PENAWARAN TEKNIS
BAB E
PENDEKATAN, METODOLOGI DAN
PROGRAM KERJA
StandarDesain
No Parameter Geometrik Sat. Nasional/ Jalan Jalan Desa /
Propinsi Kabupaten Lokal
1. Kecepatan rencana kpj 60 40 20
2. Potongan melintang
Lebar lajur lalu lintas m 2 @ 3,50 2 @ 3,00 3,00/4,50
Lebar bahu luar m 1,00 1,00 1,00
Kemiringan % 2 2 2
melintang normal
jalan
Superelevasi % 8 10 10
maksimum
Kemiringan % 4 4 4
melintang normal
bahu luar
Tinggi ruang bebas m 5.10 5,10 5,1/4,60*
vertikal minimum
Tinggi ruang bebas
minimumterhadap
sutet-sutt
SUTT 66 kv 8.00 8.00 8.00
SUTT 150 kv 9.00 9.00 9.00
m
SUTET 500 kv 15.00 15.00 15.00
m
m
3. Jarak pandang
Jarak pandang henti m 75 40 20
minimum
Jarak pandang 250 150 70
menyiap m
4. Alinemen horizontal
Jari-jari tikungan m 135 45 15
minimum
Jari-jari tikungan m 600 250 60
minimum tanpa
peralihan
Jari-jaritikungan m 2000 800 200
minimum
kemiringan normal
Panjang tikungan m 700/ atau 100 500/ atau 70 280/ atau 40
minimum
Panjang lengkung m 50 35 20
peralihan minimum
Lansai relatif - 1/175 1/125 1/75
maksimum
5. Alinemen vertikal
Landai maksimum % 5 5 5
Jari-jari minimum
lengkung vertikal :
Cembung m 1400 700 E200
PT. TJIPTA ARTHA WIRATAMA -3
Cekung m 1000 700 200
Panjang minimum m 50 35 20
lengkung vertikal
DOKUMEN
PENAWARAN TEKNIS
Batas ruang bebas horizontal dan vertical dari jalan tol dan jalan raya
mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri PU No. 19/PRT/M/2011
Tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan
pasal 16 (6), maka tinggi ruang bebas sebesar 5,10 m dipakai untuk jalan tol,
jalan arteri dan jalan kolektor, untuk jalan lokal adalah 4,60 m. Serta untuk
lintasan listrik yang berupa Saluran Udara Tegangan Tinggi dan Ekstra Tinggi
(SUTT) dan SUTET) mengikuti ketentuan Peraturan Menteri Pertambangan
dan Energi Nomor 18 tahun 2015.
PT. TJIPTA
Gambar ARTHA
E. 3 Alur WIRATAMA
Lapak Ban Dan Badan Kendaraan Truk Sedang Saat
Membelok
Gambar E. 4 Alur Lapak Ban Dan Badan Kendaraan Truk Besar Saat
Membelok
Gambar E. 5 Alur Lapak Ban Dan Badan Kendaraan Semi Trailer Saat
Mem
data survey lanjutan tersebut dapat ditentukan desain geometrik jalan. Jika
nantinya rencana geometri jalan tersebut tidak di setujui, maka terpaksa
diadakan pendisainan ulang atau mungkin survey ulang. Proses ini dilakukan
hingga mendapat desain akhir yang rinci.
Penyediaan bagian
PT. TJIPTA ARTHAlurusWIRATAMA
di antara dua tikungan dikehendaki agar rotasi
perkerasan bisa terjadi pada bagian jalan yang lurus dan lebih dikehendaki
agar panjangnya mencukupi untuk rotasi superelevasi penuh dan bisa
diterapkan pada laju rotasi yang diizinkan sesuai dengan kecepatan desain.
karena pada jalan dua lajur dua arah hal ini akan
menghasilkan/mencapai kemiringan melintang normal.
2. Jika antar tikungan dihubungkan dengan lengkung peralihan, maka
penggunaan lengkung peralihan akan memberikan peralihan yang
halus dan stabil saat perubahan arah dan superelevasi.
3. Jika antar tikungan tidak dihubungkan dengan lengkung peralihan,
maka antartikungan dipisahkan oleh bagian lurus yang panjangnya
tidak kurang dari 0,3VD bagi setiap tikungan tanpa peralihan.
4. Radius tikungan pada tikungan yang digabungkan, hendaknya lebih
besar dari radius minimum untuk superelevasi datar (e = 0), sesuai
dengan persamaan (3).
2
V0
R= f …………………………………………………………(Persamaan 3)
127 max
Keterangan:
fmax = kekesatan melintang paling besar
5. Jika suatu tikungan gabungan balik harus mengakomodasi pergerakan
truk, maka hendaknya disambungkan oleh bagian lurus yang
panjangnya paling sedikit 0,6VD, (akan lebih baik jika > 0,7VD), atau
dilengkapi oleh lengkung peralihan. Pada saat truk menghadapi kurva
beradius lebih kecil, maka diperlukan jarak yang memadai bagi
pengemudi untuk bereaksi dan memperlambat kendaraannya.
PT. TJIPTA
E.2.2.2.2.3. ARTHA
Panjang WIRATAMA
bagian alinyemen lurus
Jalan lurus dan panjang dalam waktu berkendaraan yang lama dengan
kecepatan tinggi dan tingkat konsentrasi yang tinggi, cenderung
menyebabkan kelelahan dan ngantuk. Berdasarkan hal ini dan beberapa
faktor lain, desain panjang alinemen jalan yang lurus perlu
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.
1. Silau sorotan lampu di malam hari dari kendaraan yang berlawanan
arah menjadi mengganggu pada jarak lebih dekat dari 3.000m.
2. Pada jarak lebih dari 2.500m, pengemudi akan sulit memperkirakan
kecepatan kendaraan yang datang dari arah berlawanan, tanpa
jalan. Jika gaya gesek tidak mencukupi, kendaraan akan cenderung bergeser
menyamping ke arah alinemen memanjang jalan.
E.2.2.2.2.10. Superelevasi
E.2.2.2.2.10.1. Metode Pencapaian Superelevasi
Metode pencapaian superlevasi didasarkan kepada hubungan curvilinear
antara superelevasi dan kekesatan samping jalan dengan kebalikan radius
lengkung (Lihat AASHTO: Metode Modifikasi 5). Metode ini mempunyai
bentuk parabola asimetris dan mewakili sebaran praktis superelevasi
terhadap suatu rentang kelengkungan. Metode ini menerapkan “kecepatan
tempuh rata-rata” yang lebih rendah dari kecepatan desain untuk mencapai
superelevasi melebihi nilai untuk lengkung pertengahan pada metode
hubungan garis lurus. Metode ini berasumsi bahwa tidak semua pengendara
berkendaraan berjalan dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan
desain. Tabel berikut menunjukkan hubungan antara V D dengan kecepatan
tempuh rata-rataARTHA
PT. TJIPTA kendaraan (VTempuh Rata-rata).
WIRATAMA
20 20
30 30
40 40
50 47
60 55
70 63
80 70
90 77
100 85
110 91
120 98
Pada jalan yang dilengkapi median sempit (kurang dari 5 m), kedua badan
jalan bisa dirotasikan di garis tengah median (VicRoads, 2002). Jika median
jalan lebar, sumbu rotasi biasanya sepanjang tepi median dari setiap badan
jalan (terutama pada daerah datar), seperti digambarkan pada gambar di
pembahasan Subbab Panjang Pencapaian Superelevasi
Laju rotasi 3,5% (0,035) radian/detik adalah sesuai untuk VD < 80Km/Jam.
0,279 ( e1 −e3 ) V
R= ……………………………………………………(Persamaan 4)
r
Keterangan:
Jika ada beberapa lajur yang akan dirotasi, faktor-faktor penyesuaian berikut
ini hendaknya diterapkan pada lajur-lajur yang akan dirotasi.
( wn1−e d ) b w
Lr = ……………………………………………………(Persamaan 5)
∆
Keterangan:
Atau,
2
0,0214 V
Ls min= ................................................................................ (Persamaan 7)
RC
Keterangan:
Pmin = Jarak offset lateral minimum antara bagian lurus dan busur
lingkaran (0,20m)
1. radius tikungan
2. lebar lajur pada jalan lurus
3. panjang dan lebar kendaraan
4. ruang bebas kendaraan.
Faktor-faktor
PT. TJIPTA lainnya
ARTHAseperti julur depan kendaraan, jarak sumbu roda, dan
WIRATAMA
lebar lintasan roda kendaraan juga ikut berperan. Akan tetapi, ada
pembatasan terhadap pelebaran akibat kelayakan konstruksi untuk jalan dua
lajur, pelebaran ditiadakan ketika total pelebaran kurang dari 0,50m.
2
Lp
p= ............................................................................................... (Persamaan 8)
24 R
Keterangan:
p PT. =TJIPTA
Pergeseran, m;
ARTHA WIRATAMA
Lp = Panjang lengkung peralihan, m;
lebar jalur lintasan dan penerapan pelebaran tikungan yang harus diperiksa
terhadap jalur lintasan.
Lebar total dari lajur lalu lintas bisa dibulatkan ke 0,25 m terdekat.
Pelebaran per lajur tidak tergantung pada lebar lajur di jalan lurus.
(m) 20 30 40 50 60 70 80 90 100
(m) 20 30 40 50 60 70 80 90 100
100 0,20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.69 0.80 0.89 0.99
200 0,14 0.21 0.28 0.35 0.42 0.49 0.56 0.64 0.70
300 0,12 0.17 0.23 0.29 0.35 0.40 0.46 0.52 0.58
400 0,10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50
500 0,09 0.14 0.18 0.22 0.27 0.31 0.36 0.40 0.45
600 0,08 0.13 0.16 0.20 0.25 0.29 0.33 0.37 0.41
700 0,08 0.12 0.15 0.19 0.23 0.26 0.30 0.34 0.38
800 0,07 0.11 0.14 0.18 0.21 0.25 0.29 0.32 0.36
900 0,07 0.10 0.14 0.17 0.20 0.23 0.27 0.30 0.33
1000 0,07 0.10 0.13 0.16 0.19 0.22 0.26 0.29 0.32
1. Konsentrasi meningkat
Semakin besar radiusnya, semakin dekat alinemen menjadi garis lurus dan
semakin berkurang manfaatnya dan perlu dipertimbangkan panjang
maksimum tikungan pada lalu lintas searah yang dikehendaki. Atas alasan
Oleh karena itu, jauh lebih nyaman berkendara pada jalan dengan alinemen
curvilinear, baik pada siang hari maupun pada malam hari. Pada dataran
tanpa pepohonan, sebagian efek alinemen curvilinear hilang. Mungkin bahwa
dalam kondisi demikian, radius lebih kecil (optimum) akan lebih efektif
dalam hal meningkatkan persepsi pengemudi terhadap perubahan relatif.
1. Topografi eksisting.
2. Kondisi geoteknis.
3. Persimpangan eksisting.
4. Jalur masuk properti.
5. Overpass (ruang bebas vertikal, jarak pandang, dan pelapisan ulang).
6. Underpass.
7. Akses pejalan kaki.
8. Aset pelayanan utilitas dan persyaratan perlindungannya.
9. Bukaan median.
Desain harus memperhatikan dampak profil melintang badan jalan yang
berbatasan atau memotong jalan yang bisa mempengaruhi perencanaan
geometrik vertikal, khususnya ketika mempertimbangkan drainase, dan juga
perubahan-perubahan dalam:
Kesemuanya bisa berdampak pada ruang bebas vertikal dan harus diperiksa
terhadap pemenuhannya. Harus dipertimbangkan spesifikasi kendaraan
yang panjang bagi struktur di atas jalan. Objek-objek relatif besar seperti
overpass dan pepohonan harus diperiksa dampaknya terhadap jarak
pandang, terutama jika terjadi di dekat lengkung vertikal cekung, memakai
tinggi mata pengemudi truk sebesar 2,40m dan tinggi lampu belakang
kendaraan sebesar 0,80m.
Tabel E. 30 Tinggi Minimum Tanah Dasar Di Atas Muka Air Tanah Banjir
Tinggi tanah dasar
Tinggi tanah dasar diatas muka air
Kelas Jalan diatas muka air banjir
tanah (mm)
(mm)
Jalan Bebas 1200 (jika ada drainase bawah 500 (banjir 50 tahunan)
Hambatan permukaan di median)
1700 (tanpa drainase bawah
permukaan di median)
Jalan Raya 1200 (tanah lunak jenuh atau gambut
tanpa lapis drainase)
800 (tanah lunak jenuh atau gambut
dengan lapis drainase)
600 (tanah dasar normal)
Jalan Sedang 600 500 (banjir 10 tahunan)
Jalan Kecil 400 NA
Tabel E. 31 Ruang Bebas Vertikal Minimum Di Atas Badan Jalan dan Jalur
Pejalan Kaki
Lebih baik jika badan jalan pertama dikonstruksi pada saat bersamaan
dengan kemiringan melintang jalan searah yang mengikuti arah lalu lintas.
Jika tidak, mungkin akan timbul permasalahan drainase di dalam median.
Kelebihan utama penampang melintang paling atas adalah menghemat
pekerjaan tanah dalam tahap pertama. Permasalahan yang bisa terjadi ketika
jalan ditingkatkan untuk melebarkan penampang melintang jalan meliputi:
Tabel E. 32 Ruang Bebas Vertikal Minimum Di Atas Badan Jalan dan Jalur
Pejalan Kaki
PT. TJIPTA ARTHA WIRATAMA
Tabel E. 33 Ruang Bebas Vertikal Minimum Di Atas Badan Jalan dan Jalur
Pejalan Kaki
Gambar E. 26 Panjang kelandaian kritis tipikal truk dengan WPR 120 kg/kw
(Vawal=110Km/Jam)
berat (truk), serta menyediakan cara yang relatif murah untuk menunda
rekonstruksi dalam waktu lama.
Nilai
PT.lengkung vertikal WIRATAMA
TJIPTA ARTHA K minimum, hendaknya dipilih berdasarkan tiga
faktor pengendali, yakni:
1. Lokasi
2. Fungsi jalan
3. Kelas penggunaan jalan
4. Spesifikasi penyediaan prasarana jalan
5. Volume lalu lintas harian rata-rata (LHRT) dan jenis-jenis kendaraan
(mobil, bus, truk, sepeda motor, fisik)
6. Jalan baru atau jalan lama yang ditingkatkan
7. Ketersediaan angkutan umum
8. Kondisi lingkungan (topografi, geologi, utilitas publik, lebar Rumija,
vegetasi)
9. Ketersediaan material untuk membuat jalan.
Tipikal penampang melintang jalan terdiri dari jalur lalu lintas, bahu luar
(dan bahu dalam pada jalan raya dan jalan bebas hambatan), verge (jika ada),
selokan samping, ambang pengaman, dan lereng (jika ada). Badan jalan
terdiri dari jalur lalu lintas dan bahu jalan. Lebar jalur lalu lintas dan bahu
jalan ditentukan oleh klasifikasi jalan dan volume lalu lintas.
Lebar jalur lalu lintas juga perlu diperlebar pada tikungan guna
mengakomodasi lintasan tambahan yang diperlukan oleh truk atau bus.
Radius lengkungan horizontal yang lebih besar dari 300m tidak memerlukan
pelebaran jalur. Jika diperlukan pelebaran, maka lebar lajur harus dibatasi
Lebar Jalur
Unsur Keterangan
(m)
Lebar lajur lalu lintas umum yang
Lajur umum 3,5 digunakan pada semua jalan dengan
batas kecepatan < 80Km/Jam
Lokasi dimana pengendara sepeda
Lajur paling tepi yang
4,2 – 4,5 motor dan Pengguna Jalan yang lain
diperlebar
berbagi lajur yang sama
Lebar satu lajur tunggal yang dapat
digunakan pada lajur membelok ke
Lebar minimum antara 5,0 kiri atau lebar satu jalur pada jalan
muka kerb dengan dua jalur dua arah dengan median
saluran/gutter (untuk yang dipertinggi.
tempat mendahului Lebar dua lajur yang memungkinkan
kendaraan yang mogok) dua kendaraan untuk secara pelan-
2 x 4,0 (8,0)
pelan mendahului kendaraan yang
mogok
h. Gambut
Perkerasan kaku tidak boleh digunakan diatas tanah gambut, dan
perkerasan lentur harus digunakan. Konstruksi bertahap harus
dipertimbangkan untuk membatasi dampak penurunan yang tak
seragam.
Musim hujan yang cukup panjang serta curah hujan yang tinggi membuat
pekerjaan pemadatan tanah dasar relatif lebih sulit. Oleh sebab itu, Tabel
4-30 dan Tabel 4-33 memberikan solusi konservatif yang sesuai, untuk
semua kasus kecuali yang membutuhkan lapis penopang, maka tingkat
pemadatan yang disyaratkan harus dapat dicapai baik untuk tanah dasar
atau pada timbunan. Pemadatan tanah dasar sering kali diabaikan di
Indonesia. Kontraktor dan Supervisi harus memberikan perhatian lebih
pada masalah ini.
1. Kondisi tanah dasar normal, dengan ciri - ciri nilai CBR lebih dari
3% dan dapat dipadatkan secara mekanis. Desain ini meliputi
perkerasan diatas timbunan, galian atau tanah asli.
2. Kondisi tanah dasar langsung diatas timbunan rendah (kurang dari
3 m) diatas tanah lunak aluvial jenuh. Prosedur laboratorium untuk
penentuan CBR tidak dapat digunakan untuk kasus ini, karena
optimasi kadar air dan pemadatan secara mekanis tidak mungkin
dilakukan di lapangan. Lebih lanjutnya, tanah asli akan
menunjukkan kepadatan rendah dan daya dukung yang rendah
sampai kedalaman yang signifikan yang membutuhkan prosedur
stabilisasi khusus.
3. Kasus yang sama dengan kondisi B namun tanah lunak aluvial
dalam
kondisi kering. Prosedur laboratorium untuk penentuan CBR
memiliki validitas yang terbatas karena tanah dengan kepadatan
rendah dapat muncul pada kedalaman pada batas yang tidak dapat
dipadatkan dengan peralatan konvensional. Kondisi ini
membutuhkan prosedur stabilisasi khusus.
4. Tanah dasar diatas timbunan diatas tanah gambut.
Gambar 4-12 menggambarkan proses desain untuk desain pondasi
jalan untuk tanah selain gambut, dan Tabel 4-33 menyajikan solusi
pondasi
PT. TJIPTA jalan minimum
ARTHA selain kasus khusus untuk perkerasan kaku
WIRATAMA
diatas tanah lunak.
Untuk kedua kondisi, pilih tebal perbaikan tanah dasar dari Tabel 4-33.
DCP. Kondisi ini umumnya terdapat pada dataran banjir kering dan area
sawah kering.
Masalah terbesar dari kondisi tanah seperti ini adalah daya dukung yang
memuaskan dapat hilang akibat pengaruh dari lalu lintas konstruksi dan
musim hujan. Karenanya penanganan pondasi harus sama dengan
penanganan kasus tanah aluvial jenuh, kecuali jika perbaikan lanjutan
dilakukan setelah pelaksananpondasi jalan selesai pada musim kering,
jika tidak perbaikan metode B harus dilakukan. Metode perbaikan
lanjutan tersebut adalah:
Tabel E. 39 Perkiraan Nilai CBR Tanah Dasar (Tidak Berlaku Untuk Gambut)
b) Bila set data kurang dari 16 bacaan maka nilai wakil terkecil dapat
digunakan sebagai nilai CBR dari segmen jalan. Nilai yang rendah
yang tidak umum dapat menunjukkan daerah tersebut
membutuhkan
penanganan khusus, sehingga dapat dikeluarkan, dan penanganan
Jika stabilisasi kapur atau semen digunakan daya dukung dari material
stabilisasi yang digunakan untuk desain harus diambil konservatif dan
tidak lebih dari nilai terendah dari:
Tabel E. 42 Tinggi Minimum Tanah Dasar Diatas Muka Air Tanah dan Muka
Air Banjir
Tabel E. 46 Penyesuaian Tebal Lapis Fondasi Agregat A Untuk Tanah Dasar CBR ≥ 7 %
Tabel E. 48 Perkerasan Kaku Untuk Jalan dengan Beban Lalu Lintas Berat
Tabel E. 49 Perkerasan Kaku Untuk Jalan dengan Beban Lalu Lintas Rendah
Catatan:
1) Desain 6 digunakan untuk semua tanah dasar dengan CBR > 3%. Ketentuan
desain 2tetap berlaku untuk tanah dasar yang lebih lemah.
2) Stabilisasi satu lapis lebih 200 mm sampai 300 mm diperbolehkan jika
disediakan peralatan stabilisasi yang memadai dan untuk pemadatan digunakan
pad-foot roller berat statis minimum 18 ton.
3) Bila catatan 2 diterapkan, lapisan distabilisasi pada desain5atau desain6boleh
dipasang dalam satu lintasan dengan persyaratan lapisan distabilisasi dalam
a. Tahap Persiapan,
b. Tahap Pengumpulan dan Analisa Data Lapangan,
c. Tahap Perencanaan Awal dan Akhir,
d. Tahap Penggambaran,
e. Tahap Perhitungan Kuantitas,
f. Tahap Pelaporan dan Penyiapan Dokumen Lelang.
A. TAHAP PERSIAPAN
Kegiatan ini merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk mengenali lingkup
pekerjaan, merumuskan pelaksanaan pekerjaan dan kondisi lapangan berikut
permasalahan- permasalahan yang ada. Segera setelah SPMK diterbitkan konsultan
akan memobilisasi tenaga-tenaga inti untuk melakukan survey pendahuluan serta
mengumpulkan data-data sekunder mengenai lokasi-lokasi daerah Jalan yang akan
direncanakan.
(b) Pengarahan cara kerja personil sehubungan dengan waktu yang disediakan.
(d) Persiapan surat pengantar mobilisasi personil, dan lain-lain yang diperlukan.
• SURVEY PENDAHULUAN
Adapun kegiatan yang dilakukan pada survey ini antara lain :
7. Membuat foto dokumentasi lapangan, meliputi kondisi jalan dari kedua arah
yang berlawanan / foto lokasi–lokasi tertentu yang dapat menggambarkan
kondisi jalan serta lokasi quarry.
• SURVEY LAPANGAN
• Pengukuran Situasi
• Pengukuran Khusus
Survey ini dilakukan untuk mengetahui lapisan-lapisan dan jenis tanah yang dapat
mempengaruhi pembangunan jalan di daerah tersebut dengan melihat apakah ada
daerah patahan dan sebagainya. Juga mengenai frekuensi dan amplitudo dari gempa
bumi yang akan mempengaruhi pembebanan jalan pada tahap perencanaan. Gempa
bumi ini dapat berupa tektonik maupun vulkanik.
Selain itu pada lokasi jalan diadakan penyelidikan tanah untuk mengetahui sifat-sifat
tanah yang perlu untuk merencanakan bangunan bawah / pondasi. Penyelidikan ini
menggunakan alat sondir dan alat bor dimana perlu sesuai ketentuan yang
berlaku. Selain penyelidikan tanah juga dilakukan survey material lokal yang dapat
digunakan untuk pembangunan jalan tersebut. Lokasi quarry, jumlah serta kelayakan
aggregat.
D. TAHAP PENGGAMBARAN
Pembuatan gambar rencana trase jalan selengkapnya dilakukan setelah draft
Perencanaan Teknis mendapat persetujuan dari pengguna jasa dengan mencantumkan
koreksi-koreksi dan saran-saran yang diberikan oleh pengguna jasa, berikut posisi
alternatif trase yang pernah diteliti.
Gambar rencana detail perencanaan teknis yang perlu dibuat harus minimal
mencakup:
a) Volume pekerjaan tanah dihitung dari gambar cross section setiap 25 - 100 meter,
d) Kuantitas pekerjaan harus dihitung/sesuai dengan yang ada dalam gambar rencana.
Metode perhitungan harga satuan harus dibuat, analisis harga satuan menggunakan
metoda dan acuan yang baku berdasarkan faktor-faktor/parameter : tenaga, material,
peralatan, sosial, pajak, overhead, dan keuntungan yang berlaku di daerah setempat.
Perkiraan biaya yang diperoleh dari analisis ini dibandingkan dengan proyek-proyek
lainnya di daerah sekitar lokasi.
Pelaksanaan setiap km
Pelaksanaan total
Spesifikasi
1. Ahli K3 Konstruksi
2. Asisten Ahli Teknik Jalan
3. Ahli Teknik Geodesi
4. Asisten Ahli Estimasi
5. Surveyor
6. Drafter
7. Administrasi
berikut:
a. Team Leader/Ketua Tim adalah Sarjana Strata Satu (S1) Teknik Sipil Jalan raya
dengan pengalaman dalam bidang perencanaan jalan min 5 tahun yang mengetahui
dengan baik proses perencanaan dengan segala permasalahan, memiliki SKA Ahli
Madya – Ahli Teknik Jalan.
b. Ahli K3 Kontruksi
Adalah Sarjana Strata Satu (S1) Teknik Sipil, yang berpengalaman 1 tahun dalam
perencanaan jalan raya.