Anda di halaman 1dari 5

Nama: Rachel Nizar Ganim

Kelas: 12 IPS
No: 14

BUKU FIKSI

1. Jakarta Sebelum Pagi

Judul : Jakarta Sebelum Pagi


Pengarang : Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2016
Tebal Buku : 280 Halaman

Jakarta Sebelum Pagi adalah sebuah novel karya Ziggy zezsyazeoviennazabrizkie. Ia


adalah pemenang sayembara Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 2014. Novel ini
diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2016. 

Novel ini jarang menunjukkan kisah romantis atau fiktif melibatkan karakter yang
mendapatkan keberuntungan. Hanya saja, buku ini, dapat menelisik sedikit tentang realita
dunia luar terutama kota Jakarta yang begitu kompleks. 

Penceritaan setiap kisah di buku ini menjadi kelebihan tersendiri karena menggunakan
bumbu kisah-kisah yang terasa seimbang dengan menunjukkan kondisi dan hiruk pikuk Kota
Jakarta. Disuguhi beberapa plintiran alur yang membuat pembaca sering merasakan kejutan
setiap bagian ceritanya, menambahkan interpretasi tersendiri terhadap perasaan personal
saat membacanya. 

Penulis merasakan buku ini terasa seimbang penyajian ceritanya terutama ceritanya yang
bersifat realistis, tidak melebih-lebihkan suasana sehingga tidak menyedihkan dan tidak
terlalu membahagiakan, namun tetap dapat merasakan konflik. 

Novel ini menceritakan seorang Emina, tokoh utama yang sama nasibnya seperti
kebanyakan manusia kelas pekerja lainnya yang terhimpit di kota Jakarta. Diikuti oleh
seorang stalker mencurigakan Namun, Emina justru menanggapi stalker dan menelusuri
jejak stalker. Pencariannya mengantarkannya kepada gadis kecil misterius di toko bunga,
dan di sana ditunjukkannya realita dunia serta keunikannya.

Novel ini dinilai tidak menunjukkan kisah romantis atau fiktif melibatkan karakter yang
mendapatkan keberuntungan. Hanya saja, buku ini, dapat menelisik sedikit tentang realita
dunia luar terutama kota Jakarta yang begitu kompleks. 

Penceritaan setiap kisah di buku ini menjadi kelebihan tersendiri karena menggunakan
bumbu kisah-kisah yang terasa seimbang dengan menunjukkan kondisi dan hiruk pikuk Kota
Jakarta. Disuguhi beberapa plintiran alur yang membuat pembaca sering merasakan kejutan
setiap bagian ceritanya, menambahkan interpretasi tersendiri terhadap perasaan personal
saat membacanya. 

Penulis merasakan buku ini terasa seimbang penyajian ceritanya terutama ceritanya yang
bersifat realistis, tidak melebih-lebihkan suasana sehingga tidak menyedihkan dan tidak
terlalu membahagiakan, namun tetap dapat merasakan konflik. 

Pengembangan setiap karakter pun terasa cocok saat dibaca, tentu saja dengan berbagai
plintiran alur pada setiap karakter, menunjukkan keunikan setiap karakter yang
merepresentasikan realita dunia luar dan kota Jakarta. Memiliki ending yang menyenangkan
dan tidak menggantung, juga kesesuaian judul dan isi cerita mengenai Jakarta sebelum pagi
adalah Jakarta sebelum realita.

Di samping kelebihan juga terdapat kekurangan seperti proses perubahan alur yang sangat
mengecoh sehingga perlu dibaca berulang-ulang cukup ekstra. Diksi yang digunakan untuk
mendapatkan suasana keadaan agar lebih hidup agak kurang cocok. Namun, kekurangan
bukanlah hambatan, novel ini tetap menjadi dirinya sendiri untuk tetap layak dibaca.

2. Mariposa

Judul : Mariposa
Pengarang : Luluk HF
Penerbit : Coconut Books
Tahun Terbit : 2018
Tebal Buku : 482 Halaman

Mariposa menceritakan kisah Acha gadis cantik serta pintar dan Iqbal berhati dingin dengan
hidup monotonnya. Kisah ini berawal dari perjuangan Acha untuk mendapatkan hati Iqbal.
Acha tak pernah gentar meruntuhkan dingin dan kokohnya tembok pertahanan hati Iqbal
yang belum pernah disinggahi perempuan mana pun. Sikap dingin dan penolakan Iqbal
berkali-kali tak membuat Acha menyerah. Bagi Acha selama Iqbal masih berwujud manusia,
selama Iqbal tidak berubah menjadi sapi terbang, Acha akan terus berjuang.

Pada suatu saat Iqbal telah membuat Acha menyerah dan menerima cinta tulus dari Juna
sang ketua OSIS. Namun, Iqbal ternyata menyimpan rasa terhadap Acha sehingga Iqbal
mencegah Acha agar tidak menerima cinta dari Juna. Acha sangat senang mendengarkan itu
karena jujur Acha tidak menyimpan rasa sedikitpun terhadap Juna. Pada akhirnya Acha dan
Iqbal menjadi sepasang kekasih. Walaupun Acha sudah berhasil mendapatkan hati Iqbal,
Iqbal tetap dingin terhadap Acha. Acha tetap sabar karena Iqbal dapat membuktikan
keseriusannya.

Novel ini memiliki cerita yang ringan sehingga menarik minat pembaca. Bahasa yang
digunakan mudah dipahami dan mengandung unsur komedi sehingga tidak membosankan
pembaca. Namun, cerita mudah ditebak dan masalah yang diangkat terlalu ringan. Novel ini
cocok dibaca oleh remaja sebagai hiburan dan memotivasi untuk tetap berprestasi.

BUKU NON FIKSI

1. I Want To Die But I Want To Eat Tteokpeokki

Judul : I Want To Die But I Want To Eat Tteokpeokki


Pengarang : Baek Se Hee
Penerbit : Haru
Tahun Terbit : 2019
Tebal Buku : 236 Halaman

Baek Se Hee lahir di Seoul, tahun 1990. Selama lebih dari sepuluh tahun, ia mengidap
distimia (depresi berkepanjangan) dan gangguan kecemasan. Setelah mencoba
mengunjungi berbagai psikolog dan psikiater, akhirnya pada tahun 2017 menemukan rumah
sakit yang cocok dan kini sedang menjalani pengobatan, baik dengan menggunakan obat
maupun dengan metode konsultasi. Makanan yang paling ia sukai untuk dinikmati saat
membaca buku dan menulis cerita adalah Tteokpokki.

I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki adalah esai yang berisi tentang pertanyaan,
penilaian, saran, nasihat, dan evaluasi diri yang bertujuan agar pembaca bisa menerima dan
mencintai dirinya.

Buku self improvement ini mendapatkan sambutan baik karena pembaca merasakan hal
yang sama dengan kisah Baek Se Hee sehingga buku ini mendapatkan predikat bestseller di
Korea Selatan.

Buku ini menggambarkan perjalanan terapi penulis dengan terapisnya. Dialog-dialog


rekaman percakapan selama terapi yang ditulis ulang. Buku ini memberi kita gambaran
bagaimana psikiater menuntun pasien untuk memiliki pemikiran lebih baik tentang dirinya.

Dengan buku ini, orang umum akan bisa mengambil pelajaran dari tips serta arahan yang
diperoleh dari terapis dalam setiap sesi. Karena setiap pertemuan, selalu ada evaluasi
pencapaian serta sharing kondisi yang tengah dirasakan penulis.

Selain itu, terapis seperti psikiater, psikolog, ataupun konselor dapat mengambil manfaat
dari buku ini dengan menyimak percakapan mereka sehingga makin memahami cara
komunikasi yang nyaman dengan klien serta beberapa pendekatan lain yang bisa dipelajari
saat menghadapi klien.

Seperti yang Baek Se Hee sampaikan juga dalam salah satu esainya, buku ini memang tidak
memberikan kesimpulan yang jelas soal kesembuhannya. Buku ini bahkan juga tidak
dimaksudkan sebagai penuntun seseorang lain di luar sana untuk melakukan hal yang sama
terhadap hidupnya. Buku ini adalah sebuah bukti, sebuah harapan –bahwa kita selalu bisa
mengambil keputusan untuk melihat pada hal yang baik dan membuat hidup menjadi lebih
nyaman ditinggali bersama orang-orang lain.

Buku ini mengajarkan banyak nilai positif, menyadarkan kita betapa pentingnya berdamai
dengan diri sendiri. Berhenti menetapkan standar tinggi dalam diri, berhenti memikirkan
hal-hal yang tidak perlu dipikirkan dan lakukan apa yang benar-benar membuatmu merasa
nyaman dan suka. Dengan hal-hal sederhana seperti menjadi diri sendiri tanpa peduli orang
lain akan beranggapan apa adalah salah satu yang bisa membuat kita mencintai diri sendiri. 

Buku ini juga dikemas dengan sangat menarik, di setiap awal bab diberikan pembatas yang
disertai kutipan menarik. Diberikan pula highliter di kalimat-kalimat penting di setiap
paragraf.

Kelemahan dari buku ini yang saya temukan adalah ada beberapa istilah psikiatri yang masih
terdengar asing termuat dalam percakapan antar psikiater dengan pasien

2. I Want To Die But I Want To Eat Tteokpeokki 2

Judul : I Want To Die But I Want To Eat Tteokpeokki 2


Pengarang : Baek Se Hee
Penerbit : Haru
Tahun Terbit : 2020
Tebal Buku : 232 Halaman

Buku kedua ini ditulis pada tahun 2019, dan diterjemahkan oleh penerbit Haru pada bulan
Agustus 2020, setahun setelah buku pertamanya lebih dulu terbit. Format dalam buku ini
masih sama dengan buku pertama. Berisi percakapan dan sesi tanya jawab penulis dengan
psikiaternya, dan beberapa esai singkat penulis, terkait apa yang perasaan penulis dalam
prosesnya. Topik-topik seperti hidup, mati, diet, perasaan ingin dicintai, juga pencarian jadi
diri terasa lebih kuat di buku kedua ini.

Buku ini mengajak pembaca untuk menyelami diri, mungkin ada beberapa hal yang dialami
penulis juga pernah dialami oleh pembaca, sehingga buku ini juga sangat menyenangkan
untuk dibaca.

Kelebihan dari buku ini adalah bahasa yang digunakan sangat ringan, benar-benar sebuah
percakapan konsultasi dengan psikolog dan penjelasan penulis yang mengalami distimia
selama 10 tahun. Buku terjemahan ini juga nyaman dibaca.

Buku ini, aku rasa juga cocok untuk dibaca bagi orang-orang dengan permasalahan yang
mirip seperti itu yaitu untuk orang-orang yang overthinking, orang-orang yang terlalu
memikirkan perasaan orang lain, orang-orang yang merasa rendah diri, orang-orang yang
merasa kesulitan tapi tidak tahu bagaimana harus bersikap.
Banyak poin dan pesan penting yang bisa dipetik dari pengalaman Baek Se Hee. Satu hal
yang paling ia tekankan adalah pentingnya untuk tidak membenci diri sendiri. Kita tak bisa
selalu sempurna atau terus merasa bahagia. Tak segalanya bisa terasa indah dan membuat
kita tersenyum. Namun, setidaknya tetap menjaga diri dengan menyayangi diri sendiri
adalah sebuah pencapaian yang sudah luar biasa.

Anda mungkin juga menyukai