Anda di halaman 1dari 8

TRANSFORMASI ARSITEKTUR BALE DAJA (A.A.

Oka Saraswati)

TRANSFORMASI ARSITEKTUR BALE DAJA

A.A. Oka Saraswati


Jurusan Arsitektur, Universitas Udayana, Denpasar-Bali

ABSTRAK
Bale daja merupakan bale yang mengikuti perletakan sesuai dengan arah mata angin dalam penyebutan masyarakat
setempat. Kaja atau daja merupakan daerah yang lebih tinggi (baca: gunung); untuk Bali Selatan merupakan sebutan bagi
arah utara dan untuk Bali Utara merupakan sebutan bagi arah selatan. Fungsi tradisi bale daja adalah fungsi awal yang
merupakan bale tempat tidur saja. Fungsi tradisi lainnya juga ditemukan sebagai ruang melahirkan, ruang tidur untuk anak
gadis serta ruang tempat penyimpanan benda-benda pusaka (gedong simpan). Namun perkembangan fungsi tradisinya juga
ditemukan yaitu sebagai ruang tidur yang juga berfungsi sebagai ruang untuk aktivitas domestik seperti mencari kutu,
ngobrol, majejahitan (membuat bahan persiapan upacara), membaca dan menulis lontar, menerima tamu, rembuk keluarga
serta menghadap pimpinan pada rumah pemimpin umat atau pun pemimpin masyarakat. Ditemukan 7 tipe bale daja dalam
kapasitasnya sebagai arsitektur tradisional Bali. Pada perkembangannya, ditemukan bale daja dengan tambahan toilet, ruang
kerja modern, ruang TV, dengan pencapaian dari samping dan tambahan jendela dengan bukaan yang cukup luas serta
memakai bahan-bahan baru. Tulisan ini mengetengahkan kajian terhadap perkembangan bale daja ditinjau dari kaidah-
kaidah arsitektur tradisional Bali melalui transformasi, fenomena both-and, dan resultan kompleksitas. Transformasi bale
daja saat ini mengarah pada resultan yang membenarkan yang masih mengikuti kaidah-kaidah arsitektur tradisional Bali dan
sesuai dengan nilai-nilai keyakinan masyarakat Bali. Dengan demikian terlihat bahwa perkembangan arsitektur bale daja
mampu mengakomodasi perkembangan masyarakat Bali.

Kata kunci: bale daja, transformasi.

ABSTRACT

Bale Daja is a building sited in kaja (northerly) direction which is defined in accordance to local terms. Kaja or Daja
has been tied with a hilly (mountainous) area, lining along Bali’s east to west axis. To those reside on the southern part of
this line, northerly is insequence with the actual north direction. However, those stand on the opposite side have their
notherly pointing to the actual south direction. Bale Daja has various inherent functions. These include its usages as a
sleeping area, space for giving birth, quarantine area for female teenagers, and storage for valuable family belongings. In a
long run, these usages have been expanded to incorporate further functions of a building for sleeping, numerous domestic
activities, chatting, offering preparation, reading and writing manuscripts, welcoming guests, and meeting with both local
and government officers. According to a thorough investigation, there are seven types of Bale Daja found. In several cases
within its development, a Bale Daja has been completed with one or more additional uses of a toilet, a modern working
space, and a room dedicated for watching television. Such type of a Bale Daja is usually accessed through its sides with
windows and wide openings attached. These changes are also accompanied by the use of newly available building materials.
This writing examines the development of Bale Daja viewed from Balinese Traditional Architecture principles through
transformation, both-and phenomenon and resultant of complexity. The recent transformation of a Bale Daja shows a trend
in which traditional value systems and architectural guidelines remain highly regarded in practice. Thus, such an
architectural development demonstrates a capacity to accommodate social development taking place within its society.

Keywords: bale daja, transformation.

PENDAHULUAN bale daja mempunyai nilai yang sangat penting dalam


mendirikan rumah atau umah bagi masyarakat Bali.
Bale daja merupakan sebutan bale yang Tulisan ini merupakan dua penelitian yang
mengikuti perletakan sesuai dengan arah mata angin berkesinambungan. Penelitian pertama merupakan
dalam penyebutan masyarakat setempat. Kaja atau penelitian mendasar untuk mendapatkan teori
daja merupakan daerah yang lebih tinggi (baca: arsitektur tradisional tentang bale daja yang belum
gunung); untuk Bali Selatan merupakan sebutan bagi pernah ditulis secara lengkap dalam suatu buku.
arah utara dan untuk Bali Utara merupakan sebutan Dengan demikian teori ini menjadi dasar untuk
bagi arah selatan. Dalam proses pembangunan suatu melakukan bahasan transformasi. Dari sampel di
rumah, bale daja merupakan bangunan peng”awal” umah masyarakat, jero, griya, puri serta dilengkapi
yang disebut paturon. Sebagai bangunan paturon, dari pustaka, diperoleh 7 jenis-jenis bale daja.

35
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 36, No. 1, Juli 2008: 35 - 42

Selanjutnya dilakukan penelitian kedua berupa BALE DAJA SEBAGAI ARSITEKTUR


penelusuran perkembangan bale daja ditinjau dari TRADISI
kaidah-kaidah arsitektur tradisional Bali baik yang
tercantum dalam asta kosala-kosali ataupun yang Fungsi tradisi yang diamini oleh bale daja
didasari oleh nilai-nilai yang diyakini masyarakat adalah fungsi awal yang merupakan bale tempat tidur
Bali. Penelusuran dilakukan melalui transformasi, saja. Dalam fungsinya sebagai tempat tidur bale daja
dari fenomena both-and, pendapat Kahn juga dari disebut sebagai bale meten. Fungsi profan lainnya
pengertian-pengertian tansformasi lainnya. juga ditemukan yaitu sebagai ruang melahirkan, dan
Bila melakukan penilaian, ada suatu kecen- ruang tidur untuk anak gadisviii. Fungsi sakral meten
derungan membuat penilaian dengan memadukan adalah untuk menyimpan benda-benda keramat/
beberapa penjelasan/”both-and” dibandingkan pusaka dan juga untuk upacara manusa yadnya
dengan membuat pengecualian/”either-or”. Dari seperti misalnya tempat ngekeb dalam upacara menek
fenomena both-andi diungkapkan bahwa arsitektur daha. Dalam fungsinya hanya sebagai ruang tempat
kadang-kadang mengandung penyimpangan-penyim- penyimpanan benda-benda pusaka bale daja disebut
pangan namun masih dibenarkan dalam konteks gedong simpan. Tulisan ini tidak membahas bale daja
keseluruhannya. Bila terjadi kontradiksi pada ”both- dalam kapasitasnya sebagai gedong simpan.
and” maka perhatikanlah hirarhinya. Dalam perkembangan fungsi tradisinya juga
Selain itu, Kahn (dalam buku Complexity and ditemukan bale daja sebagai ruang tidur yang juga
Contradiction in Architectureii) mengatakan bahwa berfungsi sebagai ruang untuk aktivitas domestik
arsitektur mempunyai space yang buruk dan juga seperti mencari kutu, ngobrol, majejahitan (membuat
space yang bagus. Ada suatu resultan yang dapat bahan persiapan upacara) dan rembuk keluarga.
dicarikan benang merah yang dapat dikompromikan. Fungsi lainnya juga sebagai ruang membaca dan
Keputusan untuk mendapatkan kompromi yang utuh menulis lontar, menerima tamu, serta menghadap
merupakan tugas utama seorang arsitek. pimpinan pada rumah pemimpin umat (griya) atau
Selanjutnya diungkapkan bahwa transformasi pun rumah pemimpin masyarakat (puri). Dalam
mempunyai pengertian perubahan rupa (bentuk, sifat, kapasitasnya sebagai arsitektur tradisional Bali,
fungsi dan sebagainya) atau pengalihaniii, menjadi ditemukan 7 tipe bale daja.
bentuk yang berbeda namun mempunyai nilai-nilai Diawali dari tipe terkecil yaitu Bale Daja
yang sama, perubahan dari satu bentuk atau ungkapan Sakutus yang memiliki 8 saka, memiliki 2 bale-bale
menjadi suatu bentuk yang mempunyai arti atau dan berstruktur atap kampyah (Gambar 1). Tipe
ungkapan yang sama mulai dari struktur permukaan, kedua adalah Bale Sakutus Maemper/Maikuh Keker
fungsiiv, perubahan bentuk atau penampilan atau karena adanya perpanjangan atap di depan pintu yang
karakter atau penempatan dari,mengubah dari menyerupai ekor ayam (Gambar 2). Tipe ketiga
pengakuanv, mengubah/mengganti bentuk atau berupa Bale Sakutus Maamben/Mamben yang
penampilan luarnya, mengubah kondisi, alam, perpanjangan atap di depan pintu di tumpu oleh 2
fungsivi. saka (Gambar 3). Tipe keempat berupa Bale Sakutus
Lebih jauh, transformasi dalam arsitektur hanya Majajar. Bale ini memiliki 4 saka tambahan yang
akan berarti bila di pertimbangkan dari suatu tindakan berjajar menumpu atap tambahan. Saka tambahan ini
yang komplek, sama sekali tanpa kecacatan visual terletak pada lantai dengan peil lantai lebih rendah
dan bentuk dari kondisi yang lama, serta diperoleh dari peil lantai bale daja sakutus pada awalnya
melalui metodologi “keseretakan/simultaneity”, dan (Gambar 4). Tipe kelima adalah Bale Bandung. Bale
tidak mengajurkan metodologi monodimensi. ini memiliki 12 saka dengan atap berstruktur
Transformasi tidak hanya merupakan saluran, tetapi konstruksi payung (Gambar 5). Tipe keenam berupa
lautan kreativitas yang bersungguh-sungguh dan jujur Bale Gunung Rata dengan 16 saka (Gambar 6) dan
pada elemen, yang memiliki cukup resiko, ketertiban yang terakhir adalah Bale Gunung Rata Ageng
dan upaya. Terdapat suatu kecenderungan bahwa dengan 22 saka (Gambar 7). Tipe terakhir ini
saluran transformasi dapat sangat menolong dalam merupakan bale daja untuk raja.
mencapai tujuanvii. Lebih jelasnya, transformasi Sebagai arsitektur tradisional, seluruh bale daja
merupakan resultan kompleksitas dari upaya untuk tersebut tidak memiliki KM/WC, hanya memiliki satu
mengubah, mengalihkan, menyatukan beberapa hal pintu, kisi-kisi jendela yang sangat kecil, dan garis
dalam mencapai nilai yang sama-sama dapat diterima atap yang pendek (overstek yang tidak lebar). Selain
secara serentak. Dalam penelitian kedua ini dilakukan itu, tembok bale daja setebal 1 hingga 1,5 batu serta
pengambilan sampel di rumah masyarakat umum, menggunakan bahan bangunan tradisional.
rumah masyarakat dengan penghasilan menengah ke
atas, jero, griya dan puri.

36
TRANSFORMASI ARSITEKTUR BALE DAJA (A.A. Oka Saraswati)

Sumber: Modifikasi dari Arsitektur Tradisional Bali–Proyek


Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah

Sumber: Dokumentasi pribadi


Gambar 4. Bale Sakutus Majajar
Gambar 1. Denah Bale Sakutus

Sumber: Arsitektur Tradisional Bali–Proyek Inventarisasi dan


Dokumentasi Kebudayaan Daerah
Sumber: Dokumentasi pribadi
Gambar 2. Tampak Bale Sakutus Maemper/
Maikuh Keker Gambar 5. Bale Bandung

Sumber: Dokumentasi pribadi Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar 3. Perspektif Bale Sakutus Maamben/ Gambar 6. Bale Gunung Rata.


Mamben

37
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 36, No. 1, Juli 2008: 35 - 42

positif memberi dukungan atas kaidah-kaidah arsitek-


tur tradisional Bali. Demikian sebaliknya pada vektor
negatif.

Bale Daja dengan bale-bale yang diganti sring bed


serta dilengkapi dengan KM/WC

Bale daja meten sakutus, memiliki 8 saka dan 2


bale-bale yang tiap bale mengikat 4 saka menjadi
satu. Bale-bale ini merupakan tempat tidur yang arah
tidurnya dengan kepala mengarah ke luan (arah utara
untuk daerah Bali Selatan). Dengan berkembangnya
gaya hidup yang menghendaki kenyamanan maka
timbul keinginan untuk mempergunakan alas tidur
sring bed (Gambar 8).

Sumber: Arsitektur Tradisional Bali– Proyek Inventarisasi dan


Dokumentasi Kebudayaan Daerah

Gambar 7. Bale Gunung Rata Ageng

TRANSFORMASI ARSITEKTUR BALE DAJA

Masyarakat Bali kini bukanlah merupakan


masyarakat tradisi meskipun sebagian kegiatannya
masih merupakan kegiatan tradisi. Dari hasil pene-
litian, masyarakat Bali, dengan tingkat pendidikan
yang tinggi, gaya hidup modern, tetap membutuhkan
adanya bale-bale yang berhubungan dengan kegiatan
ritual keagamaan dan kemasyarakatan. Bangunan
Sumber: Dokumentasi pribadi
yang tetap dibutuhkannya adanya; pamerajan/
sanggah sebagai tempat sembahyang, serta bale daja Gambar 8. Bale daja dengan bale-bale yang
dan bale dangin sebagai ruang tidur dan tempat diganti sringbed serta dilengkapi dengan KM/WC
pendukung upacara keagamaan. Namun dilain pihak,
tuntutan kebutuhan pribadi sebagai seorang yang telah Spring bed memiliki dimensi-dimensi standar
mengenyam pendidikan serta berpenghasilan cukup dengan panjang 210 cm dan lebar yang disesuaikan.
menyebabkan terjadilah perkembangan pada Dimensi ini tidak bisa diakomodasi oleh bale daja
arsitektur umah-nya. Kajian kali ini membahas yang memakai saka sebagai konstruksi kolomnya.
transformasi arsitektur bale daja. Jarak antar saka adalah selebar bah saka (saka yang
Masyarakat Bali kini merupakan masyarakat direbahkan/ditidurkan, dihitung dari atas sunduk
modern yang kerjanya tidak hanya berprofesi sebagai bawak/pendek sampai di bawah lambang) ditambah-
petani dan profesi tradisi lainnya tetapi juga membaca kan dengan pengurip. Sedangkan tinggi saka menurut
buku dan bekerja di depan komputer. Selain itu lontar asta kosala-kosali adalah 23 hingga 28 rai
perubahan gaya hidup juga menuntut aktivitas yang ditambah pengurip yang diyakini juga memberikan
serba praktis dan kenyamanan yang lain. kehidupan yang berbahagia. Dari perhitingan tersebut
Dalam kapasitasnya sebagai arsitektur Bali diperoleh jarak saka maksimal selebar + 2.00 cm.
kekinian atau saat ini, transformasi bale daja Oleh sebab itu, terjadi perubahan konstruksi bale daja
ditelusuri dari kaidah-kaidah arsitektur tradisional dari rangka kayu dengan dinding yang lepas dari
Bali. Penelusuran menghasilkan penilaian atas vektor- rangka menjadi rangka beton yang kolomnya
vektor yang berpengaruh dalam transformasi. Vektor menyatu dengan dinding. Dengan kondisi ini,

38
TRANSFORMASI ARSITEKTUR BALE DAJA (A.A. Oka Saraswati)

kemudian sebuah alas/tempat tidur baru tersebut sakutus, diletakkan meja kerja, meja rias serta jalur
diletakkan di sisi Timur dengan arah tidur yang tetap menuju ke toilet.
yaitu kepala di sisi luan. Hal ini sesuai dengan nilai- Peletakan KM/WC mengarah ke arah teben bila
nilai yang diyakini yang merupakan prilaku dilihat dari poros Timur-Barat tapi terletak di arah
masyarakat Bali. Bila tidak dilakukan sering kali luan/utama dari poros Utara-Selatan. Kondisi KM/
dirasakan membuat mereka linglung ketika terjaga WC ini terbantu oleh peil lantainya yang lebih rendah
dari tidur. Masyarakat dalam mengembangkan bale dari peil lantai bale daja sehingga bale daja lebih
daja-nya ini tidak merubah bentuk awalnya sehingga utama bila dilihat dari poros atas-bawah. Dengan
dimensi-dimensi tradisional tetap tergambar dalam demikian, dari 3 poros vektor peletakan ruang, 2
wujud bangunannya. Jadi penambahan spring bed poros masih mendukung atau membenarkan pele-
mampu diakomodasi oleh arsitektur bale daja takan KM/WC tersebut. Kondisi ini masih diterima
sehingga merupakan vektor positif dalam trans- dalam keyakinan masyarakat dengan catatan,
formasi (membenarkan). KM/WC tersebut tidak melebar hingga di sisi luan
Bale daja dengan bale-bale yang diganti sring tempat tidurnya. Dengan demikian perkembangan ini
bed sudah mengalami perubahan struktur konstruksi mampu diakomodasi oleh arsitektur bale daja
dari rangka kayu menjadi rangka beton yang rigit. sehingga merupakan vektor positif dalam transfor-
Sistem struktur tradisional berbahan kayu meng- masi (membenarkan).
gunakan sunduk, canggahwang, waton, parba
sebagai pengakunya dan lait sebagai pengunci. Bale Daja dengan ruang keluarga berfasilitas TV
Sistem struktur bangunan bale ini dikenal tahan serta ruang kerja modern
gempa yang akan ikut bergoyang saat gempa terjadi,
namun tidak patah. Setelah gempa selesai, penghuni Rumah masyarakat tradisi dengan status sosial
akan menguatkan pengunci dengan memukul lait yang lebih di masyarakat kebanyakan seperti rumah
hingga rapat dengan lubangnya pamekel, griya, jero serta puri memiliki bale daja
Tidak ada yang salah dengan rangka beton rigit dengan tipe bale bandung ataupun bale gunung rata.
bila hitungannya sudah mempertimbangkan faktor Pada sebagian puri tempat kedudukan raja dapat
resiko gempa. Namun dalam prakteknya, untuk ditemukan bale gunung rata agung. Pada bale
membangunan rumah tinggal, masyarakat memakai bandung maupun bale gunung rata yang tradisional,
tenaga tukang yang tidak memiliki keahlian dalam terdapat beranda di depan ruang tidurnya yang
perhitungan gempa. Hal ini menjadi pelajaran saat berfungsi sebagai tempat rembuk keluarga, membaca
gempa di Desa Seririt Kabupaten Buleleng. Dengan lontar ataupun menerima tamu.
gempa 7,5 skala Richter, bangunan yang masih Bale sakutus pada rumah masyarakat ke-
berdiri hanyalah bangunan-bangunan bale tradisional banyakan kini mengalami perkembangan menjadi
Bali. Perkembangan tuntutan fungsi ini membawa bale bandung atau bale gunung rata. Bale yang baru
konsekuensi bahwa tenaga tukang harus ditingkatkan dikembangkan ataupun yang dari awalnya pem-
keahliannya. bangunannya berupa bale bandung atau gunung rata,
Dimensi bangunan bale daja masih memakai kini cenderung mengalami perkembangan menjadi
perhitungan tradisi lengkap dengan pengurip-nya ruang tidur yang dilengkapi dengan ruang keluarga
yang dipercaya membawa kebahagiaan bagi berfasilitas TV. Ruang keluarga di beranda depan
penghuninya. Posisi letak lambang/balok penumpu ruang tidur tersebut memungkinkan ditempati oleh
iga-iga/usuk/kaso tetap dipertahankan pada struktur lebih dari 10 orang dengan cara duduk bersila. Strata
yang baru dengan membuat konstruksi rangka beton sosial penghuni tetap diterapkan saat menonton TV
berpelengkung sebagai dudukannya. Dengan kondisi antara lain anak-anak duduk pada lantai yang peil-nya
ini, penelusuran transformasi pada peletakan balok lebih rendah dari peil lantai tempat duduk orang yang
lambang mampu diakomodasi oleh arsitektur bale lebih tua.
daja sehingga merupakan vektor positif dalam Untuk masyarakat dengan penghasilan yang
transformasi (membenarkan). cukup, mereka memiliki TV yang dilengkapi dengan
Selanjutnya, tuntutan kenyamanan lainnya meja penyimpanan DVD player dan receiver TV
juga ditemukan berupa kebutuhan akan KM/WC. satelit. Dalam posisi ini, pemirsa akan menyaksikan
KM/WC yang pada awalnya terletak di teba ataupun TV dengan kepala mendongak. Kondisi ini kurang
di dekat dapur kini mulai didekatkan ke ruang tidur. nyaman karena standar menikmati TV adalah dengan
KM/WC kini dapat dicapai langsung dari ruang garis mata rata atau di atas bidang layar TV.
tidur/bale daja dan diletakkan di sisi belakang bale Kenyamanan ini dapat diselesaikan dengan men-
daja (Gambar 8). Alas tidur ini diletakkan di sisi dudukkan TV tetap tanpa alas meja sehingga tidak
Timur, selanjutnya di arah sisi Barat bale daja dibutuhkan kursi sebagai perlengkapan bale daja.

39
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 36, No. 1, Juli 2008: 35 - 42

Namun berbeda halnya bila penghuni semakin menyebabkan ruang beranda di depannya menjadi
tua dengan penyakit tua rematik, mereka meng- satu kesatuan dari Timur ke Barat. Jalur sirkulasi
inginkan tetap ada kursi sebagai alas duduk. Dengan menuju ruang tidur yang memotong di tengahnya,
adanya perlengkapan kursi ini, hal ini menyulitkan cukup mengganggu para pemirsa TV tersebut. Oleh
aktivitas tradisi berupa membanca lontar. Membaca sebab itu dibuatlah pintu samping sehingga tidak
lontar biasanya dilakukan dengan duduk di lantai mengganggu kenyamanan para pemirsa TV. Pintu
bermejakan dulang dengan diameter 40 cm dan tinggi pencapaian ke ruang tidur ini biasanya diletakkan di
30 cm. Oleh sebab itu terjadi kecenderungan aktivitas sisi teben atau barat dari bale daja mengarah ke
harian membanca lontar berpindah ke bale dangin selatan (Gambar 9).
sedangkan aktivitas tertentu seperti rembuk keluarga
besar, menerima pinangan, upacara menek daha
maupun membaca lontar untuk acara tersebut di atas
masih dilaksanakan di bale daja. Dari hal tersebut,
perlu suatu desain kursi yang mampu meng-
akomodasi kondisi usur para penghuni namun tetap
memperhatikan strata sosial yang berkenaan dengan
tinggi peil duduk. Dengan tetap diterapkannya strata
sosial penghuninya dan kenyamanan menonton TV
maka perkembangan ini memberikan vektor positif
dalam transformasi (membenarkan).
Bagaimana halnya bila orang tua mendapat
tugas kantor yang harus dilanjutkan di rumah.
Dibutuhkan adanya ruang kerja dengan meja kerja
atau meja belajar lengkap dengan komputer/laptop. Sumber: Juliatmika
Pada bale gunung rata, TV akan berpindah ke lantai
Gambar 9. Bale daja dengan pintu pencapaian
di sisi bawah sedangkan meja kerja berada di bagian
dari samping dan jendela kaca yang lebar.
atas. Anggota keluarga yang dituakan juga dapat
menyaksikan TV dari lantai bagian atas. Sedangkan
Secara tata nilai perletakan pintu di arah teben
untuk bale bandung, meja kerja disiapkan di dalam
ini sudah betul dan memberikan vector positif pada
ruang tidur.
transformasi, namun yang perlu diperhatikan
Fungsi bale daja sebagai ruang tidur yang
selanjutnya adalah jumlah anak tangga dari
dilengkapi dengan ruang kerja memang sangat dekat
pencapaian samping ini. Dalam asta kosala-kosali
dengan fungsi tradisinya. Tak ada nilai-nilai yang
yang diyakini masyarakat, terdapat hitungan berulang
bertentangan. Perbedaannya hanya pada jenis
pada jumlah anak tangga. Hitungannya adalah
pekerjaannya. Jenis pekerjaan tradisi antara lain
sebagai berikut, dimulai dari bawah ke atas; undag,
berupa menulis dan membaca lontar, sedangkan
gunung, rubuh atau ada juga hitungan undag, watu,
pekerjaan yang dikerjakan saat ini antara lain
gunung, runtuh. Undag diperuntukkan bagi bangunan
pekerjaan kantor, menulis dan mengetik dengan
rumah dan kadang-kadang dipergunakan juga
komputer. Jadi pada perkembangan bale daja yang
hitungan watu, gunung untuk bangunan yang
dilengkapi dengan ruang kerja yang modern, tidak
diagungkan dan runtuh dihindari karena bangunan
bermasalah. Tidak ada vektor yang bernilai negatif,
tidak akan memberikan kebahagiaan.
jadi dalam hal ini diperoleh vektor positif dalam
Selanjutnya, konsekuensi dari dua pintu
transformasi (membenarkan).
pencapaian ini adalah berkurangnya keamanan dari
bale daja sebagai tempat menyimpan harta benda,
Bale Daja dengan tambahan pencapaian dari
namun nilai privasi menuju ruang tidur tidak
samping
terganggu. Jadi pintu samping ini secara tata nilai
tidak bermasalah namun mengurangi nilai fungsi bale
Bale daja pada awalnya sebagai ruang tidur
daja.
yang merupakan ruang pribadi serta ruang
penyimpanan harta benda berharga yang perlu Bale Daja dengan jendela kaca yang cukup lebar
dilindungi. Lubang pintu ruang tidur ini hanya hanya
satu selebar apajengking (maksimum 80 cm) dan Pada awalnya dapat dikatakan dinding bale daja
dibagi atas 2 daun pintu. tanpa pelubangan kecuali pintu. Hal ini berhubungan
Bale daja setelah mengalami perkembangan dengan fungsi ruang tidur yang bersifat privasi dan
dengan fungsi tambahan untuk nonton TV pengamanan benda-benda berharga. Selain itu,

40
TRANSFORMASI ARSITEKTUR BALE DAJA (A.A. Oka Saraswati)

sebagai arsitektur di daerah tropis, ketebalan tembok percakapan yang dilakukan di dalam ruang tidur
1-1,5 batu dapat mendinginkan ruang tidur. kemungkinan terdengar dari luar, terutama bila langit-
Kebutuhan penghuni untuk membaca bacaan langitnya diselesaikan dengan non acoustic tile.
pengetahuan popular maupun berita koran sambil Namun bila atapnya masih menggunakan alang-
tiduran serta bekerja di meja kerja dengan nyaman alang/ilalang, resapan akustiknya sangat baik. Dalam
menyebabkan dibutuhkannya penerangan yang cukup hal ini penambahan jendela penghawaan memberikan
di bale daja selain penerangan buatan di malam hari. dampak positif dan negatif pada fungsi namun tidak
Saat ini ditemukan bale daja yang berjendela cukup memberikan dampak pada tata nilai tradisional.
lebar (+ 5 x 80 x 120cm2) di sisi kiri dan kanannya. Bagi masyarakat dengan tingkat penghasilan
Bidang sisi ini merupakan sisi Timur dan Barat yang tinggi, ruang tidurnya dilengkapi dengan AC. Dengan
terkena sinar langsung dari matahari pagi dan sore demikian, seluruh ventilasi ditutup, baik dari jendela
(Gambar 9). Sebagian masyarakat membuat penahan atas maupun dari jarak antara atap dan tembok. Selain
sinar matahari dari bambu yang digantung pada itu untuk menghindari kebocoran AC sebagian
listplank atap. sampel menutup bidang atas dengan langit-langit
Jendela kaca menyebabkan keamanan ruang kayu lapis. Jumlah batang iga-iga/usuk/kaso yang
menjadi berkurang. Masalah ini sama halnya dengan memegang penutup atap tidak terlihat.
pembahasan pada penambahan pencapaian pintu Jumlah batang iga-iga/usuk/kaso konstruksi atap
samping. Di sisi lain, untuk mencapai nilai privasi bale daja pada awalnya memakai hitungan berulang
yang diharapkan, jendela diberikan korden tipis yang jatuh pada hitungan mas atau pirak. Hitungan ini
sehingga pandangan dari luar tidak menembus ke merupakan hitungan berulang dari sri, werdhi, hyang,
ruang dalam namun sinarnya cukup menerangi ruang naga, mas, pirak ix, x Terdapat pula hitungan dari sri,
dalam. Masalah lain seperti iklim tropis yang merusak werdhi, naga, hyang, mas, pirak xi xii xiii, dengan
furniture akibat sinar infra red dan ultra violet harapan penghuninya akan berkecukupan. Sebagian
matahari perlu mendapat perhatian. Hal ini kecil sama sekali tidak memakai hitungan tersebut,
diselesaikan dengan menambah korden tebal di depan sebagian masyarakat tetap mempergunakan hitungan
korden tipis dan bahan finishing furniture yang tahan tersebut namun tidak berupa konstruksi payung.
terhadap sinar matahari. Selain itu menambahan Selebihnya, sebagian besar tetap memakai hitungan
sunscreen yang artistik di bagian luar sisi Timur dan serta ujung usuk bertemu di puncak sebagai
Barat bangunan bale daja. Dalam kondisi ini tidak konstruksi payung. Meskipun sebagian kecil masya-
ada nilai-nilai yang negatif sehingga merupakan rakat sudah mengabaikan perhitungan jumlah batang
vektor positif dalam transformasi (membenarkan). iga-iga, namun hitungan yang sesuai harapan
cenderung mendorong penghuni untuk lebih giat
Bale Daja dengan jendela untuk penghawaan berusaha dalam pekerjaan dengan pengharapan akan
yang cukup luas. mendatangkan keberhasilan. Bila iga-iga ditutup
dengan langit-langit maka spirit untuk berusaha tidak
Sama seperti di atas, berkembangnya fungsi
dapat dirasakan lagi oleh penghuni. Untuk hal ini,
ruang tidur di bale daja menjadi ruang tidur dan ruang
sebaiknya aluminium foil dan langit-langit kayu lapis
kerja atau ruang belajar, menyebabkan penghuni
diletakkan di atas iga-iga. Sebagian sampel terlihat
menghabiskan waktunya lebih banyak di dalam ruang
sudah diselesaikan dengan cara ini. Dalam kondisi ini
tidur. Sedangkan pada kondisi yang lalu, penghuni
tidak ada nilai-nilai yang negatif sehingga merupakan
secara tradisi lebih banyak menghabiskan waktunya
vektor positif dalam transformasi (membenarkan).
di luar bangunan dan masuk ke ruang tidur hanya
untuk tidur. Bale daja saat itu hanya memiliki
Bale Daja dengan bahan-bahan baru
ventilasi dari celah diantara atap dengan tembok serta
dari lubang kisi-kisi jendela depan yang sangat kecil. Bahan-bahan baru sangat banyak ditemukan
Saat ini ditemukan bale daja dengan bukaan pada bale daja kini. Diawali dari bahan lantai dan
ventilasi penghawaan berupa jendela serta jendela tembok dari batako, penutup lantai berbahan keramik
atas yang cukup lebar (+ 6 x 40 x 80 cm2) di sisi kiri ataupun marmer, penutup atap dari terakota atau
dan kanannya. Dengan demikian terjadi cross keramik serta langit-langit ruang dalam yang
ventilasi yang cukup lancar. Selain itu kisi-kisi jendela diselesaikan dengan kayu lapis. Sedangkan dinding
di sisi depan, kini memiliki lubang yang lebih luas luar dilapisi dengan bahan tradisi bata peripihan
dari lubang pada awalnya (Gambar 9). ataupun batu paras.
Pembuatan cross ventilasi sangat bermanfaat Secara tradisi memang ada anjuran untuk meng-
bagi kesehatan penghuni. Namun dilain pihak, gunakan bahan kayu-kayu tertentu yang dicantumkan
pembuatan cross ventilasi melalui jendela dan jendela dalam asta kosala-kosali. Larangan memang ditemu-
atas serta kisi-kisi jendela depan, membuat nilai kan tetapi untuk pohon atau bahan-bahan yang pernah
privasi ruang tidur menjadi berkurang. Percakapan- mengalami kesialan, atau tumbuhnya ditempat yang

41
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 36, No. 1, Juli 2008: 35 - 42

dilindungi. Bahan-bahan yang memiliki nilai sakral Shirvani, Hamid, 1985, The Urban Design Process,
memang masih dipertimbangkan seperti misalnya United Stated, Van Nostrand Reinhold Com-
bahan-bahan untuk bangunan upacara. Selain itu juga pany Inc.
ditemukan bahan tradisi yang tidak diperkenankan
digunakan pada bale daja, yaitu bahan ijuk sebagai ----------, 1976, The New Grolier Webster Inter-
national Dictionary of English Language,
bahan penutup atap. Selebihnya, penerimaan
Encyclopedic Edition, Grolier Incorporated,
arsitektur Bali sangat terbuka terhadap penemuan
New York,
bahan-bahan baru.
Tonjaya, I Nym. Gd. Bendesa K., 1992, Lintasan
KESIMPULAN Asta Kosali, Penerbit & Toko Buku Ria,
Denpasar.
□ Transformasi bale daja saat ini mengarah pada
resultan yang membenarkan yang masih meng- Venturi, Robert, 1979, Complexity and Contradiction
ikuti kaidah-kaidah arsitektur tradisional Bali dan in Architecture, The Architecture Press Ltd.,
sesuai dengan nilai-nilai keyakinan masyarakat London.
Bali. Windhu, I B. Oka, BA., 1976/1977, Bangunan Adat
□ Dengan demikian terlihat bahwa perkembangan Bali serta Fungsinya, Proyek Sasana Budaya
arsitektur bale daja mampu mengakomodasi Bali – Denpasar.
perkembangan masyarakat Bali.
□ Selama transformasi bale daja mengarah pada CATATAN AKHIR
resultan yang membenarkan dari vektor-vektor
yang diperoleh maka bale daja yang terkait
i
dengan berbagai prosesi upacara, diyakini akan Venturi, Robert, Complexity and Contradiction in
tetap bertahan dalam arus peradaban kekinian. Architecture, The Architecture Press Ltd., London,
1979, hal. 23.
ii
DAFTAR PUSTAKA Venturi, Robert, Complexity and Contradiction in
Architecture, The Architecture Press Ltd., London,
Antoniades, Anthony C, 1992, Poetics of Architec- 1979, hal. 25.
iii
ture, Van Nostrand Reinhold. Departemen pendidikan dan Kebudayaan, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,
Atmanandi, I. N. S., BA., 1974, Astha Kosala– cetakan ketujuh, 1996, hal 1.070.
iv
Kosali– Guni – Bhagawan Swakarma (tertidak The New Grolier Webster International Dictionary of
dipublikasi). English Language, Encyclopedic Edition, Grolier
Incorporated, New York, 1976, hal. 1.047.
v
Bija, I Made, 2000, Asta Kosala-Kosali, Asta Bumi, Fowler, F.G. and Fowler, H.W., The Pocket Oxford
Penerbit Bali Post, Denpasar. Dictionary of Current English, Oxford at The
Clarendon Press, hal. 907.
vi
Departemen pendidikan dan Kebudayaan, 1996, Neufeldt, Victoria, Webster’s New World Dictionary,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Prentice Hall, New York, third college edition, 1988,
Pustaka, Jakarta, cetakan ketujuh. hal. 1.420.
vii
Antoniades, Anthony C, Poetics of Architecture, Van
Fowler, F.G. and Fowler, H.W., The Pocket Oxford Nostrand Reinhold, 1992, hal. 83
viii
Dictionary of Current English, Oxford at The Ngoerah, Prof. dr. I Gst. Ngoerah Gde, dkk, Arsitektur
Clarendon Press. Tradisional Bali – Laporan Penelitian Inventarisasi
Pola-Pola Dasar, Universitas Udayana, 1981, hal. 50.
ix
Gelebet, I Nyoman, dkk, 1981/1982, Arsitektur Tradi- Puri Gerenceng, Lontar Hasta Bhumi, Hasta Kosala,
sional Bali–Proyek Inventarisasi dan Doku- Denpasar
x
mentasi Kebudayaan Daerah, Departemen Patra, Made Susila, Drs, Hubungan Seni Bangunan
Pendidikan dan Kebudayaan, Ditektorat Jen- Dengan Hiasan Dalam Rumah Tinggal Adati Bali,
deral Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Balai Pustaka, Jakarta, 1992, hal. 58.
xi
Tradisional. Atmanadhi, I. N. S., BA., Astha Kosala – Kosali –
Gumi Bhagawan Swakarma (tidak dipublikasikan)
Neufeldt, Victoria, 1988, Webster’s New World Dic- 1974, hal. 50.
xii
tionary, Prentice Hall, New York, third college Bija, I Made, Asta Kosala – Kosali, Hasta Bumi,
edition. Penerbit Bali Post, Denpasar, 2000, hal. 16
xiii
Tonjaya, I Nym. Gd. Bendesa K., Lintasan Asta
Ngoerah, Prof. dr. I Gst. Ngoerah Gde, dkk, 1981, Kosali, Penerbit & Toko Buku Ria, Denpasar, 1992,
Arsitektur Tradisional Bali–Laporan Peneliti- hal. 20
an Inventarisasi Pola-Pola Dasar, Universitas
Udayana.

42

Anda mungkin juga menyukai