Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KAPASITAS PANAS DAN KOEFISIEN HANTARAN THERMAL

OLEH KELOMPOK 4:

NAMA : RUTH T SIMANIHURUK (4193240004)

IRENE NAIBAHO (4193540006)

KELAS : FISIKA A 19

MATA KULIAH : FISIKA MATERIAL

DOSEN PENGAMPU : DR. NURDIN SIREGAR M. SI

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga berhasil
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini berisikan tentang
Sifat Termal. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita
semua tentang topik tersebut. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi teman-teman dan kami
sendiri dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu
pengetahuan bagi kita semua. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 03 November 2021

Kelompok IV

i
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. ii

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................. Error! Bookmark not defined.

B. TUJUAN ..................................................... Error! Bookmark not defined.

BAB II ..................................................................................................................... 2

ISI ............................................................................................................................ 2

2.1 Kapasitas Panas ...................................................................................... 2

2.1.1 Model Teori Klasik ........................................................................... 4

2.1.1 Model Einstein .................................................................................. 5

2.2 Koefisien Hantaran Termal ................................................................... 9

BAB III ................................................................................................................. 10

PENUTUP ............................................................................................................. 10

3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sejumlah energi bisa ditambahkan ke dalam material melalui pemanasan,


medan listrik, medan magnit, bahkan gelombang cahaya seperti pada peristwa
photo listrik yang telah kita kenal. Tanggapan padatan terhadap macam-
macam tambahan energi tersebut tentulah berbeda. Pada penambahan energi
melalui pemanasan misalnya, tanggapan padatan termanifestasikan mulai dari
kenaikan temperatur sampai pada emisi thermal tergantung dari besar energi
yang masuk. Pada peristiwa photolistrik tanggapan tersebut termanifestasikan
sebagai emisi elektron dari permukaan metal tergantung dari frekuensi cahaya
yang kita berikan, yang tidak lain adalah besar energi yang sampai ke
permukaan metal.
Sifat termal pada bahan adalah tanggapan suatu bahan ketika diberi panas.
Ketika suatu bahan menyerap energi (panas) maka temperaturnya akan
meningkat dan dimensinya bertambah. Sifat termal suatu bahan meliputi
kapasitas panas, ekspansi termal, mekanisme konduksi termal, dan tegangan
termal.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk:


1. Untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan kapasitas panas
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Koefisien Hantaran Termal
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud konduksi termal
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Tegangan Termal Dan Tekanan
Kejut Termal

1
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Kapasitas Panas

Dalam padatan, terdapat dua jenis energi thermal yang tersimpan di


dalammya yaitu energi vibrasi atom-atom di sekitar posisi keseimbangannya dan
energi kinetik yang dikandung elektron-bebas. Perubahan energi pada atom-atom
dan elektron-bebas menentukan sifat-sifat thermal padatan. Sifat-sifat thermal
yang akan kita bahas adalah kapasitas panas. Tiap-tiap atom pada benda padat ini
dapat berosilasi ke tiga arah secara bebas dan independen, sehingga padatan dapat
dipandang sebagai sistem yang memiliki 3N osilator harmonik sederhana,
dengan N menunjukkan jumlah atom dalam kekisi kristal tersebut. Oleh karena
tiap osilator harmonik memiliki energi rata-rata kBT, energi total rata-rata padatan
itu adalah sebesar 3NkBT, dan kapasitas kalornya adalah 3NkB.
Dengan mengambil nilai N sebagai tetapan Avogadro NA, dan
menggunakan hubungan R = NAkB antara tetapan gas R dengan tetapan
Boltzmann kB, hal ini akan menjelaskan hukum Dulong-Petit mengenai kapasitas
kalor jenis benda padat, yang menyatakan bahwa kapasitas kalor jenis (per satuan
massa) suatu benda padat berbanding terbalik terhadap bobot atomnya. Dalam
versi modernya, kapasitas kalor molar suatu benda padat adalah 3R ≈
6 cal/(mol·K). Namun, hukum ini menjadi tidak akurat pada temperatur yang
rendah. Hal ini disebabkan oleh efek-efek kuantum. Selain itu, hukum ini juga
tidak konsisten dengan hukum ketiga termodinamika, yang menurutnya kapasitas
kalor molar zat apapun haruslah menuju nilai nol seiring dengan temperatur
sistem menuju nol mutlak. Teori yang lebih akurat kemudian dikembangkan
oleh Albert Einstein (1907) dan Peter Debye (1911) dengan memasukkan
pertimbangan efek-efek kuantum.
Kapasitas Panas adalah sejumlah panas (∆Q) yang diperlukan per mol zat
untuk menaikkan suhunya 1 K, disebut kapasitas kalor. Untuk membedakan
dengan kapasitas panas yang ditulis dengan huruf besar (Cv dan Cp), maka panas
spesifik dituliskan dengan huruf kecil (cv dan cp). Bila kenaikan suhu zat ∆T,
maka kapasitas panas adalah :

2
∆𝑄
𝐶= (1.1)
∆𝑇

Jika proses penyerapan panas berlangsung pada volume tetap, maka panas
yang diserap sama dengan peningkatan energi dalam zat ∆Q = ∆U. Kapasitas
kalor pada volume tetap (Cv) dapat dinyatakan:
∆𝑈 𝜕𝑈
𝐶𝑣 = ( ∆𝑇 ) = ( 𝜕𝑇 ) (1.2)
𝑣 𝑣

Dengan U adalah energi internal padatan yaitu total energi yang ada dalam
padatan baik dalam bentuk vibrasi atom maupun energi kinetik elektron bebas.
Kapasitas panas pada tekanan konstan, (Cp) dengan relasi
𝜕𝐻
𝐶𝑝 = ( ∆𝑇 ) (1.3)
𝑝

dengan H adalah enthalpi. Pengertian enthalpi dimunculkan dalam


thermodinamika karena sesungguhnya adalah amat sulit menambahkan energi
pada padatan (meningkatkan kandungan energi internal) saja dengan
mempertahankan tekanan konstan. Jika kita masukkan energi panas ke sepotong
logam, sesungguhnya energi yang kita masukkan tidak hanya meningkatkan
energi internal melainkan juga untuk melakukan kerja pada waktu pemuaian
terjadi. Pemuaian adalah perubahan volume, dan pada waktu volume berubah
dibutuhkan energi sebesar perubahan volume kali tekanan udara luar dan energi
yang diperlukan ini diambil dari energi yang kita masukkan. Oleh karena itu
didefinisikan enthalpi guna mempermudah analisis, yaitu
𝐻 = 𝑈 + 𝑃𝑉 (1.4)
dengan P adalah tekanan dan V adalah volume.
Kapasitas panas zat pada suhu tinggi mendekati nilai 3R; R menyatakan
tetapan gas umum. Karena R ≅ 2 kalori/K-mol, maka pada suhu tinggi kapasitas
panas zat padat :
6𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟𝑖
𝐶𝑣 ≅
𝐾 − 𝑚𝑜𝑙

3
Gambar 1. Kebergantungan kapasitas panas zat padat pada suhu

2.1.1 Model Teori Klasik


Menurut hukum Dulong-Petit (1920), panas spesifik padatan unsur adalah
hampir sama untuk semua unsur, yaitu sekitar 6 cal/mole oK. Boltzmann, setengah
abad kemudian, menunjukkan bahwa angka yang dihasilkan oleh Dulong-Petit
dapat ditelusuri melalui pandangan bahwa energi dalam padatan tersimpan dalam
atom-atomnya yang bervibrasi. Getaran atom-atom zat padat dapat dipandang
sebagai osilator harmonik. Osilator harmonik merupakan suatu konsep/model
yang secara makroskopik dapat dibayangkan sebagai sebuah massa m yang
terkait pada sebuah pegas dengan tetapan pegas C.
Untuk osilator harmonik satu-dimensi, energinya dapat dirumuskan :
𝜀 = 𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑘𝑖𝑛𝑒𝑡𝑖𝑘 + 𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑝𝑜𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑎𝑙
1 1
𝜀 = 𝑚𝑣 2 + 𝑐𝑥 2
2 2
𝑚
𝜀= (𝑣 2 + 𝜔2 𝑥 2 ) (1.5)
2

dengan v laju getaran osilator,


x simpangan osilator
𝑐
ω frekuensi sudut getaran osilator (ω = √𝑚).

4
Molekul gas ideal memiliki tiga derajat kebebasan dengan energi kinetik rata-
1
rata per derajat kebebasan adalah kbT sehingga energi kinetik rata-rata dalam tiga
2
3
dimensi adalah kbT. Energi per mole adalah :
2
3 3
Uk/mole = NkbT = RT, (N Bilangan Avogadro) (1.6)
2 2
yang merupakan energi internal gas ideal. Dalam padatan, atom-atom saling
terikat sehingga selain energi kinetik terdapat pula energi potensial sehingga
1
energi rata-rata per derajat kebebasan bukan kbT melainkan kbT. Energi per mole
2
padatan menjadi:
U k / mole padat = 3RT cal/mole (1.7)
Panas spesifik pada volume konstan:
𝑑𝑈
𝐶𝑣 = |𝑑𝑇 | = 3R = 5,96 cal/mole o K (1.8)
𝑣

Angka inilah yang diperoleh oleh Dulong-Petit. Pada umumnya hukum


Dulong-Petit cukup teliti untuk temperatur di atas temperatur kamar. Namun
beberapa unsur memiliki panas spesifik pada temperatur kamar yang lebih rendah
dari angka Dulong-Petit, misalnya B, Be, C, Si. Pada temperatur yang sangat
rendah panas spesifik semua unsur menuju nol.

2.1.2 Model Einstein


Atom – atom kristal dianggap bergetar satu sama lain di sekitar titik
setimbangnya secara bebas. Getaran atomnya dianggap harmonik sederhana yang
𝜔
bebas sehingga mempunyai frekuensi yang sama (𝑣 = 2𝜋) sehingga di dalam zat

padat terdapat sejumlah N atom maka ia akan mempunyai 3N osilator harmonik


yang bergetar bebas dengan frekuensi 𝜔
𝑈𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ∑𝑘𝑝 𝑘𝑏 𝑇 = 3𝑁𝑘𝑏 𝑇
𝜕𝑈 𝑑
𝐶𝑣 = = 𝑑𝑡 [3𝑁𝑘𝑏 𝑇] = 3𝑁𝑘𝑏 = 3𝑅 (1.9)
𝜕𝑇

Model Einstein untuk T>>


𝐶𝑣 = 3𝑁𝑘𝑏 = 3𝑅 → sesuai dengan eksperimen Dulong dan Petit
ħ𝜔
Untuk T<< 𝑘 ≫1
𝑏𝑇

5
3𝑁ħ𝜔
Bila 𝜔𝑘𝑝 = 𝜔, 𝑚𝑎𝑘𝑎 ∶ 𝑈𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = ħ𝜔⁄ (1.10)
𝑒 𝑘𝑏 𝑇−1

𝜕𝑈 𝑑 3𝑁𝑘𝑏 𝑇
𝐶𝑣 = = 𝑑𝑇 [ ħ𝜔⁄ ]
𝜕𝑇 𝑘𝑏 𝑇−1
𝑒
ħ𝜔⁄
−1 ħ𝜔 ħ𝜔⁄ 3𝑁ħ2 𝜔 2 𝑒 𝑘𝑏 𝑇
= 3𝑁ħ𝜔 ħ𝜔⁄ (− 𝑘 2
) 𝑒 𝑘𝑏 = 2
𝑘𝑏 𝑇−1 ) 𝑏𝑇 𝑘𝑏 𝑇 2 ħ𝜔⁄
(𝑒 (𝑒 𝑘𝑏 𝑇−1 )

ħ𝜔⁄
3𝑁ħ2 𝜔 2 𝑒 𝑘𝑏 𝑇
= 2ħ𝜔⁄ 2ħ𝜔⁄
𝑘𝑏 𝑇 2 𝑘𝑏 𝑇−2𝑒 𝑘𝑏 𝑇+1 )
(𝑒

3𝑁ħ2 𝜔 2 1
= ħ𝜔⁄ (1.11)
𝑘𝑏 𝑇 𝑘𝑏 𝑇−1 )
(𝑒

Untuk 𝑇 ≪ →ħ𝜔⁄𝑘 𝑇 ≫ 1, maka


𝑏

3𝑁ħ2 𝜔 2 ħ𝜔⁄
𝐶𝑣 = 𝑒 𝑘𝑏 𝑇
𝑘𝑏 𝑇2

ħ𝜔 2 𝑒 3𝜔⁄𝑘𝑇
= 3𝑅 ( 𝑘𝑇 ) 2 (1.12)
(𝑒 3𝜔⁄𝑘𝑇 −1)

Dalam model Einstein frekuensi osilator ω biasa ditulis ωE yang disebut


frekuensi Einstein. Didefinisikan suhu Einstein (θE) menurut :
𝑘𝜃𝐸 = ħ𝜔𝐸

dan persamaan ( 1.12 ) tereduksi menjadi :


2
𝐵(𝑇) = 3𝑅 (𝜃𝐸 ) (1.13)
𝑇
Jadi pada suhu rendah, Cv sebanding dengan hasil ini tidak cocok dengan
hasil eksperimen, dimana Cv sebanding dengan T3. Model inipun gagal
menjelaskan Cv pada suhu rendah.

2.1.3 Model Debye


Dalam model Einstein, atom-atom dianggap bergetar secara terisolasi dari
atom di sekitarnya. Anggapan ini jelas tidak dapat diterapkan, karena
gerakan atom akan saling berinteraksi dengan atom-atom lainnya. Seperti
dalam kasus penjalaran gelombang mekanik dalam zat padat, oleh karena

6
rambatan gelombang tersebut atom-atom akan bergerak kolektif. Frekuensi
getaran atom bervariasi dari ω=0 sampai dengan ω =ωD. Batas frekuensi ωD
disebut frekuensi potong Debye.
Menurut model Debye ini, energi total getaran atom pada kisi diberikan oleh
ungkapan:

(1.14)
є (ω) adalah energi rata-rata osilator seperti pada model Einstein, sedangkan g
(ω) adalah rapat keadaan. Dalam selang frekuensi antara ω = 0 dan ω = ωD, g(ω)
memenuhi :
(1.15)

Jumlah moda getaran sama dengan jumlah 1 mol osilator tiga-dimensi, yang
dalam kurva pada gambar 1. ditunjukkan oleh daerah terarsir. Frekuensi potong
ωD adalah :

(1.16)

Gambar 1. Rapat Keadaan Menurut Model Gebye

Apabila kita menggambarkan kontur yang berhubungan dengan ω = ωD


dalam ruang - q seperti pada gambar 2. akan diperoleh sebuah bola yang disebut
bola Debye, dengan jejari qD yang disebut jejari Debye

(1.17)

7
Gambar 2. Bola Debye dengan jejari qD

Kembali pada persamaan (1.14), dengan substitusi є (ω )pada persamaan


(1.18) dan g(ω) ke persamaan diperoleh ungkapan energi getaran
kisi :
(1.18)

Turunan pertama terhadap suhu persamaan g(ω) menghasilkan kapasitas


kalor:

(1.19)

Penampilan persamaan (1.19) dapat disederhanakan dengan mendefinisikan :

(1.20)

Dan suhu Debye


(1.21)

sehingga bentuknya menjadi :


(1.22)

Pada suhu tinggi (T>>θD), batas atas integral (θD/T) sangat kecil,

demikian juga variabel x. Sebagai pendekatan dapat diambil : ex ≅ 1 + x

8
sehingga integral yang bersangkutan menghasilkan :
3
𝐷 1 𝜃𝐷
∫0 𝑥 2 𝑑𝑥 = 3 ( 𝑇 ) (1.23)

Masukkan hasil ini kepersamaan (1.22)


𝑇 31 𝜃 3
𝐷
𝐶 = 9𝑅 (𝜃 ) ( 𝑇 ) = 3𝑅 (1.24)
𝐷 3

Sesuai dengan hukum Dulong-Petiti, pada suhu tinggi model ini sesuai
dengan hasil eksperimen. Pada suhu rendah (T<<θD), batas integral pada
persamaan (1.22) menuju tak berhingga dan integral tersebut menghasilkan
4π4/15. Dengan demikian:
3 4 12𝜋 4 𝑅
𝐶 = 9𝑅 ( 𝑇 ) ∙ (4𝜋 ) = 𝑇3 (1.25)
𝜃𝐷 15 5𝜃𝐷

2.2 Koefisien Hantaran Termal


Bila dua buah sistem yang berbeda suhunya disentuhkan satu sama lain,
lama kelamaan kedua sistem tersebut akan memiliki suhu yang sama. Perpindahan
kalir sering disebut dengan konduksi. Konduksi adalah perpindahan panas
melewati suatu bahan, tanpa disertai perpindahan partikelnya.

Gambar 2.2.1 Konduksi panas pada keping plan-paralel


Besarnya kalor yang mengalir tiap satu satuan waktu melalui bidang balok
dapat dinyatakan dengan persamaan :
(𝑇1 − 𝑇2 ) 𝑑𝑇
𝐻 = −𝑘 ∙ 𝐴 = −𝑘𝐴
(𝑥2−𝑥1 ) 𝑑𝑥
Dengan :
H : arus panas oleh elemen (W)
k : konduktivitas panas 𝑊 ⁄𝑚 ∙ ℃
A : luas penampang (m2)
dT : beda suhu (C)
dx : tebal bahan (m)

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Kapasitas Panas adalah sejumlah panas (∆Q) yang diperlukan per mol
zat untuk menaikkan suhunya 1 K, disebut kapasitas kalor.
2. Koefisien hantaran termal adalah ketika bila dua buah sistem yang
berbeda suhunya disentuhkan satu sama lain, lama kelamaan kedua
sistem tersebut akan memiliki suhu yang sama.
3. Konduktivitas termal dapat didefinisikan sebagai ukuran kemampuan
bahan untuk menghantarkan panas. Konduktivitas termal adalah sifat
bahan dan menunjukkan jumlah panas yang mengalir melintasi satu
satuan luas jika gradien suhunya satu.
4. Tegangan termal pada umumnya timbul kalau setiap bagian benda
padat ditahan dan tidak dapat bergerak bebas. Sebagai tambahan
terhadap tambahan temperatur, tegangan termal dipengaruhi oleh laju
perubahan temperatur, oleh hantaran termal dari benda padat dan oleh
bentuknya. Kalau tegangan termal melampaui kekuatan patah dari
bahan maka akan terjadi retakan yang menyebabkan patas.

10
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, I. A. (2015). Penentuan Konduktivitas Termal Logam Tembaga,


Kuningan, dan Besi dengan Metode Gandengan. Prosiding Seminar
Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika (SNFPF), 30-34.

Prastiwi, A. D. (t.thn.). PENGARUH PENGGUNAAN LUMPUR LAPINDO


TERHADAP STRUKTUR MIKRO GENTENG KERAMIK. 1-15.

Rosandy, A. H. (2018). PENENTUAN NILAI KOEFISIEN KONDUKTIVITAS


TERMAL, KALOR JENIS, DN ONSTANTA PENDUNGUNAN
LOGAM ALUMINIUM DAN TEMBAGA MENGGUNAKAN SENSOR
SUHU DAN LOGGER PRO.

11

Anda mungkin juga menyukai