Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang menghasilkan beragam jenis rempah-

rempah. Cabai Rawit adalah satu diantara rempah-rempah yang banyak

diminati (Statistik Pertanian, 2019). Cabai Rawit (Capsicum frustescens L.)

adalah tanaman hortikultura dimana buahnya dimanfaatkan dalam berbagai

keperluan pangan. Cabai Rawit digunakan sebagai penyedap berbagai macam

bahan masakan seperti saus, sambal, acar, asinan, sayur-sayuran dan produk

makanan kaleng.

Pada industri makanan, ekstrak Cabai Rawit dijadikan lada untuk

membangkitkan selera makanan, buah Cabai Rawit diolah menjadi pasta

Cabai (Cabai giling) dan saus Cabai. Pada industri minuman, ekstrak Cabai

Rawit digunakan sebagai bahan pembuatan minuman gingger beer (Bambang,

2003). Produksi Cabai Rawit di Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun terakhir

terus naik. Data BPS dan Direktorat Jendral Holtikultura menunjukkan bahwa

pada tahun 2019 produksi Cabai Rawit mencapai 1.374.217 ton.

1
Tabel 1. Perkembangan Produksi Cabai Rawit di Indonesia tahun 2015-2019

Tahun Produksi (ton)


2015 869.938
2016 915.988
2017 1.153.155
2018 1.335.596
2019 1.374.217
Sumber : Badan Pusat Statistik Direktorat Jendral Hortikultura, 2019.

Meningkatnya tingkat produksi dari Cabai Rawit ini maka perlu

adanya penanganan pasca panen terhadap Cabai Rawit. Hal tersebut

dikarenakan Cabai Rawit memiliki umur simpan yang pendek. Faktor yang

menyebabkan pendeknya masa simpan pada Cabai Rawit adalah terjadinya

kontak atau respirasi (Suyonto et al., 2016). Menurut Pujimulyani (2012)

bahwa Respirasi merupakan proses metabolisme yang menggunakan oksigen

dalam pembongkaran senyawa protein, karbohidrat dan lemak yang

menghasilkan CO₂, air, dan energi. Selain respirasi buah juga akan mengalami

transpirasi, dimana transpirasi adalah penguapan air dari dalam sel melalui

stomata yang mengakibatkan buah menjadi keriput dan mengalami perubahan

tekstur. Buah yang mengalami kelayuan dengan cepat berarti proses

transpirasinya terjadi dengan cepat.

Umumnya buah memiliki lapisan lilin alami yang dapat

mengendalikan proses transpirasi sehingga kerusakan seperti layu dan keriput

tidak berlangsung secara cepat. Namun, saat pemanenan dan pertambahan

umur buah terjadi gesekan pada lapisan alami tersebut sehingga terdegradasi

2
dan menghilang. Untuk itu diperlukan pelapisan (coating) untuk mencegah

proses transpirasi yang cepat dan pembusukan yang disebabkan oleh

mikroorganisme. Cara agar umur simpan buah dapat diperpanjang sehingga

tidak merusak mutu produk yaitu dengan pengaplikasikan lapisan tipis atau

edible coating pada buah.

Edible coating merupakan suatu metode memberikan lapisan tipis

pada permukaan buah sehingga dapat menghalangi penguapan air, gas dan

terhindar dari kontak langsung dengan oksigen, agar proses pematangan pada

buah bisa diperlambat. Lapisan ini juga tidak berbahaya sehingga dapat

langsung dimakan bersamaan dengan buah (Gennadiousdan Weler, 1990

dalam Al- Juhami et al, 2012).

Lidah Buaya adalah salah satu jenis bahan yang dapat dijadikan edible

coating. Berbagai penelitian pasca panen telah dillakukan untuk memperoleh

hasil yang lebih baik. Lidah Buaya diketahui mengandung zat anti biotik serta

anti jamur untuk memprlambat tumbuhnya mikroorganisme dan

memperpanjang umur penyimpanan buah (Athmaselvi, 2013).

Penelitian ini juga akan digunakan CMC (Carboxyil Methyl

Cellulose). CMC berfungsi sebagai penstabil dan pengemulsi dalam edible

coating. Menurut Santoso (2004) pembuatan larutan edible coating komposit

antara bahan yang bersifat hidrofobik dan hidrofilik harus digunakan

emulsifier dengan tujuan larutan edible coating menjadi lebih stabil.

Emulsifer yang digunakan yaitu CMC (Carboxyil Methyl Cellulose). Menurut

3
Indriyani (2006) CMC (Carboxyil Methyl Cellulose) digunakan sebagai

pembentuk tekstur halus dan sifatnya mengikat air. Menurut penelitian

Susanto (2018) bahwa penambahan CMC (Carboxyil Methyl Cellulose)

terhadap edible coating Lidah Buaya yang diaplikasikan pada buah Tomat

berpengaruh nyata terhadap warna, kerusakan ,vitamin C dan susut bobot

buah, dari hasil tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui

konsentrasi lidah buaya yang ditambahkan CMC (Carboxyil Methyl

Cellulose) pada pembuatan lapisan edible coating yang akan diaplikasikan

pada Cabai Rawit.

B. Rumusan Masalah

Rumusan Masalah dari penelitian ini adalah :

1. Berapa konsentrasi edible coating gel lidah buaya yang ditambahkan

CMC (Carboxyil Methyl Cellulose) yang dapat memperpanjang masa

simpan dari Cabai Rawit (Capsicum frustescens L.) ?

2. Bagaimana pengaruh edible coating gel lidah buaya yang ditambahkan

CMC (Carboxyil Methyl Cellulose) terhadap kualitas dari Cabai Rawit

(Capsicum frustescens L.) selama masa penyimpanan ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Mengetahui konsentrasi gel lidah buaya yang ditambahkan CMC

(Carboxy Methyl Cellulose) yang dapat memperpanjang masa simpan

Cabai Rawit (Capsicum frustescens L,).

4
2. Mengetahui kualitas dari Cabai Rawit (Capsicum frustescens L.) setelah

diberikan perlakuan edible coating gel lidah buaya yang ditambahkan

CMC(Carboxy Methyl Cellulose).

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai ilmu pengetahuan baru dalam

ranah teknologi penanganan pasca panen pada Cabai Rawit (Capsicum

frustescens L.) dan dapat menjadi informasi bagi pihak yang terkait seperti

industri besar dalam penyimpanan Cabai Rawit (Capsicum frustescens L.)

pada suhu rendah dengan perlakuan edible coating berbahan dasar lidah buaya

terhadap perubahan mutu cabai rawit (Capsicum frustescens L.) sehingga

Cabai Rawit (Capsicum frustescens L.) dapat tersedia secara kontinyu dengan

mutu yang dapat diterima oleh para konsumen.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Cabai Rawit (Capsicum frustescens L.)

Cabai Rawit merupakan tanaman perdu yang tingginya antara 50 cm

hingga 135 cm. Akar dari Cabai Rawit adalah akan tunggang. Akar Cabai

Rawit dapat dapat menembus tanah hingga kedalaman 30 cm sampai 60 cm.

Memiliki batang yang kaku dan daun tunggal. Helaian daun berbentuk bulat

telur memanjang dengan pangkal yang runcing dan ujungnya menyempit

(Tjandra, 2011).

Cabai Rawit adalah tanaman yang memiliki berbagai macam

kandungan. Kandungan tersebut meliputi kapsaisin, karotenid, kapsantin.

Cabai Rawit juga kaya akan kandungan vitamin A, B, dan C (Tjandra, 2011).

Selain itu Cabai Rawit juga mengandung zat gizi seperti karbohidrat, lemak,

protein, kalsium(Ca), besi (Fe), dan fosfor (P) (Prajnanta (2007) dalam Arifin

(2010)).

Menurut Suyonto et al (2016) Cabai Rawit mempunyai umur simpan

yang singkat, yaitu 2 sampai 3 hari setelah masa panen. Faktor yang

menyebabkan pendeknya masa simpan pada Cabai Rawit adalah respirasi.

Menurut Silaban et al (2013) selama penyimpanan Cabai Rawit mengalami

proses respirasi dengan memecah karbohidrat menghasilkan H2O, CO2 serta

energi. Menurut Dermawan et al (2010) tanaman Cabai Rawit memiliki sifat

6
yang tidak mengenal musim, artinya Cabai Rawit dapat ditanam kapanpun

tanpa tergantung musim.

B. Lidah Buaya (Aloe vera L.)

Lidah Buaya adalah tanaman yang berasal dari Afrika, tepatnya di

Ethiopia. Lidah buaya mempunyai kandungan seperti zat besi, zinc,

kromium, kalsium, magnesium, vitamin A, C dan E. Beberapa vitamin dan

mineral tersebut berguna untuk membentuk antioksidan alami sehingga dapat

digunakan sebagai antimikroba, anti bakteri, anti inflanmasi, dan anti jamur

(Natsir, 2013).

Pelepah lidah buaya terdiri dari mucilage gel (lendir). Bagian Lidah

Buaya mudah diaplikasikan sebagai bahan pelapis edible coating karena

berbentuk gel. Gel Lidah Buaya dijadikan sebagai bahan edible coating

karena gel terdiri dari polisakarida acemannan yang mengandung komponen

fungsional sehingga mampu memperlambat kerusakan pasca panen pada

produk pangan segar. Polisakarida acemannan adalah ß1.4-linked acetylated

polymannan yang kandungannya adalah mannose.Acemannan digunakan

sebagai terapi tumor, anti diabetes ,anti kanker, dan anti mikroba. (Dweck dan

Reynolds, 1999 dalam Susanto, 2018).

C. Edible Coating

Edible coating adalah lapisan tipis yang digunakan untuk melapisi

bahan makanan. Bahan ini digunakan diatas dan diantara peoduk dengan cara

7
merendam, menyikat, menyemprot dan membungkus sehingga memberikan

tahanan yang selektif terhadap transmisi uap air dan gas, dan memberikan

perllndungan terhadap kerusakan (Baldwin et al, 2012).

Edible coating merupakan suatu metode pemberian lapisan tipis pada

permukaan buah untuk memperlambat keluarnya uap air, gas dan menghindari

kontak dengan oksigen agar proses pemasakan dan pencoklatan pada buah

dapat dihambat. Lapisan yang ditambahkan pada permukaan buah tidak

berbahaya sehingga dapat dikonsumsi bersamaan dengan buah

(Gennadiousdan Weler, 1990 dalam Al-Juhaimiet al, 2012).

Pemanfaatan Edible coating adalah salah satu metode yang digunakan

untuk meperpanjang umur simpan bahan pangan sehingga menggurangi

penurunan kualitas dari produk pertanian. Edible coating juga dapat member

efek yang hampir sama dengan peyimpanan modified atmosphere. Edible

coating pada buah dan sayur bertujuan untuk memperbaiki umur simpan dan

kualitas tampilan pada buah dan sayur (Baldwin et al, 2012). Keuntungan

penggunan lapisan edible coating pada buah yaitu untuk melindungi buah

selama masa peyimpanan, penampakan produk meningkat, serta langsung

dapat dimakan karena aman untuk dikonsumsi (Alsuhendra et al, 2011).

D. CMC (Carboxyil Methyl Cellulose)

Menurut De Man, (1989) dalam Susanto, (2018), CMC (Carboxyil

Methyl Cellulose) adalah polielektrolt amoniak turunan dari selulosa dengan

perlakuan alkali dan monochloro aceticacid atau garam natrium yang

8
digunakan luas dalam industri pangan. Rumus molekul yaitu C 6 H 16 NaO8

yang sifatnya tidak berbau, tidak beracun,tidak berwarna, berbentuk bubuk

atau butiran yang tidak dapat larut dalam organik namun dapat larut dalam air,

dan mengendap pada Ph kurang dari 3 dan stabil pada rentang Ph 3 sampai 10.

Menurut Prasetyo et al (2015), CMC (Carboxyil Methyl Cellulose) berfungsi

untuk mempertahankan kestabilan pada minuman sehingga tidak terjadi

pengendapan. CMC (Carboxyil Methyl Cellulose) juga berfungsi sebagai

pengental dan pengikat air. CMC (Carboxyil Methyl Cellulose) dapat

menggantikan produk seperti agar -agar, gum arab, gelatin, tragancanth dan

karageenan.

Menurut Akkarachaneeyakorn dan Tinrat (2015), Jumlah CMC

(Carboxyil Methyl Cellulose) yang dibutuhkan untuk menjaga kestabilanyang

baik bergantung pada tingkat keketalan sebelum dikonsumsi. Untuk produk

yang memiliki jumlah padatan yang besar atau kental hanya memerlukan

penambahan CMC (Carboxyil Methyl Cellulose) dalam jumlah sedikit.

Namun sebaliknya, produk yang memiliki jumlah padatan yang kecil

memerlukan penggunaan CMC (Carboxyil Methyl Cellulose) yang banyak

untuk menciptakan tekstur produk yang lebih kental. Menurut Feri manoi

(Badan Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik) (2006) bahwa jumlah CMC

yang diijinkan untuk bercampur dengan bahan lain adalah berkisar dari 0.5%

sampai 3.0%. Menurut Kusbiantoro (2015), CMC (Carboxyil Methyl

9
Cellulose) mempunyai beberapa kelebihan salah satunya yaitu dapat mengikat

air dan harganya yang relatif lebih murah.

E. Penyimpanan Suhu Rendah

Berbagai kerusakan buah dan sayuran yang disebabkan oleh mikroba

dapat dihindari dengan melakukan penyimpanan pada suhu rendah. Menurut

Sumoprastowo (2004) Salah satu cara agar buah dan sayuran tetap sgar dalam

waktu yng cukup lama adalah menekan kerja enzim yang dilakukan dengan

cara peyimpanan pada suhu rendah. Menurut Koswara (2009), Penyimpanan

pada suhu rendah mampu meperpanjang masa simpan bahan pangan karna

proses respirasi menurun dan dapat menperlambat aktivitas mikroorganisme.

Menurut Wahyuningsih (2010), Penyimpanan pada suhu rendah sangat

berpengaruh karena mampu menekan proses respirasi, mengurangi proses

penuaankarena adanya proses pematangan, menekan penguapan air sehingga

mengalami pelayuan, perubahan warna dan tekstur, menghambat proses

pelunakan dan pembusukan serta mencegah kerusakan karena adanya

aktivitas mikroba. Penyimpanan pada suhu rendah mampu memperpanjang

masa simpan dari bahan pangan. Hal ini bukan hanya dikarenakan proses

respirasi dan transparasi menurun, tetapi juga dikarenakan terhambatnya

perkembangan mikroba yang dapat menyebabkan kerusakan dan kebusukan.

Pendinginan yang digunakan di rumah-rumah tangga biasanya dalam

lemari es yang memiliki suhu -2°C sampai dengan +20°C. Pendinginan dapat

digunakan untuk mengawetkan bahan pangan selama beberapa minggu

10
tergantung dari jenis bahan pangan. Penyimpanan pada suhu rendah adalah

cara yang baik untuk menekan tingkat perkembangan mikroorganisme

sehingga dapat mempertahankan kualitas Cabai Rawit (Anis, 2009)

11
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Maret di

Laboratorium Rusli Habibie Program Studi Teknologi Hasil Pertanian,

Universitas Gorontalo dan Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

Gorontalo.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah timbangan digital, blender, cawan petri,

sendok pengaduk, panci, saringan, kompor, chromameter, refrigator,

seperangkat uji kadar vitamin C, alat pendukung (alat tulis, dan buku catatan).

Bahan utama yang digunakan yaitu Cabai Rawit (Capsicum

frustescens L.) ukuran panjang 5-6 cm dengan warna orange. Lidah buaya

(Aloevera L.) dan aquades digunakan untuk membuat bahan edible coating.

C. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunkan pada penelitian ini yaitu metode

RAL (Rancangan Acak Lengkp) dengan 4 perlakuan dan 3 kali ulagan.

Perlakuan dari penelitian ini antara lain:

R0 = Kontrol

R1 = Carboxyil Methyl Cellulose (CMC) 12 gram

R2 = Carboxyil Methyl Cellulose (CMC) 25 gram

R3 = Carboxyil Methyl Cellulose (CMC) 37 gram

12
D. Prosedur Penelitian

a. Pembuatan Gel Lidah Buaya (Susanto, 2018)

Lidah buaya dibersihkan menggunakan air bersih untuk membersihkan

kotoran ysng masih menempel. Setelah itu, dilakukan proses trimming dan

filleting pada Lidah Buaya. Kemudian dilakukan proses pembilasan untuk

menghilangkan yellow sap (lendir kuning) pada Lidah Buaya. Setelah itu

dilakukan penghancuran Lidah Buaya dengan menggunakan blender.

Kemudian dilakukan pengenceran, dengan perbandingan aquades

sebanyak 5 liter dan gel lidah buaya sebanyak 2.5 liter, setelah itu,

dilakukan penyaringan dengan menggunakan saringan yang berukuran

100 mesh, kemudian dipanaskan selama 15 menit dengan suhu 75°C.

13
Proses pembuatan Larutan Lidah Buaya

14
Gambar 1. Prosedur Pembuatan Larutan Lidah Buaya (Ida Humaeroh, 2016)

b. Pembuatan Larutan Lidah Buaya + Perlakuan

Kemudian larutan lidah buaya ditambahkan konsentrasi CMC

(Carboxyil Methyl Cellulose) 12 gram, 25 gram, 37 gram Setelah itu,

disimpan pada suhu rendah.

15
Gambar 2. Proses Pembuatan Edible Coating Lidah Buaya

c. Pelapisan dan Penyimpanan Cabai Rawit

Cabai Rawit yang telah dipanen kemudian dilakukan penyortiran agar

mendapatkan ukuran buah yang seragam setelah itu dilakukan

pembersihan dengan air untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang

masih melekat pada kulit Cabai Rawit. Setelah dicuci dan dikeringkan

Cabai Rawit dicelupkan kedalam larutan gel lidah buaya selama kurang

lebih 5 detik. Kemudian dilakukan pengeringan dan anginkan selama ±30

menit. setelah itu disimpan pada lemari pendingin dengan suhu 20°C.

Sebagian Cabai Rawit tidak diberikan lapisan edible coating untuk

dijadikan sebagai kontrol pembanding. Kemudian Cabai Rawit disimpan

selama 12 hari untuk di amati dan di analisis sifat fisik dan kimia setiap 6

hari sekali.

16
Gambar 3. Prosedur Pelapisan Edible Coating Lidah Buaya pada Cabai

E. Parameter Pengamatan

1. Pengukuran Susut Bobot (Susanto, 2018)

Susut bobot adalah satu diantara faktor ynng memperlihatkan mutu

dari Cabai Rawit. Penentuan susut dilakukan dengan pengukuran bobot buah

Cabai Rawit setiap 6 hari sekali. Dimana bobot buah Cabai Rawit sebelum

dilakukan perlakuan merupakan bobot awal (W0), sedangkan bobot buah

setelah dilakukan perlakuan merupakan bobot akhir (W1). Jadi selisih dari

sebelum dilakukan perlakuan dan setelah dilakukan perlakuan merupakan

susut bobot. (Susanto, 2018).

Untuk mengukur susut bobot digunakan persamaan berikut :

W 0−W 1
Sb= X 100 %
W0
Dimana :
Sb = Susut Bobot (%)

W0 = Bobot Awal

W1 = Bobot Akhir

17
2. Pengukuran Kadar Vitamin C (Susanto, 2018)

Metode titrasi merupakan metode yang digunakan dalam mengukur

vitamin C dengan melakukan penimbangan terhadap bahan yang sudah

ditumbuk sampai halus sebanyak 10 gram, lalu ditambahkan dengan aquades,

kemudian dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring agar

filtratnya bisa dipisahkan, kemudian fiiltrat diambil sebanyak 5 ml denagn

menggunakan pipet tetes untuk dimasukan ke dalam Erlemeyer berukuran 250

ml dengan menambahkan amilum 1% sebanyak 1 sampai 2 tetes, setelah itu

dilakukan titrasi dengan 0.01 nyodium hingga berwanna biru atau abu-abu. 1

ml nyodium = 0.88 mg asam aksorbat.

ml titrasi X 0.88=….mg

3. Pengukuran Warna (Pradhana et al, 2013)

Chromameter adalah alat yang digunakan dalam pengukuran warna

untuk memperoleh tingkatan cahaya, dimana notasi warna dibedakan menjadi

tiga huruf yakni a ,b dan L. Nilai a terdri dari a+ yang berarti warna merah

dengan nilai 0 sampai 60 dan –a berarti warna hijau dengan nilai 0 sampai

-60. Nilai L berarti tingkatan untuk kecerahan [L= 100 (putih) dan L= 0

(hitam)]. Semakin meningkatnya nilai a*,b * dan L pada buah Cabai Rawit

menunjukan bahwa adanya proses pemasakan pada Cabai Rawit.

18
Gambar 4. Reprsentasi warna dari nilai hue

Dalam proses pengukuran warna, kulit buah ditempelkan pada alat

dengan titik pengukuran yaitu pada sisi bagian ujung, bagian tengah dan

bagian pangkal dengan waktu pengukuran setiap 6 hari sekali. Hasil

pengukuraan nilai a dan b dikonversi kesatuan kromatiik °hue. Dengan

respresentasi warna seperti pada gambar 4. Dimana nilai °hue menandakan

warna murni dengan mennjukkan warna domiinan dalam campuran berapa

warna.

Rumus yang digunakan untuk mendapatkan nilai °hue sebagai berikut:

°Hue = tan ˗ 1 b/a

Dimana:

a = Warna merah (positif), Warna hijau(negatif)

b = Warna kuning (positif), Warna biru (negatif).


4. Pengukuran Kerusakan

Kerusakan pada bahan pangan yaitu perubahan karakteristik dan

kimiawi yang tidak diinginkan seperti kebusukan. Ciri-ciri Kebusukan antara

19
lain bau tidak sedap, perubahan warna, perubahan bentuk, dan perubahan

tekstur .

Indikator kerusakan Cabai Rawit pada penelitian ini berdasarkan

visual yaitu terdapat tekstur yang sudah lunak, tangkai buah sudah layu

bahkan kering dan terjadi kebusukaan. Pengamatan kerusakan dilakukan

setiap 6 hari sekali.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengukuran Susut Bobot

Menurut Rohaeti (2010) Susut bobot yang terjadi selama peyimpanan

adalah salah satu parameter mutu dimana menunjukan tingkat kesegaran

20
pada buah, dimana semakin tinggi nilai susut bobot, maka semakin berkurang

tingkat kesegaran pada suatu bahan pangan. Susut bobot yang terjadi pada

produk hortikultura yaitu sejak awal panen hingga saat dikonsumsi dimana

besarnya penyusutan tergantung dari jenis komoditi dan penangananya.

Tabel 2. Hasil Analisis Sidik Ragam Nilai Rata-Rata Pengukuran Susut Bobot
Cabai Rawit.

Waktu Pengamatan
Perlakuan
6 HSP 12 HSP
R0 13.07d 15.49c
R1 7.73c 11.5b
R2 7.22b 10.24ab
R3 6.05a 9.81a
Keterangan : HSP : hari setelah perlakuan; R0: kontrol ; R1: 12gr CMC ; R2:
25gr CMC ; R3: 37gr CMC.
Hasil uji lanjut BNT taraf 1 % pada tabel 2 bahwa berbagai perlakuan

berbeda nyata untuk susut bobot dalam penyimpanan pada suhu rendah.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (lampiran 1) menujukkan bahwa

pelapisan Cabai Rawit menggunakan edible coating lidah buaya dengan

penambahan Carboxy Methyl Cellulose (CMC) memberikan pengaruh nyata

pada hari ke 6 dan ke 12 setelah perlakuan, dimana perlakuan R3 dengan

penambahan Carboxy Methyl Cellulose (CMC) paling banyak memiliki nilai

susut bobot yang rendah dibandingan dengan perlakuan yang lain. Hal ini

diiduga karena semakin banyak Carboxy Methyl Cellulose (CMC) yang

21
digunakan maka akan mampu menekan terjadinya susut bobot pada Cabai

Rawit.

Susut Bobot
18
15
12
9
6
3
0
0 HSP 6 HSP 12 HSP

R0 R1 R2 R3

Gambar 5. Grafik Pengukuran Susut Bobot Cabai Rawit Selama Penyimpanan


pada berbagai perlakuan CMC. Keterangan : HSP : xhari setelah perlakuan;
R0: kontrol ; R1: 12gr CMC ; R2: 25gr CMC ; R3: 37gr CMC.
Hasil analisis memperlihatkan bahwa presentasi susut bobot Cabai

Rawit dari perlakuan mengalami peningkatan selama masa penyimpanan

22
(Gambar 5). Hal ini dikarenakan adanya proses penguapan air akibat proses

respirasi dan transparasi. Hal ini sesuai dengan pendapat (Siagian, 2009

dalam Evi et al, 2016) Susut bobot merupakan hilangnya air pada buah akibat

proses respirasi dan transpirasi. Meningkatnya laju respirasi pada bahan

pangan akan mengakibatkan perombakan seyawa seperti karbohidrat dalam

bahan pangan dan menghasilkan CO2, energi dan air yang menguap melalui

permukaan kulit bahan pangan yang mengakibatkan kehilangan bobot pada

bahan pangan.

Pada gambar 5 dapat dilihat bahwa susut bobot pada Cabai Rawit yang

tidak diberi lapisan edible coating (R0) lebih tinggi dari Cabai Rawit yang

diberi lapisan edible coating hal tersebut dikarenakan Cabai Rawit yang tidak

diberi lapisan edible coating proses respirasinya tetap berjalan normal

dibandingkan dengan perlakuan R1, R2, R3 susut bobot dapat ditekan dengan

adanya perlakuan edible coating lidah buaya dengan penambahan Carboxy

Methyl Cellulose (CMC) yang berbeda. Hal ini disebabkan karena edible

coating lidah buaya dengan penambahan Carboxy Methyl Cellulose (CMC)

yang berbeda dapat menghambat proses kehilangan air akibat penguapan.

Menurut (Julianti & Nurminah, 2007 dalam Alsuhendra et al, 2011) Susut

bobot pada buah yang diberi edible coating mampu mencegah kehilangan air

akibat penguapan. Edible coating merupakan barrier yang baik terhadap air

dan oksigen. Selain itu, edible coating juga mampu memperlambat laju

23
resprasi sehingga banyak digunakan dalam proses pengemasan produk bahan

pangan

B. Kadar Vitamin C

Vitamin C adalah komponen gizi yang terdapat pada Cabai Rawit

dengan kandungan vitaminnya yang cukup tinggi. Pada 100 gram buah

Cabai Rawit mengandung 70 mg vitamin C (Cahyono, 2003 dalam Sri

Wulandari et al, 2012).

Tabel 3. Hasil Analisis Sidik Ragam Nilai Rata-Rata Pengukuran Kadar


Vitamin C Cabai Rawit

Waktu Pengamatan
Perlakuan
6 HSP 12 HSP

R0 4.65a 3.34a
R1 5.02ab 4.5ab
R2 5.02ab 4.71ab
R3 5.2b 4.76b

24
Keterangan : HSP : hari setelah perlakuan; R0: kontrol ; R1: 12gr CMC ;
R2: 25gr CMC ; R3: 37gr CMC.
Hasil uji lanjut dengan uji BNT taraf 1% pada Tabel 3,

memperlihatkan bahwa untuk pengukuran kadar vitamin C selama

penyimpanan pada suhu rendah diberbagai perlakuan berbeda nyata.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (lampiran 2) memperlihatkan

pelapisan Cabai Rawit dengan edible coating lidah buaya dengan

penambahan Carboxy Methyl Cellulose (CMC) yang disimpan pada suhu

rendah berbeda nyata pada hari ke-6 dan 12 setelah perlakuan dimana

perlakuan R3 yang memiliki kadar vitamin C yang tertinggi hal ini diduga

pelapisan edible coating lidah buaya yang disimpan pada suhu rendah dapat

menekan terjadinya penurunan vitamin C pada Cabai Rawit.

Kadar Vitamin C
6
5.5
R0
5 R1
4.5 R2
R3
4
3.5
3
0 HSP 6 HSP 12 HSP

25
Gambar 6. Grafik Vitamin C Cabai Rawit Selama Penyimpanan pada
berbagai perlakuan CMC. Keterangan : HSP : hari setelah perlakuan; R0:
kontrol ; R1: 12gr CMC ; R2: 25gr CMC ; R3: 37gr CMC.

Hasil analisis menunjukkan bahwa presentasi vitamin C Cabai Rawit

dari perlakuan mengalami penurunan. Dapat dilihat juga bahwa penurunan

kadar vitamin C menggunakan edible coating tidak sesignifikan dengan

penurunan kadar vitamin C tanpa pelapisan edible coating lidah buaya (R0)

selama penyimpanan. Hal ini dikarenakan laju respirasi pada R0 tidak

dihambat sehingga menyebabkan kadar vitamin C mengalami penurunan

yang cepat dibandingkan dengan Cabai Rawit yang menggunakan edible

coating lidah buaya, karena terjadi pemasakan dan merusak dinding sel

buah yang disebabkan laju respirasi yang cepat sehingga terjadi penurunan

kadar vitamin C (Wojdyla et al, 2008 dalam Megasari et al, 2019)

Menurut (Miskiyah etal, 2009 dalam Megasari et al, 2019)

menjelaskan bahwa dengan menggunakan edible coating lidah buaya dapat

mempertahankan kadar vitamin C walaupun terjadi penurunan, tingkat

penurunannya cenderung rendah. Hal ini dikarenakan bahwa pelapisan

edible coating lidah buaya dengan penambahan Carboxy Methyl Cellulose

(CMC) tersebut memungkinkan mampu membentuk suatu lapisan yang baik

26
sehingga dapat memperlambat proses respirasidan transpirasi dimana

penurunan kandungan vitaminC pada Cabai Rawit dapat diperlambat.

C. Pengukuran Warna
Warna merupakan hal pertama yang dilihat para konsumen dalam

memilih bahan pangan karena bisa dilihat secara langsung. Selama

penyimpanan terjadi perubahan warna kulit Cabai Rawit. Pengukuran warna

pada Cabai Rawit dilakukan pada hari ke-0, ke-6 dan ke-12.

Tabel 4. Hasil Analisis Sidik Ragam Nilai Rata-Rata Pengukuran Warna

Waktu Pengamatan
Perlakuan
6 HSP 12 HSP
R0 59.79 53.91

R1 55.97 50.07

R2 53.30 48.66

R3 52.08 44.36

Keterangan : HSP : hari setelah perlakuan; R0: kontrol ; R1: 12gr CMC ;
R2: 25gr CMC ; R3: 37gr.

27
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dengan uji BNT 1% pada tabel

4 memperlihatkan bahwa pelapisan edible coating lidah buaya tidak berbeda

nyata (lampiran 3) tetapi mengalami penurunan pada hari ke-6 dan ke-12.

Dimana perlakuan R3 yang paling rendah hal ini diduga karena perlakuan

pelapisan edible coating lidah buaya dengan penambahan Carboxy Methyl

Cellulose (CMC) mampu menghambat proses pematangan pada Cabai

Rawit, dimana laju respirasi dan transpirasi dihambat.

Warna
70
65
60
55
50
45
40
0 HSP 6 HSP 12 HSP

R0 R1 R2 R3

28
Gambar 7. Grafik Pengukuran Warna Cabai Rawit Selama Penyimpanan
pada berbagai perlakuan CMC. Keterangan : HSP : hari setelah perlakuan;
R0: kontrol ; R1: 12gr CMC ; R2: 25gr CMC ; R3: 37gr CMC.
Hasil analisis pada Gambar 7 menunjukkan bahwa nilai Cabai Rawit

mengalami penurunan selama penyimpanan. Menurut (Kurniawan, 2012)

Penurunan warna pada bahan pangan dikarenakan pada proses pematangan

buah akan mengalami perubahan warna yang terjadi akibat penurunan

klorofil dan terjadi sintesa karoten, xantofil dan likopen sehingga warna

berubah menjadi merah.

Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat bahwa pengukuran warna pada

Cabai Rawit R0 (Kontrol) yang tidak diberi lapisan lebih tinggi dari Cabai

Rawit yang diberi lapisan edible coating lidah buaya. Hal ini dikarenakan

pelapisan lidah buaya mampu melindungi Cabai Rawit dengan cara

mencegah masuknya oksigen kedalam Cabai Rawit karena adanya lapisan

lidah buaya yang menutupi seluruh permukaan buah sehingga proses

pemasakan dapat dihambat sedangkan perlakuan tanpa pelapisan proses

perombakannya akan dipercepat dikarenakan tidak adanya lapisan yang

menahan proses transpirasi dan respirasi pada buah. (Lathifa, 2013)

Perubahan warna dapat terjadi karena proses perombakan hal ini

sependapat dengan (Umam, 2017 dalam Djau, 2019) menyatakan bahwa

selama pematangan pigmen klorofil pada Cabai Rawit akan dirombak secara

29
perlahan menjadi pigmen antosianin. Pigmen ini akan dirombak kembali

hingga bahan pangan menjadi busuk dan rusak. Laju perombakan

bergantung pada aktivitas fisiologi atau laju respirasi. Semakin tinggi laju

respirasi maka perombakan akan terjadi dengan cepat dan bahan pangan

akan cepat rusak dan busuk.

D. Kerusakan

Kerusakan Cabai Rawit pada penelitian ini dilihat berdasarkan tekstur

Cabai yang sudah lunak, warna Cabai yang sudah mulai kecoklatan dan

tangkai buah yang sudah layu (lepas) . Pengamatan kerusakan dilakukan 6

hari sekali pada masa penyimpanan Cabai Rawit dengan suhu rendah. Pada

hari ke-0 kerusakan di masing-masing perlakuan bernillai 0 hal ini

dikarenakan Cabai Rawit belum mengalami kerusakan.

Tabel 5. Hasil Analisis Sidik Ragam Nilai Rata-Rata Kerusakan

Waktu Pengamatan
Perlakuan
6 HSP 12 HSP
R0 24.67a 26.33a

R1 17.33b 21.00b

R2 13.33b 16.00c

R3 8.33c 11.33d

30
Keterangan : HSP : hari setelah perlakuan; R0: kontrol ; R1: 12gr CMC ;
R2: 25gr CMC ; R3: 37gr CMC.
Berdasarkan hasil analisis tabel 5 memperlihatkan bahwa disetiap

perlakuan berbeda nyata selama penyimpanan hari ke-6 dan ke-12. Hal ini

didukung oleh hasil uji lanjut BNT 1% yang menunjukan setiap perlakuan

memiliki notasi yang berbeda lampiran (4). Dimana perlakuan R3 memiliki

nilai kerusakan yang terendah. Hal ini diduga karena pelapisan edible

coating lidah buaya dengan penambahan Carboxy Methyl Cellulose (CMC)

dan disimpan pada suhu rendah mampu menghambat tumbuhnya cendawan

yang bisa merusak Cabai Rawit.

Kerusakan
30
25
20
15
10
5
0
6 HSP 12 HSP

R0 R1 R2 R3

31
Gambar 8. Grafik Pengukuran Tingkat Kecerahan (L) Cabai Rawit Selama
Penyimpanan pada berbagai perlakuan CMC. Keterangan : HSP : hari
setelah perlakuan; R0: kontrol ; R1: 12gr CMC ; R2: 25gr CMC ; R3: 37gr
CMC.
Gambar 8 menunjukan bahwa nilai kerusakan pada hari ke 6 dan ke 12

mengalami peningkatan selama penyimpanan. Kerusakan ada Cabai Rawit

disebabkan oleh mikroorganisme. Hal ini sesuai dengan pernyataan

(Zulkarnaen, 2009 dalam Megasari et al, 2019) bahwa buah merupakan

salah satu bahan pangan yang rentan mengalami kerusakan karena memiliki

kandungan air yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan bakteri dan

mikroba tumbuh didalamnya hal ini bisa menurukan kualitas dari buah

tersebut. Kerusakan pada Cabai Rawit disebabkan oleh cendawan

Alternaria dan Botrytis tetapi dapat lebih dihambat jika dilakukan

penyinaran dengan cahaya UV-C (Umam, 2017 dalam Djau, 2019)

32
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Aplikasi edible coating berbahan dasar lidah buaya dengan penambahan

Carboxy Methyl Cellulose (CMC) yang berbeda dapat mempertahankan

33
mutu dan kualitas Cabai Rawit. Perlakuan terbaik dalam aplikasi edible

coating berbahan dasar lidah buaya dengan penambahan Carboxy

Methyl Cellulose (CMC) yang berbeda yaitu pada perlakuan R3

konsentrasi CMC 37 gram. Dimana hasil analisis setelah 12 HSP pada

parameter susut bobot yaitu 9.81, parameter vitamin C 4.76 , parameter

warna 44.36 dan parameter kerusakan 11.33.

2. Dalam penelitian ini penggunaan edible coating berbahan dasar lidah

buaya dengan penambahan Carboxy Methyl Cellulose (CMC) yang

berbeda berpengaruh nyata terhadap parameter susut bobot, vitamin C

dan kerusakan. Namun tidak berpengaruh nyata terhadap parameter

warna Cabai Rawit.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut untuk buah Cabai Rawit

terhadap tingkat kematangan mengunakan umur petik, agar buah Cabai

Rawit yang digunakan pada penelitian lebih homogen.

34
2. Perlu dilakukan adanya penelitian lebih lanjut mengenai metode uji

mikroba, sehingga dapat diketahui penyebab meningkatnya mikroba

pada penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Akkarachaneeyakorn, S, and S. Tinrat. 2015. Effects of types and amounts of


stabilizers on physical and sensory characteristics of cloudy ready-to-drink
mulberry fruit juice. Journal of Food Science & Nutrition, 2015; 3(3): 213–
220

35
Al-Juhaimi, F., Kashif G dan Elfadil EB. 2012. Effect of Gum Arabic Edible Coating
on Weight Loos, Firmness and Sensory Characteristics of Cucumber
(Cucumis SativusL.) Fruit During Storage. J.Bot,.Vol 4(4):1439-1444.
Alimatul, H. 2017. Aplikasi Pelapisan Lidah Buaya (Aloe Vera L.) Untuk
Meningkatkan Daya Simpan Buah Pepaya Callina (Carica Papaya L. IPB9).
Skripsi. Insitut Pertanian Bogor.

Alsuhendra, Ridawati, & Santoso, A. I. 2011. Pengaruh Penggunaan Edible Coating


Terhadap Susut Bobot, pH Dan Karalteristik Organoelektik Buah Potong
Pada Penyajian Hidangan Dessert. Skripsi Jurusan Ilmu Kesehatan.
Keluarga Fakultas Teknik Universitas Negri Jakarta.
Arifin, I., 2010, Pengaruh Cara dan Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Cabai
Rawit (Capsicum frutencens L var. Cengek), Skripsi. Universitas Islam Negeri
(UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.

Athmaselvi,K.A, Sumitha, P. and Revathy, B. 2013. Development of Aloe vera based


edible coating for tomato; Int.Agrophys, 27, 369-375.

Badan Pusat Statistik, 2019. Produksi Cabai Rawit Menurut Provinsi 2015-2019.
Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Baldwin, EA. 1999. Edible Coating For Fresh Fruit and Vegetables: Past, Present
and Future. Dalam : Krochta JM, Baldwin EA, Nisperos-Carriedo MO, Eds.
Edibles Coatings and films To Improve Food Quality. Lancaster. Techtomic
Pub. CO. Inc
Bambang. 2003. Cabai Rawit : Teknik Budi Daya & Analisis Usaha Tani. Penerbit
Kanisius. Jakarta. Hal. 6, 34.

De Man, John. M. 1989. Kimia Makanan. Penerjemah Kosasih Padmawinata ITB.


Bandung. 550 hlm
Dermawan, Asep & Harpenas, 2010. Budidaya Cabai Unggul. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Djau Yuriska., 2019. Pengaruh Lapisan Lilin Lebah Dengan Penambahan CMC
(Carboxy Methyl Cellulose) Yang Berbeda Terhadap Daya Simpan Buah
Cabai Rawit (Capsicum frustescens) Di Suhu Rendah. Skripsi. Fakultas
Pertanian. Universitas Gorontalo.

36
Dweck AC and Reynold T. 1999. Aloe vera Leaf Gel : a review update. J
Ethnopharmacology. 68:3-37.
Fitrianingstyas Sofie Imsa dan Tri Dewanti Widyaningsih, 2015. Pengaruh
Penggunaan Lesitin dan CMC Terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Organoleptik
Margarin Sari Apel Manalagi (Syifertris mill) Tersuplemenentasi Minyak
Kacang Tanah. Jurnal Pangan dan Agroindustri, Vol.3 No.1. Teknologi Hasil
Pertanian. Universitas Brawijaya Malang.

Indriyani, L. Indrarti, & E. Rahimi, 2006. Pengaruh Carboxyl Methyl Cellulose


(CMC) dan Gliserol Terhadap Sifat Mekanik Lapisan Tipis Komposit
Bakterial Selulosa. Jurnal Sains Materi Indonesia.
Julianti, E dan M. Nurminah. 2007. Teknologi Pengemasan. Departemen Teknologi
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Krotcha JM. 1994. Edible Coatings and Films to Improve Food Quality. Departement
Of Food Science and Technology. Departement Of Biological and
Agricultural Engineering University of California. Davis, California, U.S.A.
Lathifa, H. 2013. Pengaruh pati sebagai bahan dasar edible coating dan suhu
penyimpanan terhadap kualitas buah tomat (Lycopersicon esculentum Mill).
(Skripsi). Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang

Marpudi SL, Abirami LSS, Pushkala R, Srividya N. 2011. Enhacemment Of Storage


Life And Quality Maintenance Of Papaya Fruits Using Aloe Vera Based
Antimicrobial Coating. Indian Jurnal Of Biotechnology. 10:83-89
Megasari, R., dan Khairun Mutia, A., 2019. Pengaruh lapisan edible coating kitosan
pada cabai keriting (capsicum annum l) dengan penyimpanan suhu rendah.
journal of Agritech Science, Volume 3 No 2.

Miskiyah, W., dan Winarti. 2009. Formula dan aplikasi edible coating pada paprika
(capsicum annum) untuk meningkatkan masa simpan minimal 10 hari.
Laporan Akhir Tahun. Balai Besar Penelitan dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian,. Bogor.

Pantastico, E.R. 1989. Fisiologi Pasca Panen Penanganan dan Pemanfaatan Buah-
buahan dan Sayur-sayuran Tropik dan Subtropik. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

37
Prajnanta, Final. 2007. Agribisnis Cabai Hibrida. Jakarta: Penebar Swadaya.

Prasetyo, B.B, Purwadi dan D. Rosyidi, 2015. Penambahan CMC Pembuatan


Minuman Madu Sari Buah Jambu. Universitas Brawijaya, Malang. P.1-8.
Pujimulyani, D. 2012. Teknologi Pengolahan Sayur-Sayuran dan Buah-buahan.
Graha Ilmu. Yogyakarta. 288 Hlm.
Reynolds, T and A.C. Dweck. 1999. Aloe vera leaf gel: a review update. Journal of
Ethnopharmacology. Vol 68, pp 3-37
.
Rachmawati, R., Defiani, M. R., & Suriani, N. L. 2009. “Pengaruh Suhu Dan Lama
Penyimpanan Terhadap Kandungan Vitamin C Pada Cabai Rawit Putih
(Capsicum frustescens)”. Jurnal Biologi, Vol. 13, No. 2.
Rohaeti, E., R. Syarief dan R. Hasbullah. 2010. Perlakuan Uap Panas (Vapor Heat
Treatmant) untuk Disinfestasi Lalat Buah dan Mempertahankan Mutu Buah
Belimbing (Averrhoa carambola L.). Jurnal Keteknikan Pertanian Vol 24 No
1 : 45-50. Dapartemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Insitut
Pertanian Bogor.

Rusendi, Dadi. Sudaryanto. Nurjannah, Sarifah. Widyasanti, Asri. Rosalinda, S.


2010. Penuntun Praktikum MK. Teknik Penanganan Hasil Pertanian. Unpad.

Santoso, B., D. Saputra., & R. Pambayun, 2004. Kajian Teknologi Coating Dari Pati
dan Aplikasinya Untuk Pengemas Priner Lempok Durian. Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan, 15(3):239-244./

Setiadi. 2006. Cabai Rawit, Jenis dan Budidaya. Jakarta : Penebar Swadaya.

Siagian, S. P. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.


Sopiah.
Sumoprastowo, 2004. Memilih dan Menyimpan Sayur Mayur, Buah Buahan, dan
Bahan Makanan. Jakarta. Bumi Aksara.

Susanto Hary., 2018. Pengaruh Lapisan Lidah Buaya (Aloe vera L.) Dengan
Penambahan CMC (Carboxy Methyl Cellulose) Yang Berbeda Terhadap
Daya Simpan Buah Tomat (Lycopersicon esculentum) Di Suhu Rendah.
Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Gorontalo.
Susilowati. 2008. Isolasi dan identifikasi senyawa karotenoid dari cabai merah
(Capsicum annum L). Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri (UIN): Malang.

38
Suyonto, M., Fettiyuna, dan Tiara, J. 2016. Kajian Iradiasi Gamma Terhadap
Karakteristik Cabai Rawit Untuk Memperpanjang Masa Simpan [skripsi].
Fakultas Teknologi Industri Pertanian. Universitas Padjadjaran.
Tjandra, E., 2011. Panen Cabai Rawit Di Polybag. Cahaya Atma Pustaka.
Yogyakarta

Umam, K., 2017. Respon Kualitas Cabai Rawit Merah Terhadap Suhu Penyimpanan.
[Skripsi]. Departemen Teknik Mesin dan Biosistem. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor

Wojdyla, T., Poberezny, J. DanRogozinska, I. 2008. Changes of vitamin c content in


selected fruits and vegetables supplied for sale in the autum-winter period.
EJPAU 11(2): 11.

Lampiran 1. Rataan Hasil Analisis Laboratorium dan Analisis Sidik Ragam

Parameter Susut Bobot.

39
 6 HSP

Ulangan
Perlakuan Total Rata-Rata
I II III
R0 13.6 13.6 12 39.2 13.07
R1 8.23 7.14 7.83 23.2 7.73
R2 7.42 6.78 7.47 21.67 7.22
R3 6.39 6.41 5.35 18.15 6.05
Total 35.64 33.93 32.65 102.22 8.52

SK DB JK KT F HIT F 0.05 F 0.01


PLK 3 114.79 38.263 186.717 ** 2.31 3.36
5
GALAT 8 1.6393 0.2049        
3 2
TOTAL 11 116.43          
KK 5.31415 %

Uji
Lanjut
R0 13.07 d
R1 7.73 c
R2 7.22 b
R3 6.05 a
BNT 1% 0.88

 12 HSP

40
Ulangan Total Rata-Rata
Perlakuan
I II III
R0 15.34 15.87 15.26 46.47 15.49
R1 11.6 11.89 11.01 34.5 11.5
R2 10.2 10.28 10.24 30.72 10.24
R3 9.25 10.15 10.03 29.43 9.81
Total 46.39 48.19 46.54 141.12 11.76

SK DB JK KT F HIT F 0.05 F 0.01


PLK 3 253.47 84.493 765.509 ** 2.31 3.36
9 1
GALAT 8 0.883 0.1103        
8
TOTAL 11 116.43          
KK 2.82506 %

Uji
Lanjut
R0 15.49 c
R1 11.5 b
R2 10.24 ab
R3 9.81 a
BNT 1% 0.64

41
Lampiran 2. Rataan Hasil Analisis Laboratorium dan Analisis Sidik Ragam

Parameter Vitamin C

 6 HSP

Ulangan
Perlakuan Total Rata-Rata
I II III
R0 4.44 4.81 4.7 13.96 4.65
R1 5.01 5.03 5.01 15.05 5.02
R2 5.04 4.91 5.11 15.07 5.02
R3 5.40 5.10 5.09 15.61 5.20
Total 19.89 19.85 19.91 59.70 4.98

SK DB JK KT F HIT F 0.05 F 0.01


PLK 3 58.1843 19.3948 1879.67 ** 2.31 3.36
GALAT 8 0.08255 0.01032        
TOTAL 11 58.2669          
KK 1.99866 %

Uji
Lanjut
R0 4.65 a
R1 5.02 ab
R2 5.02 ab
R3 5.20 b
BNT 1% 0.64

42
 12 HSP

Ulangan
Perlakuan Total Rata-Rata
I II III
R0 3.34 3.26 5.39 10.00 3.34
R1 4.39 4.52 4.59 13.51 4.50
R2 4.71 4.61 4.79 14.12 4.71
R3 4.73 4.76 4.77 14.27 4.76
Total 17.17 17.15 19.54 51.90 4.33

SK DB JK KT F HIT F 0.05 F 0.01


PLK 3 48.9102 16.3034 3658.3 ** 2.31 3.36
GALAT 8 0.03565 0.00446        
TOTAL 11 48.9458          
KK 1.43344 %

Uji
Lanjut
R0 3.34 a
R1 4.50 ab
R2 4.71 ab
R3 4.76 b
BNT 1% 0.20

43
Lampiran 3. Rataan Hasil Analisis Laboratorium dan Analisis Sidik Ragam

Parameter Warna

 6 HSP

Ulangan
Perlakuan Total Rata-Rata
I II III
R0 46.01 66.73 66.61 179.35 59.78
R1 55.35 47.40 65.16 167.91 55.97
R2 68.31 52.07 39.52 159.90 53.30
R3 58.92 49.11 48.20 156.23 52.08
Total 228.59 215.31 219.49 663.39 55.28

SK DB JK KT F HIT F 0.05 F 0.01


PLK 3 104.81 34.94 0.30 tn 4.04 5.63
GALAT 8 930.21 116.28        
TOTAL 11 1035.03          
KK 0.20 %

 12 HSP

Ulangan
Perlakuan Total Rata-Rata
I II III
R0 52.40 56.72 52.60 161.72 53.91
R1 46.82 49.03 54.34 150.19 50.06
R2 46.60 47.65 51.72 145.97 48.66
R3 38.46 45.98 48.63 133.07 44.36
Total 184.28 199.38 207.29 590.95 49.25

44
SK DB JK KT F HIT F 0.05 F 0.01
PLK 3 139.93 46.64 3.33 tn 4.04 5.63
GALAT 8 112.06 14.01        
TOTAL 11 251.99          
KK 0.08 %

Lampiran 4. Rataan Hasil Analisis Laboratorium dan Analisis Sidik Ragam

Parameter Kerusakan

 6 HSP

Ulangan
Perlakuan Total Rata-Rata
I II III
R0 24 23 27 74 24.67
R1 18 17 17 52 17.33
R2 14 14 12 40 13.33
R3 6 8 11 25 8.33
Total 191 15.92

SK DB JK KT F HIT F 0.05 F 0.01


PLK 3 502.25 167.417 83.7083 ** 2.31 3.36
GALAT 8 16 2        
TOTAL 11 518.25          
KK 10.8786 %

Uji
Lanjut
R0 24.67 c
R1 17.33 b
R2 13.33 b
R3 8.33 a
BNT 1% 4.28  12 HSP

45
Ulangan
Perlakuan Total Rata-Rata
I II III
R0 28 27 24 79 26.33
R1 22 21 20 63 21.00
R2 17 16 15 48 16.00
R3 12 12 10 34 11.33
Total 224 18.67

SK DB JK KT F HIT F 0.05 F 0.01


PLK 3 724.25 241.417 289.7 ** 2.31 3.36
GALAT 8 6.66667 0.83333        
TOTAL 11 730.917          
KK 5.6661 %

Uji
Lanjut
R0 26.33 d
R1 21.00 c
R2 16.00 b
R3 11.33 a
BNT 1% 2.77

Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian

46
a. Pengambilan lidah buaya sebagai bahan edible coating

b. Pembersihan lidah buaya

c. Menimbang Cabai Rawit

47
d. Pembuatan edible coating lidah buaya

- Penghancuran lidah buaya dengan blender

- Pengukuran gel lidah buaya

48
- Pengukuran Aquades

- Pengenceran Lidah Buaya dengan Aquades

49
- Penyaringan Gel Lidah Buaya yang sudah dicampurkan dengan aquades

- Pemanasan gel lidah buaya

50
- Mengukur suhu sampai 75°

e. Mengukur dosis CMC

51
R1 (12 gram)

R2 (25 gram)

R3 (37 gram)
f. Pelapisan Edible coating

52
g. Penampakan Cabai Rawit pada hari ke-6 setelah perlakuan

R0 R1

53
R2 R3
h. Penampakan Cabai Rawit pada hari ke-12 setelah perlakuan

R0 R1

R2 R3

54

Anda mungkin juga menyukai