Sumber Hukum Internasional adalah sumber-sumber yang digunakan oleh
Mahkamah Internasional dalam memutuskan masalah atau persoalan yang menyangkut hubungan internasional. Dalam hal ini, sumber Hukum Internasional mencakup dua pengertian yaitu sumber hukum formil dan sumber hukum materiil. Sumber hukum formil adalah sumber hukum yang menentukan mengenai siapa dan bagaimana menentukan prosedur pembuatan hukum serta bagaimana cara untuk mempertahankan dan menjalankan hukum materiil. Sementara itu, sumber hukum materiil ialah bahan-bahan ataupun materi yang membentuk/melahirkan kaidah (norma) yang mempunyai kekuatan mengikat serta menjadi acuan bagi terjadinya sebuah perbuatan hukum. Mengutip pendapat milik Salmond, ia mengemukakan bahwa sumber formal adalah sumber kekuatan memaksa dan dasar keabsahan suatu produk hukum, sedangkan sumber material adalah sumber materi dari suatu produk hukum. Misalnya saja kekuatan mengikat suatu ketentuan hukum. Suatu ketentuan hukum mengikat secara hukum apabila ketentuan itu memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan oleh kebiasaan, yang merupakan sumber hukum formal dari hukum internasional, dan materinya diperoleh dari praktek negara-negara, yang merupakan sumber material dari kebiasaan. Di sisi lain, J.G. Strake juga menambahkan bahwasanya sumber hukum materiil Hukum Internasional dapat diartikan sebagai bahan-bahan aktual yang digunakan oleh para ahli Hukum Internasional untuk menetapkan hukum yang berlaku bagi suatu peristiwa atau situasi tertentu.
Sumber Hukum Internasional menurut pasal 38 ayat 1
Statuta Mahkamah Internasional Sumber Hukum Internasional menurut ketentuan Pasal 38 Ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional (International Court of Justice) adalah terdiri dari : The Court, whose function is to decide in accordance with international law such disputes as are submitted to it, shall apply: a. international conventions, whether general or particular, establishing rules expressly recognized by the contesting states; b. international custom, as evidence of a general practice accepted as law; c. the general principles of law recognized by civilized nations; d. subject to the provisions of Article 59, judicial decisions and the teachings of the most highly qualified publicists of the various nations, as subsidiary means for the determination of rules of law. Dalam hal ini ketentuan-ketentuan di atas dimaksudkan agar Mahkamah Internasional yang pada dasarnya mengemban fungsi utama dalam memutus setiap perkara yang diajukan kepadanya, haruslah memutus perkara tersebut berdasarkan Hukum Internasional, yang mencakup: 1) Perjanjian Internasional (International Conventions), baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus, yang merupakan ketentuan-ketentuan yang diakui secara tegas oleh negara negara yang bersengketa 2) Kebiasaan International (International Custom), yang merupakan praktek yang bersifat umum dan diterima sebagai hukum 3) Prinsip Hukum Umum (General Principles of Law) yang diakui oleh negara- negara beradab. 4) Keputusan Pengadilan (judicial decisions) dan pendapat para ahli yang memiliki reputasi tinggi dan telah diakui kepakarannya dari berbagai bangsa sebagai sumber tambahan dalam penentuan kaidah hukum (teachings of the most highly qualified publicists). Sumber hukum sebagaimana diatur di dalam Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional merupakan sumber hukum formil. Hal ini dikarenakan sumber hukum sebagaimana diatur di dalam ketentuan tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam 2 kategori, yaitu sumber hukum primer (utama) dan sumber hukum subsider (tambahan). Sumber hukum primer (utama) ialah sumber hukum yang dapat berdiri sendiri tanpa kehadiran sumber hukum subsider. Dalam hal ini, sumber hukum yang masuk ke dalam sumber hukum primer ialah Perjanjian Internasional, Kebiasaan Internasional dan Prinsip-Prinsip Hukum Umum. Sementara itu, sumber hukum subsider (tambahan) ialah sumber hukum yang melengkapi sumber hukum primer sehingga ia tidak dapat berdiri sendiri tanpa kehadiran sumber hukum primer. Dalam hal ini, sumber hukum yang masuk ke dalam sumber hukum subsider ialah Keputusan Pengadilan, Pendapat Para Pakar Hukum Internasional terkemuka. Dalam hal ini, urutan sumber hukum itu tidak mencerminkan peringkat urgensi dari masing-masing sumber karena statuta sama sekali tidak memuat ketentuan tersebut. Setiap sumber memiliki posisi masing-masing dan arti pentingnya tergantung dengan perspektif yang digunakan. Misalnya saja apabila dilihat melalui perspektif sejarah, maka Kebiasaan Internasional merupakan sumber hukum terpenting karena kebiasaan sendiri ialah sumber hukum yang tertua. Sementara itu apabila kita melihat melalui perspektif realitas dan fungsinya dalam kenyataan hidup masyarakat internasional saat ini, maka Perjanjian Internasional merupakan sumber hukum utama yang nantinya digunakan dalam pengaturan hubungan antar negara, termasuk pengaturan masalah-masalah yang pada mulanya diatur melalui Hukum Kebiasaan. Di sisi lain, Mahkamah akan menggunakan Prinsip-Prinsip Hukum Umum sebagai sumber hukum utama dalam memberikan dasar untuk mengembangkan kaidah hukum yang baru dalam penyelesaian perkara. Selanjutnya, ketentuan-ketentuan yang ada di atas pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari ketentuan yang ada dalam Pasal 38 Ayat (2) Statuta Mahkamah Internasional. Isi pasal tersebut menentukan bahwasanya keberadaan sumber-sumber Hukum Internasional itu tidak dapat mengesampingkan kekuasaan Mahkamah untuk memutus perkara berdasarkan asas ex aequo et bono, dalam hal para pihak menerima penerapan azas itu. Ex aequo et bono merupakan frase yang diambil dari tradisi civil law yang berarti dalam keadilan dan keterbukaan (in justice and fairness), sesuai dengan keadilan dan kebaikan (according to what is just and good), atau sesuai dengan kepatutan dan rasa keadilan (according to equality and conscience). Pada kesimpulannya, asas ex aequo et bono memberikan kewenangan pada Hakim Mahkamah Internasional untuk dapat memutuskan sengketa internasional berdasarkan rasa keadilannya (hati nurani) dan kebenaran. Selain itu, putusan Hakim Mahkamah Internasional bersifat final dan mengikat.