Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Parotitis merupakan penyakit infeksi pada kelenjar parotis
akibat virus.4 Penyakit ini merupakan penyebab edema kelenjar
parotis yang paling sering. Kejadian parotis saat ini berkurang
karena adanya vaksinasi. Insidens parotitis tertinggi pada anak-
anak berusia 4-6 tahun. Onset penyakit ini diawali dengan adanya
rasa nyeri dan bengkak pada daerah sekitar kelenjar parotis. Masa
inkubasi berkisar antara 2 hingga 3 minggu. Gejala lainnya berupa
demam, malaise, mialgia, serta sakit kepala.12 Parotitis bersifat self
limited disease, yang disebabkan oleh virus RNA spesifik, yang
termasuk dalam genus paramyxovirus dan merupakan anggota dari
keluarga paramyxoviridae. Manusia merupakan reservoir tunggal
untuk virus gondong, modus transmisi virus melalui droplet
pernapasan dan air liur, atau kontak langsung.2
Di Amerika Serikat, parotitis akut jarang terjadi sejak
penggunaan vaksin gondong secara rutin yang sangat efektif dan
terjangkau. Akan tetapi, di negara-negara berkembang penggunaan
vaksin gondong ini belum digunakan secara merata, seingga
kejadian parotitis akut masih banyak. Penggunaan vaksin gondong
diperkirakan hanya 57% dari Negara-negara yang dinaungi oleh
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), didominasi oleh negara-
negara yang maju. Inggris melaporkan wabah parotitis akut pada
tahun 2005, dengan 56.390 kasus yang dilaporkan pada usia 15-24
tahun yang tidak divaksinasi. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak
(IKA) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), sejak tahun
1997-2008 terdapat 105 kasus parotitis. Jumlah kasus tersebut
semakin berkurang tiap tahunnya, dengan jumlah 11-15

1
kasus/tahun sebelum tahun 2000 dan 1-5 kasus/tahun setelah tahun
2000. Selama tahun 2008 hanya didapatkan satu kasus parotitis.2
Parotitis yang tidak ditangani dengan tepat dan segera dapat
menimbulkan berbagai komplikasi serius yang akan menambah
resiko terjadinya kematian. Komplikasi yang terjadi pada pasien
dengan parotitis dapat berupa: Meningoencepalitis, artritis,
pancreatitis, miokarditis, ooporitis, orchitis, mastitis, dan ketulian.
Oleh karena itu, sebagai perawat kita harus melakukan tindakan
keperawatan dengan tepat untuk mengurangi resiko terjadinya
komplikasi, mendukung proses penyembuhan, menjaga atau
mengembalikan fungsi pencernaan, dan memberikan insformasi
tentang proses penyakit dan tata cara perawatan dirumah. Peran
keluarga dan lingkungan juga mendorong penurunan terjadinya
parotitis, yaitu dengan cara hidup sehat.12

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Apa definisi dari Parotitis ?
1.2.2. Apa etiologi dari Parotitis ?
1.2.3. Klasifikasi dari Parotitis ?
1.2.4. Bagaimana manifestasi klinis dari Parotitis ?
1.2.5. Apa saja penatalaksanaan Parotitis ?
1.2.6. Bagaimana prognosis serta komplikasi dari Parotitis?

1.3. Tujuan
1.3.1. Mengetahui dan memahami definisi dari Parotitis ?
1.3.2. Mengetahui dan memahami etiologi dari Parotitis ?
1.3.3. Mengetahui dan memahami Klasifikasi dari Parotitis ?
1.3.4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari
Parotitis?
1.3.5. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan Parotitis ?

2
1.3.6. Mengetahui dan memahami prognosis serta komplikasi dari
Parotitis?

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Parotitis


Parotitis adalah suatu penyakit virus dengan tanda
membesarnya kelenjar ludah dan terasa nyeri. Penyakit ini
merupakan penyakit menular yang akut. Pada saluran kelenjar
ludah terjadi kelainan berupa pembengkakan sel epitel pelebaran
dan penyumbatan saluran. Parotitis yang juga dikenal sebagai
penyakit gondong ini adalah penyakit yang biasanya menyerang
anak-anak berusia 2-12 tahun. Jika seseorang pernah menderita
penyakit ini maka orang itu akan memiliki kekebalan seumur
hidupnya.1

2.2. Etiologi Parotitis


Agen penyebab parotitis epidemika adalah anggota dari
group paramyxovirus, yang juga termasuk didalamnya virus
parainfluenza,measles, dan virus newcastle disease. Ukuran dari
partikelparamyxovirus sebesar 90 – 300 mµ. Virus ini mempunyai
dua komponen yang sanggup memfiksasi, yaitu: antigen S atau
yang dapat larut (soluble)yang berasal dari nukleokapsid dan
antigen V yang berasal darihemaglutinin permukaan Virus ini aktif
dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapatbertahan
selama 4 hari pada suhu ruangan. Paramyxovirus dapat hancurpada
suhu <4 ºC, oleh formalin, eter, serta pemaparan cahaya
ultravioletselama 30 detik.1

2.3. Epidemiologi Parotitis


Di Amerika Serikat, parotitis akut jarang terjadi sejak
dipakainya vaksin parotitis secara rutin yang sangat efektif dan
terjangkau, akan tetapi, di negara-negara yang sedang berkembang

4
dimana penggunaan vaksin parotitis belum digunakan secara
merata, parotitisakut masih banyak terjadi, penggunaan vaksin
parotitis hanya pada 57% dari negara-negara yang dinauingi oleh
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), didominasi oleh negara-
negara maju. Inggris melaporkan wabah parotitis akut pada tahun
2005, dengan 56.390 kasus yang dilaporkan pada orang berusia 15-
24 tahun yang tidak divaksinasi. Vaksinasi parotitis tidak termasuk
dalam program imunisasi rutin di Indonesia, sehingga parotitis
masih banyak ditemukan di Indonesia.2

2.4. Patogenesis Parotitis


Masa inkubasi 15 sampai 21 hari kemudian virus
bereplikasi di dalam traktus respiratorius atas dan nodus limfatikus
servikalis, dari sini virus menyebar melalui aliran darah ke organ-
organ lain, termasuk selaput otak, gonad, pankreas, payudara,
thyroidea, jantung, hati, ginjal, dan saraf otak. Setelah masuk
melalui saluran respirasi, virus mulai melakukan multiplikasi atau
memperbanyak diri dalam sel epithel saluran nafas.Virus kemudian
menuju ke banyak jaringan serta menuju kekelenjar ludah dan
parotis.Bila testis terkena maka terdapat perdarahan kecil dan
nekrosis sel epitel tubuli seminiferus.Pada pankreas kadang-kadang
terdapat degenerasi dan nekrosis jaringan. Adenitis kelenjar liur
merupakan manifestasi dari viremia awal. Viruria biasanya terjadi,
dan disertai oleh gangguan ginjal.3

2.5. Manifestasi Klinis Parotitis


Pada anak, manifestasi prodormal jarang tetapi mungkin
bersama dengan demam, nyeri otot (terutama pada leher), nyeri
kepala, anorexia, dan malaise. Suhu tubuh biasanya naik sampai
38,5 – 39,5oC, kemudian timbul pembengkakan kelenjar parotitis
yang mula-mula unilateral tetapi kemudian bilateral.

5
Pembengkakan tersebut terasa nyeri baik spontan maupun pada
perabaan, terlebih-lebih jika penderita makan atau minum sesuatu
yang asam, ini merupakan gejala khas untuk penyakit parotitis
epidemika. Ciri khas lain adalah kelenjar parotitis membengkak
sampai kebelakang. Pembengkakan dapat terjadi dengan cepat
biasanya puncaknya pada 1- 3 hari dan pembengkakan menghilang
dalam satu minggu setelah pembengkakan maksimal.
Pembengkakan jaringan mendorong lobus telinga keatas dan keluar
dari sudut mandibula tidak lagi dapat dilihat. Kulit diatas kelenjar
yang membengakak tidak hangat atau eritem, berlawanan dengan
tanda yang ditemukan pada parotitis bakteri. Pembengkakan
perlahan-lahan menghilang dalam 8-10 hari. Satu kelenjar parotis
biasanya membengkak sehari atau dua hari sebelum yang lain,
tetapi lazimnya pembengkakan terbatas pada satu kelenjar.3

2.6. Klasifikasi Parotitis


Ada dua macam klasifikasi parotitis:12
a) Parotitis kambuhan
Maksud kambuhan disini adalah, apabila pasien yang
sebelumnya telah terinfeksi, kemudian kambuh kembali.
Anak-anak yang biasanya terkena parotitis tipe ini adalah
ketika sampai pada usia antara 1 bulan hingga akhir usia
kanak-kanak (sampai 12 tahun).
b) Parotitis akut
Tanda yang nampak dari parotitis akut ini adalah
rasa sakit yang tiba-tiba, kemerahan dan pembengkakan
pada daerah parotis. Tanda-tanda parotitis akut ini dapat
timbul sebagai akibat pasca-bedah yang dilakukan pada
penderita terbelakang mental dan penderita usia lanjut. Hal
mengenai pasca-bedah ini khususnya apabila penggunaan
anastesi umum lama dan ada gangguan hidrasi.

6
2.7. Diagnosis Parotitis
1. Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan keluhan yaitu demam, nafsu
makan turun, sakit kepala, muntah, sakit waktu menelan dan
nyeri otot. Kadang dengan keluhan pembengkakan pada bagian
pipi yang terasa nyeri baik spontan maupun dengan perabaan,
terlebih bila penderita makan atau minum sesuatu yang asam.3
2. Pemeriksaan Klinis3
a. Panas ringan sampai tinggi (38,5 – 39,5)°C
b. Keluhan nyeri didaerah parotis satu atau dikedua belah
fihak disertai pembesaran
c. Keluhan nyeri otot terutama leher, sakit kepala, muntah,
anoreksia dan rasa malas.
d. Kontak dengan penderita kurang lebih 2-3 minggu
sebelumnya (masa inkubasi 14-24 hari).
e. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum anak bervariasi dari
tampak aktif sampai sakit berat.
f. Pembengkakan parotis (daerah zygoma; belakang
mandibula di depan mastoid)
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah rutin
Tidak spesifik, gambarannya seperti infeksi virus lain,
biasanya leukopenia ringan dengan limfositosis relatif,
namun komplikasi sering menimbulkan leukositosis
polimorfonuklear tingkat sedang3
b. Pemeriksaan serologis
Ada tiga pemeriksaan serologis yang dapat dilakukan
untukmenunjukan adanya infeksi virus, yaitu:3
1) Hemaglutination inhibition (HI) test
Uji ini menerlukan dua spesimen serum, satu serum
dengan onsetcepat dan serum yang satunya di ambil

7
pada hari ketiga.Jikaperbedaan titer spesimen 4 kali
selama infeksi akut, maka kemungkinannya parotitis.
2) Neutralization (NT) test
Dengan cara mencampur serum penderita dengan
medium untukbiakan fibroblas embrio anak ayam dan
kemudian diuji apakahterjadi hemadsorpsi.
Pengenceran serum yang mencegahterjadinya
hemadsorpsi dinyatakan oleh titer antibodi
parotitisepidemika.Uji netralisasi asam serum adalah
metode yang palingdapat dipercaya untuk menemukan
imunitas tetapi tidak praktis dan tidak mahal.
3) Complement – Fixation (CF) test
Tes fiksasi komplement dapat digunakan untuk
menentukanjumlah respon antibodi terhadap komponen
antigen S dan V bagidiagnosa infeksi parotitis
epidemika akut. Antibodi terhadap antigen V mencapai
titer puncak dalam 1 bulan dan menetapselama 6 bulan
berikutnya dan kemudian menurun secara lambat
2tahun sampai suatu jumlah yang rendah dan tetap
ada.Peningkatan 4 kali lipat dalam titer dengan analisis
standar apapunmenunjukan infeksi yang baru
terjadi.Antibodi terhadap antigen Stimbul cepat, sering
mencapai maksimum dalam satu minggusetelah timbul
gejala, hilang dalam 6 sampai 12 minggu.
c. Pemeriksaan Virologi
Isolasi virus jarang sekali digunakan untuk diagnosis.Isolasi
virusdilakukan dengan biakan virus yang terdapat dalam
saliva, urin,likuor serebrospinal atau darah.Biakan
dinyatakan positif jika terdapat hemardsorpsi dalam
biakanyang diberi cairan fosfat-NaCl dan tidak ada pada
biakan yang diberi serum hiperimun.3

8
2.8. Komplikasi Parotitis1,3
1. Meningoensepalitis
Dapat terjadi sebelum dan sesudah atau tanpa pembengkakan
kelenjarparotis.Penderita mula-mula menunjukan gejala nyeri
kepala ringan,yang kemudian disusul oleh muntah-muntah,
gelisah dan suhu tubuh yang tinggi (hiperpireksia).Komplikasi
ini merupakan komplikasi yang sering pada anak-anak.
Patogenesis dari meningoensefalitis parotitis diuraikan sebagai
berikut:
a. Infeksi primer neuron : parotitis sering muncul bersamaan
ataumenyertai encephalitis
b. Ensefalitis pasca infeksi dengan demielinasi. Ensefalitis
menyertaiparotitis pada sekitar 10 hari.
Meningoencepalitis parotitis secara klinis tidak dapat
dibedakan denganmeningitis sebab lain, ada kekakuan leher
sedang, tetapi pemeriksaanlain biasanya normal. Pemeriksaan
pungsi lumbal menunjukan tekananyang meninggi, pemeriksaan
Nonne dan Pandy positif, jumlah selterutama limfosit meningkat,
kadar protein meninggi, glukosa dan cairan cerebrospinal biasanya
berisi sel kurang dari 500 sel/mm³walaupun kadang-kadang jumlah
sel dapat melebihi 2.000. Selnyahampir selalu limfosit, berbeda
dengan meningitis aseptik enterovirusdimana leukosit
polimorfonuklear sering mendominasi pada awal penyakit.
2. Ketulian
Tulisaraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral walaupun
insidensinyarendah (1:15.000), parotitis adalah penyebab
utama tuli saraf unilateral,kehilangan pendengaran mungkin
sementara atau permanen.

9
3. Orkitis
Komplikasi dari parotitis dapat berupa orkitis yang dapat
terjadi padamasa setelah puber dengan gejala demam tinggi
mendadak, menggigilmual, nyeri perut bagian bawah, gejala
sistemik, dan sakit pada testis.Testis paling sering terinfeksi
dengan atau tanpa epidedimitis.Bila testisterkena infeksi maka
terdapat perdarahan kecil.Orkitis biasanyamenyertai parotitis
dalam 8 hari setelah parotitis. Keadaan ini dapatberlangsung
dalam 3 – 14 hari.(1) Testis yang terkena menjadi nyeri
danbengkak dan kulit sekitarnya bengkak dan merah. Rata-rata
lamanya 9hari.Sekitar 30-40% testis yang terkena menjadi
atrofi.Gangguanfertilitas diperkirakan sekitar 13%.Tetapi
infertilitas absolut jarangterjadi.
4. Ooforitis
Timbulnya nyeri dibagian pelvis ditemukan pada sekitar 7%
padapenderita wanita pasca pubertas.
5. Pankreatitis
Nyeri perut sering ringan sampai sedang muncul tiba-tiba pada
parotitis.Biasanya gejala nyeri epigastrik disertai dengan
pusing, mual, muntah,demam tinggi, menggigil, lesu,
merupakan tanda adanya pankreatitisakibat mumps.Manifestasi
klinisnya sering menyerupai gejala-gejalagastroenteritis
sehingga kadang diagnosis dikelirukan dengan
gastroenteritis.Pankreatitis ringan dan asimptomatik mungkin
terdapat lebih sering(sampai 40% kasus), terjadi pada akhir
minggu pertama.
6. Nefritis
Kadang-kadang kelainan fungsi ginjal terjadi pada setiap
penderita dan virus terdeteksi pada 75%.Frekuensi keterlibatan
ginjal pada anak-anak belum diketahui.Nefritis yang
mematikan, terjadi 10-14 hari sesudah parotitis.Nefritis ringan

10
dapat terjadi namun jarang.Dapat sembuh sempurnatanpa
meninggalkan kelainan pada ginjal.
7. Tiroiditis
Walaupun tidak biasa, pembengkakan tiroid yang nyeri dan
difus dapatterjadi pada umur sekitar 1 minggu sesudah mulai
parotitis denganperkembangan selanjutnya antibodi antitiroid
pada penderita.
8. Miokarditis
Manifestasi jantung yang serius sangat jarang terjadi, tetapi
infeksiringan miokardium mungkin lebih sering dari pada yang
diketahui.Miokarditis ringan dapat terjadi dan muncul 5 – 10
hari pada parotitis..Gambaran elektrokardiografi dari
miokarditis seperti depresi segmen ST, flattening atau inversi
gelombang T. Dapat disetai dengan takikardi,pembesaran
jantung dan bising sistolik.
9. Artritis
Jarang ditemukan pada anak-anak.Atralgia yang disertai
denganpembengkakan dan kemerahan sendi biasanya
penyembuhannya sempurna.Manifestasi lain yang jarang tapi
menarik pada parotitis adalahpoliarteritis yang sering kali
berpindah-pindah. Gejala sendi mulai 1 sampai 2 minggu
setelah berkurangnya parotitis.Biasanya yang terkenaadalah
sendi besar khususnya paha atau lutut.Penyakit ini berakhir
1sampai 12 minggu dan sembuh sempurna.
10. Kelainan pada mata
Komplikasi ini meliputi dakrioadenitis, pembengkakan yang
nyeri,biasanya bilateral, dari kelenjar lakrimalis; neuritis optik
(papillitis)dengan gejala-gejala bervariasi dari kehilangan
pengelihatan sampaikekaburan ringan dengan penyembuhan
dalam 10 – 20 hari uveokeratitis, biasanya unilateral dengan
fotofobia, keluar air mata,kehilangan penglihatan cepat dan

11
penyembuhan dalam 20 hari; skleritis,tenonitis, dengan akibat
eksoftalmus ; trombosis vena sentral.
11. Embriopati parotitis
Tidak terdapat bukti yang kuat bahwa infeksi ibu menciderai
janin,kemungkinan hubungan endokardial fibroelastosis belum
ditegakkan.Parotitis pada awal kehamilan kemungkinan dapat
terjadi abortus.

2.9. Penatalaksanaan Parotitis


Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited
(sembuh/hilangsendiri) yang berlangsung kurang lebih dalam satu
minggu. Tidak ada terapi spesifik bagi infeksi virus parotitis oleh
karena itu pengobatan parotitis seluruhnya simptomatis dan
suportif.3
1. Penderita rawat jalan.
Penderita baru dapat dirawat jalan bila : tidak ada komplikasi,
keadaan umum cukup baik.
a. Istirahat yang cukup
b. Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup
c. Medikamentosa
1) Analgetik-antipiretik bila perlu
a) metampiron : anak > 6 bulan 250 – 500 mg/hari
maksimum 2 g/hari
b) parasetamol : 7,5 – 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3
dosis
2. Penderita rawat inap.
Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri
kepalahebat, gejala saraf perlu rawat inap diruang isolasi
a. Diit lunak, cair dan TKTP
b. Analgetik-antipiretik
c. Penanganan komplikasi tergantung jenis komplikasinya.

12
3. Tatalaksana untuk komplikasi yang terjadi
a. Encephalitis
Untuk encephalitis diterapi dengan simptomatik.
b. Orkhitis
1) istrahat yang cukup
2) pemberian analgetik
3) sistemik kortikosteroid (hidrokortison, 10mg /kg/24jam,
peroral
4) selama 2-4 hari.
c. Pankreatitis dan ooporitis
Untuk pankreatitis dan ooporitis diterapi dengan
simptomatik

2.10. Prognosis Parotitis


Parotitis merupakan penyakit self-limited, dapat sembuh
sendiri. Prognosis parotitis adalah baik, dapat sembuh spontan dan
komplit serta jarang berlanjut menjadi kronis.3

2.11. Pencegahan Parotitis


Pencegahan terhadap parotitis epidemika dapat dilakukan secara
imunisasi pasif dan imunisasi aktif.3
1. Pasif
Gamma globulin parotitis tidak efektif dalam mencegah
parotitis atau mengurangi komplikasi.
2. Aktif
Dilakukan dengan memberikan vaksinasi dengan virus
parotitisepidemika yang hidup tapi telah dirubah sifatnya
(Mumpsvax-merck,sharp and dohme) diberikan subkutan pada
anak berumur 15 bulan.Vaksin ini tidak menyebabkan panas
atau reaksi lain dan tidakmenyebabkan ekskresi virus dan tidak

13
menular. Menyebabkan imunitas yang lama dan dapat
diberikan bersama vaksin campak dan rubella.
Kontraindikasi: Bayi dibawah usia 1 tahun karena efek
antibodi maternal, Individu dengan riwayat hipersensitivitas
terhadap komponen vaksin, Sedang diberi obat-obat imunosupresif,
alkilasi dan anti metabolit; sedangmendapat radiasi

14
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Case Report 1
A Case of Pneumoparotid:Initially Presented with Viral
Parotitis4
Seorang prajurit tentara berusia 19 tahun pada awalnya
dirujuk ke rumah sakit untuk manajemen pembengkakan parotis
kanan yang meningkat pesat. Kelompok tentaranya berada di
daerah epidemi mumps. Diadirawat di rumah sakit militer untuk
penyakit mumps yang diidapnya. Dihari ketiga di rumah sakit,
pembengkakan parotidnya meningkat dengan cepat
danmengembangkan pembengkakan leher. Dia kemudian dirujuk
kerumah sakit kami. Pasien tidak pernah memainkan alat musik
tiup, dandia menyangkal tic atau kebiasaan gugup meniup pipinya
serta menyangkal melakukan perawatan gigi baru-baru ini. Pangkat
tentaranya adalah seorang yang berpangkat private yang
merupakan kelas terendah di tentara. Dia mengalami batuk ringan
saat dia dirawat di rumah sakit tentara. Namun, dia khawatir
tentang suara batuk yang bisa mengganggu atasannya di malam
hari, jadi dia batuk dengan menutupimulutnya. Suhu tubuhnya
37,8oCdan menggunakan obat antiinflamasi nonsteroid.

1. Pemeriksaan
Palpasi kelenjar dan leher menunjukkan pembengkakan dan
krepitasi.Dalam tes darah, jumlah sel darah putih adalah 11100
/mm3 dengan jumlah neutrofil dan limfosit normal, dan jumlah
amilase serum meningkat (598 U / mL).CT scan leher
menunjukkan udara yang luas dalam sistem duktal dengan ekstensi
ke dalam jaringan lunak dari dasar tengkorak ke apeks paru-paru
(Gbr. 1A dan B). CT scan dada menunjukkan
pneumomediastinum, tetapi tidak ada bukti cairan, abses, atau

15
pneumotoraks (Gbr. 1C). Kami mendiagnosis pneumoparotid dan
pneumomediastinum ditumpangkan dengan mumps. Dia
dimasukkan ke bangsal terisolasi untuk mengasingkan pasien
karena dianggap penyakit yang menular. Imunoglobulin G dan M
dalam darah masing-masing adalah 1,98 (positif > 1,2) dan 0,85
(0,8 < samar-samar < 1,2). Kita meresepkan antibiotik intravena
untuk pencegahan mediastinitis, dan diamati dengan cermat.Ada
resolusi hampir lengkap dari pneumoparotid, emfisema subkutan
dan pneumomediastinum setelah 3 hari (Gbr. 2). Namun, ia
mengeluhkan rasa bengkak pada kelenjar parotis kanan dan serum
amilase masih meningkat (514 U / mL). Kami berkesimpulan
bahwa pneumoparotidnya mereda dan parotitis virus tetap
bertahan.Dengan demikian, Dia diisolasi selama 5 hari lagi tanpa
perawatan khusus dan kemudian dipulangkan.Dia tidak memiliki
konsekuensi kesehatanselama sembilan bulan setelah keluar.

2. Diskusi
Pneumoparotid mengacu pada udara di dalam kelenjar
parotis dengan atautanpa peradangan. Kondisi ini dapat
dikategorikan sebagai akibat daripekerjaan atau diinduksi sendiri.
Namun, terlepas dari penyebabnya,biasanya disebabkan oleh

16
peningkatan tekanan intraoral dan aliran udararetrograde melalui
saluran Stenson dan keasini parotid.Paling umum,pneumoparotid
diinduksi sendiri melalui tahanan autoinflasiretrograde pneumatik
olehkarena ekspirasi dengan mulut tertutup. Kasus kami juga
menunjukkan tahanan autoinflasiretrograde pneumatik karena
batuk dengan mulut tertutup.
Fitur anatomi normal saluran Stensen adalah untuk
mencegah refluks udara dan air liur ke kelenjar parotis dijelaskan
sebagai berikut: pertama, diameter lubang saluran lebih kecil dari
pada panjang saluran itu sendiri; kedua, celah saluran ditutupi oleh
lipatan mukosa yang berlebihan, yang menutupi lubang saluran
ketika ada peningkatan tekanan intraoral; dan ketiga, saluran
dikompresi dalam perjalanan ke lateral sepanjang otot masseter dan
perjalanannya melalui otot buccinator dengan peningkatan tekanan
oral. Kelainan anatomi, yang diyakini berkontribusi pada
pneumoparotid, termasuk kekurangan atau hipotonia dari serat otot
buccinators yang mengelilingi papilla, hipertrofi otot masseter,
penyumbatan lendir sementara menyebabkan penurunan aliran
saliva dan pelebaran yang tidak normal dari lubang saluran atau
saluran yang tidak jelas.
Dalam kasus kami, parotitis virus terjadi sebelum
pneumoparotid.Dalam pemikiran kami, peradangan kelenjar
parotis ini mungkin terjadi produksi dan mendorong lendir yang
kental dan hal ini bisa membuat pembukaan saluran lebih lebar dan
lebih besar dari pada saluran normal.Juga, panas lokal yang
dihasilkan oleh parotitis mungkin memiliki penyebab hipotonia
otot masseter dan buccinator di sekitar kelenjar parotis.Kami pikir
inilah kemungkinan penyebabnya melemahnya sistem pencegahan
refluks pada pasien kami.
Kisaran tekanan intraoral normal adalah 2 hingga
3mmHg.Namun, peniupan gelas dan bermain trompet dapat

17
meningkatkan tekanan intraoral hingga 150 mmHg. Tidak
sepenuhnya dipahami alasannya beberapa orang mengalami
insuflasi pneumatik dengan tekanan intraoral yang tinggi
sedangkan yang lain tidak. Hanya sisi kanan yang berkembang
menjadi pneumoparotid pada pasien kami karena peningkatan
tekanan intraoral karena batuk berulang dengan menutupi
mulutnya dan melemahkan sistem pencegahan refluks saluran
Stenson karena parotitis kanan.Banyak kasus yang dilaporkan
pneumoparotid berulang atau bilateral, tetapi kasus kami disajikan
dengan satu episode pneumoparotid unilateral. Ini adalah petunjuk
lain yang mendukung bahwa parotitis dapat membuat parotid lebih
rentan terhadap refluks udara.
Ada beberapa kasus yang menggambarkan pneumoparotid
yang berhubungan dengan emfisema subkutan pada wajah dan
leher, pneumomediastinum dan pneumotoraks.Kebanyakan
kasus11) telah berhasil dikelola melalui perawatan konservatif
seperti kasus kami. Namun, karena pneumomediastinum dan
pneumotoraks dapat berakibat fatal pada beberapa pasien, pasien
yang menyertai kelainan ini harus dikelola dengan hati-hati untuk
mencegah komplikasi lain seperti mediastinitis.
Dalam pengetahuan kami, ini adalah laporan pertama dari
parotitis viral yang menyebabkan pneumoparotid di daerah
epidemi mumps.Kita harus mengingat kemungkinan
pengembangan pneumoparotid bahkan ketika parotitis inflamasi
biasa dikonfirmasi.

3.2. Case Report 2


Case Report: Brucella Parotitis with Abscess Formation and
Paradoxical Reaction on Therapy5
Pria berusia 69 tahun datang ke bagian unit gawat darurat
mengeluh mengenai kesehatan umumnya, malaise dan sakit pada

18
tubuh selama beberapa minggu.Dia merasakan ada pembesaran
pada sudut rahang bilateral yang dia rasakan membengkak sejak 2
tahun sebelum kedatangan.Dia menyangkal gejala lain,
mis.demam, berkeringat, batuk, anoreksia, penurunan berat badan.
Dia membantah kontak dengan orang atau hewan yang sakit tetapi
mengaku konsumsi susu unta yang tidak dipasteurisasi.

1. Riwayat medis masa lalu


Pembesaran parotis bilateral sejak dua tahun sebelum
kedatangan, pada fine needle aspiration (FNA) mengungkapkan
adanya tumor Warthin.Diobati secara konservatif tanpa operasi
untuk pengangkatan tumor jinak.Pasien membantah infeksi
brucellosis sebelumnya.

2. Sejarah sosial
Dia tinggal di ibukota Riyadh, Saudi Arabia, dulu bekerja
di kantor, sekarang sudah pensiun,tidak ada perjalanan keluar
daerah baru-baru ini. Pemeriksaan pasien normal selain
pembengkakan parotis bilateral, tanpa nyeri tekan, limfadenopati
atau secret telinga, suhu normal. Hasil laboratorium menunjukkan:
Hitung darah lengkap dan profil hati normal, ESR 102 mm / jam
CRP 52,3 mg/L. Kultur darah positif Brucella militenses sesuai
dengan riwayat konsumsi susu yang tidak dipasteurisasi.
Ab Brucella total 1: 20480 (Metode yang digunakan adalah
SAT. Serum Teknik Aglutinasi) Ab Brucella IgG 1: 20480

3. Diagnosis
Pasien didiagnosis sebagai brucellosis bakteremia sub-akut.

4. Terapi

19
Memulai pengobatan (doksisiklin 100mg oral dua kali
sehari, trimethoprim-sulphamethoxazole 800/180mg per oral dua
kalisehari).Rifampisin dihindari dalam terapi untuk meminimalkan
terjadinya resistensi dan simpan untuk pengobatan TBC sejak di
daerah kita terjadi endemik TB.Aminoglikosida dihindari untuk
menyederhanakan rejimen dan menghindari membawa pasien
sering ke rumah sakit untuk injeksi.
10 hari kemudian pada pasien ditemukan adanya perbaikan
dari interval kenaikan sudut rahangnya dengan bengkak lebih
banyak pada sisi kanan. Pemeriksaan fisik mengungkapkan adanya
pembengkakan parotis bilateral: parotid kanan ukuran 6x4 cm
keras, empuk, tidak berfluktuasi, kulit utuh. Ukuran parotis 4x3 cm
pembengkakan keras, tidak ada sekret di saluran
telinga.Pemeriksaan oral tidak menunjukkan tanda-tanda
peradangan pada pembukaan saluran.Pembesaran minimal dari
kelenjar getah bening serviks posterior kanan. (Lihat gambar 1)
wilayah parotis kanan memanjang secara medial, diameter
transversal terbesar adalah 5,5cm serta pengembangan interval dari
koleksi yang lebih kecil di sisi kiri dengan diameter transversal
terbesar adalah 1,2cm, dibandingkan dengan CT scan sebelumnya
(lihat panah).
Hasil FNA parotis kanan menunjukkan pewarnaan dan
kultur negatif untuk organisme bakteri, jamur dan tuberkulosis,
histologi menunjukkan peradangan akut dengan makrofag dan
bahan nekrotik yang konsisten dengan abses, tidak ada granuloma,
tidak ada sel ganas.
Pasien melanjutkan terapi anti-brucellosis, menunjukkan
perbaikan dan respons yang sangat baik.(Lihat gambar 3).
Pasien menyelesaikan terapi medis selama 3 bulan, tidak
ditemukan adanya gejala dengan regresi klinis dan gambaran
radiologis menunjukkanpembengkakan parotidn seperti yang

20
ditunjukkan oleh angka dan tindak lanjutCTParotid dilakukan 1
bulan kemudian (Lihat gambar 4). Pasien sembuh, bakteremia, dan
titerAB IgG brucella berkurang1: 20480 setelah presentasi hingga
1: 1280 dalam durasi 3 bulan.Tindak lanjut rutin pasien sampai
satu tahun setelah presentasi,sudah dikonfirmasi tidak
adakekambuhan.

5. Diskusi
Brucellosis didokumentasikan dengan baik dalam literatur
dapat mempengaruhibanyak organ dan jaringan tubuh, mis.

21
neurobrucellosis, meningoencephalitis, radiculitis.Pada kejadian
uveitis berulang yang tidak responsif terhadap pengobatan dengan
steroidditemukan memiliki brucellosis sistemik, militens
Brucelladiisolasi dari abses paravertebral, kondisi tersebut
meresponsantibiotik sistemik dengan baik dan sepenuhnya bisa pulih
dariuveitis. Epididymo-orchitis, kardiovaskular: endo,myo dan
pericarditis. Peritonitis. Ileitis,Hepatitis. Endoflebitis kulit pada kaki
disebabkan olehinfeksi brucella, ruam makulopapular, panniculitis.
Ada sedikit kasus brucellosis yang dilaporkan terjadi
padakepala dan leher, infeksi Brucella millitenses di dalamTumor
kelenjar parotid, kelenjar tiroid,limfadenopati serviks], dan abses leher.
Pada pasien kami, yang terdiagnosis dengan tumor
Warthinparotid, kami menganggap penyebaran brucellosis secara
hematogen saat terjadibakteremia yang telah menyebabkan
pengembangan parotitis. Luar biasanya respon terhadap pengobatan
anti-brucellosis membuktikan asumsi ini.Spesimen aspirasi jarum
halus (FNAB) bedah tidak ditemukan adanyapertumbuh
organismekarena pasien kami sudah dalam perawatan selama 10 hari.
Pembesaran interval kelenjar parotis dan pembentukanabses
setelah 10 hari dimulainya terapi, dijelaskansebagai reaksi inflamasi
paradoks yang merupakan respons terhadapterapi. Tumor Warthin
(sistadenoma papilerlymphomatosm) adalah tumor jinak umum dari
kelenjar parotid. Ini berkontribusi pada pembentukan abses dengan
cara: 1. Kompresiyang disebabkan oleh neoplasma dapat menyebabkan
stasis dan ini merupakan predisposisi terjadinyainfeksi. 2. Unsur
limfoid di dalam tumor Warthindapat memberikan situs tropisme
menyerupai limfoid jaringan normaldi manaorganisme yang
menyerang dapat membentuk nanah. 3. Sifat kistik tumor Warthin
menyediakan rongga berisi cairan yangmerupakan lingkungan yang
baik untuk pembentukan abses.

22
Gejala dan tanda dari brucellosis ini membaik dengan
melanjutkan terapi pada pasien kamitanpa penambahan steroid. Reaksi
paradoksal telah terjaditerdokumentasi dengan baik dengan TB pada
kasus yang terinfeksi atautidak terinfeksi HIV, tetapi lebih banyak
pada kasus yang terinfeksi HIV.Prediktor reaksi paradoks dapat berupa
bakteriemia, jumlah limfosit rendah, hemoglobin rendah,
rendahalbumin, protein C-reaktif (CRP), laju endap darah (ESR)
belum ditentukan.Reaksi paradoksal pada pasien dengan
imunokompeten dengan infeksiselain TBC jarang dijelaskan. Sebuah
reaksi paradoksalterhadap pengobatan pada dua pasien dengan
paracoccidiomycosis akut beratdiobati dengan kortikosteroidtelah
dilaporkan. Reaksi paradoks selama pengobatanMycobacterium
ulcerans (Buruli ulcer) telah dilaporkan pada 31 pasien (19%) dari 163
pasien. Kasus yang parah berhasil dirawatdengan steroid. Respons
paradoksalpada pasien Scedosporium apiospermum mycetomadengan
pengobatan posaconazole tanpa steroid telahdilaporkan. Faktor-faktor
yang memicu reaksi paradoksbelum diketahui. Hal ini diduga Reaksi
paradoksal iniadalah hasil dari respon berlebihan terhadap
persistenantigenmikroba yang bermanifestasi ketika penyakit
terkaitmekanisme imunosupresif yang buruk.Reaksi paradoks, pada
infeksi selain TBC pada pasien immunocompromised, bisa
menyediakan jalur untukinformasi tentang kondisi patofisiologi.
Saat meninjau literatur, kami tidak dapat menemukan laporan
sebelumnya mengenai reaksi paradoks yang terkait dengan
brucellosis.

6. Kesimpulan
Ini adalah laporan kasus pasien dengan bakteremia sub-
akutbrucellosis yang rumit oleh karena Brucella parotitis dengan
pembentukan absessebagai reaksi paradoks pada terapi.

23
3.3. Case Report 3
Case Report: Acute suppurative parotitis: A rare entity in
early infancy6
Seorang bayi perempuan yang diberi ASI berumur 70 hari
disajikan dengan riwayat demam 1 hari dan drainase purulen
darimulut. Ia dilahirkan pada usia kehamilan 38 minggu melalui
persalinan pervaginam alami dengan berat lahir 2960 gram.Sejarah
perinatal biasa-biasa saja.
Perjalanan pascakelahirannya semakin rumit oleh
karenaperkembangan menyusui yang buruk pada bayi baru lahir
dan mengalami sepsis. Pada hari masuk, ia mengalami drainase
yang bernanahdari mulut yang berhubungan dengan demam tingkat
rendah dansifat letargi. Bobotnya 4600 g dan suhu aksila nya 38,5
derajat celcius.
Orang tua melaporkan tidak ada riwayat trauma pada wajah
bayiatau kepala, dan ibu menyangkal adanya riwayat yang
sugestifdari mastitis atau infeksi kulit baru-baru ini.

1. Pemeriksaan
Pemeriksaan umummengungkapkan bayi yang letargi,
tampak tidak beracun, demam. Diaberada dalam keadaan hidrasi
dan perfusi normal.
Fontanel anteriornya normotensif danlingkar oksipito-
frontal adalah 38,5 sentimeter.Pemeriksaan kepala dan leher
menunjukkan difus,lembut,dan tegas 3.0 x 3.0 sentimeter dengan
indurasipembesaran ringan dari mandibula kanan dan wilayah
preauricular kanan(zona kelenjar parotis) (Gbr. 1).Kulit di atasnya
sedikit meradang dan tidak jelas adanyaeritema. Pus keluar dari
Saluran Stenson kanan meradangterutama ketika tekanan
diterapkan kekelenjar. Sisa pemeriksaan fisik adalahbiasa-biasa

24
saja. Parotid tampah ada nanah, darah, dan hasil kultur urintelah
diperoleh.

2. Pemeriksaan Laboratorium
Tes laboratorium awal menunjukkan tingkat hemoglobin9,7
g/dl dan jumlah sel darah putih total 15200 / mm3dengan 57%
neutrofil, 40% limfosit. Kultur darah untukpertumbuhan bakteri
negatif. Laju endap darah adalah 77 mm / jam dan protein C-
reaktif, 54/3 mg / dl.Tes fungsi ginjal dan hati, elektrolit serum,
dan analisis urin adalah normal. Pap langsung darisaluran
stensenmenunjukkan Gram positif Cocci dengan 6-8 sel-sel darah
putihdan kultur menunjukkan pertumbuhan StaphylococcusAureus.
Dalam studi sensitivitas, organisme itu sensitifuntuk vankomisin,
cephalexin, novobiocin, ceftriaxone, ciprofloxacin, cefazolin
andtrimethoprim / sulfamethoxazole.Ultra-sonografi kelenjar
parotis mengungkapkan suatukelenjar parotis kanan membesar
dengan heterogenechogenicity yang sesuai dengan ASP, tanpa
pembentukan abses. Kelenjar getah bening serviks dan
intraparotidnormal. Berdasarkan presentasi klinis dan temuan
USG, pasien didiagnosis dengan ASP kanan akut.Dia dirawat
dengan obat parenteral selama klindamisin 7 hari10
mg/kgBB/dosis setiap 6 jam dan amikasin 15mg/kg/hari. Setelah 3
hari terapiantibiotik parenteral, demam sembuh dan pada hari ke 5
pengobatanpembengkakan parotis secara bertahap teratasi.
Pemeriksaan menunjukkan tidak ada residu atau kelainankelenjar
dan dia tidak menunjukkan parotitis kronisberulang.

25
3. Diskusi
Presentasi ASP yang paling umum adalah demam,
pembengkakan dan eritema di area pre-auricular. Drainase purulen
dari saluran Stenson bersifat patognomonik, dan kultur eksudat
akan mengkonfirmasi diagnosis dan sangat membantu dalam
perawatan. Kriteria diagnostik parotitis supuratif meliputi: sebuah
kombinasi pembengkakan parotis, eksudasi purulen dari Saluran
Stenson, dan pertumbuhan bakteri patogen pada kultur nanah.
Pasien kami memenuhi semua kriteria ini. Walaupun
diagnosis ASP pada pasien terutama didasarkan pada temuan
klinis, tetapi pemeriksaan dengan USG sebagai pilihan noninvasif
dan berguna dapat membantu mengkonfirmasi diagnosis (seperti
yang diterapkan pada pasien kami), diagnosis banding untuk
mengecualikan faktor predisposisi lain seperti kelainan anatomi
saluran Stenson, obstruksi mekanik saluran saliva sekunder akibat
sialolithiasis, dan infeksi terkait kelenjar parotis, dan neoplasma
juga bagus pentingnya.
Studi pencitraan lanjut dapat dipertimbangkan ketika
diagnosis diragukan untuk mengesampingkan bawaan lain dan
gangguan radang kelenjar parotis. Bakteri seeding pada parotis
dapat terjadi secara hematogen, tetapi infeksi lebih sering terjadi
dari pelacakan flora oral yang retrograde ke kelenjar parotis.
Meskipun beberapa faktor risiko untuk pengembangan ASP telah
diidentifikasi, tetapi pasien kami tidak menunjukkan faktor-
faktor.risiko seperti itu
Faktor-faktor risiko ini termasuk: berat badan lahir rendah,
trauma oral, penekanan kekebalan tubuh, dan variasi bawaan

26
struktur duktal pada bayi. Sepsis dan gizi buruk juga sering diamati
pada bayi dengan parotitis. Dehidrasi merupakan faktor risiko lain
karena menyebabkan stasis saliva sehingga bakteri dapat bergerak
retrograde dari rongga mulut. Menyusui atau susu formula yang
terkontaminasi dapat menularkan bakteri dan berpotensi
menyebabkan sialadenitis. Dalam kasus kami, bayi disusui tetapi
ibunya tidak menunjukkan tanda-tanda mastitis.
Diagnosis banding pembengkakan wajah mungkin kurang
sesuai dengan pembesaran parotis yang meliputi: infeksi maksila,
trauma, limfangioma, hemangioma, lipoma, adenoma, manifestasi
luar paru dari TBC dan virus human immunodeficiency virus pada
populasi yang rentan.

4. Kesimpulan
Meskipun ASP jarang, seharusnya sangat dipertimbangkan
dalam kasus neonatal dan sepsis pada infantil yang terkait dengan
pembengkakan wajah dengan atau tanpa faktor predisposisi, karena
parotitis septik dapat dengan mudah terjawab tanpa pemeriksaan
yang cermat.

3.4. Case Report 4


Hyperacute bilateral parotitis: An unusual manifestation of
iodide mumps7
Seorang pria berusia 68 tahun dengan riwayat lama
hipertensi dan datang dengan keluhan episode berulang serangan
iskemik transien, dalam bentuk amaurosis fugax.Pada
pemeriksaan, pasien memiliki bruit karotid kiri, dan karotid.

1. Pemeriksaan
Pemeriksaan doppler menunjukkan stenosis 80% arteri
karotis internal kiri (ICA). Pilihan angioplasti dan stenting karotid

27
direncanakan.Pasien normal fungsi ginjal dasar.Pasien tidak
memiliki riwayat alergi dan belum pernah menerima kontras yang
mengandung iodide sebelumnya.Angiogram mengungkapkan
stenosis signifikan dari karotid komunis bifurkasi yang melibatkan
ostium dan segmen proksimal ICA [Gambar 1a].Prosedurnya
selesai dengan lancar dengan stenting arteri karotis interna kiri
[Gambar 1b] menggunakan 100 ml kontras iodinasi rendah-
osmolar nonionik (iohexol 300 mg / ml).Namun, dalam 5 menit
setelah prosedur selesai, saat masih di meja operasi, pasien
mengalami pembengkakan kedua parotid tanpa rasa sakit [Gambar
2a dan b].Tidak ada gejala terkait mulut kering, kesulitan
pernapasan, mual, muntah, atau urtikaria.Parotidnya keras dan
teraba tidak lunak.Pemeriksaan rongga mulut normal.Tanda
vitalnya stabil.Diagnosis mumps iodida dibuat.Pasien dimonitor
secara ketat untuk perkembangan gejala baru.Pembengkakan
secara signifikan berkurang dalam 12 jam. Pasien dipulangkan
setelah 72 jam tanpa pembengkakan residual.

28
2. Diskusi
Mumps iodide adalah kondisi yang tidak biasa, mengingat
penggunaan media kontras beryodium dalam diagnostik dan
intervensi adalah hal yang umum.Tidak ada kasus sialadenitis yang
dilaporkan dalam studi skala besar.Namun, sudah ada beberapa
laporan kasus, dan tinjauan literatur yang mengungkapkan bahwa
kelenjar ludah submandibular lebih sering terlibat daripada parotid.
Kondisi ini dapat terjadi setelah pemberian dari semua jenis agen
kontras beryodium (ionik atau nonionik), dengan rute apa pun. Di
hampir semua kasus yang dilaporkan, timbulnya pembengkakan
parotis tercatat beberapa jam sampai beberapa hari setelahnya
paparan kontras. Dalam satu laporan, pasien yang berkembang
menjadi parotitis dengan kelumpuhan wajah setelah 30
menit.Dalam kasus kami, pembengkakan parotis berkembang
dalam 5 menit setelah prosedur selesai dilakukan, sebelum pasien
dipindahkan dari ruang operasi.Pembengkakan yang menyakitkan
jarang terjadi, dilaporkan sekitar 25% dari pasien.Komplikasi yang
mengancam jiwa adalah tidak pernah dilaporkan.Tidak ada
perbedaan dalam perjalanan klinis yang dicatat berdasarkan waktu
timbulnya sialadenitis.Parotitis bilateral setelah stenting karotid
telah dilaporkan sebelumnya, tetapi perkembangan gejalanya
terjadi dalam beberapa jam setelah prosedur.
Mekanisme sialadenitis yang diinduksi kontras tidak
sepenuhnya diketahui.Berbagai mekanisme yang disarankan
termasuk reaksi idiosinkratik, akumulasi racun iodida di saluran
kelenjar ludah, gagal ginjal akibat intoksikasi iodide yang

29
mengarah ke inflamasi pada kelenjar ludah menyebabkan
pembengkakan.Namun, kondisi itu terbukti lebih meyakinkan
merupakan pembengkakan kelenjar liur yang bukan karena
inflamasi yang diinduksi oleh yodium.Meskipun pasien dengan
gagal ginjal mungkin berada pada risiko yang lebih tinggi, mereka
yang memiliki status ginjal normal belum tentu pula terhindar dari
kondisi tersebut.Demikian pula, baik osmolalitas maupun jumlah
kontras yang digunakan tampaknya memiliki peran.Steroid dan
antihistamin dalam beberapa kasus disebut juga sebagai
penyebabnya, tetapi peran obat ini belum dipelajari secara
sistematis.Manajemen yang tepat dan menunggu dengan waspada
sebaiknya dilakukan sampai resolusi yang lengkap terjadi dan hal
ini merupakan manajemen pada sebagian besar kasus ini.

3. Kesimpulan
Mumps iodide sering dilaporkan sebagai reaksi lambat
terkait media kontras yang mengandung yodium.Kasus kami
menggambarkan rekasi awal dan kondisi yang cepat.Ahli radiologi
dan intervensionalis perlu menyadari manifestasi mumps iodide ini
untuk menghindari kekhawatiran yang tidak perlu.Awal onset
mungkin tidak menandakan prognosis yang parah atau buruk.

3.5. Case Report 5


Suppurative Parotitis in a Girl: A Case Report From Ahvaz,
Iran8
Gadis berusia 32 hari dengan demam dan gelisah dirawat di
rumah sakit.Orang tua melaporkan demam dan kegelisahan pada
hari sebelum dirawat inap.Tidak ada coryza atau
konjungtivitis.Pembengkakan wajah kiri ditemukan selama
pemeriksaan fisik.Pembengkakan sub-mandibula kiri adalah dicatat
dalam pemeriksaan fisik.Kemerahan diamati di wajah.Riwayat

30
prenatal normal.Riwayat pascanatal normal.Pada kelahiran
dilakukan operasi sesar karena presentasi bokong. Berat lahir
adalah 3500 g. Berat badan sekarang, panjang, dan lingkar kepala
adalah 4300 g (persentil ke-75), 52 cm (Persentil ke-50), dan 38
cm (persentil ke-75). Dia disusui.Denyut nadi dan tingkat
pernapasan 130 / mnt dan 50 / mnt.Suhu aksila adalah 37.8 ° C.

1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan kepala menunjukkan fontanel berukuran
normal (1,5 × 1,5 cm) tanpa adanya pencembungan . Pemeriksaan
wajah mengungkapkan pembengkakan dan eritema pada kelenjar
parotis.Pasien menunjukkan kegelisahan selama pemeriksaan area
pembengkakan.Mata dan telinga normal.Pemeriksaan perut
mengungkapkan tidak ada temuan abnormal.

2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan dada menunjukkan tidak ada kelainan. Jumlah
sel darah merah (RBC) dan sel darah putih (WBC) adalah 3,1 ×
1012 sel / L dan 12,6 × 109 / L (neutrofil: 60%). Tingkat
sedimentasi eritrosit dan protein C-reaktif masing-masing 20 mm /
L dan negatif. Hasil analisis urin dan kultur normal. Nitrogen urea
darah, natrium, kalium, dan gula darah normal. Amilase darah
adalah 10 U / L. Nodus limfa reaktif multipel bilateral (ukuran = 6
× 10 mm) pada serviks anterior dengan sebauh pembengkakan
wajah kiri diamati dalam laporan ultrasonografi. Roentgenogram
dada normal.Karena dicurigai parotitis neonatal, dengan tekanan
lembut pada saluran Stensen, nanah dievakuasi dan dipindahkan ke
laboratorium.Pemeriksaan mikroskopik dari apusan
mengungkapkan kokus Gram-positif.Kultur menunjukkan
koagulase positif S. aureus.Pasien menerima vankomisin dan
amikasin selama tujuh hari.Dia dipulangkan dalam kondisi baik.

31
3. Diskusi
Parotitis supuratif neonatal adalah penyakit yang
jarang.Sejak 2004, 16 kasus tambahan dilaporkan.Neonatal
parotitis supuratif adalah salah satu diagnosis banding
pembengkakan wajah yang meliputi trauma, lipoma, dan
adenoma.Bakteri yang turun dari rongga mulut adalah sumber
infeksi yang paling umum. presentasi yang paling umum dari
parotitis neonatal adalah demam, pembengkakan, dan eritema di
daerah pra-auricular. Pasien kami memiliki presentasi yang sama
seperti yang disebutkan dalam publikasi literatur sebelumnya .
Leukositosis di atas 15 × 109 / L dengan dominasi neutrofil
ditemukan pada 71% kasus, dan laju sedimentasi eritrosit (ESR)
meningkat pada 20% dari kasus.
Pasien yang diteliti memiliki kondisi ESR yang normal,
jumlah WBC kurang dari 15 × 109 / L, dan serum amilase dalam
batas normal. Pemberian asi yang tidak mencukupi, cuaca panas,
pengisapan oral berlebihan, pemberian susu naso-gastric tube, dan
abses payudara ibu adalah faktor risiko yang mungkin dapat
menjadi predisposisi.
Berat lahir rendah, imunosupresi, dan trauma oral
dilaporkan sebagai faktor risiko parotitis.Sekitar setengah dari
kasus memiliki faktor risiko.Pada kasus ini telah pasien telah
diberikan ASI dengan baik terlihat pada berat badannya.Karena itu,
menyusui tidak cukup dikatakan sebagai faktor risiko.Manipulasi
oral oleh nenek dilaporkan dalam kasus ini.Pasien diterima masuk
saat musim dingin.Parotitis supuratif neonatal lebih sering terjadi
di antara laki-laki, dengan tingkat 3: 1.Dari 16 kasus yang
dilaporkan sejak 2004, 13 kasus adalah laki-laki.S. aureus adalah

32
patogen yang paling umum yang terlibat dalam parotitis
neonatal.Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, dan Pseudomonas
aeruginosa juga dilaporkan.Evaluasi mikroskopis dan
mikrobiologis menunjukkan S. aureus yang konsisten pada
sebagian besar laporan.Laporan ini menemukan Methicillin
Resistant S. aureus (MRSA) sebagai penyebab parotitis supuratif
neonatal.Sebagian besar kasus unilateral.Infeksinya mungkin
bilateral.Pasien mengalami pembengkakan unilateral yang mirip
pada literatur serupa.
Vancomycin dan amikacin intravena digunakan untuk
merawat pasien.Penisilin yang resisten terhadap penisilinase atau
sefalosporin generasi pertama adalah pilihan awal yang baik untuk
secara efektif mengendalikan S. aureus, bersama dengan
klindamisin atau obat serupa untuk mengendalikan kemungkinan
infeksi anaerob.Pasien sekarang diterima dan diberikan perawatan
tujuh hari.Durasi terpendek yang dilaporkan dalam mengobati S.
aureus parotitis dengan tidak adanya septisemia adalah tujuh
hari.Parotitis supuratif neonatal lebih umum di kalangan anak laki-
laki.Dalam laporan saat ini, pasien adalah perempuan.Perawatan
medis sudah cukup dalam sebagian besar kasus.Perawatan
antimikroba menyebabkan perbaikan klinis di sebagian besar
pasien pada studi oleh Spiegel et al.
Komplikasi seperti bell’s palsy, mediastinitis, fistula saliva,
dan ekstensi ke telinga luar jarang terjadi karena terapi antibiotik
segera.Perawatan bedah digunakan ketika ada abses
intraparotid.Pasien saat ini menunjukkan peningkatan tanpa
intervensi bedah yang diamati di sebagian besar laporan.Pasien
saat ini memenuhi diagnostik kriteria untuk parotitis supuratif.
Pembengkakan parotis, eksudat purulen dari Duktus Stensen dan
pertumbuhan bakteri patogen dalam kultur parotid adalah kriteria
diagnostik.

33
4. Kesimpulan
Parotitis supuratif akut harus dicurigai pada bayi yang
mengalami pembengkakan wajah, kemerahan daerah pra-auricular,
dan demam.Perawatan dengan antibiotik intravena yang tepat
dianjurkan.

3.6. Case Report 6


Parotitis In Neurointensive Care Unit: Case Report And
Review Of The Literature9
Seorang pasien wanita berusia 68 tahun, 68 kg, dengan
American Society of Anesthesiologists (ASA) status fisik kelas
satu dijadwalkan untuk kraniotomi supratentorial di bawah anestesi
umum. Riwayat medisnya dan pemeriksaan pra operasi
mengungkapkan tidak ada temuan spesifik.

1. Penanganan
Di hari itu saat operasi, pasien dipindahkan ke ruang
operasi dengan premedikasi berupa iv midazolam (2mg)
menggunakan pemantauan pulse oxymeter. Di ruang operasi,
elektrokardiografi 5 lead, pengukuran tekanan darah invasif dan
non-invasif, SpO2 dan end-tidal CO2 dimonitor. Anestesi umum
diinduksi dengan tiyopental 4-6 mg / kg dan cis-atracurium 0,15
mg / kg, fentanyl 1 mcg / kg intravena. Anestesi dipertahankan
dengan infus iv remifentanil (0,1-0,25 ug / kg / mnt) dan propofol
(75-200 ug / kg / mnt). Trakea diintubasi dan ventilasi mekanik
dimulai (oksigen / udara; oksigen 50%).Tambahan cisatracurium
dititrasi ke pasien dengan rasio train-of-four. Selama operasi,
penggantian cairan dipertahankan oleh kristaloid dan koloid dan
dimonitor dengan 0,5-1 mL / kg keluaran urin. Durasi operasi
sekitar 5,5 jam, dengan total kehilangan darah 300 mL. Pada akhir

34
operasi, pasien diekstubasi dan dipindahkan ke perawatan unit
intensif neuro (NICU) tanpa masalah. Hemodinamik pasien stabil ,
sepenuhnya terjaga, dan secara neurologis utuh. Analgesik
diberikan saat pasien sudah berada di NICU dengan 1 mg morfin
pada jam kedua pasca operasi. Lima jam kemudian ke preferensi
NICU, terjadi pembengkakan di daerah preauricular kiri, dan
meningkat dalam satu jam (gbr. 1, 2).

Peningkatan suhu setempat ditemukandi atas area yang


bengkak. Tomografi dihitung dan menunjukkan peradangan
danpembengkakan kelenjar parotis dan,obstruksi saluran ekskresi.
Saat ituwaktu pasien sudah dirawat dengandeksametason dan
antibiotik profilaksis(sefazoline 3 gr/hari) dan terapi analgesik
(parasetamol 10 mg/kg)intravena. Terapi anti-
inflamasiditambahkan ke pengobatan.Rejimencairan
intravenadiubah, dan intravenainfus fisiologis serum ditingkatkan
menjadi 100 mL/menit.Ukuran bengkak mulai berkuranghari
kedua pasca operasi, pasienditransfer ke ruang rawat inap biasa dan
pembengkakan menghilang dalam beberapa hari.
Pasiendipulangkan dari rumah sakit enam harisetelah operasi.

2. Diskusi

35
Parotitis di unit perawatan intensif jarang terjaditetapi
menyatakan adanya komplikasi. Pembengkakankelenjar ludah,
baik bilateral atauunilateral, bisa diamati secara intensifdi unit
perawatan, selama operasi atau di awalperiode pasca operasi, atau
dalam 2 minggupasca operasi dan spontanselama beberapa jam /
hari, dengan tidak adagejala sisa. Pasien ini hadir
denganpembengkakan yang menyakitkandan eodema, fluktuasi,
kemerahan,krepitasi, emfisema subkutan padapalpasi baik bilateral
maupun unilateral.
Dalam literatur, kejadianparotitis postanestetik
dilaporkan0,0028% (sao Paulo). Penulismenganalisis dari 100.679
pasienpasca operasi hanya 3 pasien yang didiagnosisdengan
parotitis yang berhubungan dengan perioperatif, dengan faktor-
faktor seperti kekurangan gizi, imunosupresi, imobilisasi
berkepanjangan dandehidrasi. Mereka menggarisbawahi
bahwainsiden parotitis yang relatif lebih rendahdilaporkan dalam
beberapa dekade terakhir, danpenurunan insiden terkait
denganterapi antibiotik perioperatif rutindan dukungan pasca
operasi.
Etiologi belum dipahami,meskipun beberapa teori
dijelaskan.Dehidrasi perioperatif, kondisi buruk,tidak adanya terapi
antibiotik perioperatif, aliran udara yang retrograde melaluiLubang
Steno selama penegangan, retensidari sekresi yang menyebabkan
oklusisaluran saliva, penggunaan perioperatifatropin, suksinilkolin
dan morfinadalah predisposan yang paling umumdari faktor
parotitis. Kompresi daripembuluh darah arteri atau vena
mungkinmengurangi suplai darah, yang mungkinmenyebabkan
parotitis iskemik.
Dalam kasus bedah saraf, rezim cairan adalahrelatif terbatas
selamaperiode perioperatif di NICU. Diuretikjuga meningkatkan
risiko dehidrasi pada bayidi ruang operasi dan NICU. Namun,

36
dalamkasus ini, pasien secara hemodinamikstabil, output urin
masih dalam rentang normaldan hidrasi intraoperatifpasien cukup.
Faktor penting lainnya adalah posisidari kepala
atauobstruksi tabung endotrakealsaluran Stenon olehkompresi
tabung endotrakeal atautekanan selama prosedur jangka
panjangterutama posis dekubitis lateraladalah faktor lain
selamaoperasi atau unit perawatan intensif sementara saat pasien
diintubasi. Dalam hal ini, parotitis akut pada pasien berlawanan
darisisi fiksasi tabung endotrakeal.Namun, jika kompresi
terkaitparotitis terjadi, parotitis harus disajikan pada sisi yang
sama. Pada pasien kami dilaporkan, parotitis diamati padapasien
hampir 8 jam kemudian dariintubasi, 5 jam kemudian
dariekstubasi. Tidak ada penyakit yang diketahuiterkait dengan
parotitis dalam kasus kami. Juga,tidak ada emfisema subkutanpada
palpasi area yang bengkak. Namun,setiap faktor dapat dipicu
keyang lain seperti hidrasi terbatas, durasi bedah jangka panjang,
dan dosis kecilmorfin untuk nyeri pasca operasi.
Dalam beberapa kasus, pasien mungkin diperlukanuntuk
intubasi endotrakeal dan ini penyebab edema jalan nafas atas.
Untuk alasan itu,pasien-pasien ini harus diawasi dengan ketatuntuk
obstruksi jalan nafas atas dengan perawatanintensif, sampai ukuran
pembengkakan mulaiberkurang. Pembengkakan tidak memiliki
klinis yangsignifikan dan akan membaik secara spontandengan
perawatan simptomatik. Intensivistperlu diingatkan parotitis
akanmenghilang tanpa sekuel dalam beberapahari-hari,
bagaimanapun kehadiran gejala akut bisa menjadi dapat
mengancam kehidupan.

3.7. Case Report 7


Chronic Recurrent Non-specific Parotitis: A Case Report and
Review10

37
1. Anamnesis
Seorang pasien pria berusia 20 tahun datang dengan rasa
sakit di depan telinga kanan dan rasa asin dilidah yang sudah
dimulai sejak seminggu yang laly. Nyeri pada wilayah kelenjar
parotis yang tiba-tiba, intermiten, berdenyut dan dimulai
apabila pasien mengunyah makanan dan bertambah
Intensitasnya terutama pada memakan buah jeruk.Pasien
memberikan riwayat setidaknya dua episode pembengkakan
berulang dan nyeri per tahun di sebelah kanan sisi wajah sejak
dua-tiga tahun.Pembengkakan dan nyeri biasanya mereda saat
pasien meminum antibiotik dan analgesik.Riwayat medis
sebelumnya tidak berkontribusi.Pasien merokok empat batang
per hari sejak enam bulan.

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik umum, pasien demam dan getah bening
node teraba di daerah submandibular bilateral tunggal, tegas,
mobile danbengkak.Pada pemeriksaan ekstra oral, tidak ada
lesi asimetri yang terlihat di wajah (Gambar 1).Kedua kelenjar
parotis diperiksa dan ditemukan pembengkakan dan sekret
purulen.Kelenjar parotis kanan bengkak yang teraba saat
palpasi dan konsistensinya tegas sedangkan kelenjar parotis kiri
normal.Pemeriksaan intraoral menunjukkan peninggian papilla
parotis kanan (Gambar 2).Pada kelenjar milking teraba tebal,
air liur yang tampak keruh keluar dari saluran.Diagnosis
sementara adalah parotitis kronis berulang.

3. Pemeriksaan Penunjang
Meskipun uji sensitivitas antibiotik adalah normal pada
pemeriksaan, namun antibiotic tidak disarankan karena pasien
sudah minum antibiotik yang mana diresepkan oleh seorang

38
praktisi pribadi. Laju aliran saliva dinilai menggunakan metode
drooling. Sebelum seluruh air liur yang tidak distimulasi
dikumpulkan, pasien diperintahkan untuk puasa makan dan
minum selama 90 menit untuk menghindari stimulasi
saliva.Kemudian, pasien diminta untuk mengiler air liur dalam
botol setiap satu menit selama lima menit. Untuk metode
stimulasi, digunakan asam sitrat 2% yang ditempatkan pada
lidah setiap 30 detik selama lima menit dan pasien diminta
mengiler air liur dalam botol. Laju aliran saliva yang tidak
distimulasi dan saliva terstimulasi adalah 0,3ml / menit dan 1ml
/ menit masing-masing menunjukkan laju aliran saliva
normal.Sialografi dilakukan dengan 2ml natrium pada media
kontras diatrizoat yang disuntikkan dengan lambat ke kelenjar
sampai beberapa tahanan terasa, dan pasien melaporkan sedikit
rasa sakit pada area kelenjar.OPG digital menunjukkan hasil
yang normal dan pengukuran diamter saluran Stensen adalah
sekitar 2-3 mm dari pembukaan sampai pinggiran
kelenjar.Ductus terminalis menunjukkan area "gumpalan" dan
"titik" pada media kontras menunjukkan Sialectasis (Gambar
3). Lima puluh persen ekskresi pewarna diamati dalam OPG
digital setelah satu menit (Gambar 4), dan ekskresi pewarna
yang diamati dalam lima menit menunjukkan fungsi kelenjar
normal. Pasien diinstruksikan untuk menggunakan
secretogogues (kapur jus) selama tiga hari untuk membersihkan
debgris dan merangsang air liur.
Hasil sialografi akhirnya menegakkan diagnosis akhir
dengan parotitis non-spesifik rekuren kronis karena kami tidak
dapat menemukan faktor etiologi yang spesifik.Sialografi
dilakukan tidak hanya untuk tujuan diagnostik tetapi juga untuk
kelenjar lavage yang membantu membersihkan sumbat atau
debris lender seluler.Pasien disarankan untuk melanjutkan

39
penggunaan antibiotik dan analgesik selama tujuh hari dan
tetap di tindak lanjuti secara rutin sebanyak enam kali/bulan
selama durasi dua tahun.Perawatan tampaknya efektif karena
tidak ada kekambuhan selama dua tahun tindak lanjut.

4. Diskusi
Pasien CRP menderita pembengkakan berulang dari
kelenjar yang terlibat yang secara bertahapyang menyebabkan
kehancuran kelenjar. Mengurangifrekuensi kekambuhan dan
peningkatan kualitashidup adalah tujuan pengobatan. Kunci
untukpengobatan CRP yang berhasil adalah penghapusan
debris seluler dan serum yang diendapkandari protein pada

40
lumen duktus. Ini bisaterampil dicapai dengan sialografi,
dilatasi duktusdengan probe lakrimal dan lavage kelenjar.
CRP umumnya terjadi pada usia pertengahandengan
kecenderungan jenis kelamin perempuan. Pemeriksaan klinis
mengungkapkanadanya pembengkakankelenjar.Papilla parotis
meninggi, aliran saliva berkurangdan sekresi kental seperti
susu.
Etiologi penyakit ini multifaktorial. Ada berbagai
teori yang dapat menjelaskanpatogenesis, Satu teori
mengemukakan bahwa berkurangnyaaliran saliva
menghasilkan penurunan pembersihanmekanis, memungkinkan
bakteri untuk berkoloni danmenyerang saluran.Infeksi
retrograde olehflora oral oportunistik dapat menyebabkan
langsungsialadenitis berulang kronis. Sedangkan yang
lainnyamengusulkan bahwa episode berulang infeksi akutdapat
menyebabkan metaplasia lendir epitel duktusmenghasilkan
peningkatansekresi kadarlendir,stasis dan episode peradangan
lebih lanjut.Gangguan sekretori seperti perbedaan sekresidan
ekskresi cairan juga dianggap memiliki peran penting dalam
patogenesis.Studi telah melaporkan bahwa ultrasonagraphy
danPenampilan sialografi untuk parotitis berulang ditandai
dengan Sialectasis dengan striktur dandilatasi duktus mayor.
Sailoendoscopymengungkapkan dinding putih dan kurangnya
vaskularisasi dilapisan duktus pada 75% kasus CRP dan
multipel debris fibrinous dan plug mukus di 45% padaremaja
parotitis berulang.
Dalam kasus kami, sialogram mengungkapkan
Sialectasis dengan diameter saluran yang normal tanpa
kelainan saluran apa pun.Meskipun sialografi terutama
digunakan untuktujuan diagnostik, itu juga dapat digunakan
sebagaipengobatan untuk parotitis berulang dan

41
gangguanobstruktif. Sialografi meningkatkan patensisaluran
selama kanulasi dengan aksi flushing danirrigasi yang
membantu menghilangkan epitel, debrisdan lendir kental.
Media kontras berisi yodium bertindak sebagai agen
antiseptikmengurangi gejala dan mencegah
kekambuhan.Perawatan ini harus diulangi sekali setiapdua hari
bersama sialogouges sampai bengkakmereda dan air liur
kembali normal/tida keruh. Dalam kasus kami,Sialografi
dilakukan hanya sekali dan pasientidak menunjukkan
pengulangan selama dua tahuntindak lanjut, mirip dengan
banyak kasus lain yang dilaporkan.
Obat-obatan intracanal lainnyatelah dicoba oleh
banyak penulisBowling et, al melaporkan penggunaan
berangsur-angsur tetrasiklin intraductal menyebabkan
atrofiasinar pada tikus. Mandel and Kaynar (1995)menyatakan
bahwa walaupun steroid mengurangi pembengkakan
danperadangan, itu tidak efektif dalam
mencegahrekurensi.Nahileli et al. (2004) menyatakan
penggunaansailoendoscopy memfasilitasi visualisasi
langsungdari struktur intraglandular dan kombinasilavage
steroid dengan dilatasi duktus akan membantumengurangi
gejala-gejala serta kekambuhan.
Namun, keberhasilan perawatan tergantung
padalavage intraductal kelenjar yang terkena bukankarena jenis
obat intraductal digunakan pada beragamStudimenunjukkan
tidak ada perbedaan dalam frekuensitingkat kekambuhan.
Watkin dan Hobsely menemukan 56% orang dewasa dan 64%
anak-anak menunjukkan hal yang baik dalam menanggapi
pengobatan konservatif dalam lima tahunstudi tindak lanjut.
Sailoendoscopy bilateral danlavage dengan hidrokortison
intraductal mengakibatkanpenurunan kekambuhan sebanyak

42
92% hingga 36 bulan padaremaja dengan kasus parotitis
berulang.
Beberapa laporan kasus menunjukkan sialografi
sebagai alternatifperawatan untuk kondisi ini karena
minimalprosedur invasif dengan hasil yang menguntungkan
padaparotitis berulang kronis. Namun, jikaParotitis Non-
spesifik Rekuren Kronis berlanjut atau memburuk, kemudian
menjadi agresif,pengobatan harus dipilih seperti ligasi
saluran,parotidektomi dan neurektomi timpani

5. Kesimpulan
Penyebab CRP adalahmultifaktorial, pasien harus
dididik untuk mengambilkandungan cairan yang lebih tinggi
dalam diet, untuk melakukan selfmassagingkelenjar dan untuk
mempertahankan kebersihan mulut untuk menghindari infeksi
retrograde.Terlepas pada berbagai teknik pencitraan
canggih,tidak ada algoritma yang ditetapkan untuk modalitas
pencitraan maka harus dilakukan sesuai dengan situasi klinis.
Ahli radiologi mungkin lebih sukasatu alat pencitraan dari yang
lain untuk mengevaluasimasalah khusus. Dalam kasus kami,
kami lebih sukasialografi karena sederhana untuk dilakukan
dan biaya yang murah. Ini juga telah menambahkan efek
terapi,terutama dalam kondisi di mana ia dapat
mencegahkekambuhan dan memberikan manfaat maksimal
kepadapasien.

3.8. Case Report 8


Acute Suppurative Parotitis In A 33-Day-Old Patien11
Seorang bayi berusia 33 hari dibawa ke rumah sakit
kamidengan riwayat pembengkakan preauricular kanan sudah 2
hari, iritabel dan susah untuk diberikan ASI. Ia dilahirkan melalui

43
operasi caesar pada usia kehamilan 39 minggu dan berat
lahirnyaadalah 4300g. Riwayat prenatal dan postnatal tidak biasa.
Dia disusui, dan tidak ada riwayat trauma. Saat lahir, bayi
iritabel,berat tubuhnya adalah 5000 g (90-97 persentil),tinggi 57
cm (90-97 p), lingkar kepala 36,5 cm(25-50 p), detak jantung 140 /
menit dan suhu tubuh38.2C.
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaanmengungkapkan rasa sakitdan pembengkakan
hiperemi sekitar 4x5 cmukuran di atas kelenjar parotis kanan
(Gambar 1 dan 2).Ketika kompresi eksternal diterapkan kekelenjar,
nanah mengalir ke rongga mulut dariSaluran Stenson.

2. Pemeriksaan Penunjang
Tes laboratoriummengungkapkan hemoglobin 13,4 g/dl,
jumlah sel darah putih 12 080 / mm3,jumlah trombosit 412 000
/mm3, Protein C-reaktif 23 mg /l dan laju endap darah 55 mm
/jam. Padaapusan darah tepi, 48% merupakan leukosit
polimorfonuklear, 46% limfosit dan 5% monositdiamati. Parameter
biokimia normal.
Ultrasonografi (USG) daerah parotis kanan dan preauricular
menunjukkan kelenjar parotis kanan membesardengan struktur
heterogen dan area hypoechoic.Juga, beberapa kelenjar getah
bening reaktif yang diamatisekitar kelenjar dan daerah
submandibular, yangkonsisten dengan parotitis. Kultur nanah,
darah, dan urin dikirim. Perawatan sefotaksim dan teicoplanin
dimulai. Pada hari ketiga pengobatan, regresi pada pembengkakan
diamati, drainase nanahmenghilang dan pasien demam. Kultur
darah dan urinnegatif.Pada kultur nanah ditemukan S. aureus yang
sensitif terhadap penisilin. Terapi teicoplanin dihentikan, dan
ampisilin dimulai. Setelah 10 haripengobatan dengan sefotaksim
dan 7 hari pengobatandengan ampisilin, dia dipulangkan pada hari

44
ke 10rawat inap. Hari kesepuluh setelah keluar, keadaan
pasiensangat baik, tidak memiliki kelainankelenjar parotisdan dia
tidak menunjukkan parotitis berulang selama masa tindak lanjut.

3. Diskusi
Parotitis supuratif akut adalah infeksi yang jarang terlihat
Pada anak-anak.Hal ini ditandai dengan pembengkakan kelenjar
parotis dan drainase nanah dari saluran Stenson. Prevalensinya
pada bayi awal dilaporkan 3,8-14 / 10.000. Namun dalam
penelitian lain, penderita yang masuk rumah sakit\ tingkat adalah
7/100 000, dan distribusi usia kasus dilaporkan 7 bulan – 14,6
tahun. Prematuritas, berat badan lahir rendah, dehidrasi, trauma
otal, imunosupresi, jenis kelamin laki-laki dan stasis di kelenjar
parotis dikenal sebagai faktor predisposisi.Namun, ini dilaporkan
pada yang sehat yang memiliki faktor risiko sebelumnya, dan
dilaporkan tiga kali lebih banyak pada anak laki-laki daripada
perempuan.
Parotitis supuratif dapat terjadi dengan retrograde mengalir
ke kelenjar parotis setelah kolonisasi oleh mikroorganisme rongga
mulut atau disebarkan oleh rute hematogen dari fokus infeksi lain.

45
Infeksi dari kelenjar parotis lebih sering daripada yang kelenjar
ludah lain karena mengandung agen bakteriostatik. Dehidrasi,
stasis sebagai akibat dari penurunan produksi air liur atau
kemacetan di saluran juga berkontribusi pada situasi ini.Parotitis
supuratif lebih sering terjadi pada bayi preterm karena alasan
seperti rawat inap berkepanjangan dengan peningkatan kolonisasi
bakteri, trauma rongga mulut terkait dengan penggunaan tabung
oral makan dan dehidrasi karena masalah gizi. Selain itu, ASI yang
terinfeksi atau pemberian susu formula juga dapat menyebabkan
infeksi. Pasien kami lahir pada saat aterm, tidak memiliki riwayat
rawat inap dan dehidrasi tidak terdeteksi. Tidak ada bukti yang
mendukung mastitis pada ibu dan karena itu predisposisi penyebab
parotitis supuratif tidak ditemukan pada pasien kami
Diagnosis parotitis supuratif akut adalah berdasarkan
pembengkakan kelenjar parotis, drainase nanah dari Saluran
Stenson dengan pertumbuhan mikroorganisme di kultur nanah.
Biasanya unilateral, tetapi pada pasien bilateral Gambar 1.Foto
yang menunjukkan pembengkakan kelenjar parotis.Gambar
2.Pembengkakan wajah kanan.Parotitis supuratif akut pada kasus
pasien berumur 33 hari juga dilaporkan dalam literatur.Empat
puluh satu persen kasus dapat disertai oleh demam dan eritema
serta nyeri tekan secara klinis juga bisa diamati dengan
pembengkakan parotis.Temuan laboratorium tidak spesifik;
peningkatan reaktan fase akut dan dominasi neutrofil dapat
ditentukan.Pada sekitar setengah dari kasus, nilai serum amilase
dapat meningkat, dan ini dianggap karena aktivitas kelenjar ludah
yang belum matang dari neonatus.
Staphylococcus aureus adalah mikroorganisme yang
bertanggung jawab atas 55% kasus. Organisme lain yang kurang
umum adalah cocci Gram-positif dan mikroorganisme Gram
negatif seperti Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae dan

46
Pseudomonas aeruginosa yang dapat menjadi faktor yang
bertanggung jawab dalam kasus sekunder akibat sepsis atau infeksi
nosokomial. Organisme anaerob seperti Bacteroides
melaninogenicus dan Fusobacterium nucleatum juga lebih jarang
diketahui dapat menyebabkan parotitis supuratif akut.O¨zdemir et
al. melaporkan bayi berusia 20 hari dengan riwayat kelahiran
prematur dan rawat inap, yang berkembang menjadi parotitis
supuratif akut karena P. aeruginosa. Staphylococcus resisten-
methicillin (MRSA) telah diidentifikasi sebagai faktor parotitis
supuratif akut pada dua dari tiga kasus dalam artikel Ismail et al.
Dalam kasus kami, pertumbuhan S. aureus dalam kultur nanah
terdeteksi mirip dengan literatur.
Dalam diagnosis banding, trauma, limfadenitis,
hemangioma, adenoma, lipoma, kelenjar parotis anomali saluran,
abses intraglandular, dan neoplasia Seharusnya
dipertimbangkan.USG adalah investigasi penting, non-invasif,
murah, mudah diakses, yang mendukung diagnosis dan membantu
dalam menyingkirkan diferensial diagnosis.Penentuan pembesaran
kelenjar parotis, daerah hypoechoic di kelenjar, dievaluasi
mendukung parotitis supuratif.Jarang, kelenjar getah bening
intraparenchymal dapat terjadi.Di pasien kami, USG menunjukkan
kelenjar parotis yang membesar dan heterogen, kelenjar getah
bening reaktif terdeteksi di lingkungan, dan juga parotid kausatif
lainnya seperti faktor pemblokiran saluran telah disingkirkan.
Dalam pengobatan parotitis supuratif akut, pertama pasien
harus terhidrasi, terapi antibiotik empiris harus dimulai untuk
pembunuhan agen infeksi setelah mendapatkan hasil kultur nanah
dan darah. Kultur diperlukan untuk diagnosis dan perawatan yang
akurat.Kultur pus dapat diperoleh langsung dari saluran Stenson
atau dengan aspirasi jarum pada kelenjar.Perawatan untuk
mikroorganisme yang terisolasi harus dilanjutkan selama 7-10

47
hari.Dalam 94% kasus, cocci gram positif aerobik dan basil gram
negatif telah ditentukan sebagai faktor sehingga kombinasi agen
antistaphylococcal dengan aminoglikosida adalah
direkomendasikan untuk perawatan awal.Di hadapan MRSA,
vankomisin harus lebih disukai.Dengan perawatan yang tepat,
peningkatan yang signifikan pada 78% kasus dan remisi lengkap
dalam 83% kasus dalam 24-48 jam telah dilaporkan.Pada pasien
yang tidak responsif terhadap pengobatan, kelenjar parotis yang
dapat berkembang menjadi abses harus dipertimbangkan dan USG
harus diulang.Abses harus dikeringkan dengan pembedahan.Dalam
literatur, disebutkan bahwa 23% pasien membutuhkan drainase
bedah.Prognosisnya biasanya baik.Formasi fistula di pada kelenjar,
kelumpuhan wajah, mediastinitis, septikemia dan meningitis
dikenal sebagai komplikasi parotitis supuratif tetapi ada komplikasi
serius yang belum dilaporkan sejauh ini.
Dalam kasus kami, mempertimbangkan kemungkinan
MRSA, Pengobatan sefotaksim dan teicoplanin awalnya diberikan
tetapi kemudian pengobatan antibiotik dengan ampisilin
dilanjutkan selama 10 hari karena pertumbuhan S. aureus yang
dalam kultur nanah sensitive terhadap penncilin. Di hari ketiga
pengobatan, regresi signifikan diamati pada kelenjar.Tidak ada
komplikasi atau parotitis berulang selama masa tindak lanjut.
Parotitis supuratif akut jarang terjadi masa kanak-kanak
tetapi harus diingat pada pasien datang dengan pembengkakan di
daerah preauricular. Triad klasik parotitis supuratif akut terdiri dari
pembengkakan parotis, drainase nanah dari Stenson saluran dan
pertumbuhan mikroorganisme patogen di pada kultur nanah.
Pemulihan total bisa dicapai dengan hidrasi dan terapi antibiotik
yang sesuai.

48
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Parotitis adalah suatu penyakit virus dengan tanda
membesarnya kelenjar ludah dan terasa nyeri. Penyakit ini
merupakan penyakit menular yang akut. Parotitis bersifat self
limited disease, yang disebabkan oleh virus RNA spesifik, yang
termasuk dalam genus paramyxovirus dan merupakan anggota dari
keluarga paramyxoviridae.
Pada anak, manifestasi prodormal jarang tetapi mungkin
bersama dengan demam, nyeri otot (terutama pada leher), nyeri
kepala, anorexia, dan malaise. kemudian timbul pembengkakan
kelenjar parotitis yang mula-mula unilateral tetapi kemudian
bilateral. Pembengkakan tersebut terasa nyeri baik spontan maupun
pada perabaan. Pembengkakan dapat terjadi dengan cepat biasanya
puncaknya pada 1- 3 hari dan pembengkakan perlahan-lahan
menghilang dalam 8-10 hari. Satu kelenjar parotis biasanya
membengkak sehari atau dua hari sebelum yang lain, tetapi
lazimnya pembengkakan terbatas pada satu kelenjar. Ada dua
macam klasifikasi parotitis yaitu 1)Parotitis kambuhan adalah,
apabila pasien yang sebelumnya telah terinfeksi, kemudian kambuh
kembali. Anak-anak yang biasanya terkena parotitis tipe ini adalah
ketika sampai pada usia antara 1 bulan hingga akhir usia kanak-
kanak (sampai 12 tahun). 2) Parotitis akut dengan tanda yang
nampak dari parotitis akut ini adalah rasa sakit yang tiba-tiba,
kemerahan dan pembengkakan pada daerah parotis. Tanda-tanda
parotitis akut ini dapat timbul sebagai akibat pasca-bedah yang
dilakukan pada penderita terbelakang mental dan penderita usia
lanjut. Parotitis yang tidak ditangani dengan tepat dan segera dapat
menimbulkan berbagai komplikasi serius yang akan menambah
resiko terjadinya kematian. Komplikasi yang terjadi pada pasien

49
dengan parotitis dapat berupa: Meningoencepalitis, artritis,
pancreatitis, miokarditis, ooporitis, orchitis, mastitis, dan ketulian.
Untuk penatalaksanaan parotitis tidak ada terapi spesifik
oleh karena itu pengobatan parotitis seluruhnya simptomatis dan
suportif seperti, istirahat yang cukup, pemberian diet lunak dan
cairan yang cukup, medikamentosa seperti Analgetik-antipiretik
bila perlu. Parotitis merupakan penyakit self-limited, dapat sembuh
sendiri. Prognosis parotitis adalah baik, dapat sembuh spontan dan
komplit serta jarang berlanjut menjadi kronis. Pencegahan terhadap
parotitis dapat dilakukan secara imunisasi pasif dan imunisasi aktif.
Peran keluarga dan lingkungan juga mendorong penurunan
terjadinya parotitis, yaitu dengan cara hidup sehat.
4.2. Saran
Diharapkan pembaca dapat memahami makalah yang kami
buat mengenai segala macam yang bersangkutan dengan parotitis
seperti gejala yang didapat, mengenai penyebaran infeksi,
penanganan, sampai pencegahan. Diutamakan pada anak-anak
tetap menjalani imunisasi rutin MMR (Measles, Mumps, Rubella)
dari pemerintah untuk langkah pencegahan awal.

50
DAFTAR PUSTAKA
1. Maldonado Yvonne, Parotitis Epidemika (Gondong, Mumps), dalam
IlmuKesehatan Anak Nelson, 1999, Edisi XV, EGC, Jakarta, hal : 1074-
1076.
2. Chair, H.E and Purnami N. 2014. Jurnal THT-KL: Tuli Sensorineural
Bilateral Mendadak Pada Penderita Parotitis Akut. Vol 7. No 1. Hal 19-25.
3. Suprohaita, Arif Mansjoer, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek
Setiowulan,Parotitis Epidemika, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi
III, Jilid II,Media Aesculapius FK UI, Jakarta, 2000, hal: 418-419.
4. Lee, G.G., Lee, J., Kim, B.Y and Hong, S.D. 2012 Korean Society of
Otorhinolaryngology-Head and Neck Surgery. Case Report: A Case of
Pneumoparotid:Initially Presented with Viral Parotitis. Vol 5. No 5. Hal:
721-723.
5. Elkarouri, M and Mohamed, M. A, 2017, International Journal of
Infectious Diseases and Therapy: Case Report: Brucella Parotitis with
Abscess Formation and Paradoxical Reaction on Therapy. Vol 2. No 2.
Hal: 44-47.
6. Heydari, H., Naeini, B.A., Sepahi, M.A., Saffaei, A and Pourazizi, M.
2015. American Journal of Experimental and Clinical Research: Case
Report: Acute suppurative parotitis: A rare entity in early infancy. Vol 2.
No 2. Hal: 89-90.
7. Sulaiman, S., Rajesh, GN and Vellani H. 2017. Case Report: Hyperacute
bilateral parotitis: An unusual manifestation of iodide mumps. Vol 5. No
2. Hal 74-76.
8. Aletayeb, S.M.H., Sepehran, A and Javaheriza, H. 2014. Jundishapur J
Microbiol: Case Report: Suppurative Parotitis in a Girl: A Case Report
From Ahvaz, Iran. Vol 7. No 9.
9. Ture, H. 2014. Yeditepe Medical Journal: Case Report: Parotitis In
Neurointensive Care Unit: Case Report And Review Of The Literature.
Vol 8. No 30. Hal: 781-784.

51
10. Mahalakshmi, S., Kandula, S., Shilpa, P and Kokila, G. 2017. Ethiop J
Health Sci: Case Report: Chronic Recurrent Non-specific Parotitis: A
Case Report and Review. Vol 27. No1. Hal: 95-100.
11. Avcu, G., Belet, N., Karli, A and Sensoy, G. 2015. Journal of Tropical
Pediatrics: Case Report: Acute suppurative parotitis in a 33-day-old
patient. Vol6. No 1. Hal: 218–221.
12. Tamin, S., Yassi, D. 2011. Penyakit kelenjar saliva dan peran
sialoendoskopi untuk diagnostik dan terapi. Jakarta: ORLI. Vol. 41 No. 2.

52

Anda mungkin juga menyukai