Anda di halaman 1dari 20

INSTITUSI KELUARGA DALAM PERPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM

(Menuju Keluarga Yang SAMAWA)


Oleh: Usman DP1

Abstrak
Institusi Keluarga merupakan jantung masyarakat dan tulang punggung
untuk menopang suatu masyarakat menjadi masyarakat yang kuat dan
kokoh. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat memiliki
kontribusi besar yang menentukan kualitas sebuah bangsa. Bangsa yang
cerdas terhimpun dari kumpulan keluarga yang juga cerdas. Bangsa yang
maju pasti bermula dari keluarga yang juga maju. Oleh karena itu, peran
dan kedudkan keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam
menanamkan nilai-nilai agama, moral, etika dan pembentukan
kepribadian anggotanya. Keluarga adalah Madrasah” di mana seseorang
dididik, dibesarkan dan dikenalkan dengan berbagai hal yang
membuatnya bertumbuh dan berkembang secara optimal dalam
menghadapi kehidupan. Sebaliknya, keterbelakangan, kebodohan, dan
kemunduran yang terjadi pada suatu bangsa adalah cerminan dari
keluarga yang hidup pada masyarakat bangsa tersebut.

Konsep ajaran Islam yang universal memberikan pedoman dan perhatian


dalam mendorong keluarga sebagai institusi yang memiliki peran dalam
membentuk kepribadian anak yang unggul dan berakhlak. Untuk
mencapai tujuan tersebut, maka peran dan tanggung jawab orang tua
harus mampu menciptakan suasana kenyamanan, ketenangan, dan
ketentraman dalam lingkungan kehidupan keluarga yang Sakinah
Mawaddah Warahmah (Samawa). Keluarga yang samawa harus Oleh
karena itu, institusi keluarga saama sebagai lembaga utama dan pertama
bagi anak, dituntut mampu menjadi literasi terciptanya suasana proses
edukatif yang Islami bagi semua penghuninya untuk mendapatkan
ketenangan lahir dan batin.

Kata Kunci: Institusi Keluarga, Perspektif Pendidikan Islam, Samawa

FAMILY INSTITUTIONS IN ISLAMIC EDUCATION PERSPECTIVE


(Towards The SAMAWA Family)
By: Usman DP2

Abstract
Familiy institutions are the heart of society an the backbone to support a
society to become a strong and solid society The familiy as the smallest
in society has a major contribution the determines the quality of a
nation. An advanced nation must start from an association of advanced
families. Therefore, the role and position on the family is the first and
1
Dosen Tetap Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Darul Ulum Kabuapaten Kotabaru-kalsel.
2

1
foremost environment in instilling religious, moral, ethical values, and
forming the personality its members. The family is a “Madrasah” where
one someone is educated, raised, an introducated to various thing that
make him grow and dedevelop optimallu in facing life. On the other
hand, backwardness, iqnorance, and setbacks occur in nation are
reflection on the familiy living in the natio’s society.
The concept of universal Islamic teaching provides quidance and
attention in encouraging the family as an institution that has a role and
responsiblities of pao create an atmosphere rents must be able the
process of forming a child’s superior personality and character. To
achieve this goal, the role and atmosphere of comfort, tranguility, and
family that is SAMAWA. Thus, the Samawa family institution is required
to the able to create an Islamic educational armosphere for every
occupant in obtaining inner and outer peace.

Keyword: Family Institution, Islamic Education Perspective, Samawa.

A. Pendahuluan

Pada dasarnya proses pendidikan dalam keluarga berlangsung sepanjang


hayat (long life education), selama anggota keluarga masih melakukan interaksi
dan komunikasi sosial, maka internalisasi pendidikan dalam keluarga akan terus
bergulir sepanjang kehidupan manusia berlangsung. Pola hubungan antar anggota
keluarga, pola asuh orang tua kepada anak, perilaku dan keteladanan orang tua
dan sebagainya menjadi aktivitas yang membentuk jati diri anggota keluarga.
Interaksi hubungan dalam keluarga merupakan bagian dari pendidikan informal.
Pola asah, asih dan asuh dalam keluarga memberikan nuansa bagi transformasi
pembelajaran dirumah. Keluarga adalah ruang pertama bagi berlangsungnya
edukasi dari orang tua kepada anaknya. Orang tua menjadi sentral dalam
memberikan pengasuhan, perhatian, dan pengalaman. Para orang tua disebut
pendidik pertama dan keluarga merupakan tempat (ruang) pertama dan utama
dalam interaksi pendidikan3.
Proses pendidikan dalam keluarga berjalan secara alamiah dan kultural.
Interaksinya tidak memiliki kurikulum secara baku dan sistematis, namun berjalan
sesuai tuntunan dan ajaran (syariat) agama Islam, termasuk bagi pemberian
pendidikan bagi anggota keluarga, dalam kacamata Islam, pendidikan menempati
3
Musmuallim, Eksistensi Pendidikan Luar Sekolah, (Purwokerto: Majalah Pendidikan Sang
Guru, Edisi 024/Th. IV/Mei-Juni 2012), hal. 27-28.

2
hal yang wajib (fardu) bagi keberlangsungan tatanan rumah tangga yang
harmonis. Sehingga posisi pendidikan dalam keluarga menjadi kebutuhan
mendasar (basic needs) sebagai pondasi untuk melanjutkan proses pendidikan
selanjutnya di luar rumah. Ketika orang tua mengasuh dan membimbing anak-
anaknya di rumah, maka pola yang dilakukan harus memperhatikan ajaran dan
tuntunan agama Islam; memberikan kasih sayang, motivasi dan dukungan kepada
anaknya, seorang anak berbakti kepada orang tuanya, saling menghormati dan
toleran antar anggota keluarga, menghargai antara yang muda dan yang tua. Akan
terwujud ketika seluruh komponen dalam keluarga saling mendukung dan
melengkapi.
B. Institusi Keluarga Sebagai Pendidikan Dasar
Kata institui dapat diartikan sebagai norma atau aturan. Kata lain dari
institusi adalah pranata. Banyak orang yang menyamakan lembaga dan institusi
padahal keduanya berbeda. Pranata atau institusi adalah sistem norma yang
merupakan aturan-aturan khusus yang mengatur aktivitas manusia, yang dibentuk
dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia di masyarakat. Jadi
pranata itu menunjukkan pada sistem norma. Sedangkan lembaga atau institusi
adalah badan atau organisasi yang melaksanakan aktivitas manusia.4 Jadi lembaga
merupakan wujud atau bentuk nyata dari sistem norma itu sendiri, yang
merupakan peta jalan (guidance) pedoman untuk mencapai tujuan.
Secara normatif, menurut Hasan Langgulung mengatakan bahwa
institusi keluarga adalah unit pertama dan institusi pertama dalam masyarakat
dimana hubungan-hubungan yang terdapat di dalamnya, sebagian besarnya
bersifat hubungan-hubungan langsung. Dalam Islam, pembentukan keluarga
bermula dengan terciptanya hubungan suci yang terjalin antara laki-laki dan
perempuan melalui perkawinan yang halal, memenuhi rukun dan syarat-syarat
sahnya.5 Melalui hubungan tersebut, di situlah berkembangnya individu, dan di
situlah terciptanya tahap-tahap awal proses permasyarakatan dan melalui interaksi

4
Kartini Kartono., Tinjauan Holistik Tujuan Pendidikan Nasional, (Jakarta: Pradya
Pramitra, 1997 ) hal. 89
5
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologis, Filsafat dan
Pendidikan, (Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru, 2004), hal. 290.

3
dengannya ia memperoleh pengetahuan, keterampilan, minat, dan nilai-nilai,
emosi, dan sikapnya dalam hidup dan dengan itu ia memperoleh ketentraman.
1. Pengertian Keluarga
Dalam Islam, keluarga dikenal dengan istilah usrah, nasl, ali, dan nasb.
Garis keluarga dapat diperoleh melalui keturunan, perkawinan, persusuan dan
pemerdekaan6. Dalam pandangan antropologis, keluarga adalah suatu kesatuan
sosial terkecil manusia sebagai mahluk sosial yang memiliki tempat tinggal dan
ditandai oleh kerja sama, saling asah, asih dan asuh, mendidik, melindungi, dan
merawat. Inti keluarga adalah ayah, ibu, dan anak.7
Pengertian Keluarga Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia Keluarga
adalah suatu kerabat yang mendasar dalam masyarakat yang terdiri dari ibu, bapak
dengan anak-anaknya. Keluarga adalah wadah pertama dan utama bagi
pertumbuhan dan pengembangan anak. Jika suasana dalam keluarga itu baik dan
menyenangkan, maka anak akan tumbuh dengan baik pula. Jika tidak, tentu akan
terhambatlah pertumbuhan anak tersebut. Keluarga adalah sebagai sebuah institusi
yang terbentuk karena ikatan perkawinan. Didalamnya hidup bersama pasangan
suami-istri secara sah karena pernikahan.8
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 menegaskan bahwa
keluarga merupakan salah satu penanggung jawab pendidikan, disamping
masyarakat dan pemerintah. Keberadaan orang tua bertanggung jawab dalam
menanamkan nilai-nilai paling dasar sebelum anak masuk dalam warga komunitas
berikutnya, karena itu, keluarga dapat dipandang sebagai lembaga pendidikan
yang sangat vital bagi kelangsungan pendidikan generasi muda maupun bagi
pembinaan bangsa pada umumnya.9. Ahli pendidikan Abu Ahmadi10
mengungkapkan bahwa “Keluarga adalah wadah yang sangat penting di antara
individu dan group, dan merupakan kelompok sosial yang pertama dimana anak-

6
Muhaimin, dkk. Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hal. 289.
7
Wahyu, 1986. Wawasan Ilmu Sosial Dasar, (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), hal. 57.
8
Syaiful Bahri Djamarah, Pola komunikasi Orang Tua dan anak dalam Keluarga, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2014), hal. 18.
9
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Eka
Jaya, Cet.1, 2003. hal 23.
10
Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal.108.

4
anak menjadi anggotanya”. Lembaga pendidikan keluarga yang dimaksud adalah
lembaga pendidikan anak yang langsung ditangani oleh pihak keluarga yang
bersangkutan dan pendidik yang paling kompeten adalah orang tua Ayah dan ibu)
si anak jika tidak ada udzur seperti meninggal dunia atau udzur lainnya; maka
pihak pendidik berpindah tangan kepada keluarga terdekat.
Berdasarkan uraian diatas, jelaslah keluarga merupakan lembaga
pendidikan yang pertama dan utama bagi kehidupan anak-anaknya, apabila dalam
keluarga itu tercipta iklim yang sehat, serasi dan keharmonisan maka tentunya
akan memproduksi penghuni yang sehat dan harmonis pula. Sebaliknya bila
keluarga berada dalam kondisi broken home, maka perkembangan anak menjadi
tidak stabil. Dengan demikian, maka yang dimaksud keluarga disini adalah suatu
kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari bapak, ibu, dan anak yang
merupakan wada utama dan pertama dalam proses pembentukan kepribadian,
sikap dan tingkah laku, pendidikan dan perkembangan anak hingga ia mencapai
usia dewasa dan menuju kearah kesempurnaan yang baik setahap demi setahap
hingga anak mampu menghasilkan suatu tatanan sikap yang bernuansakan Islam
dan keharmonisan, baik dilingkungan tempa dia tinggal maupun dalam
masyarakat luas11.
2. Fungsi Keluarga Samawa
Bagi anak, keluarga merupakan tempat yang aman dan sumber
perlindungan. Keluarga adalah sumber pertama kesehatan jasmani dan rohani,
yang di dalamnya terdapat berbagai macam kebaikan, tempat tercurahnya cinta
kasih sesama anggota keluarga, dan tempat terpenuhinya segala macam
kebutuhan. Keluarga berfungsi untuk membekali setiap anggota keluarganya agar
dapat hidup sesuai dengan tuntutan nilai-nilai agama, pribadi dan lingkungan.
Demi perkembangan dan pendidikan anak, keluarga harus melaksanakan fungsi-
fungsinya dengan baik dan seimbang. Menurut M.I Soelaeman yang dikutip oleh
Uyoh Sadullah, fungsi keluarga antara lain:

11
Nipan Abdul Halim, Anak saleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003),
hal. 93

5
a. Fungsi Agama An Nahlawi mengemukakan bahwa salah satu tujuan utama
pembinaan keluarga adalah untuk menegakkan hukum-hukum Allah SWT dan
melaksanakan perintah Rasulullah SAW. Di antara fungsi agama dalam
keluarga adalah untuk mendorong keluarga agar dapat menjadi wahana
pembinaan kehidupan beragama yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
b. Fungsi Eduksi
Fungsi ini berkaitan dengan keluarga sebagai wahana pendidikan anak
khususnya dan pendidikan anggota keluarga lainnya.Fungsi ini tidak sekedar
menyangkut pelaksananya, melainkan menyangkut penentuan dan pengukuhan
landasan yang mendasari upaya pendidikan, penyediaan sarananya, pengayaan
wawasan, dan sebagainya yang berkaitan dengan upaya pendidikan keluarga.
c. Fungsi Sosialisasi
Kehidupan anak dan dunianya suatu kehidupan dua dunia yang utuh, terpdu
dan dihayati anak sebagai suatu kesatuan hidup di dunia.Keluarga
merupakan lingkungan yang pertama kali memperkenalkan nilai-nilai sosial
yang berlaku dalam kehidupan sosial yang lebih luas.Lingkungan keluarga
tidak hanya mengembangkan individu yang memiliki kepribadian utuh,
namun juga mempersiapkan sebagai anggota masyarakat yang baik, berguna
bagi kehidupan masyarakatnya.
d. Fungsi Proteksi (Perlindungan)
Keluarga berfungsi sebagai tempat memperoleh rasa aman, nyaman, damai
dan tenteram bagi seluruh anggota keluarga sehingga terpenuhi kebahagiaan
batin, juga secara fisik keluarga harus melindungi anggotanya, memenuhi
kebutuhan pangan, sandang, papan dan lainnya.
e. Fungsi Afeksi (Perasaan)
Fungsi afeksi mendorong keluarga sebagai tepat untuk menumbuh
kembangkan rasa cinta dan kasih sayang antar sesamaanggota keluarga dan
masyarakat serta lingkungannya.Ikatan batin yang dalam dan kuat harus
dirasakan oleh setiap anggota keluarga sebagai bentuk kasih sayang. Dalam
pelaksanaan fungsi perasaan yang terpenting adalah bahasa yang diiringi

6
mimik yang serasi serta irama yang senada.Fungsi ini dilakukan oleh orang
tua melalui kasih sayang dan kehangatan sehingga memberi suasana
keluarga yang harmonis karena saling memberi kasih sayang di antara
anggotanya.
f. Fungsi Religius
Fungsi ini mendorong keluarga sebagai wahana pembangunan insan-insan
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bermoral,
berakhlak dan berbudi pekerti luhur sesuai dengan ajaran agamanya.
g. Fungsi Ekonomi
Fungsi ini mendorong keluarga sebagai tempat pemenuhan kebutuhan
ekonomi, fisik dan materil yang sekaligus mendidik keluarga hidup efisien,
ekonomis dan rasional. Fungsi ekonomi meliputi pencarian nafkah yang
halal yang di ridhoi oleh Allah SWT, perencanaan, serta pemanfaatan dan
pembelajarannya.
h. Fungsi Rekreasi
Dalam menjelaskan fungsi ini, keluarga harus menjadi lingkungan yang
nyaman, menyenangkan, cerah, ramah ceria, hangat, penuh kesejukan dan
penuh semangat. Keadaan ini harus dibangun melalui kerjasama diantara
anggota keluarga yang diwarnai oleh hubungan insan yang disadari oleh
adanya saling menghormati, mempercayai, saling mengerti, memahami
serta adanya “take and give” (saling menerima dan memberi.
i. Fungsi Biologis
Fungsi ini diarahkan untuk mendorong keluarga sebagai wahana
menyalurkan kebutuhan reproduksi sehat bagi semua anggota
keluarga.Kebutuhan biologis merupakan firtah manusia, melibatkan fisik
untuk melangsungkan kehidupannya. Fungsi biologis merupakan kumpulan
dari beberapa fungsi, bermanfaat bagi keluarga supaya mengatur, membina
dan mempersiapkan anggota keluarganya menghadapi berbagai macam
tantangan serta kemampuan-kemampuan untuk tetap hidup di tengah
masyarakat.

7
Dari beberapa uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, Keluarga
adalah orang yang terus menerus bersama yang bertempat tinggal sama, dan
ditandai dengan adanya kerjasama dan memiliki berbagai fungsi untuk membekali
setiap anggotanya agar dapat hidup sesuai dengan tuntutan nilai-nilai agama,
prbadi dan lingkungan. Dalam bentuknya yang paling umum terdiri dari ayah, ibu
dan anak12.
3. Membentuk Keluarga Yang Berkualitas Melalui Pernikahan
Setiap keluarga tentu menginginkan pernikahan yang berkualitas untuk
mencapai keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Berkaitan dengan hal itu
maka timbul pertanyaan apakah yang mendorong ataupun yang melatar belakangi
terjadinya pernikahan tersebut. Ini merupakan hal penting karena tanpa melihat ini
akan menimbulkan berbagai pertanyaan yang mungkin tidak akan terjawab. Perlu
diketahui bersama bahwa manusia merupakan makhluk hidup yang sempurna
dibanding makhluk-makhluk Allah yang lain.
Membangun pernikahan yang berkualitas, tentunya harus ada ikatan lahir
batin antara suami dan istri, dengan ini jelas bahwa yang diikat dalam pernikahan
suami istri. Hubungan ikatan pernikahan tersebut, antara lain: Ikatan lahir
merupakan ikatan yang menampak, ikatan formal sesuai dengan peraturan-
peraturan yang ada. Ikatan formal yang nyata baik yang yang mengikat dirinya
yaitu suami dan istri maupun bagi masyarakat sekitar. Sementara ikatan batin
adalah ikatan yang dibentuk dalam pernikahan yang tidak nampak secara langsung,
yakni merupakan ikatan psikologis. Suami istri dalam membangun mahligai
keluarga yang berkualitas harus selalu ada ikatan ini, harus saling mencintai,
menyayangi dan saling melindungi. Ikatan kedua tersebut harus selalui terjaga dan
terpelihara dalam sebuah pernikahan, bila salah satu terlewatkan maka akan
menimbulkan persoalan dan permasalahan dalam kehidupan pasangan suami dan
istri yang berpotensi terjadinya perceraian (thalaq). Kondisi seperti tidak boleh
terjadi. Sebab, akan berdampak terhadap anggota keluarga.
Tujuan dari terjalinnya sebuah ikatan pernikahan bukan hanya untuk
mendapatkan generasi penerus (keturunan) yang banyak dari segi jumlah

12
Uyoh Sadulloh, Pedagogik (Ilmu Mendidik), (Bandung: Alfa Beta, 2011), hal. 188-192.

8
(kuantitas), tapi kita juga harus memperhatikan segi kualitas keluarga yang akan
kita bangun. Hal ini didasarkan pada substansi bahwa permasalahan generasi anak-
anak kita akan memiliki permasalahan dan tantangan yang berbeda kondisi zaman
kita sekarang ini. Selain itu, tentunya kita harus menjadikan keturunan tersebut
tidak menjadi beban bagi siapapun, termasuk dirinya sendiri di kemudian hari.
Dengan demikian, dalam membentuk keluarga yang berkualitas memerlukan
hubungan ikatan yang suci lahir dan batin, mendapatkan pengakuan yang sah dari
negara serta sejalan dengan tuntunan agama.
4. Keluarga dalam Bingkai Pendidikan Islam
Keluarga dalam perspektif Islam bermula terciptanya hubungan suci yang
menjalin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan melalui staus
perkawinan yang halal, memenuhi rukun-rukun dan syari’at. Oleh sebab itu suami
istri merupakan unsuryang paling utama dalam keluarga. Jadi keluarga dalam
pengertian yang sempit merupakan unit sosial yang terdiri dari seorang suami istri
atau dengan kata lain keluarga adalah kumpulan yang halal antara lelaki dan
perempuan, yang bersifat terus-menerus dimana yang satu merasa tentram dengan
yang lain sesuai dengan yang ditentukan oleh agama masyarkat. Dan ketika kedua
suami istri itu dikaruniai sorang anak, maka anak-anak itu menjadi unsur utama
yang membutuhkan sentuhan pendidikan, disamping unsur-unsur yang lain yang
mendukung dan menunjang tercapainya tujuan daripada keluarga itu sendiri.13
Allah Swt berfirman dalam surat Al-Furqan ayat {25:74} yang berbunyi :
ۡ ‫ قُ َّرةَ أَ ۡعي ُٖن َو‬d‫َوٱلَّ ِذينَ يَقُولُونَ َربَّنَا ه َۡب لَنَا ِم ۡن أَ ۡز ٰ َو ِجنَا َو ُذرِّ ٰيَّتِنَا‬
٧٤ ‫ٱج َع ۡلنَا لِ ۡل ُمتَّقِينَ إِ َما ًما‬
Artinya: “Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah
kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami),
dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”

Konstitusi negara Republik Indonesia mengatur masalah hubungan antara


suami dan isteri melalui jenjang yang namanya perkawinan. Dalam UU
Perkawinan No 1 tahun 197414 diktakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir dan
batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

13
Fauzi, Nilai-Nilai Tarbawi Dalam Al-Qur’an dan Al-sunnah, (Banda Aceh: 2013), hal.
111-112.
14
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

9
keluarga yang bahagia dan sejahtera berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa. Anak
yang lahir dalam perkawinan ini adalah anak yang sah dan menjadi hak dan
tanggungjawab kedua orang tua untuk memelihara dan mendidiknya dengan
sebaik-baiknya.15
Secara konstitusional, urgensi pembangunan keluarga telah diuraikan
dalam Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009, tentang perkembangan
kependudukan dan pembangunan keluarga Bab II, Pasal 4 ayat (2) yang
menyatakan bahwa: “Pembangunan keluarga bertujuan untuk meningkatkan
kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tenteram, dan harapan masa depan
yang lebih baik, dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.”
Landasan konstitusional diatas, menegaskan pandangan bangsa Indonesia
bahwa peran penting keluarga menjadi sangat vital dalam pembangunan sumber
daya manusia, tidak hanya dalam lingkup domestik, namun juga diharapkan dapat
menjadi penyanggah stabilitas sosial dalam arti yang lebih luas, yakni
mewujudkan kesejahteraan dan kebahagian lahir dan batin. Hal ini sejalan dengan
konvensi United Nation tahun 1993, yang menyatakan bahwa fungsi keluarga
meliputi fungsi pengukuhan ikatan suami istri, prokreasi dan hubungan seksual,
sosialisasi dan pendidikan anak, pemberian nama dan status, perawatan dasar
anak, perlindungan anggota keluarga, rekreasi dan perawatan emosi, serta
pertukaran barang dan jasa.16
Dalam pendidikan Islam keluarga memiliki kedudukan yang sangat
penting. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama,
karena dengan keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan didikan dan
bimbingan.Juga dikatakan lingkungan yang utama, karena sebagian besar dari
kehidupan anak adalah di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling
banyak diterima oleh anak adalah dalam kelurga. Oleh karenanya, tugas utama
dari keluarga bagi pendidikan ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak
dan pandangan hidup keagamaan.Sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari
kedua orang tuanya dan anggota keluarga lainnya.
15
Fuad Ihsan. Dasar-Dasar Kependidikan. (Jakarta: Rineka Cipta, 2008) hal.27
16
Puspitawati Herien, Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia, (Bogor:
IPB Press, 2013) hal. 2.

10
Islam sebagai agama terakhir memiliki sifat universal, yaitu dapat
menghimpun segala sifat asasi manusia tanpa melihat kepada bentuk lahiriyah
seperti warna kulit, bentuk badan, tempat asal, kebudayaan, alam sekitar dimana
dia berada dan lain sebagainya.Selain itu, terkait perundang-undangan Islam
tentang pembentukan dan hubungan keluarga, dalam sejarah manusia, Islam yang
paling lengkap. Karena di sana diatur tata caranya, apabila dipetakan maka dapat
dibedakan sebagai berikut:
a. Pra Nikah, pada saat sebelum menikah dilakukan proses memilih jodoh,
memenuhi syarat-syarat, hubungan antara kedua keluarga mempelai.
b. Pernikahan, dalam pelaksanaan pernikahan terjadi prosesi akad nikah, walimah
dan pesta perkawinan.
c. Pasca Nikah (berkeluarga), apabila dalam interaksi keluarga terdapat
perselisihan antara kedua anggota keluarga (suami isteri) ada cara
mendamaikannya. Bahkan untuk berpisah pun (talak) ada caranya, begitu juga
kalau mau hidup rukun kembali sesudah bercerai (rujuk) sampai al-Qur’an
mengkhususkan sebuah surat untuk mengatur tentang talak (Surat at-Thalaq).
Setelah mempunyai anak, bagaimana cara memelihara dan menyusukannya,
cara mendidik anak agar taat kepada ibu bapaknya dan jangan durhaka.
d. Interaksi Sosial Keluarga, bagaimana cara menghubungkan kaum kerabat
(silaturrahim) semuanya diatur oleh Islam. Apabila anak sudah meningkat
umurnya, maka diatur cara mendidik mereka, memberikan pelajaran dan
kemahiran agar mereka dapat hidup dan usaha sendiri di belakang hari. Bahkan
hubungan antara keluarga dan pramuwisma (pembantu) dan hamba sahaya ada
peraturannya dalam Islam.17
Dalam konsepsi Islam Keluarga adalah penanggungjawab utama
terpeliharanya fitrah anak. Dengan demikian penyimpangan yang dilakukan oleh
anak-anak lebih disebabka ketidakwaspadaan orang tua atau pendidik terhadap
perkembangan anak. Tanggung jawab pendidikan yang perlu disadarkan dan
dibina oleh kedua orang tua terhadap anak antara lain:

17
Hasan Langgulung, Op Cit., hal, 48-49.

11
a) Memelihara dan membesarkannya, tanggungjawab ini merupakan dorongan
alami untuk dilaksanakan karena si anak memerlukan makan, minum, dan
perawatan agar ia dapat hidup secara berkelanjutan.
b) Melindungi dan menjamin kesehatannya, baik secara jasmaniyah maupun
rohaniyah dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang
dapat membahayakan dirinya.
c) Mendidiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang
berguna bagi kehidupannya kelak sehingga bila ia telah dewasa mampu
berdiri sendiri dan membantu orang lain.
d) Membahagiakan anak untuk dunia dan akhirat dengan memberinya
pendidikan agama dengan ketentuan Allah SWT, sebagai tujuan akhir hidup
muslim.
Dari uraian di atas jelas lah bahwa dalam pendidikan Islam Keluarga, dalam
hal ini orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak di daalam
menanmkan nilai-nilai agama sehingga anak dapat memiliki pengetahuan dan
pengalaman. Untuk itu, Lingkunagn keluarga menjadi “Madrasah” yang terbaik
bagi anak dalam membentuk kepribadian dan akhlak anak.sebagai generasi yang
terdidik dan berkualitas. Orang wajib melaksanakan peran dan tanggugjawabnya
sebagai pendidik utama bagi anak.18
5. Keluarga Dalam Pandangan Islam
Menurut an Nahlawi rumah keluarga Muslim adalah benteng utama
tempat anak-anak dibesarkan melalui pendidikan Islam. Dimana yang disebut
dengan keluarga muslim adalah keluarga yang mendasarkan aktivitasnya pada
pembentukan keluarga yang sesuai dengan syariat Islam. Tuntunan ajaran Islam
dalam kaitan membentuk keluarga diajarkan melalui pernikahan (munakahat) yang
sah. Syariat Islam mengatur tentang munakahat bagi kaum muslim agar mereka
memahami tugas dan fungsinya masing-masing sebagai hamba Allah yang
mendasarkan seluruh kehidupannya pada syariat tuntunan Islam.
An Nahlawi menggambarkan pada hubungan suami isteri, bahwa Allah
membolehkan permintaan talak dari seorang isteri karena kekhawatiran

18
Hasbullah. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. ( Jakarta: PT Grafindo Persada, 2011) hal. 88.

12
ketidakmampuan menegakkan syariat Allah. Selain itu Allah juga membolehkan
rujuk kepada suami setelah mantan isteri menikah dahulu dengan orang lain dengan
dasar pemeliharaan pergaulan dan penegakkan hukum-hukum Allah. Kedua hal
tersebut diatur dalam al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 229 dan 230. Keluarga juga
menjadi tempat proses pertumbuhan anak-anak. Mereka akan tumbuh dan
dibesarkan dalam rumah yang dibangun dengan dasar ketakwaan kepada Allah,
ketaatan pada syariat Allah dan keinginan menegakkan syariat Allah.19
6. Rumahku Adalah Syurgaku
Keluarga adalah salah satu mata rantai kehidupan yang paling esensial
dalam sejarah perjalanan hidup manusia. Keluarga juga membuat mozaik
kehidupan yang memberikan kenyamanan dan ketenteraman bagi manusia,
sehingga menimbulkan kepuasan anggotanya serta rahmat Tuhan yang
mahapencipta. Tentunya, mozaik kehidupan tersebut tidak terlepas dari spektrum
dasar, yaitu sakinah, mawaddah, dan rahmah. "Rumahku adalah taman
surgaku", begitulah ungkapan paling lazim tentang bangunan keluarga ideal.
Rumahku adalah "sorgaku" di dunia ini, tidak semudah diucapkan,
karena di dalamnya mesti dilandasi fondasi yang kokoh berupa iman, dan cahaya
Islam, dan pengisian ruang kehidupan dengan ihsan. Di samping itu juga tidak bisa
mengabaikan tuntutan kebutuhan hidup sebagaimana layaknya manusia yang tidak
terlepas dari hajat keduniaan, baik yang bersifat materi maupun non-materi.
"Rumah" juga tidak hanya dimaknai secara fisik, tetapi lebih bernilai fungsional
dalam membentuk kepribadian anak manusia untuk mencapai kedewasaan dan
kesempumaan hidup, yaitu kehidupan rumah tangga yang dilandasi dengan
pemenuhan unsur keagamaan, ekonomis, biologis, kerohanian, pendidikan,
perlindungan, keamanan, serta sosial dan budaya yang terjalin secara terpadu dan
harmonis adalah bagian dari pendidikan Islam 20
C. Kewajiban dan Hak Orang Tua terhadap Anak dalam Islam
19
Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat,
Penerjemah: Shihabuddin, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hal. 139.

13
Kewajiban orang tua dalam keluarga memiliki kewajiban untuk
memperkenalkan dan melakukan bimbingan pada anak dan anggota keluarga
yang lain tentang ketaatan beribadah dan ketakwaan kepada Allah SWT.
Sebagaimana sudah ditegaskan dalam Al-Qur’an, surat An-Nissa ayat {4:9}, yang
berbunyi:
‫واٗل‬dd dْ ُ‫وا ٱهَّلل َ َو ۡليَقُول‬
ۡ َ‫وا ق‬ ْ ُ‫وا َعلَ ۡي ِهمۡ فَ ۡليَتَّق‬ ِ ‫وا ِم ۡن َخ ۡلفِ ِهمۡ ُذرِّ ي َّٗة‬
dْ ُ‫ض ٰ َعفًا خَاف‬ َ ‫َو ۡليَ ۡخ‬
ْ ‫ش ٱلَّ ِذينَ لَ ۡو تَ َر ُك‬
٩ ‫َس ِديدًا‬
Artinya; “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar.21
Ayat tersebut di atas sebagai perintah kewajiban dan peringatan kepada
orang tua agar tidak meninggalkan anak-anaknya dalam keadaan lemah. Keadaan
lemah yang dimaksudkan adalah lemah di dalam keimanannya, ketakwaannya,
pengetahuannya dan termasuk lemah di dalam kesejahteraannya.
Secara legal formal, kewajiban lain untuk orang tua menurut undang-
undang No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang No. 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat 4 menyatakan bahwa “Orang Tua
adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau
ibu angkat”.Jadi orang tua bisa dikatakan dalam hal ini keluarga merupakan
lingkungan kehidupan yang dikenal anak untuk pertama kalinya di dalam
berinteraksi maupun berelasi dengan lingkungan sosialnya.
Hak lain yang melekat pada anak, termasuk kewajiban orang tua bagi anak
juga termuat dalam undang-undang No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas
undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 4
menyebutkan bahwa: “Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh,
berkembang dan berpartisipasi secara wajar. Selanjutnya, secara tegas dalam
Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Kedua Atas UU
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, sesuai dengan harkat dan

Umar Faruq Thohir., Konsep Keluarga Dalam Islam., Jurnal Volome 2, N0. 1, Januari-
20

Juni 2015. Hal.1-2


21
Depag RI., Al-Qur’an dan Terjemahannya.

14
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari tindakan kekerasan dan
diskriminasi”.
Kewajiban dan tanggung jawab orang tua dalam Undang- Undang Nomor
35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak, bagian keempat pasal 26 yaitu:
1. Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
a. Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak.
b. Menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan
minatnya.
c. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.
d. Memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada
anak.
2. Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena
suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka
kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)
dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan yang berlaku.22
Anak adalah titipan amanat yang Allah titipkan kepada orang tua melalui
sebuah pernikahan yang sah seuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Karenanya, orang tua memiliki tanggung jawab untuk memikul amanat tersebut
dengan sebaik-baiknya. Menurut Hasan Langgulung, peran dan tanggung jawab
orang tua terhadap anak-anak mereka, antara lain:
1. Kewajiban Orang Tua terhadap Anaknya:
a) Seorang laki-laki memilih isteri, karena isteri adalah yang akan menjadi
ibu bagi anak-anaknya;
b) Memilih nama yang baik bagi anaknya, karena nama mempunyai pengaruh
positif atas kepribadian manusia, begitu juga atas tingkah laku, cita-cita
dan angan-angan;

22
Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor
23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, (Bandung: Citra Umbara, 2016), hal. 4.

15
c) Memperbaiki adab dan pengajaran anak-anaknya dan menolong mereka
membina aqidah yang betul dan agama yang kukuh;
d) Memuliakan anak-anaknya, berbuat adil dan kebaikan diantara mereka;
e) Orang tua bekerjasama dengan lembaga-lembaga lain dalam masyarakat
yang berusaha menyadarkan dan memelihara kanak-kanak dan remaja
untuk memelihara anak-anaknya dari segi kesehatan, akhlak dan sosial;
f) Orang tua memberikan contoh yang baik dan tauladan yang salih atas
segala yang diajarkannya. Menyediakan suasana rumah tangga yang saleh,
penuh dengan perangsang-perangsang budaya dan perasaan kemanusiaan
yang mulia, bebas dari kerisauan, pertentangan dan pertarungan keluarga
dalam pendidikan
2) Hak Orang Tua terhadap Anak dalam Pendidikan Islam
a) Bahwa anak-anak meladeni orang tuanya dengan baik, lemah lembut
berkata, menyayangi kelemahannya dan selalu menimbulkan rasa
hormat, penghargaan dan syukur atas jasa-jasa bakti mereka
terhadapnya. Anak-anak juga harus mematuhi perintah-perintahnya
kecuali kalau menyuruh kepada maksiat;
b) Anak-anak memberi pemeliharaan, perbelanjaan dan memelihara
kehormatan ibu-bapak tanpa mengharap bayaran dari mereka;
c) Seorang anak membolehkan ibadah haji kepada orang tuanya, yang
tidak sanggup mereka mengerjakannya dengan harta mereka sendiri.23
D. Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah (SAMAWA)
Di antara hal yang perlu diperhatikan untuk membentuk keluarga yang
berkualitas adalah dengan menumbuhkan suasana ketentraman dan kasih sayang di
dalam lingkungan keluarga. Sebab ketentraman dan kasih sayang adalah kebutuhan
dasar setiap manusia. Dalam al-Qur’an Surat Ar-Rum {30}: 21) Allah telah
berfirman :
ٰ ۚ
ٖ َ‫كَ أَل ٓ ٰي‬ddِ‫ ةً إِ َّن فِي َذل‬d‫ َل بَ ۡينَ ُكم َّم َو َّد ٗة َو َر ۡح َم‬d‫ا َو َج َع‬ddَ‫ ُكنُ ٓو ْا إِلَ ۡيه‬d‫ ُكمۡ أَ ۡز ٰ َوجٗ ا لِّت َۡس‬d‫ق لَ ُكم ِّم ۡن أَنفُ ِس‬
‫و ٖم‬dۡ dَ‫ت لِّق‬ َ dَ‫َو ِم ۡن َءا ٰيَتِ ِٓۦه أَ ۡن خَ ل‬
٢١ َ‫يَتَفَ َّكرُون‬
Artinya; “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa

23
Hasan Langgulung., Ibid, hal 89

16
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berfikir.
Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang rukun, berbahagia,
tertib, disiplin, saling menghargai, penuh kemanfaatan, tolong-menolong dalam
kebajikan, memiliki etos kerja, saling menghormati, taat mengerjakan ibadah,
berbakti kepada orang tua dan mertua, mencintai ilmu pengetahuan, memanfaatkan
waktu luang dengan hal-hal yang positif, dan mampu memenuhi kebutuhan dasar
keluarga. Setiap manusia pada dasarnya pasti ingin mempunyai keluarga yang
berkualitas. Keluarga berkualitas, tidak bisa diperoleh hanya dengan mengandalkan
kepada salah satu anggota di dalam keluarga (bapak, ibu atau anak). Tapi, ia
merupakan hasil kerjasama yang harmonis diantara anggota keluarga tersebut.
Dengan demikian, maka masing-masing anggota keluarga harus dapat menjalankan
kewajibannya dengan baik dan serius tanpa mengeluh, mencari kambing hitam, dan
merasa diperbudak oleh orang lain. Sehingga fungsi-funsi keluarga dalam sebuah
ikatan perkawinan dapat benar-banar dapat terwujud.
Salah satu tujuan dari sebuah pernikahan yakni ingin membangun rumah
tangga yang telah dicita-citakan yaitu rumah tangga yang sakinah. Selain memiliki
keturunan yang halal demi menjaga kesucian nasab (garis keturunan) keluarga.
Diantara firman Allah SWT yang menganjurkan seorang muslimin dan muslimat
agar menciptakan keluarga yang sehat.
Dalam ayat di atas, kalimat mawadah warohmah dapat dijadikan sebagai
petunjuk untuk mencapai tujuan suatu keluarga yang sakinah. sebab Allah SWT
sudah menjadikan adanya hubungan kewajiban yang kuat diantara anggota
keluarga, bahkan melebihi mereka dengan orang yang paling dekat yaitu orang tua.
Indikatornya suatu dalil–dalil yang menunjukkan tentang adanya Allah, ilmu, dan
rahmat-Nya, yang mengharuskan manusia itu menyembah serta kekuasaan-Nya
dalam beribadah. begitu juga dalil-dalil yang menunjukkan kekuasaan-Nya dalam
membangkitkan dan membalas amal perbuatan manusia.
Di samping itu, Dia yang menjadikan hamba-Nya berpasang-pasangan
(suami–istri), agar merasa tenteram karena ada persamaan jenis. Dan Allah pula
yang menjadikan antara suami istri kasih yaitu cinta dan rahmat yakni rasa sayang.

17
Dan semua itu mengharuskan manusia untuk menegaskan, mencintai, serta
menaati-Nya, yang artinya mengerjakan apa-apa yang diridai Allah Serta
menjauhkan segara yang dilarang. Ayat lain yaitu Surat Al-A’raf {7}: 189). َ
‫َّت بِ ِۖۦه فَلَ َّمٓا‬ َّ ‫زَو َجهَا لِيَ ۡس ُكنَ إِلَ ۡيهَ ۖا فَلَ َّما تَغ‬
ۡ ‫ ر‬d‫ ٰىهَا َح َملَ ۡت َحمۡ اًل خَ فِيفٗ ا فَ َم‬d ‫َش‬ ۡ ‫س ٰ َو ِحد َٖة َو َج َع َل ِم ۡنهَا‬ ۡ
ٖ ‫هُ َو ٱلَّ ِذي خَ لَقَ ُكم ِّمن نَّف‬
ٰ
١٨٩ َ‫صلِ ٗحا لَّنَ ُكون ََّن ِمنَ ٱل َّش ِك ِرين‬ َ ٰ ‫أَ ۡثقَلَت َّد َع َوا ٱهَّلل َ َربَّهُ َما لَئِ ۡن َءات َۡيتَنَا‬

“Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia
menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah
dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia
merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya
(suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnya
jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami termasuk orang-orang
yang bersyukur".

Di dalam ayat al-Qur’an di atas, menunjukkan bahwa kata mawaddah wa


rahmah, dua kata yang memiliki hubungan kausalitas. Dua kata ini memiliki dua
pengertian yag saling berkaitan dalam rumah tangga. Menurut ar Razi dalam
bukunya At Tafsir al Kabir yang dikutip oleh Abdurrasyid Ridha, kata mawaddah
merupakan cinta seksual yang muncul dari hal-hal yang bersifat fisik. Sedangkan
rahmah merupakan kasih sayang yang muncul dari rasa bertanggungjawab dan
ketertarikan yang tidak bersifat fisik dalam rumah tangga. Jadi bisa dikatakan
bahwa mawaddah ini merupakan cinta yang hanya mementingkan kebutuhan fisik
saja hal-hal yang bersifat fisik sehingga tidak memerlukan waktu lama untuk bisa
mencapainya. Atau bisa dikatakan mawaddah ini merupakan cinta yang bersifat
sementara tidak abadi.
Oleh karena itu di dalam al-Qur’an kata yang mengikuti kata mawaddah
adalah rahmah yang berarti saling menyayangi antara satu sama lain dalam
keluarga baik itu antara suami istri, orang tua dengan anak, ataupun antar saudara
sehingga akan muncul perasaan saling membutuhkan, saling perhatian dan saling
membantu. Rahmah merupakan ekspresi cinta dalam pembentukan keluarga yang
bersifat kekal dan abadi. Dapat disimpulkan dari uraian di atas bahwa mawaddah
rahmah adalah situasi hati atau perasaan yang saling mencintai dan saling berkasih

18
sayang antara segenap anggota keluarga yang tercermin dalam kehidupan sehari-
hari.24
E. Simpulan
Keluarga sebagai institusi memiliki peran yang amat strategis dalam
membentuk tiga (3) pilar keluarga yaitu, keluarga yang harmonis, berkualitas dan
samawa. Untuk mencapai tujuan ini tentunya dalam hubungan suami dan isteri
dalam keluarga harus hubungan yang sah melalui ikatan pernikahan (perkawinan)
sesuai dengan tuntunan agama Islam dan aturan dari pemerintah.
konsep keluarga sakinah mawaddah warahmah adalah ikatan lahir batin
antara suami dn isteri dengan tujuan membangun keluarga dan atau rumah tangga
yang bahagia yang dikat dengan status pernikahan yang suci dan sakral sesuai
dengan tuntunan Allah SWT dan Rasul-Nya dan melestarikan keturunan anak-
anak yang sholeh dan sholehah. Faktor inilah yang menjadi terwujudnya keluarga
sakinah mawaddah warahmah yang di mimpikan oleh semua keluarga.
Adapun indikator pendidikan keluarga yang samawa, mengilustrasikan
bagaimana perilaku keberagamaan orang tua dalam menanamkan aqidah, ketaatan
beribadah kepada Allah SWT, secara konsisten orang tua bersama keluaga
lainnya menampilkan perilaku serta akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Oleh
karena itu, orang tua memiliki tanggung jawab untuk membentuk sebuah
keluarga yang harmonis, dengan terpenuhinya semua kebutuhan anggota keluarga
baik secara ekonomi, sosial, pendidikan, dan sehat fisik maupun mental. Dengan
demikian, dengan terbentuknya keluarga yang harmonis, berkualitas, dan samawa
akan menjadi tolak ukur pembentukan masyarakat yang baik dan selanjutnya
pembentukan kepada sebuah negara yang lebih maju dan berperadaban.

Daftar Pustaka
Abdurrahman An Nahlawi, 1995. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan
Masyarakat, Penerjemah: Shihabuddin, (Jakarta: Gema Insani Press.
Ahmad Abdullah Assegaf, 1997. Islam dan Keluarga Berencana (Jakarta:
Lentera asritama.
Fauzi, 2013., Nilai-Nilai Tarbawi Dalam Al-Qur’an dan Al-sunnah, (Banda Aceh.
24
Ahmad Abdullah Assegaf, Islam dan Keluarga Berencana (Jakarta: Lentera asritama, 1997) hal.
12.

19
Musmuallim, 2012. Eksistensi Pendidikan Luar Sekolah, (Purwokerto:
Majalah Pendidikan Sang Guru, Edisi 024/Th. IV/Mei-Juni 2012.
Kartini Kartono., 1997. Tinjauan Holistik Tujuan Pendidikan Nasional, (Jakarta:
Pradya Pramitra.
Hasan Langgulung, 2004. Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa
Psikologis, Filsafat dan Pendidikan, (Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru.
Muhaimin, dkk. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda
Karya.
Wahyu, 1986. Wawasan Ilmu Sosial Dasar, (Surabaya: Usaha Nasional.
Syaiful Bahri Djamarah, 2014. Pola komunikasi Orang Tua dan anak
dalam Keluarga, (Jakarta: Rineka Cipta.
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional,
Jakarta: Eka Jaya, Cet.1.
Abu Ahmadi, 2007. Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta.
Nipan Abdul Halim, 2003 Anak saleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta:
Mitra Pustaka.
Uyoh Sadulloh, 2011. Pedagogik (Ilmu Mendidik), (Bandung: Alfa Beta.
Fuad Ihsan. 2008. Dasar-Dasar Kependidikan. (Jakarta: Rineka Cipta.
Puspitawati Herien, 2013. Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di
Indonesia, (Bogor: IPB Press.
Hasbullah. 2011. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. ( Jakarta: PT Grafindo
Persada.
Umar Faruq Thohir., 2015. Konsep Keluarga Dalam Islam., Jurnal Volome 2, N0.
1, Januari-Juni.
Departemen Agama RI. 2009. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Rosda
Mulia.
Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Kedua Atas
UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

20

Anda mungkin juga menyukai