Anda di halaman 1dari 3

HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

Nama : Alvin Alfandi


NIM : 041516929
Email : alvinalfandi20@gmail.com

TUGAS 1
1. Berdasarkan pengertian Hukum Perdata Internasional (HPI), manakah dari kedua contoh
kasus diatas yang merupakan peristiwa HPI dan uraikan alasan pada masing masing
contoh kasus tersebut!
2. Dari contoh kasus yang merupakan peristiwa HPI, uraikan titik taut sekundernya!
3. Hukum negara manakah yang dapat digunakan berdasarkan status personal badan hukum
pada kasus HPI diatas? Uraikan jawaban anda!

JAWABAN:
1. Dari 2 buah kasus di atas yang merupakan peristiwa HPI adalah Kasus 2, sementara
Kasus 1 bukan merupakan peristiwa HPI.

Kasus 1 : Kasus ini bukan merupakan peristiwa hukum HPI, dikarenakan tidak ada unsur
perkara asing dalam kasus tersebut. Baik dari segi kewarganegaraan, Domisili sampai
dengan tempat terjadi perkara tidak mengandung hukum dan unsur asing serta tempat
kedudukan Badan Hukum Maskapai Garuda Indonesia merupakan di Indonesia sehingga
tidak mengandung unsur asing.

Kasus 2 : Merupakan peristiwa hukum HPI karena kedua belah pihak memiliki
kewarganegaraan yang berbeda. Perusahaan Zulham dan Perusahaan Furniture Norwegia
memiliki Tempat kedudukan (Legal Seat) yang berbeda. Zulham merupakan Warga
Negara Indonesia yang melakukan penandatanganan kontrak dalam hal ini tempat
terjadinya perkara di luar negeri yakni di Norwegia sehingga perbedaaan kenegaraan
inilah yang menimbulkan peristiwa HPI dikarenakan perkara mengandung unsur Asing.

2. Titik Pertalian Primer Kasus 2 sebagai berikut:

Titik Taut atau Pertalian Primer adalah faktor-faktor dan keadaan- keadaan yang
menciptakan persoalan Hukum Perdata Internasional (HPI). Faktor-faktor yang
menimbulkan isu HPI yaitu: 1) kewarganegaraan, 2) domisili (de jure) atau tempat
kediaman (de facto), dan 3) tempat kedudukan badan hukum.

Titik Taut Primer, yaitu “Fakta-fakta di dalam sebuah perkara atau peristiwa hukum,
yang menunjukkan peristiwa hukum itu mengandung unsur- unsur asing dan karena itu,
peristiwa hukum yang dihadapi adalah peristiwa Hukum Perdata Internasional dan bukan
peristiwa hukum intern/domestik semata”
Bagian-bagian dari TPP:
- Kewarganegaraan
- Domisili
- Tempat Kediaman
- Bendera Kapal
- Tempat kedudukan (Legal Seat) berlaku untuk Badan Hukum
- Pilihan Hukum dan Hubungan Intern

Pada Kasus 2 di atas, teori TPP memberikan petunjuk kepada kita bahwa kita sedang
berhadapan dengan persoalan HPI. Hal ini dapat kita lihat pada Kewarganegaraan
Zulham dan tempat tindakan hukum yang dilakukan, Zulham merupakan seorang WNI
yang melakukan penandatanganan kontrak yang mengakibatkan perkara hukum di luar
negeri dalam kasus di atas di Norwegia sehingga ditemukan unsur asing (foreign
element) dalam peristiwa ini. Tempat Kedudukan (Legal Seat) Perusahaan Zulham dan
Perusahaan Furniture Norwegia yang berbeda Negara sehingga memiliki unsur asing
(foreign element). Teori TPP menjelaskan diperlukannya peran Hukum Perdata
Internasional dalam menyelesaikan kasus ini.

3. Asas untuk Penentuan Status Badan Hukum

Dalam perdagangan internasional menghadapi intensitas semakin banyaknya pendirian


badan hukum oleh pihak asing, dan atau oleh pihak lokal dan pihak asing dalam suatu
joint venture atau joint enterprise, demikian juga merambahnya perusahaan-perusahaan
multinasional ke seluruh dunia, sehingga menimbulkan persoalan: sistem hukum mana
yang dapat digunakan untuk menetapkan dan mengatur status dan wewenang suatu badan
hukum yang mengadung elemen asing.

Asas Place of Incorporation Status


“Badan hukum ditetapkan berdasarkan hukum dari tempat badan hukum itu secara resmi
didirikan/dibentuk”.

Asas ini dianut di Indonesia (dan umumnya negara-negara berkembang), sebagai reaksi
terhadap penggunaan Centre of Administration.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, Pasal 3
dinyatakan: “Pihak asing yang menanamkan modalnya di Indonesia haruslah:
- mendirikan badan hukum berdasarkan hukum Indonesia;
- dan badan hukum yang didirikan itu harus berkedudukan di Indonesia.”

Undang-undang penanaman modal yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun


2007 tentang Penanaman Modal pada Pasal 5 dinyatakan:
(1) Penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang
berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
(2) Penanam modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum
Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali
ditentukan lain oleh undangundang;
Dengan demikian, perusahaan-perusahaan yang dalam pengoperasiannya di suatu negara
yang memiliki unsur-unsur asing (karena penyertaan modal asing, klasifikasi hukum
sebagai perusahaan PMA) haruslah didirikan berdasarkan hukum dari negara tuan rumah
dan tunduk pada hukum negara tersebut. Sehingga menyebabkan Hukum Negara yang
dapat digunakan berdasarkan Legal Seat dan status personal badan hukum pada kasus di
atas merupakan Hukum Indonesia.

Sumber Bacaan/Kutipan/Referensi:

 BMP HKUM4304 Hukum Perdata Internasional

 Materi Inisiasi dan diskusi sesi 1 dan 2 Tutorial Online Mata Kuliah HPI

Anda mungkin juga menyukai