Anda di halaman 1dari 16

PAJAK PENGHASILAN UMUM

A. SUBJEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK

Yang menjadi subjek pajak adalah:

1. Orang pribadi
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
2. Badan terdiri dari perseroan terbatas, perseroan, komanditer, perseroan
lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apa pun, firma, kongsi,
koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, Yayasan, organisasi
massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, Lembaga, dan bentuk
badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif
3. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Subjek pajak dapat dibedakan menjadi:

1. Subjek pajak dalam negeri yang terdiri dari:


a. Subjek pajak orang pribadi, yaitu:
1) Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berbeda di Indonesia lebih
dari 183 hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 bulan
2) Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia
b. Subjek pajak badan, yaitu:
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit
tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1) Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan
2) Pembiayanya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara
atau anggaran pendapatan dari belanja daerah
3) Penerimanya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau
pemerintah daerah
4) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara
c. Subjek pajak warisan, yaitu:
Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak
2. Subjek pajak luar negeri yang terdiri dari:
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan, serta badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia.
Perbedaan wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak luar negeri, antara lain:

Wajib Pajak Dalam Negeri Wajib Pajak Luar Negeri


 Dikenakan pajak atas penghasilan,  Dikenakan pajak hanya atas
baik yang diterima atau diperoleh penghasilan yang berasal dari
dari Indonesia maupun dari luar sumber penghasilan di Indonesia
Indonesia  Dikenakan pajak berdasarkan
 Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto
pengahasilan neto  Tarif pajak yang digunakan
 Tarif pajak yang digunakan adalah adalah tarif sepadan (tarif UU
tarif umum (Tarif UU PPh 17) PPh 26)
 Wajib menyampaikan SPT  Tidak wajib menyampaikan SPT

B. OBJEK PAJAK
Penghasilan menjadi objek pajak, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apa pun, termasuk:
1. Penggantian atau imbalan
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan
3. Laba usaha
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
14. Premi asuransi
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggota yang terdiri
dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak
17. Penghasilan dari usaha berbaris Syariah
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan
19. Surplus Bank Indonesia

Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada wajib pajak,


penghasilan tersebut dapat dikelompokkan menjadi:
1. Penghasilan dari pekerjaan
2. Penghasilan dari usaha atau kegiatan
3. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta
4. Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat diklasifikasikan
ke dalam salah satu dari tiga kelompok penghasilan diatas, seperti:
a. Keuntungan karena pembebasan utang
b. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing
c. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
d. Hadiah undian

C. TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK


Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
1. A. Bantuan atau sumbangan
B. Harta hibahan
2. Warisan
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti
saham atau sebagai pengganti penyertaan modal
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi
6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
Penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat di
Indonesia dengan syarat:
a. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan
b. Kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah
25% dari jumlah modal yang disetor
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja
maupun pegawai
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana
dimaksud pada angka 7, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan
dengan keputusan Menteri Keuangan
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan
kontrak investasi kolektif
10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan
pasangan usaha tersebut:
a. Merupakan peusahaan mikro, kecil, menengah atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan berdasarkan
peraturan Menteri Keuangan
b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan berdasarkan peraturan Menteri Keuangan
12. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau Lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang Pendidikan atau bidang penelitian dan
pengembangan
13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh badan penyelenggara jaminan
sosial kepada wajib pajak tertentu

D. DASAR PENGENAAN PAJAK DAN CARA MENGHITUNG


PENGHASILAN KENA PAJAK

A. Dasar Pengenaan Pajak

Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai


Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk
menghitung pajak yang terutang. Secara singkat rumusnya sebagai berikut :

Penghasilan Kena Pajak(WP Badan) = Penghasilan Netto

Penghasilan Kena Pajak(WP Orang Pribadi) = Penghasilan Netto - PTKP

B. Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak

Pembukuan merupakan kegiatan pendokumentasian transaksi mengikuti


standar akuntasi yang berlaku umum. Secara praktis, saat menerima
penghasilan ataupun mengeluarkan biaya maka harus dibuat jurnal
akuntansinya. Pihak yang diwajibkan melakukan pembukuan adalah semua
badan usaha/perusahaan dan untuk orang pribadi yang menerima penghasilan
dari pekerjaan bebas atau kegiatan usaha dengan omset melebihi 4,8 miliar
rupiah. Karena Pembukuan memerlukan pengetahuan akuntansi yang cukup
maka pada umumnya perusahaan akan merekrut karyawan untuk melakukan
pekerjaan ini. Pembukuan akan menghasilkan laporan laba rugi yang
mengubah penghasilan bruto menjadi netto.

1. Menghitung Penghasilan Kena Pajak Dengan Menggunakan Pembukuan


Penghasilan Kena Pajak (WP Orang Pribadi)

= penghasilan netto – PTKP

= ( Penghasilan bruto - Biaya yang diperkenankan UU PPh) – PTKP

Penghasilan Kena Pajak (WP Badan)

= Penghasilan netto

= Penghasilan bruto - Biaya yang diperkenankan UU PPh

a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan


kegiatan usaha antara lain :

1) Biaya pembelian bahan

2) Biaya Gaji

3) Bunga, sewa, dan royalt

4) Biaya perjalanan

5) Biaya pengolahan limbah

6) Premi asuransi

7) Biaya promosi dan penjualan

8) Biaya administrasi

9) Pajak kecuali Pajak Penghasilan

b. Biaya penyusutan fiskal dan/atau amortisasi

c. Iuran kepada dana pensiun yg pendiriannya telah disahkan oleh


Menteri Keuangan (OP)

d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta


e. Kerugian dari selisih kurs

f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di


Indonesia

g. Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan.

h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat

1) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial

2) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat


ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak dan telah diserahkan
perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi
pemerintah yang menangani piutang negara atau adanya perjanjian
tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara
kreditur dan debitur yang bersangkutan atau telah dipublikasikan
dalam penerbitan umum atau khusus atau adanya pengakuan dari
debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang
tertentu. Syarat telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau
khusus atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah
dihapuskan untuk jumlah utang tertentu tidak berlaku untuk
penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil yang
pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.

i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang


ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah

j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang


dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah

k. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur


dengan Peraturan Pemerintah

l. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan


Peraturan Pemerintah
m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2. Untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak


dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan antara lain:

a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti


dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi

b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi


pemegang saham, sekutu, atau anggota

c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, dengan syarat


tertentu

d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,


asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib
Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan
premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang
bersangkutan

e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa


yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali
penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta
penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di
daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan
yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada


pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan
istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan

g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan

h. Pajak Penghasilan
i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya

j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau


perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham

k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi


pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan
perundang-undangan di bidang perpajakan.

l. Menghitung Penghasilan kena Pajak dengan Menggunakan Norma


Penghitungan Penghasilan Netto

WP OP yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang


peredaran brutonya dalam 1 tahun kurang dari Rp. 4.800.000.000,00 (empat
miliar delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan neto dengan
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dengan syarat
memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga)
bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan
WP OP yang tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak
untuk menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto, dianggap memilih menyelenggarakan
pembukuan.
Kewajibannya :

1) WP OP yang menghitung penghasilan netonya dengan menggunakan


Norma Penghitungan Penghasilan Neto ini wajib menyelenggarakan
pencatatan

2) Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila
WP menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

Cara Menghitung Penghasilan Neto

1. Penghasilan neto bagi tiap jenis usaha dihitung dengan cara


mengalikan angka persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto
dengan peredaran bruto atau penghasilan bruto dari kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
2. Dalam menghitung besarnya Pajak Penghasilan yang terutang oleh WP
OP, sebelum dilakukan penerapan tarif umum Pajak Penghasilan,
terlebih dahulu dihitung Penghasilan Kena Pajak dengan
mengurangkan Penghasilan Tidak Kena Pajak dari penghasilan neto
tersebut.

Contoh penghitungan pajak yang terutang dengan menggunakan norma


penghitungan oenghasilan netto.

Selain menjalankan usaha kantor akuntan publik di Jakarta, Nona


Aurelia memiliki usaha persewaan ruang kantor di kota yang sama.
Sepanjang tahun 2016, Nona Aurelia memiliki peredaran usaha dari
jasa kantor akuntan publik sebesar Rp1 miliar. Sedangkan dari usaha
persewaan ruang kantor memperoleh sebesar Rp3 miliar. Nona Aurelia
telah menyampaikan pemberitahuan mengenai penggunaan Norma
Penghitungan kepada Direktur Jenderal Pajak 3 bulan sejak awal
Tahun Pajak 2016. Karena penghasilan yang diperoleh Nona Aurelia
pada tahun 2016 dari usaha jasa kantor akuntan publik dan usaha
persewaan ruang kantor tidak melebihi Rp4,8 miliar, maka Nona
Aurelia boleh menghitung penghasilan neto atas penghasilan yang
diperoleh dari jasa kantor akuntan publik dengan menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto. Sedangkan atas penghasilan yang
diperoleh Nona Aurelia dari usaha persewaan ruang kantor dikenai
PPh yang bersifat final berdasarkan PP No. 29 Tahun 1996
sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP No. 5 Tahun 2002
tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari
Persewaan Tanah dan/atau Bangunan.
Penghitungan Pajak Penghasilan Nona Aurelia yang terutang pada
Tahun Pajak 2016 adalah sebagai berikut:
Persentase penghasilan neto jasa kantor akuntan publik di kota Jakarta
adalah sesuai dengan norma KLU 69200 untuk 10 ibukota provinsi
yaitu sebesar 50%.
Penghasilan Neto dari jasa kantor akuntan publik: 50% x
Rp1.000.000.000,- = Rp500.000.000,- Penghasilan Tidak Kena Pajak
setahun untuk diri Wajib Pajak sendiri = Rp 54.000.000,-
Penghasilan Kena Pajak = Rp475.700.000,-

Pajak Penghasilan terutang:


5% x Rp 50.000.000,- = Rp 2.500.000
15% x Rp200.000.000,- = Rp30.000.000
25% x Rp225.700.000 = Rp56.425.000
Jumlah = Rp88.925.000,-

E. PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)


Berdasarkan Undang-Undang No.36 Tahun 2008, PTKP (Penghasilan
Tidak Kena Pajak) adalah kompenen pengurang dalam menghitung besarnya
pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi. Dalam kata lain, PTKP
merupakan batasan yang ditetapkan pemerintah agar dapat memungut pajak
penghasilan dari wajib pajak pribadi. 

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dibedakan antara Wajib Pajak Kawin
dan yang tidak kawin. Sesuai dengan aturan Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
Nomor 101/PMK.010/2016 besaran PTKP untuk tahun 2016 adalah sebagai
berikut:
1. Rp 54.000.000,-  untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi
2. Rp 4.500.000,- untuk tambahan Wajib Pajak yang kawin
3. Rp 54.000.000,- tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya
digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (1) UU PPh, dengan syarat:
a. Penghasilan istri tidak semata-mata diterima atau diperoleh dari satu
pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan dalam
Undang-undang PPh Pasal 21.
b. Pekerjaan istri tidak ada hubunganya dengan usaha atau pekerjaan
bebas suami atau anggota keluarga yang lain.
4. Rp 4.500.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan
keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang
menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap
keluarga.
Penerapan PTKP Baru Sesuai dengan PMK Nomor 101/PMK.010/2016
Penerapan PTKP Tahun 2016 untuk 1 tahun adalah sebagai berikut:
1. PTKP Untuk Laki-laki Tidak Kawin dan Wanita (Kawin/Tidak Kawin)
a. TK/0 = 54.000.000,- ( Tidak Kawin tidak ada tanggungan PTKP
sebesar 54.000.000)
b. TK/1 = 58.500.000,- ( Tidak Kawin memiliki 1 (satu) tanggungan
PTKP sebesar 58.500.000 (54.000.000 + 4.500.000))
c. TK/2 = 63.000.000,- ( Tidak Kawin memiliki 2 (dua) tanggungan
PTKP sebesar 63.000.000 (54.000.000 + 4.500.000 + 4.500.000))
d. TK/3 = 67.500.000,- ( Tidak Kawin memiliki 3 (tiga) tanggungan
PTKP sebesar 67.500.000 (54.000.000 + 4.500.000 + 4.500.000 +
4.500.000))
Keterangan:
Status Wanita meskipun sudah kawin tetap mempunyai PTKP tidak kawin
kecuali dapat membuktikan bahwa suami tidak bekerja (dari Instansi
terkait/kelurahan).

2. PTKP Untuk Laki-Laki Kawin Istri Tidak Bekerja/Tidak Usaha


a. K/0 = Rp58.500.000,- ( Kawin tidak ada tanggungan 58.500.000
(54.000.000 + 4.500.000))
b. K/1 = Rp63.000.000,- ( Kawin memiliki 1 (satu) tanggungan
63.000.000 (54.000.000 + 4.500.000 + 4.500.000))
c. K/2 = Rp67.500.000,- ( Kawin memiliki 2 (dua) tanggungan
67.500.000 (54.000.000 + 4.500.000 + 4.500.000 + 4.500.000))
d. K/3 = Rp72.000.000,- ( Kawin memiliki 3 (tiga) tanggungan
72.000.000 (54.000.000 + 4.500.000 + 4.500.000 + 4.500.000 +
4.500.000))
Keterangan: istri tidak bekerja

3. PTKP untuk Laki-Laki Kawin Istri Bekerja/Usaha


a. K/I/0 = Rp112.500.000,- (Kawin Istri Bekerja/Usaha tidak ada
tanggungan 112.500.000 (54.000.000 + 54.000.000+ 4.500.000))
b. K/I /1 = Rp117.000.000,- (Kawin Istri Bekerja/Usaha memiliki 1 (satu)
tanggungan 117.000.000 (54.000.000 + 54.000.000+4.500.000
+4.500.000))
c. K/I /2 = Rp121.500.000,- ( Kawin Istri Bekerja/Usaha memiliki 2
(dua) tanggungan 121.500.000 (54.000.000 + 54.000.000+ 4.500.000 +
4.500.000+ 4.500.000))
d. K/I /3 = Rp126.000.000,- ( Kawin Istri Bekerja/Usaha memiliki 3
(tiga) tanggungan 126.000.000 (54.000.000 + 54.000.000+ 4.500.000 +
4.500.000 + 4.500.000 + 4.500.000))
Keterangan:
Istri Bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja atau usaha
PTKP untuk istri yang bekerja pada satu pemberi kerja tidak digabung
dengan suami, yang digabung dengan PTKP suami hanya yang bekerja
pada lebih dari satu pemberi kerja dan/atau istri yang memiliki usaha
(penghasilan digabung dengan penghasilan suami)
4. PTKP atas Warisan
Penghasilan yang didapatkan dari warisan yang belum terbagi pada
dasarnya merupakan hak dan dapat dibagikan kepada para ahli waris yang
berhak, serta penghasilan tersebut harus digabungkan dengan penghasilan
lainnya yang diterima atau didapatkan oleh masing-masing ahli waris.
Maka dalam melakukan perhitungan Penghasilan Kena Pajak
(PKP) masing-masing ahli waris telah memperoleh pengurangan berupa
PTKP, sehingga dalam menghitung PKP atas penghasilan yang berasal
dari warisan yang belum terbagi tidak diberikan pengurangan berupa
PTKP.

Penghitungan PTKP ditentukan menurut keadaan pada awal tahun pajak atau
awal bagian tahun pajak. Penghitungan PTKP untuk pegawai lama (tahun
sebelumnya sudah bekerja di Indonesia) dilakukan dengan melihat keadaan pada
awal tahun takwim (1 Januari). Bagi pegawai yang baru datang dan menetap di
Indonesia dalam bagian tahun takwim, besarnya PTKP tersebut berdasarkan
keadaan pada awal bulan dari bagian tahun takwim yang bersangkutan.
Dalam hal karyawati kawin, PTKP yang dikurangi adalah hanya untuk dirinya
sendiri. Dalam hal karyawati tidak kawin, pengurangan PTKP selain untuk dirinya
sendiri juga PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.

F. TARIF PAJAK
Tarif pajak merupakan dasar pengenaan pajak atas objek pajak yang menjadi
tanggung jawab wajib pajak. Biasanya tarif pajak berupa persentase yang sudah
ditentukan oleh pemerintah.
1. Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negri
Tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi wajib pajak
pribadi dalam negri sebagai berikut:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak


Sampai dengan Rp 50.000.000,00 5%
Di atas Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp 250.000.000,00 15 %
Di atas Rp 250.000.000,00 sampai dengan Rp 500.000.000,00 25%
Di atas Rp 500.000.000,00 30%

Tarif tertinggi bagi wajib pajak orang pribadi dalam negri dapat diturunkan
menjadi paling rendah 25% yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2. Wajib Pajak Badan Dalam Negri Dan Bentuk Usaha Tetap


Tarif pajak diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi wajib pajak badan
dalam negri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28%. Tarif pajak bagi
wajib pajak badan dalam negri dan bentuk usaha tetap, mulai berlakku sejak
tahun pajak 2010, diturunkan menjadi 25%.
Wajib pajak badan dalam negri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling
sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disektor diperdagangkan di
bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat
memperoleh tarif sebesar 5% lebih rendah daripada tarif yang berlaku.
Wajib pajak badan dalam negri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp
50.000.000.000,00 mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50%
yang dikenakan atas penghasilan kena pajak bagian peredaran bruto sampai
dengan Rp 4.800.000.000,00.

Ada berbagai jenis tarif pajak dan setiap jenis pajak pun memiliki nilai tarif
pajak yang berbeda-beda. Dasar pengenaan pajak merupakan nilai dalam bentuk
uang yang dijadikan dasar untuk menghitung pajak terutang.

Secara struktural, tarif pajak dibagi menjadi 4 jenis, antara lain:


1. Tarif Progresif (a progressive tax rate).
Tarif pajak progresif merupakan tarif pungutan pajak yang mana
persentase akan naik sebanding dengan dasar pengenaan pajaknya. Di
Indonesia itu sendiri, tarif pajak progresif ini diterapkan untuk pajak
penghasilan (PPh) wajib pajak orang pribadi
2. Tarif Degresif (a degressive tax rate).
Tarif degresif ini kebalikan dari tarif progresif. Artinya, tarif pajak ini
merupakan tarif pajak yang persentasenya akan lebih kecil dari jumlah yang
dijadikan dasar pengenaan pajak tinggi. Atau, persentase tarif pajak akan
semakin rendah ketika dasar pengenaan pajaknya semakin meningkat.
Jadi, jika persentasenya semakin kecil, jumlah pajak terutang tidak ikut
mengecil. Melainkan bisa jadi lebih besar karena jumlah yang dijadikan dasar
pengenaan pajaknya semakin besar.
3. Tarif Proporsional (a proportional tax rate).
Tarif proporsional merupakan tarif yang persentasenya tetap meski terjadi
perubahan terhadap dasar pengenaan pajak. Jadi, seberapa pun jumlah objek
pajak, persentasenya akan tetap.
4. Tarif Tetap/regresif (a fixed tax rate).
Tarif tetap atau tarif pajak regresif adalah tarif pajak yang nominalnya
tetap tanpa memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya.
Tarif tetap juga dapat diartikan sebagai tarif pajak yang akan selalu tetap
sesuai dengan peraturan yang telah diberlakukan.

Anda mungkin juga menyukai