Anda di halaman 1dari 18

Kelompok IX

SAFEGUARD PADA PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas

Mata Kuliah : Hukum Dagang Internasional

Dosen Pengampuh : Erry Fitrya Primadhany,S.HI.,M.H.

Disusun Oleh

ELSYA DWIYANTI

NIM : 1902130004

DESLIKA YOLANDA EKA SAFITRI

NIM : 1902130005

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

FAKULTAS SYARIAH

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

TAHUN 1443 H/2021


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb.


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Safeguard Pada Perdagangan Internasional”
ini tepat pada waktunya, sebagai pemenuhan salah satu tugas mata kuliah “Hukum Dagang
Internasional”.
Tanpa pertolongan-Nya pun tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Kami sebagai penulis sangat menyadari apabila di dalam makalah ini
terdapat banyak kekurangan dan sangat jauh dari kata sempurna. Karena nya dengan
ini penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.Semoga makalah sederhana ini dapat memberikan manfaat yang
luar biasa bagi penulis khususnya dan bagi pembaca sekalian pada umumnya.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Palangkaraya, September 2021

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI
Cover

Kata Pengantar…………………………………………………………………………………………………………...i

Daftar Isi ..................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 1

C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................... 1

D. Kegunaan Penulisan .......................................................................................................... 1

E. Metode Penulisan .............................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................ 3

A. Pengertian Safeguard ........................................................................................................ 3

B. Pengaturan Safeguard........................................................................................................ 4

C.Contoh Kasus .................................................................................................................. 11

BAB III PENUTUP .................................................................................................................. 14

A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 14

B. Saran................................................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan bisnis yang
akhir-akhir ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini terlihat dari semakin
berkembangnya arus peredaran barang, jasa, modal dan tenaga kerja antar negara.
Kegiatan ini dapat terjadi melalui hubungan ekspor, impor, investasi, perdagangan jasa,
lisensi dan waralaba (license and franchise), hak atas kekayaan intelektual dan ahli
teknologi, yang pada akhirnya memberikan pengaruh terhadap kegiatan ekonomi
lainnya, seperti perbankan, asuransi, perpajakan dan sebagainya.
Untuk mendukung terlaksananya kegiatan bisnis antar negara diperlukan suatu
instrumen hukum dalam bentuk regulasi baik nasional maupun internasional seperti
pengaturan dalam hukum perdagangan internasional (international trade law). Oleh
karena itu dengan masuknya Indonesia sebagai anggota perdagangan dunia melalui
ratifikasi Undang-undang Nomor 7 tahun 1994 tentang pengesahan agreement on
establishing the world trade organization (WTO) membawa konsekuensi bagi
Indonesia, yaitu harus mematuhi seluruh hasil kesepakatan dalam forum WTO, serta
melakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan nasional sesuai dengan hasil
kesepakatan WTO.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Safeguard ?
2. Apa itu Pengaturan Safeguard ?
3. Berikan Contoh Kasus Safeguard!
C. Tujuan Penulisan
1. Agar Dapat Mengetahui, Memahami Dan Menjelaskan Pengertian Safeguard.
2. Agar Dapat Mengetahui, Memahami Dan Menjelaskan Pengaturan Safeguard.
3. Agar Dapat Mengetahui, Memahami Dan Menjelaskan Contoh Kasus Safeguard.

1
D. Kegunaan Penulisan

1. Untuk membantu menambah ilmu dan mengembangkan wawasan.

2. Untuk menyelesaikan tugas makalah

E. Metode Penulisan
Adapun metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu dengan metode
pustaka dan telusur internet sebagai referensi yang ada kaitannya atau hubungannya
dengan pembuatan makalah ini dan disimpulkan dalam bentuk makalah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Safeguard
Safeguard adalah suatu instrumen yang yang dapat digunakan oleh negara-
negara anggota WTO untuk mengamankan industri dalam negeri dari akibat yang
ditimbulkan oleh lonjakan impor berupa kerugian serius atau ancaman kerugian serius.
Penerapan tindakan pengamanan (safeguard) dimaksudkan untuk melindungi produk
industri dalam negeri dari lonjakan atau membanjirnya produk impor yang merugikan
atau mengancam kerugian industri dalam negeri1.

Menurut World Trade Organization (WTO) safeguard measure atau safeguard


(tindakan pengamanan) adalah tindakan darurat sehubungan dengan peningkatan impor
produk tertentu, yang telah menyebabkan atau mengancam dapat menyebabkan
kerugian serius pada industri dalam negeri. Berdasarkan Pasal 3 PP No.34/2011
tindakan pengamanan perdagangan (safeguard measure) adalah tindakan pemerintah
untuk memulihkan kerugian serius atau mencegah ancaman kerugian serius yang
diderita oleh industri dalam negeri sebagai akibat dari lonjakan jumlah barang impor.

Menurut bahasa latin, humaniora disebut artes liberales yaitu studi tentang
kemanusiaan. Sedangkan menurut pendidikan Yunani kuno, humaniora disebut dengan
trivium, yaitu logika, retorika dan gramatika. Pada hakikatnya humaniora adalah ilmu-
ilmu yang bersentuhan dengan nilai-nilai kemanusian yang mencakup etika, logika,
estetika, pendidikan pancasila, pendidikan kewarganegaraan, agama dan fenomenologi.
Humaniora merupakan studi yang memusatkan perhatiannya pada kehidupan manusia,
menekankan unsur kreativas, kebaharuan, orsinalitas, dan keunikan. Berusaha mencari
makna dan nilai, sehingga bersifat normatif. Dengan demikian, safeguard semata-mata
diterapkan untuk penyesuaian industri dalam negeri yang menghadapi tekanan dan
memiliki batasan waktu.

1
Nora Galuh Candra Asmarani, (https://news.ddtc.co.id/apa-itu-safeguard-23915 , diakses pada tanggal 16
September 2021 pukul 19.10 WIB)

3
Untuk memperbaiki kerugian atau mencegah ancaman kerugian serius yang
akan diterima oleh industri dalam negeri akibat dari lonjakan barang impor. Salah satu
syarat penting untuk bisa menjalankan safeguard adalah suatu produk impor terjadi
peningkatan impor secara absolut maupun relatif akibat perkembangan yang tidak
terduga (unforeseen development). Selain itu, peningkatan produk impor secara absolut
maupun relatif juga harus diikuti dengan penyelidikan terhadap faktor-faktor lain yang
relevan. Penyelidikan tersebut dilakukan oleh pihak otoritas yang berwenang dalam
suatu negara.

Adanya persetujuan di bidang safeguard berarti setiap negara dapat menerapkan


tindakan pengamanan terhadap produk domestiknya apabila industri dalam negeri tidak
mampu bersaing sehingga mengalami kerugian serius sebagai akibat membanjirnya
produk impor.Secara ringkas, ada 4 syarat penerapan safeguard:

1. Telah terjadi lonjakan impor 3 tahun terakhir2.


2. Produsen dalam negeri mengalami kerugian serius/ancaman kerugian
serius terhadap barang sejenis/yang langsung bersaing.
3. Ada hubungan sebab akibat antara keduanya.

Jadi intinya adalah, safeguard adalah suatu instrumen yang yang dapat
digunakan oleh negara-negara anggota wto untuk mengamankan industri dalam negeri
dari akibat yang ditimbulkan oleh lonjakan impor berupa kerugian serius atau ancaman
kerugian serius. Penerapan tindakan pengamanan (safeguard) dimaksudkan untuk
melindungi produk industri dalam negeri dari lonjakan atau membanjirnya produk
impor yang merugikan atau mengancam kerugian industri dalam negeri.

B. Pengaturan Safeguard
1. Safeguards dalam GATT 1947

Pengaturan mengenai safeguards dalam GATT 1947 yang digunakan


adalah ketentuan Article XIX tentang Emergency Action on Imports of

2
https://bisnisbestfriend.co.id/apa-yang-dimaksud-dengan-safeguard/ di akses tanggal 16 September 2021
pukul 20.05 WIB

4
Particular Products, khususnya Pasal 1 (a) mengenai unforeseen
developments, sebagai berikut:

If, as a result of unforeseen developments and of the ef ect of the


obligations incurred by a contracting party under this Agreement,
including tariff concessions, any product is being imported into the
territory of that contracting party in such increased quantities and
under such conditions as to cause or threaten serious injury to
domestic producers in that territory of like or directly competitive
products, the contracting party shall be free, in respect of such product,
and to the extent and for such time as may be necessary to prevent or
remedy such injury, to suspend the obligation in whole or in part or to
withdraw or modify the concession.

Article XIX Ketentuan Umum memperbolehkan anggota-anggota


GATT untuk menerapkan tindakan pengamanan dalam rangka melindungi
industri dalam negeri tertentu dari peningkatan impor suatu barang yang
menyebabkan, atau dicurigai akan menyebabkan kerugian yang serius
terhadap industri yang bersangkutan.

Penerapan safeguards oleh suatu negara dapat dilakukan setelah


mempertimbangkan hal-hal antara lain:

1. Persyaratan berdasarkan Article XIX GATT, yaitu unforseen


development.3 Ketentuan ini mengharuskan negara tersebut
menunjukkan bahwa unforseen development telah mengakibatkan
peningkatan impor barang yang dikenai tindakan safeguards. Analisis
dimulai dengan kajian tentang standard review yang tepat untuk
mengajukan tuntutan berdasarkan Article XIX khususnya tentang
alasan pengajuan yang dipersyaratkan di dalam Article 2 dan Article 4
SA juga berlaku untuk GATT Article XIX. Dalam menafsirkan Article

3
Sylviana Kusuma Lestari, Thesis: ”Tinjauan Yuridis Atas Perlindungan Hukum Terhadap Industri Dalam Negeri
Melalui Peraturan Nasional Dengan Upaya Safeguards Dalam World Trade Organization (WTO)” (Jakarta: UI,
2010) Hal. 52.

5
3.1 SA, Appeallate Body4 mengemukakan bahwa Dispute Settlement
Body (DSB) Panel tidak memiliki tanggung jawab untuk melakukan
deduksi penalaran untuk dirinya sendiri;
2. Legal standards untuk penetapan peningkatan impor dalam kuantitas
yang sedemikian rupa sehingga memenuhi persyaratan dikenakannya
safeguards. Pertimbangan mengenai legal standard untuk penetapan
the increased import dalam kuantitas yang sedemikian rupa, sehingga
memenuhi persyaratan dikenakannya safeguards;
3. Causation of serious injury. Perhitungan tentang jangka waktu
terjadinya peningkatan impor harus dilakukan dengan seksama dalam
hal ini Appeallate Body mengemukakan bahwa tidak ada persyaratan
bahwa impor bukan merupakan salah satunya penyebab serious injury
atau the threat of various injury; dan/atau
4. Pertimbangan mengenai dampak dari penerapan tindakan safeguards
dalam hubungan timbal-balik dengan anggota-anggota WTO lainnya.
Penerapan tindakan pengamanan secara regional diperbolehkan oleh
WTO asalkan negara Anggota tersebut menerapkannya pada semua
perdagangan secara substansial (substantially all the trade). Mengenai
interpretasi perjanjian WTO, negara-negara berkembang telah
mengkritik DSB tidak menafsirkan dengan cara yang benar5.
2. Safeguards dalam Agreement on Safeguard
Agreement on Safeguards (Safeguards Agreement SA) yang akan
menjadi pembahasan, merupakan bagian dari Annex 1A WTO Agreement,
terdiri atas 14 Article (pasal) dan 1 annex (lampiran), pada terminologi umum,
persetujuan tersebut terdiri atas 4 (empat) komponen, yaitu:6
a. Ketentuan umum
b. Aturan-aturan pemerintah negara-negara anggota terhadap tindakan
safeguards yang baru (antara lain penerapannya setelah masuk ke dalam
Persetujuan WTO

4
Appelate Body merupakan bagian dari WTO yang didirikan pada tahun 1995 melalui Article 17 dari
Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Disputes (DSU) kedudukannya di bawah
Dispute Settlement Body (DSB) yang bertugas untuk menyelesaikan sengketa diantara sesama anggota WTO.
5
Netherlands, TMC Asser Press, 2002, hal. 272.
6
Christhophorus Barutu, Ketentuan Anti Dumping, Subsidi, dan Tindakan Pengamanan (Safeguards) dalam
GATT dan WTO, PT. Citra Aditya Bakti, 2007, hlm. 106.

6
c. Mengenai aturan-aturan sebelum adanya tindakan yang diterapkan ketika
suatu negara belum menjadi anggota WTO
d. Kewajiban-kewajiban multilateral dan lembaga-lembaga sehubungan
dengan penerapan tindakan safeguards
Safeguards adalah suatu instrumen yang yang dapat digunakan oleh
negara-negara Anggota WTO untuk mengamankan industri dalam negerinya
dari akibat yang ditimbulkan oleh lonjakan impor berupa kerugian serius atau
ancaman kerugian serius, sesuai dengan ketentuan dalam Article 2.1 SA, yaitu:
A Member may apply a safeguards measure to a product only if that
Member has determined, pursuant to the provisions set out below, that
such product is being imported into its territory in such increased
quantities, absolute or relative to domestic production, and under such
conditions as to cause or threaten to cause serious injury to the
domestic industry that produces like or directly competitive products.
Pernyataan tersebut dapat dijadikan pedoman dalam mengidentifikasi
peningkatan impor, yaitu bahwa barang impor yang masuk dalam wilayah
kepabeanan7 suatu negara meningkat dalam jumlah secara absolut dan relatif
dibandingkan dengan produksi dalam negeri serta mengakibatkan kerugian
serius atau ancaman kerugian serius bagi industri yang menghasilkan barang
yang serupa atau secara langsung tersaingi oleh barang impor tersebut. 8
Mengenai persyaratan untuk penerapan safeguards, Appellate Body
berpendapat bahwa berdasarkan 4.2 (b) SA9, hal terpenting yang harus
diperhatikan dalam penerapan safeguards adalah bahwa tindakan tersebut
hanya dapat dilakukan apabila:
a. Adanya causal link antara peningkatan impor dengan serious injury
dan/atau dengan the threat of serious injury;
b. Kerugian yang ditimbulkan oleh faktor-faktor lain yang bukan impor
harus tidak dipertautkan terhadap peningkatan impor (non-atribution
analysis); dan/atau

7
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, Pasal 1 Angka 2
8
Komite Pengamanan Perdagangan, Jakarta, 2005, hlm. 5.
9
Article 4.2 (b)

7
c. Sedangkan untuk peningkatan impor harus diperhatikan persyaratan
berdasarkan Article XIX GATT 194710, yaitu unforeseen development.
Appellate Body membuat suatu pedoman yang bersifat umum tentang
pengidentifikasian impor yang tidak dapat dilepaskan dari volume dan jangka
waktu peningkatan impor, yaitu bahwa peningkatan impor yang terjadi dalam
rentang waktu yang paling akhir (recent), bersifat mendadak (sudden), cukup
tajam dan cukup signifikan dalam hal kuantitas dan kualitas impornya yang
menyebabkan kerugian serius (serious injury) atau ancaman kerugian serius
(threaten serious injury) bagi industri dalam negeri11.
Mekanisme pengamanan darurat (emergency safeguards mechanism)
adalah suatu bentuk "katup pengaman" yang memungkinkan pemerintah untuk
memberikan bantuan kepada industri dalam negeri yang mengalami kesulitan
dalam menghadapi kompetisi internasional di pasar dalam negeri sebagai akibat
dari adanya liberalisasi perdagangan. Dalam konteks perdagangan barang,
tindakan pengamanan sementara dapat diterapkan dalam kondisi tertentu. Hal
ini umumnya diterapkan berdasarkan pengajuan dari industri dalam negeri dan
hanya setelah sebuah investigasi menyimpulkan bahwa industri dalam negeri
sedang mengalami kerugian serius akibat adanya lonjakan impor. Sebuah
tindakan pengamanan biasanya diambil dalam bentuk penetapan tambahan bea
masuk dan / atau pembatasan kuantitatif impor pada barang terselidik.12
Pada saat menemukan kerugian serius atau ancaman kerugian serius
yang disebabkan oleh peningkatan impor, negara anggota harus
memberitahukan hal tersebut kepada Komite Safeguards (Committee on
Safeguards)13 , sesuai dengan ketentuan dalam Article 13.1 SA, Komite ini
mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Memantau dan menyampaikan laporan tahunan kepada Dewan
Perdagangan Barang (Council for Trade in Goods) mengenai
pelaksanaan umum SA dan memberikan rekomendasi terhadap
peningkatannya;

10
Article XIX GATT 1947
11
Christhophorus Barutu, op. cit., hal. 110.
12
Gilles Gauthier, Discussion Paper On Emergency Safeguard Mechanism,
http://www.fin.gc.ca/activty/G20/fininst/esm_-eng.asp , diakses pada tanggal 18 September 2021 pukul 21.13
WIB.
13
Article 13.1 SA

8
b. Atas permintaan negara Anggota yang terkena tindakan pengamanan
(safeguard measure), mencari apakah persyaratan prosedural SA telah
ditaati dalam hubungan dengan tindakan pengamanan tersebut dan
melaporkan hasil penemuannya kepada Dewan Perdagangan Barang;
c. Membantu negara-negara Anggota, jika mereka mengajukan
permintaan, dalam hal konsultasi menurut ketentuan-ketentuan dalam
SA;
d. Memeriksa tindakan-tindakan yang tercakup oleh Article 10 dan Article
11.1, memantau penghapusan bertahap atas tindakan-tindakan demikian
dan melaporkan sebagaimana mestinya kepada Dewan Perdagangan
Barang;
e. Atas permintaan negara Anggota yang meminta tindakan pengamanan,
untuk memantau apakah usul-usul untuk memperpanjang konsesi atau
kewajiban lainnya secara substansial bersifat ekuivalen (substantially
equivalent) dan melaporkan sebagaimana mestinya kepada Dewan
Perdagangan Barang;
f. Menerima dan meninjau semua notifikasi yang disediakan dalam SA dan
melaporkan sebagaimana mestinya kepada Dewan Perdagangan Barang;
g. Melakukan setiap fungsi lainnya yang berkaitan dengan SA yang
ditentukan oleh Dewan Perdagangan Barang.
Negara Anggota harus menempuh beberapa prosedur khusus yang
dinamakan dengan konsultasi sebelum mengambil suatu tindakan safeguards14 .
Setelah melakukan konsultasi baru negara Anggota baru dimungkinkan jika pada
akhirnya memutuskan untuk mengambil tindakan safeguards. Tindakan
safeguards tersebut dapat diambil dalam bentuk:15
a. Pemberlakuan tarif, misalnya dalam hal peningkatan kewajiban impor
melampaui tingkat batas, pembebanan biaya tambahan atau pajak
tambahan, pengganti pajak pada barang, atau pengenalan tarif kuota,
yaitu kuota untuk impor pada suatu tarif yang lebih rendah dari
pembebanan pada tarif yang lebih tinggi untuk impor yang berada di atas
kuota;

14
Article 12 SA
15
Christhophorus Barutu, op. cit., hlm. 116.

9
b. Pemberlakuan non tarif, misalnya penetapan kuota global untuk
impor, pengenalan kemudahan dalam perizinan, kewenangan
impor, dan tindakan lain yang serupa untuk mengendalikan impor.
Dalam kondisi normal, suatu anggota WTO dilarang untuk melakukan
pembatasan kuantitatif untuk impor dan ekspor sebagaimana diatur dalam Pasal
11 ayat 1 (b) SA:
Furthermore, a Member shall not seek, take or maintain any voluntary
export restraints, orderly marketing arrangements or any other similar
measures on the export or the import side. These include actions taken
by a single Member as well as actions under agreements, arrangements
and understandings entered into by two or more Members. Any such
measure in ef ect on the date of entry into force of the WTO Agreement
shall be brought into conformity with this Agreement or phased out in
accordance with paragraph 2.

Namun demikian, dalam kondisi tertentu negara Anggota dapat


melakukan tindakan safeguards sebagai langkah guna melindungi industri dalam
negeri dari kerugian yang disebabkan peningkatan impor. Terdapat dua kondisi
untuk menerapkan tindakan safeguards16, yakni :
a. Terjadi peningkatan impor dibandingkan produksi barang sejenis di dalam
negeri; dan
b. Peningkatan impor tersebut mengancam dan mengakibatkan kerugian yang
serius terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang serupa.
Dengan adanya ketentuan ini, diharapkan negara tersebut dapat
melakukan penyesuaian atas barang tertentu yang menghadapi tekanan yang
berasal dari impor barang yang diakibatkan terjadinya persaingan atau
kompetisi secara internasional. Safeguards measures bersifat sementara dan
semata-mata dilakukan dalam rangka proses penyesuaian bagi industri dalam
negeri yang menghadapi tekanan. Safeguards measures tidak dapat digunakan
untuk memproteksi industri dalam negeri dalam jangka panjang karena
pengenaan tindakan safeguards tersebut memiliki batasan waktu.

16
Article 4.2 (b) Agreement on Safeguards

10
Sesuai dengan ketentuan dalam Article 7.3 SA17, batasan waktu bagi
suatu tindakan safeguards ditentukan sebagai berikut18:
a. Secara umum, jangka waktu berlangsung suatu tindakan
safeguards tidak boleh melebihi 4 (empat) tahun walaupun dapat
diperpanjang;
b. Perpanjangan diberikan sampai maksimal 8 (delapan) tahun
namun harus diberikan konfirmasi mengenai keperluan
perpanjangan oleh pihak yang berwenang;
c. Khusus untuk negara berkembang, batasan waktu tersebut dapat
diperpanjang selama 2 (dua) tahun, yaitu menjadi 10 (sepuluh)
tahun.33
d. Setiap tindakan safeguards yang dilakukan untuk jangka waktu
lebih dari 1 (satu) tahun harus diliberalisasikan secara progresif
sepanjang masa pemberlakuannya. Selanjutnya ditentukan bahwa
tidak ada tindakan safeguards yang dapat dikenakan kembali
kepada suatu barang yang pernah menjadi sasaran
C. Contoh Kasus
1. Keramik Indonesia Terbebas dari Safeguard Filipina.
Indonesia berhasil membebaskan produk keramik yang digunakan untuk
lantai dan dinding (ceramic floor and wall tiles) dengan tingkat penyerapan air
sebesar 0 persen - 10 persen dari pengenaan bea masuk tindakan pengamanan
(BMTP) atau safeguard yang dilakukan Filipina. Keputusan hasil penyelidikan
kasus safeguard tersebut diumumkan Komisi Tarif Filipina pada 18 Desember
2019. Kemenangan ini membuka peluang yang besar untuk tumbuhnya ekspor
keramik Indonesia ke Filipina. “Pembebasan BMTP ini jelas sangat
menguntungkan Indonesia, terutama setelah Filipina pernah menerapkan
BMTP pada produk keramik Indonesia selama 10 tahun. Pembebasan ini akan
membuat produk keramik Indonesia lebih kompetitif di pasar Filipina,” ujar
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto lewat keterangannya yang diterima di
Jakarta.

17
Article 7.3 SA
18
H.S Kartadjoemena, GATT, WTO, dan Hasil Uruguay Round, op. cit., hlm. 162-163.

11
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Wisnu Wardhana menjelaskan
penyelidikan safeguard atas produk keramik tersebut dilakukan Departemen
Perdagangan dan Industri serta Komisi Tarif Filipina sejak Desember 2018.
“Sesuai dengan peraturan Organisasi Perdagang19an Dunia (World Trade
Organization/WTO) Agreement on Safeguards, suatu negara diperbolehkan
menerapkan bea masuk tambahan terhadap suatu produk impor apabila
ditemukan lonjakan impor yang menyebabkan kerugian atau ancaman
kerugian bagi industri dalam negeri,” paparnya.
Terdapat tiga komponen yang harus dipenuhi oleh pihak otoritas untuk
melakukan pengenaan BMTP, yaitu adanya lonjakan impor, adanya kerugian
atau ancaman kerugian, serta hubungan sebab akibat di antara keduanya.
“Dalam kasus ini, tidak semua komponen-komponen tersebut ditemukan
dalam penyelidikan,” kata Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian
Perdagangan Pradnyawati. Menurut dia, hasil positif ini tidak terlepas dari
peran aktif Pemerintah Indonesia bersama dengan produsen dan eksportir
selama proses penyelidikan berlangsung. Sejak dimulainya penyelidikan,
Pemerintah Indonesia telah mengikuti prosedur sesuai ketentuan World Trade
Organization (WTO), mulai dari mendaftarkan diri sebagai pihak
berkepentingan, melakukan koordinasi dengan para pelaku usaha,
menyampaikan sanggahan tertulis, sampai dengan menyampaikan pernyataan
pada saat pelaksanaan dengar pendapat publik.
2. Kasus Certain Paper Indonesia dan Korea Selatan
Indonesia dalam menggunakan mekanisme penyelesaian sengketa di
WTO juga pernah menjadi penggugat utama dalam kasus dengan Korea Selatan
berkenaan dengan penerapan bea masuk anti dumping oleh Korea terhadap
produk certain paper asal Indonesia yang diimpor oleh importer Korea. Melalui
proses konsultasi yang dimulai pada tanggal 7 Juli 2004, Indonesia meminta
Korea dalam hal ini Korean Trade Commission ( KTC) untuk mencabut bea
tambahan anti dumping karena Indonesia memandang Tindakan tersebut tidak
sesuai dengan aturan anti dumping yang berlaku sesuai dengan ketentuan WTO.

19
M.Syahran W. Lubis (https://ekonomi.bisnis.com/read/20191230/12/1185508/keramik-indonesia-
terbebas-dari-safeguard-filipina , diakses pada tanggal 17 September 2021 pukul 22.15 WIB)

12
Proses konsultasi yang terjadi secara bilateral Indonesia-Korea ternyata
tidak berhasil mencapai kesepakatan. Indonesia kemudian mengajukan
sengketa ini kepada DSB-WTO dan meminta dibentuknya panel untuk meneliti
kasus anti dumping tersebut. Pada tanggal 28 Oktober 2005, tim panel
memutuskan bahwa penerapan bea anti dumping oleh Korea terhadap produk
certain paper asal Indonesia tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada
dalam AD (Anti Dumping Agreement) WTO. Korea disarankan oleh panel
untuk merevisi aturannya dan melakukan perhitungan Kembali bea masuk anti
dumping yang dikenakan ke perusahaan kertas asal Indonesia. Hal ini
menunjukkan kemenangan Indonesia dalam kasus ini. Kasus ini belum selesai,
dan Indonesia tetap terus berusaha di forum WTO untuk memaksa Korea
melaksanakan rekomendasi panel WTO. Dalam ketentuan DSB Korea
diberikan waktu untuk melaksanakan rekomendasi panel dan dalam hal ini
Korea telah melewati batas waktu yang ditentukan dalam menjalankan
rekomendasi panel. Dalam Kasus Indonesia-Korea, juga terlihat perkembangan
kasus yang menunjukkan Korea belum mau melaksanakan rekomendasi panel
WTO sesuai dengan harapan Indonesia20.
Organisasi internasional merupakan suatu wadah bagi beberapa negara
untuk berkumpul mendiskusikan suatu masalah yang terkait dan untuk
mencapai tujuan bersama dengan organisasi tersebut. Dalam setiap organisai
tersebut telah ditentukan beberapa persyaratan untuk ikut bergabung dan sanksi
jika terkait dengan pelanggaran yang dilanggar oleh negara bersangkutan
kepada organisasi tersebut.
Akan tetapi, pada kenyataannya perdagangan dunia yang meningkat
tidak berarti meningkatnya kesejahteraan dan pembangunan di negara-mnegara
berkembang dan miskin. Bahkan, kini mulai terasa kesejahteraan negara-negara
berkembangan kian merosot dan proses pembangunan kian terhambat . Produk-
produknya pun masih sulit menembus pasar negara-negara maju. Di negara
maju pun masih mempraktikkan hambatan nontariff yang sangat tinggi, seperti
penetapan standarisasi produk barang dan jasa, serta penetapan standar yang
tinggi di perbatasan berdasarkan aspek Kesehatan, kebersihan, dan keamanan21.

20
Serlika Aprita, Rio Adhitya, Hukum Perdagangan Internasional, (Depok: Rajawali Pers, 2020), Hlm. 191
21
Serlika Aprita, Rio Adhitya, Hukum Perdagangan Internasional, (Depok: Rajawali Pers, 2020), Hlm. 192

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengertian Safeguards
safeguard adalah suatu instrumen yang yang dapat digunakan oleh negara-
negara anggota WTO untuk mengamankan industri dalam negeri dari akibat yang
ditimbulkan oleh lonjakan impor berupa kerugian serius atau ancaman kerugian serius.
2. Pengaturan Safeguards
Pengaturan safeguards dalam GATT 1947 yang digunakan yaitu ketentuan
Article XIX tentang Emergency Action on Imports of Particular Products, khususnya
Pasal 1 (a) mengenai unforeseen developments.
3. Contoh Kasus Safeguards
a. Keramik Indonesia Terbebas dari Safeguard Filipina
b. Kasus Certain Paper Indonesia dan Korea Selatan
B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Maka dari itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran menegenai pembahasan makalah dalam kesimpulan
diatas.

14
DAFTAR PUSTAKA

Asmarani, Nora Galuh Candra. https://news.ddtc.co.id/apa-itu-safeguard-23915 , diakses


pada tanggal 16 September 2021 pukul 19.10 WIB
https://bisnisbestfriend.co.id/apa-yang-dimaksud-dengan-safeguard/ di akses tanggal 16
September 2021 pukul 20.05 WIB
Sylviana Kusuma Lestari, Sylviana. 2010. ”Tinjauan Yuridis Atas Perlindungan Hukum
Terhadap Industri Dalam Negeri Melalui Peraturan Nasional Dengan Upaya Safeguards
Dalam World Trade Organization (WTO)”. Thesis. Jakarta: UI
Netherlands,2002. TMC Asser Press
Barutu Christhophorus. 2007. Ketentuan Anti Dumping, Subsidi, dan Tindakan Pengamanan
(Safeguards) dalam GATT dan WTO, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, Pasal 1 Angka 2
Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI). 2005. Perlindungan Industri Dalam
Negeri Melalui Tindakan Safeguards World Trade Organization Jakarta: Komite
Pengamanan Perdagangan Indonesia
Safeguards Agreements SA, Article 4.2 (b)
Article XIX GATT 1947
Barutu Christhophorus. 2007. Ketentuan Anti Dumping, Subsidi, dan Tindakan Pengamanan
(Safeguard) dalam GATT dan WTO, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
Gauthier Gilles , Discussion Paper On Emergency Safeguard Mechanism,
http://www.fin.gc.ca/activty/G20/fininst/esm_-eng.asp , diakses pada tanggal 18 September
2021 pukul 21.13 WIB.
Safeguards Agreement SA, Article 13.1 SA
Safeguards Agreement SA, Article 12 SA
Barutu, Christhophorus. 2007. Ketentuan Anti Dumping, Subsidi, dan Tindakan
Pengamanan (Safeguard) dalam GATT dan WTO, Bandung: PT. Citra Aditya
Agreement on Safeguards, Article 4.2 (b)
Safeguards Agreement SA, Article 7.3 SA
Kartadjoemena, H.S. 2002. GATT, WTO, dan Hasil Uruguay Round, Jakarta: UI-Press
Lubis, M. Syahran W. 2019. Keramik Indonesia Terbebas dari Safeguard Filipina.
https://ekonomi.bisnis.com/read/20191230/12/1185508/keramik-indonesia-terbebas-dari-
safeguard-filipina. Diakses pada tanggal 17 September 2021 pukul 22.15 WIB.

Aprita Serlika, Rio Adhitya, 2020. Hukum Perdagangan Internasional, Depok: Rajawali
Pers

15

Anda mungkin juga menyukai