Anda di halaman 1dari 7

Sejarah Melayu Era kolonial Belanda

Masuknya Belanda ke Nusantara pada zaman dahulu sungguh meninggalkan bekas yang begitu
perih. Terjadinya penjarahan serta penjajahan selama tiga setengah abad ini membuat rakyat
kesusahan dan merasa sangat dirugikan. Di tiap tiap provinsi di negara kita ini tak satupun yang
tak diduduki oleh pemerintahan belanda.
Kesultanan Indragiri didirikan pada Tahun1298 oleh Raja Merlang I yang berkedudukan di Malaka.
Kerajaan – kerajaan yang ada di Indragiri: 1. Kerajaan Kritang
2. Kerajaan Kemuning
3. Kerajaan Batin Enam Suku
4. Kerajaan Indragiri
Tahun 1473 para raja Indragiri mulai menetap di pusat pemerintahannya, pada masa
pemerintahan Narasinga II
Tahun 1815 Sultan Ibrahim menetap di Rengat
Pada masa pemerintahan Sultan Muda , Belanda ikut campur urusan dalam negri Indragiri
27 September 1938 Kesultanan Indragiri menjadi Zelfbestuur / lindungan Belandayang dipimpin
oleh seorang Controleur.
Kesultanan Siak didirikan oleh Rja Kecik( Kecil) pada tahun 1723. Raja Kecik bernama Sultan
Abdul Jalil Syah I
Pada tahun 1761 Sultan Abdul Jalil Syah III mengikat perjanjian ekslusif dengan Belanda, dalam
urusan dagang dan hak atas kedaulatan wilayah serta bantuan dalam bidang persenjataan.
Pada tahun 1780 Siak menaklukkan daerah Langkat, Deli dan Serdang.
Tahun 1864, Kesultanan Siak Sri Inderapura yang berpusat di Riau punya pemimpin baru, Sultan Assyaidis
Syarif Kasim Abdul Jalil Syarifuddin atau Sultan Syarif Kasim I. Namun, sang sultan harus menerima
kenyataan bahwa kerajaan yang dipimpinnya tidak bisa lagi bergerak leluasa karena kekuasaan pemerintah
kolonial Hindia Belanda.
Keterjepitan itu setidaknya sudah muncul sejak era Sultan Assyaidis Syarif Ismail Abdul Jalil Syarifuddin
atau Sultan Said Ismail (1827-1864). Pada 1 Februari 1858, ayahanda Sultan Syarif Kasim I terpaksa
menandatangani Traktat Siak yang isinya sangat menguntungkan Belanda
Traktat Siak, Siasat Belanda

Traktat Siak adalah konsekuensi keputusan Sultan Said Ismail yang meminta bantuan Belanda untuk
mengusir Inggris dari wilayah kekuasaan Kesultanan Siak Sri Inderapura. Belanda menyanggupi
permintaan tersebut, tapi tentunya tidak gratis. Dan ternyata, Inggris berhasil diusir.

Tibalah saatnya Belanda menagih balas jasa kepada Sultan Said Ismail. Diwakili oleh Residen Riau, J.F.
Niewenhuyzen, ada dua poin besar yang dituntut Belanda dalam kontrak politik bertajuk Traktat Siak itu.

Pertama, Belanda mengakui hak otonomi Siak secara terbatas, yakni hanya wilayah asli milik
Kesultanan Siak Sri Inderapura (di luar daerah taklukan).
Kedua, Belanda meminta 12 daerah taklukan Siak, meliputi Kota Pinang, Pagarawan, Batu Bara,
Badagai, Kualiluh, Panai, Bilah, Asahan, Serdang, Langkat, Temiang, serta Deli.
Belanda benar-benar menggunakan pengaruhnya untuk membatasi gerak Kesultanan Siak Sri
Inderapura. Dengan ditandatanganinya Traktat Siak berarti kekuasaan kolonial di Siak telah
dimulai karena Kesultanan Siak Sri Inderapura dinyatakan bernaung di bawah Kerajaan Belanda’
Alhasil, penerusnya, Sultan Syarif Kasim I, dihadapkan kepada situasi yang sama karena masih
terikat Traktat Siak dengan Belanda. Namun, sultan muda ini punya cara jitu untuk setidaknya
menunjukkan Kesultanan Siak Sri Inderapura masih punya cara untuk menjaga kehormatan meski
ruang geraknya dibatasi.
Invasi Belanda yang agresif ke pantai timur Sumatra tidak dapat dihadang oleh Siak. Belanda
mempersempit wilayah kedaulatan Siak, dengan mendirikan Keresidenan Riau (Residentie Riouw)
di bawah pemerintahan Hindia Belanda yang berkedudukan di Tanjung Pinang.
Para sultan Siak tidak dapat berbuat apa-apa karena mereka telah terikat perjanjian dengan
Belanda. Kedudukan Siak semakin melemah dengan adanya tarik-ulur antara Belanda
dan Inggris yang kala itu menguasai Selat Melaka, untuk mendapatkan wilayah-wilayah strategis di
pantai timur Sumatra.
Para sultan Siak saat itu terpaksa menyerah kepada kehendak Belanda dan menandatangani
perjanjian pada Juli 1873 yang menyerahkan Bengkalis kepada Belanda dan mulai saat itu,
wilayah-wilayah yang sebelumnya menjadi kekuasaan Siak satu demi satu berpindah tangan
kepada Belanda.
Pada masa yang hampir bersamaan, Indragiri juga mulai dipengaruhi oleh Belanda, namun
akhirnya baru benar-benar berada di bawah kekuasaan Batavia pada tahun 1938. Penguasaan
Belanda atas Siak kelak menjadi awal pecahnya Perang Aceh.
Di pesisir, Belanda bergerak cepat menghapuskan kerajaan-kerajaan yang masih belum tunduk.
Belanda menunjuk seorang residen di Tanjung Pinang untuk mengawasi daerah-daerah pesisir,
dan Belanda berhasil memakzulkan Sultan Riau-Lingga, Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah
pada Februari 1911.
Sultan Syarif Kasim II mendirikan sekolah dasar untuk mengimbangi Hollandsch-Inlandsche School
(HIS) milik Belanda yang hanya menerima murid dari kalangan tertentu. Sultan ingin agar seluruh
anak-anak dari berbagai lapisan masyarakat bisa mengenyam pendidikan yang baik yaitu :
Madrasah Taufiqiyah al Hasyimiah pada 1917.
Nama Sultan Syrif Kasim II adalah Suwardi Mohammad Samin .
Pemaisuri Syarif Kasim II, Syarifah Latifah, juga turut mendirikan sekolah khusus untuk perempuan
pertama di Riau. Sekolah yang bernama Latifah School tersebut diresmikan pada 1926.
Sayangnya, Latifah keburu meninggal. Perjuangannya dilanjutkan permaisuri kedua, Tengku
Maharatu. Selain mengelola Latifah School, ia juga mendirikan asrama putri, taman kanak-kanak,
serta menggagas sekolah perempuan lainnya bernama Madrasyahtul Nisak.
Syarif Kasim II sendiri terus menentang Belanda melalui gerakan diam-diam. Salah satunya
memberi dukungan kepada “pemberontakan” Si Koyan pada 1931, yang dilancarkan oleh mereka
yang tidak sudi dijadikan pekerja paksa.
Situs Sejarah/ peninggalan sejara era kolonial Belanda:
1. Lukisan pesisir Riau oleh seorang pelukis Belanda, sekitar tahun 1850.

2. Tangsi Militer Belanda.

Sumber: Instagram @exploresiak

Tangsi merupakan gedung ketentaraan tempat berdiam sementara para serdadu yang biasanya dibangun
di tengah-tengah lahan kosong atau biasa kita sebut dengan asrama. Namun tangsi yang berdiri sekitar
tahun 1880 an ini bukan merupakan asrama seperti pada umumnya melainkan asrama khusus untuk para
tentara Belanda yang diperuntukkan untuk menjajah rakyat di sekitar tempat berdirinya tangsi tersebut.
Sumber: Instagram @jhev_indrayuda
Tangsi militer Belanda ini lebih tepatnya berada di Desa Benteng Hulu, Kecamatan Mempura, Kabupaten
Siak, Riau dan masih berada di Kawasan Cagar budaya Kesultanan Siak. Untuk menuju ke tangsi ini
perjalanannya memakan waktu sekitar 2 hingga 3 jam dari kota Pekanbaru via jalur darat baik dengan
motor atau mobil. Sedangkan jika para pengunjung telah berada di Kawasan Cagar Budaya Kesultanan
Siak maka cukup menyebrangi sungai saja untuk menuju ke tangsi ini. Kondisi jalanannya pun sudah
cukup lancar dan ramai sehingga jika wisatawan berniat untuk mencari penginapan maka dapat
mencarinya di pusat kota Siak. Tangsi Belanda ini berdekatan dengan sungai Siak yang sangat terkenal
sebagai sungai terdalam di pulau Sumatera.

3. Bangunan bangunan Controlleur dan Landraad yang terletak di Kampung Benteng Hilir kecamatan
Mempura, Kabupaten Siak .
4. Kapal Kato

Kapal Kato adalah Kapal yang Digunakan Sultan Siak dari Riau Untuk Telusuri Daerah Kekuasaannya

5. Bangunan Huis Van Behauring

Bangunan Benteng Huis Van Behaurin, bangunan penjara peninggalan masa penjajahan Belanda

Bangunan Benteng Huis Van Behaurin yang terletak di Jalan Pahlawan, Kelurahan Kota Bengkalis,
Kabupaten Bengkalis .Bangunan Huis Van Behauring ini dibangun pada tahun 1810, dulunya berfungsi
sebagian penjara untuk memenjarakan raja, tokoh masyarakat dan siapa saja yang menentang penjajahan
Belanda.
6. Benteng Tujuh Lapis

Benteng Tujuh Lapis terletak di Desa Dalu-Dalu , Kecamatan Tambusai, Kabupaten Rokan Hulu. Jaraknya
kira-kira 23 km dari makan raja-raja Rambah. Sesuai namanya, benteng ini terdiri dari tujuh lapis berupa
gundukan tanah yang tingginya mencapai 11 meter yang ditanam Bambu Berduri pada tahun 1838-1839
7. Menara Water Ledeen.

Water Leeding merupakan salah satu bangunan peninggalan Belanda yang masih utuh di kota Bagan
Siapiapi. bangunan ini merupakan stasiun pengolahan air minum. Water leding dibangun oleh Belanda
pada tahun 1931. Sekarang yang tersisa adalah sisa berupa tandon air berukuran raksasa.
Tokoh Sejarah era kolonial Belanda yang ditetapkan dan disahkan oleh ketua DPRD Riau :

1. HM Hamid Yahya dari Pekanbaru,


2.Tengku Syarifah Fadlun Tengku Maharatu dari Siak,
3.Tengku Ghazali dari Kampar, dan
4.Tengku Ilyas dari Rokan Hulu
5. Datuk Zainal Abidin dari Rokan Hilir,
6.Tengku Muhammad dari Indragiri Hilir,
7. Letkol A Muis dari Kuantan Singingi,
8. H Bakar Oemar dari Kepulauan Meranti,
9. Tengku Masdulhak dari Kota Dumai,
10. H Baharuddin Yusud dari Indragiri Hilir,
11. Kolonel Polisi Zalik Aris dari Bengkalis
12. Tengku Nazir Alwi dari Pelalawan
.

Tugas
1. Tulislah 7 situs sejarah Melayu Riau Era Kolonial!
2. Tulislah 12 tokoh – tokoh sejarah Melayu Riau Era Kolonial Belanda!

Anda mungkin juga menyukai