Anda di halaman 1dari 81

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Eksplorasi Batubara telah banyak dilakukan di Indonesia

dalam tiga dasawarsa terakhir ini, baik yang dilakukan oleh

pemerintah maupun swasta. Batubara di Indonesia merupakan

salah satu sumber energi andalan dan harapan utama sebagai

sumber energi alternatif, mengingat endapan batubara tersedia

cukup banyak di berbagai pulau di Indonesia. Sulawesi Selatan

termasuk daerah yang memiliki beberapa cadangan batubara

Salah satunya adalah Kabupaten Sinjai Kecamatan Sinjai Timur.

Upaya peningkatan kegiatan usaha pertambangan dilakukan

ekplorasi lanjutan guna meningkatkan kegiatan eksplorasi dalam

skala yang lebih detail.

CV. PANAIKANG PRIMA COAL dalam tahap eksplorasi ini

telah melakukan kegiatan eksplorasi di wilayah kuasa

pertambangan yang berlokasi di Kelurahan Biringere dan

Kelurahan Lamatti Rilau , Kabupaten Sinjai Utara, Provinsi

Sulawesi Selatan.

Dengan melihat kebutuhan batubar yang menjanjikan

dengan live time jangka panjang membuat kami percaya diri

CV.PANAIKANG PRIMA COAL | LAPORAN EKSPOLRASI 2019 1


untuk melanjutkan iup eksplorasi No. 055/PPC/ADM/VIII/2010

ke IUP Operasi Produksi. Namun sebelum melakukan

usahapenambangan,maka terlebih dahulu melakukan kegiatan

lanjutan eksplorasi bahan galian sebagaimana yang diatur dalam

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2009

tentang Mineral dan Batubara dan Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2000 tentang pelaksanaan

kegiatan pertambangan mineral dan batubara.

Terdapat beberapa tahapan kegiatan eksplorasi mineral

batubara yaitu survei geologi, pemetaan topografi, survei

geolistrik, pemboran, analisis kualitas contoh dan pengolahan

data.Hal inilah melatarbelakangi dilakukannya pekerjaan

kegiatan eksplorasi endapan mineral batubara di wilayah IUP

eksplorasi kami yang secara administrasi terletak di Kelurahan

Biringere dan Kelurahan Lamatti Rilau , Kabupaten Sinjai Utara,

Provinsi Sulawesi Selatan.

1.2Maksud dan Tujuan

Kegiatan eksplorasi lanjutan endapan bahan galian

batubara ini dimaksudkan untuk mengetahui luas sebaran di

bawah permukaan tanah, jumlah lapisan batubara, jenis batuan,

jumlah sumberdaya, dan sarana/infrastruktur yang sudah

CV.PANAIKANG PRIMA COAL | LAPORAN EKSPOLRASI 2019 2


tersedia sehingga dapat dijadikan sebagai dasar dalam

perencanaan eksploitasi penambangan dan konstruksi desain

tambang.

Tujuannya adalah untuk membuat rencana kerja tambang

yang sesuai dengan jumlah sumberdaya terukur batubara yang

dapat dieksploitasi sehingga pada tahapan ini dapat membantu

pembuatan master plan kawasan tambang yang efisien dan

ekonomis serta ramah lingkungan.

Lokasi dan Kesampaian daerah

Kegiatan eksplorasi ini dilakukan diwilayah IUP yang

terletak Kelurahan Biringere dan Kelurahan Lamatti Rilau ,

Kabupaten Sinjai Utara, Provinsi Sulawesi Selatan. Luas lokasi

eksplorasi bahan galian endapan batubara dalah 19.500 Ha.

Kesampaian lokasi ( Blok WIUP ) dari Kota Makassar

sejauh 163 KM dengan jarak tempuh kurang 3.5 jam dengan

menggunakan kendaraan roda empat atau roda dua dengan

kondisi jalan aspal. Berada tepat di sisi barat Kota Sinjai,

Kabupaten Sinjai, yang berjarak ± 2.5 Km.

CV.PANAIKANG PRIMA COAL | LAPORAN EKSPOLRASI 2019 3


1.3 Waktu

Kegiatan eksplorasi bahan galian endapan batubara

dilaksanakan pada tanggal 3 Juli 2019 – 13Juli 2019. Selama 10

Hari kerja

Tabel 1.1. Titik kordinat Blok WIUP Eksplorasi di Desa Kupa

CV.PANAIKANG PRIMA COAL | LAPORAN EKSPOLRASI 2019 4


Gambar 1.1. Peta Tunjuk Lokasi Penelitian
1.4. Keadaan Lingkungan

Uraian tentang kondisi umum daerah penyelidikan

meliputi morfologi, kondisi sosial ekonomi, iklim dan curah

hujan, flora dan fauna, serta tata guna lahan, sebagai

berikut;

1.4.1. Morfologi

Secara geografis, wilayah Kabupaten Sinjai terletak

di bagian timur Provinsi Sulawesi Selatan, dengan potensi

sumberdaya alam yang cukup menjanjikan untuk

dikembangkan, disamping memiliki luas wilayah yang

relatif luas. Kabupaten Sinjai secara astronomis terletak 50

2’ 56” -50 21’ 16” Lintang Selatan (LS) dan antara 119056’

30” -120025’ 33” Bujur Timur (BT), yang berada di Pantai

Timur Bagian Selatan Provinsi Sulawesi Selatan dengan

batas-batas sebagai berikut:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bone

 Sebelah Timur berbatasan dengan Teluk Bone

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Gowa

Secara administrasi Kabupaten Sinjai terdiri dari 9

(sembilan) kecamatan, dan sebanyak 80 (delapan puluh)

desa/kelurahan. Kabupaten Sinjai terletak arah timur dari


Kota Makassar dengan jarak 233 Km dari Kota Makassar,

Ibukota ProvinsiSulawesi Selatan.

Kabupaten Sinjai memiliki 3 (tiga) dimensi wilayah,

yakni wilayah laut/pantai, wilayah dataran rendah dan

wilayah dataran tinggi. Secara morfologi, kondisi topografi

wilayah Kabupaten Sinjai sangat bervariasi, yaitu dari area

dataran hingga area yang bergunung. Sekitar 38,26 persen

atau seluas 31.370 Ha merupakan kawasan dataran hingga

landai dengan kemiringan 0 -15 persen.Area perbukitan

hingga bergunung dengan kemiringan di atas 40

persen,diperkirakan seluas 25.625 Ha atau 31,25

persenBerdasarkan klasifikasi menurut ketinggian diatas

permukaan laut (DPL),wilayah Kabupaten Sinjai terbagi ke

dalam 5 (lima) klasifikasi ketinggian, dengan luasan

sebagai berikut:

 Area ketinggian 0 -25 meter DPL , seluas:45,41 Km2

 Area ketinggian 25 -100 meter DPL, seluas:79,83 Km2

 Area ketinggian 100 -500 meter DPL, seluas:455,35 Km2

 Area ketinggian 500 -1.000 meter DPL, seluas:173,68 Km2

 Area ketinggian >1.000 meter DPL, seluas:65,69 Km2

Wilayah Kabupaten Sinjai didominasi oleh bentuk

wilayah perbukitan dan pegunungan. Meskipun demikian di


wilayah ini tidak terdapat gunung berapi. Daerah

pegunungan di Kabupaten Sinjai sebagian besar terletak di

Kecamatan Sinjai Barat, Kecamaan Sinjai Tengah,

Kecamatan Sinjai Borong dan Kecamatan Bulupoddo.

Akibat kondisi topografi tersebut maka pengembangan

wilayah Kabupaten Sinjai menjadi terbatas.Dari 9

(sembilan) kecamatan yang ada di Kabupaten Sinjai,

kecamatan yang memiliki wilayah datar yang cukup luas

adalah Kecamatan Sinjai Timur, Kecamatan Sinjai

Utaradan Kecamatan Pulau Sembilan. Dataran yang

memiliki sumberdaya air yang cukup dimanfaatkan

masyarakat sebagai areal persawahan.

Secara administarasi bahwa daerah penyelidikan terletak di

Kelurahan Biringere dan Lamatti Rilau, Kecamatan sinjai Utara

Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi- Selatan. Daerah

penyelidikan memiliki topografi bergelombang hingga berbukit,

dengan kemiringan lereng 2% sampai dengan 45 %, dengan

ketinggian antara 6 hingga 7 m dari permukaan laut.

1.4.2. Kependudukan & Sosial Ekonomi

a. Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Sinjai tahun 2014

sebanyak 236.497 jiwa dengan laju pertumbuhan


penduduk 3,3 persen dari hasil Sensus Penduduk 2010

yang berjumlah 228.879 jiwa. Sedangkan kepadatan

penduduknya 288 jiwa/km² dengan Kecamatan Sinjai

Utara merupakan daerah terpadat penduduknya dengan

1.471 jiwa/km² dan Kecamatan Bulupoddo merupakan

daerah terjarang penduduknya dengan 158 jiwa/km².

Sebanyak 99% penduduk Kabupaten Sinjai memeluk

agama Islam. Berikut adalah penduduk Kabupaten Sinjai,

per Kecamatan Tahun 2014:

Jumlah penduduk, luas wilayah, desa dan kelurahan di Kabupaten Sinjai tahun 2014
Nama Jumlah Luas wilayah Jumlah Jumlah
kecamatan penduduk desa kelurahan
Kecamatan 15.687 Jiwa 99,47 km2  7 -
Bulupoddo
Kecamatan 7.963 Jiwa 7,55 km2  4 -
Pulau
Sembilan
Kecamatan 24.311 Jiwa 135,53 km2  7 2
Sinjai Barat
Kecamatan 19.073 Jiwa 66,97 km2  7 1
Sinjai Borong
Kecamatan 36.918 Jiwa 131,99 km2  10 1
Sinjai Selatan
Kecamatan 27.507 Jiwa 129,70 km2  10 1
Sinjai Tengah
Kecamatan 30.421 Jiwa 71,88 km2  12 1
Sinjai Timur
Kecamatan 43.505 Jiwa 29,57 km2  - 6
Sinjai Utara
Kecamatan 31.112 Jiwa 147,30 km2  10 1
Tellu Limpoe
Tabel 1.2. Jumlah penduduk, luas wilayah, desa dan kelurahan di
Kabupaten Sinjai tahun 2014 (Wikipedia, 2019).

Daerah penyelidikan masuk di kecamatan Sinjai

Utara dengan jumlah penduduk 43.505 jiwa, dengan

kepadatan penduduk 606 jiwa/Km2. Mata pencaharian


masyarakat setempat adalah sebagian besar bertani

selebihnya berdagang, buruh, PNS dan TNI/POLRI.

Mayoritas penduduk setempat beragama islam dengan

suku bugis.

b. Pendidikan

Kabupaten Sinjai termasuk daerah dengan tingkat

partisipasi masyarakat terhadap dunia pendidikan yang

tinggi dimana jumlah sarana pendidikan 409 unit dari

enam kecamatan yang teridiri dari SD sederajat 273 unit,

SMP sederajat 82 unit, SMA sederajat 43 unit dan SMK 11

unit.

No KECAMATA SD Sederajat   SMP   SMA   SMK TOTAL


. N Sederajat Sederajat
N S JML N S JM N S JM N S JML
L L
  TOTAL 24 30 273   44 38 82   16 27 43   4 7 11 409
3
1 Kec. Sinjai 27 5 32   6 5 11   2 5 7   0 0 0 50
Barat
2 Kec. Sinjai 26 1 27   4 2 6   1 2 3   0 0 0 36
Borong
3 Kec. Sinjai 36 6 42   7 6 13   3 5 8   0 1 1 64
Selatan
4 Kec. Tellu 32 3 35   4 5 9   1 4 5   0 1 1 50
Limpoe
5 Kec. Sinjai 27 4 31   3 6 9   3 4 7   1 2 3 50
Timur
6 Kec. Sinjai 31 5 36   6 5 11   2 3 5   0 0 0 52
Tengah
7 Kec. Sinjai 30 5 35   6 4 10   3 3 6   2 3 5 56
Utara
8 Kec. 24 1 25   5 4 9   1 1 2   0 0 0 36
Bulupoddo
9 Kec. Pulau 10 0 10   3 1 4   0 0 0   1 0 1
Sembilan

Tabel 1.3. Jumlah Data Satuan Sekolah PerKabupaten/Kota : Kab.


Sinjai Berdasarkan Seluruh Jenis Pendidikan (Kementerian
pendidkan & kebudayaan).

Darah penyelidikan Kecmatan Sinjai Utara termasuk

daerah dengan partisipasi masyarakat terhadap pendidikan

paling besar setelah Kecamatan Sinjai Selatan dengan

jumlah sarana pendidikan yakni 52 unit, yang terdiri dari

SD sederajat 35 unit, SMP sederajat 10 unit, SMA

sederajat 6 unit dan SMK sebanyak 5 unit.

c. Kesehatan

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten

Sinjai tahun 2018 bahwa jumlah fasilitas kesehatan

menurut kecamatan di Kabupaten Sinjai, 2017 sebagai


berikut rumah sakit 1 unit, puskesmas 16 unit, puskesmas

pembantu 62 unit, puskesmas keliling 15 unit, dan

posyandu sebanyak 338 unit. Pada daerah penyelidikan

terdapat fasilatas kesehatan 43 unit, termasuk Rumah

sakit umum sinjai, 1 puskesmas, 4 unit puskesmas

pembnatu, 1 puskesmas keliling dan 35 unit posyandu.

Tabel 1.4. Jumlah fasilitas kesehatan menurut kecamatan di


Kabupaten Sinjai, 2017.
d. Agama

Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama di Provinsi

Sulawesi Selatan adalah dilihat dari agama yang di anut

oleh penduduk  berdasarkan data sensus penduduk 2010

yang di kutip dari sp2010.go.id. Berdasaran data sensus

tahun 2010, jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Selatan

sebesar 8.034.776 jiwa, Dan penduduk terbesar  di

Provinsi ini berada di Kota Makassar. Adapun Provinsi ini

terdiri dari 21 Kabupaten dan 3 kota. Pada kolom jumlah

dalam  tabel, Untuk lebih lengkapnya dapat di lihat

langsung di www.sp2010.go.id. Seperti tabel berikut ini.

Kota/Kabupaten Islam Kristen Katoli Hindu Budha


k
Kepulauan Selayar 120,817 727 73 136 33
Bulukumba 393,636 444 151 17 171
Bantaeng 175,757 538 196 8 102
Jeneponto 342,244 226 14 5 0
Takalar 268,995 196 41 15 46
Gowa 643,300 5,362 3,121 104 437
Sinjai 228,603 145 42 12 16
Maros 312,458 4,784 568 67 60
Pangkajene Dan 303,600 1,400 128 24 50
Kepulauan
Barru 165,448 381 63 21 0
Bone 712,862 1,840 237 28 539
Soppeng 222,559 753 84 10 8
Tabel 1.5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama di Provinsi
Sulawesi Selatan.

Penduduk daerah penyelidikan mayoritas beragama

islam, selebihnya bergama Kristen, Katolik, Hindu dan

Budha seperti pada tabel diatas.

e. Pertanian Tanaman Pangan, Perikanan dan Peternakan

Luas lahan sawah di Kabupaten Sinjai tahun 2017

adalah 16.136Ha. Terdiri atas lahan yang dapat ditanami

dua kali/lebih setahun seluas 11.598Ha, lahan yang dapat

ditanami satu kali setahun seluas 4.469ha.Sedangkan bila

dirinci menurut sistem pengairannya, maka lahan beririgasi

seluas 10.379ha atau 64,32persen dari total luas lahan


sawah, lahan tadah hujan seluas 5.757ha atau

35,68persen.

Gambar 1.2. Produksi Padi Sawah Kabupaten Sinjai Tahun


2013-2017* (Ton).

Jika diamati menurut kecamatan, besarnya produksi

padi yang tertinggi dicapai kecamatan Sinjai Selatan

sedangkan yang terendah adalah Sinjai Utara. Pada tahun

2017sekitar 33.069 ton gabah kering giling atau

26,08persen dari total produksi padi di kabupaten Sinjai

dihasilkan dari kecamatan Sinjai Selatan. Kemudian Tellu

Limpoe sebanyak 18.188ton (14,34persen). DisusulSinjai

Timu rsebanyak 15.602 ton (12,30persen), Sinjai Barat

sebanyak 15.074 ton(11,89persen),Sinjai Tengah

sebanyak 14.937ton (11,78persen),Bulupoddo sebanyak

13.143 ton (10,36persen),Sinjai Borong sebanyak 11.168


ton (8,81persen), dan Sinjai Utara dengan jumlah produksi

5.634 ton (4,44persen).

Volume produksi perikanan Berdasarkan data laporan

statistik volume produksi ikan di TPI Lappa tahun 2017

mengalami peningkatansebesar 63,77 persen dibandingkan

tahun 2016 yaitu sebesar 2.509,14 ton pada tahun 2016

meningkat menjadi 4.109,14 ton pada tahun 2017. Begitu

pula dengan nilai produksinya mengalami peningkatan

sebesar 72,97 persen dibandingkan tahun 2016yaitu

sebesar 17,626 milyar pada tahun 2016 meningkatmenjadi

30,487milyar tahun pada 2017.

Berdasarkan data jumlah populasi ternak di tahun

2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kab.Sinjai

bahwa sapi potong 105.718 ekor, sapi perah 88 ekor,

kerbau 1.135 ekor, kuda 2.482 ekor, kambing 28.729

ekor, ayam buras 1.121.219 ekor, ayam ras petelur

25.803 ekor, ayam ras pedaging 176.000 ekor dan itik

36.130 ekor.

f. Transportasi

Panjang jalan kabupaten sinjai adalah sepanjang

1.314,54 Km, sedangkan jalan Propinsi mencapai 111,80

Km. Berdasarkan data transportasi dan komunikasi 2017


bahwa jumlah kendaraan bermotor Kabupaten Sinjai

sebagai berikut, Bus sebanyak 27 unit, mini bus 187 unit,

Pick up 407 unit, dan truck 239 unit. Sementara jumlah

kendaraan bermotor daerah penyelidikan adalah Bus

sebanyak 11 unit, mini bus 110 unit, Pick up 139 unit, dan

truck 118 unit.

1.4.3. Iklim & Curah Hujan

Sepanjang tahun, daerah Kabupaten Sinjai termasuk

beriklim sub tropis, yang mengenal 2 (dua) musim, yaitu

musim penghujan pada periode April - Oktober, dan musim

kemarau yang berlangsung pada periode Oktober-April.

Selain itu ada 3 (tiga) type iklim (menurut Schmidt &

Fergusson) yang terjadi dan berlangsung di wilayah ini,

yaitu iklim type B2, C2, D2 & type D3.

 Zona dengan iklim type B2 di mana bulan basah

berlangsung selama 7 - 9 bulan berturut – turut,

sedangkan bulan kering berlangsung 2 – 4 bulan

sepanjang tahun. Penyebarannya meliputi sebagian besar

wilayah Kecamatan Sinjai Timur & Sinjai Selatan .

 Zona dengan iklim type C2, dicirikan dengan adanya bulan

basah yang berlangsung antara 5 – 6 bulan, sedangkan

bulan keringnya berlangsung selama 3 – 5 bulan


sepanjang tahun. Penyebarannya meliputi sebagian kecil

wilayah Kecamatan. Sinjai Timur, Sinjai Selatan & Sinjai

Tengah

 Zona dengan iklim type D2, mengalami bulan basah

selama 3 – 4 bulan & bulan keringnya berlangsung selama

2 – 3 bulan. Penyebarannya meliputi wilayah bag. Tengah

Kabupaten Sinjai, yaitu sebagian kecil wilayah Kecamatan

Sinjai Tengah, Sinjai Selatan & Sinjai Barat.

 Zona dengan iklim type D3, bercirikan dengan

berlangsungnya bulan basah antara 3 – 4 bulan,& bulan

kering berlangsung antara 3 – 5 bulan . Penyebarannya

meliputi sebagian wilayah Kecamatan. Sinjai Barat, Sinjai

Tengah & Sinjai Selatan

Dari keseluruhan type iklim yang ada tersebut, Kabu

paten Sinjai mempunyai curah hujan berkisar antara 2.000

- 4.000 mm / tahun, dengan hari hujan yang bervariasi

antara 100 – 160 hari hujan / tahun. Kelembaban udara

rata-rata, tercatat berkisar antara 64 - 87 persen, dengan

suhu udara rata-rata berkisar antara 21,1oC - 32,4oC.

Jumlah Curah Hujan dan Jumlah Hari Hujan Pada penyelidikan

menurut bulan di Kabupaten Sinjai, 2015-2017


Tabel 1.6.Curah Hujan dan Jumlah Hari Hujan Daerah Biringere
menurut bulan di Kabupaten Sinjai, 2015-2017.

1.4.4. Flora & Fauna

Kabupaten Sinjai sangat dikenal dengan Hutan

mangrove (bakau) Tongke-Tongke yang berlokasi di Desa

Tongke-Tongke, Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten Sinjai

merupakan taman wisata mangrove andalan Sulawesi

Selatan. Pada daerah penyelidikan termasuk daerah jenis

hutan dan semak serta tumbuhan bernilai ekonomis.

1.4.5. Tata Guna Lahan


Pola pemanfaatan ruang Kabupaten Sinjai

berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Kabupaten Sinjai tahun 2006 – 2016 terbagi menjadi 2

(dua), yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya.

Kawasan lindung terdiri dari kawasan yang memberikan

perlindungan pada kawasan bawahnya,kawasan

perlindungan setempat, kawasan suaka alam dan cagar

budaya serta kawasan rawan bencana. Kawasan budidaya

terdiri dari kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

Pada daerah penyelidikan terdiri dari tata guna lahan

berupa persawahan, perkebunan dan pemukiman

penduduk. Daerah kelurahan Biringere dan kelurahan

Lamatti Rilau merupakan kawasan pemukiman penduduk

dan pengguna lahan sebagai persawahan dan perkebunan.

1.5Pelaksana dan Peralatan

1.5.1 Pelaksana Eksplorasi

Tenaga kerja yang terlibat selama kegiatan penyelidikan

umum ini, adalah tim yang dibentuk oleh CV. Panaikang Prima

Coal yang dirangkum dari berbagai disiplin keilmuan antara lain

teknik geologi, teknik pertambangan, tenaga teknis lapangan,

dan tenaga lokal.


Personil pelaksana eksplorasi batubara CV. Panaikang Prima

Coal di Daerah Kelurahan Biringere dan Kelurahan Lamatti Rilau

Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai Propinsi Sulawesi

Sealatan ini terdiri;

1. Ketua tim 1 orang

2. Supervisir 1 orang

3. Geologist 4 orang

4. Surveyor 4 orang

5. Tenaga Lokal 20 orang

1.5.2. Peralatan Eksplorasi

Peralatan umum yang digunakan dalam kegiatan

eksplorasi sebagai berikut :

1. Peta Topografi 1 : 5.000

2. GPS (Global Position System)

3. Kompas geologi

4. Palu geologi

5. Kamera digital

6. Ransel

7. Kantong sampel

8. Meteran

9. Alat Berat (excavator)

10. Alat tulis menulis


1.6. Penyelidikan Terdahulu

Peneliti terdahulu yang telah melakukan penelitian

geologi yang sifatnya regional di wilayah IUP ini adalah :

 Rab Sukamto (1975), mengadakan penelitian tentang

“Perkembangan tektonik Sulawesi dan Sekitarnya”, yang

merupakan sintesis yang berdasarkan tektonik lempeng

 Djuri,dkk, 1998. Geologi Lembar Majene dan Bagian Barat

Lembar Palopo, Sulawesi. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Geologi Direktorat Jenderal Pertambangan

Umum Departemen Pertambangan dan Energi

 Rab Sukamto (1975), penelitian pulau Sulawesi dan pulau-

pulau yang ada di sekitarnya dan membagi kedalam tiga

mandala geologi.

 Rab Sukamto (1975), penelitian perkembangan tektonik

sulawesi dan sekitarnya yang merupakan sistem sintesis

berdasarkan tektonik lempeng.

 Sartono Astadireja (1981), mengadakan penelitian

“Geologi Kuarter Sulawesi Selatan dan Tenggara”

 Van Bemmelen (1949), yang meneliti tentang “Evolusi

zaman Tersier dan Kwarter Sulawesi bagian Selatan”.


BAB II
GEOLOGI

2.1. Geologi Regional

Geologi regional mencakup secara umum kondisi geologi daerah

penelitian dalam skala 1: 250.000, yang teridiri dari kondisi

geomorfologi, kondisi stratigrafi dan struktur geologi.

2.1.1. Geomorfologi Regional

Kabupaten Sinjai secara geografis terdiri atas wilayah pesisir,

dataran rendah dan dataran tinggi dengan ketinggian antara 0-

2.871 meter diatas permukaan air laut (mdpl). Wilayahnya

termasuk 9 pulau-pulau kecil di Teluk bone yang masuk ke

wilayah kecamatan Pulau Sembilan. Pesisir di Kabupaten Sinjai

berada di sepanjang batas sebelah timur dan tergolong sempit

meliputi Kecamatan Sinjai Timur, Sinjai Utara dan kecamatan

Tellu Limpoe. Selanjutnya daerah dataran tinggi yang

merupakan lereng timur Gunung Lompobattang-Gunung

Bawakaraeng meliputi kecamatan Sinjai Barat dan Sinjai Borong.

Serta dataran tinggi Pegunungan Bohonglangi meliputi sebagian

wilayah kecamatan Bulupoddo.

Pemaparan tinjauan geomorfologi regional daerah

penelitian dan sekitarnya didasarkan pada laporan hasil


pemetaan Geologi Lembar Ujung Pandang, Benteng dan

Sinjai yang disusun oleh Rab Sukamto dan S. Supriatna

(1982), sebagai berikut :

Bentuk morfologi yang menonjol di daerah ini adalah

kerucut gunungapi Lompobattang yang menjulang

mencapai ketinggian 2876 meter di atas permukaan laut.

Kerucut gunung Lompobattang ini dari kejauhan masih

memperlihatkan bentuk aslinya dan tersusun oleh batuan

gunungapi berumur Pliosen, (Rab Sukamto dan Wilson,

1975).

Dua bentuk kerucut tererosi lebih sempit dan meluas

di sebelah Barat dan di sebelah Utara gunung

Lompobattang. Di sebelah Barat terdapat gunung Baturape

mencapai ketinggian 1124 meter dan di sebelah Utara

terdapat gunung Cindako, mencapai ketinggian 1500

meter. Kedua bentuk kerucut tererosi ini disusun oleh

batuan gunungapi berumur Pliosen.

Di bagian Utara terdapat dua daerah yang dicirikan

oleh topografi karst yang dibentuk oleh batugamping

dengan Formasi Tonasa. Kedua daerah yang bertopografi

karst ini dipisahkan oleh pegunungan yang tersusun oleh


batuan gunungapi yang berumur Miosen Bawah sampai

Pliosen.
Gambar 2.1. Peta Geomorfologi Lengan Selatan Pulau Sulawesi
(Wilson, 1995).
Di sebelah Barat gunung Cindako dan sebelah Utara

gunung Baturape merupakan daerah berbukit halus di

bagian barat. Bagian Barat mencapai ketinggian kira-kira

500 meter di atas permukaan laut. Bentuk morfologi ini

tersusun oleh batuan klastik gunungapi berumur Miosen.

Bukit-bukit yang memanjang yang tersebar di daerah ini

mengarah ke gunung Cindako dan gunung Baturape

berupa retas-retas Basal.

Pesisir Barat merupakan dataran rendah yang sebagian

besar terdiri dari daerah rawa dan daerah pasang surut,

beberapa sungai besar membentuk daerah banjir didataran ini.

Dibagian timurnya terdapat bukit-bukit terisolir yang tersusun

oleh batuan klasik gunungapi Miosen Pliosen.

Pesisir Barat ditempati oleh morfologi berbukit memanjang

rendah dengan arah umum barat laut ke tenggara. Pantainya

berliku-liku membentuk beberapa teluk. Daerah ini tersusun oleh

batuan karbonat dari Formasi Tonasa.

2.1.2. Stratigrafi Regional

Secara regional daerah penelitian termasuk dalam

Lembar Ujung pandang Benteng dan Sinjai yang dipetakan

oleh Rab Sukamto dan Supriatna. S (1982). Satuan batuan


tertua yang telah diketahui umurnya adalah batuan

sedimen flysch Kapur Atas yang dipetakan sebagai Formasi

Marada (Km). Batuan Malihan (S) belum diketahui

umurnya, apakah lebih tua atau lebih muda daripada

Formasi Marada ; yang jelas diterobos oleh Granodiorit

yang diduga berumur Miosen (19-2 juta tahun yang lalu).

Hubungan Formasi Marada dengan satuan batuan yang

lebih muda, yaitu formasi Salo Kalupang dan batuan

Gunungapi terpropilitkan tidak begitu jelas, kemungkinan

tak selaras.

Formasi Salo Kalupang (Teos) ; batupasir, serpih dan

batulempung berselingan dengan konglomerat gunungapi, breksi

dan tufa bersisipan lava, batugamping dan napal; batulempung,

serpih dan batupasirnya dibeberapa tempat dicirikan oleh warna

merah, coklat, kelabu dan hitam; setempat mengandung fosil

moluska didalam sisipan batugamping dan napal; pada

umumnya gampingan, padat dan sebagian dari serpihnya

sabakan; kebanyakan lapisannya terlipat kuat dengan

kemiringan antara 20o – 80o. Formasi Salokalupang didaerah ini

diperkirakan berumur Eosen Akhir. Sedangkan Formasi

Salokalupang pada Lembar Pangkajenen dan Watampone bagian

Barat diperkirakan berumur Eosen Awal-Oligosen Akhir berfasies


sedimen laut, dan diperkirakan setara dalam umur dengan

bagian bawah Formasi Tonasa (Temt), ditindih tidak selaras oleh

batuan dari formasi Walanae. Formasi Salo Kalupang terjadi di

sebelah Timur Lembah Walanae dan formasi Tonasa terjadi

disebelah Baratnya.

Satuan batuan yang berumur Eosen akhir sampai

Miosen tengah menindih tak selaras batuan yang lebih tua.

Berdasarkan sebaran daerah singkapannya, diperkirakan

batuan karbonat yang dipetakan sebagai formasi Tonasa

(Temt) terjadi pada daerah yang luas di lembar ini.

Formasi Tonasa ini diendapkan sejak Eosen Akhir

berlangsung hingga Miosen Tengah, menghasilkan

endapan karbonat yang tebalnya tidak kurang dari 1750

meter. Pada kala Miosen Awal, rupanya terjadi endapan

batuan gunungapi di daerah Timur yang menyusun Batuan

Gunungapi Kalamiseng (Tmkv).

Satuan batuan yang berumur Miosen Tengan sampai

Pliosen menyusun Formasi Camba (Tmc) yang tebalnya 4250

meter dan menindih tidak selaras batuan-batuan yang lebih tua.

Formasi ini disusun oleh batuan sedimen laut berselingan

dengan klastika gunungapi, yang menyamping beralih menjadi

dominan batuan gunungapi (Tmcv). Batuan sedimen laut


berasosiasi dengan karbonat mulai diendapkan sejak Miosen

Akhir sampai Pliosen di cekungan Walanae, daerah Timur, dan

menyusun Formasi Walanae (Tmpw) dan anggota Selayar

(Tmps).

Formasi Walanae (Tmpw) ; berumur Miosen Akhir

dan Pliosen dengan ketebalan sekitar 2.500 m. Formasi ini

disusun oleh perselingan batupasir, konglomerat dan tufa

dengan sisipan batugamping, napal dan lignit, batupasir

berbutir sedang sampai kasar, umumnya gampingan dan

agak kompak, berkomposisi sebagian andesit dan sebagian

lainnya mengandung kuarsa, tufanya berkisar dari tufa

breksi, tufa lapili, dan tufa kristal yang banyak

mengandung biotit, konglomerat berkomponen andesit,

trakit dan basal, dengan ukuran 1/2 - 70 cm, rata- rata 10

cm. Di daerah utara banyak mengandung tufa, bagian

tengah banyak mengandung batupasir, dan dibagian

selatan sampai di Pulau Selayar berjemari dengan

batugamping Anggota Selayar (Tmps), kebanyakan

batuannya berlapis baik, terlipat lemah dengan kemiringan

antara 10o – 20o dan membentuk perbukitan dengan

ketinggian rata- rata 250 m diatas muka laut. Di Pulau

Selayar, formasi ini terutama terdiri dari lapisan batupasir


tufaa (10 – 65 cm) dengan sisipan napal, batupasirnya

mengandung kuarsa, biotit, amfibol dan piroksin. Pada

Formasi Walanae terdapat Tmps merupakan Anggota

Selayar Formasi Walanae

Anggota Selayar Formasi Walanae (Tmps) ;

berumur Miosen Akhir dan Pliosen dengan ketebalan

sekitar 2.000 m. Formasi ini disusun oleh batugamping

pejal, batugamping koral dan kalkarenit, dengan sisipan

napal dan batupasir gampingan, umumnya putih, sebagian

coklat dan merah.

Batuan gunungapi berumur Pliosen terjadi secara

setempat, dan menyusun Batuan Gunungapi Baturape-

Cindako (Tpbv). Satuan batuan gunungapi yang termuda

adalah yang menyusun satuan gunungapi Lompobattang

(Qlv), berumur Plistosen.

Batuan gunungapi Lompobattang (Qlv);

aglomerat, lava, endapan lahar dan tufa, membentuk

kerucut gunungapai strato dengan puncak tertinggi 2950

m diatas muka laut. Batuannya sebagian besar

berkomposisi andesit dan sebagian basal, lavanya ada

yang berlubang-lubang seperti yang disebelah barat Sinjai


dan ada yang berlapis. Didaerah yang agak jauh terdiri

terutama breksi, endapan lahar dan tufa (Qlvb).

Berdasarkan posisi stratigrafinya diperkirakan batuan

gunungapi ini berumur Plistosen.

Sedimen termuda lainnya adalah Endapan

Aluvium, Rawa dan Pantai (Qac); kerikil, pasir,

lempung, lumpur dan batugamping koral. Terbentuk dalam

lingkungan sungai, rawa, pantai dan delta.


Gambar 2.2. Peta Geologi Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai (Rab Sukamto,
Sam Supriatna,1982).
2.1.3. Strutur Geologi Regional

Struktur regional menurut Rab Sukamto dan Supriatna

(1982) di daerah gunung Lompobattang dan sekitarnya meliputi

struktur perlipatan dan sesar. Struktur perlipatan terebut

mempunyai jurus dan kemiringan yang tidak teratur sehingga

sulit menentukan jenisnya, perlipatn ini dicirikan dengan variasi

kemiringan batuan baik batuan berumur Tersier maupun

Kwarter sehingga perlipatan tersebut diperkirakan berumur

Plistosen.

Struktur-struktur utama dibusur volkanik Tersier Sulawesi

bagian barat meliputi:

1. Palung Sulawesi Utara

Palung Sulawesi Utara merupakan ekspresi permukaan dari zona

Benioff, dimana kerak Laut Sulawesi menyusup di bawah lengan

utara Sulawesi pada Akhir Paleogen (Simandjuntak, 1993 op.cit.

Darman dan Sidi, 2000).

2. Sesar Palu-Koro

Sesar Palu-Koro merupakan sesar berarah mendekati N-S yang

memanjang kira-kira 300 km di Sulawesi Tengah (Sarasin, 1901;

Rutten, 1927 op.cit Darman dan Sidi, 2000).

3. Sesar Naik Poso


Sesar naik Poso merupakan zona kontak struktur antara Sabuk

Metamorfik Sulawesi Tengah ( Central Sulawesi Metamorphic

Belt) dengan Sabuk Magmatik Sulawesi bagian barat (Western

Sulawesi Magmatic Belt) (Simandjuntak et al., 1992 op.cit.

Darman dan Sidi, 2000).

4. Sesar Walanae

Sesar Walanae merupakan sesar sinistral berarah NW-SE,

memotong lengan selatan Sulawesi (Darman dan Sidi, 2000).

Struktur geologi pada daerah penelitian menunjukkan beberapa

struktur antara lain :

1. Sesar Kalamisu

Sesar ini secara regional sama dengan Sesar Walanae. Sesar ini

mempunyai arah umum barat laut – tenggara dengan jurus

sekitar N 325 °E. Sesar ini memanjang dari barat laut hingga

tenggara. Sesar ini berjenis sesar normal dengan b agian yang

relatif turun adalah blok sesar bagian timur laut (Pusat Sumber

Daya Geologi, 2007 a dan 2007b).

2. Sesar Panggo

Sesar ini mempunyai arah umum timur laut – barat daya dengan

jurus sekitar N 230 °E. Sesar ini terletak di bagian tenggara

daerah penyelidikan. Sesar ini berjenis sesar normal dengan


bagian yang relatif turun adalah blok sesar bagian barat laut

(Pusat Sumber Daya Geologi, 2007a dan 2007b).

3. Sesar Pangesoran

Sesar ini mempunyai arah umum timur laut – barat daya dengan

jurus Sekitar N 220 °E. Sesar ini terletak di bagian tengah

daerah penyelidikan. Sesar ini berjenis sesar normal dengan

bagian yang relatif turun adalah blok sesar bagian barat laut

(Pusat Sumber Daya Geologi, 2007 a dan 2007 b).

4. Sesar Kampala

Sesar ini mempunyai arah umum timur laut – barat daya dengan

jurus Sekitar N 60 °E. Sesar ini terletak di bagian barat laut

daerah penyelidikan. Sesar ini berjenis sesar normal dengan

bagian yang relatif turun adalah blok sesar bagian tenggara

(Pusat Sumber Daya Geologi, 2007 a dan 2007b).

Struktur sesar juga mempunyai kemiringan bervariasi yaitu

Utara-Selatan, Timur-Barat, Baratdaya-Timurlaut dan Baratlaut-

Tengggara yang terdapat disekitar gunung Lompobattang,

dimana jenis sesar ini sulit untuk di tentukan. Proses ini

diperkirakan terjadi sejak Miosen yaitu setelah berakhirnya

aktivitas vulkanisme.

Pada Kala Miosen terjadi proses pengendapan yang disertai

kegiatan vulkanisme di bagian barat yang berlangsung hingga


Kala Pliosen. Berakhirnya kegiatan magmatisme pada Kala

Plistosen Atas oleh kegiatan tektonisme menyebabkan

pensesaran yang melewati pegunungan Lompobattang.

Umumnya sesar-sesar yang terbentuk merupakan sesar

merencong berarah Utara-Selatan yang kemungkinan di

sebabkan oleh gerakan mendatar menganan (dekstral) oleh

batuan alas di bawah lembah Walanae.

Gambar 2.3. Geologi regional Pulau Sulawesi (Hall, R., and


Wilson, M.E.J., 2000)
2.2. Geologi Daerah Penyelidikan

Geologi daerah penyelidikan mencakup secara umum

kondisi geologi daerah penelitian dalam skala lebih kecil, yang

teridiri dari kondisi geomorfologi, kondisi stratigrafi dan struktur

geologi.

2.2.1. Geomorfologi Daerah Penyelidikan

Kemiringan BedaTinggi
No Relief Lereng ( % ) ( m)
1 Topografi dataran 0–2 <5
2 Topografi bergelombang lemah 3–7 5 – 50
3 Topografi bergelombang lemah – kuat 8 – 13 25 – 75
4 Topografi bergelombang kuat –perbukitan 14 – 20 50 – 200
5 Topografi perbukitan  – tersayat kuat 21 – 55 200 – 500
6 Topografi tersayat kuat – pegunungan 56 – 140 500 – 1000
7 Topografi pegunungan > 140 > 1000
Daerah penyelidikan berada di Kelurahan Biringere dan

Kelurahan Lamatti Rilau Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten

Sinjai. Analisis geomorfologi dengan menggunakan citra satelit

google earth maka satuan geomorfologi  morfometri  yaitu

pembagian kenampakan geomorfologi yang didasarkan pada

kelerengan dan beda tinggi menurut van Zuidam & Cancelado

(1979).

Tabel 2.1 Klasifikasi relief berdasarkan sudut lereng dan beda


tinggi (van Zuidam-Cancelado, 1979).
Gambar 2.4. Kondisi topografi daerah penyelidikan.
Dari hasil analisis Geomorfologi dengan menggunakan
klasifikasi relief berdasarkan sudut lereng dan beda tinggi (van
Zuidam-Cancelado, 1979). Dimana daerah penyelidikan memiliki
kemiringan lereng maksimum 12%-29 % dan rata-rata smapai
4.4 – 6.9 % dimana beda tinggi antara 7-30 meter, sampai 80
meter Maka daerah penyelidikan terbagi atas 5 pembagian kelas
topografi sebagai berikut;
1. Topografi dataran
2. Topografi bergelombang lemah
3. Topografi bergelombang lemah – kuat
4. Topografi bergelombang kuat – perbukitan
5. Topografi perbukitan  – tersayat kuat

2.2.2. Stratigrafi Daerah Penyelidikan

Daerah penyelidikan disusun oleh tiga jenis formasi batuan

anatara lain Formasi Endapan Aluvium dan Pantai, Formasi

Walanae dan Formasi Batuan Gunungapi Lompobattang.

Diantara tiga formasi tersebut terdiri atas beberapa satuan

batuan sebagai berikut;

1. Endapan Aluvium, Rawa dan Pantai (Qac); kerikil, pasir,

lempung, lumpur dan batugamping koral. Terbentuk dalam

lingkungan sungai, rawa, pantai dan delta.

2. Formasi Walanae (Tmpw) ; berumur Miosen Akhir dan

Pliosen dengan ketebalan sekitar 2.500 m. Formasi ini disusun

oleh perselingan batupasir, konglomerat dan tufa dengan sisipan


batugamping, napal dan lignit, batupasir berbutir sedang sampai

kasar, umumnya gampingan dan agak kompak, berkomposisi

sebagian andesit dan sebagian lainnya mengandung kuarsa,

tufanya berkisar dari tufa breksi, tufa lapili, dan tufa kristal yang

banyak mengandung biotit, konglomerat berkomponen andesit,

trakit dan basal, dengan ukuran 1/2 - 70 cm, rata- rata 10 cm.

Gambar 2.5. Peta Geologi Daerah Penyelidikan.

3. Batuan gunungapi Lompobattang (Qlv); aglomerat, lava,

endapan lahar dan tufa, membentuk kerucut gunungapai strato

dengan puncak tertinggi 2950 m diatas muka laut. Batuannya

sebagian besar berkomposisi andesit dan sebagian basal,


lavanya ada yang berlubang-lubang seperti yang disebelah barat

Sinjai dan ada yang berlapis. Didaerah yang agak jauh terdiri

terutama breksi, endapan lahar dan tufa (Qlvb).

2.2.2. Struktur Geologi Daerah Penyelidikan

Daerah penyelidikan dipengaruhi adalah Sesar Walanae yang

merupakan sesar sinistral berarah NW-SE, memotong lengan

selatan Sulawesi (Darman dan Sidi, 2000).

Struktur geologi pada daerah penelitian menunjukkan beberapa

struktur antara lain :

1. Sesar Kalamisu

Sesar ini secara regional sama dengan Sesar Walanae. Sesar ini

mempunyai arah umum barat laut – tenggara dengan jurus

sekitar N 325 °E. Sesar ini memanjang dari barat laut hingga

tenggara.

2. Sesar Panggo

Sesar ini mempunyai arah umum timur laut – barat daya dengan

jurus sekitar N 230 °E. Sesar ini terletak di bagian tenggara

daerah penyelidikan.

3. Sesar Pangesoran

Sesar ini mempunyai arah umum timur laut – barat daya dengan

jurus Sekitar N 220 °E.

4. Sesar Kampala
Sesar ini mempunyai arah umum timur laut – barat daya dengan

jurus Sekitar N 60 °E. Sesar ini terletak di bagian barat laut

daerah penyelidikan.

Lokasi IUP CV.Panaikang Prima Coal

Gambar 2.6. Peta Geologi Struktur yang Mempengaruhi


Daerah Penyelidikan.
BAB III

KEGIATAN PENYELIDIKAN

3.1. Pesiapan Pra Lapangan

Tahap persiapan merupakan tahap awal kegiatan eksplorasi

bahan galian endapan mineral batubara, sebelum

dilaksanakannya kegiatan lapangan, yang meliputi:

1. Pengurusan surat izin survei lapangan pada pemerintah

setempat yang berwenang

2. Pengkajian data dan informasi dari berbagai literatur dan hasil

penelitian terdahulu (data sekunder), terutama yang

berhubungan dengan geologi dan bahan galian di daerah

penyelidikan (desk study)

3. Persiapan peta dasar, berupa peta-peta yang mendukung

pelaksanaan kegiatan, meliputi:

 Peta administrasi wilayah Kabupaten Sinjai tahun terakhir

 Peta Topografi skala 1 : 5.000

 Peta topografi (peta rupabumi) skala 1 : 50.000 lembar

Beringinjaya (2112-43) untuk daerah Puty dan sekitarnya,

terbitan BAKOSURTANAL (Badan Koordinasi Survei dan

Pemetaan Nasional)
 Peta geologi regional skala 1 : 250.000; Peta Geologi

Bersistem Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinja (Rab

Sukamto & Sam Supriatna, 1982).

4. Persiapan instrumen survei, berupa daftar data dan informasi

awal tentang bahan galian, serta persiapan peralatan survei

lapangan. Adapun peralatan dan alat bantu utama yang

digunakan, antara lain :

 Palu geologi tipe “Estwing” jenis batuan beku dan batuan

sedimen; digunakan untuk memecah batu untuk

pengambilan sampel/conto batuan/bahan galian.

 Kompas geologi tipe “Brunton”; digunakan untuk

mengukur azimuth (arah) dan besar slope (kemiringan),

serta kedudukan perlapisan batuan dan orientasi arah

struktur geologi.

 GPS (Global Positioning System) tipe “Garmin - Etrex

Summit” dan “Garmin - 12”; digunakan untuk

menentukan posisi (titik koordinat), titik ketinggian

(elevasi), profil lintasan (tracking), penggambaran rute

perjalanan dan menyimpan data titik / rute perjalanan

yang telah dilalui (way points), serta dilengkapi juga

dengan kompas digital untuk menentukan arah.


 Kantong sampel; digunakan untuk menyimpan

sampel/conto batuan.

 Tabel deskripsi batuan dan mineral; digunakan untuk

mendeskripsi sampel batuan atau mineral, untuk

mengetahui kandungan kristal/mineral, tekstur, serta

penamaannya secara lapangan.

 Kamera foto; untuk pengambilan dokumentasi foto.

 Peralatan pendukung lapangan lainnya, seperti ransel,

sepatu lapangan, dan lain-lain.

 Perangkat komputer serta program-program yang

mendukung pekerjaan; digunakan untuk pengolahan data,

baik dalam bentuk dokumen tertulis maupun data

gambar/peta, serta untuk pengetikan (typing), pengeditan

(editing), dan pencetakannya (printing).

 Alat gambar dan alat tulis-menulis.

3.2. Penyelidikan Lapangan

3.2.1. Survei Geologi

Pada tahapan survei geologi ini bertujuan mendapatkan

gambaran umum batubara meliputi jenis, penyebran, ketebalan,

kualitas megaskopis, dan strutur geologi yang kemungkinan

dapat mempengaruhi pola penyebaran seam batubara. Dari data

survei tersebut dapat ditentukan titik pemboran dan sumur


uji/parit uji, serta sebagai data pendukung korelasi dengan

kegiatan survei yang lainnya. Pemetaan geologi dilakukan

dengan menggunakan alat GPS untuk akurasi pengeplotan lokasi

pada peta.

Metode peneyelidikan dilakukan melalui pemetaan

permukaan (surface mapping) dan penyelidikan bawah

permukaan. Pemetaan permukaan dilakukan dengan mengamati

ciri-ciri fisik batubara, pengukuran kedudukan lapisan,

ketebalan, penyebaran dan tebal tanah penutup/ over burden

(OB).

Gambar 3.1. Kegiatan penyelidikan lapangan (Survei


Geologi).
3.2.2. Pemetaan Topografi

Pemetaan topografi ini bertujuan untuk mendapatkan

gambaran umum bentuk roma muka bumi (relief) secara vertikal

terutama pada jalur penyebaran batubara, sehingga dapat

menjadi peta dasar dalam tahap eksplorasi dan eksploitasi lebih

lanjut.

Gambar 3.2. Kegiatan pengambilan titik koordinat


dilapanga (Survei Topografi).

Pemetaan topografi dapat dilakukan dengan berbagai

metode, salah satunya adalah pengukuran titik ketinggian dan

pengambilan titik koordinat dilapangan, yang kemudian

dikombainasikan dalam peta topografi sebelumnya. Beberapa


analisis topografi yang dilakukan untuk medapatkan keakuratan

data, termasuk menggunakan analisis data citra satelit termasuk

analisis peta DEM.

3.2.2. Pemboran

Kegiatan eksplorasi batubara, khususnya pada tahapan

eksplorasi umum dan eksplorasi rinci erat kaitanya dengan

aktivitas pemboran. Kegiatan pemboran dalam ekplorasi

batubara ini secara umum bertujuan untuk mengetahui data

geologi bawah permukaan (subsurface), diantaranya urutan

stratigrafi batuan, posisi kedalaman batubara, ketebalan

batubara, untuk mendapatkan sampel batubara untuk kemudian

dianalisis kualitasnya.
Gambar 3.3. Kegiatan Pemboran di Lapangan untuk Mengambi
contoh batuan dalam bentuk core.

Tujuan lain dari kegiatan pengeboran ini adalah untuk

menambah titik informasi yang berguna untuk meningkatkan

kelas sumberdaya dan cadangan serta menambah keyakinan

geologi.

3.2.3. Analisis Kualitas Contoh

Analisis dan pengujian batubara digunakan untuk kualitas

terhadap Contoh batubara yang mewakili selama tahapan

eksplorasi dan kelayakan dari proses penambangan batubara

hingga tahapan preparasi dan contoh siap di analisis. Analisis

kualitas batubara ini dilakukan dengan metode analisis proksimat

dan ultimat Yaitu analisis terhadap senyawa yang terkandung di

dalam batubara, meliputi k a d a r a i r , a b u , b e l e r a n g ( S ) ,

karbon(C), nilai kalori dan HGI.

3.3. Pengolahan Data Geologi

Berdasarkan hasil pengambilan data di lapangan mulai dari

hasil survei geologi sampai dengan hasil pemboran akan

dikumpulkan selanjutnya dilakukan pengolahan data. Pengolahan

data yang dimaksud adalah termasuk Perhitungan cadangan

berperan penting dalam menentukan kuantitas (jumlah) suatu

endapan batubara. Jumlah cadangan batubara menentukan


umur tambang. Pada penyelidikan ini akan dilakukan penentuan

jumlah cadangan batubara pada lokasi IUP CV. Panaikang

Prima Coal.

3.3.1. Penentuan Luas

Penentuan luas adalah luas yang dihitung dalam peta, yang

merupakan gambaran permukaan bumi. Menurut Basuki (2006)

luas suatu bidang tanah dapat ditentukan dengan cara

ketersediaan data yang digunakan, antara lain : Penentuan luas

secara numeris. Pada penentuan luas dengan cara numeris dapat

dilakukan dengan memakai koordinat, apabila titik-titik batas

tanah diketahui koordinatnya. Misal bidang tanah pada Gambar

dibatasi oleh titik A,B,C,D yang diketahui koordinatnya: A

(X1,Y1), B(X2,Y2), C(X3,Y3), D (X4,Y4).


Gambar 3.4. Penentuan luas secara numeris dengan koordinat.

Luas ABCD = (Luas trapesium A1ABB1) + (luas trapesium

B1BCC1) - (luas trapesium D1DCC1) – (luas trapesium A1ADD1)

Luas ABCD = 0.5 (X2 - X1) (Y2 - Y1) + 0.5 (X3 - X2) (Y3 – Y2)

– 0.5(X3 – X4) (Y3 + Y4) – 0.5 (X4 – X1) (Y4 – Y1). Dapat

disimpulkan: Luas ABCD = (Xn – Xn-1) (Yn – Yn-1) =

diproyeksikan terhadap sumbu x dan Luas ABCD = (Yn – Yn-1)

(Xn – Xn-1) = diproyeksikan terhadap sumbu y. Kedua rumus

tersebut disederhanakan menjadi: Luas ABCD = Xn (Yn-1 –

Yn+1 ).

3.3.2. Perhitungan Volume Batubara

Prinsip perhitungan volume batubara menggunakan metode

cut and fill adalah menghitung luasan dua penampang serta

jarak antara penampang atas dan penampang bawah tersebut.

Dengan mengetahui data penampang atas dan penampang

bawah, maka dapat dihitung luas masing – masing penampang.

Perhitungan volume DTM dilakukan dengan terlebih dahulu

mencari luasan pada DTM tersebut dalam bidang horizontal. DTM

didefinisikan sebagai hasil penjumlahan volume dari prisma yang

dibentuk masing-masing TIN (Usman 2004). Visualisasi

penghitungan volume dengan metode cut and fill.


Gambar 3.5. Penentuan Volume Batubara dengan Metode
metode cut and fill.

Menunjukan TIN yang dibentuk pada permukaan atas dan

permukaan bawah dihubungkan sehingga membentuk sejumlah

prisma segitiga yang kemudian volume setiap prisma di

jumlahkan untuk mengetahui volume cut and fill. Volume total

dari suatu area dihitung dari penjumlahan volume semua

prisma. Volume prisma dihitung dengan mengalikan permukaan

proyeksi (Ai) dengan jarak antara pusat massa dari dua segitiga

yaitu design surface dan base surface (di). Rumus perhitungan

volume dengan prism method dapat dilihat pada rumus I.5.(Ale,

2008)

Vi= Ai.di

Keterangan :

Vi = Volume prisma
Ai = Luas bidang permukaan proyeksi

di = Jarak antara pusat massa dua segitiga surface desain dan

base desain.

3.3.3. Pemodelan Endapan Batubara

Secara umum, permodelan dan perhitungan Sumberdaya

dan cadangan batubara memerlukan data-data dasar sebagai

berikut (Haris, 2005 : 31-32) :

1. Peta Topografi.

2. Data penyebaran singkapan batubara.

3. Data dan sebaran titik bor.

4. Peta geologi local (meliputi litologi, stratigrafi, dan struktur

geologi).

5) Peta situasi dan data-data yang memuat batasan-batasan

alamiah seperti aliran sungai, jalan, perkampungan, dan lain-

lain.

Data penyebaran singkapan batubara berguna untuk

mengetahui cropline batubara, yang merupakan posisi dimana

penambangan dimulai. Dari pemboran diperoleh hasil berupa

data elevasi roof dan floor batubara. Peta situasi dan data-data

yang memuat batasan-batasan alamiah (aliran sungai, jalan,

perkampungan, dan sebagainya) berguna untuk menentukan

batas/boundary perhitungan Sumberdaya dan cadangan.


Endapan batubara yang tidak dapat ditambang karena batasan-

batasan alamiah tersebut tidak diperhitungkan dalam

perhitungan Sumberdaya. Dari data-data dasar tersebut akan

dihasilkan data olahan, yaitu data dasar yang diolah untuk

mendapatkan model endapan batubara secara tiga dimensi

untuk selanjutnya akan dilakukan penrhitungan Sumberdaya

endapan batubara. Data olahan ini terdiri atas :

1) Peta isopach; merupakan peta yang menunjukkan kontur

penyebaran ketebalan batubara. Data ketebalan pada peta

ini merupakan tebal sebenarnya yang dapat diperoleh dari

data bor, uji puritan, uji sumur, atau dari singkapan. Peta ini

juga dapat disusun dari kombinasi peta iso struktur. Selain

itu tujuan penyusunan peta ini adalah untuk menggambarkan

variasi ketebalan batubara di bawah permukaan.

2) Peta kontur struktur, menunjukkan kontur elevasi yang sama

dari top atau bottom batubara. Untuk elevasi top atau

bottom batubara dapat diperoleh dari data bor. Peta kontur

struktur berguna untuk mengetahui arah umum/jurus

masing-masing seam batubara, sekaligus sebagai dasar

untuk menyusun peta isooverburden.

3) Peta Iso kualitas; menunjukkan kontur hasil analisis

parameter kualitas.
BAB IV

HASIL PENYELIDIKAN

4.1. Geologi

4.1.1. Geomorfologi

Pembahasan mengenai geomorfologi wilayah IUP meliputi

penjelasan pembagian satuan geomorfologi, uraian tentang

sungai, jenis pola aliran sungai, klasifikasi sungai, tipe genetik

dan stadia sungai pada wilayah IUP akhirnya dapat diketahui

stadia daerahdi wilayah IUP.

a. Satuan Geomorfologi

Dari hasil survei dilapangan maupun analisa citra satelit


bahwa daerah penyelidikan dibagi dalam 5 kelas relief
berdasarkan sudut lereng dan beda tinggi (van Zuidam-
Cancelado, 1979).sebagai berikut;
1. Topografi dataran
2. Topografi bergelombang lemah
3. Topografi bergelombang lemah – kuat
4. Topografi bergelombang kuat – perbukitan
5. Topografi perbukitan  – tersayat kuat

Analisis morfografi yaitu analisis yang didasarkan pada

aspek bentuk permukaan bumi yang dijumpai di lapangan yakni

berupa topografi pedataran, perbukitan, pegunungan dan


dataran tinggi (Van Zuidam, 1985). Adapun aspek bentuk ini

perlu memperhatikan parameter dari setiap topografi seperti

bentuk puncak, bentuk lereng dan bentuk lembah.

Gambar 4.1. Kondisi Geomorfologi Daerah Penyelidikan.

Analisis morfometri yaitu analisis yang didasarkan pada

aspek kuantitas suatu daerah atau beberapa parameter

geomorfologi yang bisa diukur. Unsur tersebut meliputi

kemiringan lereng, ketinggian, luas, relief, kerapatan sungai,

tingkat erosi dan lain sebagainya (Van Zuidam, 1983).

Berdasarkan pendekatan morfografi dan morfometri, maka

wilayah IUP dapat dikelompokkan menjadi satu satuan

morfologi, yaitu:
1. satuan geomorfologi perbukitan lereng denudasinal dengan

erosi kecil.

lereng landai dan curam menengah (topografi bergelombang

kuat), tersayat lemah sampai menengah. Kondisi

geomorfologi tersebut menempati wilayah IUP sebesar 60%

dengan luas 11.700 Ha dengan arah penyebaran dari arah

selatan ke utara. nampak memanjang berupa perbukitan

bergelombang dengan erosi yang tidak terlalu kuat dengan

Kemiringan lereng antara 4% - 12 %. Kawasan IUP ini meiliki

ketinggian sekitar 87 Mdpl – 54 Mdpl dan 67 Mdpl – 29 Mdpl,

yang berarti beda ketinggian antara 38 m – 33 m. Bentuk

lembahnya sebagian besar berbentuk huruf U dan V serta

bentuk lerengnya bergelombang miring. Litologi tersusun

oleh material vulkanik yang sudah mengalami proses

sedimentasi, sehingga pelapukan nampak sangat tinggi.


Gambar 4.2. Satuan geomorfologi perbukitan lereng
denudasinal dengan erosi kecil.

2. Satuan geomorfologi pegunungan dan perbukitan

denudasional.

lereng berbukit sampai sangat curam topografi pegunungan

tersayat menengah tajam. Kondisi geomorfologi tersebut

menempati wilayah IUP sebesar 40% dengan luas 7.800 Ha

dengan arah penyebaran dari arah utara ke selatan. nampak

memanjang berupa perbukitan terjal dengan erosi yang tidak

terlalu kuat dengan Kemiringan lereng antara 12% - 30%.

Kawasan IUP ini meiliki ketinggian sekitar 90 Mdpl – 12 Mdpl,

yang berarti beda ketinggian 78 m. Bentuk lembahnya

berbentuk huruf U dan lerengnya bergelombang miring.


Gambar 4.3. Satuan geomorfologi pegunungan dan
perbukitan denudasional.

b. Sungai

Sungai adalah alur panjang di atas permukaan Bumi atau di

dalam tanah yang berfungsi menampung dan mengalirkan air

hujan atau mata air dari suatu tempat ke tempat lainnya. Pada

umumnya, sebagian air hujan yang turun ke permukaan tanah

mengalir ke tempat-tempat yang lebih rendah dan setelah

mengalami bermacam-macam perlawanan akibat gaya berat,

akhirnya melimpah ke danau atau ke laut.

Pada daerah penyelidikan di jumpai beberapa sungai, salah

satunya adalah sungai Mangottong. Sungai Mangottong masuk

dalam konsensi lokasi IUP, yang merupakan salah satu sungai

besar di Kabupaten Sinjai. Berdasarkan tipe kondisi air sungai

maka sungai yang terdapat pada derah penyelidikan termasuk

sungai permanet, sungai periodik dan sungai episodik.

4.1.2. Stratigrafi

Penamaan satuan batuan pada di wilayah IUP didasarkan

pada litostratigrafi dan peta geologi regional, yang bersendikan

ciri fisik litologi yang dapat diamati di lapangan dan penyebaran

yang mendominasi pada satuan batuan.Berdasarkan hal

tersebut, maka di wilayah IUP terdiri dari satu satuan batuan


Formasi Endapan Aluvium dan Pantai, Formasi Walane dan

Formasi Gunungapi Lompobattang.

Hasil survei geologi lapangan bahwa daerah penyelidikan

dijumpai beberapa jenis litologi batuan diantaranya adalah

sebagai berikut;

a. Satuan Batupasir

Jenis batupasi yang terdapat pada lokasi penyelidikan

merupakan jenis pasir dari formasi walanae, dengan ciri fisik

warna segar coklat dengan warna lapuk kuning kecoklatan,

tekstur klastik, ukuran butir pasir kasar, struktur berlapis,

komposisi non karbonat, nama batuan Batupasir Kasar

(Wenworth, 1922).

Gambar 4.4. Singkapan Batupasir pada Daerah Penyelidikan.


Kenampakan mikroskopis sayatan menunjukkan warna absorbsi

abu-abu kecoklatan dengan warna interferensi kecoklatan,

tekstur klastik, bentuk subhedral sampai anhedral, ukuran

material 0.02 – 0.4 mm dengan komposisi material terdiri atas

mineral opak (5%), kuarsa polikristalin (25%), biotit (7%) dan

semen berupa kalsit (20%), mud (48%). Nama batuan Lithic

Wacke (Pettijohn,1975).

Gambar 4.5. Kenampakan sayatan petrografis dengan


komposisi mineralkuarsa polikristalin (1B),
biotit (4J), mineral opak (3H) dan semen (5E).

b. Satuan Tufa

Jenis tufa yang terdapat pada lokasi penyelidikan merupakan

jenis pasir dari Formasi Batuan Gunungapi Lompobattang,

dengan ciri fisik Kenampakan lapangan tufa mempunyai ciri fisik

dalam Warna segar putih keabu-abuan, warna lapuk coklat,

tekstur firoklastik halus, struktur berlapis (N134 oE/18o), ukuran

butir 0,5 sampai 2 mm, sortasi baik, kemas tertutup, tersusun


atas gelas/debu vulkanik, komposisi mineral biotit. Nama batuan

Tuff (Fisher, 196).

Gambar 4.6. Singkapan tufa pada Daerah Penyelidikan.


mineral opak (5D) dan gelas vulkanik (4E).
Perbesaran 50 kali pada nikol silang.

Kenampakan petrografis tufa batuan piroklastik ini  berwarna

transparan kuning pada nikol sejajar, abu-abu kehitaman pada

nikol silang, tekstur fitric tuff, ukuran butir 0,16 – 0,9 mm,

bentuk mineral anhedral-subhedral, sortasi  jelek, komposisi

material berupa mineral piroksin (15%),  biotit (10%), mineral

opak (10%) dan kristal vulkanik (65%), nama batuan vitric

cristal tuff (Pettijhon, 1975).

c. Mineral Batubara

Endapan batubara di Sulawesi Selatan terdapat pada batuan

sedimen Formasi Malawa dan Toraja yang berumur Paleogen

serta batuan sedimen vulkanik klastik berumur Neogen seperti

pada Formasi Walanae. Endapan mineral batubara yang terdapat

di wialayah IUP merupakan batubara berumur Neogen pada

Formasi Walanae.
Gambar 4.8. Singkapan Sisipan Mineral Batubara pada
Daerah Penyelidikan.

Batubara tersebut diapit oleh lapisan tufa di bagian bawah

sedangkan pada bagian atas terdiri dari tufa, batupasir dan

konglomerat. Pemerian litopite menunjukkan warna hitam,

kusam hingga agak mengkilap, pecahan tidak rata, agak rapuh,

intensitas cleat rendah dengan spasi antara 1 –10 cm.

Gambar 4.5. Kenampakan sayatan petrografis maseral


detrovitrinit, semifusinit, liptinit, serta mineral
lempung dan pirit.

4.1.3. Struktur Geologi


Struktur geologi yang berkembang di wilayah IUP sangat

dikontrol
Foto 4.4. oleh aktivitas
Tumpukan Sesar
batuan Walanae
beku sebagai bahanyang berlangsung di
baku chipping

bagian selatan pulau Sulawesi. Hal ini tampak dari kondisi

struktur geologi yang kompleks pada wilayah IUP.

Pembahasan mengenai struktur geologi di wilayah IUP

meliputi pembahasan mengenai indikasi pola struktur geologi

yang dijumpai di lapangan adalah jenis struktur.

Metode dan cara yang dilakukan dalam mengenali dan

menganalisis struktur geologi yang bekerja pada daerah

penyelidikan dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

 Melakukan interpretasi pola kontur pada peta topografi

 Mengamati dan mengenali jenis struktur yang dijumpai di

lapangan.

 Mengamati bentuk dan mengukur parameter terukur

struktur yang dijumpai dalam keadaan sebenarnya di

lapangan seperti spasi dan bukaan kekar yang dijumpai.

 Melakukan pengukuran kedudukan dari unsur struktur yang

dapat diukur, misalnya kedudukan perlapisan batuan,

kedudukan bidang yang diindikasikan sebagai bidang sesar,

arah pelamparan breksi sesar serta pengukuran kekar

secara random.
 Membuat sketsa atau foto dari struktur geologi maupun

unsur struktur yang dijumpai di lapangan.

 Menganalisis parameter struktur yang terukur dari data

kuantitatif dalam bentuk statistik dan dibuat dalam bentuk

diagram-diagram pola, untuk diketahui gambaran umum

pola strukturnya. Contohnya yaitu pengolahan data kekar

dengan menggunakan diagram roset dan proyeksi

stereografis.

 Membuat rekontruksi struktur daerah pemetaan dengan

menggunakan penampang maupun blok diagram.

 Menganalisis dan mendiskusikan mekanisme struktur

wilayah IUP dari hasil pengolahan semua data yang

dihubungkan dengan kondisi tektonik regional hasil

pemetaan oleh peneliti terdahulu.

Keberadaan struktur geologi pada di wilayah IUP

diindikasikan oleh adanya lipatan minor pada batuan, perubahan

kedudukan batuan yang mencolok, kekar, kelurusan topografi,

pembelokan dan pelurusan topografi seperti bukit dan sungai,

serta aspek fisik lainnya yang membuktikan keberadaan struktur

geologi tersebut.

4.2. Hasil Pemboran


4.3. Hasil Analisis Laboratorium

Dari 6 singkapan batubara yang dijumpai dan lima titik bor

dengan total kedalaman 37 m, diambil 10 contoh (sample)

batubara dan dianalisa kualitasnya di laboratorium PT. Surveyor-

Carbon Consulting Indonesia, contoh ini diambil dalam keadaan

segar (fresh sample) dari hasil coring pemboran dan memiliki

ketebalan 1,5 m – 4 meter, yang mewakili semua seam yang

ada.Dari hasil analisa contoh batubara diperoleh nilai kalori

batubara 3124 – 546 cal/g (adb).

Tabel 4.1. Hasil Analisa kualitas secara terperinci adalah sebagai


berikut: (adb)

No. Sample Ketebalan Seam Litologi IM AC VM FC TS CV HG


(%) (%) (%) (%) (%) (cal/gr
)

1 BH 12 4 B Coal 14, 4,4 38 41, 0,42 5486 44


5 9

2 BH 13 1,5 C Coal 15, 6,8 38,2 39, 1,42 4472 45


3 6

3 BH 14 3,3 a Coal 15, 3,5 38,4 42, 0,31 3124 42


3 7

4.5. Estimasi Cadangan

4.5.1. Metode Perhitungan


Metode perhitungan yang dipakai untuk menghitung

cadangan dalam Blok WIUP tanah urug yang kami kelolah adalah

Metode Inverse Distance Weighting (IDW)

Pemodelan dengan komputer untuk merepresentasikan

endapan bahan galian umumnya dilakukan dengan model blok

(block model). Dimensi block model dibuat sesuai dengan desain

penambangannya, yaitu perbandingan kontur rona awal dengan

kontur desain bench rencana rona akhir. Dalam hal ini pengaruh

kadar dan jenis tidak diperhitungkan dikarenakan target adalah

trass yang dianggap homogen di semua blok WIUP.

Gambar4.1 Metode model blok (grid) IDW

Metode ini merupakan suatu cara penaksiran yang telah

memperhitungkan adanya hubungan letak ruang (jarak),


merupakan kombinasi linear atau harga rata-rata tertimbang

(weigthing average) dari titik-titik data yang ada disekitarnya.

Suatu cara penaksiran dimana harga rata-rata suatu blok

merupakan kombinasi linear atau harga rata-rata berbobot

(weigthing average) dari data sampling di sekitar blok tersebut.

Dalam perhitungannya pembobotan Inverse distence didasarkan

pada jarak conto terhadap blok yang akan diprediksi kadarnya.

Dalam hal target eksplorasi adalah trass, kadar dianggap

homogen. Metode Inverse Distance Cubed ( IDC atau ID3 )

Untuk menghitung tebal bijih

(1/d13) t1 + (1/d23) t2 + ..........+ (1/dn3) tn


Tavb =
(1/d13) + ( 1/d23) + .......... + (1/dn3)
Dimana :

T & Tavb = kedalaman galian rencana& kadar rata – rata blok


d = jarak pusat blok terhadap titik conto
t = tebal density setiap blok ( density dianggap sama )

4.5.2. Parameter dan Estimasi


1. Pada perhitungan cadangan ini

dibuat terlebih dahulu geological

database dengan menggunakan

topography yaitu data collar, data

survey, data geology, dan data

assay.

2. Untuk membuat database didalam

surpac 6.1.2 Klik DataBase Lalu pilih

Open/new.

3. Kemudian untuk mendapatkan volume

dan tonase cadangan dilakukan dengan

membuat blok model dari geological

database yang telah dibuat dengan

ukuran blok model 2x2x1.

4. Pada blok model tersebut dibuat

batasan dari litologi yang akan dihitung

cadangannya yaitu batas atas dan

batas bawah. Batas litologi yang di

maksud adalah batas elevasi rona awal

dan batas elevasi rona akhir rencana

5. Setelah itu dibuat atribut yang nantinya

akan digunakan sebagai parameter untuk


mendapatkan cadangan yaitu gradedan

litologi.

6. Kemudian dibuat estimasi dari atribut

yang telah dibuat. Untuk membuat

estimasi klik blok model lalu pilih

estimation seperti pada gambar ini.

Pada estimasi cadangannya menggunakan inverse distance

power 2 dengan xyz 1 .

4.5.3. Jumlah dan Klasifikasi Cadangan

Setelah menginput nilai batas Blok WIUP dan nilai kontur

elevasi awal maka terbentuk blok model Awal sebagai berikut


Gambar 4.2 Penampang 3 D rona awal dari arah selatan

Gambar 4.3 Penampang 3 D rona awal dari arah barat


Dalam hal ini pengaruh kadar dan jenis tidak

diperhitungkan dikarenakan target adalah bahan galian trass

yang keterdapatannya homogen hingga berupa fragmen bentuk

bongkahan dalam batuan tuff.

Batasan penggalian sekaligus yang menjadi Batasan

perhitungan cadangan adalah desain bench akhir dengan desain

bench tunggal dengan sudut < 50 derajat dengan beda elevasi 8

meter. Berdasarkan kondisi topografi blok WIUP, akan terbentuk

5 bench dangan masing-masing beda levasi 8 meter.

66 mDpl

1. 18
mDpl

Gambar 4.4 Ilustrasi cros section /penampang melintang rona awal

Tahap selanjutnya di buat blok model dari rencana akhir

Mine Close, menghasilkan blok model sebagai berikut


Gambar 4.5 HasilBlok Model dari rencana desain bench mine
close dari arah selatan
Gambar 4.6Hasil Blok Model dari rencana desain bench mine

close dari arah Timur

Dimensi block modelrona akhir dibuat sesuai dengan

rencana akhir penambangan, dengan membatasi lebar bench 45

meter, tinggi bench 8 meter, Maka akan terbentuk 5 bench.

Parameter top adalah kontur rona awal di elevasi 66 mDpl,

parameter buttom adalah elevasi 18 meter sementara perameter

batasan penambangan adalah blok WIUP seluas 7,86 Ha.

Penyebaran trass dalam batuan sebesar 45 % akan

menjadi factor koreksi terbesar dalam perhitungan cadangan


selain factor mining recovery sebesar 95 % dan faktor loses

penambangan.

66 mDpl

Cadangan batuan mengandung trass 58 mDpl

yang dapat tertambang sebesar


281.016 kubic

Sumber daya tidak tertambang

( parameter penggalian adalah out line blok WIUP )


18 mDpl
16 mDpl

Gambar 4.9 Ilustrasi cros section /penampang melintang rona akhir

Dari hasil perhitungan dengan membandingkan blok model

rona awal dan blok model rencana mine close diperoleh volume

cuttingan sebesar 510.938 m3, material yang mengandung rata-

rata 55 % batuan trass, sehingga volume trass yang di dapatkan

sebesar :

Volume trass = 510.938 m3x 55 %

= 281.016 m3
Sedangkan volme trass tertambang dihitung dengan

mempertimbangkan mining recovery sebesar 95 %, dengan nilai

sebagai berikut :

Volume trass tertambang = 281.016 m3 x 95 %

= 266.965 m3
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari eskplorasi bahan galian trass pada

wilayah IUP kami ( Drs. H Anwar Aksa )di Desa Kupa ,

Kecamatan Mallusetasi , Kabupaten Barru yaitu :

1. Morfologi wilayah IUP yaitu morfologi pegunungan

bergelombang denudasional.

2. Stratigrafi wilayah IUP tersusun tanah jenis regosol berwarna

putih kecoklatan hingga coklat kehitaman dengan ketebalan

hingga 10 - 15 meter, Berasal dari lapukan batuan asal jenis

tuff porphiry yang berumur Pliosen, keberadaan bahan galian

trass berada dalam zona ini, trass merupakan hasil lapukan

dan ubahan kimia batuan tuff yang menjadi country rock di

blok WIUP eksplorasi.

3. Kemiringan lereng antara 70 % - 80 %.

4. Hasil cuttingan tebing terdiri dari 1 titik penggalian dengan

kedalaman 10 meter, diperoleh hasil sebagai berikut :

 Kedalaman 0-0,20 meter tersusun oleh tanah yang

bercampur akar-akar pohon

 Kedalaman 0,20 cm - 15 meter tersusun material tanah

urugan dari lapukan trakit jenis regosol.


 Kedalaman 15 meter pada elevasi 18 MdPL tersingkap

batuan tuff phorphiry, mengandung trass berukuran

bongkahan dan terdapat massa batuan yang cukup

kompak pada beberapa tempat.

5. Berdasarkan hasil konversi hasil cuttingan tebing, pemetaan

topografi, analisa citra dan garis kontur SRTM serta didukung

oleh hasil pemetaan geologi, maka dilakukan perhitungan

cadangan trassdenganmetodeInverse Distance Weighting

(IDW), Di peroleh hasil perhitungan sebagai berikut :

 Estimasi cadangan trasssebesar 281.016 m³

 Mining Recovery sebesar 95 % atau sekitar266.965 m³

6. Lokasi yang berada pada tepi jalan poros propinsi dimana

sebagian besar penggunaan lahan antara jalan raya dan

tebing pegunungan yang hanya berjarak 20 – 40 meter,

digunakan waraga sebagai area pemukiman dengan

banyaknya bangunan permanenn hingga semi permanen.

Sehingga penambangan pegunungan yang berada tepat di

belakang rumah warga diharapkan kedepannya dapat

memperluas area pemukiman warga yang pada akhirnya

memperluas area sempadan jalan raya.

7. Penambangan tanah urug pada pegunungan dengan tebing

yang curam, dimana pada pasca tambang direncanakan


desain bench yang terstruktur dan rapi, diharapkan dapat

memperkuat struktur tanah agar tidak labil dan tidak mudah

mengalami longsoran.

5.2. Saran

Adapun saran dari eskplorasi bahan galiantanah urug dalam

blok WIUP yang dikuasakan kepada kami di Desa Kupa ,

Kecamatan Mallusetasi , Kabupaten Barru yaitu :

1. Agar melakukan penambangan bahan galian trassdimulai

pada dasar atau datar (flat) dengan dasar elevasi perumahan

warga yaitu pada elevasi 24 mdpl.

2. Membuat paritpada setiap bench yang terbentuk untuk

mengarahkan air keluar dari Blok WIUP dan

mengarahkannya ke sisi barat Blok WIUP Dimana nantinya

wajib dibuat kolam pengendapan agar luapan air tidak

mengarah ke jalan raya.

3. Mempertahankan metode penambangan yang telah

direncanakan sebelumnya termasuk desain bench dan front

kerja guna menjamin stabilitas lereng.

4. Melakukan penyiraman jalan secara berkala dan melakukan

pengangkutan material dengan menutup vessel agar tidak

tercecer di jalan.

Anda mungkin juga menyukai