Anda di halaman 1dari 4

LEARNING JOURNAL

Nama Mahasiswa : Sulistiana Ningsih


NIM : 200211278
Mata Kuliah : Akuntansi Sektor Publik
Materi : Anggaran Sektor Publik
Pertemuan Ke : 4
Pokok Pikiran
A. Definisi Anggaran Sektor Publik
Anggaran sector public adalah suatu rencana kerja yang dibuat dan digunakan oleh
pemerintah, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang dinyatakan dalam
bentuk ukuran financial, yang memuat informasi mengenai pendapatan, belanja, aktivitas,
dan pembiayaan dalam satuan moneter.
B. Fungsi anggran sector public
1. Sebagai alat perencanaan
2. Alat Pengendalian
3. Kebijakan Fiskal
4. Alat Politik
5. Alat koordinasi dan komunikasi
6. Alat Penilaian Kerja
7. Alat Motivasi
8. Alat menciptakan Ruang Publik
C. Sistem penyusunan anggaran Sektor Publik
1. Traditional Budgeting System
Traditional budgeting system adalah sistem anggaran tradisional didasarkan atas
pemikiran dan analisa rangkaian kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan. Penyusunan lebih didasarkan pada kebutuhan untuk
belanja/pengeluaran.
2. Performanace Budgeting System
Berorientasi pada pandayagunaan dana yang tersedia untuk mencapai hasil yang optimal
dari kegiatan yang dilaksanakan. Penyusunan anggaran juga di dasarkan pada tujuan-
tujuan atau rencana tertentu yang untuk pelaksanaannya perlu di susun atau di dukung
anggara biaya yang cukup dan harus dijalankan secara efektif dan efisien. Sistem ini
menitikberatkan pada segi penata laksanaan sehingga dalam system ini efisiensi
penggunaan dana diperiksa juga hasil kerjanya. Tolak ukur keberhasilannya adalah
prestasi dari tujuan atau hasil anggaran dengan menggunakan dana secara efisien.
3. Planning, Programming, Budgeting System (PPBS)
PPBS merupakan proses perencanaan, penyusunan program dan penganggaran suatu
organisasi diikat dalam satu system sebagai satu kesatuan yang terpadu, bulat dan tak
terpisahkan. Dasar pemikirannya adalah anggaran merupakan hasil kerja dari suatu
proses kegiatan perencanaan yang dituangkan dalam program
D. Zero based budgeting
ZBB merupakan sistem penganggaran yang didasarkan pada perkiraan tahun yang
bersangkutan bukan pada apa yang didasarkan pada yang terjadi di masa lalu. Zbb lebih
memusatkan perhatian pada sasaran untuk memperbaiki manajemen melalui pelayanan
perbaikan manajerial dengan menekankan penilaian permintaan pendanaan unit-unit
pelaksana.
E. Jenis Jenis Anggran
1. Anggaran operasional
Anggaran operasional digunakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-hari dalam
menjalankan pemerintah. Pengeluaran pemerintah yang dapat dikategorikan dalam
anggaran operasional adalah "belanja rutin". Belanja rutin adalah pengeluaran yang
manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran dan tidak dapat menambah aset atau
kekayaan bagi penmerintah
2. Anggaran modal
Anggaran modal menunjukan rencana jangka panjang dan pembelnjaan atas aktiva
tetap seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabot, dan sebagainya. Pengeluaran
modal yang besar biasanya dilakukan dengan menggunakan pinjaman. Belanja
investasi / modal adalah pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu
tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan pemerintah
F. Sistem Penganggaran di Indonesia
1. Sistem Anggaran Terpadu (unifed budget)
penyusunan rencana keuangan tahunan untuk seluruh jenis belanja guna
melaksanakan kegiatan pemerintah yang didasarkan pada prinsip pencapaian
efisiensi alokasi dana.
2. Anggaran berbasis kinerja (performance based budget)
Mengutamakan upaya pencapaian output (keluaran) dan outcame (hasil) atas alokasi
belanja input yang ditetapkan.
3. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (medium term expenditure framework)
Pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan
yang menimbulkan implikasi anggaran dalam jangka waktu lebih dari satu tahun
anggran.
G. Siklus Anggaran Sektor Publik
1. Tahap persiapan anggaran (preparation)
2. Tahap Ratifikasi (approval/ratification)
3. Tahap implementasi (implementation)
4. Tahap pelaporan dan evaluasi (reporting and evaluation)
Contoh kasus/peristiwa dan pembahasan penyelesaian
Analisis: Polemik Pembangunan Gedung Baru DPR
Di tengah himpitan ekonomi serta merosotnya daya beli masyarakat misalnya, anggota
DPR malah berinisiatif membangun kantor DPR dengan harga mencapai kurang lebih Rp 1,138
triliun. Rencana tersebut jelas mencederai rasa keadilan masyarakat. Publik pun bereaksi serta
mempersoalkannya hingga rencana pembangunan gedung DPR itu tak terdengar lagi
kejelasannya sekarang. Ketidakjelasan bahkan dapat dikatakan sebagai tertundanya
pembangunan gedung baru untuk DPR ini terjadi karena gagalnya proses penganggaran.
Peristiwa ini menjadi polemik di masyarakat dan menyebabkan aksi kontra terhadap rencana
pembangunan gedung DPR yang disebabkan oleh jumlah dana yang dianggarkan terlalu besar.
Berikut ini adalah hal-hal yang menjadi penyebab tertundanya proses penganggaran perencanaan
pembagunan gedung baru untuk DPR:
1) Jumlah dana yang dianggarkan tidak masuk akal.
Hal ini dikarenakan jumlah dari setiap biaya yang dianggarkan dianggap terlalu besar
oleh publik. Biaya yang dianggarkan untuk rencana awal pembangunan gedung DPR tersebut
ternyata hanya untuk biaya konstruksi fisik luar saja. Dengan luas 112 m2 untuk masing-masing
ruangan, dianggarkan dapat mengeluarkan biaya sebesar Rp 800.000.000,00 Hal ini
menyebabkan timbulnya berbagai macam pertanyaan di benak publik dan terasa tidak masuk
akal terkait dengan besarnya jumlah dana yang dianggarkan. Rencana biaya untuk konstruksi dan
struktur gedung DPR tersebut terdiri dari:
· biaya konstruksi fisik Rp1.125.074.721.000
· biaya konsultan perencana : Rp19.126.270.257
· biaya konsultan manajemen konstruksi : Rp16.876.120.815
· biaya pengelolaan kegiatan : Rp1.125.074.720
2) Ketidakjelasan nominal biaya yang dianggarkan.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, anggaran sebesar Rp1,1 triliun hanya
dijelaskan untuk keperluan pembangunan fisik gedung. Sedangkan biaya furnitur, IT, dan sistem
keamanan serta instalasi listrik tidak dijelaskan. Jadi, ada indikasi rencana pemecahan paket,
sehingga potensi kerugian negara akan sangat besar jika pembangunan gedung ini tetap
diteruskan.Selain itu, yang menjadi sorotan adalah anggaran untuk membangun ruang kerja
sebanyak 560 anggota dewan. Untuk satu ruang anggota DPR dianggarkan dana Rp800 juta.
Rencana anggaran itu, belum termasuk interior dan fasilitas pendukung lainnya. Oleh karena, itu
penting dilakukan untuk transparansi dan menjawab keraguan masyarakat. Karena selama ini
pembangunan gedung yang rencananya menghabiskan anggaran lebih dari Rp1 triliun dapat
dinilai tidak efisien dan hanya menghabiskan anggaran negara.
3) Rencana anggaran pembangunan gedung baru DPR tidak terperinci, transparan dan
tidak efisien.
Untuk membangun gedung pemerintahan seperti gedung baru DPR tidak bisa seenaknya.
Ada peraturan Menteri PU No 45 tahun 2007 tentang pedoman teknis pembangunan bangunan
gedung negara. Selain itu, terlihat adanya mekanisme yang cacat dalam perencanaan dan
penganggaran gedung baru tersebut. Ada upaya sistematis dan memaksakan legitimasi. Hal ini
bertentangan dengan UU No 10 tahun 2008 tentang pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan
DPRD. Dalam UU itu, dijelaskan dalam kebijakan itu, wajib melakukan kosultasi publik. Hal ini
dapat dinyatakan tidak adil terhadap kebijakan public.
4) Adanya pelanggaran prosedur dan penyimpangan proses penghitungan pembangunan
gedung baru.
Selain hal tersebut, terhadap penyimpangan pembangunan gedung baru DPR, yakni para
pimpinan Badan Urusan Rumah Tangga dan DPR serta Setjen DPR telah menyalahi Undang-
undang Keuangan negara dan Peraturan Menteri PU sehingga berpotensi memboroskan
keuangan negara sebesar Rp 602 miliar. Selain itu ICW (Indonesian Corruption Watch) juga
menemukan dugaan mark up dalam menyusun kebutuhan standar biaya pembangunan gedung
baru DPR sebesar Rp 602 Milyar. Pembangunan gedung baru tersebut telah menyalahi prinsip
azas pengelolaan keuangan negara, dari dimensi tersebutlah ICW menilai bahwa pembangunan
tersebut jelas melanggar karena dinilai tidak efisien dengan pemborosan yang terjadi. Oleh
karena itu, ICW juga berharap agar DPR untuk menghentikan proses pembangunan gedung
mewah, seharusnya DPR mengoptimalkan penggunaan ruangan yang ada dengan melakukan
desain ulang tata ruang dan tata guna atau fungsi bangunan.
Tahap penganggaran dalam proses pengendalian manajemen sektor publik merupakan
tahap yang dominan. Proses penganggaran pada organisasi sektor publik memiliki karakteristik
yang agak berbeda dengan penganggaran pada sektor swasta. Perbedaan tersebut terutama adalah
adanya pengaruh politik dalam proses penganggaran. Anggaran sektor publik harus dapat
memenuhi kriteria, yaitu merefleksikan perubahan prioritas kebutuhan dan keinginan masyarakat
serta menentukan penerimaan dan pengeluaran departemen-departemen pemerintah atau
pemerintah daerah.
Banyak pihak yang menilai pembangunan gedung baru DPR berlebihan, lebih baik
dimanfaatkan untuk hal yang penting dan mendesak lainnya, seperti membangun dan
mengamankan daerah perbatasan, pengentasan kemiskinan didaerah perbatasan. Selain itu, dana
untuk membangun gedung lebih baik untuk membeli peralatan keamanan untuk mengamankan
daerah perbatasan.
Wakil Presiden RI periode 2004-2009, Jusuf Kalla (JK), menilai proyek pembangunan
gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) senilai Rp 1,6 triliun terlalu mahal dan mewah dan
meminta pembangunan gedung itu ditinjau ulang. Karena ada hal-hal lain yang perlu lebih
diperhatikan. Contohnya seperti pembangunan tempat olahraga tenis, spa, kolam renang yang
dipertanyakan kepatutannya dalam gedung DPR. Karena fasiIitas yang telah di berikan tidak
jauh beda dengan anggaran yang ditujukan untuk anggota DPR.
Banyak anggota DPR secara resmi menolak pembangunan gedung baru DPR yang
membutuhkan biaya pembangunan Rp 1,6 triliun itu. Bila gedung DPR baru itu dimaksudkan
untuk menampung 5 staf ahli tiap anggota DPR, maka pembangunan gedung bisa merupakan
pengembangan dari gedung DPR yang lama. Bentuk dan fasilitasnya tidak berbeda dengan yang
ada sekarang ini.
Hal ini dapat dimungkinkan untuk membuat rencana anggaran pembangunan gedung
DPR hanya Rp 300 miliar sampai Rp 400 miliar. Dengan anggaran yang jauh lebih efisien itu,
anggarana pun bisa dialokasikan untuk hal-hal yang lebih penting bagi negara. Seperti
menambah alat utama sistem persenjataan (alutsista) seperti pesawat tempur atau kapal perang,
serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perbatasan, membangun daerah tertinggal di
pulau-pulau, dan lebih penting menjaga kedaulatan kita saat ini. Oleh karena itu, harus
dilakukan efisiensi besar-besaran dengan mengedepankan prinsip kesederhanaan dan kepatutan.
Sehingga, DPR bisa dijadikan contoh untuk pemerintah dalam memperketat anggaran
perkantoran.

Anda mungkin juga menyukai