Anda di halaman 1dari 6

Gemercik air sungai mengalir dengan derasnya, melewati sela – sela bebatuan yang

mulai menganga. Disanalah , di dinding anyaman rotan itu, tampak seorang lelaki desa yang
tengah berada di sebuah ruangan bersama ibunya. Terlihat begitu jelas raut wajahnya ingin
menyampaikan sebuah keluh kesah, keluh kesah yang menjadi penghalang sebelum ia
beranjak menemui tidurnya.
Abi : “Mak, Abi sudah dewasa ya sekarang, teringat dulu ketika Abi hanya setinggi
pinggang Emak, tapi sekarang pintu rumah pun sudah bisa Abi saingi.”
Emak : “Namanya juga hidup toh, yang sudah tua pasti akan digantikan dengan sosok –
sosok muda seperti kamu ini nak “
Abi : “Tapi Abi malu, Mak.”
Emak : “Abi malu kenapa? Apa karena salah antar pesanan lagi ?”
Abi : “Bukan Mak, Abi malu karena sudah dua tahun Abi menganggur, ijazah Abi pun
tidak terpakai, Abi belum bisa buat Emak bahagia”
Emak : “Bisa, lihat kamu tumbuh besar saja sudah buat Emak bahagia .”
Abi : “Ehmm, bukan begitu, Mak, Abi kasihan lihat Emak setiap hari bangun pagi, harus
ke pasar, masak semua bahan makanan untuk dijual, sedangkan Abi Cuma bisa
bantu antar makanan, itupun Abi sering salah antar.”
Emak : “Jadi maksud kamu bagaimana?”
Abi : “Abi ingin merantau ke kota Mak, ingin mencari hidup baru dan pekerjaan yang
layak supaya bisa sukses, nanti Emak tidak harus bayar cicilian hutang lagi.”
Emak : “Kehidupan di kota itu keras, Nak, yang tidak kuat akan tersingkir, apalagi seperti
kamu yang dari desa dan awam seperti ini.”
Abi : “Tidak, Mak, Abi yakin Abi bisa cari penghasilan di kota, Abi sudah dewasa, tidak
bisa terus bergantung kepada Emak, Abi seharusnya jadi tulang punggung
keluarga.”
Emak : “Emak tidak mau Abi jadi seperti ayah yang pergi meninggalkan kita dan tidak
bertanggung jawab kepada keluarganya.”
Abi : “Tidak Mak, Abi bukan lelaki seperti itu. Abi berjanji tidak akan melakukannya.”
Emak : “ Ya sudah kalau kamu tetap kukuh. Emak tidak bisa apa – apa, itu hak kamu, pesan
Emak hanya satu, tetap ingat Emak dan ingat Allah. Jangan sampai tinggalkan
shalat 5 waktu dan tetaplah rendah hati.”
Abi : “Baiklah, Mak. Abi akan ingat selalu pesan Emak itu. Restui kepergian Abi ya,
Mak. Insya Allah, jika tidak arah melintang besok pagi Abi berangkat ke kota.”
Emak : “Apa itu tidak terlalu cepat, Bi? Tidakkah kamu bisa pergi di lain hari?”
Abi : “Tidak bisa, Mak. Semakin cepat Abi pergi maka semakin cepat pula Abi bisa
meraih kesuksesan.”
Emak : “Baiklah, jika menurutmu itu baik maka Emak akan selalu mendukungmu.
Bawalah uang ini untuk bekal hidupmu di sana. Walaupuun jumlahnya tidak
banyak. Tapi Emak harap kamu bisa menggunakannya dengan baik dan bijak.”
Abi : “Bukankah uang ini adalah uang dari hasil jualan yang selalu Emak sisihkan
untuk naik haji? Tidak, Mak. Aku tidak bisa menerima uang ini.”
Emak : “Sudahlah, ambil saja. Lagipula Emak memberikannya dengan ikhlas. Insya
Allah, uang ini akan diganti oleh Allah lebih banyak dari ini. Kamu bisa
mengganti uang ini dengan kesuksesan sehingga nanti kamu yang
memberangkatkan Emak naik haji.”
Abi : “Aamiin... Insya Allah, Mak. Abi berjanji suatu hari nanti akan
memberangkatkan Emak naik haji.”
Emak : “Aamiin... Emak tunggu janjimu itu. Sekarang lekaslah kemasi barang-barang
yang ingin kamu bawa. Setelah itu, pergilah tidur agar besok kamu tidak
ketinggalan bus.”
Setelah menerima uang dari Emaknya, Abi segera mengemasi barang-barangnya dan
pergi tidur. Keesokan harinya, saat masih pagi buta, Abi pergi ke terminal bus dengan diantar
oleh emaknya yang akan pergi ke pasar untuk berjualan. Emak melambaikan tagannya pada
Abi ketika bus yang ditumpangi Abi mulai melaju meninggalkan terminal.
Abi sampai di kota setelah menempuh tiga jam perjalanan. Sesampainya di kota, Abi
mencari tempat untuk ia tinggal selama merantau di kota. Selama tiga jam terakhir sampai di
kota, Abi sudah mengunjungi beberapa tempat untuk bertanya apakah ada kamar kosong
yang bisa disewakan dengan harga murah. Hari semakin siang, Abi memutuskan untuk
beristirahat disebuah masjid untuk menunaikan solat duhur dan juga makan siang. Seusai
makan siang, Abi kembali mencari tempat tinggal untuk ia tempati.
Abi : “Permisi, Mbak, mau tanya. Tempat kos yang murah disini di mana ya?”
Sabrina : “Oh tempat kost yang murah. Ada, Mas, kebetulan lokasinya dekat sini,
dekat dengan kantor saya juga. Mari saya antar”
Abi : “Baik Mbak, maaf merepotkan”
Sabrina : “Iya, tidak apa-apa. Sekalian saya kembali ke kantor. Oh ya, Mas namanya
siapa?”
Abi : “Nama saya Abhiyaksa, panggil saja, Abi. Mbak sendiri namanya siapa?”
Sabrina : “Nama saya Sabrina. Mas Abi dari daerah mana?”
Abi : “Iya, Mbak, saya baru sampai sampai sini tadi pagi. Saya dari Brebes mau cari kerja
disini.”
Sabrina : “Jangan panggil saya Mbak, panggil Sabrina saja. Itu Bi tempatnya, saya
tinggal dulu ya, Bi, masuk saja ke dalam bincang-bincang dulu sama pemiliknya.”
Abi : “Terima kasih ya, Sabrina, sudah menunjukkan tempat ini pada saya.”
Sabrina : “Iya, sama-sama. Kalau butuh bantuan jangan sungkan untuk minta bantuan
saya.”
Sabrina mengeluarkan secarik kertas dan pulpen dari dalam tas nya lalu menuliskan
nomor telepon nya dan memberikannya kepada Abi.
Sabrina : “Ini nomor telepon saya, kalau ada apa-apa hubungi saja nomor ini.”
Abi : “Baik, sekali lagi terima kasih, Sabrina.”
Setelah Sabrina pergi kembali ke kantornya, Abi masuk kedalam tempat kos untuk
bertemu dengan pemilik kost dan berbincang-bincang dengannya.
Ibu Kos : “Cari siapa ya Mas?”
Abi : “Saya cari pemilik kost ini, Bu. Ada?”
Ibu Kos : “Iya, saya sendiri. Ada perlu apa ya, Mas?”
Abi : “Saya mau sewa kost disini. Apa masih ada yang kosong?”
Ibu Kos : “Mau yang fasilitasnya seperti apa, Mas? Kalau yang fasilitasnya lengkap
Rp. 500.000 per bulan sudah ada kamar mandinya didalam, juga sudah disediakan tempat
tidur, lemari, kipas angin, dan meja. Kalau yang biasa Rp. 350.000 per bulan, hanya ada
tempat tidur tapi belum disediakan lemari, kipas angin, dan meja. Mas berminat dengan
kamar yang mana?”
Abi : “Bisa lebih murah lagi tidak, Bu?”
Ibu Kos : “Itu sudah saya kasih murah, Mas, belum tentu di tempat lain harganya sama
dengan di sini. Jadi bagaimana? Mau atau tidak?”
Abi : “Ya sudah bu, saya ambil yang Rp. 500.000 saja. Bisa langsung saya tempati tidak,
Bu?”
Ibu Kos : “Oh bisa, Mas, mari saya tunjukkan kamarnya.”
Setelah Ibu Kost mengantar Abi ke kamar kostnya. Abi mulai menata barang
bawaannya di kamar, tiba-tiba rasa kantuk pun datang dan akhirnya Abi tertidur.
Terdengar suara adzan subuh dari salah satu mushala yang ada di dekat kost-an Abi.
(Suara adzan)
Abi : “Astaghfirullah aku kesiangan....(kaget)”
Abi langsung bergegas ke kamar mandi dan mengambil air wudhu. Setelah itu, ia
pergi ke salah satu mushala yang ada di dekat tempat kostnya. Tanpa diduga, Abi melihat
wanita yang membantunya mencari tempat kost yang sekarang ia tempati.
Abi : “Lho, Sabrina kok bisa ada di sini?”
Sabrina : “Eh, Abi. Iya saya tinggal di sini juga.”
Abi : “Oh begitu.. Ayo cepat sholat, sudah mulai iqomah.”
Sabrina : “Iya, silakan duluan saja. Saya ada kerpeluan dulu, nanti saya menyusul.”
Abi : “Ya sudah, saya duluan ya.”
Sabrina : “Iya, Bi.”
Akhirnya Abi langsung masuk ke dalam mushala dan Sabrina pergi menemui
seseorang.
Sabrina : “Bang, ini barangnya. Jangan lupa transfer ke rekening gue ya.”
Lelaki Misterius :”Yakin ini udah bener barangnya 1000 kapsul?”
Sabrina : “Iye Bang. Ya kali gue bohong.”
Lelaki Misterius : “Oke siap, balik dari sini gue transfer.”
Sabrina :”Oke gue tunggu, cepet jangan kelamaan ye.”
Setelah bertemu dengan lelaki misterius untuk melakukan transaksi. Sabina pulang
kembali ke tempat kostnya untu siap-siap berangkat kerja. Wanita itu melihat Abi baru keluar
dari mushola, tempat ia bertemu dengan Abi sebelum ia pergi menemui lelaki misterius.
Abi : “Lho, Sabrina, sudah selesai urusannya?”
Sabrina : “Sudah, saya masuk dulu ya siap-siap berangkat kerja.”
Abi : “Iya, silakan.”
Sabrina : “Oh ya, ngomong-ngomong kamu kerja dimana?”
Abi : “Belum dapat kerjaan, rencananya hari ini saya mau cari-cari kerja.”
Sabrina : “Semangat ya, semoga cepat dapat kerja.”
Abi : “Iya, terima kasih, Sabrina.”
Waktu menunjukkan pukul 9 pagi, Abi keluar dari tempat kostnya dengan membawa
tas berisi ijazah SMK-nya juga beberapa lembar uang sebagai bekalnya untuk mencai
pekerjaan. Tempat pertama yang Abi kunjungi adalah bengkel kecil did ekat tempat
kostnya, hanya ada dua orang yang menjaga bengkel tersebut.
Abi : “Permisi, Mas.”
Mas Bengkel : “Iya, ada yang perlu saya bantu Mas?”
Abi : “Saya mau cari pekerjaan, di sini ada lowongan kerja tidak? Saya bisa mengerjakan
apa saja, Mas.”
Mas Bengkel : “Maaf Mas, tapi disini kita ngga bisa tambah orang lagi”
Abi : “Terima kasih ya, Mas.”
Mas Bengkel : “Iya, sama-sama Mas. Coba Mas ke bengkel lain saja, siapa tahu mereka
masih ada lowongan pekerjaan untuk, Mas.”
Abi : “Iya.”
Abi kembali berjalan mencari bengkel lain. Bengkel kedua yang ia kunjungi adalah
bengkel yang letaknya persis ditep jalan raya, didekat rumah makan tempat ia makan siang
ketika baru sampai dikota. Bengkel kedua yang ia kunjungi ini berbeda dengan bengkel
pertama yang ia kunjungi sebelumnya. Ukuran bengkel ini lebih besar dari sebelumnya,
bengkel ini juga ramai, para pekerjanya terlihat sibuk berseliweran. Abi masuk ke bengkel
tersebut lalu menghampiri wanita penjaga kasir untuk menanyakan lowongan pekerjaan.
Abi : “Permisi, Mbak.”
Penjaga Kasir : “Ada yang bisa saya bantu Mas?”
Abi : “Apa di sini ada lowongan pekerjaan Mbak? Saya sedang butuh pekerjaan Mbak, ini
ijazah SMK saya. Apapun bisa saya lakukan.”
Penjaga Kasir : “Mohon maaf, Mas, tapi di sini sudah penuh. Kami tidak bisa menerima
karyawan baru lagi.”
Abi : “Ya sudah, terimakasih ya, Mbak.”
Penjaga Kasir : “Sama-sama.”
Walaupun dua bengkel yang sudah dikunjunginya itu tidak menerima lowongan
pekerjaan, Abi tidak menyerah sampai disitu. Tempat demi tempat ia kunjungi demi
mendapatkan pekerjaan. Matahari bersinar tepat di atas kepala, panas terasa menusuk raga.
Adzan dzuhur berkumandang dari masjid yang terletak tidak jauh dari tempat Abi berada.
Abi mempercepat langkah kakinya menuju masjid untuk menunaikan sholat dzuhur dan
berdoa pada Allah agar memudahkan jalannya mencari pekerjaan juga agar Allah tetap
menjaga Emaknya yang tinggal sendirian di desa.
Setelah sholat, Abi meneruskan untuk mencari pekerjaan sampai hingga lupa bahwa
hari telah sore. Akhirnya ia pun memutuskan untuk pulang ke tempat kostnya.
(Di persimpangan jalan)
(Muncul suara tapak kaki)
Sabrina : “Eh, Abi.”
Abi : “Assalamu’alaikum, Sabrina.”
Sabrina : “Waalaikumsalam, Bi. Wah, hari ini kita sering banget papasan ya.”
Abi : “Hahaha (ketawa terpaksa).”
Sabrina : “Lho, kamu kenapa, Bi? Tumben banget murung kayak gitu? Oiya, kamu
udah dapet kerjaan belum?”
Abi : “Belum, Brin.. Padahal aku udah ke sana kemari dari pagi sampe sore. Ya mungkin
hari ini belum rezeki aku.”
Sabrina : “Sabar ya, Bi. Cari kerja di Jakarta memang susah. Apalagi kalau orang
rantau. Tapi kamu harus tetap semangat ya.”
Abi : “Terus aku harus gimana? Aku Cuma orang rantau yang cuma lulusan SMK.”
Sabrina : “Ya ampun, jangan ngomong kayak gitu dong, Bi. Kamu pasti bisa. Maafin
aku ya, kalo perkataan aku tadi nyakitin kamu.”
Abi : “Iya gapapa kok, Brin. Kamu nggak salah apa-apa. Makasih ya kamu selalu
mendukung aku. Maaf kalau setiap ketemu kamu, aku mallah jadinya curhat.”
Sabrina : “Haha iya gapapa kok, santai aja kali, Bi. Aku udah anggep kamu temen.
Kamu mau kan jadi temen aku?”
Abi : “Masa iya aku bilang gamau kalau punya temen sebaik kayak kamu sih?”
Sabrina : “Haha bisa aja kamu, Bi. Makasih ya.”
Abi : “Kembali kasih, Brin.”

Anda mungkin juga menyukai