7 2 0,07 0,492
8 10.31 0,052 3,7 2 0,07 0,492
1 11.31 0,065 3,8 2 0,1 0,464
3
2 11.31 0,046 3,8 2 0,07 0,464
3 11.31 0,061 3,8 2 0,09 0,464
4 11.31 0,054 3,8 2 0,08 0,464
5 11.31 0,068 3,8 2 0,1 0,464
6 11.31 0,077 3,8 2 1,12 0,464
7 11.31 0,049 3,8 2 0,07 0,464
8 11.31 0,052 3,8 2 0,08 0,464
4 1 12.11 0,065 3,1 2 0,06 0,466
Page 28 of 123
2 12.11 0,046 3.1 2 0,04 0,466
3 12.11 0,061 3,1 2 0,06 0,466
4 12.11 0,054 3.1 2 0,05 0,466
5 12.11 0,068 3,1 2 0,06 0,466
6 12.11 0,077 3.1 2 0,07 0,466
7 12.11 0,049 3,1 2 0,04 0,466
8 12.11 0,052 3.1 2 0,05 0,466
5 1 12.51 0,065 3,5 2 0,08 0,471
2 12.51 0,046 3,5 2 0,06 0,471
3 12.51 0,061 3,5 2 0,08 0,471
4 12.51 0,054 3,5 2 0,07 0,471
5 12.51 0,068 3,5 2 0,08 0,471
6 12.51 0,077 3,5 2 0,1 0,471
7 12.51 0,049 3,5 2 0,06 0,471
8 12.51 0,052 3,5 2 0,06 0,471
6 1 13.31 0,065 2,8 2 0,04 0,467
2 13.31 0,046 2,8 2 0,03 0,467
3 13.31 0,061 2,8 2 0,04 0,467
4 13.31 0,054 2,8 2 0,04 0,467
5 13.31 0,068 2,8 2 0,04 0,467
6 13.31 0,077 2,8 2 0,5 0,467
7 13.31 0,049 2,8 2 0,03 0,467
8 13.31 0,052 2,8 2 0,03 0,467

Kesimpulan Sementara
Es yang diperlukan saat pendinginan ikan bertambah seiring dengan massa ikan yang akan
didinginkan semakin banyak. Perpindahan kalor dari ikan ke es menyebabkan suhu tubuh ikan akan
menurun sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri penyebab pembusukan.

Page 29 of 123
Pembahasan
Sampel yang dipakai pada perhitungan kebutuhan es pada pengujian ini merupakan ikan
kembung. Ikan kembung atau Rastelliger sp. merupakan ikan air laut. Ikan kembung ini termasuk
genus Rastelliger. Ikan kembung merupakan kelompok ikan epipelagis dan neritik di daerah pantai
dan laut. Penyebaran ikan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu penyebaran secara vertikal dan
horizontal. Penyebaran secara vertikal dipengaruhi oleh suhu dan gerakan harian plankton sedangkan
penyebaran secara horizontal dipengaruhi oleh arus laut. Ikan kembung memiliki karakteristik badan
lonjong dan pipih. Ikan kembung jantan memiliki genus yang sama dengan ikan kembung bentina.
Ciri yang membedakannya adalah adanya satu bintik atau totol hitam dekat sirip dada pada ikan
kembung. Kandungan gizi ikan kembung yang tinggi hampir sama seperti ikan salmon dapat
digunakan untuk sumber pemenuhan gizi masyarakat dengan harga lebih terjangkau. Ikan kembung
memiliki nilai ekonomis yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena banyak ditemukan dilaut
Indonesia. Menurut Wardhana et al. (2014), ikan kembung merupakan salah satu komoditas
perikanan di Indonesia. Komoditas kembung merupakan salah satu komoditas penting. Ikan kembung
termasuk ikan dengan klasifikasi adalah kingdom animalia, phylum chordata, subphylum vertebrata,
class pisces, subclass teleostei, ordo percomorphi, family scombridae, genus rastrelliger, spesies
Rastrelliger sp.
Perhitungan kebutuhan es perlu dilakukan supaya dapat mengetahui dan menentukan
kebutuhan es dalam pendinginan ikan, selain itu dapat membandingkan kebutuhan es pada
pendinginan produk ikan yang berbeda. Metode yang dilakukan untuk menghitung kebutuhan es
yang digunakan pada pendinginan ikan dilakukan dalam beberapa tahap. Siapkan bahan berupa ikan
segar dan es curai serta alat seperti thermocouple, timbangan dan wadah ikan berupa baskom. Tahap
pertama yang dilakukan adalah dengan meletakkan ikan ke dalam wadah berupa baskom. Tahap
kedua yaitu penimbangan ikan yang dilakukan menggunakan timbangan digital lalu catat massa ikan.
Penimbangan pada ikan dilakukan untuk mengetahui seberapa berat ikan yang digunakan dan
mengetahui kebutuhan es pada pendinginan ikan dengan berat tersebut. Tahap ketiga adalah
pengukuran suhu awal tubuh ikan dengan menggunakan thermocouple. Pengukuran suhu tubuh ikan
dilakukan dengan menusukkan ujung thermocouple pada bagian dalam daging ikan yang paling tebal
dan searah tulang belakang. Penusukan dilakukan pada bagian punggung ikan yang telah dibersihkan
bagian siripnya menggunakan pisau. Hal tersebut dilakukan supaya sirip punggung ikan tidak
menghalangi pada saat menusukkan ujung thermocouple ke dalam daging ikan. Tahap selanjutnya
yaitu mencari selisih suhu dengan suhu akhir sebesar 2 oC. Suhu akhir yang dijadikan patokan adalah
2oC karena pada suhu tersebut proses pendinginan ikan sudah dapat berjalan. Tahap berikutnya yaitu
menghitung jumlah panas yang terkandung pada tubuh ikan. Perhitungan selanjutnya yaitu mencari
massa es yang dibutuhkan untuk proses pendinginan ikan. Perhitungan kebutuhan massa es dilakuan

Page 30 of 123
secara berkala hingga waktu pendinginan selesai. Energi panas akan diserap oleh es sehingga suhu
tubuh ikan menurun dan es akan meleleh. Ikan akan mulai dingin yang dimulai dari bagian luar tubuh
kemudian masuk kedalam sampai bagian daging. Menurut Nugroho et al. (2016), tahap pendinginan
pada ikan akan dimulai dari bagian paling luar dan menuju bagian tengah ikan. Suhu panas yang
dimiliki ikan akan merambat menuju es.
Jenis yang digunakan pada praktikum modul II topik 1 terdapat dua jenis, yaitu es air tawar
dan es air asin. Es air tawar merupakan jenis es yang sering digunakan untuk mendinginkan suatu
produk. Sesuai dengan namanya, es air tawar dibuat dengan menggunakan air tawar yang dibekukan
dengan suhu 0°C. Es air sering digunakan pada pendinginan produk minuman dan produk makanan
lain karena saat mencair es air tawar tidak akan merubah rasa dari produk yang akan didinginkan
namun kurang direkomendasikan untuk produk-produk bahan mentah yang akan didistribusikan
dalam waktu yang cukup lama, karena es air tawar lebih cepat mencair dibandingkan es air asin. Es
air asin merupakan salah satu jenis es yang digunakan juga untuk pendinginan, terutama pada
perikanan. Es air asin dipilih sebagai media pendingin karena es air asin memiliki kandungan garam
di dalamnya yang membuat titik lebur es air asin ini lebih tinggi dibanding es air tawar. Es air asin
memiliki titik beku -2°C dan ini membuat es air asin lebih lama juga untuk membekukannya, ini
merupakan salah satu kekurangan dari es air asin. Kekurangan lain es air asin adalah dapat merubah
rasa dari produk yang didinginkan terutama produk minuman sehingga tidak cocok diaplikasikan
pada produk minuman. Menurut Setiawan et al. (2017), es yang ditambahkan garam dapat menyerap
panas lebih cepat dibandingkan media es saja. Penyerapan panas tersebut membuat suhu dalam ruang
lebih cepat menurun dan menyebabkan es lebih bertahan lama karena suhu ruang dalam wadah
rendah.
Ikan merupakan produk yang mudah mengalami kerusakan. Hal tersebut dapat dihambat
dengan memberikan penanganan dingin selama penyimpanan pada ikan. Pendinginan ikan dilakukan
untuk menjaga kesegaran ikan dan memperlambat pertumbuhan mikroba sehingga ikan tidk cepat
busuk. Prinsip dari pendinginan ikan adalah tahap mendinginkan ikan dalam waktu yang secepat
mungkin hingga mencapai suhu serendah mungkin. Proses pendinginan ikan hanya bertujuan sampai
suhu tubuh ikan menjadi dingin tetapi tidak hingga membeku. Pendinginan ikan dengan
menggunakan es merupakan cara yang paling mudah. Bahan pendingin berupa es dinilai lebih praktis
dan ramah kantong. Proses pendinginan menggunakan es dapat dilakukan pada saat ikan masih
berada di atas kapal maupun saat sudah didaratkan bahkan saat proses pendistribusian. Hal yang
perlu diperhatikan dalam penyimpanan dingin ikan menggunakan bahan pengawet berupa es ini
adalah berapa jumlah es yang tepat untuk digunakan. Es diperlukan untuk menurunkan suhu dari
ikan, wadah dan udara sampai mendekati atau bahkan sama dengan suhu ikan dan dipertahankan
suhunya serendah mungkin setidaknya pada suhu 0℃. Perhitungan kebutuhan es ini dilakukan

Page 31 of 123
supaya didapatkan ikan yang tetap dalam kondisi segar selama proses pendinginan, mengetahui
ukuran yang tepat untuk kebutuhan es dalam pendinginan sehingga tidak terjadi kekurangan es
supaya ikan tetap terjaga dalam suhu rendah. Perbandingan es dan ikan yang digunakan pada proses
pendinginan yang ideal adalah 1:1. Penggunaan es terlalu sedikit selama proses pendinginan akan
menyebabkan kemampuan es untuk mendinginkan menjadi tidak maksimal. hal tersebut
menyebabkan ikan tidak dapat menjadi dingin dan mutunya berkurang dengan cepat. Panas yang
dimiliki oleh ikan memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan suhu dingin yang
dimiliki es. Panas pada ikan akan diserap oleh es sehingga jika perbandingan antara es dan ikan tidak
seimbang, maka proses pendinginan tidak berjalan sempurna. Perhitungan kebutuhan es ini juga
bertujuan untuk mengetahui jumlah es yang dibutuhkan untuk mengganti jumlah es yang mencair
selama proses pendinginan. Hal tersebut akan menyebabkan suhu rendah pada ikan tetap terjaga.
Perhitungan kebutuhan es dapat digunakan untuk mengetahui berapa jumlah es untuk mendinginkan
ikan dalam bobot tertentu. Hal tersebut akan menjaga kondisi ikan karena pertumbuhan mikroba pada
ikan akan terhambat. Menurut Yunanda et al. (2018), proses pendinginan ikan bertujuan untuk
menghambat pertumbuhan bakteri sehingga ikan tidak cepat rusak dan busuk. Nelayan dapat
memperkiraan persediaan es yang lebih optimal dengan diperhitungkan terlebih dahulu untuk proses
pendinginan ikan sehingga suhu ikan akan terjaga.
Proses pendinginan ikan akan dipengaruhi oleh jumlah ikan dan es yang digunakan selama
proses pendinginan. Perbandingan jumlah es dan bobot ikan harus seimbang. Hal tersebut akan
menyebabkan proses pendinginan ikan berjalan dengan sempurna. Suhu rendah pada ikan akan selalu
terjaga sehingga kualitas ikan tidak cepat menurun. Pendinginan ikan akan membutuhkan suhu pada
2oC. Suhu tersebut dikatakan sudah mampu dalam mendukung proses pendinginan ikan. Hal ini
menjadi sebab mengapa patokan suhu yang digunakan selama proses pendinginan adalah 2 oC. Hasil
perhitungan menunjukkan jumlah es yang dibutuhkan saat pemdinginan ikan adalah 2,923 kg. Massa
es tersebut digunakan untuk mengubah suhu ikan bermassa 0,049 kg dari 28,1°C menjadi 2°C.
Pemberian es pada ikan bertujuan agar ikan lebih terjaga kualitas mutu karena suhu penyimpanan
terjaga. Panas yang dimiliki ikan akan berpindah pada es sehingga suhu tubuh ikan menjadi rendah.
Jumlah kalor yang dimiliki ikan akan semakin banyak ketika selisih suhu awal dengan suhu akhir
semakin banyak. Jumlah kalor saat terjadi selisih suhu 26,1°C besar Q sama dengan 1,074 kkal,
selisih suhu 3,3 °C besar Q sama dengan 0,135 kkal, selisih suhu 1,7 °C besar Q sama dengan 0,069
kkal, selisih suhu 1,8°C besar Q sama dengan 0,074°C, selisih suhu 1,1°C besar Q sama dengan
0,045kkal, selisih suhu 1,5°C besar Q sama dengan 0,061kkal, dan selisih suhu 0,8°C besar Q sama
dengan 0,032 kkal. Menurut Ufie dan Lekatompessy (2019), kalor yang harus dipindahkan untuk
mendinginkan ikan semakin meningkat seiring dengan selisih suhu yang semakin besar. Suhu ikan
yang semakin besar menyebabkan kebutuhan es yang digunakan juga semakin banyak.

Page 32 of 123
Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari praktikum Modul II : Menghitung Kebutuhan Es dan
Pendinginan Ikan Topik I: Menghitung Kebutuhan Es adalah sebagai berikut:
1. Jumlah es yang diperlukan pada proses pendinginan ikan ditentukan oleh massa ikan
yang akan didinginkan dan suhu pendinginan yang ingin dicapai saat pendinginan. Ikan
yang memiliki massa lebih besar akan membutuhkan es yang lebih banyak jika
dibandingkan dengan ikan yang memiliki massa lebih kecil.
2. Kebutuhan es pada ikan berbeda-beda karena perbedaan massa ikan. Ikan dengan massa
0,065 kg butuh 2,955 kg es, ikan dengan massa 0,046 kg butuh 2,917 kg es, ikan dengan
massa 0,061 kg butuh 2,947 kg, ikan dengan massa 0,054 kg butuh 2,933 kg es, ikan
dengan massa 0,068 kg butuh 2,961 kg es, ikan dengan massa 0,077 kg butuh 2,979 kg
es, ikan dengan massa 0,049 kg butuh 2,923 kg es, dan ikan dengan massa 0,052 kg
butuh 2,929 kg es. Hal tersebut menandakan bahwa semakin berat massa ikan maka
semakin banyak es yang diperlukan saat proses pendinginan.
B. Saran
Saran yang dapat disampaikan dari praktikum modul II: Menghitung Kebutuhan Es dan
Pendinginan Ikan Topik I: Menghitung Kebutuhan Es adalah sebagai berikut:
1. Sebaiknya lebih teliti saat melakukan pengukuran suhu pada tubuh ikan.
2. Sebaiknya saat praktikum menggunakan berbagai jenis ikan supaya ada perbandingan
antara jenis ikan satu dengan yang lain.
3. Sebaiknya wadah ikan yang digunakan lebih baik.

Page 33 of 123
Daftar Pustaka
Nugroho, T. A., Kiryanto dan B. A. Adietya. 2016. Kajian Eksprimen Penggunaan Media Pendingin
Ikan Berupa Es Basah dan Ice Pack sebagai Upaya Peningkatan Performance Tempat
Penyimpanan Ikan Hasil Tangkapan. Jurnal Teknik Perkapalan, 4(4): 889-898.

Setiawan, A., F. Faisal, dan A. Sulaiman. 2017. Kaji Ekperimental Pengaruh Lapisan Dinding dengan
Material Es dan Garam pada Dinding Cold Box Terhadap Laju Perpindahan Panas.
Jurnal Polimesin, 15(1): 9-21.

Ufie, R., dan Lekatompessy, R. R. 2019. Kaji Kapasitas Pendinginan Ikan dengan Menggunakan Es
dalam Kemasan Plastik. ALE Proceeding, 2, 243-247.

Wardhana, A., S. Mus dan S. Sumarto. 2014. Kajian Kandungan Formalin pada Ikan Kembung
(Rastrelliger sp) Segar yang Terdapat di Pasar Kota Pekanbaru. Jurnal Online
Mahasiswa, 2(1):1-11.

Yunanda, M. Rizwan dan A. Rahmah. 2018. Kajian Tingkat Kebutuhan dan Penyediaan Es Untuk
Operasi Penangkapan Ikan di Pelabuhan Samudera Lampulo. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Kelautan dan Perikanan Unsyiah, 3(2): 12-24

Nilai :
………………………………………………
.
Draft :
………………………………………………
.

Page 34 of 123
Kelompok :7
Tanggal : 15-09-2021

MODUL II : MENGHITUNG KEBUTUHAN ES


DAN PENDINGINAN IKAN
TOPIK II : PENDINGINAN IKAN

Nama : Hanun Noor Az-zahra NIM : 26060120140096 Ttd :


Pengantar Teori Praktikum
Proses penanganan ikan segar dengan cara penurunan suhu atau pendinginan adalah yang paling
efektif untuk mencegah kemunduran mutu ikan agar tetap memenuhi kriteria ikan segar. Pada prinsipnya
penurunan suhu akan mempengaruhi penurunan kecepatan reaksi enzimatis, kimia dan mikrobiologi pada
daging ikan sehingga mutu kesegaran ikan dapat dipertahankan. Apabila ikan didinginkan dengan es, maka
panas yang ada didalam tubuh ikan akan diserap es sehingga suhu ikan turun dan sebagian dari es akan
mencair. Air dari es yang mencair tersebut daapt mengalir di atas permukaan ikan dan mengakibatkan
pendinginan berjalan lanjut.
Agar pendinginan berjalan efektif, kontak antara es dan ikan harus lebih dekat dan luas. Oleh karena
itu ukuran partikel es yang digunakan untuk mendinginkan ikan akan mempengaruhi kecepatan pendinginan
ikan. Wadah atau boks yang digunakan untuk pendinginan ikan juga berpengaruh terutama mut insulasinya.
Demikian juga dengan kondisi suhu (tinggi rendahnya suhu pendinginan) yang diberikan selama penanganan
akan berpengaruh terhadap efektifitas penurunan kemunduran mutu kesegaran ikan.

Tujuan
1. Mengetahui pengaruh ukuran partikel es terhadap kecepatan pendinginan ikan atau proses penurunan suhu
ikan
2. Mengetahui perbedaan pengaruh jenis es yang berbeda kepada daging ikan yang telah didinginkan

Kompetensi
Mampu memahami dan mempraproses proses pendinginan ikan yang baik.

Prosedur Kerja
a. Bahan
Ikan segar, es curai
b. Alat
Thermocouple, timbangan, wadah ikan (baskom)
c. Metoda
- Siapkan ikan segar hasil persiapan dari modul sebelumnya (menghitung kebutuhan es) yang telah
diberikan perlakuan es hingga suhu akhir 2 ⁰C
- Catat perubahan suhu ikan setiap 15 menit sekali selama 3 jam
- Catat berat es setiap 60 menit sekali selama 3 jam
- Apabila suhu ikan naik atau melebihi 2 ⁰C , tambahkan es sesuai dengan jumlah es yang mencair
- Catat juga hasil kebutuhan es setiap terjadi kenaikan suhu
- Buatlah grafik dengan mengeplotkan :
a. Plot log T – T0 / T1 – T0 dengan waktu
b. Plot suhu dengan waktu
Keterangan:
T : suhu ikan pada waktu t menit
T0 : suhu es
T1 : suhu ikan awal

Page 35 of 123
Lembar Hasil Pengamatan

Tabel 1. Hasil Pengukuran Perubahan Suhu Ikan Segar


No Waktu T (0C) T0 (0C) T1 (0C) T – T0 T – T0
– T0 Log – T
0
.
0 09.31 27,1 0 27,1 1 0
1 09.46 13,7 0 27,1 0,50 -0,30
2 10.01 8,1 0 27,1 0,29 -0,53
3 10.16 5,3 0 27,1 0,19 -0,72
4 10.31 3,6 0 27,1 0,13 -0,88
5 10.46 3,4 0 27,1 0,12 -0,92
6 11.01 3,4 0 27,1 0,12 -0,92
7 11.16 3,3 0 27,1 0,12 -0,92
8 11.31 3,8 0 27,1 0,14 -0,85
9 13.01 2,9 0 27,1 0,10 -1
10 13.16 2,7 0 27,1 0,09 -1,04
11 13.31 2,8 0 27,1 0,10 -1
12 13.46 3,1 0 27,1 0,11 -0,95
13 14.01 2,2 0 27,1 0,08 -1,09
14 14.16 1,9 0 27,1 0,07 -1,15
15 13.31 2,1 0 27,1 0,07 -1,15
16 14.46 2,4 0 27,1 0,08 -1,09
Gambar

Kesimpulan Sementara
Perubahan suhu ikan dari waktu ke waktu menunjukkan bahwa ikan mengalami proses
pendinginan. Suhu pada ikan akan berubah karena terjadi perpindahan kalor dari ikan ke es.

Pembahasan

Sampel yang dipakai pada praktikum pendinginan merupakan ikan kembung, udang dan
cumi-cumi. Ikan kembung atau Rastrelliger sp. merupakan ikan air laut. Ikan kembung ini termasuk
genus Rastrelliger. Ikan kembung merupakan kelompok ikan epipelagis dan neritik di daerah pantai
dan laut. Cumi-cumi merupakan kelompok hewan yang cephalopoda besar, atau jenis moluska yang
hidup di laut. Nama itu “Cephalopoda” dalam bahasa Yunani berarati “Kaki Kepala”, hal ini karena

Page 36 of 123
kakinya yang terpisah menjadi sejumlah tangan yang melingkari kepala. Udang vannamei
(Litopenaeus vannamei) dan minyak. Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) berperan sebagai
sampel dan minyak berperan sebagai media sterilisasi. Minyak merupakan bahan yang dapat
menghantarkan panas sehingga dapat digunakan sebagai media sterilisasi. Udang merupakan
organisme laut yang memiliki kandungan nutrisi tinggi. Udang mengandung senyawa aktif seperti
sitin, karatenoid, mineral, omega-3, lemak, dan vitamin. Omega-3 dan astaksantin adalah dua
senyawa aktif yang sebagian besar terkandung dalam udang. Menurut Ngginak et al. (2013), senyawa
aktif yang terkandung dalam udang memiliki peran penting dan bermanfaat bagi tumbuh kembang
otak anak. Udang juga memiliki banyak kandungan asam amino yang bermanfaat bagi sistem
metabolisme manusia. Komposisi udang antara lain yaitu asam amino esensial, komposisi lemak,
nutrien, makro mineral dan mikro mineral.
Proses pendinginan ikan dilakukan dengan menggunakan es. Jenis es yang biasa digunakan
adalah es curai. Es curai merupakan es yang berbentuk butiran halus atau kepingan kecil yang sedikit
berair. Es curai merupakan es yang memiliki bentuk butiran-butiran dengan tekstur yang sangat
halus. Diameter yang dimiliki sebesar 2mm. Es ini memiliki tekstur yang lunak dan sedikit berair.
Proses pendinginan ikan akan lebih cepat terjadi karena es ini mudah mengalami pelelehan. Terdapat
beberapa keuntungan untuk menggunakan es curai sebagai pendinginan yaitu seperti cepatnya
melakukan pendinginan, serta tidak perlu dihancurkan dahulu sebelum digunakan. Es ini juga
memiliki kelemahan dimana es ini juga memerlukan ruang penyimpanan yang lebih besar karena
memiliki permukaan es yang lebih luas dan dengan banyak rongga udara. Penyebab terjadinya
mudahnya meleleh es ini dikarenakan dalam proses pembuatan dilakukan kurang dari titik beku.
Titik beku es sendiri pada normalnya yaitu 0oC. Ukuran partikel es yang halus dapat meminimalisir
terjadinya kerusakan pada tampilan fisik ikan. Menurut Romadhon et al (2019), penggunaan
bongkahan es yang besar dan kasar serta tajam juga akan menyebabkan kerusakan fisik ikan.
Kerusakan pada tampilan ikan dapat menyebabkan harga jual ikan menurun sehingga keuntungan
pedagang sedikit. Pemilihan es jenis curai ini memiliki kelebihan akan lebih cepat meleleh sehingga
dapat mempercepat proses pendinginan. Ikan yang diberikan es akan terjaga mutu kualitas karena es
akan bersinggungan langsung dengan ikan sehingga panas pada ikan diserap oleh es sehingga ikan
menjadi bersuhu rendah. Suhu rendah pada tubuh ikan akan menghambat proses kemunduran mutu
karena pertumbuhan bakteri akan terhambat pada suhu rendah.
Proses pendinginan suatu bahan memerlukan suhu yang sesuai dengan masing-masing bahan
yang akan didinginkan. Suhu yang sesuai tersebut juga sering disebut sebagai suhu optimal. Suhu
optimal merupakan suhu terbaik dalam menjaga mutu suatu produk dalam proses pendinginan.
Produk perikanan sering sekali menggunakan metode pendinginan untuk menjaga mutu produk agar
tetap terjaga sampai ketempat tujuan. Suhu optimal pada pendinginan biasanya ada pada suhu 2°C

Page 37 of 123
dengan menggunakan es. Suhu 2°C disini adalah suhu pada produk yang ingin didinginkan melalui
proses pendinginan. Untuk menjaga suhu tetap stabil pada 2°C, es yang telah mencair dibuang airnya
dan ditambahkan es baru agar suhu produk tetap stabil pada angka 2°C. Suhu tersebut sudah dapat
menginaktivasi enzim dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga mutu produk tetap
terjaga lebih lama. Menurut Mutaqindan dan Natari (2021), suhu yang digunakan pada proses
pendinginan paling optimal berada pada suhu -1 hingga -4°C. Suhu pada kisaran tersebut dapat
menambah umur simpan produk dan menjaga mutu produk lebih tahan lama.
Pengukuran perubahan suhu ikan dilakukan pada bagian tubuh ikan yang memiliki daging
paling tebal dengan menggunakan alat termocouple dengan cara menancapkan termocouple tersebut.
Peubahan suhu ikan diukur setiap 15 menit sekali selama 3 jam dan dilakukan pencatatan.
Pendinginan ikan yang memakan waktu seakin lama akan mengakibatkan semakin rendahnya suhu
tubuh pada ikan. Hasil perhitungan yang diproleh pada perubahan suhu pada ikan pada 15 menit
pertama hingga 16 menit yaitu 13,7; 8,1; 5,3; 3,6; 3,4; 3,4; 3,3; 3,8; 2,9; 2,7; 2,8; 3,1; 2,2; 1,9; 2,1;
2,4 jika dilihat dari hasil tersebut rata rata perubahan suhu ikan berkisar antara 0-5 oC. perubahan suhu
terbesar terjadi pada 15 menit kedua dan ketiga dengan selisih perbedaan sekitar 5,6 oC. suhu awal
ikan sebelum dilakukan epndinginan yaitu sebesar 27,9 oC. Berdasarkan data hasil tersebut maka
dapat diketahui log penurunan suhu ikan pada 15 menit pertama hingga yang ke 16 berturut turut
antara lain -0,3; -0,53; -0,72; -0,89; -0,91; -0,91; -0,74; -0,86; -1; -1,02; -1; -0,95; -1,12; -1,16; -1,12;
-1,02. Kondisi log yang semakin kecil pada proses pendinginan ikan maka maka perubahan suhu
pendinginan akan semakin besar. Suhu yang digunakan dan lama waktu pendinginan akan
mempengaruhi pertumbuhan bakteri pada ikan. Menurut Sitakar et al. (2016), suhu dan lama
penyimpanan ikan akan berpengaruh pada total bakteri daging ikan. Laju aktivitas mikroba pada ikan
yang kecil akan membuat masa simpan produk menjadi lebih lama. Penyimpanan pada suhu 0oC akan
membuat ikan tahan dalam waktu 9-14 hari.
Proses pendinginan ikan akan dipengaruhi oleh banyak faktor baik dari dalam maupun luar
tubuh ikan. Pendinginan ikan merupakan usaha untuk menurunkan suhu tubuh ikan yang memiliki
tujuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap kualitas
ikan yang terjaga. Proses pendinginan pada ikan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu
awal pada ikan. Suhu tubuh ikan yang semakin tinggi dapat mempengaruhi lama waktu pendinginan.
Proses pendiginan akan memakan waktu yang lebih lama dan energi yang dibutuhkan semakin
banyak jika suhu tubuh ikan semakin tinggi. Kecepatan pendinginan pada ikan juga akan
mempengaruhi proses pendinginan ikan. Waktu pendinginan ikan yang digunakan semakin cepat,
maka kualitas ikan akan semakin terjaga karena perubahan suhu yang cepat. Penggunaan ukuran es
batu juga dapat mempengaruhi proses pendinginan ikan. Ukuran es batu yang semakin kecil akan
mempercepat proses pendinginan ikan. Hal tersebut disebabkan karena seluruh bagian tubuh ikan

Page 38 of 123
dapat dijangkau oleh es batu tersebut. Jenis es yang digunakan untuk pendinginan juga akan
mempengaruhi proses pendinginan ikan. Es batu yang disarankan untuk pendinginan ikan adalah es
batu air garam. Hal tersebut disebabkan karen es tersebut dapat mendinginkan ikan lebih cepat dan
suhu ikan semakin lama terjaga. Pendinginan ikan yang berlebihan justru akan merusak struktur
daging ikan. Menurut Eliasson et al. (2021), pendinginan berlebihan pada ikan dapat diatasi dengan
membatasi pertumbuhan kristal es. Hal tersebut dapat merusak struktur ikan dan perubahan tekstur
negatif pada daging ikan.
Bentuk-bentuk yang dimiliki oleh es juga memiliki beberapa macam yaitu cube ice, tube,
flakes dan crescent. Es batu yang memiliki bentuk kotak dan yang sering dijumpai pada minuman
adalah bentuk dari cube ice. Bentuk es tersebut juga sering dijumpai pada kulkas rumah tangga. Es
yang memiliki bentuk silinder dinamakan dengan tube ice. Bentuk es selanjutnya yaitu berupa
serutan tipis yaitu flakes ice. Pori-pori yang timbul pada flakes ice akan dengan mudah kontak
dengan udara di sekitar es sehingga menyebabkan es mudah mengalami pencairan. Pendinginan
dengan menggunakan es biasanya menggunakan bahan es balok. Penggunaan es balok dimaksudkan
untuk dapat memperpanjang daya dingin es atau supaya es tidak cepat mengalami pelelehan.
Pendinginan ikan yang dilakukan di supermarket biasanya menggunakan es dengan ukuran kecil.
Ukuran pada es tersebut dipilih karena suhu pada tempat penyimpanan stabil dan ikan dapat dingin
dengan cepat. Penggunaan es dengan ukuran kecil akan lebih cepat mendinginkan ikan karena
permukaan tubuh ikan dapat kontak langsung dengan es secara menyeluruh. Bentuk es yang kecil
dapat menjangkau bagian-bagian badan ikan yang sulit untuk dijangkau sehingga suhu panas yang
dimiliki ikan akan dengan cepat berpindah pada es. Penggunaan es dengan ukuran besar pada
pendinginan ikan memerlukan waktu lebih lama dibandingka dengan es berukuran kecil. Hal tersebut
disebabkan karena luas permukaan ikan yang kontak langsung dengan es hanya bagian atas saja dan
tidak sampai hingga ke sela-sela ikan. Kelebihan dari penggunaan es berukuran besar dalam proses
pendinginan ikan adalah tidak menjadikan tekstur ikan rusak. Hal tersebut disebabkan karena es
berukuran besar memiliki permukaan yang rata dan tidak runcing sehingga tidak akan melukai tubuh
ikan. Penggunaan es dengan ukuran kecil akan merusak tekstur ikan karena memiliki permukaan
yang tidak rata dan terdapat bagian yang runcing sehingga dapat merusak tekstur tubuh ikan.
Penggunaan es untuk pendinginan ikan merupakan cara paling mudah untuk menjaga mutu ikan.
Menurut Nugroho et al. (2016), salah satu cara paling mudah pada pendinginan ikan adalah dengan
menggunakan es batu. Harga yang relatif murah dan mudah ditemukan menjadi salah satu alasan
penggunaan es batu untuk pendinginan ikan.

Page 39 of 123
Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari praktikum Modul II : Menghitung Kebutuhan Es dan
Pendinginan Ikan Topik II : Pendinginan Ikan adalah sebagai berikut :
1. Kecepatan pendinginan ikan dapat dipengaruhi oleh penggunaan ukuran partikel es
selama proses pendinginan ikan. Penggunaan partikel es yang semakin kecil, maka
kecepatan pendinginan ikan akan semakin cepat. Es tersebut dapat menjangkau bagian
permukaan tubuh ikan secara merata sehingga panas yang terkandung pada tubuh ikan
dapat diserap semakin cepat.
2. Jenis es yang digunakan selama pendinginan ikan akan berpengaruh terhadap daging
ikan. Es air garam yang digunakan selama pendinginan ikan akan mempercepat proses
pendinginan dan suhu ikan semakin terjaga. Hal tersebut menyebabkan semakin baik
kualitas daging ikan karena proses pendinginan ikan yang semakin cepat sehingga
pertumbuhan bakteri dapat dengan cepat terhambat.

B. Saran
Saran yang dapat diberikan pada praktikum Modul II : Menghitung Kebutuhan Es dan
Pendinginan Ikan Topik II : Pendinginan Ikan adalah sebagai berikut :
1. Sebaiknya, ikan memiliki ukuran tubuh yang berbeda pada saat proses pendinginan.
2. Sebaiknya, ikan diperlakukan sama sebelum didinginkan.
3. Sebaiknya, ruangan yang digunakan untuk proses pendinginan ikan adalah ruangan
tertutup.

Page 40 of 123
Daftar Pustaka

Eliasson, S., S. O. Ragnarsson., S. Arason., B. Margeirsson dan O. P. Palsson. 2021. Onboard Pre-
Chilling of Ungutted and Gutted Atlantic Cod in Different Cooling Media Temperature
Measurements and Analyical Modelling. International Journal of Refrigeration, 1-22.

Mutaqin, B. K., dan S. U. Natari. 2020. Kajian Umur Simpan Bakso Ayam pada Suhu Pendinginan
yang Berbeda. Jurnal Teknologi Hasil Peternakan, 2(1): 24-31.

Ngginak, J., Semangun, H., J. C. Mangimbulude, dan F. S. Rondonuwu. 2013. Komponen Senyawa
Aktif pada Udang serta Aplikasinya dalam Pangan. Sains Medika: Jurnal Kedokteran
dan Kesehatan, 5(2):128-145.

Nugroho, T. A., Kiryanto dan B. A. Adietya. 2016. Kajian Eksperimen Penggunaan Media Pendingin
Ikan Berupa Es Basah dan Ice Pack sebagai Upaya Peningkatan Performance Tempat
Penyimpanan Ikan Hasil Tangkapan Nelayan. Jurnal Teknik Perkapalan, 4(4): 889-898.

Romadhon, R., Agustini, T. W., Suharto, S., Darmanto, Y. S., & Fahmi, A. S. 2019. Aplikasi Es
Curai dari Mesin Penghancur Es Pada Kualitas Protein Daging Kerang Rebus (Anadara
granosa). Saintek Perikanan: Indonesian Journal of Fisheries Science and
Technology, 13(2), 89-93.

Sitakar, N., Nurlina., Jamin, F., Abrar, M., Manaf, Z. H., dan Sugito. 2016. Pengaruh Suhu
Pemeliharaan dan Massa Simpan Daging Ikan Nila (Oreochormis niloticus) pada
Penyimpanan Suhu 20°C terhadap Jumlah Total Bakteri. Jurnal Medika Veterinaria,
10(2): 162-165.

Nilai :
………………………………………………
.
Draft :
………………………………………………
.

Page 41 of 123
Kelompok :7
Tanggal : 15-09-2021
MODUL III : PENCAIRAN ES

Nama : Atifah Nuria Rahmah NIM : 26060120140069 Ttd :

Pengantar Teori Praktikum


Salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan dalam pendinginan menggunakan es adalah
perbandingan ataupun rasio antara jumlah es yang digunakan dengan besar kecilnya ikan atau produk
perikanan lainnya yang akan diberi es.
Faktor ini mempengaruhi suhu yang akan dicapai. Jika rasionya kecil, suhu yang didapat kurang
rendah untuk tetap mempertahankan kesegaran ikan dalam waktu yang lama, sebaliknya jika rasionya terlalu
besar akan menyebabkan ikan menjadi rusak secara fisik karena himpitan atau tekanan dari bongkahan atau
pecahan es yang digunakan. Es yang ditambahkan harus dapat menurunkan suhu ikan sampai 0°C.

Tujuan
1. Mengetahui kecepatan pencairan es dengan menggunakan wadah, isolator dan suhu lingkungan yang
berbeda; dan
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pencairan es.

Kompetensi
1. Mampu menjelaskan beberapa proses pencairan es dengan menggunakan wadah isolator dan suhu
lingkungan yang berbeda; dan
2. Mampu melakukan analisa faktor – faktor yang mempengaruhi pencairan es.

Prosedur Kerja
a. Bahan
Es air garam 5% dan es air tawar
b. Alat
Termometer, timbangan roti, stopwatch, wadah (blong, box styrofoam, dan box polyethiline), penjepit es,
dan sendok
c. Metoda
- Siapkan jenis wadah isolator yang berbeda untuk es.
- Timbang 300 gram es dan masukan ke dalam wadah.
- Catat suhu dalam wadah, suhu lingkungan dan timbang sisa es setiap 15 menit sekali hingga es mencair
semua
- Catat waktu pada saat es mencair.
- Cocokan dengan perhitungan rumus pencairan es
- Plot grafik hubungan antara lama waktu penyimpanan dan sisa berat es.

Lembar Hasil Pengamatan

1. Pengamatan Hasil Pencairan Es Trip Air Garam dan Es Air Tawar

Tabel 6. Wadah yang digunakan


No. Wadah Panjang Tinggi Tebal (cm) Diameter Lebar
(cm) (cm) (cm) (cm)
1 Box sterofoam 36 14 1 - 22

Page 42 of 123
2. Pengamatan Hasil Pengukuran Suhu dan Berat Es pada Wadah yang Digunakan Trip Es Air
Garam

a. Wadah Box Sterofoam

Tabel 7. Es Air Garam

No. Waktu (menit) Suhu wadah Suhu Suhu Massa es Waktu (WIB)
(0C) lingkungan es (gram)
(0C) (0C)
1 0 26 27 1 300 11.00
2 15 26 28 2 260 11.15
3 30 26 28 2 230 11.30
4 45 26 28 4 180 11.45
5 60 27 28 5 150 12.00
6 75 226 28 6 100 12.15
7 90 27 28 6 90 12.30
8 105 27 29 8 60 12.45
9 120 28 28 10 30 13.00

Tabel 8. Es Air Tawar

No. Waktu (menit) Suhu Suhu Suhu Massa es Waktu (WIB)


wadah(0C) lingkungan es (gram)
(0C) (0C)
1 0 26 27 0 300 11.00
2 15 26 28 1 250 11.15
3 30 26 28 2 230 11.30
4 45 26 28 2 170 11.45
5 60 27 28 4 130 12.00
6 75 226 28 4 80 12.15
7 90 27 28 6 70 12.30
8 105 27 29 7 40 12.45
9 120 28 28 10 20 13.00

3. Grafik Hubungan Antara Lama Waktu Penyimpanan dan Berat Es pada Wadah yang
Digunakan Trip

Page 43 of 123
Gambar

Perhitungan:

Q = mes x Lf

Ket:

P : Laju pengaliran panas dalam wadah (J s-1)

Page 44 of 123
K : Konduktivitas material wadah
X : Tebal wadah (cm)
A : Luas permukaan wadah berdasar bagian terluar (cm2)
T1 : Suhu udara luar (°C)
T2 : Suhu udara dalam (°C)
Q : Banyaknya kalor (J)
T : Waktu es mencair (s)
Mes : Massa es (kg)
Lf : Kalor lebur es (3,35 x 105 J kg-1) atau 80 kal/g

P Styrofoam : 36 cm
L Styrofoam : 22 cm
T Styrofoam : 14 cm
Tebal Styrofoam : 1 cm

Ditanya : A (Luas wadah) ?


Jawab : A = 2((p x l) + (p x t) + (l x t))
: A = 2((36 x 22) + (36 x 1) + (22 x 1)
: A = 2(792+36+22)
: A = 2(850)
: A = 1.700 cm²

Diketahui :
T1 = 27
T2 = 26
A = 0,17 m²
X = 0,01 m²
Mes =300 gr = 0,3 Kg
Lf =3,35 x 105 J/Kg
K =0,01

Ditanya : Q, P, dan T?

Jawab :
1. Q = Mes x Lf
= 0,3 x 3,35 x105
= 1,005 x 105 J/Kg

2. P = KA x T1 – T2
X
= 0,01 x 27-26
0,001
= 100 Js-1

3. T =Q
T
= 1,005 x 105
100
= 1.005 s

Kesimpulan Sementara :
Kesimpulan yang dapat diberikan adalah :
Menghitung Kebutuhan Es adalah sebagai berikut :

Page 45 of 123
Jumlah es yang diperlukan pada proses pendinginan ikan ditentukan oleh massa ikan yang akan
didinginkan dan suhu pendinginan yang ingin dicapai saat pendinginan. Ikan yang memiliki massa
lebih besar akan membutuhkan es yang lebih banyak jika dibandingkan dengan ikan yang memiliki
massa lebih kecil.

Page 46 of 123
Pembahasan :
Praktikum kali ini menggunakan sampel berupa es air garam dan air tawar. Perbedaan dianara
kedua jenis es tersebut adalah campuran garam yang diberikan pada es air garam. Penggunaan garam
pada es air garam yaitu sebanyak 5%. Penggunaan es air garam pada proses pendinginan ikan
memiliki kelebihan yaitu ikan lebih cepat mengalami penurunan suhu dan es lebih tahan lama
dibandingkan dengan es air tawar. Larutan garam dan air memiliki titik beku -62℃ sampai -1,6℃.
Air tawar pada es akan memberikan waktu perpindahan panas yang lebih lama. Hal tersebut
menyebabkan proses pendinginan menjadi lebih lambat jika dibandingkan dengan proses
pendinginan air garam. Karakteristik yang berbeda pada bahan baku es akan memberikan hasil yang
berbeda pula pada proses pendinginan. Karakteristik dan kemampuan yang memiliki perbedaan
untuk menurunkan suhu ruangan pendinginan. Menurut Kusumah et al. (2015), penggunaan es
digunakan untuk menjaga suhu dan menjaga kesegaran ikan. Penurunan suhu pada penyimpanan
merupakan peran akibat adanya es.
Praktikum kali ini menggunakan wadah yaitu box styrofoam. Penggunaan box styrofoam
biasanya digunakan untuk menyimpan bahan pangan yang perlu dalam penyimpanan dingin. Contoh
produknya yaitu frozen food dan ikan dimana suhu penyimpanan harus tetap dalam keadaan dingin.
Keadaan penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah akan menghambat proses biokimia yang
terjadi. Proses biokimia tersebut akan sangat berpotensi terjadi pada ikan. Akibat dari proses
biokimia yang terjadi pada ikan yaitu akan menjadikan mutu ikan menurun. Kondisi penyimpanan
ikan pada suhu rendah akan menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk pada tubuh ikan. Sumber
energi dingin yang digunakan pada styrofoam biasanya berasal dari es. Bentuk penggunaan es dapat
berupa bongkahan maupun pecahan es kecil-kecil. Kondisi fisik dari box styrofoam yaitu memiliki
warna putih, berbentuk kotak, dan terbuat dari butiran styrofoam yang dipadatkan. Karakteristik dari
styrofoam sendiri adalah salah satu jenis plastik yang sangat ringan, tidak tembus cahaya, kedap
udara, kaku dan murah. Pengemasan ikan dapat dilakukan menggunakan box styrofoam tertutup dan
akan menjaga kualitas ikan tersebut. Menurut Trebar et al. (2015), box styrofoam tertutup dapat
digunakan untuk mengemas ikan pada proses distribusi. Metode ini akan menjaga kualitas ikan dan
suhu penyimpanan.
Praktikum pencairan es membutuhkan wadah untuk melakukan uji tersebut, Box yang
digunakan sebagai media praktikum adalah box blong, box styrofoam, dan box polyethilen. Ketiga
box tersebut digunakan untuk mencari perbandingan wadah yang cocok untuk menjaga suhu es di
dalam sebuah wadah. Wadah yang baik untuk es adalah wadah yang mampu menahan hawa dingin es
agar tidak keluar dari wadah. Wadah tersebut adalah wadah yang isolator terhadap suhu atau wadah
yang tidak menyerap hawa dingin tersebut ke dalam wadah. Wadah paling baik untuk menyimpan es
agar lebih tahan lama adalah box styrofoam. Wadah tersebut merupakan wadah yang isolator pada

Page 47 of 123
suhu. Styrofoam tidak menyerap suhu terlalu banyak ke dalam wadah dan juga tidak menyerap suhu
dari luar wadah sehingga suhu dalam wadah tidak akan terpengaruh suhu dari luar wadah. Styrofoam
sering digunakan pada pengiriman-pengiriman bahan pangan yang membutuhkan suhu rendah.
Styrofoam sendiri dapat menjaga suhu dikarenakan memiliki kerapatan partikel yang sangat padat
sehingga membuat styrofoam tahan air. Styrofoam juga memiliki kekurangan yaitu semakin tinggi
suhu bahan pangan di dalam wadah styrofoam akan menyebabkan zat styrene berpindah ke bahan
pangan. Cara meminimalisir hal tersebut harus dengan tetap menjaga suhu dalam wadah tetap sejuk
bahkan rendah dan sebelum memasukan produk lebih baik diberi lapisan terlebih dahulu agar produk
tidak berkontak langsung dengan styrofoam. Menurut Hermistanora et al. (2020), styrofoam dapat
meleleh pada suhu diatas 100°C dan dapat hancur saat terkena bahan-bahan yang mengandung
minyak, seperti bensin, solar, dan jenis laruran minyak dari minyak bumi lainnya. Hal ini disebabkan
karena styrofoam merupakan senyawa hidrokarbon rantai panjang yang bersifat nonpolar sehingga
tidak larut dengan air namun dapat larut dengan senyawa nonpolar lainnya.
Praktikum pencairan es ini dilakukan dengan menyiapkan wadah box styrofoam, es air tawar,
es air asin dan thermocouple untuk menguji pencairan es dalam sebuah wadah. Suhu pada ruangan di
ukur terlebih dahulu menggunakan thermocouple dan setelah mendapatkan suhu ruang kemudian
hasilnya dicatat. Suhu ruang diukur untuk membandingkan suhu ruang dengan suhu dalam wadah
yang akan digunakan untuk pengujian, bila suhu wadah terlalu tinggi maka akan didinginkan terlebih
dahulu agar suhu wadah sama dengan suhu ruang. Penyamaan suhu tersebut dimaksudkan agar es
yang akan dicairkan nanti mendapatkan hasil yang lebih akurat. Sampel es air tawar (300 gram) yang
telah disiapkan dimasukan ke dalam box styrofoam dan amati dan timbang berat es setiap 15 menit
sekali hingga es mencair habis. Sampel es air asin (300 gram) juga diberikan perlakuan uji yang
sama, mulai dari penyesuaian suhu ruang dan suhu wadah, es dimasukan ke dalam box styrofoam,
Pengamatan dan pencatatan berat es setiap 15 menit sekali sampai es mencair habis. Wadah dan
kadar garam akan mempengaruhi pencairan es. Menurut Haslianti et al. (2020), pencairan es dapat
dipengaruhi oleh wadah yang digunakan dan penambahan garam. Wadah yang isolator terhadap
penyerapan suhu dapat membuat es di dalam wadah bertahan lebih lama dan penambahan garam
dapat mempercepat penyerapan panas dari produk sehingga energi yang diperlukan untuk
mendinginkan produk berkurang dan es dapat bertahan lebih lama.
Perhitungan pada pencairan es digunakan untuk mengetahui kecepatan pencairan es pada
wadah isolator dan suhu yang berbeda. Penggunaan bahan baku es sendiri juga akan mempengaruhi
lama waktu pencairan es. Bahan baku es dapat berupa air garam dan air tawar. Es yang sering kita
temui untuk konsumsi sehari-hari menggunakan bahan baku berupa air tawar. Hal tersebut disebabkan
karena es tidak digunakan untuk proses pendinginan bahan pangan dalam suatu produksi, tetapi hanya
untuk konsumsi biasa. Pendinginan ikan dapat dilakukan dengan menggunakan kedua bahan baku es

Page 48 of 123
berupa air tawar dan air garam karena tidak memberikan bahaya bagi ikan yang didinginkan. Hasil
yang didapatkan dari praktikum pencairan es yaitu es yang menggunakan air garam akan lebih tahan
lama jika dibandingkan dengan es air tawar. Hal tersebut terjadi karena kandungan garam di dalam es
akan memperlambat proses pencairan. Garam memiliki titik beku yang lebih baik dibandingkan
dengan air tawar biasa. Air murni dapat membeku pada suhu 0oC dan mendidih pada suhu 100oC.
Penambahan zat terlarut seperti garam ke dalam air murni akan menyebabkan perubahan pada titik
beku dan titik didih menjadi lebih rendah. semakin besar kandungan garam pada zat pelarut seperti
air, maka perubahan titik beku air akan semakin besar. Kandungan garam terlarut pada air sebesar
10% akan membeku pada suhu -6oC. Air garam terlarut 20% akan membeku pada suhu -16 oC.
Pendinginan ikan lebih disarankan untuk menggunakan es air garam karena garam dapat
mengeluarkan kadar air bebas yang terdapat pada tubuh ikan. Menurut Rahman et al. (2013), media
pendingin berupa es yang ditambahkan garam dapat mempercepat penurunan suhu ikan. Hal tersebut
akan meyebabkan suhu akhir ikan yang rendah dan akan lebih baik dalam mempertahankan kesegaran
ikan karena pertumbuhan mikroba pada ikan dapat terhambat.
Proses pendinginan pada ikan dilakukan untuk menjaga kualitas ikan. Pendinginan ikan
menggunakan es dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Wadah yang digunakan selama proses
pendinginan akan mempengaruhi keberhasilan pendinginan. Kinerja es selama pendinginan akan
dipengaruhi oleh suhu yang terkandung pada wadah. Penggunaan wadah untuk pendinginan
sebaiknya menggunakan jenis isolator. Faktor lain dapat empengaruhi pendinginan ikan adalah
perbandingan antara jumlah es yang digunakan dengan berat total ikan. Suhu yang akan dicapai
selama pendinginan akan dipengaruhi oleh berat dari ikan tersebut. Penggunaan es yang merata pada
bagian tubuh ikan akan mempercepat proses pendinginan ikan. Es yang dapat mempercept proses
pendinginan pada ikan adalah penggunaan es yang memiliki diameter kecil. Hal tersebut disebabkan
karena es dapat menjangkau sela-sela antara ikan sehingga bagian permukaan tubuh ikan dapat
terkena es. Permukaan es yang runcing dapat melukai tubuh ikan dan mempercepat pembusukan. Es
balok yang biasa digunakan untuk pendinginan ikan di kapal juga dapat dianjurkan. Permukaan es
balok yang halus dan tidak runcing akan meminimalkan kerusakan ikan akibat dari tusukan es.
Kualitas ikan dapat terjaga karena es balok tidak melukai tubuh ikan. Kelemahan dari penggunaan es
balok untuk pendinginan ikan adalah kecepatan pendinginan yang lama. Hal tersebut diakibatkan
karena es balok tidak dapat menjangkau seluruh bagian permukaan tubuh ikan sehingga penyerapan
panas dari ikan berlangsung lama. Proses pendinginan yang lama dapat memicu pertumbuhan
mikroba. Kerusakan pada ikan dapat terjadi karena keberadaan mikroba tersebut. Menurut Iskandar
(2016) penggunaan es balok menghasilkan produk yang kurang baik. Proses pendinginan ikan
berlangsung lama dan mikroba dapat dengan cepat bertumbuh pada ikan.

Page 49 of 123
Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan :

Kesimpulan yang didapatkan dari praktikum Modul III : Pencairan Es adalah sebagai berikut :
1. Proses pencairan es akan semakin lambat jika menggunakan wadah isolator atau penghantar
panas yang buruk. Kondisi es dipengaruhi oleh keadaan luar tempat pendingin sehingga
kecepatan es mencair akan melambat. Suhu lingkungan yang tinggi juga akan mempercepat
proses pencairan es. Penyerapan suhu lingkungan yang panas pada es akan semakin tinggi dan
menyebabkan es cepat mencair.
2. Faktor yang mempengaruhi pencairan es adalah penggunaan wadah bahan isolator dan suhu
lingkungan. Wadah yang memiliki jenis penghantar panas yang buruk atau isolator seperti box
styrofoam. Wadah tersebut dapat mengurangi kecepatan pencairan es karena memiliki bahan
yang sukar terhadap perambatan panas. Suhu lingkungan juga akan mempengaruhi kecepatan
pencairan es. Suhu lingkungan yang semakin tinggi akan mempercepat proses pencairan es.
Saran :
Saran yang dapat diberikan untuk praktikum Modul III : Pencairan Es adalah sebagai berikut :
1. Sebaiknya, sampel es yang digunakan memiliki dengan berat yang bervariasi.
2. Sebaiknya, dalam praktikum dilakukan di dalam ruangan yang sama dengan suhu yang stabil.
3. Sebaiknya, kadar garam yang digunakan pada es bervariasi supaya mendapatkan
perbandingan.

Page 50 of 123
Daftar Pustaka
Haslianti., L. Mitra, dan Suwarjoyowirayatno. 2020. Pengaruh Penambahan Garam yang Berbeda
Terhadap Tingkat Kesegaran Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis). Jurnal Fish Protech,
3(1): 95-103.

Hermistanora., E. E. Putri, dan B. M. Adji. 2020. Pengaruh Penggunaan Styrofoam Terhadap


Parameter Kinerja Perkerasan Campuran Aspal Porus. Jurnal Ilmiah Rekayasa Sipil, 17(1):
31-40.

Iskandar, B. H dan M. Imron, 2016. Unjuk Kerja Slurry Ice Refrigerator Berbahan Baku Air Laut Di
Perairan Tropis. Marine Fisheries: Journal of Marine Fisheries Technology and Management,
7(2): 171-178.

Kusumah, A. P. Y. Novita dan D. A. Soeboer. 2015. Performa Pelelehan Es pada Bentuk Es yang
Berbeda. Journal of Marine Fisheries, 6(1): 97-108

Rahman, D. S., A. S. Naiu dan L. Mile. 2013. Pengaruh Penambahan Garam terhadap Karakteristik
Organoleptik Ikan Lolosi Merah (Caesio chrysozona) Segar selama Pemasaran Rantai Dingin.
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 1(2): 71-74.

Trebar, M., M. Lotric dan I. Fonda. 2015. Use RFID Temperature Monitoring to Test and Improve
Fish Packing Methods in Styrofoam Boxes. Journal of Food Engineering, 159: 66-75.

Nilai :
………………………………………………
.
Draft :
………………………………………………
.

Page 51 of 123
Kelompok :7
Tanggal : 8-09-2021
MODUL IV : UJI ORGANOLEPTIK

Nama : Atifah Nuria Rahmah NIM : 26060120140069 Ttd :

Pengantar Teori Praktikum


Uji organoleptik adalah cara penilaian dengan hanya mempergunakan indera manusia, sehingga cara
organoleptik dapat juga disebut dengan cara sensorik. Cara ini sangat cepat, murah dan praktis untuk
dikerjakan tetapi ketelitiannya sangat tergantung pada tingkat kepandaian orang yang melaksanakannya.
Pengujian organoleptik merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama
untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk. Pengujian organoleptik mempunyai peranan penting
dalam penerapan mutu. Metode ini disepakati sebagai metode pengujian yang praktis dalam menentukan
kecepatan dan ketepatan. Pengujian organoleptik dapat memberikan indikasi kebusukan, kemunduran mutu
dan kerusakan lainnya dari produk. Pengujian organoleptik atau pengujian sensori karena pengujian
organoleptik ini dilakukan dengan cara diamati kemudian dinilai. Karena beberapa panelis, pengujian ini
bersifat subjektif. Panelis menilai suatu bahan pangan harus sesuai dengan scoresheet sehingga disebut
metode score test.

Tujuan
1. Mengetahui perubahan secara organoleptik pada ikan segar dan membandingkan dengan ikan yang telah
mengalami penyimpanan dingin maupun penyimpanan suhu ruang; dan
2. Mengetahui perubahan struktur daging ikan segar yang mengalami penyimpanan suhu dingin dan suhu
ruang.

Kompetensi
Mampu menjelaskan perubahan organoleptik ikan segar, ikan yang dibekukan maupun ikan dengan perlakuan
pengukuran.

Prosedur Kerja
a. Bahan
Ikan, udang, dan cumi-cumi

b. Alat
Piring plastik, scoresheet ikan segar, scoresheet ikan beku, scoresheet cumi-cumi segar, scoresheet udang
segar, kalkulator scientific, dan alat tulis.

c. Metoda
- Siapkan ikan hasil pendinginan
- Lakukan pengukuran suhu menggunakan termometer pada masing-masing penyimpanan.
- Lakukan uji organoleptik untuk masing-masing sampel.
- Hasil dicatat pada lembar hasil pengamatan.

Page 52 of 123
Lembar Hasil Pengamatan

a. Hasil Penilaian Uji Organoleptik

Tabel 1. Lembar Penilaian Organoleptik Ikan Kembung

Spesifikasi
Lendir ( Xi -
Panelis Xi
Mata Insang permukaan Daging Bau Tekstur X )2
badan
1 8 8 7 7 7 9 7,67 0,08
2 7 9 8 9 9 8 8,33 0,15
3 9 7 9 8 7 7 7,83 0,01
4 8 8 9 8 8 8 8,17 0,05
5 8 8 8 7 7 9 7,83 0,01
6 7 9 7 7 9 8 7,83 0,01
X =7,94 Σ=0,31

Perhitungan:

Simpangan :

S
S = 0,227

Selang Kepercayaan :

0 ,227 0 , 227
7 , 94− .1 , 96<μ<7 , 94+ . 1, 96
√6 √6
7 , 76< μ<8 , 11

Kesimpulan :
Berdasarkan hasil uji organoleptik terhadap ikan kembung mendapat selang kepercayaan
sebesar 7,76< <8,11 pada tingkat kepercayaan 95%, maka ikan kembung layak dikonsumsi atau
digunakan sebagai bahan baku.

Page 53 of 123
Tabel 2. Lembar Penilaian Organoleptik Udang

Spesifikasi
Panelis
Kenampakan Bau Tekstur
Xi ( Xi - X )2
1. 9 8 8 8,33 0,01
2. 9 9 8 8,67 0,05
3. 9 9 9 9 0,31
4. 8 8 8 8 0,19
5. 8 9 8 8,33 0,01
6. 9 8 8 8,33 0,01
X = Σ=0,58
8,44

Perhitungan:

Simpangan :

S = √ 0,0966
S = 0,311

Selang Kepercayaan :

8,19< <8,69

Kesimpulan :

Berdasarkan hasil uji organoleptik terhadap udang mendapat selang kepercayaan sebesar
8,19< <8,69 pada tingkat kepercayaan 95%, maka udang tersebut layak dikonsumsi atau
digunakan sebagai bahan baku.

Page 54 of 123
Tabel 3. Lembar Penilaian Organoleptik Cumi-cumi

Spesifikasi
Panelis
Kenampakan Bau Tekstur
Xi ( Xi - X )2
1 7 8 7 7,3 0,49
2 8 7 9 8 0
3 8 8 8 8 0
4 9 8 8 8,3 0,09
5 8 9 9 8,7 0,49
6 8 7 8 7,7 0,09
X = Σ= 1,16
8

Perhitungan:

Simpangan :

S = √ 0,1933
S = 0,439

Selang Kepercayaan :

0 , 439 0 , 439
8− .1 , 96< μ< 8+ . 1, 96
√6 √6
8−0 ,35<μ <8+0 , 35

7 , 65<μ<8 , 35

Kesimpulan :
Berdasarkan hasil uji organoleptik terhadap cumi-cumi mendapat selang kepercayaan sebesar
7,65< <8,35 pada tingkat kepercayaan 95%, maka cumi-cumi tersebut layak dikonsumsi atau
digunakan sebagai bahan baku.

Page 55 of 123
b. Hasil Pengamatan Uji Organoleptik

Tabel 4. Hasil pengamatan uji organoleptik ikan kembung

No. Nama Sampel Selang Kepercayaan Kesimpulan


1. Ikan kembung 7 , 76<μ<8 , 11 Ikan
kembung
layak
digunakan
bahan baku
Kesimpulan Sementara :
Hasil yang didapatkan pada pengujian organoleptik ikan kembung diperoleh hasil sebesar
7,76 < μ < 8,11. Hal tersebut menandakan bahwa ikan kembung layak dikonsumsi atau digunakan
sebagai bahan baku.
Tabel 5. Hasil pengamatan uji organoleptik udang
No
Nama Sampel Selang Kepercayaan Kesimpulan
.

1. Udang 8,19< <8,69 Udang layak


dikonsumsi atau
digunakan
sebagai bahan
baku

Kesimpulan Sementara :

Hasil pengamatan organoleptik udang mendapatkan hasil sebesar 8,19< <8,69. Hal tersebut
menandakan bahwa udang masih layak untuk dikonsumsi atau dijadikan sebagai bahan baku.

Tabel 6. Hasil pengamatan uji organoleptik cumi-cumi

No
Nama Sampel Selang Kepercayaan Kesimpulan
.

1. Cumi-cumi 7 , 65<μ<8 , 35 Cumi-cumi


layak
dikonsumsi atau
digunakan
sebagai bahan
baku
Kesimpulan Sementara :

Hasil yang didapatkan pada pengujian organoleptik cumi-cumi mendapatkan hasil sebesar
7,65< <8,35. Hal tersebut menandakan bahwa cumi-cumi masih dalam keadaan baik dan sedikit
terjadi kemunduran mutu sehingga layak dikonsumsi atau dijadikan sebagai bahan baku.

Page 56 of 123
Pembahasan :
Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki potensi sumber daya perikanan yang
sangat besar. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sektor perikanan berkembang 8,37% pada kuartal
ketiga tahun 2015 sehingga pengembangan potensi sumber daya perikanan menjadi bagian integral
dari pembangunan nasional. Potensi perikanan di Indonesia sangatlah besar, banyak kegiatan ekspor
dari Indonesia di sektor perikanan darat maupun laut. Sebagai salah satu komoditas penting di
Indonesia menjaga mutu dari produk perikanan sangatlah penting dilakukan. Salah satu uji termudah
yang bisa dilakukan semua orang yaitu uji organoleptik. Uji Organoleptik merupakan uji dasar untuk
mengetahui kualitas mutu dari sebuah produk perikanan dengan menggunakan alat yaitu indra
manusia dan menuliskan hasil dari uji tersebut ke dalam score sheet yang sesuai dengan standar SNI
yang ada. Sampel yang digunakan dalam uji organoleptik ini adalah ikan kembung (Rastrelliger sp.),
udang (Litopenaeus vannamei) dan cumi-cumi (Loligo sp.). Ikan kembung termasuk salah satu jenis
ikan ekonomis penting di Indonesia. Ikan kembung segar dan olahannya dapat ditemukan hampir di
seluruh tempat mulai dari pasar tradisional hingga swalayan. Keberadaan ikan kembung yang mudah
ditemukan memberikan dampak produksi ikan kembung di Indonesia memiliki potensi yang
melimpah. Berbagai macam olahan dengan bahan baku ikan kembung dengan mudah dijumpai
seperti ikan kembung balado. Ikan kembung juga banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena
harganya yang ekonomis serta memiliki kandungan gizi tinggi. Sampel lainnya yang digunakan
dalam penilaian organoleptik kali ini adalah udang. Produksi udang di Indonesia juga hampir ada di
seluruh tempat di Pulau Jawa. Hasil produksi yang sangat melimpah sehingga keberadaan udang
sangat mudah ditemui. Tahun 2020 Indonesia berhasil mengekspor udang sebanyak 208.000 ton.
Cumi-cumi juga termasuk komoditas perikanan penting di Indonesia. Hasil produksi cumi-cumi di
Indonesia per tahun 2017 juga tidak sedikit, yakni sekitar 23.499 ton dengan berbagai ukuran. Ketiga
sampel tersebut dipilih sebagai sampel uji organoleptik karena kemudahan mendapatkan sampel,
harga yang relatif cukup murah karena kelimpahan yang ada sehingga mudah ditemukan. Rasa cumi-
cumi yang gurih dan banyak memiliki kandungan gizi sehingga digemari oleh masyarakat. Menurut
Triharyuni dan Puspasari (2016), cumi-cumi merupakan hewan lunak atau mollusca yang sangat
digemari karena mengandung banyak sekali mengandung nilai gizi yang tinggi. Hampir seluruh
tubuh cumi-cumi juga dapat dikonsumsi atau dimanfaatkan oleh manusia. Hal tersebut menyebabkan
cumi-cumi banyak diolah menjadi berbagai olahan oleh masyarakat.
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang melibatkan dan dilakukan berdasarkan proses
pengindraan. Penginderaan merupakan suatu proses fisio-psikologis dengan kesadaran atau
pengenalan alat indra akan sifat-sifat produk karena adanya rangsangan yang diterima oleh alat indra
yang berasal dari produk atau benda tersebut. Indera manusia dapat merasakan kenampakan, odor,
tekstur, dan rasa dari suatu produk. Bagian indera manusia yang berperan terhadap uji organoleptik

Page 57 of 123
yaitu indera penglihat, indera pengecap, indera peraba, dan indera pembau. Alat indera tersebut dapat
memberi tanggapan terhadap suatu produk yang diuji. Indera manusia yang digunakan dalam menilai
suatu produk adalah penglihatan yang berhubungan dengan kenampakan luar suatu produk.
Pengujian organoleptik dilakukan dengan menggunakan score sheet organoleptik yang telah
ditentukan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) mengenai apa saja yang dilakukan penilaian dan
berapa banyak panelis yang berpartisipasi untuk menilai. Angka yang menjadi parameter nilai
organoleptik ikan memiliki angka 1 sebagai nilai terendah dan angka 9 sebagai nilai tertinggi. Nilai
minimal yang seharusnya dimiliki ikan sebagai nilai organoleptiknya adalah 7. Ikan yang memiliki
nilai organoleptik kurang dari 7, maka dapat dikatakan ikan tersebut sudah mengalami kemunduran
mutu. Bagian organ tubuh yang berperan dalam penginderaan adalah mata atau indera penglihatan,
indera perasa, indera pembau, dan indera perabaan atau sentuhan. Tingkat mutu produk perikanan
dapat diketahui melalui penilaian organoleptik. Menurut Hasan et al. (2016), organoleptik sifat suatu
bahan pangan misalnya ikan kering akan lebih baik dilakukan dengan metode organoleptik. Penilaian
organoleptik dapat meliputi warna, bau dan tekstur. Panelis yang berpartisipasi dalam penilaian yaitu
lima panelis.
Metode yang digunakan pada praktikum uji organoleptik pada sampel cumi-cumi segar
disiapkan. Uji ini dapat dilakukan dengan menggunakan score sheet yang telah ditetapkan oleh SNI.
Metode uji yang dipakai yaitu uji sensori dengan menggunakan skala angka 1 sebagai nilai terendah
dan angka 9 sebagai nilai tertinggi. Batas nilai yang seharusnya diperoleh pada uji organoleptik
adalah 7. Hal ini menandakan jika produk memperoleh nilai kurang dari 7, maka produk tersebut
dinyatakan sudah tidak memenuhi standar mutu sehingga tidak layak untuk dikonsumsi ataupun
dijadikan sebagai bahan baku. Metode pengujian organoleptik kali ini menggunakan sampel cumi-
cumi. Tahapan pengujian meliputi penyiapan cumi-cumi yang akan diuji organoleptiknya dan
siapkan score sheet organoleptik. Pengujian organoleptik yang dilakukan pada sampel cumi-cumi
menggunakan patokan organoleptik pada SNI 2731.1:2010. Score sheet organoleptik tersebut
memuat beberapa aspek penilaian yang harus dilakukan yaitu kenampakan, bau dan tekstur. Tahap
pertama yaitu pengujian organoleptik pada cumi-cumi segar yang diletakkan pada nampan atau
wadah datar. Amati kondisi fisik cumi-cumi dengan seksama dan teliti seperti kondisi kenampakan
tubuh, warna tubuh, lendir pada permukaan tubuh, bau, dan tekstur. Isi kolom pada score sheet sesuai
dengan kondisi cumi-cumi. Hitung nilai score sheet pada sampel dan berikan alasan mengapa
demikian. Tujuan dilakukan uji organoleptik agar kita bisa membedakan ikan yang masih segar dan
ikan yang sudah mengalami kemunduran mutu. Nilai organoleptik mulai dari 1 – 9. Batas nilai
minimal organoleptik yang diperoleh adalah 7. Hasil dari pengujian organoleptik yang memiliki nilai
>7 menunjukkan produk tersebut layak dikonsumsi atau dijadikan sebagai bahan baku. Hasil uji
organoleptik <7 menandakan produk tersebut tidak layak digunakan ataupun dikonsumsi. Produk

Page 58 of 123
perikanan telah mengalami kemunduran mutu merupakan penyebab dari diperolehnya nilai
organoleptik <7. Tanda-tanda produk perikanan telah mengalami kemunduran mutu sehingga
menyebabkan nilai organoleptik <7 misalnya mata keruh atau tidak jernih, kondisi mata sudah
cekung, insang berwarna coklat atau merah tua, produksi lendir pada permukaan tubuh ikan
mengalami peningkatan, sayatan daging sudah tidak cemerlang, tubuh ikan sudah lunak dan tidak
elastis dan bau menyengat. Pengujian organoleptik bertujuan untuk menentukan mutu suatu produk
menggunakan indra manusia. Menurut Wijayanti dan Lukitasari (2016), pengujian organoleptik
merupakan metode pengujian yang menggunakan panca indera sebagai alat utama untuk menilai
mutu produk. Pengujian ini mempunyai peranan yang penting sebagai pendeteksian awal dalam
menilai mutu untuk mengetahui penyimpangan dan perubahan pada produk.
Urutan proses perubahan produk perikanan setelah mengalami kematian meliputi tahap pre
rigor, rigor mortis, dan post rigor. Nilai skor organoleptik kurang dari 7 menandakan bahwa produk
telah mengalami kerusakan dan tidak layak untuk dikonsumsi karena akan telah mengalami reaksi
enzimatis dan akan membahayakan bagi kesehatan jika memakannya. Proses penilaian suatu bahan
perlu dilakukan secara fisik sebelum dilakukan proses pengolahan agar aman untuk dikonsumsi.
Hasil yang didapatkan pada pengujian organoleptik cumi-cumi didapatkan hasil sebesar 7,65<
<8,35. Hal tersebut mengindikasikan bahwa cumi-cumi masih dalam keadaan baik dan sedikit terjadi
kemunduran mutu. Kondisi fisik cumi-cumi masih dapat dikatakan segar. Bau yang dihasilkan tidak
menyengat dan tekstur masih kompak. Hasil yang didapatkan pada pengujian organoleptik ikan
kembung diperoleh hasil sebesar 7,76< <8,11. Hal ini menandakan bahwa ikan kembung juga
belum mengalami kemunduran mutu. Keadaan mata masih jernih, pupil mata masih tampak bening,
insang masih berwarna merah segar, lendir yang terbentuk pada permukaan badan belum banyak,
komposisi daging masih kompak, bau yang dimiliki segar dan tekstur masih kenyal. Penilaian
organoleptik yang dilakukan pada udang mendapatkan hasil sebesar 8,19< <8,69. Hasil yang
diperoleh membuktikan bahwa udang masih layak untuk dikonsumsi atau dijadikan sebagai bahan
baku. Udang masih memiliki kenampakan yang segar, warna yang terdapat pada permukaan tubuh
udang masih segar, bau yang ditimbulkan juga masih segar dan tekstur udang masih kenyal. Semua
sampel pada ikan kembung, udang dan cumi-cumi masih layak untuk dikonsumsi atau dijadikan
sebagai bahan baku. Hal tersebut disebabkan karena semua sampel yang dilakukan pengujian
organoleptik memiliki nilai organoleptik di atas 7. Menurut Widiyanto et al. (2014), standar mutu
yang disyaratkan untuk parameter yaitu dengan nilai organoleptik 6,9 – 7,0. Skor organoleptik yang
masih dalam rentang 6,9 – 7,0 menandakan bahwa produk perikanan masih dalam keadaan baik dan
layak konsumsi. Nilai organoleptik di bawah 6,9 – 7,0 mengindikasikan bahwa produk perikanan
tersebut sudah mengalami kemunduran mutu sehingga akan lebih baik jika tidak menggunakan hasil
perikanan tersebut untuk dikonsumsi atau dijadikan sebagai bahan baku.
Page 59 of 123
Lampiran:

Gambar 1. Sampel Uji Organoleptik Cumi-cumi Segar (Lolligo sp.)

Gambar 2. Metode Uji Organoleptik Cumi-cumi Segar (Lolligo sp.)

Gambar 3. Hasil Pengamatan Uji Organoleptik Cumi-cumi Segar (Lolligo sp.)

Page 60 of 123
Kesimpulan dan Saran :
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari praktikum Modul Uji Organoleptik adalah sebagai
berikut:
1. Hasil perikanan dapat mengalami kemunduran mutu dan akan berpengaruh terhadap nilai
uji organoleptik. Perubahan-perubahan akan terjadi pada hasil perikanan yang sudah
mengalami kemunduran mutu. Perubahan tersebut seperti kandungan lendir yang
berlebihan pada permukaan tubuh ikan, bau menyengat, daging tidak cemerlang dan
tekstur tidak kenyal. Proses penyimpanan akan mempengaruhi kualitas mutu hasil
perikanan tersebut. Uji oragnoleptik yang dilakukan pada sampel ikan kembung
mendapatkan hasil sebesar 7,76 < μ < 8,11. Sampel udang pada pengujian organoleptik
mendapatkan hasil sebesar 8,19 < μ < 8,69. Pengujian organoleptik pada cumi-cumi
mendapatkan hasil sebesar 7,65 < μ < 8,35. Sampel-sampel yang dilakukan uji
organoleptik memiliki nilai di atas batas minimal yaitu 7. Hal tersebut menandakan bahwa
setiap sampel layak dikonsumsi atau dijadikan sebagai bahan baku.
2. Ikan yang disimpan pada suhu dingin akan memiliki nilai organoleptik yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ikan yang hanya disimpan di suhu ruang. Perubahan struktur akan
terjadi pada struktur daging yang tidak elastis, mata tidak jernih dan daging tidak
cemerlang.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan pada praktikum Modul Uji Organoleptik adalah sebagai
berikut:
1. Sebaiknya, pengujian organoleptik pada sampel uji dilakukan oleh banyak panelis supaya
hasil uji organoleptik lebih obyektif.
2. Sebaiknya, wadah dan suhu ruang saat pengujian organoleptik memiliki keadaan yang
sama.
3. Sebaiknya, sampel yang diuji organoleptiknya berasal dari tempat yang berbeda.

Page 61 of 123
Daftar Pustaka :
Hasan, M. M., M. G. Rasul., H. J. Ferdausi., B. D. Trina., A. K. M. A. Shah dan M. A. J. Bapary.
2016. Comparison of Organoleptic and Chemical Characteristics of Some Traditional and
Improved Dried Fish Products. Research Journal of Animal, Veterinary and Fishery
Sciences. 4(2): 1-6.

Triharyuni, S., dan R. Puspasari. 2016. Produksi dan Musim Penangkapan Cumi-Cumi (Loligo spp.)
di Perairan Rembang (Jawa Tengah). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 18(2): 77-83.

Widiyanto, T. N., W. Hermawan dan B. S. B. Utomo. 2014. Uji Coba Peti Ikan Segar Berpendingin
Untuk Pedagang Ikan Keliling. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan
Perikanan, 9(2): 185-191.

Wijayanti, N. S dan M. Lukitasari. 2016. Analisis Kandungan Formalin dan Uji Organoleptik Ikan
Asin yang Beredar di Pasar Besar Madiun. Florea: Jurnal Biologi Dan
Pembelajarannya, 3(1): 59-64.

Nilai :
………………………………………………
.
Draft :
………………………………………………
.

Page 62 of 123
Kelompok : 7
MODUL V : SIKLUS REFRIGERASI
TOPIK : BAGIAN-BAGIAN ALAT REFRIGERASI BESERTA
FUNGSINYA Tanggal : 02-11-2021

Nama : Aaliya Utrujjati Arsa Putri NIM: 26060120140084 Ttd:

Pendahuluan
Refrigerasi adalah efek pendinginan dari proses pengambilan kalor dari sebuah sumber panas dan
mentransfernya ke medium lain, sehingga temperatur medium menjadi naik, dengan tujuan untuk menjaga
temperatur sumber panas di bawah temperatur sekitarnya. Sistem refrigerasi adalah sebuah kombinasi dari
komponen-komponen, peralatan, dan pemipaan yang disambungkan dalam urutan yang berurutan untuk

menghasilkan efek refrigerasi.


Tujuan

Tujuan dari praktikum Siklus Refrigerasi adalah sebagai berikut:


1. Mengetahui siklus refrigerasi dalam sistem refrigerasi mekanik; dan
2. Menjelaskan bagian-bagian mesin refrigerasi beserta fungsinya.
Dasar Teori Praktikum
Refrigerasi adalah suatu gabungan dari komponen dan peralatan yang dirangkai untuk
menghasilkan efek refrigerasi atau pendinginan. Refrigrasi sudah menjadi kebutuhan hidup yang
sangat penting di era modern. Refrigerasi telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang dan
hampir setiap rumah telah menggunakannya. Penerapan dari teknik refrigrasi kebanyakan dalam
proses pendinginan. Mesin refrigerasi dapat digunakan sebagai alat pendingin pada kehidupan sehari-
hari, seperti contohnya untuk pengkondisian suhu ruangan, mendinginkan minuman, dan pembuatan
es. Pendinginan memiliki tujuan yang berbeda-beda, tergantung dari masing-masing orang yang akan
melakukan proses pendinginan tersebut. Secara umum, pendinginan bertujuan untuk membuang panas
suatu zat sehingga memiliki temperatur lebih rendah, mengubah zat air menjadi es dan
mempertahankan temperaturnya. Sistem refrigerasi banyak digunakan penerapannya dalam proses
pendinginan, baik sebagai pengkondisian udara rumah maupun industri antara lain pemrosesan,
pengawetan produk atau makanan, dan pada bidang perminyakan juga pada bidang industri
petrokimia. Refrigerasi merupakan proses membuang tingkat suhu produk atau ruangan agar menjadi
rendah dengan cara menyerap panas pada produk ataupun suatu ruangan atau proses penurunan
temperatur dari suatu zat hingga termperatur zat tersebut lebih rendah dari temperatur lingkungannya.
Refrigerasi sendiri mempunyai hubungan erat dengan pendinginan. Pendinginan tersebut merupakan
proses pelepasan kalor dari suatu zat yang akan didinginkan. (Amrullah et al, 2017).
Page 63 of 123
Salah satu komponen penting dalam sistem refrigerasi adalah regrigeran. Refrigeran
merupakan fluida kerja yang bersikulasi dalam siklus refrigerasi karena menggunakan efek
pendinginan dan pemanasan dengan cara menyerap panas yang ada dan membuangnya melalui sistem
evaporasi dan kondensasi. Masalah utama dalam bidang sistem refrigerasi yang mempunyai dampak
buruk bagi lingkungan yaitu penipisan lapisan ozon dan pemanasan global. Pemanasan Global
(Global Warming) adalah peristiwa meningkatnya suhu rata-rata pada lapisan atmosfer dan
permukaan bumi. Refrigeran merupakan salah satu aspek yang menimbulkan masalah terhadap
pemanasan global. Ada beberapa jenis refrigeran yang sudah dikembangkan dari jenis yang tidak
mudah terbakar namun mempunyai nilai GWP (Global Warming Potential) dan ODP (Ozon
Depleting Potential) yang tinggi dan ada pula yang mudah terbakar tetapi mempunyai nilai GWP dan
OWP yang rendah. Refrigeran R22 atau HCFC dan MC-22 adalah jenis refrigeran yang memiliki
perbedaan senyawa kimia. Refrigeran MC-22 lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan
refrigeran R-22, karena MC-22 adalah refrigeran hidrokarbon. (Sunardi et al, 2019).
Mesin pendingin memiliki beberapa bagian utama dalam sistem kerjanya. Beberapa
komponen pada alat refrigerasi yaitu kompresor, evaporator, katup ekspansi, termostat, dan
kondensor. Kompresor adalah jantung pada sistem refrigerasi yang berfungsi sebagai penggerak
sistem refrigerasi agar mampu mempertahankan perbedaan tekanan antara sisi tekanan rendah dan sisi
tekanan tinggi dari sistem. Katup ekspansi digunakan untuk mengekspansi cairan refrigeran yang
bertekanan dan bertemperatur tinggi hingga dapat mencapai tingkat keadaan tekanan dan temperatur
rendah. Evaporator digunakan untuk mengubah cairan refrigeran menjadi uap, penguapan refrigeran
akan menyerap panas dari bahan ataupun ruangan, sehingga menjadi dingin. Kondensor adalah suatu
jenis alat tukar panas atau penukar kalor (Heat Exchanger) yang digunakan untuk menukar panas
antara dua fluida yang memiliki perbedaan suhu tanpa mencampurnya. Kondensor merupakan sebuah
perangkat yang digunakan dari sistem pemanasan dan pendinginan, baik di dalam rumah sampai ke
proses kimia dan pembangkit listrik pada pabrik besar. Kondensor adalah alat yang berbeda dengan
ruang pencampur (Mixing Chamber), karena dalam kondensor penukar kalor tidak mengakibatkan
kedua fluida saling bercampur. (Harianto et al, 2016).
Penanganan dan perawatan yang tepat diperlukan agar mesin pendingin refrigerasi dapat
bekerja dengan optimal dan memiliki umur yang panjang. Perawatan dilakukan pada sistem chiller
yang meliputi evaporator, kondensor, kompresor, pemipaan dan kelistrikan. Contoh pada perawatan
refrigeran air cooled condensor untuk mencegah terjadinya kerusakan blocked condenser maka setiap
air conditioner harus dibersihkan atau dicuci (cleaning) secara rutin. Perawatan dimaksudkan untuk
mempertahankan sistem dalam kondisi baik dan selalu siap dioperasikan dengan harapan apabila
perawatan dan penanganan ini telah dilakukan maka mesin pendingin tersebut dapat beroperasi
dengan optimal dan tidak akan terjadi kerusakan yang akan berakibat fatal pada sistem mesin
pendingin. Sehingga proses pendinginan dapat berjalan dengan lancar. (Haryadi et al, 2019).
Page 64 of 123
Prosedur Kerja

a. Alat :
Alat Tulis
b. Bahan:
Seperangkat alat pembeku.(1 buah untuk 1 trip)
c. Metode:
1. Siapkan sebuah alat pembeku/ freezer
2. Buka bagian instalasi alat pembeku
3. Gambarkan dan sebutkan komponen-komponen alat pembeku tersebut secara lengkap
4. Bagaimana cara kerja masing-masing komponen tersebut?
5. Jelaskan keuntungan dan kerugian alat tersebut (terhadap produk yang dibekukan)
6. Bahas hasil pengamatan Anda.

Page 65 of 123
Gambar

11 1

22 2

Gambar 1. Komponen Alat Pembeku Tampak Depan


Keterangan:
1. Ventilasi
2. Pengatur Suhu

4
Gambar 2. Bagian-bagian Alat Pembeku
Keterangan:
1. Kondensor
2. Alat Ekspansi
3. Kompresor
4. Evaporator
Page 66 of 123
Pembahasan:
Refrigerasi merupakan proses yang berjalan dengan penyerapan panas atau kalor dari suatu
bahan atau zat maupun ruangan. Penyerapan panas tersebut menyebabkan temperatur bahan maupun
ruangan tersebut berada di bawah temperatur lingkungan di sekitarnya. Panas yang diserap pada suatu
bahan atau ruangan bertujuan untuk mendinginkan maupun membekukan bahan maupun ruangan
tersebut. Panas yang ada tidak dapat dimusnahkan, tetapi dapat dipindahkan ke benda lain yang dapat
menyerap kalor. Hal tersebut sesuai dengan konsep kekalan energi. Pemindahan panas tersebut
menyebabkan adanya sifat panas dari sekitar mesin regfrigerasi. Aliran panas dan perpindahan panas
akan selalu berhubungan dengan refrigerasi. Saat terjadi refrigerasi, maka memerlukan adanya tenaga
atau energi yang di utuhkan untuk proses perpindahan panas. Listrik merupakan energi yang paling
tepat dalam refrigerasi dan berfungsi untuk menggerakkan kompresor unit refrigerasi. Refrigerasi
merupakan suatu sistem yang memiliki hubungan antara mesin-mesin yang digunakan. Komponen
sistem refrigerasi yaitu kompresor, kondensor, alat ekspansi dan evaporator. Sifat panas yang
dihasilkan dari refrigerant dimanfaatkan oleh refrigerasi jika bahan yang ingin diserap panasnya
memiliki perubahan keadaan dari bentuk cair menjadi gas maupun gas menjadi cair. Proses yang
berlangsung dalam sistem refrigerasi yaitu penguapan, pemampatan, pengembunan dan pemuaian.
Proses refrigerasi semakin dibutuhkan keberadaannya untuk kehidupan manusia. Menurut Liu et al.
(2021), suhu rendah semakin dibutuhkann baik dalam ilmu biomedis, teknologi informasi elektronik,
pembekuan dan penyimpanan makanan. Keberadaan sistem refrigerasi memang sangatlah penting
dalam kehidupan manusia. Kebanyakan refrigerasi yang digunakan adalah dengan jenis refrigerasi
kompresi uap.
Alat refrigerasi terdiri dari beberapa komponen yang memiliki fungsi masing- masing
sehingga membuat makanan yang diletakkan pada alat refrigerasi menjadi dingin. Komponen pada
alat refrigerasi antara lain kompresor, evaporator, katup ekspansi, termostat, dan kondensor.
Komponen pada alat refrigerasi ada yang berfungsi mengompresikan refrigeran menjadi fase uap
yang bersuhu tinggi yaitu kompresor. Kompresor juga akan memompa freon keseluruh bagian alat
pendingin. Kompresor termasuk komponen utama pada alat refrigerasi yang saat komponen ini rusak
akan menyebabkan alat refrigerasi tidak dingin. Komponen itu terletak pada bagian belakang alat
refrigerasi. Kerja kompresor pada alat refrigerasi akan diatur oleh thermostat sehingga saat suhu
evaporator sesuai dengan settingan suhu thermostat yang secara otomatis thermostat akan
memutuskan listrik yang menuju ke kompresor dan akan berhenti (off). Kondensor berfungsi
membuang panas dari dalam sistem keluar sistem serta mengembunkan gas menjadi cair. Kondensor
memiliki bentuk yang berliku-liku bertujuan supaya pelepasan kalor panas dapat berjalan lebih cepat.
Komponen alat refrigerasi ini terdiri dari coil dan fin yang akan mendinginkan refrigeran ketika udara
tertiup diantaranya. Kondensor yang terasa hangat menunjukkan komponen ini sedang bekerja. Suhu
tinggi dan tekanan yang tinggi kemudian akan diturunkan oleh katup ekspansi. Evaporator pada alat
Page 67 of 123
refrigerasi biasanya terbuat dari logam antikarat seperti aluminium dan tembaga. Evaporator memiliki
fungsi sebagai penyerap panas dari makanan yang ada didalam kulkas sehingga makanan menjadi
dingin. Penyerapan panas dapat berjalan sempurna apabila permukaan evaporator diperluas dengan
pemberian elemen dan kipas listrik pada pipa evaporator. Menurut Hidayati dan Setiono (2020),
evaporator berfungsi untuk menerima refrigeran bertekanan rendah, cairan bersuhu rendah dari katup
ekspansi dan mendekati kontak termal dengan beban. Refrigeran mengambil panas latennya dari
beban dan evaporator meninggalkan sebagai gas kering.
Siklus refrigerasi adalah siklus kerja yang mentransfer kalor dari media bertemperatur rendah
ke media bertemperatur tinggi dengan menggunakan kerja dari luar sistem. Siklus refrigerasi memiliki
empat tahapan yang dilalui. Siklus refrigerasi pada sistem mekanik mulanya dilakukan oleh
kompresor dan berlangsung secara isentropikadiabatik. Kondisi awal refrigeran pada saat masuk ke
dalam kompresor adalah uap jenuh bertekanan rendah, setelah mengalami kompresi refrigeranakan
menjadi uap bertekanan tinggi. Refrigeran yang bertekanan dan bertemperatur tinggi ini akan
membuang kalor sehingga fasenya berubah menjadi cair, proses ini berlangsung di dalam kondensor.
Kemudian terjadi proses ekspansi yang berlangsung secara isoentalpi. Proses penurunan tekanan
terjadi pada katup ekspansi yang berbentuk pipa kapiler. Selanjutnya proses di dalam evaporator yang
berlangsung secara isobar isothermal. Panas dari lingkungan akan diserap oleh cairan refrigerant yang
bertekanan rendah sehingga refrigeran berubah fase menjadi uap bertekanan rendah. Kondisi
refrigeran saat masuk evaporator adalah campuran cair dan uap. Refrigeran akan kembali masuk ke
dalam kompresor dan bersikulasi lagi. Menurut Cappenberg (2020), pada sistem pendinginan
dibutuhkan fluida kerja yang akan berubah fasenya dari gas ke cair dan sebaliknya secara berulang-
ulang sepanjang proses berlangsung, secara prinsip merupakan kebalikan dari siklus mesin kalor
(heat engine). Dilihat dari tujuannya maka alat dengan siklus refrigerasi dibagi menjadi dua yaitu
refrigerator yang berfungsi untuk mendinginkan media dan heat pump yang berfungsi untuk
memanaskan media.
Refrigeran merupakan fluida yang dapat menyerap serta membawa panas karena sifat
kimianya. Refrigeran merupakan sejenis fluida yang dapat menyerap dan membawa panas
dikarenakan sifat kimianya. Refrigeran memiliki fungsi yang sangat penting bagi manusia terutama
dalam kehidupan sehari-hari. Cairan refrigeran mampu mengatasi iklim yang sering dilanda
gelombang panas, cairan ini bisa menyokong fungsi AC untuk mendinginkan ruangan. Penggunaan
refrigeran selain untuk pendingin ruangan juga dapat digunakan sebagai media pendinginan dan
pembekuan produk pangan untuk menjaga kualitas dan menambah umur simpan dari bahan pangan
Refrigeran mampu menyerap panas dari bahan pangan atau benda dan kemudian di keluarkan menjadi
udara dingin melalui siklus refrigerasi. Menurut Amrullah (2017), komponen terpenting dalam sebuah
mesin refrigerasi adalah refrigeran. Refrigeran memiliki banyak jenis dan variasinya yang berbeda-

Page 68 of 123
beda, namun memiliki fungsi yang sama yaitu untuk menyerap panas dari satu lokasi dan
membuangnya ke lokasi yang lain melalui mekanisme evaporasi dan kondensasi.
Refrigeran sebagai bahan untuk mesin pendingin dan pembekukan memiliki banyak jenis.
Setiap jenis dan tipe refrigeran memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing, baik bagi mesin
pendingin dan lingkungan. Jenis refrigeran terbagi menjadi 2 kelas, refrigeran kelas pertama adalah
refrigeran yang dapat memberikan efek pendinginan dengan menyerap panas laten dari substansi yang
didinginkan. Jenis refrigeran yang termasuk dalam klasifikasi kelas pertama ini antara lain, Sulfur
Dioksida, Metil Klorida, Ethil Klorida, Amonia, Carbon Dioksida, Isobutan, CFC-11, CFC-12, CFC-
13, CFC-21, HCFC-22, CFC-113, CFC-114, CFC-115 dan HCFC-502. Sebagian besar jenis
reftigeran kelas pertama ini telah dilarang penggunaannya diseluruh dunia karena menyebabkan
kerusakan lapisan ozon dan berkontribusi tinggi pada efek pemanasan global. Kelas kedua refrigeran
adalah refrigeran yang hanya dapat menyerap panas sensibel dari substansi yang didinginkannya.
Jenis refrigeran yang termasuk dalam klasifikasi kelas kedua ini antara lain, R-11, R-12, R-13, R-22,
R-23, R-31, R-32, R-40, R-113, R-114, R-115, R-134a, R-152a, R-170, R-410a, R-417a, R-500, R-
502, R-503, R-504, R-600, R-702. Jenis pada kelas kedua ini pun telah ada yang dilarang
penggunaannya karena juga berpotensi untuk merusak lapisan ozon, berkontribusi pada pemanasan
global. Contoh jenis refrigeran kelas kedua yang telah dilarang beredar di dunia adalah R-11, R-12,
dan R-22. Menurut Pal et al. (2018), banyak jenis refrigeran yang menjadi jenis refrigerant
sebelumnya karena refrigeran lama memiliki potensi untuk merusak lapisan ozon. Jenis refrigeran
akan terus bertambah seiring dengan berkembangnya generasi dan jenis yang ada kedepannya akan
lebih memperhatikan sektor ramah terhadap lingkungan.
Jenis refrigeran yang digunakan kebanyakan orang selama ini adalah jenis CFCs atau freon.
Jenis refrigerant tersebut menyebabkan terjadinya lubang-lubang pada lapisan ozon dan berakibat
pada terjadinya pemanasan global. Pemilihan refrigeran yang ramah lingkungan tentunya akan
mendukung berkurangnya kerusakan iklim. Refrigran seiring berkembangnya zaman akan terus
berkembang karena untuk menjaga keseimbangan alam yang dihuni oleh manusia. Hal ini akan
meningkatkan kualitas lingkungan yang ada di muka bumi. Refrigerant yang ramah lingkungan
adalah jenis refrigeran MC-22 dan R32. Tingkat potensi adanya pemanasan global akan lebih rendah
pada penggunaan refrigerant R32. Keuntungan lain dari refrigeran ini adalah hemat energi dan
mampu beroperasi pada suhu tinggi. Nilai GWP atau potensi pemanasan global dari refrigerant R32
adalah 677. Nilai tersebut di bawah standar batas penggunaan gas RAC yaitu 750 dan ODP atau
potensi penipisan ozon adalah nol. Jenis refrigerant hydrocarbon propane (MC-22) termasuk ke
dalam refrigeran yang ramah lingkungan dengan menggunakan sistem kompresi uap. Menurut
Sabatiana dan Putra (2016), refrigeran MC-22 memiliki kemampuan menghemat energi dengan baik.
Hal tersebut akan meningkatkan jenis refrigeran ini ke dalam salah satu refrigeran ramah lingkungan.

Page 69 of 123
Refrigeran ramah lingkungan semakin diminati oleh masyarakat karena dapat mengurangi kerusakan
alam.

Kesimpulan dan saran:

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktkum Sistem Refrigerasi adalah sebagai berikut:
1. Siklus refrigerasi dimulai dari kompresor mengompresi refrigeran yang membuat tekanan dan
suhu meningkat dan menjadi uap setelah itu uap diembunkan menjadi cair oleh kondensor.
Tekanan dan suhu yang meningkat akan diturunkan di katup ekspansi dan saat bersamaan di
evaporator refrigerant cair mengalami penguapan serta menyerap panas disekitar.
2. Mesin refrigerasi terdapat beberapa komponen antara lain kompresor, kondensor, katup
ekspansi, dan evaporator. Kompresor berfungsi berfungsi mengompresikan refrigeran menjadi
fase uap yang bersuhu tinggi. Kondensor berfungsi membuang panas dari dalam sistem keluar
sistem serta mengembunkan gas menjadi cair. Katup ekspansi berfungsi menurunkan suhu
tinggi dan tekanan. Evaporator berfungsi sebagai penyerap panas dari makanan yang ada
didalam kulkas dan memindahkannya ke refrigeran.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan pada praktikum Sitem Refrigerasi adalah sebagai berikut:
1. Sebaiknya, refrigeran yang digunakan memiliki perbedaan jenis supaya mendapatkan
perbandingan hasil.
2. Sebaiknya, daya listrik yang diberikan stabil supaya mendapatkan hasil uji konstan.
3. Sebaiknya, refrigeran yang digunakan berasal dari rumah produksi atau merk yang berbeda
supaya mendapatkan perbandingan hasil.

Page 70 of 123
Daftar Pustaka

Amrullah, Djafar, Z., Piarah, W., H. 2017. Analisa Kinerja Mesin Refrigerasi Rumah Tangga dengan
Variasi Refrigeran. Jurnal Teknologi Terapan, 3(2): 7-11.

Sunardi, C., Sutandi, T., Putra, A., D., D., Kosasih, A. 2019. Pengaruh Refrigeran R-22 dan MC-22
terhadap Performansi Sistem Refrigerasi Brine Cooling, 44-54.

Abdulkadir Muhammad dan Harianto. 2016. Pengaruh Suhu Evaporator terhadap Kapasitas
Pendinginan pada Sistem Refrigerasi dengan Air sebagai Refrigeran dan Ejektor sebagai
Pengganti Kompresor. 409-412.

Haryadi Sugeng. 2020. Analisa Pengaruh Pemeliharaan terrhadap Kinerja Sistem Pendingin
Refrigerasi Kapal. Jurnal Sains Teknologi Transportasi Maritim, 2(1): 30-35.

Liu, J., J. Yu dan G. Yan. 2021. Thermodynamic Analysis of a Novel Ejector-Enhanced Auto-
Cascade Refrigeration Cycle. Applied Thermal Engineering, 200: 1-11.

Hidayati, B., dan W. Setiono. 2020. Otomatisasi Sistem Refrigerasi Menggunakan Arduino Pada Alat
Pembuat Asap Cair. PETRA: Jurnal Teknologi Pendingin dan Tata Udara, 7(1) : 35-45.

Cappenberg, A. D. 2020. Analisis Chiller dengan Menggunakan R123 dan R134a pada Kinerja
Pendinginan. Jurnal Kajian Teknik Mesin, 5(1): 48-57.

Pal, A., K. Uddin, K. Thu, dan B. B. Saha. 2018. Environmental Assessment and Characteristics of
Next Generation Refrigerants. Evergreen Joint : Journal of Novel Carbon Resource
Sciences & Green Asia Strategy, 5(2) : 58-66.

A. C. Sabatiana dan A. B. K. Putra. 2016. Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Perubahan Refrigeran-
22 dengan Musicool-22 pada Sistem Pengkondisian Udara dengan Pre-cooling. Jurnal
Teknik ITS, 5(2): 290-294.

Nilai :……………………………………………….
Draft :……………………………………………….
Page 71 of 123
Nama dan paraf asisten:……………………..
………………………………………………………

Kelompok : 7

MODUL VI : PENGEMBANGAN VOLUME ES


Tanggal :3 November 2021
TOPIK : MENGAMATI PERUBAHAN WUJUD AIR
MENJADI ES DAN PERUBAHAN YANG TERJADI

Nama: Husna Haya Abidah NIM: 26060120140026 Ttd:

Tujuan

Tujuan dari praktikum mutu olaha produk beku adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui perubahan wujud air menjadi es dan perubahan yang terjadi.

Dasar Teori Praktikum


Es merupakan wujud lain dari air dalam bentuk padatan yang terjadi apabila air didinginkan
pada suhu 0oC (277,15 K) pada tekanan atmostfer standar atau 1 atm. Es dapat terbentuk pada
suhu yang lebih tinggi dengan tekanan yang lebih tinggi juga, dan air akan tetap sebagai carian
atau gas sampai -30oC pada tekanan yang lebih rendah. Air akan mulai membeku jika
molekulnya tidak lagi memiliki cukup energi untuk melepaskan diri dari ikatan atom hidrogen.
Pada suhu 0oC mulailah terbentuk ikatan-ikatan yang kuat, dimana setiap atom oksigen secara
tetraedris dikelilingi oleh 4 atom hidrogen, yang pada mulanya ikatan molekul air tidak erat
menjadi struktur kritas yang belubang (Slater dan Michaelides, 2019).
Pembekuan berarti pemindahan panas dari bahan yang disertai dengan perubahan fase
dari cair ke padat, dan merupakan salah satu proses pengawetan yang umum dilakukan untuk
penanganan bahan pangan. Pada proses pembekuan, penurunan suhu dilakukan untuk
menurunkan aktivitas mikroorganisme dan sistem enzim, sehingga mencegah terjadinya
kerusakan pada bahan pangan. Proses pembekuan terjadi secara bertahap dari permukaan
sampai pusat bahan. Pada permukaan bahan, pembekuan berlangsung sangat cepat sedangkan
pada pusat bahan (bagian yang paling dalam) pembekuan berlangsung lambat. Proses
pembekuan terdiri dari tahap penurunan suhu di atas titik beku bahan, perubahan fase
cair menjadi fase padat yang ditandai dengan proses kristalisasi yaitu terjadinya
bongkahan-bongkahan es kecil akibat perubahan fase dan penurunan suhu bahan bawah
titik beku bahan. Dalam proses pembekuan juga terjadi fenomena supercooling, suhu
air menurun di bawah suhu bekunya. Pembekuan biasa dilakukan untuk mengurangi kadar air
pada bahan pangan untuk memperpanjang umur simpannya (Rukmella, 2021).

Page 72 of 123
Saat air mengalami pembekuan, molekul-molekulnya diatur dalam struktur kristal,
sehingga mencapai bentuk yang ditentukan (bentuk kristal es). Struktur kristal ini bersifat
kurang padat sehingga karena ada celah antara molekul dalam struktur volume keseluruhan
meningkat dan air “mengembang”. Volume tersebut mengembang hingga 9% dari volume awal
sebelum mengalami pembekuan. Es memiliki volume lebih banyak membutuhkan ruang, tetapi
memiliki kepadatan lebih kecil daripada air dan saat es mencair, volume tersebut akan Kembali
kewujud semula. Ini merupakan sifat istimewa dari air dan es (Zhang et al, 2018).

Prosedur Kerja

A. Alat
● Plastik es yang tipis
● Tali karet
● Penggaris
● Gelas ukur besar
● Thermocouple

B. Bahan :
- air bersih
-air gula 10%
-air garam 4%

C. Metode

- Setiap kelompok menyiapkan peralatan dan bahan yang diperlukan.


- Buatlah menjadi es lilin masing-masing jenis air dengan volume yang sama
masing-masing 2 buah.
- Ukur diameter es lilin volume es.
- Pengukuran volume es dengan cara dimasukkan pada gelas ukur yang telah
diberikan air pada volume tertentu. Vomule es diukur berdasarkan penambahan air
pada gelas ukur.
- Masukkan pada dua jenis freezer yang mempunyai kemampuan pembekuan yang
berbeda.
- Setelah dua minggu, Ambil es lilin tersebut
- Amati yang terjadi. Ukur diameter dan volume es yang terjadi.
- Catatan: pada saat mengukur volume es lilin, segera setelah dimasukkan air dalam
gelas ukur, Segera lakukan pencatatan volumenya sebelum es mencair.

Untuk pengamatan titik beku es:


- Pada saat membuat es lilin, masukkan probe thermocouple. Ikat dengan kuat dan
tidak bocor
- Ukurlah suhu setiap 15 menit selama 3 jam
- Buat grafik suhu yang telah diperoleh.

Page 73 of 123
D. Hasil

Tabel 1. Bahan Baku Pembuatan es


No. Parameter Air Bersih Air Gula 10% Air Garam 4%
1. Volume awal 100 ml 400 ml 100 ml
2. Volume beku 110 ml 450 ml 90 ml
3. Diameter awal 7 cm 10 cm 7 cm
4. Diameter beku 7,5 cm 11 cm 6,5 cm

Table 2. Hasil Pengamatan Suhu Es Air Garam 4%


15 menit ke- Suhu (°C)
1 20°C
2 16°C
3 11°C
4 7°C
5 1°C
6 -2°C
7 -2°C
8 -2°C
9 -4°C
10 -4°C
11 -4°C
12 -5°C

Suhu
12

10

8
Suhu (°C)

0
0 2 4 6 8 10 12
15 Menit Ke-

Gambar 1. Grafik Penurunan Suhu Es

Page 74 of 123
Pembahasan:
Pembuatan es batu kali ini menggunakan air garam sebesar 4%. Garam (NaCl) atau
natrium klorida merupakan mineral yang berperan penting bagi kesehatan manusia. Proses
pembuatan ees batu menggunakan campuran garam pada bahan baku air dapat mempercepat
proses pembekuan pada es tersebut. Pembuatan es batu menggunakan garam juga memiliki
nilai positif lainnya yaitu akan mempertahankan suhu dingin yang lebih lama dibandingkan es
air murni. Air garam dibuat dengan cara melarutkan garam ke dalam air. Garam kristal dapat
ditambahkan pada air yang telah disiapkan. Penambahan garam dilakukan menurut kebutuhan
masing-masing. Air garam 4% memiliki arti bahwa dalam 1 liter air terdapat 4 gram garam
yang ditambahkan. Perhitungan secara teliti pada volume ir dan berat garam harus dilakukan
secara teliti dan benar. Hal tersebut dilakukan untuk memaksimalkan hasil uji yang diperoleh
dan juga air garam yang dihasilkan. Garam yang digunakan dalam pembuatan air garam akan
mempengaruhi kualitas larutan garam yang dihasilkan. Menurut Santosa (2014), kualitas garam
yang baik sekali memiliki NaCl >95%, baik memiliki kadar NaCl 90-95% dan kualitas sedang
memiliki kadar NaCl 80-90%. Penggunaan garam diutamakan yang memiliki kadar NaCl di
atas 95%. Penggunaan garam lebih baik menggunakan garam yang memiliki kualitas baik. Hal
tersebut akan mempengaruhi hasil.
Pembekuan berarti pemindahan panas dari bahan yang disertai dengan perubahan fase
dari cair ke padat, dan merupakan salah satu proses pengawetan yang umum dilakukan untuk
penanganan bahan pangan. Pada proses pembekuan, penurunan suhu dilakukan untuk
menurunkan aktivitas mikroorganisme dan sistem enzim, sehingga mencegah terjadinya
kerusakan pada bahan pangan. Proses pembekuan terjadi secara bertahap dari permukaan
sampai pusat bahan. Pada permukaan bahan, pembekuan berlangsung dengan sangat cepat
sedangkan pada pusat bahan (bagian yang paling dalam) pembekuan berlangsung lambat.
Pembekuan adalah proses transfer panas yang tidak tetap selama proses pada pembekuan
sehingga sangat penting untuk melakukan perhitungan yang baik secara konvesional ataupun
secara modern. Menurut Sumandiarsa et al. (2017), Pembekuan adalah proses transfer panas
yang selama prosesnya tidak tetap. Sehingga saat proses pembekuan sangat penting untuk
melakukan perhitungan. Perhitungan tersebut bisa dilakukan dengan metode secara konvesional
maupun dengan metode perhitungan modern.
Air yang dibekukan menjadi es akan mengalami penambahan volume. Volume es dapat
bertambah akibat adanya gelembung udara yang terperangkap didalam es. Es yang dibekukan
dengan pembekuan yang cepat biasanya membentuk kristal es kecil sehingga volume yang
dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan es yang dibekukan lebih lambat membentuk es

Page 75 of 123
yang lebih menggembung. Volume es dapat mengalami penambahan, tetapi pada bobot es
kemungkinan besar tidak mengalami penambahan. Penambahan volume es dihitung dengan
selisih volume akhir dengan volume es awal dibagi dengan volume awal yang dikalikan dengan
100%. Pengukuran penambahan volume pada es dilakukan menggunakan rumus yaitu (volume
akhir – volume. Hasil pengukuran penambahan volume pada es air gula 10% menunjukkan
penambahan volume sebanyak 12,5%. Pengukuran penambahan volume pada es air bersih
menghasilkan penambahan volume sebanyak 10%. Pengukuran volume pada air garam 4%
justru malah terjadi penyusutan volume sebanyak 10%. Air yang dilakukan pembekuan tentu
akan berubah menjadi es. Es tersebut tentu akan mengalami penambahan volume. Hal tersebut
dapat disebabkan karena terdapat udara yang terperangkap di dalam es dan menyebabkan
bertambahnya volume es. Menurut Achmad et al. (2012), overrun juga biasa diartikan
banyaknya udara yang diserap pada saat pembuihan ke dalam campuran sehingga terjadi
penambahan volume. Penambahan volume es yang baik dilakukan dengan pembekuan yang
cepat untuk mencegah terjadinya kristal-kristal yang kasar.
Air atau bahan pangan yang memiliki kadar air dan dilakukan pembekuan akan terjadi
proses pengembangan volume pada es yang terbentuk. Penambahan hanya terjadi pada volume
es, tetapi pada bobot es kemungkinan besar tidak terjadi penambahan. Pengembangan volume
pada es tersebut tentunya akan mempengaruhi kualitas bahan pangan yang dilakukan
pembekuan. Bahan pangan yang dilakukan kali ini adalah menggunakan ikan. Bahan ikan
dibekukan menggunakan suhu dingin dan tentunya akan timbul es yang mengalami
pengembangan pada volumenya. Pengembangan tersebut mempengaruhi kualitas ikan yang
dibekukan. Pengaruh yang timbul akibat pengembangan volume es pada ikan adalah rusaknya
serat daging yang terdapat pada ikan. Daging ikan memiliki tekstur yang lembut dan lunak
sehingga jika terjadi pengembangan volume es pada saat penyimpanannya dapat merusak
tekstur daging. Kandungan air yang terdapat pada daging ikan akan mengalami pengembangan
dan mendesak keluar tubuh ikan sehingga serat-serat pada daging akan rusak. Warna yang
dimiliki oleh daging ikan dapat mengalami perubahan warna. Perubahan yang terjadi berupa
pemudaran warna yang dimiliki pada ikan. Daging ikan yang semula memiliki kerapatan yang
tinggi akan berkurang kerapatannya. Menurut Ramesh et al. (2018), kerapatan pada daging ikan
akan terpengaruh terhadap pengembangan volume es yang terjadi pada ikan yang dilakukan
pembekuan. Nilai kerapatan daging akan meningkat seiring dengan pengembangan volume
pada es. Tingkat kekerasan pada daging ikan juga terjadi perubahan yang tentunya akan
mempengaruhi kualitas ikan tersebut.

Page 76 of 123
Kesimpulan dan saran:

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari Praktikum Pengembangan Volume Es adalah
distribusi rata-rata merupakan pengembangan es yang dapat diukur setelah melakukan
percobaan pengukuran volume awal, volume beku, diameter awal dan diameter beku.
Perubahan volume, diameter serta suhu pada es tergantung oleh lamanya waktu yang
dipakai. Volume air gula 10% yang awalnya 400 mL akan berubah volume bekunya
menjadi 450 mL Volume air garam 4% yang awalnya 100 mL akan berubah volume
bekunya menjadi 90 mL. Diameter air gula 10% yang awalnya 10 cm akan berubah
diaemeter bekunya menjadi 11 cm. Diameter air garam 4% yang awalnya 7 cm akan
berubah diaemeter bekunya menjadi 6,5 cm. Suhu awal kedua sampel yang tidak sama
dapat menyebabkan hasil yang berbeda dan juga dengan mempertimbangkan penurunan
titik bekunya akan menyebabkan penundaan awal dalam perkembangan volume es dan
penurunan suhu. Pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa terjadi penurunan suhu
yang ditunjukkan pada suhu awal 20°C hingga -5°C.
A. Saran
Saran yang dapat diberikan pada praktikum Sitem Refrigerasi adalah sebagai berikut:
1. Sebaiknya, air yang digunakan memiliki suhu yang berbeda.
2. Sebaiknya, wadah pembuatan es menggunakan bahan yang berbeda.
3. Sebaiknya, media campuran es menggunakan jenis yang lebih beragam lagi.

Page 77 of 123
Daftar Pustaka

Achmad, F., Nurwantoro, N., dan Mulyani, S. 2012. Daya Kembang, Total Padatan, Waktu
Pelelehan, Dan Kesukaan Es Krim Fermentasi Menggunakan Starter Saccharomyces
Cereviceae. Animal Agriculture Journal, 1(2) :65-76.

Slater, B., dan A. Michaelides. (2019). Surface premelting of water ice. Nature Reviews
Chemistry, 3(3), 172-188.

Rukmella, R. 2021. Pengaruh Pembekuan pada Proses Pengolahan Ikan Tuna Kering.
JASATHP: Jurnal Sains dan Teknologi Hasil Perikanan, 1(1): 1-15.

Zhang, X., Liu, X., Wu, X., & Min, J. 2018. Simulation and experiment on supercooled sessile
water droplet freezing with special attention to supercooling and volume expansion
effects. International Journal of Heat and Mass Transfer, 127, 975-985.

Imam Santosa. 2014. Pembuata Garam Menggunakan Kolam Kedap Air Berukuran Sama.
Jurnal Spektrum Industri, 12(1): 1-12.

Ramesh, R., R. J. Shakila., B. Sivaraman., P. Ganesan dan P. Velayutham. 2018. Optimization


of The Gelatinization Conditions to Improve The Expansion and Crispiness of Fish
Crackers Using RSM. LWT Journal, 89: 248-254.

Sumandiarsa, I. K., Siregar, A. N., & Priadi, R. O. (2017). Mutu dan Perhitungan Biaya
Pembekuan Fillet Ikan Nila (Oreochromis niloticus) menggunakan Contact Plate
Freezer Skala Laboratorium. Akuatika Indonesia, 2(1), 79-86.

Nilai :……………………………………………….
Draft :……………………………………………….
Nama dan paraf asisten:……………………..
………………………………………………………

Page 78 of 123
Kelompok : 7

Tanggal : 10 November 2021

MODUL VII : METODE PEMBEKUAN DAN MENGHITUNG WAKTU PEMBEKUAN


TOPIK I: ESTIMASI WAKTU PEMBEKUAN DENGAN METODE PLANK

Nama: Caleb Roulaz NIM: 26060120140030 Ttd:

Pendahuluan
Pembekuan makanan adalah proses yang komplek karena adanya perpindahan panas (heat
transfer) yang tidak stabil (unsteady). Tidak hanya temperatur pada suatu titik berubah seiring dengan
waktu, tetapi terjadi juga perubahan tahapan pada temperatur pembekuan. Oleh karena itu cukup sulit
untuk memperkirakan waktu pembekuan karena adanya perubahan-perubahan properti panas pada
bahan.
Kecepatan pembekuan dipengaruhi oleh beberapa faktor penting antara lain:
1. Cara perambatan panas
Setiap teknik pembekuan mempunyai cara perambatan panas yang khas sehingga akan
mempengaruhi kecepatan pembekuan.
2. Perbedaan suhu awal tubuh ikan dan suhu yang diinginkan
Karena proses pembekuan merupakan peristiwa pemindahan panas, perbedaan antara suhu tubuh
ikan semula dengan suhu yang diinginkan dapat mempengaruhi kecepatan pembekuan. Semakin
besar perbedaan suhu, semakin banyak waktu yang dibutuhkan dalam proses pembekuan.
3. Ukuran ikan
Ukuran ikan dapat mempengaruhi kecepatan pembekuan. Semakin tebal jaringan tubuh ikan,
semakin banyak waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik beku.
4. Ukuran ikan
Wadah yang terbuat dari bahan yang kurang baik dalam menghantarkan panas sangat membantu
proses pembekuan. Wadah semacam ini mampu menghalangi terjadinya kontak dengan udara di
luar sehingga suhu di dalam wadah menjadi lebih cepat menurun dan ikan lebih cepat membeku.
5. Alat-alat pembeku ikan
Pada prinsipnya, alat ini akan menyerap panas dari tubuh ikan yang akan dibekukan dan
memindahkannya ke tempat lain dengan perantara refrigeran. Semakin baik kontak antara bahan
pendingin suatu alat pembeku dengan produk yang akan dibekukan maka akan semakin cepat
proses pembekuan yang terjadi.
6. Properti panas
Properti panas ini berupa koefisien heat transfer dan konduktivitas termal dari bahan dan media
pembeku berpengaruh terhadap waktu pembekuan

Page 79 of 123
Rumus Waktu Pembekuan menurut Plank (1941)
Rumus yang digunakan Plank ini digunakan dengan anggapan bahwa tahapan konduksi tidak
berubah atau tetap. Berikut persamaan yang digunakan untuk memperirakan waktu pembekuan
menurut Plank (1941) :
2
Lρ Pd Rd
⎝f =
[
Tf −Ta h
+
k ]
Jika bahan pangan dimasukkan di dalam pengemas dan dibekukan maka persamaannya adalah
sebagai berikut :

Lρ 1 x Rd 2
⎝f =
Tf −Ta [ (
Pd +
h k1
+
k ) ]
Keterangan :
⎝f = Waktu pembekuan (s)
L = Panas laten pembekuan (Jkg-1)
d = Diameter suatu silinder atau bola, ketebalan suatu bahan (m)
h = Koefisien “Heat transfer” dari alat pembeku (Wm-2C-1)
Tf = Freezing point makanan (0C)
Ta = Temperatur media pembekuan (0C)
ρ = Densitas makanan (Kg/m3)
x = Ketebalan kemasan (m)
k1 = Konduktivitas thermal kemasan (W m-1C-1)
k2 = Konduktivitas thermal makanan/daerah pembekuan (W m-1C-1)
P = 1/6 untuk bentuk bola, ¼ untuk bentuk silinder, ½ untuk bentuk lempengan
R = 1/24 untuk bentuk bola, 1/16 untuk bentuk silinder, ¼ untuk bentuk lempengan
P dan R adalah faktor yang mewakili kedekatan jarak antara permukaan ke dalam pusat
makanan.
Persaman Plank ini terbatas pada asumsi bahwa bahan dibekukan pada temperatur
pembekuan yang seragam, media pendingin mempunyai temperatur konstan, bahan bersifat homogen
dan panas laten dan heat transfer ditegaskan dengan akurat.

Jumlah panas yang harus dihilangkan dari produk


Perubahan Enthalphy
Q = m.Cp1.(T1-Tf) + m.L + m.Cp2.(Tf-T2)
Keterangan
Q = total panas yang hilang selama pembekuan (kJ/kg)
m= massa produk yang dibekukan (kg)
Cp1= Panas spesifik diatas freezing point (kJ kg-1 C-1)
Page 80 of 123
Cp2= Panas spesifik dibawah freezing point (kJ kg-1 C-1)
T1= Temperatur awal ikan (0C)
T2= Temperatur akhir yang diinginkan (0C)
Tf= Temperatur pembekuan bahan (0C)
L = Latent Heat (kJ kg-1)

Tujuan

Tujuan dari modul menghitung waktu pembekuan adalah untuk mengetahui cara perhitungan waktu
pembekuan dengan metode plank.

Prosedur Kerja

a. Alat:
- alat pembeku/freezer (1 buah untuk 1 trip)
- thermocoupel (1 buah untuk 1 kelompok)
- penggaris (1 buah untuuk 1 kelompok @ 5 praktikan)
- Timbangan (1 buah untuk 1 trip)
- Nampan (1 buah untuk 1 kelompok @ 5 praktikan)
- alat tulis
b. Bahan:
- Ikan Bandeng
- Ikan Lele
- Ikan Kembung
c. Metode
1. Siapkan sampel yang sama dengan sampel yang akan dibekukan
2. Timbang dan ukur diameter masing-masing sampel
3. Cari parameter perhitungan yang lain
4. Hitung prediksi waktu pembekuan dengan metode plank
5. Bandingkan hasil prediksi Anda dengan waktu pembekuan sampel yang telah Anda bekukan
pada materi sebelumnya.
6. Hitung pula jumlah panas yang dihilangkan jika dari table diperoleh data

Page 81 of 123
Food Products Freezing Percent Spesific heat Latent heat
0
Point ( C) Water Above Freezing Below freezing (kJ kg-10C -1)

(kJ kg-10C -1)

- Meat -2 20 2.09 1.26 71


- Bacon -2 75 3.22 1.67 255
- Beef -2 70 3.18 1.67 276
- Fish -2 70 3.18 1.67 276
- Lamb -2 60 2.85 1.59 197
- Pork -2 63 2.97 1.67 209
- Veal

Pembahasan:

Page 82 of 123
Produk yang dilakukan pembekuan akan mengalami perubahan wujud berupa
terbentuknya struktur yang keras pada produk. Hal tersebut disebabkan karena terbentuknya
kristal es pada produk yang dibekukan. Terbentuknya kristal es tersebut akan mempengaruhi
kualitas produk beku. Laju pembekuan sangat mempengaruhi kecepatan terbentuknya kristal es.
Pengertian dari laju pembekuan merupakan rasio jarak minimum dari permukaan ke pusat
termal terhadap waktu antara bagian permukaan bahan mencapai 0oC dan pusat bahan
mencapai 5oC atau lebih rendah dari pembentukan es awal dari pusat termal. Laju pembekuan
merupakan hal penting untuk menentukan proses pembekuan dengan tepat. Produk akan
memiliki kualitas yang lebih baik jika dibekukan secara cepat dibandingkan dengan produk
yang dibekukan secara lambat. Menurut Tan et al. (2021), laju pembekuan yang terjadi akan
mempengaruhi kualitas produk yang dibekukan. Pembekuan dengan cepat akan mengasilkan
Kristal es yang memiliki ukuran kecil dan mempercepat pembekuan pada permukaan produk.
Hal tersebut dapat meningkatkan kualitas produk yang dibekukan.
Laju pembekuan berdasarkan lama pembekuannya terbagi menjadi dua yaitu, slow
freezing dan fast freezing. Slow freezing atau pembekuan lambat merupakan pembekuan
dengan waktu thermal arrest lebih dari dua jam. Pembekuan lambat menghasilkan kristal es
yang besar sehingga merusak jaringan daging ikan dan tekstur daging ikan setelah di thawing
menjadi kurang vaik karena memiliki rongga-rongga dan banyak drip yang terbentuk.
Pembekuan lambat atau slow freezing biasanya memerlukan waktu sekitar 30 – 72 jam untuk
membekukan bahan pangan. Fast freezing atau pembekuan cepat merupakan dengan waktu
thermal arrest tidak lebih dari dua jam dan kristal es yang terbentuk kecil sehingga tidak
merusak jaringan ikan dan tekstur daging ikan setelah di thawing. Pembekuan cepat dilakukan
dengan menggunakan suhu -24 sampai -40oC selama kurun waktu 30 menit. Terlihat
perbandingan waktu yang sangat jauh antara pembekuan lambat dan cepat. Pembekuan cepat
dalam penjagaan mutu bahan pangan lebih baik dibandingkan dengan pembekuan lambat. Hal
ini karena dengan pembekuan cepat aktivitas bakteri dapat terhenti dengan cepat, dan begitu
pula aktivitas enzim juga akan berhenti dengan cepat sehingga menjadikan mutu produk lebih
baik dibandingan dengan menggunakan pembekuan lambat. Menurut Zhang dan Ertbjerg, ikan
yang dibekukan dengan menggunakan slow freezing mengalami drip loss dan kehilangan
banyak kadar air serta water holding capacity juga mengalami penurunan hingga 28%
dibandingkan dengan fast freezing. Pembekuan cepat dapat menjaga water holding capacity
dan mencegah denaturasi protein lebih baik dibandingkan dengan slow freezing.
Waktu yang diperlukan saat pembekuan ikan dapat diperkirakan dengan perhitungan
persamaan plank. Waktu pembekuan akan berpengaruh terhadap kualitas produk dimana
Page 83 of 123
semakin cepat waktu pembekuan maka kualitas produk beku akan semakin baik. Perkiraan
waktu yang diperlukan saat pembekuan dapat diketahui dengan diameter sampel dan suhu beku
yang ingin dicapai yang kemudian dimasukkan pada persamaan plank. Hasil perhitungan waktu
pembekuan pada sampel ikan lele dengan diameter 3 cm dan suhu beku -15,3 0C yaitu 2 jam 35
menit 11 detik. Suhu beku yang ingin dicapai semakin rendah maka waktu yang diperlukan
akan semakin lama. Menurut Cuesta et al (2021), perkiraan waktu pembekuan tergantung pada
suhu awal dan akhir dari proses, serta pada titik beku awal dan suhu di mana sebagian besar air
berubah menjadi es. Dimensi makanan juga akan mempengaruhi waktu pembekuan.
Faktor yang mempengaruhi waktu pembekuan meliputi jenis freezer yang digunakan,
serta pada suhu kerja, kecepatan udara pada air blast. Kecepatan udara yang tinggi, maka
waktu pembekuan akan lebih pendek tetapi memerlukan tenaga yang semakin besar dan
disarankan menggunakan kecepatan 5m/detik sebagai kecepatan yag optimal. Kecepatan udara
10-15 detik m/detik masih tergolong ekonomis dilakukan karena waktu pembekuan menjadi
lebih pendek dan biaya yang dikeluarkan lebih rendah. Faktor lain yang mempengaruhi
kecepatan pembekuan yakni suhu produk sebelum pembekuan, tebalnya produk, dan luas
permukaan persinggungan juga kepadatan produk di dalam plate freezer. Cara pengepakan
produk pun berpengaruh pada waktu pada pembekuan. Jenis produk tinggi atau tidaknya
kandungan lemaknya maka akan semakin rendah kandungan airnya. Sebagian besar panas yang
dikeluarkan produk pada pembekuan adalah untuk membekukan air, jika airnya sedikit maka
semakin sedikit pula panas yang diambil untuk pembekuan produk. Menurut Sumandiarsa et al
(2017), pembekuan adalah proses transfer panas yang tidak tetap selama proses pembekuan
sehingga sangat penting untuk melakukan perhitungan baik secara konvesional ataupun modern
seperti dalam penggunaan persamaan plank. Pembekuan dengan menggunakan contact plate
freezer utamanya untuk membekukan produk yang berbentuk fillet, blok dan dikemas dengan
kombinasi suhu dan tekanan dari plat pembeku sehingga menghasilkan waktu pembekuan yang
cepat (quick freezing). Pembentukan kristal es pada produk juga mempengaruhi sensori produk
beku dimana semakin cepat pembekuan maka akan menghasilkan kristal es yang lebih halus
sehingga penggunaan alat pembeku yang tepat akan menghasilkan produk dengan mutu yang
baik.

Kesimpulan dan saran:


Page 84 of 123
Kesimpulan
A. Kesimpulan yang dapat dari praktikum menghitung waktu pembekuan adalah
sebagai berikut:
1. Kecepatan pembekuan merupakan jumlah bahan yang dapat dibekukan tiap
satuan waktu. Waktu pembekuan dapat dipengaruhi oleh kecepatan pembekuan,
suhu, pendinginan, Ukuran bahan, suhu dan angka (Koefisien) hantaran panas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu pembekuan yaitu : Pada kecepatan
udara yang tinggi waktu pembekuan akan lebih pendek tetapi memerlukan tenaga
yang lebih besar.

Saran
1. Sebaiknya, pengembangan serta pengujian pada praktikum berdasarkan pada
kondisi lingkungan
2. Sebaiknya, pengujian pada praktikum diikuti dengan upaya untuk membuat
impact nyata pada kawasan saat berlangsungnya praktikum
3. Sebaiknya, pengujian pada praktikum disempurnakan untuk meningkatkan
efektifitas serta pemanfaatan nilai gunanya

Page 85 of 123
Daftar Pustaka

Cuesta, F., Sánchez-Alonso, I., Navas, A., dan Careche, M. 2021. Calculation of Full Process
Freezing Time in Minced Fish Muscle. MethodsX, 8, 101292.

Tan, M., J. Ye dan J. Xie. 2021. Freezing-Induced Myofibrillar Protein Denaturation: Role of
pH Change and Freezing Rate. Food Science and Technology, 152: 1-8.

Sumardiarsa, K., Siregar, A., N., Priadi, R., O. 2017. Mutu dan Perhitungan Biaya Pembekuan
Fillet Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Menggunakan Contact Plate Freezer Skala
Laboratorium. Jurnal Akuatika. 2(1): 79-86.

Zhang, Y., dan P. Ertbjerg. 2019. On the origin of thaw loss: Relationship between freezing rate
and protein denaturation. Food chemistry, 299, 125104.

Nilai :……………………………………………….
Draft :……………………………………………….
Nama dan paraf asisten:……………………..
………………………………………………………

Page 86 of 123
Kelompok : 7

Tanggal : 10 November 2021


MODUL VII : METODE PEMBEKUAN DAN MENGHITUNG WAKTU PEMBEKUAN
TOPIK II: PEMBEKUAN IKAN DARI BERBAGAI JENIS IKAN
DENGAN KETEBALAN BERBEDA

Nama: Caleb Roulaz NIM: 26060120140030 Ttd:

Pendahuluan
Pembekuan membutuhkan pengeluaran panas dari tubuh ikan dimana akan menurunkan suhunya
yang terlihat pada gambar 1. Proses tersebut terbagi atas 3 tahapan yaitu:
1. Tahap pertama suhu menurun dengan cepat sampai 00C yaitu titik beku air.
2. Tahap kedua suhu turun perlahan-lahan untuk merubah air menjad kristal-kristal es. Tahap ini
sering disebut periode ”thermal arrest”.
3. Tahap ketiga suhu kembali turun dengan cepat ketika kira-kira 55% air telah menjadi es. Pada
tahap ini sebagian besar atau hampir seluruh air membeku.

Gambar 1. Grafik Suhu dan Waktu dalam Pembekuan Ikan

Tujuan

Tujuan dari praktikum metode pembekuan adalah untuk mengetahui tahapan pembekuan ikan.

Dasar Teori Praktikum

Pembekuan adalah proses penggunaan suhu rendah dibawah 0oC dimana selama proses
pembekuan berlangsung, terjadi perpindahan panas dari tubuh udang yang bersuhu lebih tinggi
ke refriferant yang bersuhu rendah. Pembekuan juga bertujuan mengawetkan sifat-sifat alami
dengan cara menghambat aktivitas bakteri dan enzim. Pembekuan juga merupakan suatu cara
pengawetan bahan pangan dengan cara membekukan bahan dibawah suhu titik beku tersebut.

Page 87 of 123
Pembekuan mengubah hampir seluruh kandungan air pada produk yang dibekukan menjadi es.
Keadaan beku menyebabkan bakteri dan ezim terhambat kegiatanya. Frezeer merupakan proses
yang paling penting dalam proses pembekuan ikan, karena tanpa adanya frezeer maka ikan
tersebut tidak dapat membeku. (Basri et al., 2021)
Pembekuan adalah proses transfer panas yang tidak tetap selama proses pembekuan
sehingga sangat penting untuk melakukan perhitungan baik secara konvesional ataupun modern
(contohnya dalam penggunaan persamaan Plank). Pembekuan dengan menggunakan Contact
plate freezer utamanya untuk membekukan produk yang berbentuk fillet, blok dan dikemas
dengan kombinasi suhu dan tekanan dari plat pembeku sehingga menghasilkan waktu
pembekuan yang cepat (quick freezing). Teknologi terbaru yang telah diperkenalkan secara luas
seperti pembekuan tumbukan (Impingement freezing) yang dapat mencapai kecepatan
pembekuan setara dengan Nitrogen cair karena dilengkapi dengan hembusan udara dingin
sangat cepat dari atas dan bawah secara langsung. mengembangakan metode pembekuan yang
tepat dan menghitung biaya pembekuan perkilogram fillet yang tepat dalam rangka
mengoptimalisasikan alat pembeku secara efektif dan efisien. (Sumandiarsa et al.,2017)
Proses pembekuan secara umum terjadi ketika makanan dibawa dari suhu kamar ke
suhu di bawah -5◦C, kinetika suhu terdiri tiga bagian yang berbeda yaitu yang pertama adalah
pendinginan dari suhu awal ke titik beku awal (suhu di mana pembekuan dimulai). Bagian ini
lebih rendah dari titik beku air murni karena komponen terlarut di dalamnya. Bagian kedua
terdiri dari pembekuan dari titik beku ke -5◦C di tengah makanan. Bagian ketiga adalah

pendinginan dari -5◦C ke suhu akhir di tengah makanan. Perkiraan waktu pembekuan
tergantung pada suhu awal dan akhir dari proses, serta pada titik beku awal dan suhu di mana
sebagian besar air berubah menjadi es. Hal ini diperlukan untuk memperkirakan terlebih dahulu
sifat termo-fisik makanan, fungsi komponen makanan (yaitu air, protein, lemak, abu, atau
karbohidrat). Properti ini akan berubah tergantung pada kisaran suhu yang diperhitungkan, dan
pada proporsi air cair dan es. Hal tersebut yang membuat perbedaan dalam tiga bagian proses
pembekuan (yaitu pra-pembekuan, pembekuan dan sub pembekuan). Dimensi makanan juga
akan mempengaruhi waktu pembekuan. Perkiraan dari parameter geometri yang dibutuhkan
dalam perhitungan terkenal untuk geometri seperti tak terbatas pelat datar, batang tak terbatas,
atau bola, mereka dapat digunakan untuk memperkirakan waktu pendinginan atau pembekuan
ketika sampel memiliki geometri yang teratur. Panas permukaan koefisien transfer, yang
tergantung pada permukaan produk, pendinginan udara produk, dan fluksnya adalah juga

Page 88 of 123
diperlukan dalam estimasi ini. Bagian pertama (t1) dan ketiga (t3) dapat dihitung sebagai
pendinginan, meskipun dengan sifat fisik termo yang sangat berbeda. (Cuesta et al., 2021)

Prosedur Kerja

b. Alat:
- Alat pembeku/freezer (1 buah untuk 1 trip)

- thermocouple(1 buah untuk 1 kelompok @ 5 praktikan)

- penggaris

- timbangan (1 buah untuk 1 trip)

- nampan/loyang (1 buah untuk 1 kelompok @ 5 praktikan)

- alat tulis

c. Bahan:
- Ikan Bandeng
- Ikan Lele
- Ikan Kembung
d. metode
1. Siapkan sampel ikan yang akan dibekukan
2. Ukur suhu awal ikan
3. Masukkan ikan secara individual kedalam freezer
4. Ukur suhu ikan dan suhu ruang pembeku setiap 10 menit sekali selama waktu pembekuan
berdasarkan hitungan plank.
5. Buat grafiks suhu ruang pembeku dan penurunan suhu ikan selama pembekuan
6. Setelah waktu pembekuan selesai, ambil sampel untuk dipotong di bagian paling tebal. Jika ikan
belum membeku sempurna maka amati setiap 30 menit dan gambarkan bagian yang telah
membeku.
7. Bahas hasil pengamatan Anda.

Page 89 of 123
Hasil :

Tabel 1. Hasil Uji Organoleptik Ikan Lele ( Clarias sp.) Segar


Nilai organoleptik (x-xi)2
No Panelis Xi
Mata Ingsang Lendir Daging Bau Tekstur
1 1 7 7 7 7 7 7 7 0.09
2 2 8 7 7 8 7 8 7.5 0.04
3 3 8 7 7 8 7 8 7.5 0.04
4 4 8 8 7 9 7 7 7.5 0.04
5 5 7 7 7 7 7 7 7 0.09
X= 7.3 Σ = 0.3
1
S 2= ∑ ( Xi− X )2
Simpangan : n

S= √ S2
S= 0,245

S S
X− . 1 , 96<μ< X+ .1 , 96
Selang Kepercayaan : √n √n
7,3 – 0,21 < µ < 7,3 + 0,21

7,09 < µ < 7,51


Kesimpulan :
Dari hasil uji organoleptik terhadap ikan lele (Clarias sp.) segar didapat kan selang
kepercayaan sebesar 7,09 < µ < 7,51 pada tingkat kepercayaan 95 %, maka ikan tersebut masih
layak dikonsumsi.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Suhu Ikan dan Suhu Freezer terhadap Waktu

No 10 menit ke- Suhu Ikan Suhu Freezer

1. 1 16 -15,3
2. 2 8,9 -15,3
3. 3 0,7 -15,3
4. 4 -0,6 -15,3
5. 5 -0,8 -15,3
6. 6 -0,8 -15,3
7. 7 -0,8 -15,3
8. 8 -1,5 -15,3
9. 9 -1,7 -15,3
10. 10 -2,3 -15,3
11. 11 -3,5 -15,3
12. 12 -6 -15,3
Page 90 of 123
13. 13 -8,9 -15,3
14. 14 -12 -15,3
15. 15 -14,5 -15,3

Gambar 2. Suhu dan Waktu Pembekuan Ikan Lele (Clarias sp.)

Page 91 of 123
Keterangan Gambar 2.

.................................................................................................................................................................
.................................................................................................................................................................
.................................................................................................................................................................
.................................................................................................................................................................
.................................................................................................................................................................
.................................................................................................................................................................
......

Tabel 3. .................................................................................................................................................
……………………………………………………………………………………………….

Panjang Luasan
No. Jam ke- Gambar Struktur Otot Beku
Tubuh
1 1

2. 2

3. 3

4. 4

Page 92 of 123
Pembahasan:
Ikan lele merupakan ikan yang hidup di air tawar. Tubuh ikan lele licin, memiliki kumis yang
panjang dan mencuat ke atas pada bagian mulutnya. Kepala ikan lele keras, mata ikan lele kecil, dan
mulut lebar. Terdapat sepasang patil, yakni duri tulang yang tajam. Kumis yang mencuat ke atas yang
berguna untuk bergerak di air yang gelap. Bentuk ikan lele termasuk ke dalam Anguilliform karena
memiliki bentuk tubuh ikan yang memanjang dengan penampang lintang yang agak silindris dan
kecil serta pada bagian ujung meruncing/tipis. Menurut Bimatara (2018), ikan lele yang digunakan
sebagai sampel memiliki berat 100 – 150 gr per ekor. Sampel diambil dari lima pembudidaya ikan
yang menggunakan metode manajemen kualitas air dan pakan. Hasil uji kandungan protein
menunjukkan semua sampel berbeda nyata secara statistik dengan angka tertinggi 17,39% dalam
sampel L2 dan angka terendah 14,57% dalam sampel L1. Kandungan protein dalam sampel L3, L4
dan L5 berturut-turut adalah 14,86%, 15,87% dan 15,15%.
Terdapat dua hasil yang didapat dari praktikum ini yaitu, hasil uji organoleptik dan penurunan
suhunya. Pengujian organoleptik dilakukan terhadap sampel ikan lele (Clarias sp.) segar y
memperoleh hasil selang kepercayaan sebesar 7,09 < µ < 7,51 sehingga ikan lele tersebut dinyatakan
layak untuk dikonsumsi atau diolah kembali menjadi produk perikanan. Proses pembekuan ikan lele
menggunakan freezer selama 150 menit dengan suhu konstan -15,3℃ mampu menurunkan suhu ikan
lele. Pengukuran suhu ikan dilakukan setiap 10 menit sekali. Penurunan suhu ikan lele pada 40 menit
pertama mampu menurunkan suhu ikan lele sangat cepat dimana ikan yang semula memiliki suhu
16℃ turun menjadi -0,6℃. 10 menit ke-5 sampai ke-7 suhu ikan -0,8℃. Suhu ikan lele menjadi
-1,5℃ pada 10 menit ke-8 dan -1,7℃ pada 10 menit ke-9. Suhu ikan menjadi -2,3℃ pada 10 menit
kesepuluh, -3,5℃ pada 10 menit kesebelas, -6.0℃ pada 10 menit ke-12, -8,9℃ pada 10 menit ke-13,
-12℃ pada 10 menit ke-14, dah suhu ikan menjadi -14,5℃ pada 10 menit ke-15. Proses pembekuan
ikan lele selama 150 menit membuat ikan lele hanya membeku sebagian karena ikan lele memiliki
panjang tubuh 21 cm, luas bagian ikan lele yang membeku hanya 3 cm. Ikan lele hanya membeku
sebagian karena kapasitas dari freezer yang digunakan hanya mampu membekukan air bebas dari
ikan sedangkan air terikat tidak dapat dibekukan. Menurut Triyannanto et al. (2021), ketebalan
daging ikan mempengaruhi lamanya proses pembekuan ikan. Proses pembekuan ikan secara cepat
menghasilkan kristal es berukuran kecil, sedangkan pada proses pembekuan ikan secara lambat
menghasilkan kristal es berukuran relatif besar dan dapat merusak tekstur daging saat di thawing.
Thermal Arrest Time (TAR) yaitu laju pembekuan dimana pengukuran waktu yang
dibutuhkan menurunkan suhu dari titik yang paling lambat membeku pada produk, untuk 0°C
menjadi -5°C. Proses pembekuan dibagi menjadi tiga tahap, yang pertama adalah tahap dimana suhu
menurun dengan cepat sampai 0°C atau titik beku air. Tahap kedua adalah tahap yang disebut dengan
“thermal arrest” dimana pada tahap thermal arrest ini suhu menurun perlahan untuk mengubah air

Page 93 of 123
menjadi kristal es. Tahapan terakhir yaitu tahap dimana suhu turun dengan cepat saat sekitar 55% air
menjadi es, sehingga sebagian besar atau semua air membeku. Panjang pendeknya waktu thermal
arrest dibagi menjadi dua yaitu; pembekuan lambat (slow freezing), ketika thermal arrest time lebih
dari 2 jam. Kristal es yang terbentuk selama pembekuan berbeda-beda ukurannya tergantung pada
kecepatan pembekuan. Pembekuan cepat menghasilkan kristal-kristal yang kecil di dalam jaringan
daging ikan, jika dicairkan kembali, kristal-kristal yang mencair diserap kembali oleh daging dan
hanya sejumlah kecil yang lolos keluar sebagai drip. Kedua adalah pembekuan cepat (quick freezing)
yaitu pembekuan dengan thermal arrest time tidak lebih dari 2 jam. Menurut Tanotos et al (2019),
pembekuan lambat menghasilkan kristal yang besar. Kristal es ini mendesak dan merusak susunan
jaringan daging. Tekstur daging ketika ikan dicairkan menjadi kurang baik, berongga, keropos dan
banyak sekali drip yang terbentuk. Ikan yang dibekukan dengan lambat tidak dapat digunakan
sebagai bahan bagi pengolahan-pengolahan tertentu misalnya pengalengan, pengasapan, dan
sebagainya.
Kecepatan pembekuan yang dilakukan pada ikan tentunya memiliki beberapa faktor yang
mempengaruhi. Faktor yang mempengaruhi proses pembekuan pada ikan adalah perbedaan suhu awal
tubuh ikan dan suhu yang diinginkan, cara perambatan panas, ukuran ikan dan wadah yang
digunakan. Suhu awal yang dimiliki ikan dan suhu pembekuan yang diinginkan akan mempengaruhi
proses pembekuan ikan. Proses pembekuan merupakan perpindahan panas yang terjadi antara produk
dengan bahan pembeku. Perbedaan suhu yang semakin besar, maka waktu yang digunakan selama
proses pembekuan akan lebih lama. Tiap teknik pembekuan memiliki cara perambatan panas yang
khas. Hal tersebut akan mempengaruhi kecepatan pembekuan yang dilakukan. Ukuran pada ikan juga
mempengaruhi proses pembekuan. Ikan yang memiliki ukuran yang tebal, maka semakin banyak
waktu yang digunakan untuk proses pembekuan ikan tersebut. Wadah yang digunakan selama
pembekuan juga akan mempengaruhi proses pembekuan pada ikan. Wadah yang memiliki bahan
isolator atau penghantar panas yang buruk sangat berpengaruh positif terhadap proses pembekuan.
Kontak dengan udara luar akan terhalang oleh wadah dengan jenis tersebut. Suhu di dalam wadah
yang sulit ditembus oleh suhu luar akan lebih cepat mengalami penurunan sehingga ikan akan cepat
membeku. Menurut Alonso et al. (2020), suhu pada wadah yang digunakan akan mempengaruhi
pembekuan pada ikan. Sampel ikan yang akan dibekukan akan lebih cepat beku jika sudah memiliki
suhu yang cukup rendah sebelumnya. Tingkat pembekuan yang cepat lebih disukai untuk menjaga
kualitas ikan secara optimal.

Page 94 of 123
Kesimpulan dan saran:

A. Kesimpulan
B. Kesimpulan yang didapatkan dari praktikum Metode Pembekuan adalah sebagai
berikut:
C.
B. Saran
D. Saran yang dapat diberikan pada Metode Pembekuan adalah sebagai berikut:
1. Sebaiknya, sampel yang digunakan memiliki ukuran yang berbeda.
2. Sebaiknya, tiap sampel ebelum diperlakukan sama dibekukan.
3. Sebaiknya, selama pembekuan ikan menggunakan suhu yang berbeda-beda.

Page 95 of 123
Daftar Pustaka

Basri, B., Suryono, M., dan Novaliah, N. 2021. Pengolahan Pembekuan Ikan Tongkol (Euthynnus
affinis) dengan Menggunakan Freezer Kulkas. SEMAH Jurnal Pengelolaan Sumberdaya
Perairan, 5(1): 59-66.

Cuesta, F., Sánchez-Alonso, I., Navas, A., dan Careche, M. 2021. Calculation of full process freezing
time in minced fish muscle. MethodsX, 8, 101292.

Sumandiarsa, I. K., Siregar, A. N., & Priadi, R. O. (2017). Mutu dan Perhitungan Biaya Pembekuan
Fillet Ikan Nila (Oreochromis niloticus) menggunakan Contact Plate Freezer Skala
Laboratorium. Akuatika Indonesia, 2(1): 79-86.

Bimantara A. 2016. Test Proximat Meat Catfish Cultivated with Differences Water and Feed
Quality Management. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 10(1): 40-45

Triyannanto, E., Rahmatulloh, S., Astuti, D., Putra, T. I. D., Diqna, H. I., & Fauziah, S. (2021).
Pengaruh Perbedaan Kemasan Primer pada Kualitas Fisik-Kimia, Mikrobiologi serta Sensoris
Daging Ayam Frozen Utuh pada Suhu-18° C. Jurnal Sain Peternakan Indonesia, 16(2), 123-
129.

Tanotos, S., J., Harikedua, S., D., Mongi, E.,L., Wonggo, D., Montolalu, L., A., D., Y., Makapedua,
D., M., Dotulang, V. 2019. Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan. 7(2): 32-35.

Alonso, I. S., N. C. Sangiao., M. G. Munoz., A. Navas., S. C. Arcos., A. Mendizabal., F. Cuesta dan


M. Careche. 2020. Freezing Kinetic Parameters Influence Allergenic and Infective Potential
of Anisakis Simplex L3 Present in Fish Muscle. Food Control, 118: 1-12.

Nilai :……………………………………………….
Draft :……………………………………………….
Nama dan paraf asisten:……………………..
………………………………………………………
Page 96 of 123

Kelompok : ………………………
MODUL VIII : MUTU SENSORIK IKAN BEKU
TOPIK I : MENGUJI SENSORIK IKAN BEKU SEGAR
DAN MUNDUR MUTU Tanggal :………………………

Nama:……………………………………………NIM:…………………………….Ttd:………………………..

Pendahuluan
Organoleptik merupakan pengujian terhadap bahan makanan berdasarkan kesukaan dan
kemauan untuk mempegunakan suatu produk. Dalam penilaian bahan pangan sifat yang menentukan
diterima atau tidak suatu produk adalah sifat indrawinya. Penilaian indrawi ini ada enam tahap yaitu
pertama menerima bahan, mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan, mengingat
kembali bahan yang telah diamati, dan menguraikan kembali sifat indrawi produk tersebut.
Perubahan organoleptik pada produk beku terutama terjadi pada saat penyimpanan beku dalam
cold storage. Jenis perubahan utama yang merugikan adalah perubahan tekstur yang menyebabkan
gejala pengerasan atau daging menjadi liat dan pemisahan zat alir drip sewaktu ikan dilelehkan.
Perubahan lainnya adalah oksidasi pigmen dan minyak dalam jaringan ikan yang mengakibatkan gejala
rusaknya citarasa (off-flavor), berubahnya bau (off-odor) dan berubahnya warna (diskolorasi) atau
memucatnya warna ikan

Tujuan

Tujuan dari praktikum mutu sensorik ikan beku adalah sebagai berikut:
___________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________________
___________________________________________________________________________________
__________________________________________

Dasar Teori Praktikum

________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
Page 97 of 123
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
________________________________________________________________________
______________________________________________________________________

Prosedur Kerja

a. Alat
● Score sheet ikan beku (2 lembar per mahasiswa)
● Alat tulis
b. Bahan :
Ikan beku segar dan mundur mutu
- Ikan Bandeng
- Ikan Lele
- Ikan Kembung

c. Metode
1. Setiap kelompok menyiapkan peralatan dan bahan yang diperlukan.
2. Setiap kelompok mendapatkan 2 sampel ikan beku
3. Lakukan uji organoleptik terhadap ikan beku dan ikan yang sudah di thawing.
4. Hitung nilai organoleptik sampel tersebut
5. Bahas hasil pengamatan anda

Hasil

Page 98 of 123
Tabel .Hasil Pengujian Organoleptik Ikan......................................................................dalam
keadaan beku
PANELIS LAPISAN ES PENGERINGAN PERUBAHAN WARNA RATA-RATA

S2= 1 ( Xi − X ) 2
Simpangan : n
S= S2

Selang Kepercayaan : X − S .1,96 < μ < X + S .1,96


n n

........ < μ < ........


Kesimpulan :
Dari hasil uji organoleptik terhadap................................................. didapat selang
kepercayaan sebesar........ < μ < ........pada tingkat kepercayaan 95 %, maka ikan tersebut masih
layak/tidak layak dikonsumsi.

Tabel .Hasil Pengujian Organoleptik Ikan......................................................................dalam


keadaan beku
PANELIS LAPISAN ES PENGERINGAN PERUBAHAN WARNA RATA-RATA

S2= 1 ( Xi − X ) 2
Simpangan : n
S= S2

Selang Kepercayaan : X − S .1,96 < μ < X + S .1,96


n n

........ < μ < ........

Kesimpulan :
Dari hasil uji organoleptik terhadap................................................. didapat selang
kepercayaan sebesar........ < μ < ........pada tingkat kepercayaan 95 %, maka ikan tersebut masih
layak/tidak layak dikonsumsi.

Tabel .Hasil Pengujian Organoleptik Ikan......................................................................dalam


keadaan beku
PANELIS LAPISAN ES PENGERINGAN PERUBAHAN WARNA RATA-RATA

Page 99 of 123
S2= 1 ( Xi − X ) 2
Simpangan : n
S= S2

Selang Kepercayaan : X − S .1,96 < μ < X + S .1,96


n n

........ < μ < ........


Kesimpulan :
Dari hasil uji organoleptik terhadap................................................. didapat selang
kepercayaan sebesar........ < μ < ........pada tingkat kepercayaan 95 %, maka ikan tersebut masih
layak/tidak layak dikonsumsi.

Tabel .Hasil Pengujian Organoleptik Ikan......................................................................dalam


keadaan beku
PANELIS LAPISAN ES PENGERINGAN PERUBAHAN WARNA RATA-RATA

S2= 1 ( Xi − X ) 2
Simpangan : n
S= S2

Selang Kepercayaan : X − S .1,96 < μ < X + S .1,96


n n

........ < μ < ........


Kesimpulan :
Dari hasil uji organoleptik terhadap................................................. didapat selang
kepercayaan sebesar........ < μ < ........pada tingkat kepercayaan 95 %, maka ikan tersebut masih
layak/tidak layak dikonsumsi.

Tabel .Hasil Pengujian Organoleptik Ikan......................................................................dalam


keadaan beku
PANELIS LAPISAN ES PENGERINGAN PERUBAHAN WARNA RATA-RATA

S2= 1 ( Xi − X ) 2
Simpangan : n
S= Selang Kepercayaan :

Page 100 of 123


S2 X − S .1,96 < μ < X + S .1,96
n n

........ < μ < ........


Kesimpulan :
Dari hasil uji organoleptik terhadap................................................. didapat selang
kepercayaan sebesar........ < μ < ........pada tingkat kepercayaan 95 %, maka ikan tersebut masih
layak/tidak layak dikonsumsi.

Tabel . Hasil Pengujian Organoleptik Ikan............................................................sesudah pelelehan


(thawing)
PANELIS KENAMPAKAN BAU DAGING TEKSTUR RATA-RATA

S2= 1 ( Xi − X ) 2
n

Simpangan :
S= S2

Selang Kepercayaan :
X − S .1,96 < μ < X + S .1,96
n n

........ < μ < ........


Kesimpulan :
Dari hasil uji organoleptik terhadap................................................. didapat selang
kepercayaan sebesar........ < μ < ........pada tingkat kepercayaan 95 %, maka ikan tersebut masih
layak/tidak layak dikonsumsi.

Tabel . Hasil Pengujian Organoleptik Ikan............................................................sesudah pelelehan


(thawing)
PANELIS KENAMPAKAN BAU DAGING TEKSTUR RATA-RATA

S2= 1 ( Xi − X ) 2
Simpangan : n
S= S2

Selang Kepercayaan : X − S .1,96 < μ < X + S .1,96


n n
....... < μ < ........
Kesimpulan :
Dari hasil uji organoleptik terhadap................................................. didapat selang
Page 101 of 123
kepercayaan sebesar........ < μ < ........pada tingkat kepercayaan 95 %, maka ikan tersebut masih
layak/tidak layak dikonsumsi.

Tabel . Hasil Pengujian Organoleptik Ikan............................................................sesudah pelelehan


(thawing)
PANELIS KENAMPAKAN BAU DAGING TEKSTUR RATA-RATA

1 ( Xi − X ) 2
Simpangan :
n
S= S2

Selang Kepercayaan : X − S .1,96 < μ < X + S .1,96


n n

........ < μ < ........


Kesimpulan :
Dari hasil uji organoleptik terhadap................................................. didapat selang
kepercayaan sebesar........ < μ < ........pada tingkat kepercayaan 95 %, maka ikan tersebut masih
layak/tidak layak dikonsumsi.

Tabel . Hasil Pengujian Organoleptik Ikan............................................................sesudah pelelehan


(thawing)
PANELIS KENAMPAKAN BAU DAGING TEKSTUR RATA-RATA

S2= 1 ( Xi − X ) 2
Simpangan : n
S= S2

Selang Kepercayaan : X − S .1,96 < μ < X + S .1,96


n n

........ < μ < ........

Kesimpulan :
Dari hasil uji organoleptik terhadap................................................. didapat selang
kepercayaan sebesar........ < μ < ........pada tingkat kepercayaan 95 %, maka ikan tersebut masih
layak/tidak layak dikonsumsi.

Page 102 of 123


Tabel . Hasil Pengujian Organoleptik Ikan............................................................sesudah pelelehan
(thawing)
PANELIS KENAMPAKAN BAU DAGING TEKSTUR RATA-RATA

S2= 1 ( Xi − X ) 2
Simpangan : n
S= S2

Selang Kepercayaan : X − S .1,96 < μ < X + S .1,96


n n

........ < μ < ........


Kesimpulan :
Dari hasil uji organoleptik terhadap................................................. didapat selang
kepercayaan sebesar........ < μ < ........pada tingkat kepercayaan 95 %, maka ikan tersebut masih
layak/tidak layak dikonsumsi.

Tabel . Hasil perbandingan selang kepercayaan Ikan segar dan mundur mutu beku
NO NAMA IKAN IKAN SEGAR IKAN MUNDUR MUTU
Frozen block

Setelah di thawing

Page 103 of 123


Pembahasan:

Page 104 of 123


Kesimpulan dan saran:

Daftar Pustaka

Page 105 of 123


Nilai :……………………………………………….
Draft :……………………………………………….
Nama dan paraf asisten:……………………..
………………………………………………………

Page 106 of 123


MODUL VIII : MUTU SENSORIK IKAN BEKU
Kelompok : ………………………
TOPIK II: MENGAMATI KERUSAKAN (GAPPING) PADA
IKAN BEKU SEGAR DAN MUNDUR MUTU Tanggal :………………………

Nama:……………………………………………NIM:…………………………….Ttd:…………………………….

Pendahuluan
Kerusakan pada produk perikanan dapat terjadi pada saat dilakukan proses pembekuan. Salah satu
kerusakan yang banyak dialami yaitu pada produk fillet ikan beku yaitu terjadinya gapping. Gapping
merupakan salah satu kerusakan produk beku yang dapat dilihat secara fisik. Produk yang telah mengalami
kerusakan mampu menurunkan mutu dan kualitas yang dihasilkan.

Tujuan

Tujuan dari praktikum mutu sensorik ikan beku adalah sebagai berikut:
_________________________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________________________
______

Dasar Teori Praktikum

____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________

Page 107 of 123


____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
__

Prosedur Kerja

a. Alat
● Alat tulis
● Pisau
● Kaca pembesar
b. Bahan :
Ikan mundur mutu dan segar

c. Metode
1. Siapkan ikan segar dan mundur mutu
2. Fillet ikan segar dan ikan mundur mutu
3. Bekukan ikan segar dan mundur mutu selama 2 jam
4. Amati kerusakan yang terjadi
5. Gambarkan hasil kerusakan yang terjadi

Hasil
Gambar

Gambar

Pembahasan:
Page 108 of 123
Page 109 of 123
Kesimpulan dan saran:

Daftar Pustaka

Nilai :……………………………………………….
Page 110 of 123
Draft :……………………………………………….
Nama dan paraf asisten:……………………..
………………………………………………………
Kelompok : ………………………
MODUL IX : DRIPLOSS PRODUK BEKU
TOPIK : MENGHITUNG DRIP LOSS PRODUK BEKU SEGAR
DAN MUNDUR MUTU Tanggal :………………………

Nama : …………………………………………… NIM:……………………………. Ttd:…………………………….

Pendahuluan
Drip adalah zat alir keruh yang terdiri atas bahan nitrogen larut dan mineral, yang tidak diserap kembali
oleh jaringan ikan pada saat ia dilelehkan. Jumlah drip yang terbentuk itu tergantung pada jenis ikan, laju
pembekuan (pada ikan yang dibekukan lambat akan lebih besar jumlah drip yang dibebaskan), suhu
pelelehan (pada suhu pelelehan yang lebih tinggi akan lebih besar jumlah drip yang terbentuk); serta kondisi
lama waktu penyimpanan ikan (pada suhu penyimpanan yang lebih tinggi dan waktu penyimpanan yang lebih
panjang akan lebih besar jumlah drip).

Tujuan

Tujuan dari praktikum driploss produk beku adalah sebagai berikut:


_________________________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________________________
_________________________________________________________________________________________
______

Dasar Teori Praktikum

____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________
___________________

Page 111 of 123


Prosedur Kerja

a. Alat:
- Kantong plastic (1 pak untuk 1 trip)
- Kawat penggantung (50 cm untuk 1 kelompok)
- Kertas tissue (1 pak untuk 1 trip)
- Timbangan (1 buah untuk 1 trip)
- Gelas ukur 10 ml (1 buah untuk 1 kelompok)
- Pipet tetes (1 buah untuk 1 kelompok)
- Alat tulis
b. Bahan:
- Ikan segar yang telah dibekukan
- Ikan mundur mutu yang telah dibekukan
- Jenis ikan :
- Ikan Bandeng
- Ikan Lele
- Ikan Kembung
c. Metode:
1. Timbang sampel ikan yang akan dibekukan (a gram).
2. Bekukan ikan selama 1 minggu
3. Ambil sampel ikan yang telah dibekukan
4. Sampel digantung dengan benang dan diikatkan pada kawat penggantung, selanjutnya dimasukkan
ke dalam kantong plastik. Kawat penggantung berfungsi untuk menghindari agar sampel tidak
bersentuhan dengan sisi bagian dalam kantong plastik. Kantong plastik tersebut digantung di dalam
lemari es pada suhu (5oC) - (8oC) selama 12 jam. Setelah 12 jam, sampel dikeluarkan dan
permukaannya dikeringkan perlahan-lahan dengan kertas tissue, kemudian ditimbang (b gram).
Rumus drip loss adalah sebagai berikut:

5. Ukur air yang keluar dengan gelas ukur.

Page 112 of 123


Lembar Hasil Pengamatan:

Tabel.. Perbandingan Hasil Supernatan ikan segar dan ikan mundur mutu
Hasil Volume lelehan Hasil Supernatan (ml)
Sampel segar Sampel mundur Sampel segar Sampel
No. Nama Ikan
mutu mundur mutu
1.
2.
3.
4.
5.

Lembar Hasil Pengamatan:

Tabel.. Perbandingan Driploss ikan segar dan ikan mundur mutu pada
ikan..................................................

No. Parameter Sampel segar Sampel mundur mutu


1. Berat a (gram)
2. Berat b (gram)
3. Nilai Drip loss (%)

Pembahasan:

Page 113 of 123


Page 114 of 123
Kesimpulan dan saran:

Daftar Pustaka

Nilai :……………………………………………….
Draft :……………………………………………….
Nama dan paraf asisten:……………………..
………………………………………………………

Page 115 of 123


MODUL X : MUTU 0LAHAN PRODUK BEKU
Kelompok : 7
TOPIK : MENGAMATI MUTU OLAHAN PRODUK BEKU
Tanggal : 23-11-2021

Nama: Aaliya Utrujjati Arsa Putri NIM: 26060120140084 Ttd:

Tujuan

Tujuan dari praktikum mutu olahan produk beku adalah untuk mengetahui mutu olahan produk beku.

Dasar Teori Praktikum


Produk perikanan (fisheries product) merupakan salah satu bahan pangan yang mulai populer
di pasar saat ini. Dengan perubahan ekspektasi konsumen dan pengembangan rantai dingin (cood
chain system) yang andal, produk ikan segar yang diolah sebelumnya seperti fillet menjadi semakin
populer di kalangan konsumen dan produsen karena kemudahan pemrosesan dan persiapannya.
Namun karena sifatnya yang unik, produk laut memiliki umur simpan yang pendek setelah
dikeluarkan dari air, memiliki kadar air yang tinggi, memiliki berat molekul yang rendah, dan
memiliki pH netral, sehingga mudah rusak, dan rentan terhadap bakteri dan bakteri. pembusukan
biokimia. Saat ini, kriopreservasi pada suhu 18°C merupakan cara yang paling efektif untuk
memperpanjang umur simpan hasil laut, namun membutuhkan waktu lebih lama untuk mencair, lebih
rentan terhadap kerusakan kristal es, dan menurunkan kualitas sensorik (Yu et al.,2020).
Produk beku sebelum diolah kembali perlu melalui proses pencairan (thawing). Selama proses
thawing, terdapat kemungkinan bahwa air akan terserap kembali oleh jaringan dan sel tergantung
pada ukuran dari kristal es dan lokalisasi mikrostruktur jaringan, kecepatan thawing, dan water-
holding capacity (WHC) dalam otot sebelum pembekuan. Produk akan kehilangan beratnya pada
proses pencairan dalam dalam bentuk drip (cairan yang keluar dari tubuh ikan setelah proses
thawing). Selama proses thawing juga terjadi perubahan pada komponen kimia dalam daging.
Beberapa metode pencairan, yang pada prinsipnya menggunakan udara dan air. Pencairan dengan
menggunakan udara yaitu dengan cara membiarkan produk pada ruang terbuka sampai proses
pencairan dinyatakan selesai. Proses pencairan dengan menggunakan air terbagi kembali menjadi dua
yaitu, pencairan dengan air mengalir dan pencairan dengan cara direndam pada air. Pencarian dengan
menggunakan air mengalir memang lebih cepat dibandingkan dengan pencairan dengan udara.
Namun, lebih baik saat pencairan tersebut produk beku tidak berkontak langsung dengan air karena
air dapat mengurangi kandungan gizi dalam daging dan membuat daging megalami kerusakan,
begitupun dengan perendaman. Produk lebih baik tidak berkontak langsung dengan air untuk menjaga
kandungan dalam produk beku tetap terjaga. Standar suhu maksimal dari media pencairan berkisar
Page 116 of 123
antara 12o C hingga 25o C. Oleh karena itu, studi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
perbedaan metode thawing terhadap kualitas kimia dari daging. (Sari, 2019).
Masyarakat Indonesia biasanya mengkonsumsi makanan yang dibuat selama proses
penggorengan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Gorengan adalah proses yang memindahkan
panas dan uap air secara bersamaan, dan membutuhkan energi panas untuk menguapkan kandungan
air bahan yang telah berpindah dari permukaan bahan yang diminyaki sebagai media penghantar
panas. Penggorengan bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan dengan cara dipanaskan dan
diuapkan. Penggorengan adalah teknik memasak dan mengeringkan yang memindahkan panas dan
massa secara bersamaan melalui kontak dengan minyak dan lemak panas. Selama proses
penggorengan, bahan-bahannya meresap ke dalam dan memanas dengan cepat, mengurangi hilangnya
nilai gizi dan kualitas sensual. Gorengan merupakan salah satu proses pengolahan makanan yang
tujuan utamanya adalah untuk memasak dan menyimpan makanan. Tujuan lain dari proses
penggorengan adalah untuk mengawetkan rasa tertentu, menonaktifkan enzim, mengurangi aktivitas
air pada atau di dalam makanan, dan membunuh bakteri, terutama bakteri patogen yang ada dalam
bahan makanan. Makanan yang digoreng juga digunakan untuk pengawetan makanan. Pengolahan
minyak dan suhu tinggi dapat merusak kualitas kandungan lemak dan menyebabkan reaksi kimiawi
pencoklatan dan bisa saja bersifat karsinogenik bagi tubuh (Falistin et al. 2015).
Proses penggorengan adalah proses perpindahan panas melalui media minyak dan suhu
permukaannya bisa melebihi 100oC. Selama proses penggorengan, produk mengalami perubahan
yang ditandai dengan drainase permukaan, pengerasan cetakan, dan proses reaksi pencoklatan. Karena
suhu penggorengan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas produk seperti
penampilan, rasa dan penyerapan lemak, peningkatan kadar lemak disebabkan oleh daya serap dan
suhu tinggi minyak goreng sebagai media perpindahan panas dalam proses penggorengan.
diperkirakan bahwa ini disebabkan. Penyerapan minyak ini terjadi ketika dipanaskan karena
pergerakan zat dalam pelarut dari konsentrasi rendah. Penyerapan minyak selama proses
penggorengan disebabkan oleh perbedaan konsentrasi gumpalan minyak di dalam dan di permukaan
bahan. Semakin rendah kadar air suatu bahan maka semakin cepat proses penyerapan minyak ke
dalam bahan tersebut. Proses penggorengan panas dapat mengurangi kadar air karena air dapat
menguap atau menguap selama proses berlangsung. Saat menggoreng, suhu permukaan bahan
menyatu dan air menguap menjadi uap air. Oleh karena itu, semakin tinggi suhu yang digunakan
untuk pengolahan, semakin rendah kadar airnya. Selama proses penggorengan, air dan uap melewati
pori-pori menjadi minyak panas, dan ketika makanan diserap oleh makanan yang digoreng, pori-pori
kosong diisi dengan minyak. (Zhang et al., 2021).

Page 117 of 123


Prosedur Kerja

a. Alat
● Alat tulis
● Pisau
● Wajan
● Kompor
● Penggaris
● Thermometer
b. Bahan :
- Ikan beku
- Minyak goreng
c. Metode
- Setiap kelompok menyiapkan peralatan dan bahan yang diperlukan.
- Ambil 1 produk beku.
- Goreng produk beku selama 4 menit. Ukurlah suhu minyak yang digunakan. Lakukan juga
penggorengan terhadap produk yang sudah dithawing
- Potong secara melintang masing-masing produk.
- Amati yang terjadi, ukur diameter bagian yang telah matang dan masih beku
- Gambar, amati dan berikan analisa hasil yang didapatkan.

Hasil
Gambar

Gambar

Page 118 of 123


Tabel 1
No. Parameter Produk Beku Produk setelah thawing
1. Suhu Minyak 176°C 176°C
2. Panjang daerah kematangan 1,5 cm 2,5 cm
3. Panjang daerah yang masih beku 3 cm 0,5 cm

Pembahasan:

Page 119 of 123


Ikan bawal (Colossoma macroponum) merupakan ikan konsumsi air tawar yang mempunyai
nilai ekonomis yang tinggi di Indonesia. Ikan bawal merupakan salah satu jenis ikan air tawar terbesar
dari golongan ikan neotropik. Ikan bawal memiliki pertumbuhan yang relatif cepat dibanding
beberapa jenis ikan air tawar lain. Kelebihan lain ikan bawal yakni mempunyai rasa daging yang enak
dan kandungan gizi yang cukup tinggi. Ikan bawal mempunyai keistimewaan diantaranya yaitu
ketahanan ikan yang tinggi terhadap kondisi limnologis yang kurang baik. Ketersediaan ikan bawal
untuk konsumsi harus terjamin baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Permintaan ikan bawal pun
sampai ke mancanegara, hal ini harus diimbangi dengan jumlah produksi dan kualitas yang baik
sehingga dapat memenuhi permintaan konsumen. Tanpa penanganan yang baik, ikan bawal akan
mengalami kemunduran mutu dengan cepat. Ikan segar memiliki kelemahan, yaitu mudah mengalami
kerusakan atau kemunduran mutu (highly perishable food). Kemunduran mutu ikan bawal dapat
dilihat melalui pengujian organoleptik atau pengujian menggunakan indera manusia. Ikan yang
mundur mutu akan memilki perubahan kenampakan, seperti warna yang sudah tidak cemerlang, bau
mulai busuk, teksturnya lunak, dan matanya tidak cemerlang. Proses kemunduran mutu ikan akan
terus berlangsung jika tidak dihambat. Kecepatan proses tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak hal,
baik faktor internal yang berkaitan dengan sifat ikan itu sendiri maupun eksternal yang berkaitan
dengan lingkungan dan perlakuan manusia. Kemuduran mutu ikan berlangsung dalam waktu yang
sangat cepat, sehingga dibutuhkan penanganan tepat yang dapat menghambat proses pembusukan
baik yang terjadi secara kimiawi maupun enzimatis. Cara paling mudah untuk menghambat
pembusukan ikan adalah dengan menggunakan suhu rendah. Menurut Tamuu et al. (2014), kesegaran
ikan tidak dapat ditingkatkan melainkan dipertahankan sehingga tingkat kesegaran ikan dapat
dipertahankan maka diperlukan penanganan yang tepat agar ikan bisa sampai ke tangan konsumen
atau pabrik pengolahan dalam keadaan segar. Kesegaran ikan merupakan faktor yang sangat penting
dan erat hubungannya dengan mutu ikan. Ikan dalam keadaan masih segar memiliki mutu yang baik
sehingga nilai jualnya tinggi, sebaliknya jika ikan kurang segar memiliki mutu yang rendah sehingga
harganya rendah.
Mutu olahan produk beku merupakan produk yang dibekukan terlebih dahaulu. Produk olahan
beku tersebut tentunya akan mengalami perubahan terhadap tekstur, rasa dan kenampakan. Hal
tersebut terjadi karena adanya proses pembekuan yang dilakukan terhadap olahan bahan pangan.
Olahan produk beku yang dilakukan penggorengan tentu akan mengalami perubahan karakteristik
baik dari tekstur, rasa, warna dan bau. Penggorengan bertujuan untuk mematangkan suatu produk
mentah menjadi matang dengan menggunakan suhu tingi dan minyak sebagai media penggorengan.
Suhu yang digunakan selama penggorengan tentu akan mempengaruhi hasil akhir atau kematangan
pada produk yang digoreng. Penggunaan suhu harus sesuai dengan bahan yang digoreng. Hal tersebut
digunakan karena tunggu yang terlalu tinggi selama penggorengan justru akan merusak bahan pangan

Page 120 of 123


yang digoreng. Bahan pangan tersebut dapat mengalami kegosongan pada bagian luar atau permukaan
produk, sedangkan bagian dalam produk justru tidak mengalami kematangan. Hal ini dapat
disebabkan karena bagian permukaan produk sudah terjadi kegosongan dan sulit untuk menyerap
panas pada bagian dalam produk. Suhu minyak yang digunakan untuk menggoreng bahan pangan kali
ini adalah 176oC. Suhu tersebut dapat mematangkan bahan pangan yang digoreng. Produk yang
sebelumnya dalam kondisi beku atau keras karena proses pembekuan akan berubah menjadi lunak
akibat dari terpaparnya suhu panas pada produk. Perubahan juga terjadi pada warna dan rasa produk
yang dilakukan penggorengan dengan minyak pada suhu tertentu. Menurut Tumbel dan Manurung
(2017), penggorengan pada produk olahan dapat menyebabkan perubahan warna, kerenyahan, rasa
dan penerimaan keseluruhan. Hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas produk olahan yang
digoreng. Suhu yang digunakan selama penggorengan berpengaruh besar terhadap hasil proses
penggorengan.
Hasil tingkat kematangan pada produk beku yang di thawing terlebih dahulu akan berbeda
dengan produk beku tanpa thawing. Ikan beku yang di thawing sebelum digoreng pada suhu 1760C
akan lebih matang. Hasil pengamatan pada ikan beku tanpa thawing yang digoreng menunjukkan
panjang daerah beku 3 cm dan daerah yang matang 1,5 cm. Produk ikan beku dengan thawing
menunjukkan panjang daerah beku 0,5 cm dan daerah yang sudah matang 2,5 cm. Ikan beku tanpa
thawing tidak matang dengan sempurna karena panas yang belum masuk dengan baik. Menurut
Singapurwa et al. (2019), proses thawing ini bertujuan untuk membantu proses pengolahan
selanjutnya, dan memudahkan aliran panas masuk hingga ke inti daging ayam sehingga saat
pengolahan, produk matang dengan sempurna. Proses thawing harus dilakukan dengan tepat, agar
pertumbuhan bakteri patogen dapat dikendalikan.
Uji pengamatan mutu olahan produk beku pada kelompok kami menggunakan ikan beku
sebagai sampel. Ikan beku yang digunakan sebanyak dua buah. Hasil uji yang didapatkan pada uji
pengamatan pada ikan beku menggunakan dua metode yaitu digoreng degan keadaan tetap beku dan
ikan beku yang terlebih dahulu dilakukan proses thawing adalah bahwa ikan beku yang langsung di
goreng dengan waktu 4 menit dengan suhu 176℃, didapatkan hasil panjang bagian yang tidak beku
sebesar 1,5 cm dan panjang yang masih beku sebesar 3 cm. Kemudian hasil sebaliknya pada ikan
beku yang sebelumnya di thawing dan kemudian di goreng dengan kurun waktu 4 menit dengan suhu
110℃ didapatkan hasil panjang yang tidak beku sebesar 2,5 cm. Kemudian saat melakukan suatu
proses penggorengan ikan beku banyak terdapat percikan minyak hal tersebut terjadi dikarenakan
pada ikan yang telah dibekukan tersebut mengandung banyak air sehingga pada proses penggorengan
akan dapat menurunkan kadar air yang di kandung ikan. Menurut Nugroho et al. (2014), proses
pengukusan dengan uap panas cenderung akan meningkatkan kadar air pada bahan pangan,

Page 121 of 123


sedangkan proses penggorengan akan menurunkan kadar air bahan pangan akibat penguapan pada
bagian luar bahan pangan. Kadar air bahan pangan diperngaruhi oleh proses pengolahan.
Kesimpulan dan saran:
A. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan dari praktikum Modul X Mutu Olahan Produk Beku
sebagai berikut:
1. Ikan bawal (Colossoma macroponum) tanpa penanganan yang baik akan mengalami
kemunduran mutu. Ikan yang mundur mutu akan memilki perubahan kenampakan,
seperti warna yang sudah tidak cemerlang, bau mulai busuk, teksturnya lunak, dan
matanya tidak cemerlang. Kesegaran ikan tidak dapat ditingkatkan tetapi dapat
dipertahankan dengan penanganan yang tepat agar ikan bisa sampai ke tangan konsumen
atau pabrik pengolahan dalam keadaan segar.
2. Suhu yang penggorengan akan mempengaruhi hasil akhir atau kematangan produk yang
digoreng. Ikan beku yang di thawing sebelum digoreng pada suhu 1760C hasilnya akan
lebih matang. Hasil pengamatan pada ikan beku tanpa thawing yang digoreng
menunjukkan panjang daerah beku 3 cm dan daerah yang matang 1,5 cm. Produk ikan
beku dengan thawing menunjukkan panjang daerah beku 0,5 cm dan daerah yang sudah
matang 2,5 cm. Ikan beku tanpa thawing tidak matang dengan sempurna karena panas
yang belum masuk dengan baik.
B. Saran

Saran yang dapat disampaikan dari praktikum modul II: Menghitung Kebutuhan Es dan
Pendinginan Ikan Topik I: Menghitung Kebutuhan Es adalah sebagai berikut:
1. Sebaiknya lebih teliti saat mengukur suhu penggorengan ikan agar pengujian yang
dilakukan pada sampel sama.
2. Sebaiknya praktikum menggunakan berbagai jenis faktor mundur mutu ikan supaya
terdapat variasi perbandingan hasil.
3. Sebaiknya ukuran besar sampel ikan juga disamakan agar hasil yang didapat lebih akurat.

Page 122 of 123


Daftar Pustaka

Yu, D., L. Wu., J.M Regenstein., Q Jiang., F.Yang., Y. Xu dan W. Xia, . 2020. Recent Advances In
Quality Retention Of Non-Frozen Fish And Fishery Products: A Review. Critical Reviews In
Food Science And Nutrition, 60(10) : 1747-1759.

Falistin, B.n., Ma’aruf, W.F. dan Dewi, E.N. 2015. Pengaruh Tahapan Pengolahan terhadap Kualitas
Kandungan Lemak Bandeng (Chanos chanos Forks) Presto Goreng. Jurnal Pengolahan dan
Bioteknologi Hasil Perikanan, 4(2): 93-99.

Zhang, Q., X. Chen., Y. Ding., Z. Ke., X. Zhou dan J. Zhang. 2021. Diversity and Succession of the
Microbial Community and its Correlation with Lipid Oxidation in Dry Curred Vlack Carp
(Mylopharygodon piceus) during Storage. Food Microbiology Journal, 98: 1-11.

Sari, S. F. 2019. Pengaruh Perbedaan Metode Pencairan (Thawing) terhadap Kualitas Kimia Daging
Abalon (Haliotis asinina) Beku (Effect of Different Thawing Methods on Chemical Quality of
Frozen Abalone (Haliotis asinina)). Saintek Perikanan: Indonesian Journal of Fisheries Science
and Technology, 14(2): 106-109.

Tamuu Herlila, Harmain, R., M., Dali, F., A. 2014. Mutu Organoleptik dan Mikrobiologis Ikan
Kembung Segar dengan Penggunaan Larutan Lengkuas Merah. Jurnal Ilmiah Perikanan dan
Kelautan. 3(4): 164-168.

Tumbel, N dan S. Manurung. 2017. Pengaruh Suhu dan Waktu Penggorengan terhadap Mutu Keripik
Nanas menggunakan Penggoreng Vakum. Jurnal Penelitian Teknologi Industri, 9(1): 9-22.

Singapurwa, N. M. A. S., Semariyani, A. M., Candra, I. P., dan Rudianta, I. N. 2019. Penerapan
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Menu Chiken Butter Untuk Maskapai
Penerbangan JQ di PT AF. Gema Agro, 24(2), 134-140.

Nugroho, A., Swastawati, F., dan Anggo, A. D. 2014. Pengaruh Bahan Pengikat dan Waktu
Penggorengan terhadap Mutu Produk Kaki Naga Ikan Tenggiri (Scomberomorus sp.). Jurnal
Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 3(4), 140-149.

Nilai :……………………………………………….
Draft :……………………………………………….
Nama dan paraf asisten:……………………..
………………………………………………………

Page 123 of 123

Anda mungkin juga menyukai