Anda di halaman 1dari 2

Keadilan Hukum dalam Masyarakat

Dalam suatu negara pasti tak lepas dengan adanya aturan yang melekat pada masyarakat.
Secara umum, hukum memiliki arti yaitu, kaidah atau aturan yang bersifat mengikat dan
memaksa. Maknanya, hukum wajib dipatuhi oleh masyarakat dan jika apabila dilanggar akan ada
sanksi ataupun hukuman yang berlaku sesuai pasal-pasal yang telah dicatat dalam kitab. Hukum
diciptakan untuk sebagai jaminan kepastian dan mampu menegakkan keadilan bagi masyarakat.
Tanpa adanya masyarakat, hukum akan menjadi tak berguna dan begitu pula sebaliknya jika
apabila tanpa adanya hukum, maka akan terjadi kekacauan/chaos dalam masyarakat. Sehingga
bisa dikatakan bahwa hukum dan masyarakat bagaikan kunci dan gembok yang mana keduanya
tidak dapat dipisahkan.

Di Indonesia, menurut saya hukum yang berasaskan keadilan masih belum dapat
direalisasikan dengan baik. Banyak sekali kasus ketidakadilan terjadi terhadap masyarakat.
Padahal fungsi hukum adalah sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir bathin.1
Salah satu kasus yang menggambarkan ketidakadilan dalam negeri ini ialah, seorang nenek (67)
yang mencuri 7 potongan kayu di Situbondo divonis 1 tahun penjara dengan masa percobaan 15
bulan, serta denda Rp500 juta dengan subsider 1 hari kurungan.2 Sesuai tuntutan jaksa, nenek
Asiyani dijerat dengan Pasal 12 Juncto Pasal 82 UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan ancaman 5 tahun penjara. 3 Pasal tersebut adalah
mengenai tindakan illegal logging, namun dalam sidangnya, salah seorang dari tujuh saksi nenek
Asyani mengatakan bahwa potongan-potongan kayu tersebut memang sudah dipotong oleh si
nenek sebelum hutan miliknya itu dijual. Pencurian ini bukanlah kasus pencurian besar atau
pencurian dengan kekerasan, ini hanyalah termasuk dalam kasus pencurian ringan sehingga
Hakim sebaiknya perlu mempertimbangkan kembali dalam memutuskan suatu perkara.

Perkara nenek Asyani tidaklah sebanding dengan kasus korupsi yang justru sangat
merugikan negara seperti kasus korupsi dana bansos oleh Heru Wahyudi, Ketua DPRD
Bengkalis, yang merugikan negara senilai Rp31 M, namun hanya divonis 18 bulan penjara atau

1
Soedjono Dirdjosisworo (1994)
2
“Nenek Asiani Dinyatakan Bersalah”,

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20150423151941-12-48782/nenek-asiani-dinyatakan-bersalah.
3
"Nenek Asyani Takut Dihukum 15 Tahun Penjara ",
https://regional.kompas.com/read/2015/03/17/09472351/Nenek.Asyani.Takut.Dihukum.15.Tahun.Penjara.
1,5 tahun dengan denda Rp50 juta subsider 2 bulan penjara. 4 Dari UU Pemberantasan Tipikor
yang saya baca, seharusnya Heru dijerat dengan pasal 8 UU No. 20 tahun 2001, karena terbukti
dalam melakukan korupsi berjamaah bersama pegawai negeri lainnya.

Jika dibandingkan antara kedua kasus diatas, bisa disimpulkan bahwa keadilan dan
hukum di negeri kita ialah tumpul keatas tajam kebawah. Dimana masyarakat kecil akan selalu
tertindas oleh masyarakat elit entah dari segi hukum hingga ekonomi. Hal ini sangatlah tidak
mencerminkan pasal 27 ayat 1 UUD 1945, yang mengatakan jika sebagai sesama warga negara
memiliki hak atau kedudukan yang sama dimata hukum dan pemerintahan tanpa pandang bulu
(equality before the law), dan pancasila ke-5, yang mengatakan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Di negeri ini, sangatlah mudah bagi kaum elit jika ingin menang dalam
pengadilan. Sudah banyak terbukti kejadian tentang adanya kasus suap dengan Hakim. Dalam
sudut pandang masyarakat kecil, belum bisa dirasakannya cita-cita negeri ini yang
mengharapkan keadilan dan kesamarataan sebagai warga negara, karena pada dasarnya semua
warga negara memiliki hak dalam segi apapun.

4
“Kasus Korupsi Rp 31 M, Ketua DPRD Bengkalis Divonis 1,5 Tahun Bui”,
https://www.liputan6.com/regional/read/2974957/kasus-korupsi-rp-31-m-ketua-dprd-bengkalis-divonis-15-tahun-bui.

Anda mungkin juga menyukai