Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

HUKUM PERIZINAN

PERIZINAN DI BIDANG BANGUNAN, LINGKUNGAN HIDUP,


TRANSPORTASI, DAN UKM

Dosen Pengampu :
Dr. H. Karman, MSi., MH

OLEH:

RIKI WINARTA
NIM. 302.2019.056
MUHAMMAD FIQRI SUHADA
NIM. 302.2019.019
YURJA IZHA MAHENDRA
NIM. 302.2019.040
Semester : V
Kelompok : 4

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM SULTAN MUHAMMAD SYAFIUDDIN
SAMBAS
2021 M/ 1442 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perizinan program studi Hukum Tata
Negara. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan Nabi besar
Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga maupun para pengikutnya yang setia
hingga akhir zaman. Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih
banyak terdapat kelemahan dan kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini menjadi
lebih baik lagi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr.
H.Karman, M.Si,. MH selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Perizinan
yang telah mempercayakan dan memberi penulis tugas makalah ini. Semoga
makalah ini bisa bermanfat bagi penulis dan pembaca.

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman :
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Hukum Rencana Umum Tata Ruang (RUTR).....................................2
1. Esensi Tata Ruang Kota Dan Hubungannya Dengan
Perizinan Bangunan.......................................................................2
2. Hubungan Rencana Tata Ruang Wilayah Dengan
Perizinan........................................................................................4
3. Wewenang Perizinan.....................................................................5
4. Segi Kepentingan Umum...............................................................5
B. Perizinan Di Bidang Bangunan...........................................................6
1. Gambaran Umum Perizinan Bangunan.........................................6
2. Pembangunan Gedung Dan Hubungannya Dengan
Perizinan........................................................................................7
3. Pengurusan Izin Mendirikan Bangunan.........................................8
4. Pelayanan Izin Membangun Bagi Pemerintah
Daerah Dalam Era Otonomi Daerah..............................................8
5. Pembangunan Proyek – Proyek Pemerintah.................................10
6. Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap
Penerbit Perizinan Di Bidang Bangunan......................................10
C. Perizinan Di Bidang Lingkungan.......................................................12
1. Gambaran Umum..........................................................................12
2. Perizinan.......................................................................................12
3. Istansi Pemberian Izin, Tugas, Dan Wewenang...........................13
4. Pembangunan Berkelanjutan........................................................13

ii
5. Kuasa Pertambangan....................................................................14
6. Bentuk – Bentuk Kuasa Pertambangan........................................14
7. Hak Dan Kewajiban Pemegang Kuasa Pertambangan.................14
8. Beberapa Kasus Lingkungan Hidup.............................................15
D. Perizinan Di Sektor Transportasi........................................................16
E. Perizinan Di Sektor Usaha Kecil........................................................17
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................18
B. Saran...................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Untuk defenisi izin tidaklah mudah, banyak para pakar memberikan
defenisi untuk izin ini. Namun menurut KBBI mengartikan kata izin sebagai
“pernyataan mengabulkan (tidak melarang dan sebagainya) atau per-setujuan,
membolehkan. Sedang perizinan /per·i·zin·an/ n hal pemberian izin”.2 Jadi
dapat disimpulkan bahwa izin tersebut memiliki artian memperbolehkan.
Apabila dikaitkan izin dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 diatas dapat
kesimpulan bahwa pemerintah memperbolehkan (memberi izin) untuk
masyarakat luas memiliki, menggunakan, atau memanfaatkan bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya.
Izin tersebut bermacam-macam, contohnya saja, ada izin gangguan, izin
usaha, izin mengambil air, izin mendirikan bangunan dan lainnya. Salah satu
contoh izin yang izin dibahas didalam ini adalah izin mendirikan rumah sakit,
dimana dalam mendirikan rumah sakit terdapat banyak sekali izin-izin lain
yang terkait, contohnya saja izin lingkungan, izin mendirikan bangunan dan
izin untuk mendirikan sebuah badan yaitu rumah sakit. untuk melaksanakan
pembangunan atau ingin mendirikan bangunan, di Indonesia harus sesuai
dengan peraturan yang berlaku.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan
permasalahannya sebagai berikut :
1. Apa hukum rencana umum tata ruang (rutr) ?
2. Bagaimana perizinan di bidang bangunan ?
3. Bagaimana perizinan di bidang lingkungan ?
4. Bagaimana perizinan di sektor transportasi ?
5. Bagaimana perizinan di sektor usaha kecil ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hukum Rencana Umum Tata Ruang (RUTR)


1. Esensi Tata Ruang Kota Dan Hubungannya Dengan Perizinan
Bangunan
Perizinan (vergunning) adalah suatu bentuk pelaksanaan fungsi
pengaturan dan bersifat mengendalikan (sturen) yang dimiliki oleh
pemerintah terhadap kegiatankegiatan yang dilakukan oleh masyarakat.
Dalam menjalankan fungsinya hukum memerlukan berbagai perangkat
dengan tujuan agar hukum memiliki kinerja yang baik. Hukum memiliki
kaidah yang bersifat memaksa, artinya hukum itu mengikat setiap
individu, apabila kaidah hukum dituangkan dalam peraturan
perundangundangan maka setiap orang harus melaksanakannya. Izin
merupakan salah satu instrumen hukum pemerintah yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat preventif dalam
mengatur dan mengendalikan setiap kegiatan atau perilaku individu atau
kolektivitas.23 Dengan dikeluarkannya izin, penguasa memperkenankan
pemohon izin untuk melakukan tindakan atau kegiatan tertentu yang
sebenarnya dilarang demi memperhatikan kepentingan umum yang
mengharuskan adanya pengawasan. Suatu tindakan atau kegiatan pada
dasarnya dilarang, akan tetapi dapat diperkenankan dengan tujuan agar
dalam ketentuan-ketentuan yang bersangkutan dilakukan dengan cara-
cara tertentu. Perizinan dapat berbentuk pendaftaran, rekomendasi,
sertifikasi, dan izin untuk melakukan kegiatan usaha yang biasanya harus
dimiliki atau diperoleh suatu organisasi, perusahaan atau seseorang
sebelum yang bersangkutan dapat melakukan suatu kegiatan atau
tindakan. Penolakan izin dapat terjadi apabila kriteria-kriteria yang
ditetapkan oleh penguasa tidak dipenuhi. Misalnya, dilarang mendirikan
suatu bangunan kecuali ada izin tertulis dari pejabat yang berwenang
dengan ketentuan mematuhi persyaratanpersyaratan.
3

Perizinan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai upaya


penertiban pemanfaatan ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang harus
dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang. Izin pemanfaatan ruang
diatur dan dan diterbitkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai
dengan kewenangannya masing-masing sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun
yang tidak memiliki izin akan dikenai sanksi. Sanksi tersebut dapat
berupa sanksi administratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana
denda. Sanksi-sanksi tersebut dapat diterapkan apabila terdapat perilaku
yang melanggar kewajibankewajiban pemanfaatan ruang yang diatur
dalam Pasal 61 UU No. 26 Tahun 2007, kewajiban-kewajiban yang
dimaksud diantaranya:
a. Menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan,.
b. Memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari
pejabat yang berwenang.
c. Mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang.
d. Memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
Setiap orang yang melanggar ketentuan di atas, maka sebagaimana
halnya diatur dalam Pasal 63 UU No. 26 Tahun 2007, perbuatan
melanggar hukum tersebut dapat dikenai sanksi administratif, diantaranya:
1) peringatan tertulis;
2) penghentian sementara kegiatan;
3) penghentian sementara pelayanan umum;
4) penutupan lokasi;
5) pencabutan izin;
6) pembatalan izin;
7) pembongkaran bangunan;
8) pemulihan fungsi ruang; dan/atau
4

9) denda administratif.
2. Hubungan Rencana Tata Ruang Wilayah Dengan Perizinan
Proses perencanaan tata ruang merupakan suatu proses untuk
menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang. Sedangkan pemanfaatan ruang diartikan
sebagai upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan polaruang sesuai
dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program
beserta pembiayaannya. Pelaksanaan pemanfaatan ruang dimaksudkan
untuk menjamin keberlangsungan kehidupan masyarakat secara
berkualitas dan mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan
dilaksanakan secara terpadu.Pasal 33 PP No.15 Tahun 2010.
Pasal 33 PP No. 15 Tahun 2010 Berpedoman pada rencana tata
ruang, setiap laju perkembangan pembangunan wilayah senantiasa diikuti,
diawasi, dan dikontrol dengan baik agar tercapai tujuan rencana tata ruang
wilayah yakni pemanfaatan ruang secara optimal serasi, dan berkeadilan.
Untuk itu dibutuhkan sarana pengendalian dan pencegahan yang
diantaranya diwujudkan dalam bentuk perizinan, yakni izin pemanfaatan
ruang. Pasal 35 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, ditegaskan bahwa “Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan
melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif,
disinsentif, serta pengenaan sanksi. Disini tampak jelas bahwa instrumen
pengendalian pemanfaatan ruanga ada lima, yaitu peraturan zonasi,
perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.
Pasal 35 Undang-undang Republik Indonsia Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang Yang dimaksud dengan perizinan di atas adalah
izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Izin
pemanfaatan ruang diberikan kepada calon pengguna ruang yang akan
melakukan kegiatan pemanfaatan ruang pada suatu kawasan/zona
berdasarkan rencana tata ruang, dimaksudkan untuk:
5

a. Menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang,


peraturan zonasi, dan standar pelayanan minimal bidang penataan
ruang;
b. Mencegah dampak negatif pemanfaatan ruang; dan
c. Melindungi kepentingan umum masyarakat luas.
3. Wewenang Perizinan
Pendelegasian kewenangan adalah pelimpahan perizinan dan
nonperizinan yang merupakan kewenangan bupati kepada kepala dinas
penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu dengan tanggung
jawab dan tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi.
4. Segi Kepentingan Umum
Pentingnya Penataan Ruang, antara lain, pertama, untuk
meningkatkan sistem penyusunan rencana tata ruang, memantapkan
pengelolaan pemanfaatan ruang dan memantapkan pengendalian
pemanfaatan ruang terutama untuk mempertahankan pemanfaatan fungsi
lahan irigasi teknis dan kawasan-kawasan lindung; meningkatkan
kapasitas kelembagaan dan organisasi penataan ruang di daerah, baik
aparat pemerintah daerah, lembaga legislatif, dan yudikatif maupun
lembaga-lembaga dalam masyarakat agar rencana tata ruang ditaati oleh
semua pihak secara konsisten.
Kedua, meningkatkan asas manfaat berbagai sumberdaya yang ada
dalam lingkungan seperti meningkatkan fungsi perlindungan terhadap
tanah, hutan, air, flora, fungsi industri, fungsi pertanian, fungsi
pemukiman dan fungsi lain. Kesalahan tata ruang lingkungan dapat
menimbulkan dampak pada udara dan iklim, perairan, lahan dan lain-lain
yang akan berakibat fatal bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk
hidup lainnya.
Ketiga, sesuai dengan Undang Undang No. 26 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang di antaranya adalah untuk memperkokoh Ketahanan
Nasional berdasarkan Wawasan Nusantara dan sejalan dengan kebijakan
otonomi daerah yang memberikan kewenangan semakin besar kepada
6

pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang, maka


kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga keserasian dan
keterpaduan antar daerah dan antara pusat dan daerah agar tidak
menimbulkan kesenjangan antar daerah;
Bila dilaksanakan secara komprehenshif dan konsekwen, maka
penataan ruang dapat menjadi alat yang efektif untuk mencegah
kerusakan lingkungan dan berbagai bencana lingkungan seperti banjir dan
longsor. Pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang dan
mengindahkan kondisi lingkungan dapat menghindari permasalahan
lingkungan di masa mendatang.

B. Perizinan Di Bidang Bangunan


1. Gambaran Umum Perizinan Bangunan
Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan
secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut.
Sedangkan pengertian mendirikan bangunan atau membangun adalah
setiap kegiatan mendirikan, membangunm memperbaharui, mengganti
seluruh atau sebagian dan memperluas bangunan gedung atau bangunan
lain bukan gedung.
Izin mendirikan bangunan adalah izin yang diberikan oleh
pemerintah daerah kepada pemilik bangunan untuk membangun baru,
mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung
sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang
berlaku.
Izin mendirikan bangunan merupakan hal sangat penting untuk
menciptakan tata kehidupan masyarakat yang aman dan tertib melalui
perwujudan pemanfaatan lahan yang serasi dan seimbang dengan
kebutuhan dan kemampuan daya dukung lingkungan dan perkembangan
daerah dalam rangka mewujudkan kelestarian lingkungan hidup.
Izin mendirikan bangunan pada umumnya dibagi menjadi 5 jenis yaitu:
7

a. IMB, apabila rencana bangunan dinilai telah sesuai dengan ketentuan


teknis dan planologis (tata kota).
b. IMB bersyarat, apabila rencana bangunan dinilai masih perlu adanya
penyesuaian teknis.
c. IMB bersyarat sementara, apabila rencana bangunan terletak di daerah
perbaikan kampung dan/atau dibuat dari bahan / material dengan
tingkat permanensi sementara.
d. IMB bersyarat sementara berjangka, apabila rencana bangunan
berdasarkan penilaian teknis dan planologis hanya diberikan untuk
digunakan dalam jangka waktu terbatas.
e. Izin khusus / keterangan membangun.
2. Pembangunan Gedung Dan Hubungannya Dengan Perizinan
Pembangunan suatu gedung adalah salah satu bentuk fisik
pemamfaatan ruang. Dan dengan itu, sebuah aturan kegiatan bangunan
gedung harus selalu mengacu dengan peraturan-peraturan tata ruang
sesuai aturan-aturan perundangan yang berlaku. dalam sebuah kegiatan
pembangunan gedung perlu sebuah jaminan kepastian, ketertiban hukum,
begitu juga sebuah bagunan gedung harus melengkapi dan memenuhi
syarat-syarat administratif dan teknis bangunan gedung itu sendiri dan
harus diselenggarakan dengan tertib dan teratur.
Dengan pembangunan gedung, pemerintah telah mengeluarkan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, untuk mengatur tata ruang tetang
bangunan gedung. Dan undang-undang juga mengatur sebuah fungsi
bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, persayaratan
bangunan gedung, termasuk hak dan kewajiban pemilik dan pengguna
bangunan gedung untuk setiap tahap penyelenggaraan bangunan gedung,
dan begitu juga dengan ketentuan perihal peranan masyarakat dan arahan
oleh pemerintah, dan saksinya.
Begitu juga maksud dan tujuan sebuah aturan dalam undang-
undang dilandasi oleh azas kemamfaatan, keselamatan, keseimbangan,
dan keserasian bangunan gedung dengan lingkunganya, untuk
8

kepentingan seluruh lingkugan masayarakat yang berkeadilan dan


berkeprikemanusiaan.
3. Pengurusan Izin Mendirikan Bangunan
Untuk membuat IMB Bangunan Umum Non Rumah Tinggal (s/d 8
lantai) pemohon harus melengkapi beberapa syarat mengurus IMB berupa
:
a. Formulir permohonan IMB
b. Surat pernyataan tidak sengketa (bermaterai)
c. Surat Kuasa (jika dikuasakan)
d. KTP dan NPWP ( pemohon dan/yang dikuasakan)
e. Surat Pernyataan Keabsahan dan Kebenaran Dokumen
f. Bukti Pembayaran PBB
g. Akta Pendirian (Jika pemohon atas nama perusahaan/badan/yayasan)
h. Bukti kepemilikan tanah (surat tanah)
i. Ketetapan Rencana Kota (KRK)/RTLB
j. SIPPT (untuk luas tanah > 5.000 m2)
k. Gambar rancangan arsitektur (terdiri atas gambar situasi, denah,
tampak, potongan, sumur resapan) direncanakan oleh arsitek yang
memiliki IPTB, diberi notasi GSB, GSJ dan batas tanah)
l. Gambar konstruksi serta perhitungan konstruksi dan laporan
penyelidikan tanah (direncanakan oleh perencana konstruksi yang
memiliki IPTB)
m. Gambar Instalasi (LAK/LAL/SDP/TDP/TUG)
n. IPTB (Izin Pelaku Teknis Bangunan) arsitektur, konstruksi dan
instalasi ( legalisir asli )
o. IMB lama dan lampirannya (untuk permohonan merubah/menambah
bangunan)
4. Pelayanan Izin Membangun Bagi Pemerintah Daerah Dalam Era
Otonomi Daerah
Pelayanan publik pada umumnya memilikivsifat differential
information dan interdependence. Sifat pertama berarti adanya
9

kedudukanvyang tidak berimbang antara penyedia pelayananvdan


konsumennya yang disebabkan olehvketidaksetaraan posisi antara
penyedia pelayanan dan konsumen. Sifat kedua berarti bahwavkeberadaan
pelayanan publik dapat mempengaruhi aspek-aspek kehidupan dari
masyarakat. Pelayanan publik pada dasarnya adalah bentuk tanggung
jawab pemerintah sebagai institusi yang dibentuk guna menjalankan
fungsi-fungsi pemerintahan kepada warga negaranya. Dalam
perkembangannya, paradigma pelayanan publik mengikuti paradigma
yang berkembang dalam praktik administrasi negara. Pada masa
administrasi negara klasik, pelayanan publik diarahkan pada pelayanan
“klien” sehingga memosisikan pemerintah sebagai penyedia pelayanan
publik lebih tinggi dari masyarakat, sebagaimana sifat alamiah pelayanan
publik differential information di atas. Pada paradigma ini, masyarakat
berada pada situasi sebagai objek pelayanan publik semata sehingga tidak
memiliki kewenangan untuk mengontrol jumlah, jenis, dan kualitas
pelayanan publik yang diberikan.
Dalam pengertian sempit, pelayanan terpadu dapat diartikan
sebagai satu instansi pemerintah yang memiliki semua otoritas yang
diperlukan untuk memberi pelbagai perizinan (licenses, permits,
approvals and clearances). Tanpa otoritas yang mampu menangani semua
urusan tersebut, instansi pemerintah tidak dapat mengatur pelbagai
pengaturan selama proses. Oleh sebab itu, dalam hal ini instansi tersebut
tidak dapat menyediakan semua bentuk perizinan yang diperlukan dalam
pelbagai tingkat administrasi sehingga harus bergantung pada otoritas
lain.
Pelayanan perizinan dengan sistem terpadu satu pintu (one stop
service) membuat waktu pembuatan izin menjadi lebih singkat. Pasalnya,
dengan pengurusan administrasi berbasis teknologi informasi, inputdata
cukup dilakukan sekali, dan administrasi bisa dilakukan secara simultan.
Dengan adanya kelembagaan pelayanan terpadu satu pintu, seluruh
perizinan dan nonperizinan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota
10

dapat terlayani dalam satu lembaga. Harapan yang ingin dicapai adalah
mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi dengan
memberikan perhatian yang lebih besar pada peran usaha kecil dan
menengah,dan bertujuan meningkatkan kualitas layanan publik.
Pelayanan Terpadu pada dasarnya telah diatur melalui Permendagri
No.24 Tahun 2006 mengenai Pedoman Penyelenggaran Pelayanan
Terpadu Satu Pintu. Dalam peraturan ini, pelayanan atas permohonan
perizinan dan nonperizinan dilakukan oleh Perangkat Daerah
Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP), yaitu perangkat
pemerintah daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengelola
semua bentuk pelayanan perizinan dan nonperizinan di daerah dengan
sistem satu pintu.
5. Pembangunan Proyek – Proyek Pemerintah
Dalam rangka peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui
pengembangan infrastruktur di Indonesia, Pemerint
ah melakukan upaya percepatan proyek-proyek yang dianggap strategis
dan memiliki urgensi tinggi untuk dapat direalisasikan dalam kurun waktu
yang singkat. Dalam upaya tersebut, Pemerintah melalui Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian menginisiasi pembuatan mekanisme
percepatan penyediaan infrastruktur dan penerbitan regulasi terkait
sebagai payung hukum yang mengaturnya.
Dengan menggunakan mekanisme tersebut, Komite Percepatan
Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) melakukan seleksi daftar
proyek-proyek yang dianggap strategis dan memiliki urgensi tinggi serta
memberikan fasilitas-fasilitas kemudahan pelaksanaan proyek. Dengan
diberikannya fasilitas-fasilitas tersebut, diharapkan proyek-proyek
strategis dapat direalisasikan lebih cepat.
6. Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Penerbit Perizinan Di
Bidang Bangunan
Sejak otonomi daerah diberlakukan di Indonesia dan sesuai dengan
amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
11

Daerah dan kemudian berganti dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun


2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang diubah kembali dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah.Pemerintah Pusat telah memberikan wewenang kepada
Pemerintah Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri melalui otonomi daerah. Otonomi Daerah adalah hak, wewenang
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan adanya otonomi daerah,
maka setiap daerah diberikan kebebasan untuk mengurus dan mengatur
sendiri urusan pemerintahan demi kepentingan masyarakat setempat,
termasuk dalam dalam hal pemberian izin mendirikan bangunan
mengingat pembangunan yang dilakukan di sebuah daerah dalam telah
tumbuh pesat sehingga berimplikasi pada ekonomi masyarakat dan
kontribusi bagi daerah yang diperoleh melalui persyaratan administrasi
dalam penerbitan izin mendirikan bangunan. Pembangunan gedung yang
dilakukan oleh badan usaha atau perusahaan yang berada di daerah
tersebut baik yang sudah ada sebelum adanya izin mendirikan bangunan
(IMB) maupun yang sudah ada Izin Mendirikan Bangunan perlu
dilakukan pengawasan atas keberadaan bangunan gedung tersebut.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung. Pasal 44 Setiap pemilik dan/atau pengguna yang tidak memenuhi
kewajiban pemenuhan fungsi, dan/atau persyaratan, dan/atau
penyelenggaraan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang ini dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.
Sanksi administratif yang dimaksud dapat berupa:
a. Peringatan tertulis;
b. Pembatasan kegiatan pembangunan;
c. Penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan
pembangunan;
12

d. Penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan


gedung;
e. Pembekuan izin mendirikan bangunan;
f. Pencabutan izin mendirikan bangunan;
g. Pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung
Apabila dalam pelaksanaan pembangunan bangunan gedung terjadi
ketidak sesuian terhadap Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan/atau
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan pengawas pelaksanaan
wajib menghentikan sementara pelaksanaan bangunan gedung serta
melaporkan kepada dinas. Namun demikian pada kenyataan dilapangan,
pemegang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) banyak yang mengabaikan
ketentuan-ketentuan yang ada didalamnya, Sebagai bentuk pengaturan
yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara adalah
dengan mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2012 tentang
Izin Mendirikan Bangunan.

C. Perizinan Di Bidang Lingkungan


1. Gambaran Umum
Izin mendirikan bangunan adalah izin yang diberikan oleh
pemerintah daerah kepada pemilik bangunan untuk membangun baru,
mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung
sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang
berlaku.
2. Perizinan
Perizinan dapat diartikan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan
fungsi pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh
pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat.
Bentuk perizinan antara lain: pendaftaran, rekomenadasi, sertifikasi,
penentuan kuota dan izin untuk melakukan sesuatu usaha yang biasanya
harus memiliki atau diperoleh suatu organisasi perusahaan atau seseorang
sebelum yang bersangkutan dapat melaksanakan suatu kegiatan atau
13

tindakan. Dengan memberi izin, pengusaha memperkenankan orang yang


memohonnya untuk melakukan tindakan tindakan tertentu yang
sebenarnya dilarang demi memperhatikan kepentingan umum yang
mengharuskan adanya pengawasan.
3. Instansi Pemberian Izin, Tugas, Dan Wewenang
Izin Mendirikan Bangunan atau biasa dikenal dengan IMB adalah
perizinan yang diberikan oleh Kepala Daerah kepada pemilik bangunan
untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau
merawat bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan
persyaratan teknis yang berlaku.
Dalam melaksanakan dan menegakkan ketentuan hukum positif
diperlukan wewenang, tanpa wewenang tidak dapat dibuat keputusan
yuridis yang bersifat konkret (harus ada wewenang atau asas legalitas),
oleh karena itu izin harus berdasarkan wewenang yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan. Menurut Marcus Lukman, kewenangan
pemerintah dalam bidang izin itu bersifat diskresionare power atau berupa
kewenangan bebas, dalam arti kepada pemerintah diberi kewenangan
untuk mempertimbangkan atas dasar inisiatif sendiri hal-hal yang
berkaitan dengan izin, misalnya pertimbangan tentang :
a. Kondisi-kondisi apa yang memungkinkan suatu izin dapat diberikan
kepada pemohon;
b. Bagaimana mempertimbangkan kondisi-kondisi tersebut;
c. Konsekuensi yuridis yang mungkin timbul akibat pemberian izin atau
penolakan izin dikaitkan dengan pembatasan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
d. Prosedur apa yang harus diikuti atau dipersiapkan pada saat dan
sesudah keputusan diberikan baik penerimaan maupun penolakan
pemberian izin.
Beragam organ pemerintahan baik di tingkat pusat maupun tingkat
daerah, mulai dari administrasi Negara tertinggi (presiden) sampai dengan
14

administrasi Negara terendah(lurah), berwenang memberikan izin. Itu


berarti bahwa izin hanya boleh dikeluarkan oleh organ pemerintahan.
4. Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan,
kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan
sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa
depan” (menurut Laporan Brundtland dari PBB, 1987). Pembangunan
berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable
development. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai
pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran
lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan
keadilan sosial.
5. Kuasa Pertambangan
Kuasa Pertambangan Eksploitasi adalah wewenang yang diberikan
kepada orang atau badan untuk melakukan usaha pertambangan dengan
maksud untuk menghasilkan bahan galian dan memanfaatkannya.
6. Bentuk – Bentuk Kuasa Pertambangan
Kuasa Pertambangan dapat berupa :
a. Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum;
b. Kuasa Pertambangan eksplorasi;
c. Kuasa Pertambangan Eksploitasi;
d. Kuasa Pertambangan Pengolahan dan Pemurnian;
e. Kuasa Pertambangan Pengangkutan;
f. Kuasa Pertambangan Penjualan.
7. Hak Dan Kewajiban Pemegang Kuasa Pertambangan
Sejak adanya Izin Usaha Pertambangan (IUP), maka sejak saat itulah
timbul hak dan kewajiban dari pemegang Izin Usaha Pertambangan
(IUP). Adapun hak-hak dari pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP)
telah diatur dalam Pasal 90 sampai dengan Pasal 94 Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,
antara lain:
15

a. Hak Pemegang Kuasa Pertambangan


1) Dapat melakukan sebagian atau seluruh tahapan usaha
pertambangan, baik kegiatan eksplorasi maupun kegiatan operasi
produksi.
2) Dapat memanfaatkan prasarana dan sarana umum untuk keperluan
pertambangan setelah memenuhi ketentuan peraturan
perundangundangan.
3) Memiliki mineral, termasuk mineral ikutannya, atau batubara yang
telah diproduksi apabila telah memenuhi iuran eksplorasi atau
iuran produksi, kecuali mineral ikutan radioaktif.
4) Tidak boleh memindahkan IUP kepada pihak lain. Untuk
pengalihan kepemilikan dan/atau saham di bursa saham Indonesia
hanya dapat dilakukan setelah melakukan kegiatan eksplorasi
tahapan tertentu.
5) Melakukan usaha pertambangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
b. Kewajiban Pemegang Kuasa Pertambangan
1) Menerapkan kaidah teknik pertambangan yang baik.
2) Mengelola keuangan sesuai dengan sistem akuntansi Indonesia;
3) Meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau
batubara;
4) Melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat
setempat; dan
5) Mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan.
6) Menjamin penerapan standar dan baku mutu lingkungan sesuai
dengan karakteristik suatu daerah.
7) Menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung sumber daya air yang
bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
8) Menyerahkan rencana reklamasi dan rencana pascatambang pada
saat mengajukan permohonan IUP Operasi Produksi ; dll
16

8. Beberapa Kasus Lingkungan Hidup


a. Permasalahan sungai yang tercemar
b. Kerusakan hutan
c. Abrasi
d. Pencemaran udara
e. Menurunnya keanekaragaman hayati
f. Pencemaran tanah
g. Permasalahan sampah yang menumpuk
h. Rusaknya ekosistem laut
i. Pencemaran air tanah
j. Pemanasan global
k. Langkanya air
l. Pencemaran suara
m. Berkurangnya daerah resapan air
n. Bangunan – bangunan liar dan kumuh

D. Perizinan Di Sektor Transportasi


Untuk mempermudah proses perizinan di bidang transportasi, Kemenhub
telah melakukan beberapa upaya yaitu mempercepat waktu penerbitan izin
sebanyak 23 izin, memperpanjang masa berlaku sebanyak 11 izin,
mempermudah proses persyaratan perizinan sebanyak 27 izin, mengurangi
nilai persyaratan biaya/tarif sebanyak 1 izin, mengurangi nilai persyaratan
permodalan sebanyak 10 izin, menggabungkan izin sebanyak 23 izin serta
pendelegasian tanda tangan sebanyak 4 izin.
Lebih lanjut, Baitul mengatakan deregulasi peraturan ini dilakukan untuk
membuka peluang bagi investor untuk turut serta dalam pembangunan dan
pengembangan sektor transportasi nasional.
“Hal itu dilakukan guna menggairahkan investasi khususnya di sektor
transportasi. Apalagi saat ini pemerintah juga terus melakukan pembangunan
infrastruktur di bidang transportasi sehingga deregulasi ini akan membuka
peluang menarik investor,” ujar Baitul.
17

Deregulasi perizinan ini juga telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri


Perhubungan Nomor KP 250 Tahun 2018 tentang Satuan Tugas Percepatan
Pelaksanaan Berusaha Kementerian Perhubungan yang menggantikan
keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 966 Tahun 2017.
Adapun sejumlah aturan yang di deregulasi diantaranya, pada sektor
transportasi darat izin tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan
Dengan Kendaraan Umum, izin Penyelenggaraan Analisis Dampak Lalu
Lintas, izin Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan
Umum, dan izin Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor.

E. Perizinan Di Sektor Usaha Kecil


]IUMK adalah tanda legalitas kepada seseorang atau pelaku
usaha/kegiatan tertentu dalam bentuk izin usaha mikro dan kecil dalam
bentuk naskah satu lembar. IUMK diiharapkan dapat memberikan kepastian
hukum dan menjadi sarana pemberdayaan bagi pelaku usaha mikro dan kecil
dalam mengembangkan usahanya.
Usaha mikro dan kecil yang dimaksud adalah usaha produktif milik orang
perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha
mikro dan kecil yang diatur dalam UU No.20/2008.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Izin merupakan suatu persoalan dalam kehidupan bermasyarakat, karena
erat kaitannya dengan kepentingan dalam melakukan suatu aktivitas tertentu.
Izin merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam
hukum administrasi, untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin
sebagai alat administrasi dalam suatu pemerintahan wajib mendapatkan
persetujuan dari pejabat negara. Izin merupakan salah satu bentuk kebijakan
publik yang dilakukan oleh pemerintah dengan memperhatikan peraturan
perundang-undangan, sehingga tidak terjadi kesalahan kewenangan dalam
melaksanakan kebijakan publik tersebut.
Perizinan (vergunning) merupakan suatu bentuk pengecualian dari
larangan yang terdapat dalam suatu peraturan. Instrumen pemerintahannya
dituangkan dalam bentuk peraturan izin atas hal tertentu, sedangkan landasan
pelaksanaan/ operasional bagi masyarakat atau Badan/Pejabat Administrasi
Pemerintahan adalah berupa keputusan administrasi pemerintahan mengenai
izin atas hal tertentu.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis yakin bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan, sehingga mengharapkan kepada para pembaca untuk
memberikan kritik dan saran yang membangun agar penulis mendapatkan
membelajaran baru. Dan semoga makalah ini dapat menjadi tempat
mendapatkan ilmu pengetahuan baru.
DAFTAR PUSTAKA

Ashshofa, Burhan. (1998) Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta.


Barrett, P. (2005) Revaluing Construction: A Global CIB Agenda. Publication
305, International Council for Research and Innovation in Building.
Rotterdam, The Netherlands.
Bon, R (2000), Economic Structure and Maturity (Collected Papers in
InputOutput Modelling and Application, Ashgate Publishing Company, UK.
Bon, R. (1988), Direct and indirect resource utilization by the construction sector:
the case of USA since World War II, Habitat International, 12, 49-74.
Carassus, J (ed) (2004), The Construction Sector System Approach: An
International Framework, Report by CIB W055-W065 Construction
Industry Comparative Analysis, Project Group, CIB Publication.
Chou, C. dan O. Shy, (1991), Intraindustry trade and the variety of home product,.
Canadian Journal of Economics 24.
Egan, J. (1998), Rethinking Construction: The report of the Construction Task
Force to the Deputy Prime Minister, John Prescott, on the scope for
improving the quality and efficiency of UK construction. London:
Department of the Environment, Transport and the Regions.
Field, B and Ofori, G (1988), Construction and Economic Development, Third
World Planning Review.
Ganesan (1999), Employment, Technology and Construction Development,
Ashgate, UK.
Henriod, (1984), The Construction Industry Issues and Strategis in Developing
Countries, World Bank Publication, Geneva.
Hillebrandt, P.M, (1985), Analysis of the British Construction Industry,
MacMillan Publishers Ltd, UK.
Ive and Gruneberg (2000), The Economics of the Modern Construction Sector,
MacMillan, UK.

Anda mungkin juga menyukai