yang
disampaikan
oleh
Rez
Novianto
pada
memojokkan atau menjatuhkan pihak-pihak tertentu terlebih lagi saya sendiri berada dalam
lingkaran birokrasi itu dan saya sebagai Widyaiswara ingin mengkritisi melalui tulisan ini
bahwa birokrasi di Indonesia harus banyak belajar dari birokrasi niaga dan itu seringkali saya
katakana di depan para peserta diklat bahwa birokrasi kita saat semakin jauh tertinggal
dengan apa yang telah dilakukan di banyak perusahaan swasta dalam mengantisipasi
1
persaingan global, sebab harus diingat bahwa pengaruh globalisasi itu tidak mengenal
birokrasi swasta dan pemerintah karena pengguna dari kedua birokrasi tersebut adalah
penggunanya yaitu masyarakat dan masyarakat saat ini sangat menginginkan pelayanan
terbaik karena masyarakat ingin cepat dilayani diperlakukan dengan baik dan kenyamanan
pelayanan menjadi sangat berperan dalam memberikan pelayanan untuk kepuasan pelayanan
itu sendiri. Sebagaimana disebutkan pada Pasal 1ayat 1 dikentuan umum yang dimaksud
dengan: Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang undangan bagi setiap warga negara
dan penduduk atas barang, jasa, dan / atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik. Dalam pasal ini jelas dikatakan yang mendapatkan
pelayanan publik adalah penduduk atas barang dan jasa / atau pelayanan administratif yang
disedikan oleh penyelenggara pelayanan publik. Pada pasal 2 disebutkan Penyelenggara
pelayanan publik yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah setiap institusi
penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan
undangundang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk
semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. Kalau kita pahami kalimat ini bahwa
penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen
yang dibentuk berdasarkan undang undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan
hukum. Jadi dengan demikian kita dapat memaknai bahwa penyelenggara disini adalah setiap
lembaga yang dibentuk berdasarkan undang undang. Sampai saat ini sejauh mana pola
pelayanan terbaik sesuai tuntutan undang undang tersebut masih sulit dilakukan dengan
berbagai macam alasan dan pertimbangan dan salah satunnya adalah Pola pikir aparat yang
diikuti keberadaan situasi dan kondisi lingkungan kerja yang belum kondusif karena
kurangnya sarana pendukung dalam mengaplikasikan jenis-jenis pelayanan yang diinginkan.
Sebagai masukan kalangan birokrasi dalam meningkatkan pelayan tersebut kepada
masyarakat haruslah banyak belajar dari lembaga-lembaga lain yang sudah menerapkan
pelayanan terbaik kepada masyarakat dengan melakukan Bencmarking ke Best Practice
sehingga menimbulkan inovasi bagai pengembangan diri dan organisasi sesuai Tupoksi
sebagai amanah dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, sebagai mana yang
diungkapkan oleh seorang pakar yang bernama GREGORY H. WATSON, bahwa
Bencmarking sebagai pencarian secara berkesinambungan dan penerapan secara nyata
praktik-praktik yang lebih baik yang mengarah pada kinerja kompetitif unggul dan
Esensi yang kita dapatkan dari kegiatan Bencmarking ke Best Practice adalah Proses
membandingkan dan mengukur suatu kegiatan organisasi terhadap proses operasi yang
2
terbaik di kelasnya. Bagaimana paradigm tentang Bencmarking oleh J.Narko tahun 2007 dari
5 paradigma yang diungkapkan oleh J.Narko adalah Benchmarking as a process of learning
from others requires modesty, because firstly you have to admit that somebody is better
than you in some field. ( Benchmarking yaitu Proses pembelajaran dari orang lain
membutuhkan kerendahan hati, karena harus mengakui keunggulan orang lain )
Mengapa di lembaga birokrasi sulit berubah sesuai dengan perubahan kebutuhan
masyarakat, karena:
1. Kurang maksimalnya Sosialisasi Peraturan
Seperti dikatakan oleh Max Weber, dalam birokrasi, semua tindakan diambil atas
dasar peraturan tertulis. Di Indonesia, semua urusan sebenarnya sudah ada
peraturannya, tapi sayangnya, peraturan-peraturan itu kurang disosialisasikan. Jadi
kita seperti buta saat mencoba mencari tahu tentang sesuatu. Di Indonesia setiap
kali pergantian Rezim sepertinya menjadi keharusan akan diikuti oleh adanya
pergantian kebijakan yang berwujud adanya peraturan baru. Implikasi dari adanya
kebijakan tersebut membawa pengaruh terhadap implementasi di lapangan. Efek
lain dari aturan yang terus berubah akan berpengaruh terhadap banyak sektor,
umpamanya sektor perijinan terhadap kemudahan investasi, ini sangat mewarnai
kebijakan-kebijakan yang berimbas pada pemahaman bagaimana penerapannya di
lapangan. Apa kata kebanyakan investor Dengan kondisi seperti itu para investor
tak mau ke Indonesia alasannya karena tidak ada kepastian hukum di Indonesia,
ada aturan tapi tak dapat dilaksanakan,katanya.
Informasi mengenai kejelasan mengenai peraturan dan prosedur baku (SOPStandart Operating Procedure) yang berlaku masih sangat kurang. Padahal, ini
sangat penting, terutama di pos-pos pelayanan masyarakat yang strategis. Misalnya
perihal pengurusan administrasi kependudukan, seperti KTP, Sertifikat Tanah,
Paspor, atau Surat Nikah (Dalam pengurusan Surat Nikah mungkin kita menjadi
putus asa, tapi percayalah pengurusan surat nikah belum memuaskan bahkan
mengecewakan tapi itulah kenyatanya. Uruslah dengan sabar karena perca atau
tidak, suatu saat kita akan membutuhkannya).
terkesan membodohi masyarakat karena mungkin tidak sadar bahwa masyarakat saat
ini sudah sangat cerdas, masih banyak celah birokrasi kita yang harus dibenahi
dengan tujuan agar celah yang ada dapat diperbaiki dan menjadi perhatian kita
bersama dalam memperbaiki pelayanan public untuk supaya, tidak bisa
dimanfaatkan untuk mencari keuntungan pribadi, yang ujung-ujungnya bermuara
pada pembodohan masyarakat
Menurut saya saat ini, yang harus diperbaiki adalah system pelayanan yang disertai
sarana layanan yang memadai ditambah dengan paket kebijakan pemerintah sebagai
daya dorong yang kuat dan pantauan yang kuta oleh sang Preseden selaku pucuk
pimpinan tinggi Negara, tentunya dengan Teknologi inseperti yang kini telah
diterapkan oleh kementrian Perhubungan dalam hal layanan pembelian tiket, jadi
yang kita tunjukkan adalah printout bukti pembayaran tiket. Tapi ada kendala di kita
saat ini mengenai penerapan teknologi ini tidak serta merta diikuti oleh kemampuan
menggunakan Teknologi Informasi (IT)
adalah masyarakat kita sangat homogin dengan latar belakang pendidikan yang
berbeda dalam menerima Infomasi melalui Teknologi itu sendiri sebab, setiap orang
Indonesia umumnya dari anak-anak sampai orang tua kenal yang namanya
Handphone (HP) tapi banyak para kaum tua-tua yang bisanya hanya menerima
panggilan tapi tidak tahu manfaat lain dari kecanggihan sebuah Handphone, apalagi
HP keluaran terkini. Jadi penerapan Teknologi harus disesuaikan dengan lingkungan
masyarakat dengan segala kelemahannya. Dalam hal ini komitmen memperbaiki
system yang sesuai dengan masyarakat yang menerima layanan serta sosialisasi yang
inten menjadi kunci sukses dari sebuah program pelayanan itu sendiri.
Jadi masyarakat diharapkan dengan metode sosialisasi yang tepat masyarakat
diharapkan bisa mencari informasi dengan lebih mudah. Kemudian, sebagai langkah
nyata, gencarkan sosialisasi peraturan ke masyarakat, baik dalam bentuk sosialisasi
langsung, maupun menggunakan perantara media cetak. sangat dibutuhkan, dan
yang paling ampuh untuk mengantisipasi ada orang dalam yang iseng
mempermainkan aturan demi keuntungan pribadi, pemasangan banner kutipan
peraturan dapat ditempatkan di lokasi pelayanan dijamin sangat membantu
sosialisasi pelayanan pada masarakat..
melakukan
suatu
kegiatan
kerja
sesuai
dengan
kontribusinya
c. Disiplin
Disiplin
adalah
taat
kepada
hukum
dan
peraturan
yang
berlaku
penting karena kedepan sesuai tuntutan UU No.5 Tahun 2014 membutuhkan ASN
yang professional sesuai bidang, sehingga teori kinerja menurut para ahli seperti di
atas benar adanya tidak bertolak belakang seperti yang kita lihat saat ini.
Apa yang penulis sampaikan di atas merupakan hipotesis sendiri, mengapa etos kerja
pegawai kita rendah. Setelah melalui analisa-analisa dan dari beberapa uangkapan
dari beberapa seminar pada saat para peserta seringkali muncul pernyataan belum
diterapkannya sistem Reward and Punishment. Reward and Punishment ini
merupakan salah satu alternative jika UU no.53 tahun 2010 benar-benar diterapkan
kepada semua ASN tanpa pandang bulu disamping SKP harus realistis sesuai
dengan jabatan serta kemampuan yang benar-benar dapat dicapai oleh setiap
pegawai. Hal ini untuk menghindari istilah PGPS, (Pinter Goblok Penghasilan Sama
saja). Sadar atau tidak masih ada saja ungkapan bagi PNS Buat apa gue kerja giat
kalau sama aja bayarannya. Akibat belum diterapkannya Reward and Punishment
tersebut menjadikan pegawa ASN, tidak ada motivasi untuk bekerja lebih giat, tentu
saja, karena tidak ada rasa takut untuk berbuat kesalahan, karena tidak ada
punishment (hukuman/sanksi) yang tegas. Hal ini hampir tidak ditemui di sektor
swasta, karena hampir semua perusahaan swasta telah menerapkan sistem Reward
and Punishment. Adanya bonus tentu akan memotivasi karyawan untuk bekerja
lebih keras bagai kuda, dapatkah ini diterapkan di lingkup PNS.? Ayo
PNS.anda pegawai saya juga pegawai negeri, Jadi seharusnya, bagi instansi yang
belum menerapkannya, kami sangat merekomendasikan Ayo kita lakukan
perubahan, paling tidak kita harus mulai dari diri kita sendiri. untuk mulai mengkaji
penerapan
sistem
Reward
and
Punishment.
Beri
iming-iming
terhadap
system
menyangkut aspek-aspek
penyelenggaraan
pemerintahan
terutama
yang
(business process), dan sumber daya manusia (human resources). Dikatakan juga
bahwa Reformasi birokrasi di Indonesia merupakan pekerjaan besar yang rumit dan
10
11
sudah sangat jelas berkaitan dengan capaian hasil dari seorang pegawai dalam
menyelesaikan pekerjaannya. Lalau bagaimana dengan PNS kita. ?
Solusinya..?! Ya..seperti yang sudah sering digembar-gemborkan banyak pihak, lah.
Berantas korupsi sampai ke akar-akarnya. Gantung Koruptor..!! Tapi tahun ndak apa
yang terjadi, disaat KPK menjalankan fungsinya dengan penuh halangan dari
berbagai macam pihak yang menilai pemeberantasan korupsi itu berlebihan, dan
angka kenaikan pejabat yang tersandung korupsi bertambah banyak, sampai-sampai
mantan presiden Megawati Sukarno Putri angkat bicara, seolah-olah dia menyesal
membentuk KPK dan sepertinya KPK mau dihapuskan saja karena alasan lembaga
ini adalah lembaga ad hoock. Segampang itulah.. menyesalkah..? Wah ini
bukti bahwa ada ketidak komitmen dari tokoh seperti Megawati bahwa korupsi
harus diberantas dengan lembaga yang sudah semakin dipercaya oleh masyarakat
lembaga yang penuh konsisten dengan pemberantasan korupsi itu sendiri, kok mau
dihapus. Jangan dululah karena lembaga pemerintah yang ada seperti Kejaksaan,
Kepolisian dan lembaga lain belum bisa mengatasi masalah korupsi karena
sistemnya masih belum direformasi sesuai tuntutan masyarakat bahwa korupsi harus
diberantas, contohnya. Bagaimana dengan beberapa Jaksa yang ditangkap, dan
bagaimana pejabat-pejabat Negara sudah banyak sekali yang terkena kasus.mulai
dari menteri, Gubernur, Walikota dan Bupati sudah banyak sekali yang berperedikat
sebagai Koruptor. Sekali lagi KORUPTOR
5. Maraknya Suap/Gratifikasi
Sebenarnya, sesuai UU No.31 Tahun 2009 tentang Pemberantasan Korupsi,
suap/gratifikasi/uang pelicin/sogok-menyogok atau whatever they named it,
termasuk dalam ranah Korupsi. Tapi kami memutuskan untuk membuatnya menjadi
point tersendiri karena Gratifikasi itu masih abu-abu dalam pandangan banyak pihak
termasuk pemahaman Gratifikasi oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) itu sendiri.
Ya, soal maraknya suap/gratifikasi ini, kita tidak bisa menimpakan semua kesalahan
kepada oknum birokrat nakal yang suka mencari celah. Gak bakal ada yang jual
kalau tidak ada yang beli. Sama seperti fenomena prostitusi di negara kita ini. Tidak
bakal ada pelacur kalau tidak ada yang membutuhkan. Kita lihat bangsa ini sudah
sangat ketergantungan dengan pola hidup ala modern yang cendrung konsumerisme,
12
sehungga apapun dilakukan yang penting uang. Terkadang juga kita mendengar
istilah atau kata-kata wani piro atau KUHP (Kasih Uang Habis Perkara) kalau
emang gak ada pelanggannya. Siapa? Ya masyarakat itu sendiri.
Selalu saja ada segelintir orang yang mencoba untuk bypass segala prosedur baku
agar urusannya bisa selesai lebih cepat dan mudah. And nowadays, tidak ada bentuk
iming-iming yang lebih sakti daripada uang. Sama seperti prostitusi, ketika masih
sepi dibiarkan dan tidak ditindak, awalnya hanya istilah mangkal, tapi klama-lama
jadi lokalisasi. Pun demikian, praktek suap-menyuap ini mulanya sedikit dan
terselubung, lama-lama menjadi marak, dan kemudian malah menjadi semacam
Industri Baru yang lantas juga ikut melibatkan oknum-oknum lain di luar
birokrasi, yang lantas beken dengan nama Calo, dan Germo.
Akibatnya, ya seperti sekarang ini. Urusan yang ada duitnya akan lebih didahulukan.
Celakanya, karena sudah menjadi Industri, permintaan mengalir terus, tanpa henti.
Jadi, maaf beribu maaf bagi yang tidak punya uang, anda harus bersedia antre dan
sabar lebih lama, atau anda akan mendengan kata-kata datang aja besok lagi.
Solusinya..?? Tindak tegas oknum-oknum yang masih suka minta disuapin.
Ketatkan pengawasan, dan beri sanksi tegas buat yang terbukti menerima suap. Di
sisi lain, beri juga sanksi bagi masyarakat yang mencoba melakukan suap, meski
cuma sedikit. Berantas mulai dari yang kecil. Kata KONSISTEN menjadi kata yang
lebih tepat dalam penindakan sesuai Undang-undang kepegawaian.
Ini Potret bahwa anak kecil juga tahu, apa itu suap.
6. Kurangnya komitmen untuk berubah?
Sampai pada poin ini kita sudah membahas 5 penyebab buruknya pelayanan publik
di Republik kita tercinta ini. Sayangnya, saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah
13
Air, hal-hal tersebut akan terus terjadi, kalau para birokrat kita tidak punya
komitmen untuk berubah, ke arah yang lebih baik. Lagi-lagi kata KOMITMEN.
kurangnya komitmen untuk berubah adalah faktor penyebab no.6 menurut penulis,
boleh sepakat boleh tidak dalam hal ini karena rumitnya masalah di Negara kita ini
jadi persepsi terhadap penyebab bisa jadi lebih dari 6 atau kurang dari 6 masalah..
Beragam solusi dan saran sudah banyak dirumuskan. Tapi implementasinya tidak
maksimal. Dari pandangan penulis sehari-hari sebagai PNS sekaligus sebagai
Widyaiswara, sepertinya masih banyak pihak yang tidak mau sistem berjalan dengan
baik, karena banyak sebab dan alasan.
Mengapa..?! Yah, kalau sistem berjalan dengan baik, maka celah-celah yang
biasanya dipakai untuk mengeruk duit negara akan makin mengecil, dan bukan
mustahil akan tertutup rapat. Kalau udah begini, tikus-tikus itu tidak lagi bisa
berpesta pora. Tentu mereka tidak mau, sumber pendapatan yang bakal mereka
pakai buat beli Mobil mewah dan jalan-jalan ke Hongkong menguap begitu saja,
mereka sebagai Pejabat tentu tidak merasa cukup dengan Gaji dan Tunjangan yang
mereka terima.
dahulu. Aturan-aturan yang ada sudah sangat bagus tapi implementasinya masih
setengah hati. Itulah Komitmen para pejabat sanga sulit. Jadi bagusnya gimana ya,
Biar semuanya punya komitmen untuk berubah.
15
Daftar Pustaka:
-
http://www.kajianpustaka.com/2014/01/pengertian-indikator kinerja
Buku CAT BKN Untuk Indonesia oleh : BKN
16