Standar Perencanaan Geometri Jalan Bebas Hambatan untuk Jalan Tol sesuai dengan
Standar Konstruksi dan Bangunan No. 007/BM/2009 harus:
Memenuhi aspek-aspek keselamatan, keamanan, kenyamanan, dan kelancaran lalu lintas
yang diperlukan;
Mempertimbangkan aspek-aspek lalu lintas yang akan digunakan sebagai jalan tol,
tingkat pengembangan jalan, standar desain, pemeliharaan, kelas dan fungsi jalan, dan
jalan masuk/jalan keluar, serta simpang susun;
Memenuhi ketentuan standar geometri yang khusus dirancang untuk jalan bebas
hambatan dengan sistem pengumpul tol;
Mempertimbangkan faktor teknis, ekonomis, finansial, dan lingkungan;
Memenuhi kelas dan spesifikasi yang lebih tinggi dan harus terkendali penuh dari jalan
umum yang ada;
Direncanakan untuk dapat melayani arus lalu lintas jarak jauh dengan mobilitas tinggi;
Dilakukan dengan teknik sedemikian rupa sehingga terbentuk keserasian kombinasi
antara alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal;
Mempertimbangkan ketersediaan saluran samping yang memadai.
5.2 Perencanaan Geometri
Perencanaan geometrik adalah perencanaan rute dari suatu ruas jalan secara lengkap,
meliputi beberapa elemen yang disesuaikan dengan kelengkapan dan data dasar yang ada
atau tersedia dari hasil survey lapangan dan telah dianalisis, serta mengacu pada ketentuan
yang berlaku. Lalu bila ditinjau secara keseluruhan perencanaan geometrik harus dapat
menjamin keselamatan maupun kenyamanan dari pengguna jalan. Karena suatu rencana
jalan dianggap baik dan dapat mendekati keadaan yang sebenarnya memerlukan suatu data
dasar yang baik pula.
Jadi, tujuan dari perencanaan geometrik jalan adalah menghasilkan infrastruktur yang
aman dan efisien pelayanan arus lalu lintas serta memaksimalkan biaya pelaksanaan ruang,
bentuk, dan ukuran. Jalan dapat dikatakan baik apabila dapat memberikan rasa aman dan
nyaman kepada pengguna jalan.
Berikut ini perencanaan geometri pada beberapa pilihan alternatif yang ada.
Alternatif 1
Alternatif 2
Alternatif 3
Perhitungan struktur didasarkan pada asumsi tanah lunak yang umumnya disebut
highly compressible, dengan mengambil hasil pembebanan terbesar/maksimum dari
kombinasi pembebanan sebagai berikut.
1) Berat sendiri box culvert
2) Beban roda ganda 10 ton atau mutan rencana sumbu 20 ton
3) Beban kendaraan diatas konstruksi ini diperhitungkan setara dengan muatan tanah
setinggi 60 cm
4) Tekanan tanah aktif
5) Tekanan air dari luar
6) Tekanan hydrostatic (qa)
Penulangan pada box culvert
Penulangan ini dirancang sedemikian rupa sehingga:
1) Mudah dilaksanakan agar didapat hasil yang rapi dan sesuai dengan perhitungan serta
gambar
2) Diameter tulangan yang digunakan 19 mm, 16 mm, 12 mm dan 10 mm (menghindari
penggunaan tulangan dengan diameter beragam)
3) Bentuk atau ukuran segmen penulangan sederhana, praktis, dan dapat dipakai pada
beberapa segmen gorong-gorong seta beratnya pun diperhitungkan sedemikian rupa
sehingga muda dirakit atau dipasang dan diikat.
4) Pembengokan dan penempatan tulangan direncanakan sedemikian rupa sehingga tidak
membahayakan pemakai jalan bila penutup beton pecah karena benturan keras atau
aus (ujung tulanagn tidak akan ke permukaan lantai kendaraan)
Gambar 5.2 Jembatan Box Culvert
Beton Prategang
Beton merupakan bahan yang kuat terhadap tekanan, tetapi relatif lemah terhadap
tarikan, jadi beton dapat menahan beban berat yang menekannya tetapi hanya dapat
menahan beban yang relatif ringan yang cenderung menarik atau melenturkannya. Pada
beton pratekan/prategang diambil manfaat dari kemampuan beton untuk melawan gaya
tekan. Suatu gaya tekan luar diberikan pada beton supaya tetap berada dalam tekanan
(kompresi) selama umur normalnya, sehingga dapat mencegah terjadinya tegangan tarik
bilamana diberi beban yang cenderung menarik atau melenturkan beton.
Komponen beton pratekan biasanya lebih kecil dari komponen beton bertulang.
Ukuran lebih kecil ini mengurangi kuantitas baja dan beton tetapi diimbangi dengan
perlunya penggunaan bahan kekuatan tinggi. Terdapat dua sistem pemberian prategangan
pada beton, yaitu menegangkan sebelum beton dicor atau menegangkan setelah beton
dicor. Masing-masing sistem disebut sebagai pretension dan posttension. Dalam kedua
hal tersebut penegangan dilakukan sebelim pemberian beban mati dan hidup pada
komponen.
Ada berbagai tipe bahan jembatan beton prategang standar antara lain, pelat beton
tipe PTI (pretension), pelat beton berongga tipe PTI (pretension), gelagar beton prategang
tipe GPI (postension).
Bangunan atas jembatan-jembatan beton prategang tersebut di atas menggunakan
bahan beton dan baja tulangan yang persyaratan teknisnya telah diuraikan sebelumnya;
Pada umumnya mutu beton yang digunakan adalah beton mutu tinggi, bisa beton K400,
K450, K500, atau K600 tergantung pada berbagai pertimbangan perencana.
Sedangkan untuk persyaratan teknis, baja prategang harus memenuhi ketentuan-
ketentuan sebagai berikut (diambil dari Spesifikasi):
Untaian kabel (strand) prategang harus terdiri dari jalinan kawat (wire) dengan kuat
tarik tinggi, bebas tegangan (stress relieved), relaksasi rendah dengan panjang menerus
tanpa sambungan atau kopel sesuai dengan SNI 07-1154-1989 tentang Kawat baja
tanpa lapisan bebas. tegangan untuk konstruksi beton, jalinan tujuh. Untaian kawat
tersebut harus mempunyai kekuatan leleh minimum sebesar 1600 MPa dan kekuatan
batas minimum 1900 MPa.
Kawat (wire) prategang harus terdiri dari kawat dengan kuat tarik tinggi dengan
panjang menerus tanpa sambungan atau kopel dan harus sesuai dengan SNI 07-1155-
1989 tentang Kawat baja tanpa lapisan bebas tegangan untuk konstruksi beton.
Batang (bar) logam campuran dengan kuat tarik tinggi harus bebas tegangan kemudian
diregangkan secara dingin minimum sebesar 910 MPa.
Setelah peregangan dingin, maka sifat fisiknya akan menjadi sebagai berikut:
Kekuatan batas tarik minimum 1000 MPa;
Kekuatan leleh minimum, diukur dengan perpanjangan 0,7% menurut metode
pembebanan tidak boleh kurang dari 910 MPa;
Modulus elastisitas minimum 200.000 Mpa;
Perpanjangan (elongation) minimum setelah runtuh (rupture) dihitung rata-rata 4%
terhadap 20 batang yang diuji;
Toleransi diameter - 0,25 mm, + 0,76 mm.
Perakitan dan Pemasangan
Beberapa tahapan penting pada pemasangan struktur bangunan atas beton prategang
sebagai berikut.
Pembuatan gelagar secara fabrikasi (casting yard) atau langsung (insitu) di lokasi;
Apabila pembuatan gelagar secara fabrikasi, cek dengan baik cara pengangkutan dari
pabrik ke lokasi
Persiapan pemasangan dari lokasi lapangan menuju ke bentangan dimana gelagar
tersebut harus dipasang;
Pada beton pratekan pracetak segmental perlu disangga diatas tanah (stressing bed)
sebelum dilaksanakan penyambungan;
Penyambungan segmen, dengan cara menempatkan segmental tersebut pada tempat
yang mempunyai elevasi antar segmen yang sama dan penyambungan dengan
memberikan bahan epoxy atau perekat khusus antar beton sehingga segmen dapat
tersambung;
Setelah penyambungan selesai, kemudian dilakukan penegangan kabel prategang
dengan gaya tertentu;
Cara pemasangan gelagar tersebut dapat dengan cara launching atau bantuan crane,
sampai pada posisinya.
Pada pelaksanaan pemasangan girder dengan cara launching, agar diperhatikan hal-
hal sebagai berikut.
Gelagar harus dalam posisi yang tegak dan diangkat pada titik yang sudah ditentukan;
Perlu diperhatikan masalah gaya prategang yang terlalu besar dan perlu dihindari
daerah yang tertarik;
Hati-hati terhadap puntir yang mungkin terjadi,
Mungkin diperlukan pengaku atau penahan sementara pada gelagar pada arah lateral,
terutama pada gelagar dengan lebar flens kurang dari 0,5-0,6 tinggi gelagar;
Pada perencanaan ini digunakan 2 macam beton prategang yaitu pelat beton
bertulang dan gelagar atau girder I.
Gambar 5.3 Segmen Pelat Beton Prategang
c) Pondasi
Pondasi berfungsi menerima beban-beban dari bangunan bawah dan menyalurkan ke
tanah.
Tabel 5.6 Tipe Pondasi Normal
Pada jembatan Jalan Tol Akses Patimban dipilih pondasi tiang pancang beton
pratekan dengan diameter 60 cm karena kedalaman lapisan tanah penyangganya kira-kira
antara 10 sampai 20 m. Tiang pancang beton dipilih sebagai tipe pondasinya, baik karena
aspek ekonomisnya maupun pengalaman penggunaannya di Indonesia.