Anda di halaman 1dari 6

Kegiatan Intramural

Tanggal Pelaksanaan
FKH 516
KESMAVET (27/09/2021 – 02/10/2021)

TUGAS MAKALAH INDIVIDU


KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER

TOXOPLASMOSIS AKIBAT KONSUMSI SUSU KAMBING


MENTAH

Disusun oleh:
Kelompok H PPDH Periode II Semester 2 Tahun Ajaran 2020/2021

Febri Rizki Abdurahman, SKH B9404202087

Dosen Pembimbing:
Dr med vet drh Denny Widaya Lukman, MSi

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2021
PENDAHULUAN

Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi manusia. Bahan


pangan dapat berasal dari tanaman maupun hewan ternak. Bahan pangan asal
ternak merupakan sumber gizi utama untuk pertumbuhan dan kehidupan manusia.
Bahan pangan asal ternak terdiri dari susu, daging, dan telur (Gustiani 2009). Susu
merupakan bahan pangan yang kaya akan gizi. Susu mengandung protein,
glukosa, lipida, garam mineral dan vitamin. Nilai pH susu berkisar 6,8 (Suwito
2010). Susu merupakan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar susu
(mamae). Susu pada umumnya berasal dari hewan ternak, seperti sapi, kerbau,
kambing, unta, atau kuda (Syainah et al. 2014). Susu kambing adalah susu terbaik
dibandingkan susu hewan ruminansia lainnya. Kandungan gizi pada susu kambing
lebih baik dan lebih lengkap dibandingkan dengan susu hewan ruminasia lainnya.
Kambing yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan susu adalah kambing
etawa, kambing peranakan etawa, kambing saanen, kambing tonggenbirg,
kambing nubian, dan kambing sapera (Moeljanto 2002; Saputro et al. 2018).
Foodborne diseases merupakan penyakit yang ditularkan melalui makanan.
Foodborne diseases diakibatkan karena mengonsumsi makanan yang
mengandung agen mikroba seperti bakteri, virus, atau parasite dan juga dapat
sibabkan makanan yang terkontaminasi oleh bahan kimia beracun atau biotoksin
(Bari & Yeasmin 2018). Protozoa dalam beberapa dekade terkahir diakui
memiliki potensi yang besar sebagai foodborne diseases. Protozoa yang menjadi
perhatian besar bagi industri pangan di seluruh dunia adalah Cryptosporidium,
Cyclospore, Giardia, dan Toxoplasma. Toxoplasma gondii merupakan protozoa
yang menyebabkan toxoplasmosis pada manusia dan merupakan zoonosis.
Mengkonsumsi daging yang mentah atau setengah matang dianggap sebagai
penyebab toxoplasmosis pada manusia (Dawson 2005). Konsumsi susu kambing
mentah juga dapat menyebabkan toxoplasmosis pada manusia (Jones & Dubey
2012). Masyarakat Indonesia sendiri lebih memilih mengkonsumsi susu kambing
mentah karena memiliki kepercayaan bahwa susu kambing mentah lebih
berkashiat untuk meningkatkan kesehatan serta memiliki fungsi sebagai obat pada
penyakit tertentu (Pradini et al. 2021).

KARAKTERISTIK DAN CARA PENULARAN

Toxoplasmosis merupakan penyakit yang diakibatkan oleh parasit protozoa


intraselular Toxoplasma gondii. Toxoplasma gondii termasuk ke dalam filum
Apicomplexa, kelas Sporozoasida, ordo Eimeriorina, dan family
Toxoplasmatidae. Nama Toxoplasma berasal dari kata toxon yang berarti
lengkung dan plasma yang berarti bentuk, hal tersebut merujuk kepada bentuk
takizoit Toxoplasma gondii yang berbentu seperti bulan sabit (Hill & Dubey
2003). Toxoplasma gondii merupakan parasite yang menginfeksi hampir seluruh
makhluk berdarah panas. Ookista dapat bertahan di lingkungan setelah
dikeluarkan melalui feses dan menyebabkan kontaminasi secara luas
(Halimatunisa & Prabowo 2018).
Siklus hidup Toxoplasma gondii terdiri dari dua siklus yaitu siklus aseksual
dan seksual. Siklus hidup seksual terjadi pada sel epitel usus kucing atau Felidae
lain yang merupakan inang definitif. Ookista dalam usus halus kucing akan
berkembang secara seksual dan akan menghasilkan gametogoni (mikrogamet dan
makrogamet) serta mengalami proses fertilisasi menjadi skizon, kemudian
berkembang menjadi ookista dalam jumlah yang sangat besar. Ookista kemudian
akan keluar bersama feses inang definitif. Ookista di tanah atau lingkungan yang
sesuai (suhu 24°C) akan bersporulasi atau mengalami pemasakan menjadi ookista
infektif dalam waktu 2-3 hari. Ookista yang keluar bersama feses dapat
mengkontaminasi lingkungan seperti tanah, air, tumbuhan, dan sebagainya.
Ookista kemudian akan termakan oleh hewan yang hidup di sekitar lingkungan
tersebut. Hewan tersebut berupa tikus, kambing, bebek, sapi, ayam, dan hewan
lainnya yang akan menjadi inang perantara. Selanjutnya akan berlanjut siklus
aseksual pada tubuh inang antara. Ookista akan berubah bentuk menjadi bentuk
takizoit di cairan tubuh pada infeksi akut, dan bentuk kista pada kondisi kronis di
jaringan otot jantung, daging dan otak sehingga membentuk kista jaringan yang di
dalamnya terdapat bradizoit. Kista jaringan yang terdapat pada organ hewan
perantara yang terinfeksi, apabila dikonsumsi oleh manusia atau hewan lainnya
dalam keadaan mentah atau tidak matang sempurna, mengakibatkan terinfeksi
oleh kista dari Toxoplasma gondii (Insan et al. 2019).

Gambar 1 Siklus hidup Toxoplasma gondii (sumber: cdc.gov)


KEBERADAAN Toxoplasma gondii DALAM SUSU KAMBING
MENTAH

Susu dari beberapa spesies hewan seperti kambing, domba, sapi, kerbau,
dan unta dilaporkan mengandung takizoit dari Toxoplasma gondii (Saad et al.
2018). Kambing dapat terinfeksi toxoplasmosis akibat kebiasaan makan rumput
saat digembalakan atau diberi makan seperti daun-daunan dan tanaman perdu
yang akan mempermudah hewan tersebut untuk terinfeksi Toxoplasma gondii.
Selain itu, kambing yang berada di daerah pemukiman penduduk, sering mencari
makan di tempat sampah yang mana kucing sering mencari makan di tempat
tersebut sehingga meningkatkan kemungkinan untuk kambing terinfeksi (Iskandar
2008). Inang yang terinfeksi Toxoplasma gondii dapat melepaskan takizoit ke
dalam susu yang menyebabkan infeksi ketika meminum susu yang mentah atau
tidak dipasteurisasi. Telah dilaporkan bahwa takizoit yang terdapat pada susu
yang disimpan dalam mesin pendingin dapat bertahan selama 7 hari (Ranucci et
al. 2020). Takizoit merupakan salah satu tahap infektif pada siklus aseksual
Toxoplasma gondii. Siklus perkembangan aseksual terjadi dalam seluruh sel
berinti pada hewan berdarah panas. Takizoit yang berada pada sel inang akan
mengalami multifikasi dengan cepat diberbagai jenis sel inang (Pereira et al.
2010). Takizoit dapat ditemukan pada darah dan cairan sekresi (Iskandar 2008).

PEMBAHASAN

Toxoplasma gondii memiliki siklus hidup yang terdiri dari 3 tahap infektif,
yaitu takizoit, bradizoit (dalam kitas jaringan), dan sporozoit (dalam ookista).
Manusia dapat terinfeksi Toxoplasma gondii karena meminum susu yang
mengandung takizoit dari Toxoplasma gondii (Pereira et al. 2010). Topozoit
sensitif terhadap pH rendah dan mungkin tidak dapat bertahan dalam cairan
lambung manusia yang memiliki pH 1-3. Akan tetapi, nilai pH dapat bergeser ke
arah yang mendekati netral karena memakan makanan tertentu (Koethe et al.
2017). Takizoit dapat menyebabkan infeksi melalui penetrasi permukaan mukosa
(Sacks et al. 1982).
Manusia yang terkena toxoplasmosis umumnya tidak menyadari terinfeksi
karena kekebalan tubuh mencegah timbulnya gejala klinis. Manusia yang terkena
toxoplasmosis umumnya memiliki gejala seperti terserang flu disertai dengan
pembengkakan pada kelenjar limfa dan nyeri pada otot yang berlangsung selama
berminggu-minggu hingga berbulan-bulan dan kemudian menghilang.
Toxoplasmosis yang parah akan menyebabkan kerusakan pada otak, mata, dan
organ lainnya. Perubahan perilaku atau kepribadian secara halus dapat terjadi pada
manusia yang terinfeksi (Abdel-Rahman 2017). Kejadian toxoplasmosis pada
laki-laki dapat menyebabkan infertilitas atau kemandulan dan orchitis (Dalimi &
Abdoli 2013). Toxoplasmosis yang terjadi pada wanita dapat menyebabkan
infertilitas atau kemandulan, gangguang folikulogenesis pada ovarium, atrofi
uterus, dan kegagalan reproduksi (El-Tantawy et al. 2014). Pada wanita yang
sedang hamil dengan kehamilan sangat awal, toxoplasmosis dapat menyebabkan
abortus atau keguguran, sedangkan infeksi pada kehamilan trimester I dapat
menyebabkan kelainan yang berat pada bayi ketika lahir. Kelaianan pada bayi
dapat berupa hidrosepalus, mikrosepalus, perkapuran otak, gangguan syaraf
seperti kejang-kejang, gangguan refleks, retardasi mental, gangguan penglihatan
yang dapat menyebabkan kebutaan dan radang hati (Iskandar 2014). Pencegahan
toxoplasmosis dapat dilakukan dengan tidak meminum susu kambing mentah
(Jones & Dubey 2012), melakukan pasteurisasi pada susu kambing dengan suhu
72 ℃ selama 15 detik sebelum mengonsumsi susu kambing (Saridewi et al.
2015), dan tidak mengembalakan kambing di daerah pemukiman penduduk atau
di dekat tempat pembuangan sampah (Iskandar 2008).

SIMPULAN

Toxoplasmosis dapat terjadi pada manusia akibat meminum susu kambing


mentah. Kambing yang terinfeksi toxoplasmosis akan menghasilkan susu dengan
tropozoit Toxoplasma gondii yang merupakan tahap infektif parasit. Manusia
yang terinfeksi akan mengalami gejala seperti flu disertai pembengkakan
pembuluh limfe dan nyeri pada otot. Toxoplasmosis pada laki-laki dapat
menyebabkan orchitis dan kemandulan, sementara pada wanita hamil dapat
menyebabkan kemandulan. Toxoplasmosis dapat dicegah dengan tidak
mengonsumsi susu kambing mentah, melakukan pasteurisasi pada susu kambing
pada suhu 72 ℃ selama 15 detik, dan tidak menggembalakn kambing di wilayah
pemukiman penduduk atau di sekitar tempat pembuangan sampah.

DAFTAR PUSTAKA

Abdel-Rahman MAM. 2017. Toxoplasmosis in man and animals. Egyptian


Journal of Chemistry and Environmental Health. 3(2): 54-73.
Bari ML, Yeasmin S. 2018. Foodborne diseases and responsible agents. Di dalam:
Grumezescu AM, Holban AM, editor. In Food Safety and Preservation.
London (UK): Academic Press. hlm 195-229.
Dalimi A, Abdoli A. 2013. Toxoplasma gondii and male reproduction
impairment: a new aspect of toxoplasmosis research. Jundishapur Journal
of Microbiology. 6(8): 1-5.
Dawson D. 2005. Foodborne protozoan parasites. International Journal of Food
Microbiology. 103(2): 207-227.
El-Tantawy N, Taman A, Shalaby H. 2014. Toxoplasmosis and female infertility:
is there a co-relation. American Journal of Epidemiology and Infectious
Disease. 2(1): 29-32
Gustiani E. 2009. Pengendalian cemaran mikroba pada bahan pangan asal ternak
(daging dan susu) mulai dari peternakan sampai dihidangkan. Jurnal
Litbang Pertanian. 28(3): 96-100.
Halimatunisa F, Prabowo AY. 2018. Diagnosis Toxoplasma gondii dan
toksoplasmosis. Medula. 8(1).
Hill DE, Dubey JP. 2018. Toxoplasma gondii. Di dalam: Torrence ME, Isaacson
RE, editor. Foodborne Parasites. Springer. hlm 119-138.
Insan ANM, Suwandi JF, Lisiswanti R, Mutiara H. 2019. Perbandingan
seroprevalensi Toxoplasma gondii pada ayam ras dan ras di Kota Bandar
Lampung. Journal Agromedicine Unila. 6(1): 46-50.
Iskandar T. 2008. Penyakit toksoplasmosis pada kambing dan domba di Jawa.
Wartazoa. 18(3): 157-66.
Iskandar T. 2014. Pencegahan toksoplasmosis melalui pola makan dan cara hidup
sehat. JITV. 19(3): 235-241.
Jones JL, Dubey JP. 2012. Foodborne toxoplasmosis. Clinical Infectious
Diseases. 55(6): 845-851.
Koethe M, Schade C, Fehlhaber K, Ludewig M. 2017. Survival of Toxoplasma
gondii tachyzoites in simulated gastric fluid and cow’s milk. Veterinary
Parasitology. 233: 111-114.
Moeljanto RD. 2002. Khasiat & Manfaat Susu Kambing: Susu Terbaik dari
Hewan Ruminansia. Jakarta (ID): AgroMedia.
Pereira KS, Franco RM, Leal DA. 2010. Transmission of toxoplasmosis
(Toxoplasma gondii) by foods. Di dalam: Taylor SL, editor. Advances in
Food and Nutrition Research. London (UK): Academic Press. hlm 1-19.
Pradini GW, Fauziah N, Widyastuti R, Syamsunarno MRAA. 2021. Kualitas
mikrobiologi susu kambing segar dari sebuah peternakan kambing perah
skala kecil di Desa Cimalaka, Sumedang. Dharmakarya. 10(2): 110-114.
Ranucci D, Battisti E, Veronesi F, Diaferia M, Morganti G, Branciari R, Ferroglio
E, Valiani A, Chiesa F. 2020. Absence of viable Toxoplasma gondii in
artisanal raw-milk ewe cheese derived from naturally infected animals.
Microorganisms. 8(1): 143.
Saad NM, Hussein AA, Ewida RM. 2018. Occurrence of Toxoplasma gondii in
raw goat, sheep, and camel milk in Upper Egypt. Veterinary World. 11(9):
1262-1265.
Sacks JJ, Roberto RR, Brooks NF. 1982. Toxoplasmosis infection associated with
raw goat's milk. JAMA. 248(14): 1728-1732.
Saputro AL, Hamid IS, Prastiya RA, Purnama MTE. 2018. Hidroponik fodder
jagung sebagai substitusi hijauan pakan ternak ditinjau dari produktivitas
susu kambing sapera. Jurnal Medik Veteriner. 1(2): 48-51.
Saridewi R, Lukman DW, Sudarwanto M, Cahyaningsih U. 2015. Daya tahan
hidup Toxoplasma gondii dalam susu kambing setelah pasteurisasi suhu
tinggi waktu singkat. Indonesian Journal of Veterinary Sciences. 9(2): 120-
123.
Suwito W. 2010. Bakteri yang sering mencemari susu: deteksi, patogenesis,
epidemiologi, dan cara pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian. 29(3):
96-100.
Syainah E, Novita S, Yanti R. 2014. Kajian pembuatan yoghurt dari berbagai jenis
susu dan inkubasi yang berbeda terhadap mutu dan daya terima. Jurnal
Skala Kesehatan. 5(1).

Anda mungkin juga menyukai