Anda di halaman 1dari 101

PENGAWASAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)

DALAM PENGELOLAAN ANGGARAN DESA DI DESA


PURWARAHAYU KECAMATAN TARAJU KABUPATEN
TASIKMALAYA BERDASARKAN UNDANG-UDANG NOMOR 6
TAHUN 2014 TENTANG DESA

SKRIPSI

Diajukan sebagai salahsatu syarat akhir guna memperoleh gelar Sarjana Hukum

Disusun Oleh :
Ade Sugiri
NPM 430200163251

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU HUKUM (S1)

SEKOLAH TINGGI HUKUM GALUNGGUNG (STHG)


TASIKMALAYA
2020
LEMBAR PERSETUJUAN

PENGAWASAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)


DALAM PENGELOLAAN ANGGARAN DESA DI DESA
PURWARAHAYU KECAMATAN TARAJU KABUPATEN
TASIKMALAYA BERDASARKAN UNDANG-UDANG NOMOR 6
TAHUN 2014 TENTANG DESA

SKRIPSI

Diajukan Oleh
Ade Sugiri
NPM 430200163251

Telah Disetujui oleh Dosen Pembimbing


Di Tasikmalaya, November 2020

Pembimbing I Pembimbing II

H. Aan Iskandar, S.H., M.H Dr. H. Endang Kusaeni, S.H., M.Si,

Mengetahui/Menyetujui
KETUA
SEKOLAH TINGGI HUKUM GALUNGGUNG

DWI ADHI CAHYADI SH.,M. HUM

ii
LEMBAR PENGESAHAN

PENGAWASAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)


DALAM PENGELOLAAN ANGGARAN DESA DI DESA
PURWARAHAYU KECAMATAN TARAJU KABUPATEN
TASIKMALAYA BERDASARKAN UNDANG-UDANG NOMOR 6
TAHUN 2014 TENTANG DESA

(Tinjauan kasus Desa Rancapaku Kecamatan Padakembang Tasikmalaya)

Diajukan oleh :

Ade Sugiri
NPM 430200163251

Telah disahkan Dosen Penelaah


di Tasikmalaya, November 2018

Penelaah

APIP NUR, SH., MH

Mengetahui/Menyetujui
KETUA
SEKOLAH TINGGI HUKUM GALUNGGUNG

DWI ADHI CAHYADI SH.,M. HUM

iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
SKRIPSI

Yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Ade Sugiri

NIM : 430200163251

Menyatakan bahwa Skripsi ini secara keseluruhan adalah asli dari hasil karya dari

penelitian saya, kecuali bagian-bagian yang dirujuk sumbernya dan disebutkan dalam

daftar Pustaka.

Apabila skripsi ini terbukti merupakan hasil duplikasi atau plagiasi (jiplakan) dari

hasil karya penelitian orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang

diberikan oleh Sekolah Tinggi Hukum Galunggung Tasikmalaya.

Demikian Surat Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Tasikmalaya, 18 November 2020

Yang Menyatakan

MATERAI

Ade Sugiri

iv
ABSTRAK

Ade Sugiri
PENGAWASAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM
PENGELOLAAN ANGGARAN DESA DI DESA PURWARAHAYU
KECAMATAN TARAJU KABUPATEN TASIKMALAYA BERDASARKAN
UNDANG-UDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA

Kata Kunci: Pengawasan, BPD, Pengelolaan Anggaran Desa


BPD adalah lembaga legislasi dan wadah yang berfungsi untuk menampung
dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta melakukan pengawasan terhap
penyelenggaraan pemerintah Desa BPD merupakan mitra kerja pemerintah Desa
yang memiliki kedudukan yang sejajar dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan. Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2014 yang terdapat dalam pasal
55, dijelaskan bahwa BPD mempunyai 3 (tiga) fungsi yaitu membahas dan
menyepakati rancangan peraturan Desa bersama kepala Desa, menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat Desa, serta melakukan pengawasan kinerja Kepala
Desa.
Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif, teknik pengumpulan data
menggunakan wawancara dan studi pustaka yaitu dengan cara membaca buku-buku,
peraturan perundangan yang terkait. Sumber bahan hukum terdiri dari primer dan
skunder. Kemudian analisa bahan hukum dalam penulisan skripsi ini menggunakan
metode analisa kualitatif.
Pengwasasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam pemerintahan desa
dihubungkan Dengan Undang-Undang No. 6 tahun 2014 Tentang Desa dalam
pengelolaan anggaran desa Purwarahayu belum berjalan dengan baik, hal ini tampak
terlihat dari peran BPD sebagai legislasi belum optimal. BPD Purwarahayu dalam
hal ini bersifat pasif, kondisi demikian disebabkan karena rendahnya kepabilitas yang
dimiliki oleh anggota BPD utuk memahami eksistensi Undang-Undang No. 6 tahun
2014 Tentang Desa. Hal ini disebabkan karena kurangnya kedasadaran dan motivasi
dari anggota BPD. Kurangnya koordinasi antara pihak pemerintah desa dengan BPD.
Masih rendahnya pemahaman BPD mengenai peran dan fungsinya, serta kurangnya
transparansi pihak desa kepada lembaga BPD.

v
KATA PENGANTAR

Tiada kata yang patut terucap dari seorang makhluq selain ucapan syukur

Alhamdulillah kepada Kholiknya yang telah mewajibkan untuk sujud, dzikir dan

ikhlas dalam melaksanakan perintah-Nya. Sholawat dan salam semoga tercurah

limpahkan kepada Baginda Rosulullah Muhammad SAW, kepada para keluarganya,

para sahabatnya dan kepada umatnya sampai akhir zaman termasuk kita semua.

Amin.

Dengan Kekuasaan, Kehendak dan Iradat-Nya pula penulis dapat

menyelesaikan Skripsi ini yang berjudul “Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) Dalam Pengelolaan Anggaran Desa Di Desa Purwarahayu Kecamatan Taraju

Kabupaten Tasikmalaya Berdasarkan Undang-Udang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang

Desa”.

Terselesaikannya Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari

berbagai pihak, oleh karena pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima

kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Dwi Adhi Cahyadi SH.,M. Hum selaku Ketua Sekolah Tinggi Hukum

Galunggung Tasikmalaya.

2. Bapak H. Asep Yuyun Zakaria selaku Wakil Ketua I Sekolah Tinggi Hukum

Galunggung Tasikmalaya.

3. Bapak H. Aan Iskandar, SH., MH selaku Wakil Ketua II Sekolah Tinggi Hukum

Galunggung Tasikmalaya sekaligus selaku pembimbing I yang telah memberikan

dorongan serta arahannya kepada penulis.

4. Bapak Dr. H. Lukman Hakim, M.Si selaku Wakil Ketua III Sekolah Tinggi

Hukum Galunggung Tasikmalaya

vi
5. Bapak Dr. H. Endang Kusaeni, S.H., M.Si,selaku Pembimbing II yang telah

memberi arahan dan motivasi kepada penulis.

6. Seluruh Staff Kantor dan para Kepala Lektor serta Lektor Sekolah Tinggi Hukum

Galunggung Tasikmalaya.

7. Istri dan anakku yang selalu ada dalam suka maupun duka dan menjadi

penyemangat hidup bagi penulis, terimakasih banyak atas kesabaran, perhatian

dan pengertiannya.

8. Keluarga besarku tercinta yang senantiasa memotivasi dengan do’a, kesabaran

dan kasih sayangnya serta perhatian yang menjadi motivasi bagi penulis

9. Semua rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian

Skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan

kesalahan. Pepatah mengatakan Tiada Gading Yang Tak Retak, namun penulis

bukanlah sebuah gading yang tak luput dari kesalahan dan kekurangan, untuk itu bila

dalam penyajian, materi, atau hal lain yang mungkin tidak dapat dimengerti penulis

berharap agar semua bisa memaklumi mengingat keterbatasan pengetahuan dan

keterbatasan kemampuan yang dimiliki.

Akhirnya penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu selama penyusunan Skripsi ini. Semoga amal baik yang telah diberikan

mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Tasikmalaya, November 2020

Penulis

vii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI................................................iv
ABSTRAK..............................................................................................................v
KATA PENGANTAR............................................................................................vi
DAFTAR ISI..........................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................1

B. Identifikasi Masalah.................................................................................8

C. Tujuan Penelitian.....................................................................................8

D. Kegunaan Penelitian.................................................................................9

E. Kerangka Pemikiran.................................................................................9

F. Metode Penelitian.....................................................................................14

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG OTONOMI DAERAH

A. Otonomi Daerah.......................................................................................18

B. Otonomi Desa...........................................................................................25

C. Konsep Pemerintahan Desa......................................................................27

BAB III OBJEK PENELITIAN

A. Pemerintahan Desa...................................................................................33

B. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)......................................................48

C. Pemerintahan Desa Purwarahayu.............................................................71

BAB IV PEMBAHASAN

A. Pengawasan BPD dalam PENGELOLAAN ANGGARAN DESA..74

viii
B. Hambatan dalam Pengawasan Anggaran Dana Desa......................79
BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................................88

B. Saran......................................................................................................88

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................90

115 ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas

wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,

kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal

usul, dan / atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam system

Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. UU Nomor 6 Tahun 2014

tentang Desa menjelaskan bahwa desa memiliki kewenangan atau otoritas dalam

mengatur pemerintahannya sesuai dengan kemampuannya

Otonomi asli memiliki bahwa kewenangan pemerintah desa dalam

menyatukan dan mengurus kepentingan masyarakat didasarkan pada asal usul

dan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat setempat, namun harus

dilaksanakan dalam prospektif administrai modern.1

Dalam rangka melaksanakan kewenangan yang dimiliki untuk mengatur

dan mengurus kepentingan masyarakatnya, di desa maka dibentuk Badan

Permusyawaratan desa (BPD) sebagai lembaga legislasi (menetapkan peraturan

pemerintah peraturan desa) dan menampung serta menyalurkan aspirasi

masyarakat bersama kepala desa. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang

Desa menjadikan posisi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai unsur

penyelenggara pemerintahan desa menjadi lembaga desa.

1
Wrihatnolo, Randy R, dan Nugroho, Riant. Manajemen Pembangunan Indonesia: Sebuah
Pengantar Panduan. Jakarta: Elekx Media Komputindo. 2006: Hlmn 24

1
Sebagai lembaga desa, fungsi dan kedudukan BPD semakin jelas, yaitu

lembaga legislatif desa yang mengusung mandat untuk menyalurkan aspirasi,

merencanakan anggaran, dan mengawasi pemerintahan desa. Pada pasal 55,

Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa menyebutkan sejumlah fungsi

BPD yang berkaitan dengan kepala desa, yaitu (1) membahas dan menyepakati

Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa; (2) menampung dan

menyalurkan aspirasi masyarakat desa; dan (3) melakukan pengawasan kinerja

Kepala Desa.

Pada Pasal 61 huruf a memberikan hak pada BPD untuk mengawasi

penyelenggaraan pemerintahan desa, yaitu (1) mengawasi dan meminta

keterangan tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Pemerintah

Desa; (2) menyatakan pendapat atas penyelenggaran Pemerintahan Desa,

pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan

pemberdayaan masyarakat Desa; serta (3) mendapatkan biaya operasional

pelaksanaan tugas dan fungsinya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Lembaga ini pada hakikatnya adalah mitra kerja pemerintah desa yang

memiliki kedudukan sejajar dalam menyelenggarakan urusan pemerintah,

pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Disinilah kemampuan (kapabilitas)

anggota BPD diperlukan dalam menjalankan perannya.2 Urusan Pemerintah Desa

akan berjalan dengan baik apabila terjadi kerjasama yang baik antara Aparat

Desa dengan BPD. Kapabilitas biasanya menunjukan potensi dan kekuatan yang

ada dalam diri seseorang untuk menunjukan kemampuan dalam bidang

penyelenggaraan Pemerintahan Desa, untuk itu Anggota BPD dituntut

2
Maschab, Maschuri. Politik Pemerintahan Desa di Indonesia. Yogyakarta: PolGov. 2013.
Hlmn 12

2
mempunyai wawasan yang luas baik pengalaman, pengetahuan, keterampilan dan

sikap.3

BPD adalah lembaga legislasi dan wadah yang berfungsi untuk

menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Pada hakikatnya lembaga ini

adalah mitra kerja pemerintah Desa yang memiliki kedudukan yang sejajar dalam

menyelenggarakan urusan pemerintahan. BPD juga dapat membuat Rancangan

Peraturan Desa yang secara bersama-sama Pemerintah Desa ditetapkan menjadi

Peraturan Desa. Dalam hal ini, BPD sebagai lembaga pengawasan memiliki

kewajiban untuk melakukan kontrol terhadap implementtasi peraturan Desa serta

anggaran pendapatan dan belanja Desa (APBDes).

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga yang bertugas

mengesahkan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa untuk

mensejahterakan masyarakat desa bersama dengan kepala desa. Salah satu fungsi

BPD adalah fungsi pengawasan yang dilaksanakan dengan mengikuti peraturan

yang telah dibentuk dan disepakati bersama kepala desa berupa APBDes terkait

dengan pengawasan keuangan desa.

Peran BPD dalam melaksanakan tugasnya didukung oleh UU No 23 Tahun

2014 pasal 55, BPD memiliki fungsi untuk melaksanakan pengawasan kinerja

kepala desa. Pengawasan kinerja kepala desa menyangkut seluruh aspek

pemerintahan desa yang berupa pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang kepala

desa. Adapun BPD dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kinerja

kepala desa terkait dengan keuangan desa.

Dr.Ni’matul Huda, S.H, M.Hum. Hukum Pemerintahan Desa.cetakanpertamaSetaraPress.


3

Malang. 2015hal 215

3
Keuangan desa diperoleh dari beberapa sumber seperti, PAD, hibah, transfer

dari pemerintah pusat (APBN) yang berupa dana desa dan juga pendapatan lain-

lain yang diringkas menjadi APBDes yang juga digunakan untuk peraturan desa

agar dalam pelaksanaan kegiatan desa dapat berjalan dengan baik dan sesuai

dengan perencanaan yang telah disepakati. Keuangan desa yang berupa anggaran

desa perlu diadakannya pengawasan dari pusat maupun dari desa itu sendiri.

Pembahasan mengenai BPD dalam Undang-Undang Nomor 110 Tahun

2016 pasal 209 dinyatakan bahwa BPD berfungsi menetapakan peraturan Desa

bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

Demikian juga dengan masa jabatan BPD, mereka hanya bisa menjabat paling

banyak 2 (dua) kali masa jabatan. Dari penjelasan di atas BPD hanya mempunyai

2 (dua) fungsi saja sebagai mana yang dijelaskanpasal 209. Berbeda dengan

Undang-undang yang berlaku sekarang yaitu UU RI Nomor 6 Tahun 2014 yang

terdapat dalam pasal 55, dijelaskan bahwa BPD mempunyai 3 (tiga) fungsi yaitu

membahas dan menyepakati rancangan peraturan Desa bersama kepala Desa,

menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa, serta melakukan

pengawasan kinerja Kepala Desa.

Adanya ketiga fungsi dari BPS tersebut kemudian berlanjut pada

hubungan antara Kepala Desa dan BPD. Jikas sebelumnya Undang-undang

nomor 32 tahun 2004 tidak memberikan legitimasi kepada BPD untuk melakukan

pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintahan Kepala Desa, hal ini berbeda

dengan Undang-Undang RI Nomor 06 Tahun 2014 yang memberikan legitimasi

untuk itu. Pengaturannya lebih lanjut didasarkan pada Peraturan Pemerintah No

4
43 tahun 2014 Tentang pelaksanaan undang-undang No 6 tahun 2014 Tentang

Desa.

Selain itu, menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia

Nomor 110 Tahun 2016 Tentang Badan Permusyawaratan Desa pasal 48

disebutkan bahwa BPD berperan dalam melakukan evaluasi laporan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) merupakan evaluasi atas kinerja Kepala Desa selama 1

(satu) tahun anggaran. Hal ini juga selaras dengan Peraturan Daerah Kabupaten

Tasikmalaya Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Desa, pada Pasal 70 disebutkan

bahwa Desa wajib menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan

pemerintahan secara tertulis kepada BPD setiap akhir tahun anggaran secara

tertulis paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.

Sehubungan dengan itu, pelaksanaan fungsi Pemerintah Desa yang

efektif mutlak diperlukan. Pemerintah Desa merupakan lembaga yang memiliki

peran dan potensi yang cukup besar dalam membangun dan mengelola

pemerintahan di desa. Pemerintah Desa selaku eksekutif di desa, berperan aktif

dalam menentukan kebijakan maupun pelaksanaan pembangunan di desa. Selain

itu, Pemerintah Desa harus mampu membangun kemitraan, baik dengan BPD,

pihak swasta maupun masyarakat itu sendiri.

Kepala desa maupun perangkat desa diwajibkan memahami Tugas Pokok

dan Fungsi (Tupoksi) untuk meningkatkan kinerja dari pemerintah desa agar

menjadi lebih baik, termasuk peranserta pengawasan yang optimal dari Badan

Permusyawaratan Desa (BPD), sehingga program-program yang telah

direncanakan oleh pemerintah desa berjalan dengan efektif dan efisien. Oleh

5
karena itu, pemerintah desa saat ini menjadi salah satu objek perhatian

pengawasan dalam kinerja nya.

Urusan Pemerintah Desa akan berjalan dengan baik apabila terjadi

kerjasama yang baik antara Aparat Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa

(BPD). Kapabilitas biasanya menunjukan potensi dan kekuatan yang ada dalam

diri seseorang untuk menunjukan kemampuan dalam bidang penyelenggaraan

Pemerintahan Desa, untuk itu Anggota BPD dituntut mempunyai wawasan yang

luas baik pengalaman, pengetahuan, keterampilan dan sikap.

Pengetahuan dan keterampilan seseorang dalam ikut terjun langsung dalam

penyelenggaraan Pemerintahan Desa mempunyai pengaruh terhadap kemampuan

seseorang (Anggota BPD) dalam pengelolaan angagran desa dan dan dalam

pengambilan keputusan Desa sehingga keputusan yang diambil sesuai dengan

keinginan dan aspirasi dari masyarakat.

Para anggota BPD di Desa Purwarahayu Kabupaten Tasikmalaya kurang

memahami peran dan fungsinya dalam pengelolaan angagran desa sehingga

mengakibatan kurang maksimalnya peran serta dan dukungan dari Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai lembaga yang diperlukan untuk

membantu Pemerintahan Desa dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Hal ini

mengakibatkan pengelolaan anggaran dana tidak sesuai dengan alokasi atau

kebutuhan yang akhirnya banyak aspirasi masyarakat yang tidak mampu terserap

yang berdampak pada tingkat pembangunan yang berjalan lamban. Kendala

utamanya adalah terbatasnya tingkat kemampuan para Anggota Badan

6
Permusyawaratan Desa (BPD), sehingga para Anggota BPD belum mampu

menjalankan perannya secara maksimal.

Kondisi demikian terlihat dari adanya beberapa Anggota Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) yang jarang mengikuti rapat-rapat baik dalam

pembahasan rencana pembangunan, pelaksanaan pembangunan maupun rapat-

rapat evaluasi hasil pembangunan, disamping itu masih didasarkan kurang

efektifnya jalinan komunikasi antara Anggota Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) dengan Aparat Desa sehingga informasi pembangunan terkadang tidak

akurat, tidak meratanya pengetahuan dan wawasan yang dimiliki oleh Anggota

BPD sehingga terjadi perbedaan dalam melihat dan memahami suatu persoalan.

Rendahnya fungsi dari Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sehingga, terutama dari BPD yaitu

mengevaluasi kegiatan dalam pengelolaan anggaran dana desa yang fundamental

dan sensitif untuk dibahas bersama, kurang memahami, pengawasan terhadap

pemerintahan desa kurang dapat berjalan sesuai dengan harapan. Seharusnya

sejalan dengan tugas dan fungsinya Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang

sangat berperan dalam menentukan keberhasilan penyelenggaraan Pemerintahan

Desa, pembangunan desa serta pembinaan masyarakat desa, maka para Anggota

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) harus memiliki sumber daya manusia yang

baik, sehingga tingkat keberhasilan pembangunan dapat dicapai dengan

maksimal.

Berdasarkan hal tersebut, penulis mengambil judul penelitian

”Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pengelolaan

7
Anggaran Desa di Desa Purwarahayu Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya

Berdasarkan Undang-Udang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan dari latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka dapat

diangkat permasalahan sebagai berikut;

1. Bagaimana pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam

Pengelolaan Anggaran Desa berdasarkan Undang-Udang Nomor 6 Tahun

2014 Tentang Desa

2. Apa saja kendala yang dihadapi oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

dalam melaksanakan pengawasan pengalokasian Anggaran Desa

Purwarahayu Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah yang diangkat, maka penelitian ini bertujuan

sebagai berikut;

1. Mengetahui pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam

Pengelolaan Anggaran Desa di Desa Purwarahayu Kecamatan Taraju

Kabupaten Tasikmalaya Berdasarkan Undang-Udang Nomor 6 Tahun 2014

Tentang Desa.

2. Mengetahui hambatan atau kendala yang dihadapi oleh Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pengelolaan Anggaran Desa di Desa

Purwarahayu Kecamatan Taraju Kabupaten Tasikmalaya

8
D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat, baik manfaat

teoritis maupun manfaat praktis:

1. Manfaat Teoritis dalam hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah

wawasan kepada insan akademik pada khususnya dan masyarakat luas pada

umumnya tentang ilmu hukum administrasi negara.

2. Manfaat Praktis dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi manfaat bagi:

a. Pemerintah

Dapat dijadikan rujukan gagasan untuk memberikan usulan kepada

pemerintah dalam permasalahan dan wacana hukum administrasi negara

dan hukum tata negara terutama menyangkut otonomi daerah.

b. Masyarakat

Dapat dijadikan ilmu pengetahuan baru dan menambah wawasan

keilmuan terkait hukum administrasi negara atau hukum tata negara

c. Perguruan Tinggi

Dengan adanya penulisan penelitian ini diharapkan memberikan manfaat

untuk hukum tata negara dan hukum administrasi negara.

E. Kerangka Pemikiran

Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa Sanse kerta, desa yang

berarti tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Dari perspektif geografis, desa

atau village diartikan sebagai “a groups of hauses or shopsin a country area,

smaller than a town”. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki

kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan hak asal-usul

9
dan adat istiadat yang diakui dalam Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah

Kabupaten. Desa menurut H.A.W. Widjaja dalam bukunya yang berjudul

“Otonomi Desa” menyatakan bahwa “Desa adalah sebagai kesatuan masyarakat

hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat

istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah

keaneka ragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan

masyarakat”.4

Dalam pengertian Desa menurut Widjaja dan UU nomor 32 tahun 2004

di atas sangat jelas sekali bahwa Desa merupakan Self Community yaitu

komunitas yang mengatur dirinya sendiri. Dengan pemahaman bahwa Desa

memiliki kewenanga nuntuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakatnya

sesuai dengan kondisi dan social budaya setempat, makaposisi Desa yang

memiliki otonomi asli sangat strategis sehingga memerlukan perhatian yang

seimbang terhadap penyelenggaraan Otonomi Daerah.

Perubahan system pemerintahan dari Sentralisasi pada masa ordebaru

menjadi Desentralisasi membuat perubahan kebijakan yang baru pada

kewenangan pemerintah daerah. Sistem Sentralisasi yaitu sistem yang

memusatkan pemerintah pusat dalam menentukan arah pembangunan negara.

Sistem tersebut dinilai kurang efektif karena terdapat pembangunan yang kurang

merata di seluruh Indonesia. Sedang kansistem desentralisasi yaitu pemerintah

pusat memberikan wewenangnya kepada pemerintah daerah untuk

menanggulangi pembangunan yang tidak merata dan untuk meningkatkan fungsi-

fungsi pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Hal tersebut yang menjadikan

desa menjadi objek yang penting terkait dengan pembangunan di Indonesia.


4
Op.cithal 3

10
Badan Permusayawaratan Desa (BPD) sebagai badan perwakilan

merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi pancasila. Kedudukan Badan

Permusayawaratan Desa (BPD) dalam struktur pemerintahan desa adalah sejajar

dan menjadi mitra dari Pemerintah Desa. Hal ini ditegaskan dalam Undang-

Undang Nomor. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

pemerintahan desa adalah kegiatan pemerintahan yang dilaksanakan oleh

pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah Lembaga Permusyawaratan

Desa yang berfungsi sebagai lembaga legislasi dan pengawasan terhadap

pelaksanaan Peraturan Desa. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa.

Menurut Peraturan Pemerintah no 60 tahun 2014 tentang Desa

menyatakan bahwa :

“Dana Desa adalah Dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara yang diperuntukan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten dan digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan
kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat”.5
Ketentuan yang mengatur dana desa adalah Peraturan Pemerintah Nomor

60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 72 ayat (1) huruf b

dan ayat (2) dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Pengalokasian Dana Desa dihitung berdasarkan jumlah desa dan dialokasikan

dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan

tingkat kesulitan geografis. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun

2014 Pasal 11 ayat (3) mengatur bobot untuk jumlah penduduk sebesar 30%,

luas wilayah 20% dan angka kemiskinan sebesar 50% dan dikalikan dengan

5
Peraturan Pemerintah no 60 tahun 2014 tentangDesa

11
Indeks Kemahalan Kontruksi Kabupaten. Data-data yang digunakan adalah

sumber data dari perhitungan Alokasi Dana Umum (DAU). Kemudian Peraturan

Pemerintah tersebut direvisi dengan rincian untuk jumlah penduduk bobotnya

sebesar 25%, luas wilayah 10%, angka kemiskinan 35% dan Indeks Kesulitan

Geografis sebesar 30%.

Dalam pengalokasian dana desatersebut diperlukan fungsi Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai pengawas agar dana tersebut tersalurkan

untuk kepentingan pembangunan di desa. Pengawasan yang dijalankan oleh

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) terhadap pemakaian anggaran desa

dilakukan dengan melihat rencana awal program dengan realisasi

pelaksanaannya. Kesesuaian antara rencana program dengan realisasi program

dan pelaksana serta besarnya dana yang digunakan dalam pembiayaannya adalah

ukuran yang dijadikan patokan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam

melakukan pengawasan. Selama pelaksanaan program pemerintah dan

pemakaian dana desa sesuai dengan rencana maka Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) menganggapnya tidak menjadi masalah.

Menurut Robbin pengawasan ialah : “pengawasan merupakan suatu

proses aktivitas yang sangat mendasar, sehingga membutuhkan seseorang

manajer untuk menjalankan organisasi”.6

Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa penempatan pegawasan

adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan tujuan

dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang system informasi umpan balik,

membandingkan kegiatannya dengan standar yang telah di tetapkan sebelumnya,

6
R.Terry, George, Prinsip-PrinsipManajemen, BumiAksara, jakarta, 2006. hal 7

12
menentukan dan mengukurp enyimpangan-penyimpangan sertamengambil

tindakan koreksi yang diperlukan.

Proses pengawasan pada dasarnya dilaksanakan oleh administrasi dan

manajemen dengan menggungakan dua macam teknik, menurut Sondang P.

Siagian yaitu:

1. Pengawasan Langsung

Yang dimaksud dengan pengawsan langsung ialah apabila pimpinan

organisasi melakukan sendiri pengawasan terhadap kegiatan yang sedang

dijalankan oleh para bawahannya. Pengawasan langsung dapat dibentuk:

a. Inspeksi langsung,

b. Observasi ditempat (On-the-spot observation), dan

c. Laporan ditempat (On-the-spot report) Yang sekaligus berarti

pangambilan keputusan on the spot pula jika diperlukan.

2. Pengawasan Tidak langsung

Yang dimaksud dengan pengawasan tidak langsung ialah pengawasan dari

jarak jauh. Pengawasan ini dilakukan melalui laporan yang disampaikan oleh

para bawahan. Laporan itu dapat berbentuk:

a. Tertulis, dan

b. Lisan7

Dwipayana dan Sutoro Eko mengemukakan: “Badan

Permusyawaratan Desa merupakan actor masyarakat politik yang paling

7
Sondang P Siagian, FilsapatAdministrasi, BumiAksara, Jakarta, 2003, hal 15

13
nyata dan dekat di tingkat Desa, yang memainkan peran sebagai jembatan

antara elemen masyarakat dan pemerintah desa (negara)”.8

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai badan perwakilan

merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi pancasila. Kedudukan

Badan Permusayawaratan Desa (BPD) dalam struktur pemerintahan desa

adalah sejajar dan menjadi mitra dari Pemerintah Desa. Hal ini ditegaskan

dalamUndang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

bahwa pemerintahan desa adalah kegiatan pemerintahan yang dilaksanakan

oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah Lembaga

Permusyawaratan Desa yang berfung sisebagai lembaga legislasi dan

pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa. Anggaran Pendapatan

Dan Belanja Desa.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis adalah

penelitian terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan

perundangan yang berlaku khususnya tentang kebijakan publik.9 Sedangkan

pendekatan normatif adalah pendekatan yang hanyalah menggunakan data

sekunder dengan penyusunan kerangka secara konsepsionil.

2. Metode Pengumpulan data

8
Aan Ari Dwipayana dan SutoroEko, MembangunGoogGovermenance di Desa, IRC Press,
Yogyakarta 2003, hal 25.
9
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Ed. 1, Cet. 1, (Jakarta: Prenada Media
Group, 2006. Hlmn 72

14
Pengumpulan data dilakukan dalam kondisi alamiah, sumber data

primer, dan teknik pengumpulan lebih banyak pada wawancara yang

mendalam, observasi, serta dokumentasi. Dalam penelitian ini, teknik

pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara kepada pihak-pihak

yang bersangkutan dengan pengelolaan Dana Desa di Pemerintah Desa.

Analisis pengelolaan Dana Desa dilakukan dengan membandingkan hasil dari

wawancara yang telah dilakukan dengan dokumen-dokumen yang dibuat oleh

pemerintah desa serta aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah.

Wawancara disusun atas pertanyaan-pertanyaan yang sudah disiapkan

oleh peneliti, dan kemudian diajukan kepada informan mengenai topic

penelitian secara tatapmuka dan peneliti merekamhal-hal yang disampaikan

oleh informan. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan

metode semiterstruktur dengan cara berdialog bersama informan dengan

memberikan garis-garis besar permasalahan yang nantinya akan ditanyakan.

Tujuan dari wawancara dengan metode semiterstruktur adalah untuk

menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana informan diminta

penjelasan atau pendapat, serta ide-idenya. Dalam melakukan wawancara,

peneliti perlu mendengarkan secara detail dan mencatat apa yang

dikemukakan oleh informan.10

3. Data dan Sumber data

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari 3 bahan

hukum, yakni :

10
Sugiyono 2011. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. HRD. Rhineka Cipta. Jakarta

15
a. Sumber bahan hukum primer adalah sumber bahan hukum yang menjadi

acuan pokok.11

1) Norma atau kaedah dasar, yakni Pembukaan Undang Undang Dasar

1945

2) Peraturan perundang-undangan: yakni Undang-undang No. 6 tahun

2014 tentang Desa

b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer, yaitu

1) Penjelasan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah,

2) Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 tentang Desa. Penjelasan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 6 tahun 2014 tentang

Desa

3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 110

Tahun 2016 Tentang Badan Permusyawaratan Desa

4) Peraturan Daerah Kabupaten Tasikmalaya Nomor 2 Tahun 2017

Tentang Desa

c. Bahan hukum tersier adalah Bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer yaitu berupa literatur-literatur.12 Sumber

bahan hukum yang dipergunakan adalah buku-buku:

jurnal hasil penelitian dan makalah-makalah di bidang hukum

kepemerintahan

4. Metode Pengumpulan Data

11
Moh. Nasir, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2008 : Hlmn. 184
12
Ibid, Hlmn 188

16
Penulisan ini dilakukan dengan studi pustaka yaitu dengan wawancara

dan membaca buku-buku, peraturan perundangan yang terkait dan

mempelajari literatur-literatur yang selanjutnya diolah dan dirumuskan secara

sistematis sesuai dengan permasalahan yang disajikan.

5. Metode Analisis Data

Analisa bahan hukum dalam penulisan skripsi ini menggunakan

metode analisa kualitatif, dalam hal ini mengkaji secara mendalam bahan

hukum yang ada kemudian digabungkan dengan bahan hukum yang lain, dan

dipadu dengan teori yang mendukung kemudian ditarik kesimpulan guna

menjawab permasalahan yang ada13

13
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, . Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat), Jakarta : Rajawali Pers. 2001. Hlmn. 122

17
BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG OTONOMI DAERAH

A. Otonomi Daerah

1. Pengertian Otonomi

Indonesia merupakan sebuah negara kesatuan yang menerapkan

otonomi kepada daerah atau desentralisasi yang sedikit mirip dengan negara

serikat atau federal. Namun terdapat perbedaan-perbedaan yang menjadikan

keduanya tidak sama.

Otonomi daerah bisa diartikan sebagai kewajiban yang dikuasakan

kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi

masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan juga hasil guna

penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat

dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban yaitu kesatuan masyarakat

hukum yg memiliki batas-batas wilayah yang berwenang mengutur dan

mengatur pemerintahan serta kepentingan masyarakatnya sesuai prakarsa

sendiri berdasarkan keinginan dan suara masyarakat.

Pelaksanaan otonomi daerah selain berdasarkan pada aturan hukum,

juga sebagai penerapan tuntutan globalisasi yang wajib diberdayakan dengan

cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan

18
bertanggung jawab, utamanya dalam menggali, mengatur, dan memanfaatkan

potensi besar yang ada di masing-masing daerah. 14

Sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia berdasarkan

pendekatan kesisteman meliputi sistem pemerintahan pusat atau disebut

pemerintah dan sistem pemerintahan daerah. Praktik penyelenggaraan

pemerintahan dalam hubungan antarpemerintah, dikenal dengan konsep

sentralisasi dan desentralisasi. Konsep sentralisasi menunjukkan karakteristik

bahwa semua kewenangan penyelenggaraan pemerintahan berada di

pemerintah pusat, sedangkan sistem desentralisasi menunjukkan karakteristik

yakni sebagian kewenangan urusan pemerintahan yang menjadi kewajiban

pemerintah, diberikan kepada pemerintah daerah.

Sistem pemerintahan daerah begitu dekat hubungannya dengan

otonomi daerah yang saat ini telah diterapkan di Indonesia. Jika sebelumnya

semua sistem pemerintahan bersifat terpusat atau sentralisasi maka setelah

diterapkannya otonomi daerah diharapkan daerah bisa mengatur kehidupan

pemerintahan daerah sendiri dengan cara mengoptimalkan potensi daerah

yang ada.15 Meskipun demikian, terdapat beberapa hal tetap diatur oleh

pemerintah pusat seperti urusan keuangan negara, agama, hubungan luar

negeri, dan lain-lain. Sistem pemerintahan daerah juga sebetulnya merupakan

salah satu wujud penyelenggaraan pemerintahan yang efisien dan efektif.

Sebab pada umumnya tidak mungkin pemerintah pusat mengurusi semua

permasalahan negara yang begitu kompleks. Disisi lain, pemerintahan daerah

14
Wrihatnolo, Randy R, dan Nugroho, Riant. 2006. Manajemen Pembangunan Indonesia:
Sebuah Pengantar Panduan. Jakarta: Elekx Media Komputindo
15
Abe, Alexander, Perencanaan daerah partisipatif . Yogyakarta; Pembaharuan 2005. Hlmn
36

19
juga sebagai training ground dan pengembangan demokrasi dalam sebuah

kehidupan negara. Sistem pemerintahan da16erah disadari atau tidak

sebenarnya ialah persiapan untuk karir politik level yang lebih tinggi yang

umumnya berada di pemerintahan pusat.

Berdasarkan Undang-Undang No.23 Tahun 2014 yang dimaksud

pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas

otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam

sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

daerah, prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya,

dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua

urursan pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah yang

ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Daerah memiliki kewenangan

membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran

serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada

peningkatan kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan prinsip tersebut

dilaksanakan pula prinsip otonomi nyata dan bertanggung jawab, prinsip

otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan

pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas dan wewenang dan kewajiban

yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan

16
Juliantara, Wijaya, Pembaharuan kabupaten arah realisasi di era otonomi Daerah,
Yogyakarta, Pembaharuan

20
berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian

isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah

lainnya, sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab

adalah otonomi yang dalam penyelenggaraanya harus benar-benar sejalan

dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk

memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin

keserasian hubungan antardaerah dengan daerah lainnya, artinya mampu

membangun hubungan kerjasama antardaerah untuk meningkatkan

kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antardaerah. Hal yang

tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah harus juga mampu menjamin

hubungan yang serasi antardaerah dengan pemerintah, artinya harus mampu

memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap tegaknya

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang baru mewajibkan

pemerintah melakukan pembinaan, yang berupa pemberian pedoman seperti

dalam penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan, memberikan

standar, arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian, koordinasi,

pemantauan, dan evaluasi. Bersamaan dengan itu pemerintah wajib

memberikan fasilitasi berupa pemberian peluang kemudahan bantuan, dan

dorongan kepada daerah agar dapat melaksanakan otonomi secara efektif dan

efisien. Penyelenggaraan desentralisasi menurut undang-undang ini

mensyarakatkan adanya pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah

dengan daerah otonom, pembagian urusan pemerintahan didasarkan pada

21
pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang

sepenuhnya tetap menjadi kewenangan pemerintah, urusan pemerintah

tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan Negara.

Berdasarkan UU Nomor 23 tahun 2014 klasifikasi urusan

pemerintahan terdiri dari 3 urusan yakni urusan pemerintahan absolut, urusan

pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Urusan

pemerintahan absolut adalah Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi

kewenangan Pemerintah Pusat. Urusan pemerintahan konkurenadalah Urusan

Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan

Daerah kabupaten atau kota. Urusan pemerintahan umuma dalah Urusan

Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala

pemerintahan.

Untuk urusan konkuren atau urusan pemerintahan yang dibagi antara

Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten atau kota dibagi

menjadi urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan.Urusan

Pemerintahan Wajib adalah Urusan Pemerintahan yang wajib

diselenggarakan oleh semua Daerah. Sedangkan Urusan Pemerintahan

Pilihan adalah Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh Daerah

sesuai dengan potensi yang dimiliki Daerah.

2. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Pemerintah pusat merupakan penyelenggaraan kebijakan-yangt telah

dighariskan menurut undang-undang. Sebbelum adanya otonomi daerah,

sistem pemerintahan bersifat sentralisasi yaitu seluruh wewenang terpusat

22
pada pemerintah pusat. Interpretasinya bahwa sistem sentralisasi itu adalah

bahwa seluruh decition keputusan atau kebijakan dikeluarkan oleh pusat.

Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan

oleh pemerintah daerah dan DPRD. Menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip

Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mana Gubernur,

Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara

pemerintah daerah.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD

adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggaraan

pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah yang merupakan subsistem dari

sistem penyelenggaraan pemerintahan nasional memiliki kewenangan untuk

mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Kewenangan untuk

mengatur dan mengurus rumah tangga ini mengandung tiga hal didalamnya,

yaitu pertama pemberian tugas dan wewenang untuk menyelesaikan suatu

kewenangan yang sudah diserahkan kepada Pemerintah Daerah; Kedua,

pemberian kepercayaan dan wewenang untuk memikirkan, mengambil

inisiatif dan menetapkan sendiri cara-cara penyelesaian tugas tersebut; dan

ketiga dalam upaya memikirkan, mengambil inisiatif dan mengambil

keputusan tersebut mengikutsertakan masyarakat baik secara langsung

maupun DPRD.

23
Kewenangan pemerintahan daerah, meliputi kewenangan membuat

Peraturan daerah dan penyelenggaraan pemerintahan yang diemban secara

demokratis. Jadi pelaksanaan Pemerintah Daerah tidak terlepas dari asas

desentralisasi dan otonomi daerah. Sistem pemerintahan Negara kesatuan

Republik Indonesia (NKRI) menurut Undang-Undang Dasar 1945

memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi

daerah.

Keberhasilan otonomi daerah sangat tergantung pada pemerintah

daerah, yaitu DPRD dan Kepala Daerah dan perangkat daerah serta

masyarakatnya untuk bekerja keras, terampil, disiplin, dan berperilaku dan

atau sesuai dengan nilai, norma, moral, serta ketentuan peraturan

perundangan yang berlaku dengan memperhatikan prasarana dan sarana serta

dana atau pembiayaan yang terbatas secara efisien, dan profesional.

Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah

pusat kepada daerah otonom.

Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur

dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Widjaja 17 Penerapan

otonomi daerah berdasarkan UU No.32 Tahun 2004 ini tetap dengan prinsip

otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab. Betapapun luasnya otonomi

yang dimiliki oleh suatu daerah, pelaksanaannya harus tetap dalam kerangka

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Disamping itu, penyelenggaraan

17
Widjaja,Otonomi Daerah dan Daerah Otonom ,Jakarta, PT Raja Grafindo
Persada,2002,hlm. 76

24
otonomi daerah harus menjamin adanya hubungan yang serasi antara

masyarakat, pemerintah daerah dan DPRD.18

Desentralisasi harus dipandang secara lebih realistis, bukan sebagai

pemecahan umum bagi masalah-masalah keterbelakangan, tetapi sebagai

salah satu cara yang dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan

kepercayaan dari berbagai tingkat pemerintahan dalam kondisi baik.

B. Otonomi Desa

Widjaja menyatakan bahwa otonomi desa merupakan otonomi asli, bulat,

dan utuh serta bukan merupakan pemberian dari pemerintah. Sebaliknya

pemerintah berkewajiban menghormati otonomi asli yang dimiliki oleh desa

tersebut. Sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli

berdasarkan hak istimewa, desa dapat melakukan perbuatan hukum baik hukum

publik maupun hukum perdata, memiliki kekayaan, harta benda serta dapat

dituntut dan menuntut di muka pengadilan.19

Dengan dimulai dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah memberikan landasan kuat bagi desa dalam

mewujudkan “Development Community” dimana desa tidak lagi sebagai level

administrasi atau bawahan daerah tetapi sebaliknya sebagai “Independent

Community” yaitu desa dan masyarakatnya berhak berbicara atas kepentingan

masyarakat sendiri. Desa diberi kewenangan untuk mengatur desanya secara

mandiri termasuk bidang sosial, politik dan ekonomi. Dengan adanya

18
Ubedillah. Demokrasi, HAM,dan Masyarakat Madani,,Jakarta ,Indonesia Center for
CivicEducation, 2000, hlm.170
19
Widjaya 2008 ,Otonomi Desa merupakan otonomi yang asli bulat dan utuh, PT Raja
Grafindo Persada

25
kemandirian ini diharapkan akan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat desa

dalam pembangunan sosial dan politik.

Bagi desa, otonomi yang dimiliki berbeda dengan otonomi yang dimiliki

oleh daerah propinsi maupun daerah kabupaten dan daerah kota. Otonomi yang

dimiliki oleh desa adalah berdasarkan asal-usul dan adat istiadatnya, bukan

berdasarkan penyerahan wewenang dari Pemerintah. Desa atau nama lainnya,

yang selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki

kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem

Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten.

Landasan pemikiran yang perlu dikembangkan saat ini adalah

keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokrasi, dan pemberdayaan

masyarakat. Pengakuan otonomi di desa, 20menjelaskan sebagai berikut :

a. Otonomi desa diklasifikasikan, diakui, dipenuhi, dipercaya dan dilindungi

oleh pemerintah, sehingga ketergantungan masyarakat desa kepada

“kemurahan hati” pemerintah dapat semakin berkurang.

b. Posisi dan peran pemerintahan desa dipulihkan, dikembalikan seperti

sediakala atau dikembangkan sehingga mampu mengantisipasi masa depan.

Otonomi desa merupakan hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur

dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

berdasarkan hak asal-usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat

untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan desa tersebut. Urusan

20
Arif, Saiful, Damanhuri, Warsa, Ronald J. Buku Seri Demokrasi 6”Budaya Politik
Demokrasi”. Averroes Press 2008. Hlmn. 68

26
pemerintahan berdasarkan asal-usul desa, urusan yang menjadi wewenang

pemerintahan Kabupaten atau Kota diserahkan pengaturannya kepada desa.

Namun harus selalu diingat bahwa tiada hak tanpa kewajiban, tiada

kewenangan tanpa tanggungjawab dan tiada kebebasan tanpa batas. Oleh karena

itu, dalam pelaksanaan hak, kewenangan dan kebebasan dalam penyelenggaraan

otonomi desa harus tetap menjunjung nilai-nilai tanggungjawab terhadap Negara

Kesatuan Republik Indonesia dengan menekankan bahwa desa adalah bagian

yang tidak terpisahkan dari bangsa dan negara Indonesia. Pelaksanaan hak,

wewenang dan kebebasan otonomi desa menuntut tanggungjawab untuk

memelihara integritas, persatuan dan kesatuan bangsa dalam ikatan Negara

Kesatuan Republik Indonesia dan tanggungjawab untuk mewujudkan

kesejahteraan rakyat yang dilaksanakan dalam koridor peraturan perundang-

undangan yang berlaku.21

C. Konsep Pemerintahan Desa

1. Pengertian Desa

Undang Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa, desa atau yang disebut

dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat

hukum yang memiliki batas-batas wilayah yuridiksi, berwewenang untuk

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Berdasarkan asal-

usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan atau dibentuk dalam sistem

Pemerintahan Nasional dan berada di kabupaten atau kota. Landasan

21
Soekanto,Soerjono,Sosiologi suatu pengantar, PT.Raja GrafindoPersada, Jakarta, 2003

27
pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman,

partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.

Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, mengakui otonomi

yang dimiliki oleh desa ataupun dengan sebutan lainnya dan kepala desa

melalui pemerintahan desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian

dari pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan

pemerintah tertentu.

Sedangkan desa diluar desa geneologis yaitu desa yang bersifat

administratif seperti desa yang dibentuk karena pemekaran desa ataupun

karena transmigrasi ataupun karena alasan lain yang warganya pluralistis,

majemuk, ataupun heterogen, maka otonomi desa akan diberikan kesempatan

untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan desa itu sendiri.

Desa dapat melakukan perbuatan hukum, baik hukum publik maupun

hukum perdata, memiliki kekayaan, harta benda, dan bangunan serta dapat

dituntut dan menuntut di pengadilan. Untuk itu kepala desa dengan

persetujuan BPD mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum

dan mengadakan perjanjian yang saling menguntungkan.22

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas

wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang

diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik

Indonesia (Undang-Undang No.23 Tahun 2014).

22
Amin Suprihartini, Pemerintahan Desa dan Kelurahan, Cet. I, Cempaka Putih,Klaten.
2007. Hlmn 56

28
Desa adalah wilayah yang penduduknya saling mengenal, hidup

bergotong royong, memiliki adat istiadat yang sama, dan mempunyai tata

cara sendiri dalam mengatur kehidupan masyarakatnya. Desa merupakan

garda depan dari sistem pemerintahan Republik Indonesia yang

keberadaannya merupakan ujung tombak dari pelaksanaan kehidupan yang

demokratis di daerah. Peranan masyarakat desa sesungguhnya merupakan

cermin atas sejauh mana aturan demokrasi diterapkan dalam Pemerintah Desa

sekaligus merupakan ujung tombak implementasi kehidupan demokrasi bagi

setiap warganya.23

Definisi dari Pemerintahan adalah suatu lembaga yang terdiri

darisekumpulan orang-orang yang mengatur suatu masyarakat yang meliliki

cara dan strategi yang berbeda-beda dengan tujuan agar masyarakat tersebut

dapat tertata dengan baik. Begitupun dengan keberadaan pemerintahan desa

yang telah dikenal lama dalam tatanan pemerintahan di Indonesia bahkan

jauh sebelum Indonesia merdeka.24

Sementara itu dalam sistem pemerintahan Indonesia juga dikenal

pemerintahan desa dimana dalam perkembangannya desa kemudian tetap

dikenal dalam tata pemerintahan di Indonesia sebagai tingkat pemerintahan

yang paling bawah dan merupakan ujung tombak pemerintahan dan diatur

dalam peraturan perundang-undangan. Selain itu juga banyak ahli yang

mengemukakan pengertian tentang desa diantaranya menurut Syarifin25 yang


23
Poerdwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai
Pustaka. Edisi Revisi. 2003. Hlmn 201
24
Ali, Madekhan. 2007. Orang Desa Anak Tiri Perubahan.Malang. Averroes Press.
25
Syarifin, Pipin, Jubaedah, Dedah.Hukum Pemerintah Daerah.Bandung: Pustaka Bani
Quraisy. 2005: Hlmn 78

29
mengemukakan mengenai pengertian desa yaitu desa sebagai bentuk yang

diteruskan antara penduduk dengan lembaga mereka di wilayah tempat

dimana mereka tinggal yakni di ladang-ladang yang berserak dan di

kampung-kampung yang biasanya menjadi pusat segala aktifitas bersama

masyarakat berhubungan satu sama lain, bertukar jasa, tolong-menolong atau

ikut serta dalam aktifitas-aktifitas sosial”.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa desa adalah suatu

kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak

asal usul yang bersifat istimewa dimana landasan pemikiran dalam mengenai

pemerintahan desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli,

demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat.

2. Syarat pembentukan Desa

Adapun syarat-syarat dalam pembentukkan desa diatur dalam Pasal 2

ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa adalah:

a. Jumlah penduduk;

b. Luas wilayah;

c. Bagian wilayah kerja;

d. Perangkat; dan

e. Sarana dan prasarana pemerintahan.

Jika Desa yang kondisi masyarakat dan wilayahnya tidak lagi memenuhi

persyaratan dapat dihapus atau digabung. Pembentukan desa dapat berupa

penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang bersandingan, atau

30
pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan

desa di luar desa yang telah ada.

Menurut Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, Yang

dimaksud dengan pembentukan desa adalah tindakan mengadakan desa yang

baru diluar desa yang ada. Ungkapan "mengadakan desa baru" tidak berarti

bahwa desa yang bersangkutan tiba-tiba muncul, melainkan melalui fase

persiapan jauh sebelumnya, seperti halnya desa yang lahir di lokasi-lokasi

transmigrasi, resettlement, dan pradesa.

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Pasal 2

menyebutkan bahwa pembentukan desa diprakarsai oleh Pemerintah atau

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Pemerintah dapat memprakarsai

pembentukan Desa di kawasan yang bersifat khusus dan strategis bagi

kepentingan nasional. Prakarsa pembentukan Desa dapat diusulkan oleh

kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait dimana usul

prakarsa pembentukan Desa tersebut diajukan kepada Menteri.

Usul prakarsa pembentukan Desa dibahas oleh Menteri bersama-sama

dengan menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian pemrakarsa

serta pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang

bersangkutan. Dalam melakukan pembahasan, Menteri dapat meminta

pertimbangan dari menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian

terkait, jika usul prakarsa disepakati untuk membentuk Desa, Menteri

menerbitkan keputusan persetujuan pembentukan Desa kemudian Keputusan

31
Menteri tersebut ditindaklanjuti oleh pemerintahan daerah kabupaten/kota

dengan menetapkannya dalam peraturan daerah kabupaten/kota tentang

pembentukan Desa.

Pemerintah daerah kabupaten/kota dalam memprakarsai pembentukan

Desa berdasarkan atas hasil evaluasi tingkat perkembangan Pemerintahan

Desa di wilayahnya. Pemerintah daerah kabupaten/kota dalam memprakarsai

pembentukan Desa harus mempertimbangkan prakarsa masyarakat Desa,

asalusul, adat istiadat. kondisi sosial budaya masyarakat Desa, serta

kemampuan dan potensi Desa.26

26
HAW Widjaja, Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh,
Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2003. Hlmn .14

32
BAB III

OBJEK PENELITIAN

A. Pemerintahan Desa

1. Pengertian

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 menyebut

Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara

Kesatuan Republik Indonesia, pemerintahan desa terdiri dari Pemerintah

Desa dan Badan Permusyawaratan Desa.

Desa memiliki pemerintahan sendiri, pemerintahan Desa

diselenggarakan oleh Pemerintah Desa yang meliputi Kepala Desa dan

Perangkat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Kepala Desa

adalah orang yang mengepalai desa. Kepala desa dalam organisasi

pemerintahan desa mempunyai kedudukan sebagai pemimpin pemerintahan.27

Dalam Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah tidak

dijelaskan secara jelas mengenai definisi dari Kepala Desa, kepala desa dapat

diartikan sebagai pimpinan penyelenggaraan pemerintahan desa. Kepala Desa

bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan

Pembangunan Desa, pembinaan keinasyarakatan Desa, dan pemberdayaan

masyarakat Desa.

Pemerintah desa berfungsi menyelenggarakan kebijakan pemerintah

atasnya dan kebijakan desa, sedangkan BPD berfungsi menetapkan peraturan

Alfian, Alfan M. Menjadi Pemimpin Politik. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2009.
27

Hlmn 19

33
desa bersama dengan kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi

masyarakat desa.

Selain itu tinjauan tentang desa juga banyak ditemukan dalam undang-

undang maupun peraturan-peraturan pemerintah sebagaimana yang terdapat

dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015

tentang tentang Dana Desa yang memberikan penjelasan mengenai

pengertian desa yang dikemukakan bahwa:

Pasal 1 angka 5 disebutkan bahwa :

“Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa,
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui
dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia”.

Pasal 1 angka 6 disebutkan bahwa :

“Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh


Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul
dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Pasal 1 angka 7 disebutkan bahwa :

“Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala
Desa dan Perangkat Desa sebagai administrasi penyelenggara
pemerintah desa”.

Pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain adalah kepala

desa dan perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.

Undang-undang Nomor 43 Tahun 2014 pasal 202 menjelaskan pemerintah

desa secara lebih rinci dan tegas yaitu bahwa pemerintah terdiri atas Kepala

Desa dan Perangkat Desa, adapun yang disebut perangkat desa disini adalah

34
Sekretaris Desa, pelaksana teknis lapangan, seperti Kepala Urusan, dan unsur

kewilayahan seperti Kepala Dusun atau dengan sebutan lain.

Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya Kepala Desa

bertanggung jawab kepada rakyat melalui surat keterangan persetujuan dari

BPD dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya kepada Bupati

dengan tembusan camat. Adapun Perangkat Desa dalam melaksanakan

tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Desa. Dalam melaksanakan

tugasnya Kepala Desa dan Perangkat Desa berkewajiban melaksanakan

koordinasi atas segala pemerintahan desa, mengadakan pengawasan, dan

mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas masing-masing secara

berjenjang. Apabila terjadi kekosongan perangkat desa, maka Kepala Desa

atas persetujuan BPD mengangkat pejabat perangkat desa.28

Desa tidak lagi merupakan level administrasi, tidak lagi menjadi

bawahan daerah tetapi menjadi independent community, sehingga setiap

warga desa dan masyarakat desanya berhak berbicara atas kepentingannya

sendiri dan bukan dari atas kebawah seperti selama ini terjadi. Desa dapat

dibentuk, dihapus, dan digabungkan dengan memperhatikan asal-usulnya atas

prakarsa masyarakat dengan persetujuan pemerintahan kabupaten dan

DPRD.29

2. Susunan Organisasi Pemerintahan Desa

Susunan organisasi pemerintahan di setiap desa tidak tentu sama. Hal

ini karena tergantung dari kebutuhan dan keadaan desa masing-masing. Desa
28
Suparyo. Tugas dan Kedudukan BPD dalam UU Desa. Tersedia dari http://gedhe.or.id
2013. Hlmn 3 diakses Januari 2018
29
Arie Sudjito: UU Desa Perkuat Kewenangan Pemerintah Desa. 2017, Hlmn 4. Diakses
pada 17 Oktober 2020 melalui http://www.kabarwajo.com

35
memiliki pemerintahan sendiri. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya

bahwa pemerintahan desa terdiri atas pemerintah desa (yang meliputi kepala

desa dan perangkat desa) dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Lebih

lanjut bisa dirinci sebagai berikut.

a. Kepala desa

b. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

c. Sekretaris desa

d. Kepala urusan pemerintahan

e. Kepala urusan pembangunan

f. Kepala urusan kesejahteraan rakyat

g. Kepala urusan keuangan

h. Kepala urusan umum

Menurut UU No. 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah pasal

209, urusan pemerintah yang menjadi kewenangan desa adalah sebagai

berikut:

a. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-ususl desa.

b. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten atau kota

yang diserahkan pengaturannya kepada desa.

c. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan atau

pemerintah kabupaten atau kota

d. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan

diserahkan kepada desa.

3. Tugas Kepala Desa

36
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa pemeritah

desa merupakan betanggung jawab kepada rakyat desa yang dalam tata cara

dan prosedur bertanggung jawabannya disampaikan kepada Bupati atau

Walikota melalui Camat. Kepada Badan Permusyawaratan Desa, Kepala

Desa wajib memberikan keterangan laporan pertanggung jawabannya namum

tetap harus memberi peluang kepada masyarakat melalui Badan

Permusyawaratan Desa untuk menanyakan dan atau meminta keterangan

lebih lanjut terhadap hal-hal yang berhubungan dengan pertanggung jawaban

tersebut.30

Undang-Undang No 6 tahun 2014 menyebutkan tugas kepala desa yaitu

pada pasal 26 yang berbunyi

(1) Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa,

melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan

pemberdayaan masyarakat Desa.

(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala

Desa berwenang:

a. memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa;

b. Mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa;

c. Memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa;

d. Menetapkan Peraturan Desa;

e. Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;

f. Membina kehidupan masyarakat Desa;

30
Huda, Ni’Matul. 2009. Otonomi Daerah (Filosofi,Sejarah Perkembangan dan
Problematika. Yogyakarta. Pustaka Pelajar

37
g. Membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;

h. Membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta

mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif

untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa;

i. Mengembangkan sumber pendapatan Desa;

j. Mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara

guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa;

k. Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa;

l. Memanfaatkan teknologi tepat guna;

m. Mengoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif;

n. Mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa

hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan; dan

o. Melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala

Desa berhak:

a. Mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa;

b. Mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa;

c. Menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan

lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan;

d. Mendapatkan pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan;

dan

38
e. Memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada

perangkat Desa.

(4) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala

Desa berkewajiban:

a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta

mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan

Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;

b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa;

c. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa;

d. Menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan;

e. Melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender;

f. Melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel,

transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari

kolusi, korupsi, dan nepotisme;

g. Menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku

kepentingan di Desa;

h. Menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang baik;

i. Mengelola Keuangan dan Aset Desa;

j. Melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa;

k. Menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa;

l. Mengembangkan perekonomian masyarakat Desa;

m. Membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa;

39
n. Memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Desa;

o. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan

lingkungan hidup; dan

p. Memberikan informasi kepada masyarakat Desa.

4. Kewajiban kepala Desa

Kewajiban dari kepala desa dalam menjalankan kepemerintahannya, kepala

desa mempunyai kewenangan, hak dan kewajiban. Dalam Peraturan Daerah

Kabupaten Tasikmlaya Nomor 2 Tahun 2017, kepala desa mempunyai

kewajiban sebagai berikut :

a. Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap akhir

tahun anggaran kepada Bupati/Walikota;

b. Menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir

masa jabatan kepada Bupati/Walikota;

c. Memberikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara

tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun

anggaran; dan

d. Memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan

pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir tahun

anggaran.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 110 Tahun 2016

Tentang Badan Permusyawaratan Desa pasal 48 disebutkan bahwa BPD

berperan dalam melakukan evaluasi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat

40
(1) merupakan evaluasi atas kinerja Kepala Desa selama 1 (satu) tahun

anggaran.

Selanjutnya, apabila kepala desa tidak dapat melaksanakan kewajiban sebagai

aparatur desa, maka kepala desa dapat dikenai sanksi administratif, hal ini

tertuang dalam Pasal 28 Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa

pasal :

(1) Kepala Desa yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 26 ayat (4) dan Pasal 27 dikenai sanksi administratif berupa

teguran lisan dan/atau teguran tertulis.

(2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak

dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat

dilanjutkan dengan pemberhentian.

5. Hal yang dilarang bagi kepala Desa

Selain memeiliki kewajiban dan tugasnya, kepala desa juga dilarang untuk

merugikan kepentingan umum, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada pasal

29 yang berbunyi :

a. Merugikan kepentingan umum;

b. Membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga,

pihak lain, dan/atau golongan tertentu;

c. Menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya;

d. Melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan

masyarakat tertentu;

e. Melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat desa;

41
f. Melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang,

dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau

tindakan yang akan dilakukannya;

g. Menjadi pengurus partai politik;

h. Menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang;

i. Merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota badan

permusyawaratan desa, anggota dewan perwakilan rakyat republik

indonesia, dewan perwakilan daerah republik indonesia, dewan

perwakilan rakyat daerah provinsi atau dewan perwakilan rakyat daerah

kabupaten/kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan

perundangan-undangan;

j. Ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau

pemilihan kepala daerah;

k. Melanggar sumpah/janji jabatan; dan

l. Meninggalkan tugas selama 30 (tiga puluh) hari kerja berturut-turut tanpa

alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Apabila kepala desa ternyata dalam melaksanakan tugasnya melakukan

pelanggaran, maka kepala desa dapat dikenakan sanksi administrastif.

Menurut Pasal 30 ayat 1 dan 2 disebutkan bahwa :

(1) Kepala Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 29 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau

teguran tertulis.

42
(2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak

dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat

dilanjutkan dengan pemberhentian.

6. Pemilihan Kepala Desa

Kepala desa dapat dipilih oleh masyarakat desa setempat, dalam pemilihan

kepaladesa telah diatur tata cara pemilihan calon kepala desa yaitu dalam

pasal 31 yang berbunyi

a. Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah

Kabupaten/Kota.

b. Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota menetapkan kebijakan

pelaksanaan pemilihan Kepala Desa secara serentak sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

c. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan Kepala Desa

serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan

atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

7. Peran BPD dalam Pemilihan Kepala Desa

Dalam hal ini Badan Permusyawaratan Desa memiliki peran dalam

pelaksanaan kepala desa, Menurut Undang-Undang No 6 tahun 2014

disebutkan bahwa

Pasal 32

(1) Badan Permusyawaratan Desa memberitahukan kepada Kepala Desa

mengenai akan berakhirnya masa jabatan Kepala Desa secara tertulis 6

(enam) bulan sebelum masa jabatannya berakhir.

43
(2) Badan Permusyawaratan Desa membentuk panitia pemilihan Kepala

Desa.

(3) Panitia pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

bersifat mandiri dan tidak memihak.

(4) Panitia pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

terdiri atas unsur perangkat Desa, lembaga kemasyarakatan, dan tokoh

masyarakat Desa.

8. Syarat calon kepala desa

Pada Pasal 33 disebutkan calon Kepala Desa wajib memenuhi persyaratan

yaitu :

a. Warga negara Republik Indonesia;

b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta

mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika;

d. Berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau

sederajat;

e. Berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun pada saat mendaftar;

f. Bersedia dicalonkan menjadi kepala desa;

g. Terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di desa setempat paling

kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran;

h. Tidak sedang menjalani hukuman pidana penjara;

44
i. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan

yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak

pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun

atau lebih, kecuali 5 (lima) tahun setelah selesai menjalani pidana penjara

dan mengumumkan secara jujur dan terbuka kepada publik bahwa yang

bersangkutan pernah dipidana serta bukan sebagai pelaku kejahatan

berulang-ulang;

j. Tidak sedang dicabut hak pilihnya sesuai dengan putusan pengadilan

yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;

k. Berbadan sehat;

l. Tidak pernah sebagai kepala desa selama 3 (tiga) kali masa jabatan; dan

m. Syarat lain yang diatur dalam Peraturan Daerah.

Pasal 34 disebutkan Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk Desa.

Pemilihan Kepala Desa bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan

adil. Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan melalui tahap pencalonan,

pemungutan suara, dan penetapan. Dalam melaksanakan pemilihan Kepala

Desa dibentuk panitia pemilihan Kepala Desa. Panitia pemilihan bertugas

mengadakan penjaringan dan penyaringan bakal calon berdasarkan

persyaratan yang ditentukan, melaksanakan pemungutan suara, menetapkan

calon Kepala Desa terpilih, dan melaporkan pelaksanaan pemilihan Kepala

Desa. Mengenai biaya pemilihan Kepala Desa dibebankan pada Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota. Penduduk Desa yang pada

45
hari pemungutan suara pemilihan Kepala Desa sudah berumur 17 (tujuh

belas) tahun atau sudah/pernah menikah ditetapkan sebagai pemilih.

9. Peran Pemerintah Desa dalam penyelenggaraan Pemerintah Pusat

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa merupakan subsistem dari sistem

penyelenggaraan pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan untuk

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Secara historis desa

rupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan di

Indonesia jauh sebelum bangsa ini terbentuk. Desa merupakan daerah yang

otonom dengan tradisi, adat istiadat dan hukumnya sendiri serta relative

mandiri. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat keberagaman yang tinggi

membuat desa mungkin merupakan wujud bangsa yang paling kongkret.

Dalam kedudukan ini, kepala desa mempunyai tugas pokok sebagai

berikut: Mempimpin, mengkoordinasikan, dan mengendalikan pemerintah

desa dalam melaksanakan sebagian urusan rumah tangga desa, urusan

pemerintahan umum, pembangunan dan pembinaan masyarakat, serta

menjalankan tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan

atau pemerintah kabupaten.31

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa tidak terpisahkan dari

penyelenggaraan otonomi daerah. Pemerintahan Desa merupakan unit

terdepan dalam pelayanan kepada masyarakat serta tonggak strategis untuk

keberhasilan semua program. Upaya untuk memperkuat desa (pemerintahan

desa dan lembaga kemasyarakatan) merupakan langkah mempercepat

Alfian, Alfan M. Menjadi Pemimpin Politik. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2009.
31

Hlmn 19

46
terwujudnya kesejahteraan masyarakat sebagai tujuan otonomi daerah

Pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Pemerintahan Desa memiliki

wewenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri dan pelimpahan

wewenang dekonsentrasi dari Pemerintah diatasnya. Kemudian memilik

perangkat Pemerintah terdiri atas kepala desa beserta para pembantunya

mewakili masyarakat Desa.

Berdasarkan Pasal 1 Angka 2 dan 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 110 Tahun 2016 Tentang Badan Permusyawaratan Desa menyatakan

bahwa: 32

a. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain

dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.

b. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat BPD atau yang

disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi

pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa

berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.

Pasal 1 Angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang

Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa,

menyatakan Pemerintahan Desa adalah Penyelenggaraan urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem

pemerintahan Negara Kesatuan Pemerintah desa terdiri dari Kepala Desa dan

Perangkat Desa. Perangkat Desa terdiri dari Sekretaris Desa dan Perangkat

Desa lainnya.

32
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2016 Tentang Badan
Permusyawaratan Desa

47
Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, tujuan pembentukan

pemerintahan desa adalah terbentuknya pemerintahan yang berhubungan

langsung dengan masyarakat dengan menjalankan pemerintahan yang telah diatur

dalm undang-undang tentang desa. Subsistem pemerintahan daerah di bawah

subsistem pemerintahan nasional. Desa adalah satuan administrasi pemerintahan

terendah dengan hak otonomi berbasis asal usul dan adat istiadatnya. Oleh karena

itu, penyelenggaraan pemerintahan desa harus tetap terintegrasi dalam subsistem

administrasi daerah dan sistem administrasi negara kesatuan Republik Indonesia.

B. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

1. Pengertian BPD

Dalam penyelengaraan Pemerintahan Desa di bentuk Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) atau sebutan lain yang sesuai dengan budaya

yang berkembang di desa bersangkutan, yang berfungsi sebagai lembaga

pengatur dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, seperti dalam

pembuatan dan pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan

Belanja Desa, dan keputusan Kepala Desa. Di desa dibentuk lembaga

kemasyarakatan yang berkedudukan sebagai mitra kerja pemerintah desa

dalam memberdayakan masyarakat desa.

Menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, Badan

Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga

yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil

48
dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara

demokratis.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah

Pasal 209 menyebut Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan

peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi

masyarakat sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang

Desa Pasal 55 menyebut Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi

mcmbahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala

Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa dan

melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.

Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang

Desa, kedudukan Badan Permusyawaratan Desa mengalami perubahan. Jika

sebelumnya Badan Pennusyawaratan Desa merupakan unsur penyelenggara

pemerintahan maka sekarang menjadi lembaga desa. Dari fungsi hukum

berubah menjadi fungsi politis. Kini, fungsi Badan Pennusyawaratan Desa

yaitu menyalurkan aspirasi, merencanakan APBDes, dan mengawasi

pemerintahan desa. Sedangkan tugasnya adalah menyelenggarakan

musyawarah desa (musdes) dengan peserta terdiri kepala desa, perangkat

desa kelompok, dan tokoh masyarakat. Jumlah pesertanya tergantung situasi

kondisi setiap desa.

Musyawarah desa berfungsi sebagai ajang kebersamaan dan

membicarakan segala kebijakan tentang desa. Badan Pennusyawaratan Desa

beranggotakan wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan

49
keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat.

Anggota Badan Pennusyawaratan Desa terdiri atas ketua rukun warga,

pemangku adat, golongan pirofesi, dan tokoh atau pemuka agama serta

masyarakat lainnya. Masa Jabatan Badan Permusyawaratan Desa adalah

enam tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk sekali masa jabatan

berikutnya. Peresmian anggota Badan Permusaywaratan Desa ditetapkan

dengan keputusan bupati/wali kota.

Badan Permusyawaratan Desa adalah merupakan perwujudan demokrasi

dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. BPD dapat dianggap sebagai

“parlemen”-nya desa. BPD merupakan lembaga baru didesa pada era otonomi

daerah di Indonesia. Sedangkan penggunaan nama atau istilah BPD tidak

harus seragam pada seluruh desa di Indonesia dan dapat disebut dengan nama

lain.33

2. Pemilihan Anggota BPD

Anggota BPD adalah wakil dari desa yang bersangkutan berdasarkan

keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan

mufakat.34

Anggota BPD terdiri dari anggota Rukun Warga, Pemangku Adat,

Golongan Profesi, Tokoh Agama dan Tokoh atau Pemuka masyarakat

lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat

diangkat/diusulkan kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya. Pimpinan

33
Sudirwo, Daeng. Pembahasan pokok-pokok pemerintahan di daerah dan pemerintahan
desa. Bandung. Angkasa. 2008. Hlmn 18
34
Solekhan, Moch. Penyelenggaraan Pemerintah Desa. Malang. Setara Pers. 2012. Hlmn.
53

50
dan anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala

Desa dan Perangkat Desa.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014

tentang desa, yang merupakan perubahan atas peraturan pemerintahan Nomor

72 Tahun 2005 tentang pemerintah desa, yang dimaksud Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) adalah “Badan Permusyawaratan Desa

mempunyai fungsi membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa

bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa,

serta melakukan pengawasan kinerja kepala desa”

Menurut Faried Ali dan Baharuddin (2013:95), organisasi adalah

kerjasama manusia sebagai unsur pokok dari apa yang disebut dengan

administrasi yang dilihat dari sisi terjadinya atau dibentuk terjadinya sebagai

bentuk kerja sama manusia, sangatlah di mungkinkan keberadaan organisasi

dalam keberagaman bentuk, dan ketika pemikiran demikian maka

terbentuknya organisasi adalah tergantung dari sisi maka berkeinginan untuk

memahami perlunya keberadaan suatu organisasi.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan juga perwujudan

demokrasi di desa. Demokrasi yang dimaksud bahwa agar dalam

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan harus selalu

memperhatikan aspirasi dari masyarakat yang diartikulasi dan diagregasikan

oleh BPD dan Lembaga Kemasyarakatan lainnya. Badan ini merupakan

51
lembaga legislatif di tingkat desa. Badan Permusyawaratan Desa merupakan

perubahan nama dari Badan Perwakilan Desa yang ada selama ini.35

Perubahan ini didasarkan pada kondisi faktual bahwa budaya politik

lokal yang berbasis pada filosofi “musyawarah untuk mufakat” musyawarah

berbicara tentang proses, sedangkan mufakat berbicara tentang hasil. Hasil

yang diharapkan diperoleh dari proses yang baik. Melalui musyawarah untuk

mufakat, berbagai konflik antara para elit politik dapat diselesaikan secara

arif, sehingga tidak sampai menimbulkan goncangan-goncangan yang

merugikan masyarakat luas.

Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa

bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

Oleh karenanya BPD sebagai badan permusyawaratan yang berasal dari

masyarakat desa, disamping menjalankan tugas dan fungsinya sebagai

jembatan penghubung antara kepala desa dengan masyarakat desa, juga harus

dapat menjadi lembaga yang berperan sebagai lembaga representasi dari

masyarakat.36

Sehubungan dengan tugas dan fungsinya menetapkan peraturan desa

maka BPD bersama-sama kepala desa menetapkan peraturan desa sesuai

dengan aspirasi yang di sampaikan dari masyarakat, namun tidak semua

aspirasi masyarakat dapat ditetapkan dalam bentuk peraturan desa tapi harus

melalui proses sebagai berikut: artikulasi adalah penyerapan aspirasi

35
Effendi, Bachtiar. Pembangunan Daerah Otonom Berkeadilan, Yogyakarta: Kurnia
Kalam Semesta. 2012. Hlmn. 34
36
Nurcholis, Hanif. 2011. Pertumbuhan & Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Jakarta:
Erlangga.

52
masyarakat yang dilakukan oleh BPD. Agregasi adalah proses

mengumpulkan, mengkaji dan membuat prioritas aspirasi yang akan

dirumuskan menjadi perdes. Formulasi adalah proses perumusan rancangan

peraturan desa yang dilakukan oleh BPD atau oleh pemerintah desa. Dan

konsultasi adalah proses dialog bersama antara pemerintah desa dan BPD

dengan masyarakat.

Dari berbagai proses tersebut kemudian barulah suatu peraturan desa

dapat ditetapkan, hal ini dilakukan agar peraturan yang di tetapkan tidak

bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan daerah dan

perundangundangan yang lebih tinggi tingkatnya.

Adapun materi yang diatur dalam peraturan desa harus memperhatikan

dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang ada,seperti :

a. Landasan hukum materi yang di atur, agar peraturan desa yang diterbitkan

oleh pemerintah desa mempunyai landasan hukum.

b. Landasan filosofis materi yang di atur, agar peraturan desa yang

diterbitkan oleh pemerintah desa jangan sampai bertentangan dengan

nilai-nilai hakiki yang dianut di tengah-tengah masyarakat.

c. Landasan sosiologis materi yang di atur, agar peraturan desa yang

diterbitkan oleh pemerintah desa tidak bertentangan dengan nilai-nilai

yang hidup di tengah-tengah masyarakat.

Keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa terdiri dari wakil penduduk

desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah untuk mufakat.

Yang dimaksud dengan wakil masyarakat dalam hal ini seperti ketua rukun

53
warga, pemangku adat dan tokoh masyarakat. Masa jabatan Badan

Permusyawaratan Desa 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1

(satu) kali masa jabatan berikutnya. Syarat dan tata cara penetapan anggota

dan pimpinan BPD diatur dalam Peraturan Daerah yang berpedoman pada

Peraturan Pemerintah.

Materi mauatan peraturan perundang-undangan harus mengandung asas

pengayoman kemanusian, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan,

bhinneka tunggal ika, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan

pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum, atau keseimbangan,

keserasian, dan keselarasan. BPD sebagai wahana untuk melaksanakan

demokrasi berdasarkan Pancasila berkedudukan sejajar dan menjadi mitra

Pemerintah Desa.

Menurut Siswanto37 terdapat beberapa jenis hubungan antara pemerintah

desa dan Badan Perwakilan Desa. Pertama, hubungan dominasi artinya dalam

melaksanakan hubungan tersebut pihak pertama menguasai pihak kedua.

Kedua, hubungan subordinasi artinya dalam melaksanakan hubungan tersebut

pihak kedua menguasai pihak pertama, atau pihak kedua dengan sengaja

menempatkan diri tunduk pada kemauan pihak pertama. Ketiga, hubungan

kemitraan artinya pihak pertama dan kedua selevel dimana mereka bertumpu

pada kepercayaan, kerjasama dan saling menghargai.

Dalam pencapaian tujuan mensejahterakan masayarakat desa, masing-

masing unsur Pemerintah Desa dan BPD dapat menjalankan fungsinya

dengan mendapat dukungan dari masyarakat setempat. Dalam menetapkan


37
Joko Siswanto 2005Administrasi Pemerintahan Desa, Cv Rajawali Jakarta

54
Peraturan Desa bersama-sama dengan Pemerintah Desa. Setelah BPD dan

Kepala Desa mengajukan rancangan Peraturan Desa kemudian akan dibahas

bersama dalam rapat BPD dan setelah mengalami penambahan dan

perubahan, kemudian rancangan Peraturan Desa tersebut disahkan dan

disetujui serta ditetapkan sebagi Peraturan Desa. Dalam menetapkan

peraturan desa, antara BPD dan Kepala Desa sama-sama memiliki peran yang

sangat penting antara lain sebagai berikut :

a. BPD menyutujui dikeluarkannya Peraturan Desa;

b. Kepala Desa menandatangani Peraturan Desa tersebut;

c. BPD membuat berita acara tentang Peraturan Desa yang baru ditetapkan;

dan

d. BPD mensosialisasikan Peraturan Desa yang telah disetujui pada

masyarakat melalui kepala dusun ataupun mensosialisasikannya secara

langsung untuk diketahui dan dipatuhi serta ditentukan pula tanggal mulai

pelaksanaannya.

Beberapa tahap atau langkah-langkah yang ditempuh oleh BPD dalam

menetapkan Peraturan Desa yaitu menampung usulan-usulan baik yang

berasal dari BPD maupun Kepala Desa dimana usulan tersebut dapat menjadi

dasar atau patokan dalam menjalankan Pemerintahan Desa. Setelah itu,

usulan-usulan tersebut dibahas dan dievaluasi, terhadap hasil evaluasi

tersebut kemudian dilakukan penetapan bersama dalam bentuk rancangan

untuk selanjutnya dirumuskan dalam bentuk Peraturan Desa.

55
Dalam tahap pembentukan Peraturan Desa, gagasan atau usulan usulan

lebih banyak berasal dari Kepala Desa dibandingkan dari pihak BPD. Hal ini

dikarenakan faktor pengetahuan dan wawasan BPD yang dirasa masih minim

dan juga karena Kepala Desa yang terpilih sudah lebih mengetahui tentang

keadaan dan kondisi desa tersebut. Proses pembuatan Peraturan Desa mulai

dari merumuskan peraturan desa sampai pada tahap menetapkan Peraturan

Desa yang dilakukan bersama-sama dengan pemerintah desa, tidak ada

kendala ataupun hambatan berarti yang dijumpai.

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Nasional, Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2016 (pasal 64) tentang Desa,

dan Permendagri No. 110/2016 tentang Badan Permusyawaratan Desa,

memberi amanah kepada pemerintah desa untuk menyusun program

pembangunannya sendiri. Forum perencanaannya disebut sebagai

Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbang Desa).

Melalui proses pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan

penganggaran pembangunan desa, diharapkan upaya peningkatan

kesejahteraan masyarakat secara merata dan berkeadilan lebih bisa tercapai.

3. Fungsi Badan Permusyawaratan Desa

Tugas Dan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa Pemerintah Desa

adalah kegiatan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan

Badan Permusyawaratan Desa. Pemerintah desa merupakan lembaga

eksekutif desa dan BPD sebagai lembaga legislative desa. Dalam rangka

melaksanakan kewenangan yang dimiliki untuk mengatur dan mengurus

56
kepentingan masyarakatnya, dibentuklah Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) sebagai lembaga legislasi dan wadah yang berfungsi untuk

menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Lembaga ini pada

hakikatnya adalah mitra kerja Pemerintah Desa yang memiliki kedudukan

yang sejajar dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan,

dan pemberdayaan masyarakat.

Berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Desa Pasal

55, Badan Permusyawaratan Desa mempunyai tiga fungsi, yaitu (1)

membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala

Desa, (2) menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa dan (3)

melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.38

a. Fungsi Menampung dan menyampaikan aspirasi masyarakat.

Tugas dan fungsi menampung dan menyampaikan aspirasi masyarakat,

meliputi menggali aspirasi masyarakat, menampung aspirasi masyarakat,

mengelola aspirasi masyarakat, menyalurkan aspirasi masuyarakat,

menyelenggarakan musyawarah BPD, menyelenggarakan musyawarah

Desa, dan menyelenggarakan musyawarah Desa khusus untuk pemilihan

Kepala Desa antarwaktu

b. Fungsi merancang dan membentuk Peraturan Desa (Legislasi)

Tugas dan fungsi membentuk Peraturan Desa (Legislatif), meliputi:

membahas dan menyepakati rancangan Peraturan Desa bersama

pemerintahan Desa, dan membuat naskah akademik Peraturan Desa.

c. Fungsi Pengawasan
38
UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Desa

57
Tugas dan fungsi pengawasan, meliputi: melaksanakan pengawasan

terhadap kinerja Kepala Desa, melaksanakan pengawasan terhadap proses

jalannya pembangunan di Desa, melakukan evaluasi laporan keterangan

penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan menciptakan hubungan kerja

yang harmonis dengan pemerintahan Desa dan lembaga Desa lainnya.39

Selain itu fungsi pengawasan juga meliputi pengawasan terhadap

pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa,

keputusan Kepala Desa serta penyelenggaraan Pemerintah Desa.

d. Fungsi Penganggaran

Tugas dan fungsi penganggaran, meliputi: menyusun Anggaran

Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), dengan fungsi ini BPD dengan

pemerintahan Desa menyusun dam menetapkan APBDes setiap tahun.

Selain itu BPD juga melakukan kegiatan monitoring, pengendalian dan

pengawasan terhadap realisasi APBDes. Untuk menjamin akuntabilitas

sistem pengelolaan keuangan desa, maka setiap akhir tahun hendaknya

BPD meminta pertanggungjawaban Kepala Desa terhadap realisasi

APBDes.

e. Fungsi Pengayom Adat Istiadat Desa

Badan Permusyawaratan Desa juga berfungsi sebagai pengayom Adat

Istiadat yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat

menunjukkan adanya kemauan yang kuat untuk menjaga, melindungi dan

melestarikan adat istiadat pada masing-masing desa.

39
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2016 tentang BPD Pasal 32

58
Siklus pengelolaan keuangan desa merupakan tanggung jawab dan

tugas dari kepala desa dan pelaksana teknis pengelolaan keuangan desa

dilaksanakan oleh sekretaris desa, kepala seksi dan bendahara desa.

Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa

bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

Oleh karenanya BPD sebagai badan permusyawaratan yang berasal dari

masyarakat desa, disamping menjalankan tugas dan fungsinya sebagai

jembatan penghubung antara kepala desa dengan masyarakat desa, juga

harus dapat menjadi lembaga yang berperan sebagai lembaga representasi

dari masyarakat.

Beberapa tahap atau langkah-langkah yang ditempuh oleh BPD

dalam menetapkan Peraturan Desa yaitu menampung usulan-usulan baik

yang berasal dari BPD maupun Kepala Desa dimana usulan tersebut dapat

menjadi dasar atau patokan dalam menjalankan Pemerintahan Desa.

Setelah itu, usulan-usulan tersebut dibahas dan dievaluasi, terhadap hasil

evaluasi tersebut kemudian dilakukan penetapan bersama dalam bentuk

rancangan untuk selanjutnya dirumuskan dalam bentuk Peraturan Desa.

Dalam strukur Pemerintahan Desa, kedudukan Badan

Permusyawaratan Desa ( BPD ) adalah sejajar dengan unsur Pemerintah

Desa bahkan mitra kerja dari Kepala Desa, hal tersebut dimaksudkan agar

terjadi proses penyeimbang kekuasaan sehingga tidak terdapat saling

curiga antara Kepala Desa dan BPD sebagai Lembaga Legislasi yang

berfungsi mengayomi adat istiadat, fungsi pengawasan dan fungsi

59
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Disinilah kemampuan

(kapabilitas) Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) diperlukan

dalam menjalankan perannya. 40

Urusan Pemerintah Desa akan berjalan dengan baik apabila terjadi

kerjasama yang baik antara Aparat Desa dengan Badan Permusyawaratan

Desa (BPD). Kapabilitas biasanya menunjukan potensi dan kekuatan yang

ada dalam diri seseorang untuk menunjukan kemampuan dalam bidang

penyelenggaraan untuk itu Anggota BPD dituntut mempunyai wawasan

yang luas baik pengalaman, pengetahuan, keterampilan dan sikap.41

Pengetahuan dan keterampilan seseorang dalam ikut terjun langsung

dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa mempunyai pengaruh terhadap

kemampuan seseorang (Anggota BPD) dalam menangani masukan (input)

dari masyarakat dan dalam pengambilan keputusan Desa sehingga

keputusan yang diambil sesuai dengan keinginan dan aspirasi dari

masyarakat.

Kehadiran Badan Permusyawaratan Desa dalam Pemerintahan Desa

dengan berbagai fungsi dan kewenangannya diharapkan mampu

mewujudkan sistem check and balance dalam pemerintahan desa. Sebagai

perwujudan demokrasi, dalam penyelenggaraan pemerintahan desa,

Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) bekerja sama

dalam mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat setempat

40
Juliantara, Dadang. Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah dalam
Pelayanan Publik. Yogyakarta: Pembaruan. 2005. Hlmn 29
41
Misdyanti. Fungsi Pemerintah Daerah Dalam Pembuatan Peraturan Daerah. Jakarta.
Bumi Aksara. 2004. Hlmn 19

60
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan di

hormati.

Dalam pengimplementasian fungsi Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) sebagai badan legislatif desa dan wadah aspirasi masyarakat

diharapkan dapat tercapai dengan baik dan efektif. Dengan kata lain

pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dapat

bersinergi dengan baik dalam menyelenggarakan pemerintahan tentunya

dengan mendapat dukungan darimasyarakat.

BPD juga bertugas untuk menyelenggarakan musyawarah desa

(musdes) dengan peserta terdiri kepala desa, perangkat desa kelompok, dan

tokoh masyarakat. Jumlah pesertanya tergantung situasi kondisi setiap desa.

Musyawarah desa berfungsi sebagai ajang kebersamaan dan membicarakan

segala kebijakan tentang desa. Jika dilihat dari kedudukannya, kepala desa

selaku pemerintah desa dan BPD memiliki kedudukan yang sama, yakni

sama-sama merupakan kelembagaan desa. 42

Undang-undang tentang Desa tidak membagi atau memisahkan

kedudukan keduanya pada suatu hierarki. Ini artinya, keduanya memang

memiliki kedudukan yang sama, namun dengan fungsi yang berbeda. Bila

kepala desa berfungsi sebagai pemimpin masyarakat dan kepanjangan tangan

negara yang dekat dengan masyarakat, maka BPD berfungsi untuk

menyiapkan kebijakan pemerintahan desa bersama kepala desa. BPD harus

mempunyai visi dan misi yang sama dengan kepala desa sehingga BPD tidak

42
Nurcholis.H, 2011,Pertumbuhan & Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jakarta
Erlangga.

61
dapat menjatuhkan kepala desa yang dipilih secara demokratis oleh

masyarakat desa.43

4. Anggota BPD

Anggota BPD adalah masyarakat di desa setempat, hal ini tertuang dalam

Pasal 56 disebutkan :

(1) Anggota Badan Permusyawaratan Desa merupakan wakil dari penduduk

Desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang pengisiannya dilakukan

secara demokratis.

(2) Masa keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa selama 6 (enam) tahun

terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/janji.

(3) Anggota Badan Permusyawaratan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dapat dipilih untuk masa keanggotaan paling banyak 3 (tiga) kali

secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.

5. Syarat Anggota BPD

Pasal 57 menentukan kriteria atau persyaratan calon anggota Badan

Permusyawaratan Desa adalah:

a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta

mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika;

c. Berusia paling rendah 20 (dua puluh) tahun atau sudah/pernah menikah;

43
Sudjamiko, tanpa tahun, Isu-isu Strategis UU Desa, kkn.bunghatta.ac.id/ (online),
diakses (22 Oktober 2020).

62
d. Berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau

sederajat;

e. Bukan sebagai perangkat Pemerintah Desa;

f. Bersedia dicalonkan menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa; dan

g. Wakil penduduk Desa yang dipilih secara demokratis.

6. Jumlah Anggota BPD

Mengenai jumlah dari anggota BPD ditentukan paling sedikit 5-9 orang yang

didasarkan pada jumlah penduduk dan kemampuan dari desa itu sendiri.

Menurut Undang-undang No 6 tahun 2014 disebutkan bahwa

a. Jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa ditetapkan dengan jumlah

gasal, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang,

dengan memperhatikan wilayah, perempuan, penduduk, dan kemampuan

Keuangan Desa.

b. Peresmian anggota Badan Permusyawaratan Desa sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Bupati/Walikota.

c. Anggota Badan Permusyawaratan Desa sebelum memangku jabatannya

bersumpah/berjanji secara bersama-sama di hadapan masyarakat dan

dipandu oleh Bupati/ Walikota atau pejabat yang ditunjuk.

d. Susunan kata sumpah/janji anggota Badan Permusyawaratan Desa

sebagai berikut:

”Demi Allah/Tuhan, saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi

kewajiban saya selaku anggota Badan Permusyawaratan Desa dengan

sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa saya akan

63
selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai

dasar negara, dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi

dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta

melaksanakan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-

lurusnya yang berlaku bagi Desa, daerah, dan Negara Kesatuan Republik

Indonesia”.

7. Susunan dan Pengurus BPD

Selanjutnya pada pasal 59 disebutkan mengenai susunan dan pengutus dari

anggota BPD yaitu

a. Pimpinan Badan Permusyawaratan Desa terdiri atas 1 (satu) orang ketua,

1 (satu) orang wakil ketua, dan 1 (satu) orang sekretaris.

b. Pimpinan Badan Permusyawaratan Desa sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota Badan Permusyawaratan Desa

secara langsung dalam rapat Badan Permusyawaratan Desa yang

diadakan secara khusus.

c. Rapat pemilihan pimpinan Badan Permusyawaratan Desa untuk pertama

kali dipimpin oleh anggota tertua dan dibantu oleh anggota termuda.

8. Hak anggota BPD

64
Pasal 60 disebutkan Badan Permusyawaratan Desa menyusun peraturan tata

tertib Badan Permusyawaratan Desa. Selanjtuntnya pada Pasal 61 Badan

Permusyawaratan Desa berhak:

a. Mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan

Pemerintahan Desa kepada Pemerintah Desa;

b. Menyatakan pendapat atas penyelenggaraan Pemerintahan Desa,

pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan

pemberdayaan masyarakat Desa; dan

c. Mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Dalam menjalankan tugasnya, BPD memiliki hak yang telah diatur dalam

Pasal 62 yaitu

a. Mengajukan usul rancangan Peraturan Desa;

b. Mengajukan pertanyaan;

c. Menyampaikan usul dan/atau pendapat;

d. Memilih dan dipilih; dan

e. Mendapat tunjangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

9. Kewajiban Anggota BPD

Beberapa hal yang menjadi kewajiban bagi Anggota BPD yang diatur Pasal

63 yaitu :

a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta

65
mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika;

b. Melaksanakan kehidupan demokrasi yang berkeadilan gender dalam

penyelenggaraan Pemerintahan Desa;

c. Menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi

masyarakat Desa;

d. Mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok,

dan/atau golongan;

e. Menghormati nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat Desa; dan

f. Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga

kemasyarakatan Desa.

Selanjutnya Pasal 31 Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 tentang

Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi untuk:

a. Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala

Desa;

b. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan

c. Melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa

Sementara itu pada Pasal 51 disebutkan hak BPD antara lain:

a. Mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan

Pemerintahan Desa kepada Pemerintah Desa;

b. Menyatakan pendapatan atas penyelenggaraan Pemerintahan Desa,

pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan

pemberdayaan masyarakat Desa; dan

66
c. Mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

Kemudian pada Pasal 55, anggota BPD berhak untuk :

a. Mengajukan usul rancangan Peraturan Desa;

b. Mengajukan pertanyaan;

c. Menyampaikan usul dan/atau pendapat;

d. Memilih dan dipilih; dan

e. Mendapat tunjangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Untuk mempermudah memahami hubungan antara kepala desa dan

BPD, lihat daftar tugas dan fungsi berikut ini:

a. Kepala Desa dan BPD membahas dan menyepakati bersama peratura desa

(Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa);

b. Kepala Desa Dan BPD memprakarsai perubahan status desa menjadi

kelurahan melalui musyawarah desa (Pasal 11 ayat (1) );

c. Kepala Desa memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan secara

tertulis kepada BPD (Pasal 27 huruf c Undang-Undang No 6 Tahun 2014

tentang Desa);

d. BPD memberitahukan kepada Kepala Desa mengenai akan berakhirnya

masa jabatan Kepala Desa secara tertulis 6 (enam) bulan sebelum masa

jabatannya berakhir (Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang No 6 Tahun 2014

tentang Desa);

e. Kepala Desa mengajukan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Desa dan memusyawarahkannya bersama BPD (Pasal 73 ayat 2);

67
f. Kepala Desa dan BPD membahas bersama pengelolaan kekayaan milik

desa (Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa).

10. Larangan bagi Anggota BPD

Selain mengatur hak dan kewajiban, Undang-Undang No 6 tahun 2017

tentang Desa mengatur mengenai larangan bagi anggota BPD. Sebagaimana

yang termaktub dalam Pasal 64 yaitu :

Anggota Badan Permusyawaratan Desa dilarang:

a. Merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat

Desa, dan mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat Desa;

b. Melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, menerima uang, barang,

dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau

tindakan yang akan dilakukannya;

c. Menyalahgunakan wewenang;

d. Melanggar sumpah/janji jabatan;

e. Merangkap jabatan sebagai kepala desa dan perangkat desa;

f. Merangkap sebagai anggota dewan perwakilan rakyat republik indonesia,

dewan perwakilan daerah republik indonesia, dewan perwakilan rakyat

daerah provinsi atau dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota, dan

jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan;

g. Sebagai pelaksana proyek desa;

h. Menjadi pengurus partai politik; dan/atau

i. Menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang.

68
11. Mekanisme Musyawarah BPD

Dalam pasal 65 diatur mengenai tata cara atau mekanisme musyawarah yang

dilakukan oleh BPD. Mekanisme tersebut diantaranya adalah :

a. Musyawarah Badan Permusyawaratan Desa dipimpin oleh pimpinan

Badan Permusyawaratan Desa;

b. Musyawarah Badan Permusyawaratan Desa dinyatakan sah apabila

dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota Badan

Permusyawaratan Desa;

c. Pengambilan keputusan dilakukan dengan cara musyawarah guna

mencapai mufakat;

d. Apabila musyawarah mufakat tidak tercapai, pengambilan keputusan

dilakukan dengan cara pemungutan suara;

e. Pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam huruf d dinyatakan sah

apabila disetujui oleh paling sedikit ½ (satu perdua) ditambah 1 (satu)

dari jumlah anggota badan permusyawaratan desa yang hadir; dan

f. Hasil musyawarah Badan Permusyawaratan Desa ditetapkan dengan

keputusan Badan Permusyawaratan Desa dan dilampiri notulen

musyawarah yang dibuat oleh sekretaris Badan Permusyawaratan Desa.

BPD sebagai wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan

Pancasila berkedudukan sejajar dan menjadi mitra Pemerintah Desa. Menurut

Manila44 terdapat beberapa jenis hubungan antara pemerintah desa dan Badan

Perwakilan Desa. Pertama, hubungan dominasi artinya dalam melaksanakan

44
Manila, I.GK. . Praktek Manajemen Pemerintahan Dalam Negeri. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Umum. 2006. Hlmn 102

69
hubungan tersebut pihak pertama menguasai pihak kedua. Kedua, hubungan

subordinasi artinya dalam melaksanakan hubungan tersebut pihak kedua

menguasai pihak pertama, atau pihak kedua dengan sengaja menempatkan

diri tunduk pada kemauan pihak pertama. Ketiga, hubungan kemitraan artinya

pihak pertama dan kedua selevel dimana mereka bertumpu pada kepercayaan,

kerjasama dan saling menghargai.

Masing-masing unsur Pemerintah Desa dan BPD dapat menjalankan

fungsinya dengan mendapat dukungan dari masyarakat setempat. Oleh karena

itu hubungan yang bersifat kemitraan anatara BPD dengan Pemerintah Desa

harus didasari pada filosofi antara lain:45

1. Adanya kedudukan yang sejajar diantara yang bermitra;

2. Adanya kepentingan bersama yang ingin dicapai;

3. Adanya prinsip saling menghormati;

4. Adanya niat baik untuk membantu dan saling mengingatkan.

Materi muatan peraturan perundang-undangan harus mengandung

asas pengayoman kemanusian, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan,

bhinneka tunggal ika, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan

pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum, atau keseimbangan,

keserasian, dan keselarasan. BPD sebagai wahana untuk melaksanakan

demokrasi berdasarkan Pancasila berkedudukan sejajar dan menjadi mitra

Pemerintah Desa.

45
Wasistiono, dkk. Memahami Asas Tugas Pembantuan (Melalui. Pandangan Teoretik,
Legalistik, dan Implementasi. Fokusmedia. Bandung.. 2006. Hlmn 39

70
Terdapat beberapa jenis hubungan antara pemerintah desa dan Badan

Perwakilan Desa. Pertama, hubungan dominasi artinya dalam melaksanakan

hubungan tersebut pihak pertama menguasai pihak kedua. Kedua, hubungan

subordinasi artinya dalam melaksanakan hubungan tersebut pihak kedua

menguasai pihak pertama, atau pihak kedua dengan sengaja menempatkan

diri tunduk pada kemauan pihak pertama. Ketiga, hubungan kemitraan artinya

pihak pertama dan kedua selevel dimana mereka bertumpu pada kepercayaan,

kerjasama dan saling menghargai.46

Dalam pencapaian tujuan mensejahterakan masayarakat desa, masing-

masing unsur Pemerintah Desa dan BPD dapat menjalankan fungsinya

dengan mendapat dukungan dari masyarakat setempat. Dalam menetapkan

Peraturan Desa bersama-sama dengan Pemerintah Desa. Setelah BPD dan

Kepala Desa mengajukan rancangan Peraturan Desa kemudian akan dibahas

bersama dalam rapat BPD dan setelah mengalami penambahan dan

perubahan, kemudian rancangan Peraturan Desa tersebut disahkan dan

disetujui serta ditetapkan sebagi Peraturan Desa.

C. Pemerintahan Desa Purwarahayu

Desa Purwarahayu merupakan salah satu Desa yang berada di Wilayah

Kecamatan Taraju. Secara astrionomi Desa Purwarahayu Kecamatan Taraju

terletak antara 07004'30" - 07011'00" Lintang Selatan dan 107018'30" -

180025'00" Bujur Timur, dengan ketinggian di atas permukaan laut berkisar dari

46
Wasistiono, dkk. Memahami Asas Tugas Pembantuan (Melalui. Pandangan Teoretik,
Legalistik, dan Implementasi. Fokusmedia. Bandung.. 2006. Hlmn 34

71
± 900 M dan rata-rata curah hujan mencapai 1.500 MM / tahun. Luas Wilayah

Desa Purwarahayu Kecamatan Taraju mencapai 534,00 Ha.

Dimulai dari awal mula lahir nya desa purwarahayu, ketika Gunung

Taraju dijadikan nama suatu desa, yang awal mulanya adalah desa Nangerang

dan dengan adanya musyawarah para tokoh desa, hingga akhirnya menjadikan

nama desa ini adalah desa Purwarahayu.

Awal mula pemerintahan dari desa purwarahayu adalah di pimpin oleh

Bapak Kodir sebagai kepala desa pertama, pada awalnya warga di desa

Purwarahayu adalah keturunan dari Bale Desa Bani Copo, bani copo adalah suatu

panggilan untuk sebutan dari orang yang mahir dalam agama islam pada jaman

hindu. Adapun batas wilayah dari desa Purwarahayu adalah sebagai beirkut:

a. Sebelah Utara : Kecamatan Puspahiang

b. Sebelah Timur : Desa Kertaraharja

c. Sebelah Barat : Desa Kabupaten Garut

d. Sebelah Selatan  : Desa Pageralam

Desa Purwarahayu kaya akan cagar budaya seperti situs-situs bersejarah

slah satunya Terdapat situs keputihan, yang didalamnya terdapat makam dari kiai

haji sakti darmajati, syaking rahmatullah, yaitu seorang tokoh penyebar agama

islam pada jaman hindu, dan terdapat peninggalan - peninggalan lainnya, seperti

kendi, batu, dan gentong, dan terdapat tempat dimana pada dulunya untuk

perkumpulan para wali - wali. dan situs ini sudah dibuka namun belum ada

sentuhan dari pemerintah untuk lebih kedepannya.

72
Terkait dengan organisasi yang menunjang terhadap pemerintahan desa

Purwarahayu diantaranya adalah Badan Musyawarah Desa sebanyak 7 Orang,

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat TP sebanyak 6 Orang, PKK Desa

sebanyak 18 Orang, Karang Taruna sebanyak 30 Orang, MUI Desa 1 Orang

dan MDI Desa 1 Orang.

73
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengawasan BPD dalam PENGELOLAAN ANGGARAN DESA

Peranan dari BPD sebagaimana dijelaskan sebelumnya yaitu lembaga

legislatif desa yang mengusung mandat untuk menyalurkan aspirasi,

merencanakan anggaran, dan mengawasi pemerintahan desa. Ketiga peran ini

dijelaskan sekaligus dengan hambatan yang dihadapi dalam menjalankan peran

tersebut.

Peran dalam menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat ini

berlaku bagi semua anggota BPD yang ada di setiap desa, tidak terkecuali di

Desa Purwarahayu Kabupaten Tasikmalaya. BPD sebagai badan resmi dalam

pemerintahan desa merupakan wadah untuk menampung aspirasi masyarakat,

mereka adalah yang nantinya akan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, untuk

itu penting dan merupakan suatu kewajiban bagi anggota BPD untuk mengetahui

aspirasi warga desa yang diwakilinya dalam pemerintahan desa.

Hasil wawancara diperoleh informasi bahwa dalam melakukan

pengawasan terhadap pengelolaan anggaran dana desa sebagai kelanjutan dari

aspirasi masyarakat, BPD Purwarahayu Kabupaten Tasikmalaya dapat dikatakan

belum berjalan dengan baik. Masih adanya anggota BPD Purwarahayu

Kabupaten Tasikmalaya masih belum memahami benar perannya dalam

penyelenggaraan pemerintahan desa. Sebagai lembaga formal, sudah menjadi

tugas BPD untuk membuat pertemuan resmi dengan masyarakat.

74
BPD di Desa Purwarahayu tidak berjalan sesuai tungas dan fungsinya

selaku mitra desa dan penampung aspirasi masyarakat. Hal ini disebabkan karena

ketidak tahuan kepada tugas dan fungsi Lembaga BPD itu sendiri, tidak adanya

keterbukaan pemerintah desa dalam pengalokasian anggaran didesa

purwarahayu. Padahal, seharusnya memita persetujuan dari Lembaga BPD

menjadi salah satu hal yang wajib dilakukan dalam setiap kebijakan pemerintah

desa.. Tapi dalam kenyatan di Desa Purwarahayu, lembaga BPD kurang di ikut

sertakan dalam pengambilan keputusan desa..

Berdasarkan uraian tersbeut dapat dikemukakan bahwa para anggota BPD

di Desa Purwarahayu Kabupaten Tasikmalaya kurang memahami peran dan

fungsinya dalam pengelolaan angagran desa sehingga mengakibatan kurang

maksimalnya peran serta dan dukungan dari Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) sebagai lembaga yang diperlukan untuk membantu Pemerintahan Desa

dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Hal ini mengakibatkan pengelolaan

anggaran dana tidak sesuai dengan alokasi atau kebutuhan yang akhirnya banyak

aspirasi masyarakat yang tidak mampu terserap yang berdampak pada tingkat

pembangunan yang berjalan lamban. Kendala utamanya adalah terbatasnya

tingkat kemampuan para Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD),

sehingga para Anggota BPD belum mampu menjalankan perannya secara

maksimal.

Menurut hasil penelitian, terdapat beberapa Anggota Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) yang jarang mengikuti rapat-rapat baik dalam

pembahasan rencana pembangunan, pelaksanaan pembangunan maupun rapat-

rapat evaluasi hasil pembangunan, disamping itu masih didasarkan kurang

75
efektifnya jalinan komunikasi antara Anggota Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) dengan Aparat Desa sehingga informasi pembangunan terkadang tidak

akurat, tidak meratanya pengetahuan dan wawasan yang dimiliki oleh Anggota

BPD sehingga terjadi perbedaan dalam melihat dan memahami suatu persoalan.

Pembangunan infrastruktur yang menyerap dana tidak sedikit, akan

mengakibatkan pada perilaku penyelewengan dana. Jika didapati pelaksanaan

tidak sesuai maka BPD perlu melakukan tindakan menghentikan sementara

pelaksanaan kegiatan dan mengadakan pertemuan antara perangkat desa,

pelasana kegiatan dan BPD belum melakukan peninjauan kembali bagaimana

mekanisme pekasanaan pekerjaan, jika memang terdapat perubahan mekanisme

pelaksanaan pekerjaan BPD belum mengevaluasi dan melakukan penelaaan suatu

perjanjian tertulis, namun apabila ada unsur kesenagajaan BPD belum melakukan

perannya untuk merekomendasikan kepada pemerintah desa untuk segera

menyesuaikan kegiatan tersebut dengan apa yang sudah ditetapkan dalam

perencanaan awal.

Kebijakan merupakan keputusan-keputusan publik yang diambil suatu

negara dan berlaku bagi seluruh warga negara yang berada dalam kawasan

pemerintahan Negara tersebut. Dalam lingkup pemerintahan desa, pembuatan

kebijakan ini diprakarsai oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang

merupakan lembaga legislatif pada tataran pemerintahan desa. Kebijakan yang

dibuat oleh BPD ini berupa peraturan desa ataupun ketentuan desa yang

diberlakukan bagi segenap warga desa yang berada di desa yang bersangkutan.

Artinya BPD dalam membuat kebijakan tersebut harus mampu memahami

76
kebutuhan masyarakat desa dan mampu mengartikulasikannya dalam suatu

peraturan desa yang diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.

Rendahnya fungsi dari Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sehingga, terutama dari BPD yaitu

mengevaluasi kegiatan dalam pengelolaan anggaran dana desa yang fundamental

dan sensitif untuk dibahas bersama, kurang memahami, pengawasan terhadap

pemerintahan desa kurang dapat berjalan sesuai dengan harapan. Seharusnya

sejalan dengan tugas dan fungsinya Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang

sangat berperan dalam menentukan keberhasilan penyelenggaraan Pemerintahan

Desa, pembangunan desa serta pembinaan masyarakat desa, maka para Anggota

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) harus memiliki sumber daya manusia yang

baik, sehingga tingkat keberhasilan pembangunan dapat dicapai dengan

maksimal.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui ada belum peraturan desa yang

telah ditetapkan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Purwarahayu

Kabupaten Tasikmalaya. BPD Purwarahayu Kabupaten Tasikmalaya kurang

memperhatikan dalam pembuatan APBDes, yang cenderung paling berperan

adalah pemerintah desa sedangkan anggota BPD hanya di aktifkan saat akan

mengesahkan saja, padahal sudah seharusnya BPD ikut serta mulai dari awal

rencana pembuatan APBDes, hal itu membuat anggota BPD tidak mengetahui

dengan jelas isi APBDes yang ditetapkan tersebut.

Belum adanya pembuatan Raperdes di Desa Purwarahayu Kabupaten

Tasikmalaya disebabkan salah satunya adalah kemampuan dari pemerintah desa

77
dan BPD itu sendiri dalam menyusun suatu kebijakan. Kenyataan yang terjadi

saat ini adalah masyarakat desa tidaklah mampu untuk menyelenggarakan sistem

pemerintahan demokrasi modern. Masyarakat desa yang rata–rata

pendidikannnya hanya sampai SMP tentunya tidak memahami tentang

mekanisme pembuatan kebijakan dalam sistem demokratis mulai dari identifikasi

masalah, perumusan kebijakan, pembuatan agenda, pembahasan dalam lembaga

perwakilan, pengesahan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi.

Jika dilihat lebih mendalam, tugas yang harus dikerjakan oleh Pemerintah

Desa dan BPD sangatlah berat. Dalam penyelenggaraan pemerintahan desa,

mereka harus membuat pertama, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa

(RPJMDes) yang berlaku selama 5 (lima) tahun, kedua Rencana Kerja

Pembangunan Desa (RKPDes) yang berlaku selama 1 (satu) tahun, ketiga

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), dan terakhir Peraturan Desa

(Perdes).

Dalam hal ini, di Desa Purwarahayu Kecamatan Taraju Kabupaten

Tasikmalaya, selama beberapa waktu terakhir sebagai mana desa lainnya di

Indonesia juga berdinamika dalam soal pengelolaan anggaran desa, baik dari

dana desa, bantuan provinsi, bantuan kementerian, bantuan kabupaten dan lain

sebagainya. Dimana dalam pengelolaannya juga sering kali ditemui banyak

permasalahan, seperti pengalokasian anggaran desa yang tidak tepat atau tidak

sesuai dengan kesepakatan pada waktu perencanaan pengalokasian anggaran

waktu musyawarah desa (MUSDES),

Permasalahan sepert ini mutlak diperlukan solusi dan pembenahan yang

segera dan cermat, selain karena menyangkut hajat hidup dan kepentingan warga

78
desa, juga merupakan bentuk penegakan supremasi hukum, terutama dalam

pengelolaan anggaran desa.

B. Hambatan dalam Pengawasan Anggaran Dana Desa

Dalam melaksanakan pengawasan terhadap anggaran dana desa

Purwarahayu Kabupaten Tasikmalaya juga tidak terlepas dari kendala, tantangan

ataupun permasalahan dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Beberapa

permasalahan yang terjadi antara lain kurangnya kemampuan anggota BPD

sebagai mitra kerja pemerintah desa, sumber dana yang kurang, kedasadaran dan

motivasi dari anggota BPD. Kurangnya koordinasi antara pihak pemerintah desa

dengan BPD. Masih rendahnya pemahaman BPD mengenai peran dan fungsinya,

serta kurangnya transparansi pihak desa kepada lembaga BPD.

BPD Desa Purwarahayu Kabupaten Tasikmalaya kurang melakukan

pengaawasan yang optimal terhadpa kinerja pemerintahan desa. Hal tersebut

dilatarbelakangi oleh BPD yang bersifat pasif sehingga hubungan yang terjadi

antara BPD dengan masyarakat kurang terjalin dengan baik dan BPD yang

seharusnya menjadi wadah dalam menyalurkan dan menampung aspirasi

masyarakat tidak dapat berjalan dengan semestinya serta saling mengevaluasi

kinerja masing-masing.

Belum adanya kesadaran dan minimnya motivasi dari anggota BPD

dalam menjalankan tugas dan fungsi pada penyelenggaraan pemerintahan desa.

Hal ini dilatarbelakangi oleh alasan yang mendorong masuknya para anggota

BPD Desa Purwarahayu Kabupaten Tasikmalaya berasal dari dorongan beberapa

79
orang dan ada juga yang berasal atas dasar kepentingan pribadi paska Pilkades

(Pemilihan Umum Kepala Desa). Berdasarkan alasan masuknya anggota BPD

yang bukan atas dasar kemauan diri sendiri tersebut membuat etos kerja BPD

menjadi rendah serta menganggap menjadi anggota BPD hanya sebagai status

saja bukan sebagai amanah yang harus dijalankan dengan sebaik-baiknya.

Pembagian waktu dari masing-masing anggota BPD belum teratur.

Profesi diluar menjadi anggota BPD yang menyita banyak kesibukan membuat

frekuensi kerja para anggota menjadi berkurang dalam menjalankan tugas dan

fungsinya. Sebagian anggota beprofesi sebagai pegawai swasta dan petani yang

hanya mempunyai waktu malam hari, sedangkan sebagian anggota lainnya

berprofesi sebagai pedagang yang hanya memiliki waktu pagi hari sampai siang

hari untuk menuangkan tenaga dan pikirannya dalam memenuhi tanggung jawab

sebagai anggota BPD. Dari ketiga profesi yang dimiliki para anggota BPD tidak

terdapat keselarasan waktu antara anggota BPD satu dengan yang lainnya

sehingga menyebabkan komunikasi antar anggota tidak terjalin dengan baik.

Belum adanya supporting staff dan supporting administration yang

membantu BPD mengelola kinerjanya dalam penyelenggaraan pemerintahan

desa. BPD Desa Purwarahayu Kabupaten Tasikmalaya hanya menggunakan

pengelolaan tradisional seperti dengan pendekatan kekeluargaan. Agenda-agenda

yang dibentuk dan pembukuan-pembukuan yang dibentukpun tidak tersusun

secara jelas, sehingga pengelolaan BPD yang belum maksimal ini menjadikan

kinerja BPD Desa Purwarahayu Kabupaten Tasikmalaya tidak bisa efektif dan

efisien.

80
Sebagai lembaga desa, fungsi dan kedudukan BPD semakin jelas, yaitu

lembaga legislatif desa yang mengusung mandat untuk menyalurkan aspirasi,

merencanakan anggaran, dan mengawasi pemerintahan desa. Pada pasal 55, Undang-

Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa menyebutkan sejumlah fungsi BPD yang

berkaitan dengan kepala desa, yaitu (1) membahas dan menyepakati Rancangan

Peraturan Desa bersama Kepala Desa; (2) menampung dan menyalurkan aspirasi

masyarakat desa; dan (3) melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.

Pada Pasal 61 huruf a memberikan hak pada BPD untuk mengawasi

penyelenggaraan pemerintahan desa, yaitu (1) mengawasi dan meminta keterangan

tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Pemerintah Desa; (2)

menyatakan pendapat atas penyelenggaran Pemerintahan Desa, pelaksanaan

Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan

masyarakat Desa; serta (3) mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan

fungsinya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Dengan demikian harapan dari pemberian anggaran dana desa yang

terintegrasi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) dapat tercapai

diantaranya terwujudnya kelembagaan di desa yang mandiri yang didukung oleh

Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dalam penyelenggaraan tugas pemerintah

dalam pembangunan, tersedianya sarana dan prasarana utama sebagai pendukung

kemajuan dan perkembangan desa, terselenggaranya pembangunan didesa serta

terjadinya proses pembelajaran dalam masyarakat terkait pengelolaan dan

pengelolaan anggaran dana desa.

Peran BPD dalam melaksanakan tugasnya didukung oleh UU No 23 Tahun

2014 pasal 55, BPD memiliki fungsi untuk melaksanakan pengawasan kinerja kepala

81
desa. Pengawasan kinerja kepala desa menyangkut seluruh aspek pemerintahan desa

yang berupa pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang kepala desa. Adapun BPD

dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kinerja kepala desa terkait dengan

keuangan desa.

BPD harus melakukan pengawasan pada setiap tahapan dalam penyusunan

rencana alokasi dana desa. Tahapan penyusunan rencana kegiatan anggaran dana

desa merupakan tahapan yang sangat penting dimana jika perencanaan yang dibuat

tidak sesuai dengan peruntukan maka secara otomatis hasil dari perencanaan tersebut

tidak dapat dilaksanakan, disinilah peran dari BPD untuk mengawasi tahapan dalam

pengelolaan anggaran dana desa agar program dan kegiatan yang dihasilkan sesuai

dengan peruntukan pengelolaan anggaran dana desa dan program dan kegiatan

tersebut benar-benar aspirasi dari masyarakat serta merupakan program dan kegiatan

yang menjadi prioritas untuk segera dilakanakan.

Terwujudnya pelaksanaan peran dan fungsi BPD secara maksimal di desa

khususnya pada pengawasan pada setiap tahapan dalam pengelolaan anggaran dana

desa dikarenakan kurangnya kerjasama yang baik antara Kepala Desa beserta

aparatur desa yang kooperatif dan menjadikan BPD sebagai mitra kerja yang solid

sehingga mampu mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan desa yang baik serta

menghasilkan produk-produk berupa aturan desa ataupun produk perencanaan yang

sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hasil penelitian selanjutnya didapati bahwa

BPD kurang optimal dalam pengelolaan dana desa, dimana BPD bersifat pasif yaitu

hanya melakukan pengesahan saja tanpa terlibat dalam perencanaan anggaran dana

BPD dalam perannya melakukan pengawasan pengelolaan dana tidak

mengikuti cara yang telah ada, misalnya mengumpulkan informasi tentang

82
perkembangan atau pelaksanaan sebuah kegiatan. Kurabgnya melakukan

pengawasan secara berkala selama proses berlangsungnya kegiatan terkait. Di dalam

pelaksanaan pengawasan inilah BPD dapat melihat apakah kegiatan yang sedang

dilaksanakan tersebut merupakan kegiatan yang ada dalam perencanaan, selanjutnya

BPD melihat bagaimana mekanisme pelaksanaan kegiatan tersebut apakah sudah

sesuai dengan yang direncanakan atau tidak.

Terkait dengan pelaksanaan kegiatan yang menyangkut fisik (proyek)

ataupun pengadaan barang dan jasa, BPD hanya mengevaluasi keberadaan fisik tanpa

menilai anggaran dana yang telah dikeluarkan, tidak melihat apakah ada kesesuaian

antara perencanaan dengan pelaksanaan melalui spesifikasi yang sudah ditetapkan,

pengawasan tersebut juga dilakukan untuk memimimalisir penyelewengan dana.

Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Tasikmalaya Nomor 2 tahun 2017

tentang badan permusyawaratan desa pasal 19 ayat (1) huruf b disebutkan bahwa

BPD mempunyai wewenang melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan

peraturan desa dan peraturan kepala desa. Pada pasal 109 disebutkan BPD

mempunyai tugas yaitu menggali aspirasi masyarakat; membahas dan menyepakati

rancangan peraturan Desa bersama kepala Desa

Berdasarkan uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa BPD dalam

melaksanakan pengawasan pengelolaan desa sekaligus pada perencanaan

pembangunan desa belum dapat dilakukan secara optimal, pengawasan yang

dilakukan berisfat pasif untuk melakukan pengesahan pada anggaran dana kurangnya

cara pemantauan, pemeriksaan, dan penilaian. Metode pengawasan langsung dan

tidak langsung juga merupakan upaya pengawasan oleh BPD. Pengawasan yang

83
bersifat a-priori ini mengandung unsur pengawasan preventif yang bertujuan untuk

mencegah dan menghindari terjadinya kekeliruan atau bentuk penyelewengan.

Terkait dengan kendala Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam

melaksanakan pengawasan pengalokasian Anggaran Desa dapat dikemukakan bahwa

tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai lembaga permusyawaratan desa dimana

dibentuknya lembaga tersebut seharusnya dapat melakukan pengawasan terhadap

kinerja desa termasuk dalam pengelolaan anggaan dana desa. Kurang. optimalnya

peran Badan Permusyawaratan Desa Purwarahayu Kabupaten Tasikmalaya dalam

pengelolaan dana desa dilatarbelakangi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam

maupun luar anggota Badan Permusyawaratan Desa Purwarahayu Kabupaten

Tasikmalaya.

Permasalahan yang pertama adalah masalah SDM, dimana anggota BPD

kebanyakan tidak memiliki kemampuan dan pengetahuan yang jelas tentang BPD,

seperti merumuskan aturan formal mekanisme kelembagaan untuk menghasilkan

sebuah perencanaan dan alokasi dana desa serta prioritas pembangunan

Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya pernah melakukan pelatihan kepada

anggota BPD, dan Purwarahayu Kabupaten Tasikmalaya mengirimkan ketua BPD

untuk mengikutinya.  Namun hasil pelatihan tersebut belum dapat diaplikasikan

dengan baik, hal itu disebabkan kurang nyaminat anggota BPD untuk mempelajari

dan memahami perannya sebagai BPD. Selain itu menurut keterangan dari beberapa

informan yang diwawancarai peneliti, tingkat pendidikan anggota BPD yang

didominasi tamatan SMA. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014

yang menyatakan bahwa minimal pendidikan BPD adalah dari sekolah menengah

pertama atau sederajat

84
Menurut Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa disebutkan bahwa

Pada Pasal 61 huruf a memberikan hak pada BPD untuk mengawasi penyelenggaraan

pemerintahan desa, yaitu (1) mengawasi dan meminta keterangan tentang

penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Pemerintah Desa; (2) menyatakan

pendapat atas penyelenggaran Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,

pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; serta (3)

mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Desa.

Pada ayat ketiga tersebut, biaya ooperasional BPD adalah dari APBDes,

dengan demikian tidak adanya dana alokasi khusus untuk anggota BPD seperti untuk

tunjangan maupun biaya lainnya. Undang-Undang No/ 6 tahun 2014 tentang Desa

Pada Pasal Pasal 62 disebutkan bahwa anggota BPD mendapat tunjangan dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Dalam melaksanakan perannya BPD tidak memiliki pembagian kerja yang

tetap, kebijakan selama ini hanya inisiatif dari ketua BPD, anggota BPD hanya

melaksanakan apa yang ditugaskan oleh ketua BPD. Berdasarkan wawancara dengan

ketua BPD mengatakan bahwa, anggota BPD masih dapat diajak untuk bekerja sama,

hal itu ditunjukkan dengan selalu mengusahakan hadir dalam setiap rapat, namun

rapat tersebut tidak dapat dilakukan terus menerus dikarenakan jarak tempat tinggal

anggota BPD yang berjauhan, sarana transportasi yang kurang memadai serta kondisi

jalan yang rusak saat hujan deras, sehingga anggota BPD dikondisikan sesuai dengan

keperluan.

Padahal menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa Pasal 8

disebutkan bahwa wilayah kerja yang memiliki akses transportasi antarwilayah;

85
sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat sesuai

dengan adat istiadat Desa; memiliki potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber

daya manusia, dan sumber daya ekonomi pendukung; batas wilayah Desa yang

dinyatakan dalam bentuk peta Desa yang telah ditetapkan dalam peraturan

Bupati/Walikota; sarana dan prasarana bagi Pemerintahan Desa dan pelayanan

publik; dan tersedianya dana operasional, penghasilan tetap, dan tunjangan lainnya

bagi perangkat Pemerintah Desa sesuai.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mempunyai peran yang penting dalam

melakukan pengawasan terhadap pengelolaan dana desa dalam menyelenggarakan

Pemerintah Desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan wadah aspirasi

sekaligus merupakan wadah perencana, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan

masyarakat dan badan-badan lainnya dalam pembangunan desa.

Untuk melaksanakan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) tersebut

diatas diperlukan orang-orang yang mampu berkomunikasi dengan baik serta mampu

menganalisis kinerja pemerintahan desa. Stratifikasi atau tingkat pendidikan juga

dapat berpengaruh pada keberhasilan penerapan fungsi Badan Permusyawaratan

Desa (BPD). Dengan tingginya derajat keilmuan yang dimiliki seseorang maka akan

semakin tinggi tingkat analisis terhadap gejala-gejala sosial yang terjadi dalam suatu

lingkup masyarakat, namun kenyataannya bahwa tingkat pendidikan pada pengurus

BPD masih standar sehingga hal inilah yang menjadi faktor penghambat di dalam

merumuskan Peraturan Desa yang akan dibuat.

Hal ini menjadikan tingginya kepercayaan masyarakat terhadap orang-orang

yang menjadi anggota BPD. Dalam pemilihan anggota BPD ini tidak dilakukan

begitu saja. Tokoh-tokoh masyarakat juga melihat dan menilai orang-orang layak

86
menjadi anggota BPD. Orang-orang yang menjadi anggota BPD sudah memiliki

pengetahuan yang lebih dan wawasan yang bagus tentang pemerintahan sehingga

orang-orang tersebut mampu berkomunikasi dengan baik kepada masyarakat maupun

kepada pemerintah desa nantinya.

Eksistensi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sangat dibutuhkan demi

jalannya Pembangunan Desa. Sebagai lembaga perwakilan masyarakat desa yang

berfungsi untuk menyampaikan aspirasi mereka kepada Pemerintah Desa, anggota

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) diharapkan memiliki kemampuan intelektual

yang tinggi untuk dapat meramu dan menyalurkan aspirasi masyarakat kepada

Pemerintah Desa. Tingkat kapabilitas, motivasi dan pendidikan anggota BPD dalam

kaitannya dengan keberhasilan implementasi fungsi Badan Permusyawaratan Desa

Purwarahayu sangat di butuhkan karena mengingat fungsi Badan Permusyawartan

Desa Purwarahayu sebagai lembaga parlemen desa, dimana merupakan alat

penghubung antara masyarakat dan desa.

Selain masalah atau hambatan tersebut, terdapat juga faktor lain yang

mempengaruhi rendahnya kinerja BPD dalam menjalankan peranannya pada

penyelenggaraan pemerintahan desa yaitu rekrutmen BPD. BPD beranggotakan

wakil-wakil penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara

demokratis (Pasal 1 angka 4). Namun para anggota BPD berasal dari orang

‘seadanya’, jarang ada yang minat untuk mendaftarkan diri sebagai BPD.

87
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenaipengawasan BPD

dalam pengelolaan anggaran desa, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pengwasasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam pemerintahan desa

dihubungkan Dengan Undang-Undang No. 6 tahun 2014 Tentang Desa dalam

pengelolaan anggaran desa Purwarahayu belum berjalan dengan baik, hal ini

tampak terlihat dari peran BPD sebagai legislasi belum optimal. BPD

Purwarahayu dalam hal ini bersifat pasif, kondisi demikian disebabkan

karena rendahnya kepabilitas yang dimiliki oleh anggota BPD utuk

memahami eksistensi Undang-Undang No. 6 tahun 2014 Tentang Desa.

2. Faktor yang menjadi hambatan dalam pengawasan pengelolaan anggaran

desa dihubungkan Dengan Undang-Undang No. 6 tahun 2014 Tentang Desa

diantaranya adalah kurangnya kedasadaran dan motivasi dari anggota BPD.

Kurangnya koordinasi antara pihak pemerintah desa dengan BPD. Masih

rendahnya pemahaman BPD mengenai peran dan fungsinya, serta kurangnya

transparansi pihak desa kepada lembaga BPD.

B. Saran

1. Bagi anggota BPD sebaiknya diberikan pembekalan, bimbingan baik dari

akademisi, pemerintah daerah, maupun pihak yang ditunjuk. Selain itu perlu

88
adanya perhatian dari pemerintah terkait dengan tunjangan khusus untuk

anggota BPD.

2. Alangkah baiknya apabila BPD berperan dalam pengawasan pembangunan

guna meningkatkan efektifitas jalannya pembangunan desa tersebut dengan

memperhatikan fungsi dari BPD yakni sebagai pengawasan, legislasi dan

penyalur aspirasi masyarakat.

3. Dalam hal ketatalaksanaan, perlu meningkatkan kapasitas pemerintahan desa

dalam perencanaan pembangunan dan penganggaran desa, pengelolaan

keuangan desa, kepemimpinan kepala desa, penyusunan kebijakan desa, dan

pelayanan desa.

89
DAFTAR PUSTAKA

Aan Ari Dwipayana dan SutoroEko, MembangunGoogGovermenance di Desa, IRC


Press, Yogyakarta 2003, hal 25.

Abe, Alexander, Perencanaan daerah partisipatif . Yogyakarta; Pembaharuan 2005.


Hlmn 36

Alfian, Alfan M. Menjadi Pemimpin Politik. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
2009. Hlmn 19

Ali, Madekhan. 2007. Orang Desa Anak Tiri Perubahan.Malang. Averroes Press.

Alfian, Alfan M. Menjadi Pemimpin Politik. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
2009. Hlmn 19

Amin Suprihartini, Pemerintahan Desa dan Kelurahan, Cet. I, Cempaka Putih,Klaten.


2007. Hlmn 56

Arie Sudjito: UU Desa Perkuat Kewenangan Pemerintah Desa. 2017, Hlmn 4.


Diakses pada 17 Oktober 2020 melalui http://www.kabarwajo.com

Arif, Saiful, Damanhuri, Warsa, Ronald J. Buku Seri Demokrasi 6”Budaya Politik
Demokrasi”. Averroes Press 2008. Hlmn. 68

Dr.Ni’matul Huda, S.H, M.Hum. Hukum Pemerintahan


Desa.cetakanpertamaSetaraPress. Malang. 2015hal 215

Effendi, Bachtiar. Pembangunan Daerah Otonom Berkeadilan, Yogyakarta: Kurnia


Kalam Semesta. 2012. Hlmn. 34

HAW Widjaja, Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh,
Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2003. Hlmn .14
Huda, Ni’Matul. 2009. Otonomi Daerah (Filosofi,Sejarah Perkembangan dan
Problematika. Yogyakarta. Pustaka Pelajar

Juliantara, Dadang. Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah dalam Pelayanan


Publik. Yogyakarta: Pembaruan. 2005. Hlmn 29

Joko Siswanto 2005Administrasi Pemerintahan Desa, Cv Rajawali Jakarta

Juliantara, Wijaya, Pembaharuan kabupaten arah realisasi di era otonomi Daerah,


Yogyakarta, Pembaharuan

Manila, I.GK. . Praktek Manajemen Pemerintahan Dalam Negeri. Jakarta: PT.


Gramedia Pustaka Umum. 2006. Hlmn 102
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Ed. 1, Cet. 1, (Jakarta: Prenada Media
Group, 2006. Hlmn 72

Moh. Nasir, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2008 : Hlmn. 184

Maschab, Maschuri. Politik Pemerintahan Desa di Indonesia. Yogyakarta: PolGov.


2013. Hlmn 12

Misdyanti. Fungsi Pemerintah Daerah Dalam Pembuatan Peraturan Daerah. Jakarta.


Bumi Aksara. 2004. Hlmn 19

Nurcholis.H, 2011,Pertumbuhan & Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jakarta


Erlangga.

Poerdwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.


Edisi Revisi. 2003. Hlmn 201

Peraturan Pemerintah no 60 tahun 2014 tentang Desa

R.Terry, George, Prinsip-PrinsipManajemen, BumiAksara, jakarta, 2006. hal 7

Sudjamiko, tanpa tahun, Isu-isu Strategis UU Desa, kkn.bunghatta.ac.id/ (online),


diakses (22 Oktober 2020).Sondang P Siagian, FilsapatAdministrasi,
BumiAksara, Jakarta, 2003, hal 15

Sugiyono 2011. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. HRD. Rhineka Cipta. Jakarta

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, . Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat), Jakarta : Rajawali Pers. 2001. Hlmn. 122

Soekanto,Soerjono,Sosiologi suatu pengantar, PT.Raja GrafindoPersada, Jakarta,


2003

Syarifin, Pipin, Jubaedah, Dedah.Hukum Pemerintah Daerah.Bandung: Pustaka Bani


Quraisy. 2005: Hlmn 78

Suparyo. Tugas dan Kedudukan BPD dalam UU Desa. Tersedia dari


http://gedhe.or.id 2013. Hlmn 3 diakses Januari 2018

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2016 Tentang Badan
Permusyawaratan Desa

Peraturan Daerah Kabupaten Tasikmalaya Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Desa

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2016 tentang BPD Pasal 32

Sudirwo, Daeng. Pembahasan pokok-pokok pemerintahan di daerah dan


pemerintahan desa. Bandung. Angkasa. 2008. Hlmn 18
Solekhan, Moch. Penyelenggaraan Pemerintah Desa. Malang. Setara Pers. 2012.
Hlmn. 53

Ubedillah. Demokrasi, HAM,dan Masyarakat Madani,,Jakarta ,Indonesia Center for


CivicEducation, 2000, hlm.170

UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Desa

Wasistiono, dkk. Memahami Asas Tugas Pembantuan (Melalui. Pandangan Teoretik,


Legalistik, dan Implementasi. Fokusmedia. Bandung.. 2006. Hlmn 39

Wrihatnolo, Randy R, dan Nugroho, Riant. Manajemen Pembangunan Indonesia:


Sebuah Pengantar Panduan. Jakarta: Elekx Media Komputindo. 2006: Hlmn
24

Wrihatnolo, Randy R, dan Nugroho, Riant. 2006. Manajemen Pembangunan


Indonesia: Sebuah Pengantar Panduan. Jakarta: Elekx Media Komputindo

Widjaja,Otonomi Daerah dan Daerah Otonom ,Jakarta, PT Raja Grafindo


Persada,2002,hlm. 76

Widjaya 2008 ,Otonomi Desa merupakan otonomi yang asli bulat dan utuh, PT Raja
Grafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai