Anda di halaman 1dari 16

6 ALASAN PELAYANAN

PUBLIK INDONESIA KURANG MEMUASKAN


Oleh : Kidi,S.Sos
Widyaiswara Madya BKD dan Diklat Prov.NTB
Sebagaimana

yang

disampaikan

oleh

Rez

Novianto

pada

http://theposkamling.com/6 pada tanggal 17 Juli 2012 bahwa Pelayanan publik di Indonesia


diatur di UU No.25 Tahun 2009. Dari penjelasan di UU tersebut, bisa disimpulkan bahwa
sejatinya Pelayanan Publik adalah produk dari Birokrasi di Republik ini, yang bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Mari kita lihat teorinya. Birokrasi (bahasa inggris
bureaucracy) pertama kali dicetuskan oleh Max Weber (1864-1920), ia adalah seorang
sosiolog, filsuf, dan ahli ilmu politik dan ekonomi berkebangsaan Jerman. Ia member
gambaran bahwa tipe ideal dari administrasi publik dan pemerintah. Ketika itu, dari hasil
pengamatannya bahwa birokratisasi adalah cara yang paling efisien dan rasional dalam
pengorganisasian.
Birokrasi adalah bentuk paling efisien dari organisasi Sejatinya,
Birokrasi adalah sebuah konsep yang bagus. Tapi sayangnya,
implementasinya di Republik kita tercinta ini masih jauh dari
harapan. Ada yang mengatakan bahwa birokrasi di republic ini
aturannya manis, tapi implementasinya sadis. Kalau saja Max Weber
masih hidup sekarang dan melihat bagaimana penerpan birokrasi di
Indonesia mungkin Max Weber menangis.
Apa yang telah dilakukan untuk mencari tahu apa penyebab buruknya
pelayanan publik di birokrasi kita. Apa kira-kira solusi dari setiap
masalah yang ada dalam implementasi birokrasi itu sendiri. Tentu
artikel ini dibuat berdasarkan opini pribadi beberapa kalangan sebagai
pengguna birokrasi dan berdasarkan

beberapa fakta saja, dan tidak ada maksud untuk

memojokkan atau menjatuhkan pihak-pihak tertentu terlebih lagi saya sendiri berada dalam
lingkaran birokrasi itu dan saya sebagai Widyaiswara ingin mengkritisi melalui tulisan ini
bahwa birokrasi di Indonesia harus banyak belajar dari birokrasi niaga dan itu seringkali saya
katakana di depan para peserta diklat bahwa birokrasi kita saat semakin jauh tertinggal
dengan apa yang telah dilakukan di banyak perusahaan swasta dalam mengantisipasi
1

persaingan global, sebab harus diingat bahwa pengaruh globalisasi itu tidak mengenal
birokrasi swasta dan pemerintah karena pengguna dari kedua birokrasi tersebut adalah
penggunanya yaitu masyarakat dan masyarakat saat ini sangat menginginkan pelayanan
terbaik karena masyarakat ingin cepat dilayani diperlakukan dengan baik dan kenyamanan
pelayanan menjadi sangat berperan dalam memberikan pelayanan untuk kepuasan pelayanan
itu sendiri. Sebagaimana disebutkan pada Pasal 1ayat 1 dikentuan umum yang dimaksud
dengan: Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang undangan bagi setiap warga negara
dan penduduk atas barang, jasa, dan / atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik. Dalam pasal ini jelas dikatakan yang mendapatkan
pelayanan publik adalah penduduk atas barang dan jasa / atau pelayanan administratif yang
disedikan oleh penyelenggara pelayanan publik. Pada pasal 2 disebutkan Penyelenggara
pelayanan publik yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah setiap institusi
penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan
undangundang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk
semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. Kalau kita pahami kalimat ini bahwa
penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen
yang dibentuk berdasarkan undang undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan
hukum. Jadi dengan demikian kita dapat memaknai bahwa penyelenggara disini adalah setiap
lembaga yang dibentuk berdasarkan undang undang. Sampai saat ini sejauh mana pola
pelayanan terbaik sesuai tuntutan undang undang tersebut masih sulit dilakukan dengan
berbagai macam alasan dan pertimbangan dan salah satunnya adalah Pola pikir aparat yang
diikuti keberadaan situasi dan kondisi lingkungan kerja yang belum kondusif karena
kurangnya sarana pendukung dalam mengaplikasikan jenis-jenis pelayanan yang diinginkan.
Sebagai masukan kalangan birokrasi dalam meningkatkan pelayan tersebut kepada
masyarakat haruslah banyak belajar dari lembaga-lembaga lain yang sudah menerapkan
pelayanan terbaik kepada masyarakat dengan melakukan Bencmarking ke Best Practice
sehingga menimbulkan inovasi bagai pengembangan diri dan organisasi sesuai Tupoksi
sebagai amanah dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, sebagai mana yang
diungkapkan oleh seorang pakar yang bernama GREGORY H. WATSON, bahwa
Bencmarking sebagai pencarian secara berkesinambungan dan penerapan secara nyata
praktik-praktik yang lebih baik yang mengarah pada kinerja kompetitif unggul dan
Esensi yang kita dapatkan dari kegiatan Bencmarking ke Best Practice adalah Proses
membandingkan dan mengukur suatu kegiatan organisasi terhadap proses operasi yang
2

terbaik di kelasnya. Bagaimana paradigm tentang Bencmarking oleh J.Narko tahun 2007 dari
5 paradigma yang diungkapkan oleh J.Narko adalah Benchmarking as a process of learning
from others requires modesty, because firstly you have to admit that somebody is better
than you in some field. ( Benchmarking yaitu Proses pembelajaran dari orang lain
membutuhkan kerendahan hati, karena harus mengakui keunggulan orang lain )
Mengapa di lembaga birokrasi sulit berubah sesuai dengan perubahan kebutuhan
masyarakat, karena:
1. Kurang maksimalnya Sosialisasi Peraturan
Seperti dikatakan oleh Max Weber, dalam birokrasi, semua tindakan diambil atas
dasar peraturan tertulis. Di Indonesia, semua urusan sebenarnya sudah ada
peraturannya, tapi sayangnya, peraturan-peraturan itu kurang disosialisasikan. Jadi
kita seperti buta saat mencoba mencari tahu tentang sesuatu. Di Indonesia setiap
kali pergantian Rezim sepertinya menjadi keharusan akan diikuti oleh adanya
pergantian kebijakan yang berwujud adanya peraturan baru. Implikasi dari adanya
kebijakan tersebut membawa pengaruh terhadap implementasi di lapangan. Efek
lain dari aturan yang terus berubah akan berpengaruh terhadap banyak sektor,
umpamanya sektor perijinan terhadap kemudahan investasi, ini sangat mewarnai
kebijakan-kebijakan yang berimbas pada pemahaman bagaimana penerapannya di
lapangan. Apa kata kebanyakan investor Dengan kondisi seperti itu para investor
tak mau ke Indonesia alasannya karena tidak ada kepastian hukum di Indonesia,
ada aturan tapi tak dapat dilaksanakan,katanya.
Informasi mengenai kejelasan mengenai peraturan dan prosedur baku (SOPStandart Operating Procedure) yang berlaku masih sangat kurang. Padahal, ini
sangat penting, terutama di pos-pos pelayanan masyarakat yang strategis. Misalnya
perihal pengurusan administrasi kependudukan, seperti KTP, Sertifikat Tanah,
Paspor, atau Surat Nikah (Dalam pengurusan Surat Nikah mungkin kita menjadi
putus asa, tapi percayalah pengurusan surat nikah belum memuaskan bahkan
mengecewakan tapi itulah kenyatanya. Uruslah dengan sabar karena perca atau
tidak, suatu saat kita akan membutuhkannya).

Informasi yang sampai ke masyarakat umum menjadi terbatas dan terkesan


simpang-siur disamping penerapan pengurusan antar satu daerah kabupaten dengan
kabupaten lain dalam Provinsi yang sama. Banyak masyarakat yang tidak tahu
mengenai prosedur baku SOP (Standart Operating Procedure) suatu layanan. Hal
ini lantas seringkali dimanfaatkan oleh segelintir oknum tidak bertanggung jawab
atau orang-orang oportunis yang duduk di birokrasi atu birojasa individu yang
memanfaatkan kesempatan bagi masyarakat yang merasa waktunya terganggu
karena diputar-putar dengan tidak jelasnya waktu yang harus mereka habiskan
untuk mengurus surat-surat pribadi, oknum atau calo tersebut menjalankan aksinya demi keuntungan pribadi. Bagaimana modusnya..?!
Di beberapa tempat, untuk mengurus perpanjangan KTP saja bisa makan waktu 1
minggu bahkan lebih. Butuh waktu selama itukah untuk mencetak satu kartu..?!
Selain itu banyak ditemui pungutan tambahan di luar tarif resmi yang berlaku.
Misalnya tarif resminya Rp 7.500, tapi masyarakat dipungut Rp 15.000. Ini bukan
soal hitung-hitungan Rp 7.500 kelebihannya, tapi soal tegasnya penerapan
peraturan dan etika birokrasi. Sungguh memalukan dan lagipula, kalau mau
dihitung-hitung, misalnya dalam sebulan ada 1000 orang yang ngurus KTP, jadi
lumayan juga tuh.. Rp 7.500.000. Itu baru sebulan, kalau 1 tahun, 2 tahun, 5 tahun..
wah sangat pantastis, bicara dikit-dikit lama-lama jadi membukit dan pada
akhirnya pantastislah
Jadi itu hanyalah sebuah contoh kecil dalam pelayanan public kita. Di areal
pelayanan publik yang lain juga banyak ditemui penyimpangan serupa, dengan
modus yang beragam. Bahkan mungkin dengan nominal penyimpangan yang lebih
besar. Masalahnya, kesimpang-siuran dengan transparansi keabu-abuan peraturan ini
4

terkesan membodohi masyarakat karena mungkin tidak sadar bahwa masyarakat saat
ini sudah sangat cerdas, masih banyak celah birokrasi kita yang harus dibenahi
dengan tujuan agar celah yang ada dapat diperbaiki dan menjadi perhatian kita
bersama dalam memperbaiki pelayanan public untuk supaya, tidak bisa
dimanfaatkan untuk mencari keuntungan pribadi, yang ujung-ujungnya bermuara
pada pembodohan masyarakat
Menurut saya saat ini, yang harus diperbaiki adalah system pelayanan yang disertai
sarana layanan yang memadai ditambah dengan paket kebijakan pemerintah sebagai
daya dorong yang kuat dan pantauan yang kuta oleh sang Preseden selaku pucuk
pimpinan tinggi Negara, tentunya dengan Teknologi inseperti yang kini telah
diterapkan oleh kementrian Perhubungan dalam hal layanan pembelian tiket, jadi
yang kita tunjukkan adalah printout bukti pembayaran tiket. Tapi ada kendala di kita
saat ini mengenai penerapan teknologi ini tidak serta merta diikuti oleh kemampuan
menggunakan Teknologi Informasi (IT)

yang ada, maengapa?, jawabannya

adalah masyarakat kita sangat homogin dengan latar belakang pendidikan yang
berbeda dalam menerima Infomasi melalui Teknologi itu sendiri sebab, setiap orang
Indonesia umumnya dari anak-anak sampai orang tua kenal yang namanya
Handphone (HP) tapi banyak para kaum tua-tua yang bisanya hanya menerima
panggilan tapi tidak tahu manfaat lain dari kecanggihan sebuah Handphone, apalagi
HP keluaran terkini. Jadi penerapan Teknologi harus disesuaikan dengan lingkungan
masyarakat dengan segala kelemahannya. Dalam hal ini komitmen memperbaiki
system yang sesuai dengan masyarakat yang menerima layanan serta sosialisasi yang
inten menjadi kunci sukses dari sebuah program pelayanan itu sendiri.
Jadi masyarakat diharapkan dengan metode sosialisasi yang tepat masyarakat
diharapkan bisa mencari informasi dengan lebih mudah. Kemudian, sebagai langkah
nyata, gencarkan sosialisasi peraturan ke masyarakat, baik dalam bentuk sosialisasi
langsung, maupun menggunakan perantara media cetak. sangat dibutuhkan, dan
yang paling ampuh untuk mengantisipasi ada orang dalam yang iseng
mempermainkan aturan demi keuntungan pribadi, pemasangan banner kutipan
peraturan dapat ditempatkan di lokasi pelayanan dijamin sangat membantu
sosialisasi pelayanan pada masarakat..

untuk lebih jelas lihat di UU pelayanan public No.25 Tahun 2009


2. Kinerja Pegawai Rendah
Untuk memudahkan pemahaman tentang arti Kinerja, dalam kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan apa itu Kinerja. Kinerja berasal dari kata job performance atau
actual performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang
dicapai oleh seseorang. Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan
fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Performance
atau kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses (Nurlaila, 2010:771)
Menurut pendekatan prilaku dalam manajemen. Kinerja adalah kuantitas atau
kualitas sesuatuyang dihasilkan atau jasa yang diberikan oleh seseorang yang
melakukan pekerjaan (Luthans,2005:165) Kinerja merupakan prestasi kerja, yaitu
perbandingan antara hasil kerja dengan standar yang ditetapkan (Dessler,2000:41).
Kinerja adalah hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh
seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai tanggung jawab yang diberikan
(Mangkunegara, 2002:22), dan masih banyak para ahli yang mengungkapkan
pengertian kinerja.
Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, adalah:
a. Efektifitas dan Efisiensi
Bila suatu tujuan tertentu akhirnya bias dicapai, kita boleh mengatakan bahwa
kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibat-akibat yang tidak dicari kegiatan
menilai yang penting dari hasil yang dicapai sehingga mengakibatkan kepuasan
walaupun efektif dinamakan tidak efesien. Sebaliknya, bila akibat yang dicaricari tidak penting atau remeh maka kegiatan tersebut efesien (prawirisentono,
1999:27)
b. Otoritas (Wewenang)
Otoritas adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam suatu organisasi
formal yang dimiliki oleh seorang anggota organisasi kepada anggota yang lain
untuk

melakukan

suatu

kegiatan

kerja

sesuai

dengan

kontribusinya

(Prawirosento 1999:27). Perintah tersebut mengatakan apa yang boleh


dilakukan dan apa yang tidak boleh dalam organisasi tersebut.
6

c. Disiplin
Disiplin

adalah

taat

kepada

hukum

dan

peraturan

yang

berlaku

(Prawirosentono, 1999:27). Jadi, disiplin karyawan adalah kegiatan karyawan


yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan organisasi
dimana dia bekerja.
d. Inisiatif
Inisiatif yaitu berkaitan dengan daya fikir dan kreatifitas adalah sebagai berikut
(mangkunegara, 2002:68):
1 Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi.
2 Berani mengambil dan menanggung resiko yang dihadapi.
3 Memiliki tujuan yang realistis.
4 Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi
tujuannya.
5 Memanfaatkan umpan balik (feed back) yang kongkrit dalam seluruh
kegiatan kerja yang dilakukannya.
6 Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan
Sedangkan indikator kinerja dari seorang pegawai Menurut (Robbins, 2006:260),
bahwa indicator untuk mengukur kinerja pegawai secara individu terdapat 6
indikator antara lain:
1 Kualitas. Kualitas diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan
yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan
kemampuab karyawan.
2 Kuantitas. Merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah
seperti jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.
3 Ketepatan waktu. Merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu
yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta
memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.
4 Efektivitas. Merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi (Tenaga,
uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil
dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya.
5 Kemandirian. Merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinyaakan dapat
menjalankan fungsi kerjanya Komitmen kerja. Merupakan suatu tingkat
7

dimana karyawan mempunyai komitmen kerja dengan instansi dan tanggung


jawab karyawan terhadap kantor.
Sudah jadi rahasia umum, kalau etos kerja pegawai pelayanan publik kita buruk. Ini
termasuk masalah kedisiplinan yang rendah, attitude dalam memberikan pelayanan
yang kurang baik, maupun kurang tegasnya sanksi bagi pegawai yang berkinerja
buruk, tentang ketidak ramahan saat memberikan pelayanan, tidak tepat waktu,
lambat, kebanyakan ngobrol, sering bolos kantor, sering berkeliaran di Mall dengan
kendaraan plat merah sudah sangat sering dijumpai, dan lain sebagainya. Jadi
bagaimana pelayanan publik bisa maksimal kalau pegawai-nya tidak disipilin,
berkinerja rendah, dan tidak takut berbuat kesalahan karena tidak adanya sanksi
yang tegas. Akibatnya dalam pelayanan public seringkali kita melihat antrean
panjang disebabkan karena kinerja ASN tidak punya standar waktu dalam
pelayanan. Lemet merupakan hal biasa yang kita sering lihat, yang aneh lagi tidak
merasa bersalah. Belum lagi kalau sedang melayani sambil ngemil bagi ASN
perempuan dan merokok bagi ASN laki-laki. Kalau sudah begini masyarakat sangat
dirugikan dari segala hal, lalu bagaimana kinerja ASN tersebut bias diukur, padahal
kinerja ada kaitannya dengan tunjangan kinerja itu sendiri.

Sabar ya bapak-ibu., petugasnya sedang sarapan sambil ngopi..


Kalau ditanya atau seringkali terucap dalam percakapan mereke sehari-hari mereka
berdalih rendahnya penghasilan ASN sebagai alasan rendahnya kinerja mereka, kirakira disebabkan karena terlalu sering berhayal kalau punya ini punya itu seperti
anggota DPR, seperti pengusaha, dan lain sebagainya, tapi kenapa sampai saat ini
setiap pendaftaran calon PNS yang melamar sampai puluhan ribu padahal yang akan
diambil sesuai kuota Provinsi atau kota/kabupaten hanya ratusan sesuai kebutuhan.
Bicara kebutuhan sesuai formasi yang ada sudahkah melalui analisa jabatan, ini
8

penting karena kedepan sesuai tuntutan UU No.5 Tahun 2014 membutuhkan ASN
yang professional sesuai bidang, sehingga teori kinerja menurut para ahli seperti di
atas benar adanya tidak bertolak belakang seperti yang kita lihat saat ini.
Apa yang penulis sampaikan di atas merupakan hipotesis sendiri, mengapa etos kerja
pegawai kita rendah. Setelah melalui analisa-analisa dan dari beberapa uangkapan
dari beberapa seminar pada saat para peserta seringkali muncul pernyataan belum
diterapkannya sistem Reward and Punishment. Reward and Punishment ini
merupakan salah satu alternative jika UU no.53 tahun 2010 benar-benar diterapkan
kepada semua ASN tanpa pandang bulu disamping SKP harus realistis sesuai
dengan jabatan serta kemampuan yang benar-benar dapat dicapai oleh setiap
pegawai. Hal ini untuk menghindari istilah PGPS, (Pinter Goblok Penghasilan Sama
saja). Sadar atau tidak masih ada saja ungkapan bagi PNS Buat apa gue kerja giat
kalau sama aja bayarannya. Akibat belum diterapkannya Reward and Punishment
tersebut menjadikan pegawa ASN, tidak ada motivasi untuk bekerja lebih giat, tentu
saja, karena tidak ada rasa takut untuk berbuat kesalahan, karena tidak ada
punishment (hukuman/sanksi) yang tegas. Hal ini hampir tidak ditemui di sektor
swasta, karena hampir semua perusahaan swasta telah menerapkan sistem Reward
and Punishment. Adanya bonus tentu akan memotivasi karyawan untuk bekerja
lebih keras bagai kuda, dapatkah ini diterapkan di lingkup PNS.? Ayo
PNS.anda pegawai saya juga pegawai negeri, Jadi seharusnya, bagi instansi yang
belum menerapkannya, kami sangat merekomendasikan Ayo kita lakukan
perubahan, paling tidak kita harus mulai dari diri kita sendiri. untuk mulai mengkaji
penerapan

sistem

Reward

and

Punishment.

Beri

iming-iming

bonus/tunjangan/penghargaan untuk pegawai yang berprestasi. Jangan lupa tetapkan


sanksi tegas bagi pegawai yang berkinerja buruk seperti pemotongan gaji/tunjangan,
penurunan pangkat, pencopotan jabatan, mutasi ke daerah terpencil, atau kalau mau
lebih ampuh, tetapkan hukuman yang pantas sesuai undang-undang.
Kalau sistem Reward and Punishment sudah berjalan dengan baik, dijamin semua
pegawai akan berlomba-lomba bekerja maksimal dan memberikan pelayanan prima
kepada masyarakat, demi meraih bonus yang sudah dijanjikan. Percayalah,
sebenarnya segala sesuatunya ujung-ujungnya duit. Kalau ada yang Halal, mengapa
harus ambil yang haram, itu kata meraka..!!
9

3. Penempatan pegawai yang kurang tepat


Sarjana Tekhnik Kimia jadi pegawai administrasi, Sarjana Hukum jadi pranata
komputer, Sarjana IT jadi front officer, Sarjana Pertanian jadi kepala dinas
kependudukan dan catatan sipil. Carut marut rekrutmen dan penempatan pegawai di
Republik kita tercinta ini sudah cerita lama. Menyedihkan memang, tapi itulah
kenyataannya.
Simpel aja. Bagaimana mungkin kita mengharapkan kinerja maksimal dari
seseorang, ketika yang bersangkutan diberi pekerjaan yang kurang/tidak sesuai
dengan bidang keahliannya..?! Saran kami untuk persoalan ini sih sederhana, atur
ulang penempatan pegawai. Data ulang latar belakang akademis dan keahlian
masing-masing pegawai, dan tempatkan mereka di posisi/jabatan yang sesuai dengan
keahlian/kompetensinya. Serahkan setiap urusan pada ahlinya. Sistem recruitment
Pegawai terakhir tahun 2014 memang sudah menggunakan system CAT ( Computer
Assisted Test) dimana setiap pelamar harus mendaftar melalui internet yang terakses
dengan system jaringan secara on line. Ini sudah mulai dilakukan di Indonesia, dan
sudah terbukti bahwa pelamar melamar pekerjaan sebagai PNS sesuai dengan
formasi yang tersedia dan sesuai dengan latara belakang pendidikan.
Dalam perkembangan penggunaan CAT BKN dari tahun ketahun mengalami
penngkatan misalnya tes CPNS ANRI tahun 2010, tes Analisis Kepegawaian, tes
jabatan fungsional, tes jabatan Struktural di beberapa K/L dan Pemrov/Pemkab,
penggunaan CAT pada tahun 2013 untuk seleksi CPNS mencapai 73
instansi/pemrov/pemkab dengan jumlah 200 titik lokasi tes, hal ini telah melampaui
tareget capaian kinerja tahun 2013 sebanyak 18 instansi. Harus diingat kendala
sampai saat ini sangat teknis adalah sarana dan prasaran di tingkat daerah juga
termasuk kemampuan akses yang dirasa masih sangat lambat yang mengakibatkan
transformasi data ke pusat data BKN masih terkendala. Karena sudah diakui dari
buku CAT BKN untuk Indonesia dinyatakan bahwa: Reformasi birokrasi pada
hakekatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan
mendasar

terhadap

system

menyangkut aspek-aspek

penyelenggaraan

pemerintahan

terutama

yang

seperti kelembagaan (organization), ketatalaksanaan

(business process), dan sumber daya manusia (human resources). Dikatakan juga
bahwa Reformasi birokrasi di Indonesia merupakan pekerjaan besar yang rumit dan
10

memerlukan konsentrasi khusus untuk pelaksanaannya, hal ini berkaitan dengan


banyaknya permasalahan yang harus dilakukan secara bertahap namun konsisten
yang disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan sumber-sumber pendukung
lainnya. Tahapan-tahapan yang diambil juga harus kongkrit, realistis, dan dilakukan
dengan sungguh-sungguh . Ini semua tentunya memerlukan out of the box thinking,
innovation breakthrough a new paradigm shift, dan upaya nyata yang luar biasa.
Itulah pernyataan yang ada pada buku tersebut sehingga daerah-daerah bisakah
dengan komitmennya?
Pertanyaan Apakah nantinya setelah recruitment dan telah ditentukan kelulusan
apakah penempatannya dijamin sesuai dengan formasi yang dilamar atau tidak.?
Ini menjadi tugas media menjalankan fungso kontrolnya apa tidak.. Ini penting
karena sampai saat ini sinyalemen factor x masih mewarnai kondisi yang ada.
Karena kewenangan daerah sangat mungkin terjadi ketidaksesuaian penempatan.
4. Menjamurnya praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
Masalah korupsi di Indonesia bukan merupakan hal yang tabu. Semua juga sudah
tahu kalau yang satu ini emang sudah menjadi penyakit yang mewabah di semua lini
pemerintahan di Indonesia. Sepertinya kami tak perlu lagi membahasnya lebih
mendalam disini. Terlalu banyak yang harus dibahas kalau sudah bicara persoalan
korupsi di negara ini.
Dalam kesempatan ini, kami tertarik untuk menyorot korupsi dari sisi lain, yaitu dari
sisi melemahkan kinerja birokrasi, yang dalam hal ini, akan berimbas pada buruknya
pelayanan publik. Lemahnya penindakan korupsi, membuat para pejabat dan
pegawai korup bebas merajalela menggerogoti sistem dari dalam. Hal ini kemudian
mebuat para pegawai yang bersih, jujur, dan berintegritas tinggi mengalami
demoralisasi tingkat akut. Semangat kerja menurun, karena merasa prestasinya
tertutupi dengan borok Korupsi di instansinya. Hasilnya, yang bobrok makin bobrok,
yang jujur dan bersih menjadi malas untuk bertindak karena kerusakan sistem
telah akut. Habis sudah, pada hal tuntutan kinerja yang optimal PNS sudah jelas
menjadi tuntutan bagi pemerintah, tapi bagaimana kinerja dari sisi teoritis
sebagaimana yang penulis tulis pada halaman sebelumnya bahwa indicator kinerja

11

sudah sangat jelas berkaitan dengan capaian hasil dari seorang pegawai dalam
menyelesaikan pekerjaannya. Lalau bagaimana dengan PNS kita. ?
Solusinya..?! Ya..seperti yang sudah sering digembar-gemborkan banyak pihak, lah.
Berantas korupsi sampai ke akar-akarnya. Gantung Koruptor..!! Tapi tahun ndak apa
yang terjadi, disaat KPK menjalankan fungsinya dengan penuh halangan dari
berbagai macam pihak yang menilai pemeberantasan korupsi itu berlebihan, dan
angka kenaikan pejabat yang tersandung korupsi bertambah banyak, sampai-sampai
mantan presiden Megawati Sukarno Putri angkat bicara, seolah-olah dia menyesal
membentuk KPK dan sepertinya KPK mau dihapuskan saja karena alasan lembaga
ini adalah lembaga ad hoock. Segampang itulah.. menyesalkah..? Wah ini
bukti bahwa ada ketidak komitmen dari tokoh seperti Megawati bahwa korupsi
harus diberantas dengan lembaga yang sudah semakin dipercaya oleh masyarakat
lembaga yang penuh konsisten dengan pemberantasan korupsi itu sendiri, kok mau
dihapus. Jangan dululah karena lembaga pemerintah yang ada seperti Kejaksaan,
Kepolisian dan lembaga lain belum bisa mengatasi masalah korupsi karena
sistemnya masih belum direformasi sesuai tuntutan masyarakat bahwa korupsi harus
diberantas, contohnya. Bagaimana dengan beberapa Jaksa yang ditangkap, dan
bagaimana pejabat-pejabat Negara sudah banyak sekali yang terkena kasus.mulai
dari menteri, Gubernur, Walikota dan Bupati sudah banyak sekali yang berperedikat
sebagai Koruptor. Sekali lagi KORUPTOR
5. Maraknya Suap/Gratifikasi
Sebenarnya, sesuai UU No.31 Tahun 2009 tentang Pemberantasan Korupsi,
suap/gratifikasi/uang pelicin/sogok-menyogok atau whatever they named it,
termasuk dalam ranah Korupsi. Tapi kami memutuskan untuk membuatnya menjadi
point tersendiri karena Gratifikasi itu masih abu-abu dalam pandangan banyak pihak
termasuk pemahaman Gratifikasi oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) itu sendiri.
Ya, soal maraknya suap/gratifikasi ini, kita tidak bisa menimpakan semua kesalahan
kepada oknum birokrat nakal yang suka mencari celah. Gak bakal ada yang jual
kalau tidak ada yang beli. Sama seperti fenomena prostitusi di negara kita ini. Tidak
bakal ada pelacur kalau tidak ada yang membutuhkan. Kita lihat bangsa ini sudah
sangat ketergantungan dengan pola hidup ala modern yang cendrung konsumerisme,
12

sehungga apapun dilakukan yang penting uang. Terkadang juga kita mendengar
istilah atau kata-kata wani piro atau KUHP (Kasih Uang Habis Perkara) kalau
emang gak ada pelanggannya. Siapa? Ya masyarakat itu sendiri.
Selalu saja ada segelintir orang yang mencoba untuk bypass segala prosedur baku
agar urusannya bisa selesai lebih cepat dan mudah. And nowadays, tidak ada bentuk
iming-iming yang lebih sakti daripada uang. Sama seperti prostitusi, ketika masih
sepi dibiarkan dan tidak ditindak, awalnya hanya istilah mangkal, tapi klama-lama
jadi lokalisasi. Pun demikian, praktek suap-menyuap ini mulanya sedikit dan
terselubung, lama-lama menjadi marak, dan kemudian malah menjadi semacam
Industri Baru yang lantas juga ikut melibatkan oknum-oknum lain di luar
birokrasi, yang lantas beken dengan nama Calo, dan Germo.
Akibatnya, ya seperti sekarang ini. Urusan yang ada duitnya akan lebih didahulukan.
Celakanya, karena sudah menjadi Industri, permintaan mengalir terus, tanpa henti.
Jadi, maaf beribu maaf bagi yang tidak punya uang, anda harus bersedia antre dan
sabar lebih lama, atau anda akan mendengan kata-kata datang aja besok lagi.
Solusinya..?? Tindak tegas oknum-oknum yang masih suka minta disuapin.
Ketatkan pengawasan, dan beri sanksi tegas buat yang terbukti menerima suap. Di
sisi lain, beri juga sanksi bagi masyarakat yang mencoba melakukan suap, meski
cuma sedikit. Berantas mulai dari yang kecil. Kata KONSISTEN menjadi kata yang
lebih tepat dalam penindakan sesuai Undang-undang kepegawaian.

Ini Potret bahwa anak kecil juga tahu, apa itu suap.
6. Kurangnya komitmen untuk berubah?
Sampai pada poin ini kita sudah membahas 5 penyebab buruknya pelayanan publik
di Republik kita tercinta ini. Sayangnya, saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah
13

Air, hal-hal tersebut akan terus terjadi, kalau para birokrat kita tidak punya
komitmen untuk berubah, ke arah yang lebih baik. Lagi-lagi kata KOMITMEN.
kurangnya komitmen untuk berubah adalah faktor penyebab no.6 menurut penulis,
boleh sepakat boleh tidak dalam hal ini karena rumitnya masalah di Negara kita ini
jadi persepsi terhadap penyebab bisa jadi lebih dari 6 atau kurang dari 6 masalah..
Beragam solusi dan saran sudah banyak dirumuskan. Tapi implementasinya tidak
maksimal. Dari pandangan penulis sehari-hari sebagai PNS sekaligus sebagai
Widyaiswara, sepertinya masih banyak pihak yang tidak mau sistem berjalan dengan
baik, karena banyak sebab dan alasan.
Mengapa..?! Yah, kalau sistem berjalan dengan baik, maka celah-celah yang
biasanya dipakai untuk mengeruk duit negara akan makin mengecil, dan bukan
mustahil akan tertutup rapat. Kalau udah begini, tikus-tikus itu tidak lagi bisa
berpesta pora. Tentu mereka tidak mau, sumber pendapatan yang bakal mereka
pakai buat beli Mobil mewah dan jalan-jalan ke Hongkong menguap begitu saja,
mereka sebagai Pejabat tentu tidak merasa cukup dengan Gaji dan Tunjangan yang
mereka terima.

Ya. Ini contoh PNS di razia di Pasar..


Kalau sistem berjalan dengan baik, maka tidak akan ada lagi sarapan-ngopi-baca
koran sampai jam 10 pagi, Tidak akan ada lagi jalan-jalan belanja baju di jam kerja.
Tidak akan ada lagi buka facebook dan main game berjam-jam di kantor.
Menyedihkan memang; salah 1 (satu) alasan mengapa mereka enggan untuk berubah
mungkin disebabkan karena, sistem yang ada tidak memungkin akan ada perubahan
semasih para pejabat dan pengambil kebijakan itu sendiri yang berubah terlebih
14

dahulu. Aturan-aturan yang ada sudah sangat bagus tapi implementasinya masih
setengah hati. Itulah Komitmen para pejabat sanga sulit. Jadi bagusnya gimana ya,
Biar semuanya punya komitmen untuk berubah.

Bisa dipahami gambar ini..?


Dengan contoh gambar tersebut, tidak ada yang mengerti cara apa yang tepat untuk
menyelesaikan masalah ini. Diberi kenaikan penghasilan? Biar birokrat kita lebih
semangat untuk berubah? Diikutkan simulasi alam kubur ? Biar pada takut dosa?
Biar inget neraka? Sepertinya semua sudah dilakukan, ya, tapi masih belum ada
hasilnya.
Benahi penegakan hukum? Biar yang salah pada ditangkap, jadi yang belum
ketahuan pada takut, terus mudah-mudah sebagi sokterapi bagi pejabat yang enggan
untuk berubah.
Sekali lagi, kami tidak berniat memojokkan pihak-pihak tertentu. Artikel atau apaun
sebutan tulisan ini hanya dibuat berdasarkan opini berdasar beberapa fakta saja, dan
sekali lagi tidak ada maksud untuk memojokkan atau menjatuhkan pihak-pihak
tertentu, terutama teman2 PNS muda yang kami tahu masih ideal tapi belum punya
cukup power untuk mengubah keadaan. Sekali lagi, kami justru mendukungmu
sepenuh hati.

15

Kita tentu sepakat dengan gambar ini. Cinta Indonesia..!!


Akhirnya, kami para pencinta Aparatur cuma bisa menyarankan wahai Bapak-Ibu
birokrat dan anggota dewan yang terhormat, sadarilah ini. Dengarlah jeritan hati
rakyat, yang minta diperhatikan. Berubah.. mari kita semuanya berubah menjadi
lebih baik. Tak perlu saling tunjuk.. seperti kata AA Gym, 3M, Mulai dari diri
sendiri, Mulai dari hal kecil, Mulai dari sekarang. Kalo semua pihak berkomitmen
untuk berubah, kami yakin, semuanya akan menjadi lebih baik.
Karena kami.. Cinta Indonesia..!!
Merdeka!!

Daftar Pustaka:
-

http://www.kajianpustaka.com/2014/01/pengertian-indikator kinerja
Buku CAT BKN Untuk Indonesia oleh : BKN

16

Anda mungkin juga menyukai