PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kita tahu bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan
potensi Sumber Daya Alam (SDA) salah satunya adalah bahan
galian(tambang). Bahan galian itu meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan
gas bumi, batubara, dan lain-lain. Bahan galian ini dikuasai oleh negara
dimana hak penguasaan negara berisi wewenang untuk mengatur, mengurus
dan mengawasi pengelolaan bahan galian, serta berisi kewajiban untuk
mempergunakannya sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa
Bumi, Air dan Kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Bahan
galian ini selain mendatangkan devisa juga dapat menyedot lapangan kerja
dan bagi Kabupaten/Kota merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Selanjutnya, pertanyaan mendasar yang selalu menggelitik dan sesungguhnya
merupakan “lagu lama”, yaitu meskipun Indonesia adalah negara yang kaya
akan berbagai sumber daya alam, namun kenapa kekayaan itu tidak membawa
kesejahteraan bagi rakyatnya, tetapi yang terjadi justru sebaliknya yaitu
kekayaan alam itu malah menjadi malapetaka bagi bangsa ini. Artinya berjuta-
juta ton berbagai macam bahan galian tambang setiap tahunnya di eksploitasi
dan dijual ke berbagai negara tujuan, tetapi secara nyata hanya sebagian kecil
hasilnya yang dapat dinikmati rakyat Indonesia.
Usaha di bidang pertambangan ini adakalanya menimbulkan masalah.
masalah pertambangan tidak saja merupakan masalah tambangnya, akan tetapi
juga menyangkut mengenai masalah lingkungan hidup. Di dalam pengelolaan
lingkungan berasaskan pelestarian kemampuan agar hubungan manusia
dengan lingkungannya selalu berada pada kondisi optimum, dalam arti
manusia dapat memanfaatkan sumber daya dengan dilakukan secara terkendali
dan lingkungannya mampu menciptakan sumbernya untuk dibudidayakan.
Pengeloalaan lingkungan hidup bertujuan untuk tercapainya keselarasan
1
hubungan antara manusia dengan lingkungan hidup sebagai tujuan
membangun manusia Indonesia seutuhnya, terkendalinya pemanfaatan sumber
daya secara bijaksana, terwujudnya manusia Indonesia sebagai pembina
lingkungan hidup, terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk
kepentingan generasi sekarang dan mendatang, terlindungnya negara terhadap
dampak kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan kerusakan dan
pencemaran lingkungan. Semua ini memerlukan pengetahuan yang serius
(mantap), baik segi yuridis maupun segi teknis pertambangan yang
diperlukan. Selain itu, akibat sistem penambangan yang tidak memperhatikan
dan menerapkan konsep penambangan yang baik dan benar, menimbulkan
bencana seperti kekeringan, tanah longsor, banjir bandang kerusakan aliran
sungai, kerusakan aset kepentingan umum seperti rusak dan hancurnya jalan.
Kondisi seperti ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 1 ayat (1). Lingkungan
hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang memengaruhi alam
itu sendiri, kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain. Sedangkan Pasal 1 ayat (2) Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk
melestarikan fungsi lingkungan dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum.
Sehubungan dengan itu Pemerintah Republik Indonesia telah
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 yang mengatur tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Menurut Undang-Undang
tersebut bahan galian golongan C adalah bahan galian tidak strategis dan vital,
yang pengelolaannya diberikan oleh Pemerintah Daerah dengan mengeluarkan
Surat Izin Pertambangan Daerah. Dari beberapa jenis bahan galian golongan C
yang paling banyak penambangannya dilakukan adalah pasir, kerikil, batu kali
dan tanah timbun. Namun pada tahun 2009 undang-undang tersebut kemudian
direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
2
Mineral Dan Batubara sehingga pada tahun tersebut juga terminologi bahan
galian golongan C yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1967 telah diubah berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009,
menjadi “batuan”, sehingga penggunaan istilah bahan galian golongan C
sudah tidak tepat lagi dan diganti menjadi “batuan”. Kita tahu bahwa usaha
penambangan pasir, kerikil, batu kali dan tanah timbun tersebut harus
mendapat perhatian serius, karena sering kali usaha penambangan tersebut
dilakukan dengan kurang memperhatikan akibatnya terhadap lingkungan
hidup.
Kondisi kerusakan lingkungan dan asset kepentingan sosial dan umum
akibat pertambangan, terutama akibat pertambangan batuan telah terjadi di
Kelurahan Rowosari, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang yang sering
disebut dengan Brown Canyon. Kegiatan penambangan tersebut pertama kali
dilakukan secara tradisional dengan menggunakan alat yang sederhana seperti
palu godam dan cangkul pada tahun 1980. Kerusakan lahan di Kelurahan
Rowosari ini semakin meningkat seiring dengan aktivitas penambangan
dengan area penambangan yang semakin luas dengan alat-alat atau kendaraan-
kendaraan berat. Kerusakan lahan akan berdampak pada penurunan kualitas
lingkungan hidup berupa berubahnya fungsi lahan, berubahnya topografi,
hilangnya lapisan tanah pucuk dan hilangnya sumber air bawah tanah.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh proyek penambangan
batuan di Brown Canyon (pengeprasan bukit) terhadap lingkungan sekitar.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
makhluk hidup dengan lingkungannya menunjukkan adanya suatu interaksi
antara makhluk hidup dengan lingkungan yang ia tempati atau tinggali.
Makhluk hidup mempengaruhi lingkungan, dan sebaliknya perubahan
lingkungan akan mempengaruhi pola hidup makhluk hidup yang tinggal di
dalamnya.
Dari berbagai pengertian diatas, maka lingkungan hidup dapat dirangkum
kedalam beberapa unsur-unsur yaitu :
a. Semua benda, berupa manusia, hewan, tumbuhan, organisme, tanah,
air, udara, rumah, sampah, mobil, angin, dan lain-lain. Keseluruhan
satuan-satuannya disebut sebagai komponen;
b. Daya, disebut juga energi, adalah sesuatu yang memberi kemampuan
untuk melakukan kerja;
c. Keadaan, disebut juga kondisi atau situasi;
d. Perilaku atau tabiat;
e. Ruang, yaitu tempat berbagai komponen benda, adalah suatu bagian
dimana berbagai komponen-komponen lingkungan hidup bisa
menempati dan melakukan proses lingkungan hidupnya;
f. Proses interaksi, disebut juga saling mempengaruhi, atau biasa pula
disebut dengan jaringan kehidupan.
5
rantai makanan antara makhluk hidup yang satu akan saling memakan
makhluk hidup yang lainnya begitu seterusnya. Lingkungan ini akan selalu
mengalami perubahan, baik perubahan secara mendadak atau tiba-tiba
maupun perubahan secara perlahan-lahan. Perubahan yang terjadi terhadap
lingkungan mempunyai suatu hubungan satu sama lain dengan ekosistem
ataupun benda baik hidup ataupun tidak yang ada di sekitarnya.
b. Lingkungan Abiotik
Lingkungan abiotik adalah segala benda mati dan keadaan fisik yang
ada di sekitar kita, misalnya sinar matahari, suhu dan kelembapan, batu-
batuan, tanah mineral, air, udara dan lain-lain. Komponen atau kelompok
lingkungan abiotik akan saling berinteraksi satu sama lainnya sebagai
contoh: apabila di suatu wilayah kekurangan suplai sinar matahari, maka
di daerah tersebut akan menjadi sangat lembab karena tidak mendapatkan
sinar matahari yang dibutuhkan. Maka, suhu di wilayah tersebut menjadi
rendah atau dingin. Komponen lingkungan fisik juga akan berinteraksi
dengan lingkungan biotik, misalnya manusia yang bercocok tanam akan
selalu memupuk tanahnya agar tanaman tersebut hidup subur dan dapat
tumbuh dengan baik, seperti halnya hujan apabila curah hujan kurang akan
memberikan pengaruh terhadap persediaan air bagi manusia, hewan, dan
tumbuhan.
6
dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang sering kali
diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan dan meningkatkan produktivitas.
Menurut Mirsa (dalam Anwas 2013:41), pembangunan adalah meningkatkan
pencapaian sasaran akan nilai budayanya yang menghasilkan kehidupan yang
lebih bermutu. Ini menunjukkan bahwa pembangunan bukan saja pada
pertumbuhan ekonomi semata namun yang lebih penting adalah perbaikan
kualitas kehidupan diri, sosial dan lingkungan meningkat lebih baik. Dari
berbagai macam pengertian dari pembangunan maka dapat disimpulkan
bahwa pembangunan adalah semua proses perubahan menuju arah yang lebih
baik yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana.
Dalam Undang–undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai
upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial,
dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan
lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu
hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Berpijak dari pengertian di
atas, paradigma pembangunan yang semula berfokus pada pertimbangan
ekonomi semata bergeser kepada paradigma pembangunan dengan sektor
lingkungan dan sosial sebagai sektor yang tidak bisa ditinggalkan. Kita tahu
bahwa dalam pembangunan berkelanjutan ini memiliki tiga aspek penting:
1. Aspek Ekonomi
Tidak bisa dipungkiri jika aspek ekonomi memiliki kaitan erat dalam
pembangunan berkelanjutan, khususnya pertumbuhan ekonomi dan
bagaimana mencari jalan untuk memajukan ekonomi dalam jangka
panjang dan dapat meningkatkan kesejahteraan generasi sekarang tanpa
mengurangi kemampuan alam, masyarakat dan ekonomi untuk menaikan
kesejahteraan generasi masa depan. Jadi, jika generasi saat ini bisa maju,
maka masyarakat bisa mencapai kesejahteraan. Sehingga kemudian
terdapat alur ekonomi yang berjalan terus menerus, tanpa mengurangi
tingkat kesejahteraan dari generasi ke generasi.
7
2. Aspek Sosial
Aspek sosial dipengaruhi oleh manusia sebagai pendukung komunitas
dalam hal interaksi, interelasi, dan interdependesi. Hal-hal yang
merupakan perhatian utama dalam aspek sosial adalah stabilitas penduduk,
pemenuhan kebutuhan dasar manusia, pertahanan keanekaragaman
budaya, serta partisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan.
Selain itu, aspek sosial juga harus bisa memastikan adanya distribusi yang
baik dari biaya dan keuntungan dari pembangunan di semua aspek
kehidupan, serta menghargai dan meningkatkan perhatian terhadap hak
asasi manusia, termasuk kebebasan masyarakat dan politik, budaya
ekonomi dan keamanan.
3. Aspek Lingkungan
Aspek lingkungan atau ekologi diperlukan untuk mendukung
pembangunan yang berkelanjutan, karena aspek ini terkait langsung
dengan faktor-faktor alami yang ada di bumi ini, sehingga hal-hal yang
menunjukkan degradasi lingkungan jelas terlihat dan terasa. Beberapa
aspek yang termasuk dalam aspek lingkungan meliputi meminimalkan
sampah dan kerusakan lingkungan, meningkatkan tanggung jawab dan
kepedulian terhadap sumber daya alam dan lingkungan, serta melindungi
modal alam yang kritis atau penting.
8
1. Pencemaran udara, contoh pencemaran yaitu asap pabrik dan kendaraan
atau kebakaran hutan.
2. Pencemaran air, contoh pencemaran yaitu limbah pabrik yang dibuang ke
sungai atau parit.
3. Pencemaran suara, contoh pencemaran dapat berupa suara kendaraan atau
mesin pabrik yang melebihi ambang batas sehingga bisa merusak fungsi
pendengaran.
4. Pencemaran tanah, contoh pencemaran berupa tumpahan minyak ke tanah.
9
2.5 Konsep Pertambangan
Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara, Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan
kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau
batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,
konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan
penjualan, serta kegiatan pasca tambang. Dalam penggolongan hasil bahan
tambang menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
pertambangan mineral dan batu bara, sesungguhnya tidak secara tegas
mengatur tentang pembagian golongan bahan galian sebagaimana dalam
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967. Penggolongan bahan galian diatur
berdasarkan pada kelompok usaha pertambangan, sesuai pasal 4 yaitu:
a. Usaha pertambangan dikelompokkan atas:
1. Pertambangan mineral;
2. Pertambangan batu bara;
b. Pertambangan mineral sebagaimana dimaksud digolongkan atas:
1. Pertambangan mineral radio aktif;
2. Pertambangan mineral logam;
3. Pertambangan mineral bukan logam;
4. Pertambangan batuan.
10
d. Mendukung dan menumbuh kembangkan kemampuan nasional agar lebih
mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional;
e. Meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan negara, serta
menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat; dan
f. Menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan usaha
pertambangan mineral dan batubara.
11
BAB III
PEMBAHASAN
12
serta mengakibatkan lingkungan di sekitarnya menjadi rusak. Potensi
terjadinya longsor jelas sangat berbahaya baik bagi penambang maupun
masyarakat yang ada di sekitarnya. Penambangan bahan galian tersebut juga
mengakibatkan perubahan struktur tanah. Adanya tebing-tebing bukit yang
rawan longsor karena penambangan yang tidak memakai sistem berteras
sehingga sudut lereng menjadi terjal dan mudah longsor. Tingginya lalu lintas
kendaraan di jalan sekitar wilayah penambangan membuat mudah rusaknya
jalan.
Adapun Penghentian untuk penambangan batuan di Kelurahan Rowosari
atau Brown Canyon sebenarnya sudah dilakukan sekitar pada awal tahun 2015
oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Gubernur Jawa Tengah ini pun
turun langsung ke tempat penambangan dan menghentikan proyek tersebut.
Meskipun proyek sudah tidak boleh dijalankan kembali, namun para pekerja
yang dulunya menambang di Brown Canyon tetap saja curi-curi kesempatan
menambang di tempat tersebut. Solusi dari Gubernur Jawa Tengah untuk
menghentikan proyek penambangan tetap saja tidak akan mengubah kondisi
lingkungan yang telah rusak. Apalagi masih banyak pekerja yang diam-diam
atau sembunyi-sembunyi menambang di tempat tersebut.
13
3.2 Dampak Proyek Penambangan Brown Canyon Kota Semarang
3.2.1 Dampak Proyek Penambangan Brown Canyon Kota Semarang
Terhadap Kehidupan Ekonomi
Dampak penambangan batuan yang terjadi di Brown Canyon
Kelurahan Rowosari, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang
menimbulkan beberapa dampak terhadap ekonomi masyarakat
diantaranya:
14
3.2.2 Dampak Proyek Penambangan Brown Canyon Kota Semarang
Terhadap Pencemaran Dan Kerusakan Lingkungan Hidup Atau
Ekosistem
Dampak penambangan batuan yang terjadi di Brown Canyon
Kelurahan Rowosari, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang
menimbulkan beberapa dampak terhadap pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup atau ekosistem diantaranya:
1. Pencemaran Air
Gambar 1
Sampah di Proyek Penambangan Brown Canyon
Gambar 2
Pencemaran Air di Proyek Penambangan Brown Canyon
15
Air merupakan sumber kehidupan manusia dimana
ketergantungan manusia pada air sangat tinggi, air dibutuhkan
untuk keperluan hidup sehari-hari seperti untuk minum, memasak,
mandi, mencuci, kebutuhan hajat lainnya dan sebagainya.
Mengingat pentingnya air bagi kehidupan manusia, Pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas air dan pengendalian Pencemaran
Air, guna menjamin kualitas air untuk kebutuhan hidup bangsa
Indonesia. Tujuan pengelolaan kualitas air adalah untuk menjamin
kualitas air yang diinginkan sesuai dengan baku mutu air. Melalui
upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta
pemulihan kualitas air
Akibat dibukanya usaha pertambangan batuan di Brown
Canyon Kelurahan Rowosari Kota Semarang, sangat besar
dampaknya terhadap kerusakan air yang dulunya jernih dan
sekarang hampir merata setiap hari kondisi air di daerah sekitar
tersebut selalu Keruh dan cenderung berwarna cokelat. Selain
pencemaran karena kegiatan pertambangan, masalah lingkungan
lain yang ada Brown Canyon adalah masalah pencemaran akibat
sampah. Banyak sampah yang berserakan di sekitar lokasi
tambang baik itu berasal dari tambang seperti bekas-bekas alat
pertambangan tetapi juga ada sampah rumah tangga seperti
bungkus-bungkus deterjen dan juga plastik makanan seperti botol
air mineral.
Masyarakat di sekitar kawasan Brown Canyon ini sepertinya
juga menjadikan lokasi ini sebagai Tempat pembuangan sampah
yang tentu saja menyebabkan bukan hanya pencemaran air juga
menyebabkan bau tidak sedap dan juga rusaknya ekosistem yang
ada di sekitarnya. Sehingga air yang ada tidak dapat dimanfaatkan
untuk minum maupun kebutuhan hidup lainnya seperti mandi,
mencuci dan kebutuhan hajat lainnya.
16
2. Galian Bekas Penambangan yang Dibiarkan
Dampak yang paling sering dijumpai adalah lubang bekas
kegiatan pertambangan yang dimana menjadi pembahasan publik
karena sangat jelas merusak ekosistem lingkungan, begitupun di
Brown Canyon terdapat lubang bekas kegiatan galian
pertambangan yang dibiarkan begitu saja, walaupun sudah
sebagian lubang sudah ditutup oleh pihak perusahaan tetapi dari
dulu sampai sekarang tidak terselesaikan. Lubang-lubang ini selain
merusak ekosistem juga menimbulkan potensi terjadi kecelakaan,
baik pekerja maupun bagi pengunjung, mengingat Brown Canyon
selain digunakan sebagai tambang juga ada yang menggunakannya
sebagai tempat wisata.
17
Potensi terjadinya longsor jelas sangat berbahaya baik bagi
penambang maupun masyarakat yang ada di sekitarnya.
Penambangan batuan tersebut juga mengakibatkan perubahan
struktur tanah. Adanya tebing-tebing bukit yang rawan longsor
karena penambangan yang tidak memakai sistem berteras
sehingga sudut lereng menjadi terjal dan mudah longsor. Selain itu
ada beberapa tebing yang sudah retak cukup besar yang berpotensi
jatuh.
18
menuju penampungan yang ada di Kelurahan Rowosari Kota
Semarang. Selain itu juga tingginya lalu lintas kendaraan di jalan
sekitar wilayah penambangan membuat mudah rusaknya jalan.
penambangan tersebut dan juga mengakibatkan terjadinya polusi
udara. Warga yang bertempat tinggal di sekitar proyek
penambangan pun merasa terganggu dengan adanya lalu-lalang
kendaraan-kendaraan proyek. Karena tempat tersebut sempat nge-
hits, maka warga sekitar berkesempatan menarik uang iuran untuk
masuk ke lokasi tersebut bagi orang-orang yang ingin menikmati
tebing-tebing bekas proyek galian.
19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kita tahu bahwa kegiatan penambangan (Brown Canyon) di Kelurahan
Rowosari, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang ini memiliki beberapa
dampak yang ditimbulkan yaitu dari sisi kehidupan ekonomi setempat proyek
penambangan batuan di Brown Canyon tersebut berdampak positif karena
dapat membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat. Dari sisi
lingkungan hidup, proyek penambangan batuan di Brown Canyon ini
menyebabkan pencemaran air dimana air yang dulunya jernih sekarang akibat
dibukanya usaha pertambangan batuan di Brown Canyon selalu Keruh dan
cenderung berwarna cokelat serta banyak sampah di sekitarnya sehingga tidak
dapat dimanfaatkan untuk minum maupun kebutuhan hidup lainnya seperti
mandi, mencuci dan kebutuhan hajat lainnya. Selain itu juga proyek
penambangan ini cenderung mengeksploitasi bahan galian secara vertikal di
permukaan bumi hingga sangat dalam, secara langsung berarti melakukan
perusakan atau mengubah rona permukaan bumi. Rusaknya ekosistem di
daerah lokasi tambang, yakni tanahnya menjadi tandus, terjadinya krisis air
bersih yang dirasakan warga sekitar, dan adanya polusi udara dari debu hasil
penambangan, dan banyaknya tanah rawan longsor, yang berujung kemudian
terjadinya kerusakan jalan. Proyek penambangan ini disebabkan oleh
keserakahan manusia dalam mengeksploitasi tanah yang nantinya akan dijual
untuk mencari keuntungan tersendiri yang dilakukan oleh perusahaan
keluarga. Pemakaian alat-alat berat di lokasi penambangan yang
mengakibatkan terdapatnya lubang-lubang besar bekas galian yang
kedalamannya mencapai puluhan meter bahkan ratusan meter, serta
mengakibatkan lingkungan di sekitarnya menjadi rusak. Potensi terjadinya
longsor jelas sangat berbahaya baik bagi penambang maupun masyarakat yang
ada di sekitarnya. Penambangan bahan galian tersebut juga mengakibatkan
perubahan struktur tanah. Adanya tebing-tebing bukit yang rawan longsor
karena penambangan yang tidak memakai sistem berteras sehingga sudut
20
lereng menjadi terjal dan mudah longsor. Dan yang terakhir dari sisi fasilitas
umum, dampak yang ditimbulkan adalah kerusakan jalan dimana hal ini
disebabkan oleh tingginya lalu lintas kendaraan di jalan sekitar wilayah
penambangan membuat mudah rusaknya jalan. Penambangan tersebut juga
mengakibatkan terjadinya polusi udara. Warga yang bertempat tinggal di
sekitar proyek penambangan pun merasa terganggu dengan adanya lalu-lalang
kendaraan-kendaraan proyek. Karena tempat tersebut sempat nge-hits, maka
warga sekitar berkesempatan menarik uang iuran untuk masuk ke lokasi
tersebut bagi orang-orang yang ingin menikmati tebing-tebing bekas proyek
galian. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa dilihat dari sisi ekonominya
daerah tersebut memang memiliki ekonomi menengah ke atas, tetapi jika
dilihat dari sisi lingkungannya keberlangsungan hidup mereka akan terancam.
Apabila tidak ditanggulangi dengan cara yang baik, maka daerah tersebut
lambat laun akan rusak berat dan terjadi pencemaran yang tinggi.
4.2 Rekomendasi
Seluruh masyarakat seharusnya mempunyai kesadaran untuk memelihara
lingkungan sekitar, serta mempunyai rasa kepedulian terhadap lingkungan
hidup. Apabila ingin menambang di suatu tempat, seharusnya juga
memikirkan apa dampak yang akan ditimbulkan dan tetap bertanggungjawab
terhadap kelestarian lingkungan hidup. Maka dari itu rekomendasi yang
diberikan adalah
1. Status Brown Canyon seharusnya lebih ditegaskan lagi dan perlu
pemantauan secara rutin di tempat penambangan tersebut, agar tidak
terjadi kegiatan penambangan tanpa izin. Pemerintah tidak hanya
memantau penambangan yang terjadi di Kelurahan Rowosari, namun juga
memantau seluruh lokasi penambangan di Provinsi Jawa Tengah.
2. Perlu dilakukan peninjauan kembali tentang dampak dari penambangan
tersebut agar dampak yang ditimbulkan dapat di minimalisir,
3. Pemerintah juga harus bersikap tegas terkait dengan pemberian izin bagi
perusahaan penambangan agar mereka tidak semena-mena merusak
21
lingkungan sekitar melalui proyek penambangan.yaitu dengan dengan
mewajibkan tindakan pengembalian fungsi lahan bekas pertambangan.
4. Pemerintah harus bekerja sama dengan masyarakat untuk menggelola
dampak dari kerusakan yang ada dan juga mengajak warga sekitar untuk
menjaga lingkungan dengan menekankan pada dampak jangka panjang
dari kerusakan lingkungan terhadap masyarakat sekitar. Dengan cara ini
minimalisir dampak dari kerusakan dapat dilakukan khususnya terkait
sampah-sampah.
22
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Anwas, Oos M. 2013. Pemberdayaan Masyarakat di Era Global. Bandung:
Alfabeta
Neolaka, Amos. 2007. Kesadaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta
Siagian, P. Sondang. 2008. Administrasi Pembangunan, Konsep, Dimensi dan
Strateginya. Jakarta: Bumi Aksara
Siahaan, N. H. T. 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. Jakarta:
Erlangga
Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang
Pertambangan Mineral Dan Batubara
Referensi Jurnal:
Jurnal Internasional
Abdelhafid Essalhi. 2016. Environmental Impact of Mining Exploitation: A Case
Study of Some Mines of Barite in the Eastern Anti-Atlas of Morocco. Journal of
Environmental Protection Volume 7 Pages 1473-1482.
A.G.N. Kitula. 2006. The environmental and socio-economic impacts of mining
on local livelihoods in Tanzania: A case study of Geita District. Journal of
Cleaner Production Volume 14, Pages 405-414.
Albert K. Mensah. 2015. Environmental Impacts of Mining: A Study of Mining
Communities in Ghana. Journal Applied Ecology and Environmental Sciences
Volume 3, Nomor 3, Pages 81-94.
Edeltrauda Helios Rybicka. 1996. Impact of mining and metallurgical industries
on the environment in Poland. Journal Applied Geochemisrry Volume 11, Pages
3-9.
23
Maligana Mathe.2016. The Impact Of Mining On The Environment In Gwanda
District Zimbabwe: A Case Study Of Blanket Mine. Imperial Journal of
Interdisciplinary Research (IJIR) Volume 2, Issue 5 Pages 503-512.
Gayatri Singh. 2010. Assessment of environmental impacts by mining activities: A
case study from Jhansi open cast mining site-Uttar Pradesh, India. Journal of
Experimental Sciences Volume 1, Issue 1, Pages 09-13.
Jurnal Nasional
Hasibuan, Puspa Melati. 2006. Dampak Penambangan Bahan Galian Golongan
C Terhadap Lingkungan Sekitarnya di Kabupaten Deli Serdang. Jurnal Equality
UNMED. Volume 11 Nomor 1 Halaman 19-23.
Marini. 2014. Penerimaan Informasi Dampak Penambangan Pasir Bagi
Kerusakan Lingkungan Hidup Di Kalangan Penambang Pasir Ilegal Di Das
Jeneberang Kabupaten Gowa. Jurnal Komunikasi KAREBA UNHAS Volume 3,
Nomor 2.
Kukuh Prasetyo Jati. 2017. Dampak Penambangan Minyak Tradisional Terhadap
Kondisi Sosial Ekonomi Dan Lingkungan Hidup (Studi Kasus Desa Ledok
Kecamatan Sambong Kabupaten Blora). Jurnal GeoEco UNS Volume 3, Nomor
1 Halaman 58-67.
Abdul Hafiz. 2016. Dampak Izin Pertambangan Batubara Bagi Lingkungan
Masyarakat Kelurahan Sempaja Timur Kecamatan Samarinda Utara. Jurnal Ilmu
Pemerintahan UNMUL Volume 4 Nomor 4 Halaman 1651-1660.
Yudhistira. 2011. Kajian Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan
Penambangan Pasir di Desa Keningar Daerah Kawasan Gunung Merapi. Jurnal
Ilmu Lingkungan UNDIP. Volume 9 Nomor 2 Halaman 76-84.
24