H.DAGANG INTER KEL. IX Elsya Deslika
H.DAGANG INTER KEL. IX Elsya Deslika
Disusun Oleh
ELSYA DWIYANTI
NIM : 1902130004
NIM : 1902130005
FAKULTAS SYARIAH
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
Cover
Kata Pengantar…………………………………………………………………………………………………………...i
B. Pengaturan Safeguard........................................................................................................ 4
A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 14
B. Saran................................................................................................................................ 14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
D. Kegunaan Penulisan
E. Metode Penulisan
Adapun metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu dengan metode
pustaka dan telusur internet sebagai referensi yang ada kaitannya atau hubungannya
dengan pembuatan makalah ini dan disimpulkan dalam bentuk makalah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Safeguard
Safeguard adalah suatu instrumen yang yang dapat digunakan oleh negara-
negara anggota WTO untuk mengamankan industri dalam negeri dari akibat yang
ditimbulkan oleh lonjakan impor berupa kerugian serius atau ancaman kerugian serius.
Penerapan tindakan pengamanan (safeguard) dimaksudkan untuk melindungi produk
industri dalam negeri dari lonjakan atau membanjirnya produk impor yang merugikan
atau mengancam kerugian industri dalam negeri1.
Menurut bahasa latin, humaniora disebut artes liberales yaitu studi tentang
kemanusiaan. Sedangkan menurut pendidikan Yunani kuno, humaniora disebut dengan
trivium, yaitu logika, retorika dan gramatika. Pada hakikatnya humaniora adalah ilmu-
ilmu yang bersentuhan dengan nilai-nilai kemanusian yang mencakup etika, logika,
estetika, pendidikan pancasila, pendidikan kewarganegaraan, agama dan fenomenologi.
Humaniora merupakan studi yang memusatkan perhatiannya pada kehidupan manusia,
menekankan unsur kreativas, kebaharuan, orsinalitas, dan keunikan. Berusaha mencari
makna dan nilai, sehingga bersifat normatif. Dengan demikian, safeguard semata-mata
diterapkan untuk penyesuaian industri dalam negeri yang menghadapi tekanan dan
memiliki batasan waktu.
1
Nora Galuh Candra Asmarani, (https://news.ddtc.co.id/apa-itu-safeguard-23915 , diakses pada tanggal 16
September 2021 pukul 19.10 WIB)
3
Untuk memperbaiki kerugian atau mencegah ancaman kerugian serius yang
akan diterima oleh industri dalam negeri akibat dari lonjakan barang impor. Salah satu
syarat penting untuk bisa menjalankan safeguard adalah suatu produk impor terjadi
peningkatan impor secara absolut maupun relatif akibat perkembangan yang tidak
terduga (unforeseen development). Selain itu, peningkatan produk impor secara absolut
maupun relatif juga harus diikuti dengan penyelidikan terhadap faktor-faktor lain yang
relevan. Penyelidikan tersebut dilakukan oleh pihak otoritas yang berwenang dalam
suatu negara.
Jadi intinya adalah, safeguard adalah suatu instrumen yang yang dapat
digunakan oleh negara-negara anggota wto untuk mengamankan industri dalam negeri
dari akibat yang ditimbulkan oleh lonjakan impor berupa kerugian serius atau ancaman
kerugian serius. Penerapan tindakan pengamanan (safeguard) dimaksudkan untuk
melindungi produk industri dalam negeri dari lonjakan atau membanjirnya produk
impor yang merugikan atau mengancam kerugian industri dalam negeri.
B. Pengaturan Safeguard
1. Safeguards dalam GATT 1947
2
https://bisnisbestfriend.co.id/apa-yang-dimaksud-dengan-safeguard/ di akses tanggal 16 September 2021
pukul 20.05 WIB
4
Particular Products, khususnya Pasal 1 (a) mengenai unforeseen
developments, sebagai berikut:
3
Sylviana Kusuma Lestari, Thesis: ”Tinjauan Yuridis Atas Perlindungan Hukum Terhadap Industri Dalam Negeri
Melalui Peraturan Nasional Dengan Upaya Safeguards Dalam World Trade Organization (WTO)” (Jakarta: UI,
2010) Hal. 52.
5
3.1 SA, Appeallate Body4 mengemukakan bahwa Dispute Settlement
Body (DSB) Panel tidak memiliki tanggung jawab untuk melakukan
deduksi penalaran untuk dirinya sendiri;
2. Legal standards untuk penetapan peningkatan impor dalam kuantitas
yang sedemikian rupa sehingga memenuhi persyaratan dikenakannya
safeguards. Pertimbangan mengenai legal standard untuk penetapan
the increased import dalam kuantitas yang sedemikian rupa, sehingga
memenuhi persyaratan dikenakannya safeguards;
3. Causation of serious injury. Perhitungan tentang jangka waktu
terjadinya peningkatan impor harus dilakukan dengan seksama dalam
hal ini Appeallate Body mengemukakan bahwa tidak ada persyaratan
bahwa impor bukan merupakan salah satunya penyebab serious injury
atau the threat of various injury; dan/atau
4. Pertimbangan mengenai dampak dari penerapan tindakan safeguards
dalam hubungan timbal-balik dengan anggota-anggota WTO lainnya.
Penerapan tindakan pengamanan secara regional diperbolehkan oleh
WTO asalkan negara Anggota tersebut menerapkannya pada semua
perdagangan secara substansial (substantially all the trade). Mengenai
interpretasi perjanjian WTO, negara-negara berkembang telah
mengkritik DSB tidak menafsirkan dengan cara yang benar5.
2. Safeguards dalam Agreement on Safeguard
Agreement on Safeguards (Safeguards Agreement SA) yang akan
menjadi pembahasan, merupakan bagian dari Annex 1A WTO Agreement,
terdiri atas 14 Article (pasal) dan 1 annex (lampiran), pada terminologi umum,
persetujuan tersebut terdiri atas 4 (empat) komponen, yaitu:6
a. Ketentuan umum
b. Aturan-aturan pemerintah negara-negara anggota terhadap tindakan
safeguards yang baru (antara lain penerapannya setelah masuk ke dalam
Persetujuan WTO
4
Appelate Body merupakan bagian dari WTO yang didirikan pada tahun 1995 melalui Article 17 dari
Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Disputes (DSU) kedudukannya di bawah
Dispute Settlement Body (DSB) yang bertugas untuk menyelesaikan sengketa diantara sesama anggota WTO.
5
Netherlands, TMC Asser Press, 2002, hal. 272.
6
Christhophorus Barutu, Ketentuan Anti Dumping, Subsidi, dan Tindakan Pengamanan (Safeguards) dalam
GATT dan WTO, PT. Citra Aditya Bakti, 2007, hlm. 106.
6
c. Mengenai aturan-aturan sebelum adanya tindakan yang diterapkan ketika
suatu negara belum menjadi anggota WTO
d. Kewajiban-kewajiban multilateral dan lembaga-lembaga sehubungan
dengan penerapan tindakan safeguards
Safeguards adalah suatu instrumen yang yang dapat digunakan oleh
negara-negara Anggota WTO untuk mengamankan industri dalam negerinya
dari akibat yang ditimbulkan oleh lonjakan impor berupa kerugian serius atau
ancaman kerugian serius, sesuai dengan ketentuan dalam Article 2.1 SA, yaitu:
A Member may apply a safeguards measure to a product only if that
Member has determined, pursuant to the provisions set out below, that
such product is being imported into its territory in such increased
quantities, absolute or relative to domestic production, and under such
conditions as to cause or threaten to cause serious injury to the
domestic industry that produces like or directly competitive products.
Pernyataan tersebut dapat dijadikan pedoman dalam mengidentifikasi
peningkatan impor, yaitu bahwa barang impor yang masuk dalam wilayah
kepabeanan7 suatu negara meningkat dalam jumlah secara absolut dan relatif
dibandingkan dengan produksi dalam negeri serta mengakibatkan kerugian
serius atau ancaman kerugian serius bagi industri yang menghasilkan barang
yang serupa atau secara langsung tersaingi oleh barang impor tersebut. 8
Mengenai persyaratan untuk penerapan safeguards, Appellate Body
berpendapat bahwa berdasarkan 4.2 (b) SA9, hal terpenting yang harus
diperhatikan dalam penerapan safeguards adalah bahwa tindakan tersebut
hanya dapat dilakukan apabila:
a. Adanya causal link antara peningkatan impor dengan serious injury
dan/atau dengan the threat of serious injury;
b. Kerugian yang ditimbulkan oleh faktor-faktor lain yang bukan impor
harus tidak dipertautkan terhadap peningkatan impor (non-atribution
analysis); dan/atau
7
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, Pasal 1 Angka 2
8
Komite Pengamanan Perdagangan, Jakarta, 2005, hlm. 5.
9
Article 4.2 (b)
7
c. Sedangkan untuk peningkatan impor harus diperhatikan persyaratan
berdasarkan Article XIX GATT 194710, yaitu unforeseen development.
Appellate Body membuat suatu pedoman yang bersifat umum tentang
pengidentifikasian impor yang tidak dapat dilepaskan dari volume dan jangka
waktu peningkatan impor, yaitu bahwa peningkatan impor yang terjadi dalam
rentang waktu yang paling akhir (recent), bersifat mendadak (sudden), cukup
tajam dan cukup signifikan dalam hal kuantitas dan kualitas impornya yang
menyebabkan kerugian serius (serious injury) atau ancaman kerugian serius
(threaten serious injury) bagi industri dalam negeri11.
Mekanisme pengamanan darurat (emergency safeguards mechanism)
adalah suatu bentuk "katup pengaman" yang memungkinkan pemerintah untuk
memberikan bantuan kepada industri dalam negeri yang mengalami kesulitan
dalam menghadapi kompetisi internasional di pasar dalam negeri sebagai akibat
dari adanya liberalisasi perdagangan. Dalam konteks perdagangan barang,
tindakan pengamanan sementara dapat diterapkan dalam kondisi tertentu. Hal
ini umumnya diterapkan berdasarkan pengajuan dari industri dalam negeri dan
hanya setelah sebuah investigasi menyimpulkan bahwa industri dalam negeri
sedang mengalami kerugian serius akibat adanya lonjakan impor. Sebuah
tindakan pengamanan biasanya diambil dalam bentuk penetapan tambahan bea
masuk dan / atau pembatasan kuantitatif impor pada barang terselidik.12
Pada saat menemukan kerugian serius atau ancaman kerugian serius
yang disebabkan oleh peningkatan impor, negara anggota harus
memberitahukan hal tersebut kepada Komite Safeguards (Committee on
Safeguards)13 , sesuai dengan ketentuan dalam Article 13.1 SA, Komite ini
mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Memantau dan menyampaikan laporan tahunan kepada Dewan
Perdagangan Barang (Council for Trade in Goods) mengenai
pelaksanaan umum SA dan memberikan rekomendasi terhadap
peningkatannya;
10
Article XIX GATT 1947
11
Christhophorus Barutu, op. cit., hal. 110.
12
Gilles Gauthier, Discussion Paper On Emergency Safeguard Mechanism,
http://www.fin.gc.ca/activty/G20/fininst/esm_-eng.asp , diakses pada tanggal 18 September 2021 pukul 21.13
WIB.
13
Article 13.1 SA
8
b. Atas permintaan negara Anggota yang terkena tindakan pengamanan
(safeguard measure), mencari apakah persyaratan prosedural SA telah
ditaati dalam hubungan dengan tindakan pengamanan tersebut dan
melaporkan hasil penemuannya kepada Dewan Perdagangan Barang;
c. Membantu negara-negara Anggota, jika mereka mengajukan
permintaan, dalam hal konsultasi menurut ketentuan-ketentuan dalam
SA;
d. Memeriksa tindakan-tindakan yang tercakup oleh Article 10 dan Article
11.1, memantau penghapusan bertahap atas tindakan-tindakan demikian
dan melaporkan sebagaimana mestinya kepada Dewan Perdagangan
Barang;
e. Atas permintaan negara Anggota yang meminta tindakan pengamanan,
untuk memantau apakah usul-usul untuk memperpanjang konsesi atau
kewajiban lainnya secara substansial bersifat ekuivalen (substantially
equivalent) dan melaporkan sebagaimana mestinya kepada Dewan
Perdagangan Barang;
f. Menerima dan meninjau semua notifikasi yang disediakan dalam SA dan
melaporkan sebagaimana mestinya kepada Dewan Perdagangan Barang;
g. Melakukan setiap fungsi lainnya yang berkaitan dengan SA yang
ditentukan oleh Dewan Perdagangan Barang.
Negara Anggota harus menempuh beberapa prosedur khusus yang
dinamakan dengan konsultasi sebelum mengambil suatu tindakan safeguards14 .
Setelah melakukan konsultasi baru negara Anggota baru dimungkinkan jika pada
akhirnya memutuskan untuk mengambil tindakan safeguards. Tindakan
safeguards tersebut dapat diambil dalam bentuk:15
a. Pemberlakuan tarif, misalnya dalam hal peningkatan kewajiban impor
melampaui tingkat batas, pembebanan biaya tambahan atau pajak
tambahan, pengganti pajak pada barang, atau pengenalan tarif kuota,
yaitu kuota untuk impor pada suatu tarif yang lebih rendah dari
pembebanan pada tarif yang lebih tinggi untuk impor yang berada di atas
kuota;
14
Article 12 SA
15
Christhophorus Barutu, op. cit., hlm. 116.
9
b. Pemberlakuan non tarif, misalnya penetapan kuota global untuk
impor, pengenalan kemudahan dalam perizinan, kewenangan
impor, dan tindakan lain yang serupa untuk mengendalikan impor.
Dalam kondisi normal, suatu anggota WTO dilarang untuk melakukan
pembatasan kuantitatif untuk impor dan ekspor sebagaimana diatur dalam Pasal
11 ayat 1 (b) SA:
Furthermore, a Member shall not seek, take or maintain any voluntary
export restraints, orderly marketing arrangements or any other similar
measures on the export or the import side. These include actions taken
by a single Member as well as actions under agreements, arrangements
and understandings entered into by two or more Members. Any such
measure in ef ect on the date of entry into force of the WTO Agreement
shall be brought into conformity with this Agreement or phased out in
accordance with paragraph 2.
16
Article 4.2 (b) Agreement on Safeguards
10
Sesuai dengan ketentuan dalam Article 7.3 SA17, batasan waktu bagi
suatu tindakan safeguards ditentukan sebagai berikut18:
a. Secara umum, jangka waktu berlangsung suatu tindakan
safeguards tidak boleh melebihi 4 (empat) tahun walaupun dapat
diperpanjang;
b. Perpanjangan diberikan sampai maksimal 8 (delapan) tahun
namun harus diberikan konfirmasi mengenai keperluan
perpanjangan oleh pihak yang berwenang;
c. Khusus untuk negara berkembang, batasan waktu tersebut dapat
diperpanjang selama 2 (dua) tahun, yaitu menjadi 10 (sepuluh)
tahun.33
d. Setiap tindakan safeguards yang dilakukan untuk jangka waktu
lebih dari 1 (satu) tahun harus diliberalisasikan secara progresif
sepanjang masa pemberlakuannya. Selanjutnya ditentukan bahwa
tidak ada tindakan safeguards yang dapat dikenakan kembali
kepada suatu barang yang pernah menjadi sasaran
C. Contoh Kasus
1. Keramik Indonesia Terbebas dari Safeguard Filipina.
Indonesia berhasil membebaskan produk keramik yang digunakan untuk
lantai dan dinding (ceramic floor and wall tiles) dengan tingkat penyerapan air
sebesar 0 persen - 10 persen dari pengenaan bea masuk tindakan pengamanan
(BMTP) atau safeguard yang dilakukan Filipina. Keputusan hasil penyelidikan
kasus safeguard tersebut diumumkan Komisi Tarif Filipina pada 18 Desember
2019. Kemenangan ini membuka peluang yang besar untuk tumbuhnya ekspor
keramik Indonesia ke Filipina. “Pembebasan BMTP ini jelas sangat
menguntungkan Indonesia, terutama setelah Filipina pernah menerapkan
BMTP pada produk keramik Indonesia selama 10 tahun. Pembebasan ini akan
membuat produk keramik Indonesia lebih kompetitif di pasar Filipina,” ujar
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto lewat keterangannya yang diterima di
Jakarta.
17
Article 7.3 SA
18
H.S Kartadjoemena, GATT, WTO, dan Hasil Uruguay Round, op. cit., hlm. 162-163.
11
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Wisnu Wardhana menjelaskan
penyelidikan safeguard atas produk keramik tersebut dilakukan Departemen
Perdagangan dan Industri serta Komisi Tarif Filipina sejak Desember 2018.
“Sesuai dengan peraturan Organisasi Perdagang19an Dunia (World Trade
Organization/WTO) Agreement on Safeguards, suatu negara diperbolehkan
menerapkan bea masuk tambahan terhadap suatu produk impor apabila
ditemukan lonjakan impor yang menyebabkan kerugian atau ancaman
kerugian bagi industri dalam negeri,” paparnya.
Terdapat tiga komponen yang harus dipenuhi oleh pihak otoritas untuk
melakukan pengenaan BMTP, yaitu adanya lonjakan impor, adanya kerugian
atau ancaman kerugian, serta hubungan sebab akibat di antara keduanya.
“Dalam kasus ini, tidak semua komponen-komponen tersebut ditemukan
dalam penyelidikan,” kata Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian
Perdagangan Pradnyawati. Menurut dia, hasil positif ini tidak terlepas dari
peran aktif Pemerintah Indonesia bersama dengan produsen dan eksportir
selama proses penyelidikan berlangsung. Sejak dimulainya penyelidikan,
Pemerintah Indonesia telah mengikuti prosedur sesuai ketentuan World Trade
Organization (WTO), mulai dari mendaftarkan diri sebagai pihak
berkepentingan, melakukan koordinasi dengan para pelaku usaha,
menyampaikan sanggahan tertulis, sampai dengan menyampaikan pernyataan
pada saat pelaksanaan dengar pendapat publik.
2. Kasus Certain Paper Indonesia dan Korea Selatan
Indonesia dalam menggunakan mekanisme penyelesaian sengketa di
WTO juga pernah menjadi penggugat utama dalam kasus dengan Korea Selatan
berkenaan dengan penerapan bea masuk anti dumping oleh Korea terhadap
produk certain paper asal Indonesia yang diimpor oleh importer Korea. Melalui
proses konsultasi yang dimulai pada tanggal 7 Juli 2004, Indonesia meminta
Korea dalam hal ini Korean Trade Commission ( KTC) untuk mencabut bea
tambahan anti dumping karena Indonesia memandang Tindakan tersebut tidak
sesuai dengan aturan anti dumping yang berlaku sesuai dengan ketentuan WTO.
19
M.Syahran W. Lubis (https://ekonomi.bisnis.com/read/20191230/12/1185508/keramik-indonesia-
terbebas-dari-safeguard-filipina , diakses pada tanggal 17 September 2021 pukul 22.15 WIB)
12
Proses konsultasi yang terjadi secara bilateral Indonesia-Korea ternyata
tidak berhasil mencapai kesepakatan. Indonesia kemudian mengajukan
sengketa ini kepada DSB-WTO dan meminta dibentuknya panel untuk meneliti
kasus anti dumping tersebut. Pada tanggal 28 Oktober 2005, tim panel
memutuskan bahwa penerapan bea anti dumping oleh Korea terhadap produk
certain paper asal Indonesia tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada
dalam AD (Anti Dumping Agreement) WTO. Korea disarankan oleh panel
untuk merevisi aturannya dan melakukan perhitungan Kembali bea masuk anti
dumping yang dikenakan ke perusahaan kertas asal Indonesia. Hal ini
menunjukkan kemenangan Indonesia dalam kasus ini. Kasus ini belum selesai,
dan Indonesia tetap terus berusaha di forum WTO untuk memaksa Korea
melaksanakan rekomendasi panel WTO. Dalam ketentuan DSB Korea
diberikan waktu untuk melaksanakan rekomendasi panel dan dalam hal ini
Korea telah melewati batas waktu yang ditentukan dalam menjalankan
rekomendasi panel. Dalam Kasus Indonesia-Korea, juga terlihat perkembangan
kasus yang menunjukkan Korea belum mau melaksanakan rekomendasi panel
WTO sesuai dengan harapan Indonesia20.
Organisasi internasional merupakan suatu wadah bagi beberapa negara
untuk berkumpul mendiskusikan suatu masalah yang terkait dan untuk
mencapai tujuan bersama dengan organisasi tersebut. Dalam setiap organisai
tersebut telah ditentukan beberapa persyaratan untuk ikut bergabung dan sanksi
jika terkait dengan pelanggaran yang dilanggar oleh negara bersangkutan
kepada organisasi tersebut.
Akan tetapi, pada kenyataannya perdagangan dunia yang meningkat
tidak berarti meningkatnya kesejahteraan dan pembangunan di negara-mnegara
berkembang dan miskin. Bahkan, kini mulai terasa kesejahteraan negara-negara
berkembangan kian merosot dan proses pembangunan kian terhambat . Produk-
produknya pun masih sulit menembus pasar negara-negara maju. Di negara
maju pun masih mempraktikkan hambatan nontariff yang sangat tinggi, seperti
penetapan standarisasi produk barang dan jasa, serta penetapan standar yang
tinggi di perbatasan berdasarkan aspek Kesehatan, kebersihan, dan keamanan21.
20
Serlika Aprita, Rio Adhitya, Hukum Perdagangan Internasional, (Depok: Rajawali Pers, 2020), Hlm. 191
21
Serlika Aprita, Rio Adhitya, Hukum Perdagangan Internasional, (Depok: Rajawali Pers, 2020), Hlm. 192
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengertian Safeguards
safeguard adalah suatu instrumen yang yang dapat digunakan oleh negara-
negara anggota WTO untuk mengamankan industri dalam negeri dari akibat yang
ditimbulkan oleh lonjakan impor berupa kerugian serius atau ancaman kerugian serius.
2. Pengaturan Safeguards
Pengaturan safeguards dalam GATT 1947 yang digunakan yaitu ketentuan
Article XIX tentang Emergency Action on Imports of Particular Products, khususnya
Pasal 1 (a) mengenai unforeseen developments.
3. Contoh Kasus Safeguards
a. Keramik Indonesia Terbebas dari Safeguard Filipina
b. Kasus Certain Paper Indonesia dan Korea Selatan
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Maka dari itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran menegenai pembahasan makalah dalam kesimpulan
diatas.
14
DAFTAR PUSTAKA
Aprita Serlika, Rio Adhitya, 2020. Hukum Perdagangan Internasional, Depok: Rajawali
Pers
15