TENTANG ……..
Dosen Pengampu : Rachmat Suharno, S.H., M.H.
Disusun oleh :
Kelompok 1
Semester/Kelas : 6/A1
Muhammad Rizki Ihsan Nur Mauludin (41151010200058)
Vianka Meisya Azzahra (41151010200002)
Dina Pramesti (41151010200016)
Andien Amalia Putri Nugraha (41151010200053)
Diana Ayu Nurjanah (41151010200012)
Ficky Perdana Putra (41151010200171)
Allysha Putri Wibawa (41151010200039)
Irman Kusumah (41151010200013)
Rahmalia Zayinul Farhan (41151010200049)
Farhan Humam Najib (41151010200177)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LANGLANGBUANA
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunianya yang dilimpahkan kepada kami, sehinggsa kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu guna memenuhi syarat nilai untuk Mata Kuliah Hukum
Ekonomi Internasional
Makalah ini bertema tentang ……. Tentu saja berhasilnya penulisan makalah ini tidak
lepas dari adanya bimbingan petunjuk dan dorongan dari berbagai pihak terutama
Bapak Rachmat Suharno, S.H., M.H. dosen yang telah memberikan banyak pelajaran
kepada kami semua.
Meskipun makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan terdapat kekurangan serta
kesalahan didalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk makalah ini supaya nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Secara khusus kami ucapkan terima kasih kepada semua yang telah memberikan
bimbingan dan dorongan atas kelancaran dalam penulisan makalah ini. Semoga dapat
memberikan informasi dan bermanfaat untuk menambah pengembangan wawasan serta
peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
LANDASAN TEORI
1
N. Rosyidah, OP.,Cit, hlm. 9
internasional lainnya 2 maka yang menjadi subjek hukum internasional tidak hanya
negara. Tapi memang negara merupakan actor utama dalam hubungan internasional.
Pasal 1 Konvensi Montevidio Tahun 1933, memberika syarat suatu entitas dapat
dikatakan sebagai negara apabila memenuhi unsur-unsur;
1. Memiliki penduduk
2. Memiliki wilayah tertentu
3. Memiliki pemerintahan yang berdaulat
4. Memiliki kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain.
Pada perkembangannya saat ini, negara sebagai subjek hukum ekonomi
internasional meliputi negara merdeka baik yang berbentuk federasi maupun republik.
Walaupun negara-negara pada umumnya berbeda dalam luas wilayah, penduduk,
kekayaan, kekuatan dan kebudayaan, namun dalam hukum internasional dikenal ajaran
persamaan kedudukan negara-negara.
2.4 Substansi Hukum Ekonomi Internasional
Untuk mempermudah memahami substansi Hukum Ekonomi Internasional,
maka ruang lingkup substansi atau content Hukum Ekonomoi Internasional dapat dibagi
dalam tiga hal :
1. Hukum pembangunan internasional, kajiannya mencakup organisasi yang
berfungsi memberi bantuan ekonomi berupa pinjaman internasional untuk
memperlancar pembangunan ekonomi disuatu negara (bank dunia, world bank).
2. Hukum Motere Internasional (Internasional Monetery Fund, IMF).
3. Hukum Perdagangan Internasional (Internasional Trade Law).
Tiga substansial dari Hukum Ekonomi Internasional tersebut sesuai dengan tiga
pilar sistem ekonomi internasional hasil Konvensi Bretton Woods, yaitu pembentukan
beberapa institusi dibawah ini:
1. Pada bidang hukum pembangunan internasional, dibentuk the World Bank
dengan IBDRD, MIGA, ICSID yang berperan dalam mengembangkan
pembangunan ekonomi negara-negara.
2. Pada bidang hukum moneter internasional, dibentuk oleh International Monetary
Fund yang mengurusi stabilitas moneter internasional.
3. Pada bidang hukum perdagangan internsional, dibentuk GATT yang kemudian
dilengkapi dengan pembentukan organisasi perdagangan internsional WTO
(International Trade Organization), yang tidak hanya saja mencakup
perdagangan barang (goods), Jasa (services), hak kekayaan Intelektual
(Intelectual property rights) tetapi juga bidang investasi (investment).
2
Mochtar Kusumaadmaja, Hukum Internasional, suatu pengantar,
2.5 Prinsip-prinsip Hukum Ekonomi Internasional
Prinsip-prinsip dasar hukum ekonomi internasional pada pokoknya mengacu
kepada 2 prinsip kebebasan.yakni kebebasan komunikasi dan kebebasan berdagang.
Prinsip kebebasan yang telah berkembang lama ini disebut juga sebagai prinsip klasik
hukum ekonomi internasional.
a. Kebebasan Berkomunikasi
Prinsip yang menyatakan bahwa setiap negara memiliki kebebasan untuk
berhubungan dengan siapa pun juga.Termasuk kebebasan untuk memasuki wilayah
suatu negara guna melakukan transaksi-transaksi ekonomi internasional. Seperti
navigasi, kebebasan transit, kebebasan melakukan perjalanan melalui darat, kereta api,
atau pengangkutan udara. Implementasi kebebasan berlayar, dalam pasal-pasal
Konvensi Hukum Laut 1982 (the UnitedNation Convention on the Law of the sea).
Pasal 87 Konvensi mengenai kebebasan dilaut lepas antara lain menegaskan bahwa
semua negara memiliki hak untuk berlayar. Kebebasan di ruang udara ini tampak nyata
dalam "five freedoms of the air yang termuat dalam the Chicago International Air
Transport Agreement (1944). Kebebasan tersebut yaitu:
1. Terbang melintasi wilayah negara asing tanpa mendarat;
2. Mendarat untuk tujuan-tujuan komersial;
3. Menurunkan penumpang pada lalu-lintas negara asing yang berasal dari negara
asal pesawat udara;
4. Mengangkut penumpang pada lalu-lintas negara asing yang bertujuan ke negara
asal pesawt udara; dan Mengangkut angkutan antara dua Negara asing
b. Kebebasan Berdagang
Setiapa negara memiliki kebebasan untuk berdagang dengan setiap orang atau
setiap negara dimanapun di dunia ini. Kebebasan ini tidak boleh terhalang oleh karena
negara memilki system ekonomi, ideologi atau politik yang berbeda dengan negara
lainnya.
c. Kaidah Dasar Minimum (minimum standards)
Kaidah utama dalam hukum ekonomi internasional.kaidah yang telah
berkembang menjadi suatu aturan hukum kebiasaan internasional umum (general
international customary law). Kaidah ini menyatakan, kewajiban negara untuk
sedikitnya memberikan jaminan perlindungan kepada pedagang atau pengusaha asing
dan harta miliknya.
d. Perlakuan Sama (IdenticalTreatment)
Berdasarkan prinsip ini, dua raja bersepakat untuk secara timbal balik
memberikan para pedagang mereka perlakuan yang sama (identik). Menurut
Schwarzenberger, hukum kekebalan diplomatik yang juga menganut prinsip timbal-
balik. Kaidah dasar ini lebih terkenal dengan istilah resiprositas (reciprocity). Oliver
Long menganggap resiprositas sebagai suatu prinsip fundamental dalam perjanjian
GATT.
e. Kaidah Dasar Mengenai Perlakuan Nasional (National Treatment)
Merupakan salah satu pengejewantahan dari prinsip non- diskriminasi.Klausul
ini ditemukan dalam berbagai perjanjian termasuk dalam GATT dan perjanjian-
perjanjian persahabatan, perdagangan dan navigasi. Klausul ini mensyaratkan suatu
negara untuk memperlakukan hukum yang sama. 3
f. Most-Favoured Nation (MFN)
Pada dasarnya,erupakan prinsip nondiskriminasi yang mensyaratkan negara
anggota harus memperlakukan negara sama dengan bagaimana dia memperlakukan
negara lain. Prinsip MFN ini mempunyai dua bentuk, MFN bersyarat dan MFN tidak
bersyarat. Berdasarkan kewajiban bersyarat, apabila suatu negara memberi
keistimewaan pada negara ketiga, maka ia diwajibkan memberikan perlakuan yang
sama kepada negara partnernya. Hal itu dilakukan setelah negara partner tersebut
memberikan istimewa dengan menyepakati keuntungan timbal balik yang sama kepada
mereka yang telah di berikan negara pertama.
Klausul MFN tidak bersyarat mensyaratkan suatu negara yang memberikan
keistimewaan kepada negara ketiga secara otomatis. Dan, tanpa syarat meberikan
keistimewaan pada negara partnernya, tanpa perlu syarat resiprositas dari negara
partner.
g. Asas Tidak Merugikan Negara Lain
Dalam perjanjian internasional di bidang ekonomi telah diakui adanya suatu
kewajiban negara untuk tidak menimbulkan beban-beban ekonomi kepada negara lain,
karena adanya kebijaksanaan ekonomi domestik negara yang bersangkutan. Artinya,
suatu negara tidak diperbolehkan (walaupun untuk kepentingan ekonomi nasionalnya)
mengeluarkan kebijakan yang dapat merugikan negara lain.
h. Asas Tindakan Pengaman dan Klausul Penyelemat (Safeguards and Escape Clause)
Masyarakat internasional umumnya menyadari bahwa kadangkala aturan- aturan
dalam perjanjian internasional mengenai hubungan ekonomi terlalu memberatkan
negara.Jika negara tersebut harus menerapkannya dikhawatirkan timbul dampak negatif
terhadap perekonomian negaranya. Untuk menghindari hal tersebut di buatlah suatu
3
Meria Utama, Op., Cit, hlm.4
klausul penyelamat. Biasanya, klausul semacam itu memberikan kemungkinan kepada
negara dalam melakukan penangguhan terhadap kewajiban internasional yang harus
dilakukannya untuk jangka waktu tertentu.
4
N. Rosyidah,Op., Cit, hlm.66-68
dengan harga yang lebih rendah, produsen dapat meningkatkan ekspor mereka dan
menghasilkan lebih banyak uang untuk negara mereka.
BAB III
BAB IV ANALISA KASUS
Kasus ini bermula ketika industri kertas Korea mengajukan petisi antidumping
terhadap 16 jenis produk kertas Indonesia antara lain yang tergolong dalam uncoated
paper and paperboard used for writing dan printing or other grafic purpose produk
kertas Indonesia kepada Korean Trade Commision (KTC) pada tanggal 30 september
2002 dan pada 9 mei 2003, KTC mengenai Bea Masuk Antidumping (BMAD)
sementara dengan besaran untuk PT pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk sebesar 51,61%, PT
Pindo Deli 11,65%, PT Indah Kiat 0,52%. April Pine dan lainnya sebesar 2,80%.
Namun, pada 7 November 2003 KTC menurunkan BM antidumping terhadap produk
kertas Indonesia ke Korsel dengan ketentuan PT Pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk. PT
Pindo Deli dan PT Indah Kiat diturunkan sebesar 8.22% dana untuk April Pine dan
lainnya 2.80%. Dan Indonesia mengadukan masalah ini ke WTO tanggal 4 Juni 2004
dan meminta diadakan konsultasi bilateral, namun konsultasi yang dilakukan pada 7 Juli
2004 gagal mencapai kesepakatan.
Dalam kasus ini, Indonesia telah melakukan upaya pendekatan sesuai prosedur
terhadap Korsel. Pada 26 Oktober 2006 Indonesia juga mengirim surat pengajuan
konsultasi Selanjutnya, konsultasi dilakukan pada 15 November 2006 namun gagal.
Korea masih belum melaksanakan rekalkulasi dan dalam pertemuan Korea mengulur-
ulur waktu. Tindakan Korsel tersebut sangat merugikan industri kertas Indonesia.
Ekspor kertas ke Korsel anjlok hingga 50 persen dari USS 120 juta, Kerugian tersebut
akan berkepanjangan sebab Panel juga menyita waktu cukup lama, paling cepat tiga
bulan dan paling lama enam bulan.
Indonesia meminta Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement
Body/DSB) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) membentuk Panel dan setelah
melalui proses-proses pemeriksaan, maka DSB WTO mengabulkan dan menyetujui
gugatan Indonesia terhadap pelanggaran terhadap penentuan agreement on antidumping
WTO dalam mengenakan tindakan antidumping terhadap produk kertas Indonesia.
Panel DSB menilai Korea telah melakukan kesalahan dalam upaya membuktikan
adanya praktek dumping produk kertas dari Indonesia dan bahwa Korea telah
melakukan kesalahan dalam menentukan bahwa industri domestik Korea mengalami
kerugian akibat praktek dumping dari produk kertas Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Octaviany Siregar, Nella. (2002). Regulasi Anti Dumping dalam Hukum Perdagangan
Internasional dan Penerapannya di Indonesia. Justisi Universitas Muhammadiyah
Sorong. Vol. 8 (1). Hal 68-69.
Widhiyanti, H. N., Kurniaty, R., Audrey, P., Ula, H., & Saraswati, A. N. (2020). Hukum
Ekonomi Internasional. Universitas Brawijaya Press.
http://repository.lppm.unila.ac.id/8553/1/buku%20ajar%20HEI
%20lengkap.docx#:~:text=Hukum%20ekonomi%20internasional%20(definisi
%20secara,aspek%20lingkungan%2C%20dan%20perburuhan).
Krugman, P. R., Obstfeld, M., & Melitz, M. J. (2015). International economics: theory
and policy. Pearson Education Limited.
Hill, C. W. L. (2014). International business: competing in the global marketplace.
McGraw-Hill Education.
Caves, R. E., Frankel, J. A., & Jones, R. W. (2007). World trade and payments: An
introduction. Pearson Education.
Krueger, A. O. (1988). The political economy of the rent-seeking society. The American
Economic Review, 78(3), 291-303.