Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

HUKUM PERIZINAN

PENYELESAIAN PELAYANAN PERIZINAN DAN


PENGENDALIANNYA

Dosen Pengampu :
Dr. H. Karman, MSi., MH

OLEH:

FAJAR HARISTA
NIM. 302.2019.011
BAGUS SETIAWAN HADI WIJAYA
NIM. 302.2019.036
YUWANTO
NIM. 302.2019.054
Semester : IV
Kelompok : 1

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM SULTAN MUHAMMAD SYAFIUDDIN
SAMBAS
2021 M/ 1442 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perizinan program studi Hukum Tata
Negara. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan Nabi besar
Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga maupun para pengikutnya yang setia
hingga akhir zaman. Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih
banyak terdapat kelemahan dan kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini menjadi
lebih baik lagi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr.
H.Karman, M.Si,. MH selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Perizinan
yang telah mempercayakan dan memberi penulis tugas makalah ini. Semoga
makalah ini bisa bermanfat bagi penulis dan pembaca.

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman :
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pelayanan Perizinan Dalam Perspektif Negara Kesejahteraan............2
B. Konsepsi Dan Pengembangan Pelayanan Publik................................5
1. Hak – Hak Masyarakat Atas Pelayanan Publik.............................5
2. Perspektif Kebijakan Pelayanan Umum Menghadapi
Era Globalisasi...............................................................................5
3. Upaya Pembaruan Pelayanan Publik.............................................7
4. Optimalisasi Pelayanan Publik......................................................8
C. Ketatalaksanaan Pelayanan Masyarakat.............................................10
D. Penyalahgunaan Tindakan Administratif...........................................10
E. Konsepsi Upaya Pengendalian Kegiatan/Proses Pelayanan...............11
F. Pengendalian Tindakan Aparat/Pejabar Sebagai
Tanggung Jawab Moral......................................................................12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................13
B. Saran...................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perizinan merupakan salah satu aspek penting dalam pelayanan publik,
kendatipun tidak dibutuhkan setiap hari, namun sangatlah berperan penting
bagi kehidupan kita. Tanpanya, banyak yang tidak dapat kita lakukan karena
izin adalah bukti penting secara hukum. Tidak ada bagian lain dalam domain
publik tempat interaksi antara pemerintah dan masyarakatnya begitu jelas dan
langsung selain pada bagian pelayanan perizinan. Sebagai garda terdepan atas
pelayanan pemerintah terhadap masyarakat, dapat dikatakan kinerja
pemerintah secara keseluruhan benar-benar dinilai dari seberapa baik
pelayanan perizinan ini Kebijakan dan implementasi pelayanan perizinan
terpadu dapat dikatakan efektif ketika dapat menjawab keinginan masyarakat.
Kebijakan dan implementasi juga harus bersinergi diantara para stakeholders
perizinan baik itu pelaksana dan konsumen perizinan maupun para akademisi/
universitas. Impelmentasi berbasis teknologi akan mendorong pelayanan
perizinan lebih efesien.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan pernasalahannya
sebagai berikut :
1. Bagaimana pelayanan perizinan dan pengembangan perspektif negara
kesejahteraan ?
2. Bagaimana konsepsi dan pengembangan pelayanan publik ?
3. Bagaimana Ketatalaksanaan pelayanan publik ?
4. Bagaimana akibat penyalahgunaan pelayanan masyarakat ?
5. Apa konsepsi upaya pengendalian kegiatan / proses pelayanan ?
6. Bagaimana pengendalian tindakan aparat / pejabat sebagai tanggung jawab
moral ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pelayanan Perizinan Dalam Perspektif Negara Kesejahteraan


Seringkali masyarakat merasa tidak puas atas jasa yang diberikan oleh
instansi penyedia jasa service provider. Namun, ketidakpuasan itu tidak
terungkap dalam ruang publik. Hanya saja, dampak negatif ketidakpuasan itu
yang tanpa diragukan lagi sangatlah nyata. Sebagian besar masyarakat yang
tidak puas atas suatu pelayanan di toko atau bank, misalnya, jarang
mengajukan keluhannya secara resmi kepada penyedia jasa. Mereka lebih
memilih beralih ke penyedia jasa lainya. Kalaupun ada yang mengungkapkan
ketidakpuasannya secara langsung kepada penyedia jasa, mereka pada akhirnya
juga bernasib sama. Namun, pemerintah sebagai penyedia provider pelayanan
publik nyaris tanpa kompetitor sama sekali karena kewenangan otoritas yang
diberikan kepadanya oleh undang-undang.
Namun, layak diperdebatkan jika dikatakan bahwa ketidakpuasan
masyarakat tidak berdampak atau berimplikasi pada penyedia jasa di sektor
publik. Justru sebaliknya, kendatipun diketahui kalau pelayanan publik sektor
nirlaba dan praktik jarang mendapat tekanan pasar, ketidakpuasan masyarakat
cenderung menimbulkan dampak negatif dalam berbagai bentuk terhadap
pemerintah. Perizinan merupakan salah satu aspek penting dalam pelayanan
publik. Perizinan, kendatipun tidak dibutuhkan setiap hari, sangatlah berperan
penting bagi kehidupan kita. Tanpanya, banyak yang tidak dapat kita lakukan
karena izin adalah bukti penting secara hukum. Tidak ada bagian lain dalam
domain publik tempat interaksi antara pemerintah dan masyarakatnya begitu
jelas dan langsung selain pada bagian pelayanan perizinan. Sebagai garda
terdepan atas pelayanan pemerintah terhadap masyarakat, dapat dikatakan
kinerja pemerintah secara keseluruhan benar-benar dinilai dari seberapa baik
pelayanan unit perizinan ini. Banyak aspek kehidupan sebagai warga negara
diatur melalui sistem perizinan. Demikian juga perizinan yang terkait dengan
dunia usaha terkait Universitas Sumatera Utara investasi. Proses perizinan

2
3

usaha yang tidak efisien tidak tepat waktu dan berbiaya tinggi pada akhirnya
akan menurunkan jumlah investasi dan kegiatan wiraswasta. Hal ini tentu saja
berdampak serius terhadap upaya menciptakan lapangan kerja dan masalah-
masalah ketenagakerjaan lainnya. Izin pengelolaan limbah, penggalian air
tanah, Iokasi industri, keamanan kerja, serta bahan beracun dan berbahaya
sernuanya berdampak pada dunia industri dan masyarakat sekitar yang berisiko
mengalami bencana, kecelakaan, dan berdampak jangka panjang terhadap
kesehatan mereka.
Pemerintah sebagai provider memiliki otoritas penuh sesuai undang-
undang yang ada untuk menentukan apakah sebuah izin usaha diperkenankan
untuk masuk atau tidak dalam sebuah lingkungan ekonomi. Bila pemerintah
tidak mengizinkan maka argumen yang melandasinya diantaranya adalah
pemihakan pada pelaku lokal, perlindungan domestik, konservasi lingkungan
ataupun alasan pertahanankeamanan. Bila pemerintah mengizinkan haruslah
dilandasi bahwa investasi ini akan menghadirkan dampak pengganda yang
berlipat bagi masyarakat. Perizinan yang terkait dengan dunia usaha
merupakan salah satu elemen penting dalam lingkungan investasi. Proses
perizinan usaha yang tidak efisien, tidak tepat waktu, dan berbiaya tinggi pada
akhirnya akan menurunkan jumlah investasi dan kegiatan wiraswasta.
Banyaknya agen swasta yang menawarkan jasa untuk mengurus proses
perizinan merupakan tanda adanya gap antara pemerintah sebagai penyedia
layanan publik dan masyarakat sebagai pengguna layanan.
Agen-agen penyedia jasa seperti ini tumbuh subur karena adanya kesan
masyarakat bahwa proses pengurusan izin beserta aparatnya dianggap sulit dan
memakan waktu. Sebagian masyarakat bersedia membayar lebih untuk
kepastian waktu, persyaratan, biaya dan transparansi lebih dapat diperoleh dari
agen-agen tersebut. Masyarakat tidak mampu memperoleh langsung melalui
pemerintah. Karena memiliki kewenangan untuk mengeluarkan izin,
pemerintah tidak kehilangan revenue apa pun dari maraknya agen-agen ini.
Namun, pemerintah kehilangan kepercayaan, kredibilitas, dan dukungan politis
dari masyarakat. Universitas Sumatera Utara Sebenarnya, harapan masyarakat
4

terhadap proses perizinan tidak berbeda dengan harapan pemerintah, yakni


sederhana, murah, adanya kepastian waktu, pelayanan yang berkualitas,
kepastian hasil, transparansi dan sah secara hukum. Proses perizinan yang
sederhana mencakup tidak saja menghilangkan birokrasi yang panjang, tetapi
juga menghindari prosedur dan persyaratan yang berlebihan serta memberikan
informasi yang akurat kepada pemohon perizinan. Dari sisi masyarakat, murah
berarti biaya yang wajar dan dapat diverifikasi, yang disertai dengan kuitansi
secukupnya.
Walaupun pelayanan publik seyogyanya tidak dipungut biaya atau paling
tidak seminimal mungkin dengan alasan bahwa pendapatan negara seharusnya
berasal dari pajak dan retribusi dan bahwa operasi pelayanan publik telah
didanai oleh APBN atau APBD. Kepastian waktu merupakan elemen penting
lainnya yang diharapkan masyarakat dari pemerintah. Kepastian tersebut
mencakup lamanya waktu yang dibutuhkan untuk proses pengurusan serta
kapan izin dapat dikeluarkan. Lamanya pengurusan izin seharusnya diketahui
oleh para pemohon sehingga bermanfaat bagi proses perencanaan dan
penjadwalan mereka, dan pemerintah sebagai penyedia pelayanan harus dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat ini.
Masyarakat tentu saja berharap bahwa lamanya proses pengurusan izin
tidak berlarut-larut. Kualitas pelayanan secara khusus berkaitan dengan tingkat
kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan. Bagi pimpinan
instansi pemerintah yang memberikan pelayanan publik, kepuasan masyarakat
ini harus menjadi kriteria penting dalam mengevaluasi kinerja, kemajuan, dan
perbaikan. Tingkat kepuasan masyarakat secara keseluruhan dipengaruhi oleh
tingkat kepuasan pada tiap tahap proses perizinan yang mereka jalani dan
bagaimana tingkat kepuasan tersebut berubah. Ketika memulai proses
perizinan, masyarakat baca pelanggan telah memiliki persepsi, kesan, dan
harapan akan pelayanan yang mereka butuhkan. Kepuasan pelanggan akan
meningkat jika setiap kebutuhan mereka dapat dipenuhi secara memadai sesuai
dengan harapannya, demikian juga sebaliknya.
5

B. Konsepsi Dan Pengembangan Pelayanan Publik


1. Hak – Hak Masyarakat Atas Pelayanan Publik
Masyarakat memiliki hak dalam pelayanan publik seperti yang telah
diamanatkan dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009,
Tentang Pelayanan Publik.
Diantaranya yaitu, mengetahui kebenaran isi standar pelayanan
mengawasi pelaksanaan standar pelayanan, mendapat tanggapan terhadap
pengaduan yang diajukan, mendapat advokasi, perlindungan, dan/atau
pemenuhan pelayanan.
Lalu, memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara untuk
memperbaiki pelayanan, apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai
dengan standar pelayanan, memberitahukan kepada Pelaksana untuk
memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai
dengan standar pelayanan.
Selanjutnya, mengadukan Pelaksana yang melakukan penyimpangan
standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada
Penyelenggara dan ombudsman, mengadukan Penyelenggara yang
melakukan penyimpangan standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki
pelayanan kepada pembina Penyelenggara dan ombudsman; dan mendapat
pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan.
"Berdasarkan point-point yang sudah dijelaskan terkait hak-hak
masyarakat tadi, jadi sudah jelas bahwa kewenangan pengawasan
pelayanan publik bukan hanya dimiliki oleh Ombudsman saja, namun
masyarakat pun memiliki hak/atau kewenangan untuk mengawasi standar
pelayanan publik, dan jika tidak sesuai dengan standar yang telah
ditentukan maka masyarakat memiliki hak untuk mengadukan kepada
intansi tersebut dan masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan
tanggapan dari pengaduannya tersebut"
2. Perspektif Kebijakan Pelayanan Umum Menghadapi Era Globalisasi
Dalam implementasi program-program pelayanan publik di bidang
apapun, para administrator publik, tidak hanya dituntut untuk memiliki
6

kemampuan bekerja secara lebih profesional, efisien, ekonomis dan efektif,


tetapi juga mampu mengembangkan pendekatan-pendekatan yang lebih
inovatif guna menjawab tantangan-tantangan baru yang timbul pada aras
global yang secara langsung atau tidak langsung, berpengaruh pada
lingkungan tugasnya De Leon,(Wahab,2001). Lebih dari itu, ditengah
makin
kencangnya hembusan angin demokratisasi, para administrator publik
dituntut pula mampu bertindak adil, untuk menjaga jangan sampai
pelayanan publik itu justru hanya menguntungkan segelintir orang atau
mereka yang memiliki posisi sosial, ekonomi dan politiknya mapan. Dalam
banyak kasus, bukti empiris memang menyodorkan kenyataan yang pahit.
Orang-orang miskin dan kelompok-kelompok marginal yang secara
ekonomi dan politik tidak berdaya itu kerap menjadi korban ambisi politik.
Mereka sering terabaikan, terlewati oleh kebijakan pemerintahnya, kendati
kebijakan-kebijakan publik dan pelayanan publik itu konon ditujukan
kepada mereka,
untuk kepentingan mereka.
Karena itu, tidaklah berlebihan, jika isu sentral yang kini mengedepan
dan mau tidak mau harus dijawab oleh setiap administrator publik dalam
menjalankan fungsi pelayanan publiknya adalah efisien dan efektif untuk
kepentingan siapa? ekonomis bagi siapa? Inilah persoalan aksiologis
administrasi publik masa kini dan masa datang Fredericson (Wahab, 2001).
Oleh karena itu, salah satu aspek yang perlu diperhatikan oleh
administrator publik adalah perlunya penegakan prinsip keadilan secara
proporsional dalam memberikan pelayanan, Ini berarti, bahwa di satu sisi
sumber daya yang menjadi esensi atau substansi pelayanan masyarakat itu
sejauh mungkin dapat didistribusikan berdasarkan atas tingkat kemampuan
dan kebutuhan publik yang dilayani (user), bukan lagi sekedar kebutuhan
birokrasi yang memberikan pelayanan (provider). Atau, dalam bahasa
Osborne (1999) upaya memenuhi kebutuhan pelanggan bukan birokrasi. Di
sisi lain, hendaknya bisa dicegah adanya praktik pemberian label (labelling
7

practices), baik bersifat politis maupun ideologis, terhadap kelompok


sasaran program pelayanan publik. Praktek pemberian label seperti tidak
ber KTP, tidak seafiliasi politik, atau pembangkang dapat mengakibatkan
segmen masyarakat yang seharusnya memperoleh manfaat pelayanan
publik tertentu diabaikan oleh kaum birokrat.
3. Upaya Pembaruan Pelayanan Publik
Pada dasarnya reformasi pelayanan publik yang telah dilakukan oleh
pemerintah adalah debirokratisasi, privatisasi, dan desentralisasi. Adapun
debirokratisasi dilakukan untuk mendorong birokrasi pemerintah kembali
kepada misi utamanya. Kemudian, privatisasi berfungsi untuk menstimulus
pemerintah agar meningkatkan daya saing dan kualitas pelayanan, seperti
sektor privat, kemudian berdampingan dengan sektor privat dalam
menyediakan pelayanan publik sehingga pemerintah dapat fokus terhadap
pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar yang strategis. Sedangkan
desentralisasi yang notabene kerap menimbulkan polemik karena
kelemahannya menimbulkan gap antar daerah. Meskipun demikian,
terdapat kelebihan, yakni fokus pelayanan yang semakin dekat dengan
masyarakat sehingga pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
pelayanan publik menjadi lebih optimal. Adapun strategi dalam
menyelesaikan permasalahan kaitannya dengan desentralisasi yang dapat
dilakukan oleh pemerintah adalah kebijakan dan standar pelayanan yang
tidak membatasi inovasi dan kreativitas setiap daerah, pengawasan
kebijakan dan standar pelayanan oleh pemerintah pusat, kebijakan dan
standar pelayanan yang bertujuan untuk melindungi hak masyarakat, dan
kebijakan serta standar nasional untuk memperkecil ketimpangan kualitas
dan kuantitas pelayanan publik antar daerah. Sehingga reformasi pelayanan
publik dapat berjalan dengan baik.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya bahwa dalam reformasi birokrasi
akan berpengaruh pula pada reformasi pelayanan publik. Maka, untuk
menyeimbangkan kedua hal tersebut seperti yang tertera pada UU Nomor
25/2009 bahwa partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
8

publik menjadi sangat penting. Alasannya, karena selama ini kita selalu
berfokus pada kewajiban pemerintah sebagai penyelenggara negara dalam;
mewujudkan pelayanan publik yang prima. Namun, kita kerap lupa
terhadap hak masyarakat, yaitu partisipasi. Padahal, partisipasi masyarakat
dapat membantu pemerintah dalam merumuskan pelayanan publik pun
kebijakan serta perumusan standar pelayanan. Berdasarkan UU tersebut
pula telah diatur tentang peran Ombudsman Republik Indonesia dalam
menampung aspirasi maupun keluhan masyarakat terhadap pelayanan
publik dan sebagai pengawas dalam pelaksanaan pelayanan publik di
Indonesia, baik di pusat maupun daerah. Sehingga nantinya diharapkan ada
keseimbangan antara hak masyarakat dan kewajiban penyelenggara dalam
pelayanan publik. Kemudian, dapat terwujud pula sinergitas dan reformasi
yang dicita-citakan, baik pada aspek birokrasi maupun pelayanan publik.
4. Optimalisasi Pelayanan Publik
Optimalitas dapat dicapai apabila pelayan prima dijalankan. Pelayanan
prima dapat dicapai apabila faktor internal dan eksternal dari suatu instansi
peyelenggara pelayanan mendukung. Fakor internal adalah berupa
pelaksanaan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan. Disimpulkan oleh
penulis standar pelayanan mengandung muatan terpenting yaitu sarana dan
prasarana, SDM aparatur, dan legitimasi (dasar hukum). Sedangkan faktor
eksternal adalah berupa partisipasi masyarakat.
a. Faktor Internal
1) Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana sering didefinisikan sebagai alat yang
digunakan secara langsung dan tidak langsung dalam suatu proses
kegiatan. Sarana disini dimaksudkan adalah semua alat bantu yang
digunakan oleh penyelenggara pelayanan untuk memudahkan dalam
pemberian layanan kepada masyarakat . Sedangkan prasarana
adalah semua alat bantu yang mendukung terlaksananya proses
pelayanan.
2) Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur
9

Sumber daya manusia dalam hal ini adalah pegawai/aparatur yang


bekerja di instansi penyedia layanan.
3) Legitimasi (Dasar Hukum)
Menurut Jones dalam Sumaryadi (2010 :78) mengemukakan
bahwa :
a) Sekurang-kurangnya terdapat dua bentuk legitimasi yang dapat
didefinisikan pada suatu sistem politik. Bentuk pertama
mengacu pada pengesahan, sedang bentuk yang kedua mengacu
pada persetujuan.
b) Bentuk yang memberikan wewenang kepada proses-proses
politik dasar yang juga proses yang dirancang untuk
mengesahkan proposal khusus mengenai pemecahan-pemecahan
masalah publik.
c) Meliputi proses-proses khusus lewat mana program-program
pemerintah disahkan.
b. Faktor Eksternal :
Partisipasi masyarakat Menurut Sumaryadi (2010 :46) partisipasi
berarti :
Peran serta seseorang atau sekelompok masyarakat dalam proses
pembangunan baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam kegiatan
dengan memberikan masukan berupa pikiran, tenaga, waktu, keahlian,
modal dan atau materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil-
hasil pembangunan.
Bentuk-bentuk partisipasi menurut Ndraha dalam Sumaryadi
(2010 : 50) adalah :
1) Partisipasi dalam/melalui kontak dengan pihak lain (contact
change) sebagai salah satu titik awal perubahan sosial.
2) Partisipasi dalam memperhatikan/menyerap dan memberi
tanggapan terhadap informasi, baik dalam arti menerima
(mentaati, memenuhi, melaksanakan), mengiyakan,
menerimadengan syarat, maupun dalam arti menolaknya.
10

3) Partisipasi dalam perencanaan pembangunan, termasuk


pengambilan keputusan (penetapan rencana).
4) Partisipasi dalam pelaksanaan operasional pembangunan.
5) Partisipasi dalam menerima, memelihara dan mengembangkan
hasil pembangunan.
6) Partisipasi dalam menilai pembangunan.

C. Ketatalaksanaan Pelayanan Masyarakat


1. Konsultasi dengan datang langsung ke Bagian Organisasi : Datang ke
Bagian Organisasi kemudian konsultasi dengan staf Sub Bag
Ketatalaksanaan, jika level staf tidak dapat diselesaiakan dapat konsultasi
dengan kasubag Ketatalaksanaan Jika tidak dapat diselesaikan oleh
Kasubag. Ketatalaksanan dapat diselesaiakan dengan memohon arahan
kepada kabag.organisasi
2. Konsultasi dengan telepon ke Bagian Organisasi : Telepon ke Bagian
Organisasi , kemudian konsultasi dengan staf Sub Bag Ketatalaksanaan,
jika dapat diselesaiakan cukup level staf saja. Namun jika tidak dapat
diselesaikan dapat dikonsultasikan kepada kasubag. Ketatalaksanaan

D. Penyalahgunaan Tindakan Administratif


Adapun kategori penyalahgunaan wewenang oleh pejabat pemerintahan
sebagaimana diatur dalam Pasal 17 UndangUndang Nomor 30 Tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintahan, meliputi tindakan yang melampaui
Wewenang, mencampuradukkan wewenang dan/atau bertindak sewenang-
wenang. Seorang pejabat pemerintahan dikategorikan telah melakukan
tindakan melampaui wewenangnya, apabila tindakannya itu dilakukan
melampaui masa jabatan atau batas waktu berlakunya wewenang; melampaui
batas wilayah berlakunya wewenang; dan/atau bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
Tindakan pejabat pemerintahan dikategorikan mencampuradukkan
wewenang, apabila keputusan dan/atau tindakannya itu yang dilakukan di luar
11

cakupan bidang atau materi wewenang yang diberikan; dan/atau bertentangan


dengan tujuan wewenang yang diberikan. Sedangkan bertindak
sewenangwenang, apabila keputusan dan/atau tindakannya itu dilakukan tanpa
dasar kewenangan; dan/atau bertentangan dengan Putusan Pangadilan yang
berkekuatan hukum tetap.
Ketentuan pasal-pasal tersebut di atas, memperlihatkan secara tegas bahwa
pengujian terhadap ada/tidaknya tindakan penyalahgunaan wewenang oleh
pejabat pemerintahan merupakan kompetensi absolut PTUN. Penilaian
terhadap kebebasan diskresioner apakah selaras dengan maksud ditetapkannya
wewenang atau memang sesuai dengan tujuan akhirnya, merupakan domain
hakim administrasi atau tata usaha negara, sehingga terhadap kebijakan
pemerintahan tidak dapat dinilai oleh hakim pidana yang memfokuskan dirinya
pada persoalan rechtmatigheid dan bukan pada doelmatigheid.

E. Konsepsi Upaya Pengendalian Kegiatan/Proses Pelayanan


Dengan demikian, manajemen pelayanan adalah manajemen proses, yaitu
manajemen yang mengatur dan mengendalikan proses layanan, agar
mekanisme kegiatan pelayanan dapat berjalan tertib, lancar, tepat mengenai
sasaran dan memuaskan bagi pihak yang harus dilayani, tepat mengenai
sasaran dan memuaskan bagi pihak yang harus dilayani. Kriteria terakhir inilah
yang menjadi ukuran bagi keberhasilan fungsi layanan. Setiap proses
mempunyai 4 empat unsur yaitu :
1. Tugas layanan
2. Prosedur layanan
3. Kegiatan layanan
4. Pelaksana layanan
Unsur-unsur tersebut tidak dipisahkan satu dengan yang lain, karena
keempatnya akan membentuk proses kegiatan activity. Pelaksanaan layanan
dapat dibedakan menjadi 2 dua badaninstansi yang bertanggung jawab atas
penyelenggaraan fungsi layanan dan perilaku layanan. Aktivitas
mengendalikan pelaksanaan tugas pekerjaan harus selalu dilakukan sejak
12

permulaan sampai berakhirnya tugaspekerjaan itu pada tahap- tahap tertentu.


Meskipun aktivitas mengendalikan ini ditujukan pada kegiatan proses, namun
karena yang menjalankan kegiatanproses itu pada dasarnya manusia maka
kegiatan pengendalian pada dasarnya mengendalikan manusia.

F. Pengendalian Tindakan Aparat/Pejabat Sebagai Tanggung Jawab Moral


Tanggungjawab moral pejabat seringkali menjadi permasalahan umum
dalam tata kelola pemerintahan yang baik yang sulit untuk ditemukan solusi.
Beberapa permasalahan muncul akibat tanggungjawab moral pejabat yang
rendah. Misalnya dalam kasus pelaksanaan Putusan Tata Usaha Negara (TUN)
yang telah in kracht van gwisjde yang tidak berjalan secara efektif karena
rendahnya pertanggungjawaban moral pejabat untuk mematuhi putusan
tersebut. Pelaksanaan program kerja pejabat seperti kunjungan kerja, rapat dan
sebagainya juga membutuhkan tanggungjawab moral sehingga dalam
pelaksanannya tidak memuat unsur KKN. Kunjungan kerja yang tidak relevan,
rapat di tempat yang tidak semestinya, pelaksanaan program kerja yang tidak
sesuai kebutuhan adalah contoh kegiatan pejabat dengan pertanggungjawabn
moral yang rendah. Untuk mengatasi hal ini, maka perlu dibuat strategi
pertanggungjawaban moral pejabat yang aplikatif dan relevan, yaitu bagaimana
pertanggungjawaban moral yang dibuat oleh pejabat yang berwenang (moral
agent) nantiny transparan dan akuntabel.
Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik sebenarnya telah
memberikan mekanisme pelaporan kegiatan pemerintahan yang transparan dan
akuntabel melalui pengumuman di media cetak maupun
elektronik.Makanismenya adalah setiap kegiatan yang berhubungan dengan
pemerintahan dilaporkan dalam media cetak ataupun elektronik, baik itu
anggaran yang digunakan ataupun dokumentasi kegiatan.. Dalam tulisan ini
akan dibahas mendalam mengenai dua permasalahan, yaitu: (1) bagaimana
bentuk penyelenggaraan pemerintahan yang membutuhkan tanggungjawab
moral pejabat; dan (2) mekanisme tanggungjawab moral pejabat melalui
pemanfaatan media cetak dan elektronik agar bersifat transparan dan akuntabel.
13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pelayanan masyarakat dapat dikategorikan efektif apabila masyarakat
mendapatkan kemudahan pelayanan dengan prosedur yang singkat, cepat,
tepat, dan memuaskan. Keberhasilan meningkatkan efektifitas pelayanan
umum ditentukan oleh faktor kemampuan pemerintah dalam meningkatkan
disiplin kerja aparat pelayanan. Organisasi yang efektif adalah organisasi
yang mempunyai orientasi dan proyeksi dalam mengimplementasikan seluruh
program kerja yang telah ditetapkan. Upaya mengevaluasi jalannya suatu
organisasi, dapat dilakukan melalui konsep efektivitas. Efektivitas adalah
suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan
waktu) yang telah dicapai, yang mana target tersebut sudah ditentukan
terlebih dahulu. Suatu kegiatan dapat dikatakan efektif apabila dikerjakan
dengan benar dan sesuai dengan prosedur, sedangkan efisien apabila kegiatan
tersebut dilaksanakan dengan benar dan dapat memberikan hasil yang
bermanfaat.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis yakin bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan, sehingga mengharapkan kepada para pembaca untuk
memberikan kritik dan saran yang membangun agar penulis mendapatkan
membelajaran baru. Dan semoga makalah ini dapat menjadi tempat
mendapatkan ilmu pengetahuan baru.

14
DAFTAR PUSTAKA

Adrian Sutedi, S.H., M.H, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik,
Sinar Grafika, Jakarta, 2011.
Dr. Helmi, S.H., M.H., Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Sinar Grafika,
Jakarta, 2013.
E.Utrech, Pengantar Hukum Adminstrasi Negara, Balai Buku Ichtiar, Jakarta,
1963.
Helmi, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Sinar Grafika, Jambi, 2012
Henry S Siswosoediro, Panduan Praktis Mengurus Surat – Surat Perizinan,
visimedia, Jakarta, 2007
Mr.W.F Prins-R. Kosim Adisapoetra, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi
Negara, PT. Pradny Paramitta, Jakarta, 1990.
Phliphus M. Hadjon, Pengantar Hukum Perizinan, Penerbit Yunidika, Surabaya,
1993.
Prajudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta,
1994
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2011.

15

Anda mungkin juga menyukai