Anda di halaman 1dari 22

BAB V

REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN

5.1 Konsep dan Standar Perencanaan


Perencanaan geometrik adalah perencanaan rute dari suatu ruas jalan secara lengkap,
meliputi beberapa elemen yang disesuaikan dengan kelengkapan dan data dasar yang ada
atau tersedia dari hasil survey lapangan dan telah dianalisis, serta mengacu pada ketentuan
yang berlaku. Bila ditinjau secara keseluruhan perencanaan geometrik harus dapat menjamin
keselamatan maupun kenyamanan dari pengguna jalan. Karena suatu rencana jalan dianggap
baik dan dapat mendekati keadaan yang sebenarnya memerlukan suatu data dasar yang baik
pula. Jadi, tujuan dari perencanaan geometrik jalan adalah menghasilkan infrastruktur yang
aman dan efisien pelayanan arus lalu lintas serta memaksimalkan biaya pelaksanaan ruang,
bentuk dan ukuran. Jalan dapat dikatakan baik apabila dapat memberikan rasa aman dan
nyaman kepada pengguna jalan.

Standar Perencanaan Geometri Jalan Bebas Hambatan untuk Jalan Tol sesuai dengan
Standar Konstruksi dan Bangunan No. 007/BM/2009 harus:
 Memenuhi aspek-aspek keselamatan, keamanan, kenyamanan, dan kelancaran lalu lintas
yang diperlukan;
 Mempertimbangkan aspek-aspek lalu lintas yang akan digunakan sebagai jalan tol,
tingkat pengembangan jalan, standar desain, pemeliharaan, kelas dan fungsi jalan, dan
jalan masuk/jalan keluar, serta simpang susun;
 Memenuhi ketentuan standar geometri yang khusus dirancang untuk jalan bebas
hambatan dengan sistem pengumpul tol;
 Mempertimbangkan faktor teknis, ekonomis, finansial, dan lingkungan;
 Memenuhi kelas dan spesifikasi yang lebih tinggi dan harus terkendali penuh dari jalan
umum yang ada;
 Direncanakan untuk dapat melayani arus lalu lintas jarak jauh dengan mobilitas tinggi;
 Dilakukan dengan teknik sedemikian rupa sehingga terbentuk keserasian kombinasi
antara alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal;
 Mempertimbangkan ketersediaan saluran samping yang memadai.
5.2 Perencanaan Geometri
Perencanaan geometrik adalah perencanaan rute dari suatu ruas jalan secara lengkap,
meliputi beberapa elemen yang disesuaikan dengan kelengkapan dan data dasar yang ada
atau tersedia dari hasil survey lapangan dan telah dianalisis, serta mengacu pada ketentuan
yang berlaku. Lalu bila ditinjau secara keseluruhan perencanaan geometrik harus dapat
menjamin keselamatan maupun kenyamanan dari pengguna jalan. Karena suatu rencana
jalan dianggap baik dan dapat mendekati keadaan yang sebenarnya memerlukan suatu data
dasar yang baik pula.
Jadi, tujuan dari perencanaan geometrik jalan adalah menghasilkan infrastruktur yang
aman dan efisien pelayanan arus lalu lintas serta memaksimalkan biaya pelaksanaan ruang,
bentuk, dan ukuran. Jalan dapat dikatakan baik apabila dapat memberikan rasa aman dan
nyaman kepada pengguna jalan.
Berikut ini perencanaan geometri pada beberapa pilihan alternatif yang ada.
 Alternatif 1

STA STA 0+000 – STA 49+152


Lokasi Proyek Simpang Cikopo – Jalan Raya
Pantura
Klasifikasi Jalan Jalan kelas khusus
Tipe Jalan 4/2D
Lebar Lajur 3,60 meter
Kecepatan Rencana 100 km/jam
Rumaja 22 meter
Rumija 30 meter
Ruwasja 48 meter
Lebar Bahu Luar 3,00 meter
Lebar Bahu Dalam 1,50 meter
Lebar Median 5,50 meter (termasuk bahu
dalam)
Tinggi Minimal Dihitung dari As 1,50 meter
Jalan
Tinggi Ruang Bebas 5,00 meter
emax 6%
enormal 2%
Jari-Jari Rencana  STA 3+593 (SS)
R = 300 meter
 STA 14+744 (SCS)
R = 600 meter
 STA 39+515 (SCS)
R = 400 meter
 STA 43+883 (SS)
R = 300 meter
Jari-Jari Minimum 250 meter
Pelebaran Jalur Lalu Lintas di  STA 3+593 (SS)
Tikungan (W) W = 0,325 meter
 STA 14+744 (SCS)
W = 0,28 meter
 STA 39+515 (SCS)
W = 0,41 meter
 STA 43+883 (SS)
W = 0,28 meter
Lengkung Vertikal 16 buah
Lengkung Horizontal 4 buah
Simpang Susun  JCIC Cikopo
 IC Cijunti
 IC Pabuaran
 IC Rancabango
 IC Tambak Dahan
 IC Pusakanegara
Tabel 5.1 Rencana Geometri Jalan Alternatif 1
Data hasil perhitungan alinyemen (lengkung) horizontal

 Alternatif 2

STA STA 0+000 – STA 29+009


Lokasi Proyek Simpang Tol Subang – Jalan
Raya Pantura
Klasifikasi Jalan Jalan kelas khusus
Tipe Jalan 4/2D
Lebar Lajur 3,60 meter
Kecepatan Rencana 100 km/jam
Rumaja 22 meter
Rumija 30 meter
Ruwasja 48 meter
Lebar Bahu Luar 3,00 meter
Lebar Bahu Dalam 1,50 meter
Lebar Median 5,50 meter (termasuk bahu
dalam)
Tinggi Minimal Dihitung dari As 1,50 meter
Jalan
Tinggi Ruang Bebas 5,00 meter
emax 6%
enormal 2%
Jari-Jari Rencana  STA 7+426 (SCS)
R = 400 meter
 STA 23+825 (FC)
R = 1100 meter
Jari-Jari Minimum 250 meter
Pelebaran Jalur Lalu Lintas di  STA 7+426 (SCS)
Tikungan (W) W = 0,45 meter
 STA 23+825 (FC)
W = 0,45 meter
Lengkung Vertikal 10 buah
Lengkung Horizontal 2 buah
Simpang Susun  JCIC Subang
 IC Gunungsembung
 IC Gunungsari
 IC Saradan
 IC Pagaden
 IC Tambak Dahan
 IC Pusakanegara
Tabel 5.2 Rencana Geometri Jalan Alternatif 2
Data hasil perhitungan alinyemen (lengkung) horizontal

 Alternatif 3

STA STA 0+000 – STA 36+100


Lokasi Proyek Tol Cipali km 89+125 – Jalan
Raya Pantura
Klasifikasi Jalan Jalan kelas khusus
Tipe Jalan 4/2D
Lebar Lajur 3,60 meter
Kecepatan Rencana 100 km/jam
Rumaja 22 meter
Rumija 30 meter
Ruwasja 48 meter
Lebar Bahu Luar 3,00 meter
Lebar Bahu Dalam 1,50 meter
Lebar Median 5,50 meter (termasuk bahu
dalam)
Tinggi Minimal Dihitung dari As 1,50 meter
Jalan
Tinggi Ruang Bebas 5,00 meter
emax 6%
enormal 2%
Jari-Jari Rencana  STA 8+942 (SCS)
R = 400 meter
 STA 19+688 (SCS)
R = 600 meter
 STA 22+577 (SS)
R = 300 meter
Jari-Jari Minimum 250 meter
Pelebaran Jalur Lalu Lintas di  STA 8+942 (SCS)
Tikungan (W) W = 0,325 meter
 STA 19+688 (SCS)
W = 0,28 meter
 STA 22+577 (SS)
W = 0,28 meter
Lengkung Vertikal 8 buah
Lengkung Horizontal 3 buah
Simpang Susun  JCIC Cipeundeuy
 IC Koranji
 IC Purwadadi
 IC Tambak Dahan
 IC Pusakanegara
Tabel 5.3 Rencana Geometri Jalan Alternatif 3

Data hasil perhitungan alinyemen (lengkung) horizontal

Berdasarkan alternatif-alternatif yang ada, alternatif 3 memiliki 3 buah lengkung


horinzontal dan 8 buah lengkung vertikal. Oleh karena itu jika dilihat dari aspek
keselamatan, keamanan, kenyamanan, dan kelancaran lalu lintas, alternatif 3 lebih unggul
dibandingkan lainnya.
Selain itu, jumlah simpang susun yang diperlukan untuk alternatif 3 paling sedikit
sehingga dapat menghemat biaya konstruksi.
5.3 Perencanaan Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan adalah bagian jalan yang diperkeras dengan lapis konstruksi tertentu,
yang memiliki ketebalan, kekuatan, dan kekakuan, serta kestabilan tertentu agar mampu
menyalurkan beban lalu lintas diatasnya ke tanah dasar secara aman.
Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah
dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana
transportasi, dan selama masa pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti.
Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang diharapkan, maka pengetahuan tentang
sifat, pengadaan dan pengolahan dari bahan penyusun perkerasan jalan sangat diperlukan.
Pada alternatif Jalan Tol Akses Patimban digunakan perkerasan kaku dan perkerasan
lentur pada tanah lunak. Berikut ini rincian penampang jalannya.
 Lebar lajur lalu lintas : 2x2 x 3.60 meter
 Lebar bahu luar : 2 x 3.00 meter
 Lebar bahu dalam : 2 x 1.50 meter
 Lebar Median : 5.50 meter (termasuk bahu dalam)
 Perkerasan :
 Perkerasan Kaku :
a) Rigid pavement : 30 cm
b) Lean concrete : 10 cm
c) Agregat Base Kelas A : 15 cm
d) Sambungan Dowel
- Diameter : 32 mm
- Panjang : 450 mm
- Jarak : 300 mm
e) Sambungan Tie Bar
- Diameter : 16 mm
- Panjang : 760 mm
- Jarak : 1200 mm
 Perkerasan Lentur (untuk kondisi tanah lunak) :
a) AC WC : 4 cm
b) AC BC : 6 cm
c) AC Base : 25 cm
d) LPA Kelas A : 30 cm

5.4 Perencanaan Bangunan Atas


Pemilihan tipe dan jenis bangunan atas jembatan merupakan faktor penting karena akan
berpengaruh pada biaya konstruksi serta biaya pemeliharaan jembatan di kemudian hari.
Pengertian tipe bangunan atas jembatan lebih cenderung pada pembedaan aspek
konstruksinya, sedangkan jenis bangunan atas lebih fokus pada material yang digunakan
untuk membuat bangunan atas jembatan dimaksud. Tipe dan jenis bangunan atas jembatan
dipilih berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:
a) Ekonomis ditinjau dari segi konstruksi
b) Data lapangan
c) Panjang bentang jembatan
d) Daya dukung tanah
e) Perilaku sungai/potongan melintang sungai
f) Estetika
g) Kemudahan pelaksanaan
h) Ketersediaan material (mutu & kuantitas)
i) Debit banjir
j) Perlintasan dengan fasilitas transportasi lainnya
k) Lingkungan
l) Kelas Jalan/Kelas Jembatan
m)Pemeliharaan
n) Lendutan izin
o) Penggunaan pilar
Berikut ini tipe-tipe bangunan atas jembatan yang menggunakan beton bertulang.
Tabel 5.4 Tipe-Tipe Bangunan Atas Jembatan yang Menggunakan Beton Bertulang
Tabel 5.5 Tipe-Tipe Bangunan Atas Jembatan yang Menggunakan Beton Prategang
Pada tabel berikut dapat diperhatikan bahwa bentang jembatan minimal = 5.00 m,
artinya untuk perlintasan jalan dengan sungai yang memerlukan bentang < 5.00 m
konstruksi perlintasan yang digunakan bukan jembatan, akan tetapi box culvert. Dalam
praktek perencanaan teknis jembatan, penggunaan box culvert biasanya dibatasi bukan pada
bentang 5.00 m akan tetapi sampai dengan bentang 6.00 m digunakan box culvert.
Pada perencanaan jembatan Jalan Tol Cipali – Patimban ini direncanakan menggunakan
3 jenis struktur atas jembatan yaitu :
1) Box Culvert beton bertulang (single dan double) untuk bentang l s/d 6 m
2) Segmen Pelat Beton Prategang untuk bentang 6 s/d 12 m
3) Gelagar I Beton Prategang untuk bentang lebih dari 12 m
 Box Culvert
Box culvert termasuk saluran gorong-gorong yang tertutup karena ia tidak dapat
dibuka seperti u-ditch. Tapi karena hal itu, box culvert banyak digunakan sebagai saluran
air bawah tanah bahkan permukaan jembatan. Box culvert dicetak dengan kualitas mutu
beton terbaik sehingga ia tahan terhadap tekanan berat. Permukaannya bahkan bisa dilalui
kendaraan berat seperti truk.
Dasar-dasar perencanaan box culvert beton bertulang biasanya berpedoman pada
perencanaan jembatan dan jalan raya. Pada umumnya konstruksi box culvert mengalami
tegangan tarik yang cukup besar akibat adanya gaya-gaya luar yang ada. Tegangan tarik
yang ditimbulkan oleh gaya luar tersebut ditahan oleh tulangan Tarik yang ada pada
struktur beton bertulang.
Gambar 5.1 Desain Box Culvert

Analisa pembebanan box culvert

Perhitungan struktur didasarkan pada asumsi tanah lunak yang umumnya disebut
highly compressible, dengan mengambil hasil pembebanan terbesar/maksimum dari
kombinasi pembebanan sebagai berikut.
1) Berat sendiri box culvert
2) Beban roda ganda 10 ton atau mutan rencana sumbu 20 ton
3) Beban kendaraan diatas konstruksi ini diperhitungkan setara dengan muatan tanah
setinggi 60 cm
4) Tekanan tanah aktif
5) Tekanan air dari luar
6) Tekanan hydrostatic (qa)
Penulangan pada box culvert
Penulangan ini dirancang sedemikian rupa sehingga:
1) Mudah dilaksanakan agar didapat hasil yang rapi dan sesuai dengan perhitungan serta
gambar
2) Diameter tulangan yang digunakan 19 mm, 16 mm, 12 mm dan 10 mm (menghindari
penggunaan tulangan dengan diameter beragam)
3) Bentuk atau ukuran segmen penulangan sederhana, praktis, dan dapat dipakai pada
beberapa segmen gorong-gorong seta beratnya pun diperhitungkan sedemikian rupa
sehingga muda dirakit atau dipasang dan diikat.
4) Pembengokan dan penempatan tulangan direncanakan sedemikian rupa sehingga tidak
membahayakan pemakai jalan bila penutup beton pecah karena benturan keras atau
aus (ujung tulanagn tidak akan ke permukaan lantai kendaraan)
Gambar 5.2 Jembatan Box Culvert

 Beton Prategang
Beton merupakan bahan yang kuat terhadap tekanan, tetapi relatif lemah terhadap
tarikan, jadi beton dapat menahan beban berat yang menekannya tetapi hanya dapat
menahan beban yang relatif ringan yang cenderung menarik atau melenturkannya. Pada
beton pratekan/prategang diambil manfaat dari kemampuan beton untuk melawan gaya
tekan. Suatu gaya tekan luar diberikan pada beton supaya tetap berada dalam tekanan
(kompresi) selama umur normalnya, sehingga dapat mencegah terjadinya tegangan tarik
bilamana diberi beban yang cenderung menarik atau melenturkan beton.
Komponen beton pratekan biasanya lebih kecil dari komponen beton bertulang.
Ukuran lebih kecil ini mengurangi kuantitas baja dan beton tetapi diimbangi dengan
perlunya penggunaan bahan kekuatan tinggi. Terdapat dua sistem pemberian prategangan
pada beton, yaitu menegangkan sebelum beton dicor atau menegangkan setelah beton
dicor. Masing-masing sistem disebut sebagai pretension dan posttension. Dalam kedua
hal tersebut penegangan dilakukan sebelim pemberian beban mati dan hidup pada
komponen.
Ada berbagai tipe bahan jembatan beton prategang standar antara lain, pelat beton
tipe PTI (pretension), pelat beton berongga tipe PTI (pretension), gelagar beton prategang
tipe GPI (postension).
Bangunan atas jembatan-jembatan beton prategang tersebut di atas menggunakan
bahan beton dan baja tulangan yang persyaratan teknisnya telah diuraikan sebelumnya;
Pada umumnya mutu beton yang digunakan adalah beton mutu tinggi, bisa beton K400,
K450, K500, atau K600 tergantung pada berbagai pertimbangan perencana.
Sedangkan untuk persyaratan teknis, baja prategang harus memenuhi ketentuan-
ketentuan sebagai berikut (diambil dari Spesifikasi):
 Untaian kabel (strand) prategang harus terdiri dari jalinan kawat (wire) dengan kuat
tarik tinggi, bebas tegangan (stress relieved), relaksasi rendah dengan panjang menerus
tanpa sambungan atau kopel sesuai dengan SNI 07-1154-1989 tentang Kawat baja
tanpa lapisan bebas. tegangan untuk konstruksi beton, jalinan tujuh. Untaian kawat
tersebut harus mempunyai kekuatan leleh minimum sebesar 1600 MPa dan kekuatan
batas minimum 1900 MPa.
 Kawat (wire) prategang harus terdiri dari kawat dengan kuat tarik tinggi dengan
panjang menerus tanpa sambungan atau kopel dan harus sesuai dengan SNI 07-1155-
1989 tentang Kawat baja tanpa lapisan bebas tegangan untuk konstruksi beton.
 Batang (bar) logam campuran dengan kuat tarik tinggi harus bebas tegangan kemudian
diregangkan secara dingin minimum sebesar 910 MPa.
Setelah peregangan dingin, maka sifat fisiknya akan menjadi sebagai berikut:
 Kekuatan batas tarik minimum 1000 MPa;
 Kekuatan leleh minimum, diukur dengan perpanjangan 0,7% menurut metode
pembebanan tidak boleh kurang dari 910 MPa;
 Modulus elastisitas minimum 200.000 Mpa;
 Perpanjangan (elongation) minimum setelah runtuh (rupture) dihitung rata-rata 4%
terhadap 20 batang yang diuji;
 Toleransi diameter - 0,25 mm, + 0,76 mm.
Perakitan dan Pemasangan
Beberapa tahapan penting pada pemasangan struktur bangunan atas beton prategang
sebagai berikut.
 Pembuatan gelagar secara fabrikasi (casting yard) atau langsung (insitu) di lokasi;
 Apabila pembuatan gelagar secara fabrikasi, cek dengan baik cara pengangkutan dari
pabrik ke lokasi
 Persiapan pemasangan dari lokasi lapangan menuju ke bentangan dimana gelagar
tersebut harus dipasang;
 Pada beton pratekan pracetak segmental perlu disangga diatas tanah (stressing bed)
sebelum dilaksanakan penyambungan;
 Penyambungan segmen, dengan cara menempatkan segmental tersebut pada tempat
yang mempunyai elevasi antar segmen yang sama dan penyambungan dengan
memberikan bahan epoxy atau perekat khusus antar beton sehingga segmen dapat
tersambung;
 Setelah penyambungan selesai, kemudian dilakukan penegangan kabel prategang
dengan gaya tertentu;
 Cara pemasangan gelagar tersebut dapat dengan cara launching atau bantuan crane,
sampai pada posisinya.
Pada pelaksanaan pemasangan girder dengan cara launching, agar diperhatikan hal-
hal sebagai berikut.
 Gelagar harus dalam posisi yang tegak dan diangkat pada titik yang sudah ditentukan;
 Perlu diperhatikan masalah gaya prategang yang terlalu besar dan perlu dihindari
daerah yang tertarik;
 Hati-hati terhadap puntir yang mungkin terjadi,
 Mungkin diperlukan pengaku atau penahan sementara pada gelagar pada arah lateral,
terutama pada gelagar dengan lebar flens kurang dari 0,5-0,6 tinggi gelagar;
Pada perencanaan ini digunakan 2 macam beton prategang yaitu pelat beton
bertulang dan gelagar atau girder I.
Gambar 5.3 Segmen Pelat Beton Prategang

Gambar 5.4 Gelagar I Beton Prategang


Jadi, pada alternatif-alternatif yang ada, jembatan tersebut menggunakan.
 Alternatif 1
Pada alternatif 1 terdapat 12 jembatan menggunakan box culvert cast in situ, 9
jembatan menggunakan segmen pelat, 26 jembatan menggunakan gelagar I prategang.
 Alternatif 2
Pada alternatif 2 terdapat 10 jembatan menggunakan box culvert cast in situ, 10
jembatan menggunakan segmen pelat, 9 jembatan menggunakan gelagar I prategang.
 Alternatif 3
Pada alternatif 3 terdapat 2 jembatan menggunakan box culvert cast in situ, 4
jembatan menggunakan segmen pelat, 11 jembatan menggunakan gelagar I prategang.
5.5 Perencanaan Bangunan Bawah
Bangunan bawah jembatan merupakan bangunan yang berfungsi sebagai penerima /
memikul beban beban yang diberikan bangunan atas, kemudian disalurkan ke pondasi.
Berikut ini adalah komponen-komponen bangunan bawah jembatan.
a) Abutment
Abutment atau kepala jembatan adalah bagian bangunan pada ujung-ujung jembatan,
selain sebagai pendukung bagi bangunan atas abutmen juga berfungsi sebagai penahan
tanah.

Gambar 5.5 Preliminary Design Abutment


Gambar 5.5 Detail Abutment
Abutment dapat dibuat dari pasangan batu kali atau beton bertulang. Pasangan batu
kali biasanya digunakan untuk kepala jembatan yang kedalaman sungainya kurang dari 5
m, dimana penggunaan batu kali masih memungkinkan dan lebih murah dari pada beton.
Beton bertulang dapat digunakan untuk pembuatan kepala jembatan yang kedalaman
sungainya kurang dari 20 m, jika lebih dari 20 m sudah tidak ekonomis.
Pasangan batu kali : Tipe Gravitasi
Beton bertulang : Tipe T dan Tipe T dengan penopang
Abutment Jalan Tol Akses Patimban pada semua alternatif menggunakan beton
bertulang karena jalan tol ini termasuk jalan kelas khusus yang akan dilewati kendaraan
berat lebih dari 10 ton.
b) Pilar
Pilar jembatan menyalurkan tekanan vertikal dan horisontal dari bangunan bagian
bawah ke pondasi. Pilar jembatan dapat dibuat dari pasangan batu kali, beton bertulang
atau baja.
 Pilar Jembatan Pasangan Batu Kali
Pilar dari pasangan batu kali digunakan dalam kondisi:
 Dalamnya sungai kurang dari 5 meter
 Tidak untuk jembatan pada jalan klas utama
Cukup tersedia material batu kali di lokasi pekerjaan
 Penggunaanya lebih murah daripada menggunakan beton alau baja
 Pilar Jembatan Belon Bertulang
Pilar dari beton bertulang cukup banyak digunakan dengan pertimbangan:
 Kuat dan tahan lama
 Tidak perlu perawatan
 Mudah dibentuk sesuai dengan desain
 Untuk daerah kota dan desa mudah untuk memperoleh materialnya

 Pilar Jembatan Baja


Pilar dari baja digunakan dengan pertimbangan:
 Aliran air sungai cukup deras, biasanya pada daerah pegunungan
 Karena bentuknya ramping dapat mengurangi hambatan aliran air, sehingga
scouring pada dasar sungai dapat dihindari
 Meminimize gaya tekanan air dinamis pada saat banjir, karena penampangnya yang
lebih kecil daripada beton atau pasangan batu kali
 Secara ekonomi penggunaan baja lebih menguntungkan karena tempatnya yang
sulit, seperti pada daerah pegunungan. Baja bisa dirangkai di pabrik, lalu tinggal
dipasang dilokasi pekerjaan.

Berikut ini jenis - jenis pilar.


 Pilar tunggal, terbuat dari pipa baja dan beton bertulang
 Pilar perancah/portal, terbuat dari baja dan beton bertulang
 Pilar masif, terbuat dari pasangan batu kali dan beton bertulang

Gambar 5.3 Jenis-Jenis Pilar


Jembatan Jalan Tol Akses Patimban yang memiliki panjang lebih dari 6 meter
menggunakan pilar tunggal.

c) Pondasi
Pondasi berfungsi menerima beban-beban dari bangunan bawah dan menyalurkan ke
tanah.
Tabel 5.6 Tipe Pondasi Normal
Pada jembatan Jalan Tol Akses Patimban dipilih pondasi tiang pancang beton
pratekan dengan diameter 60 cm karena kedalaman lapisan tanah penyangganya kira-kira
antara 10 sampai 20 m. Tiang pancang beton dipilih sebagai tipe pondasinya, baik karena
aspek ekonomisnya maupun pengalaman penggunaannya di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai