Anda di halaman 1dari 48

Ignorance of law is no excuse

WORKSHOP

Tanggung Jawab Hukum


Cedera/Kematian akibat
Tindakan Kedokteran Budi
Sampurna
PIDANA vs PERDATA
• Kebenaran materiel
• Individu vs Publik • Kepastian : beyond
• Publik diwakili Penyidik, reasonable doubt
Penuntut Umum • Sanksi : Mati, SH, Penjara, Sita,
• Pembuktian : J.P.U. Denda
• Penengah/penilai : Hakim, • Individu vs Individu
Juri • UU : KUHP, KUHAP, dll • Dapat diwakili
pengacara • Pembuktian : dll • Kebenaran formil
penggugat • Penengah : • Kepastian : preponderance
hakim of evidences
• UU : KUHPer, KUHD, UU PT, • Sanksi : Ganti rugi, rehabilitasi
HUKUM PIDANA
UNSUR PIDANA

1. Ada Subyek Hukum;


2. Melakukan perbuatan
memenuhi rumusan delik;
3. Diancam dengan sanksi
pidana; 4. Melawan hukum;
5. Tidak ada alasan pembenar
2 & 3. AZAS LEGALITAS

•Nullum delictum nulla poena


sine praevia lege poenali yang
artinya "tidak ada delik, tidak
ada pidana
tanpa ketentuan pidana yang
mendahuluinya” (Pasal 1 KUHP)
•Unsur 2 + Unsur 3 Pidana
4. MELAWAN HUKUM
• Kata Melawan Hukum ada yang dicantumkan
dalam rumusan delik, ada yang tidak
dicantumkan dalam rumusan delik, dan ada juga
yang dalam perundang undangan kata melawan
hukum dipersempit dengan kata:
• Tanpa mengindahkan cara yang ditentukan dalam
peraturan umum (429 KUHP)
• Melampaui kekuasaannya (430 KUHP)
• Tanpa wenang (549 KUHP)
• tidak sesui dengan izin (UU 18/2013)
• tanpa memiliki izin (UU 18/2013)
• secara tidak sah (UU 18/2013)

5. ALASAN PEMBENAR
•Alasan Pembenar
(rechtsvaardigingsgrond)
Contoh:
• Dalam keadaan darurat atau keterbatasan sumber daya,
adalah: alasan yang menghapus sifat
melawan melakukan praktik kedokteran yang tidak
sesuai dengan
hukumnya perbuatan
PPK atau SPO
• Pembelaan Terpaksa (Noodweer) terdapat
dalam • Berdasarkan ketentuan UU Wabah/UU Karantina
Pasal 49 Ayat (1) KUHP
Kesehatan melakukan karantina (pelanggaran HAM – non
• Melaksanakan Ketentuan Undang Undang (Pasal
voluntary admission) terhadap orang yang diduga terkena
50 KUHP)
penyakit (PCR positif)
• Melaksanakan perintah jabatan yang diberikan •
Atas perintah pejabat yang berwenang (misalnya kepala
oleh penguasa yang berwenang (Pasal 50 ayat (1)
pemerintahan daerah) memerintahkan penduduk tidak
KUHP)
boleh masuk kantor/tempat kerja masing-masing

KESALAHAN (Schuld)
• “Tidak ada pidana tanpa kesalahan” (Geen straf zonder
schuld)
• "Actus non facit reum, nisi mens sit rea" yang artinya
"perbuatan tidak membuat orang bersalah, terkecuali
jika terdapat sikap batin yang jahat”:
• Actus reus : perbuatan – unsur obyektif
• Mens Rea : sikap batin – unsur subyektif

"Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat
pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa
seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas
perbuatan yang didakwakan atas dirinya.” (UU Kekuasaan Kehakiman)

Unsur Kesalahan
•Ada tindak pidana;
•oleh orang yang mampu bertanggung
jawab;
•adanya hubungan batin antara orang dan
tindak pidana, baik sengaja maupun
kelalaian (bentuk kesalahan); dan •tidak
ada alasan pemaaf.
Bentuk Kesalahan
• 1. Kesengajaan (Dolus)
• Willens en welens = menghendaki dan
mengetahui • Ada 3 corak:
• Kesengajaan sebagai maksud
• Kesengajaan dengan sadar kepastian
• Kesengajaan dengan sadar kemungkinan
• 2. Kelalaian / Kealpaan (Culpa)
• Culpa lata (grove schuld): dengan sadar
• Culpa levis (lichte schuld)
Kelalaian
• Kelalaian pidana = grove schuld

• Memiliki 2 unsur sekaligus:


• 1. pembuat dapat menduga
(voorzienbaarheid) akan akibat
(foreseeable);
• 2. pembuat tidak berhati-hati (onvoorzichtigheid).
Ketidak-hati-hatian

Oleh karena dalam Tindakan Kedokteran umumnya tidak ada kesengajaan merusak kesehatan,
maka kesengajaan tidak dibahas

ALASAN PEMAAF
Adalah alasan yang meniadakan kesalahan
dalam diri pelaku.
• Ketidakmampuan bertanggungjawab, PASAL
44 KUHP
• Daya paksa (overmacht), Pasal 48 KUHP •
Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, Pasal
49 (2) KUHP
• Menjalan perintah jabatan tanpa wewenang ,
Pasal 51 (2) KUHP

Kelalaian mengakibatkan Mati


•Pasal 359 KUHP: Barangsiapa karena
salahnya menyebabkan matinya orang
dihukum penjara selama-lamanya lima
tahun atau kurungan selama-lamanya
satu tahun
Kelalaian mengakibatkan
Luka Berat/Sakit
• Pasal 360 KUHP : (1) Barang siapa karena kelalaiannya
menyebabkan orang luka berat dihukum dengan
hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau
hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun.
• (2) Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang
luka sedemikian rupa sehingga orang itu menjadi sakit
sementaraa atau tidak dapat menjalankan jabatannya atau
pekerjaannnya sementara, dihukum dengan hukuman penjara
selama- lamanya sembilan bulan atau hukuman kurungan
selama-lamanya enam bulan atau hukuman denda setinggi
tingginya Rp. 4.500.
Bila dilakukan dalam
jabatan/pekerjaannya
• Pasal 361 KUHP: “Jika kejahatan yang
diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam
melakukan sesuatu jabatan atau pekerjaan,
maka hukuman dapat ditambah dengan
sepertiganya dan sitersalah dapat dipecat dari
pekerjaannya, dalam waktu mana kejahatan
itu dilakukan dan hakim dapat memerintahkan
supaya keputusannya itu diumumkan.”
Penyertaan
Pasal 55 KUHP
• (1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: • mereka
yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang
turut serta melakukan perbuatan;
• mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu
dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat,
dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan
memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja
menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
• (2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja
dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat
akibatnya.
Perbantuan
Pasal 56 KUHP
•Dipidana sebagai pembantu kejahatan: •
mereka yang sengaja memberi bantuan pada
waktu kejahatan dilakukan;
• mereka yang sengaja memberi kesempatan,
sarana atau ke- terangan untuk melakukan
kejahatan.
HUKUM PERDATA
DASAR GUGATAN
PERDATA
• PS 1365 KUH PERDATA :
Tiap perbuatan melanggar hukum, yang
membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang karena
salahnya menerbitkan kerugian itu,
menggantinya
• PS 1366 KUH PERDATA
• Juga yang disebabkan kelalaian
• PS 1367 KUH PERDATA
• Juga akibat respondeat superior
• PS 1338 KUH PERDATA: WANPRESTASI
DASAR HUKUM LAIN
• Ps 55 UU KESEHATAN :
• Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat
kesalahan atau kelalaian yang dilakukan
tenaga kesehatan • PS 1370 KUH PERDATA
:
• Dalam hal kematian akibat kesengajaan
atau kelalaian, ahli waris berhak menuntut ganti rugi, yg
dinilai menurut kedudukan & kekayaan kedua pihak • PS
1371 KUH PERDATA :
• Dalam hal luka / cacat, ganti rugi : biaya penyembuhan
dan kerugian akibat luka / cacat tersebut

Kelalaian Medik
• Duty: Adanya kewajiban untuk melakukan
atau tidak melakukan sesuatu
• Breach: Pelanggaran atas kewajiban
tersebut (sering terjadi dispute)
• Damages : mengakibatkan Cedera atau kerugian •
Causation : Cedera atau kerugian diakibatkan oleh
pelanggaran atas kewajiban tersebut (kadang
merupakan bagian tersulit)
PEMBUKTIAN KEWAJIBAN
dll
• Umumnya terdapat dalam • Setara kontrak antara pasien
Peraturan PerUUan,
Peraturan Lokal, Standar, dokter • Kewajiban untuk
Pedoman, SOP/Protokol/PPK, menjaga keselamatan pasien
• Vicarious liability
• Memastikan kompetensi dan • Menjaga pasien dari sexual abuse
kewenangan klinis atau kekerasan atau pelecehan •
• Memastikan pendelegasian Mencegah infeksi, pengunjung tak
kewajiban dengan sesuai ketentuan • legal, cedera
Memastikan identitas pasien dan • Menjaga informasi medis
bagian tubuh yang akan dilakukan • dll
Tindakan
PEMBUKTIAN PELANGGARAN KEWAJIBAN
TERDAPAT 3 TEST YANG BIASA DILAKUKAN DI COMMON LAW,
KETIGANYA UNTUK MEMASTIKAN BAHWA TELAH TERJADI
PELANGGARAN STANDARD OF CARE ATAU TERJADINYA KELALAIAN,
YAITU BOLAM TEST, BOLITHO TEST, DAN MONTGOMERY TEST
The Bolam Test
• The Bolam test is the principle used by the court to
test
the standard of care given by a clinician dealing with
a
patient. The standard of care which is accepted by a
responsible body of medical opinion at the relevant
time.
The body of opinion need not be a majority body
Pradhan S. Medicolegal issues in Obstetrics and
Gynecology. Nep J Obstet Gynecol. 2020;15(31):8–14.

Indonesia tidak menganut Bolam Test secara utuh, khususnya tidak wajib memperoleh
pendapat dari responsible body of medical opinion, namun memperoleh keterangan ahli
dari perwakilan dari perhimpunan dokter yang sama bidang dan tingkat keahliannya
(peer).

The Bolitho Test


• Setelah lulus Bolam test, perlu dinilai Langkah
berikutnya, yaitu apakah dokter tidak logis
(illogical) atau tidak dapat dipertahankan
(indefensible) atau irresponsible
• Kegagalan menimbang risiko atau benefit
banding, • gagal menimbang “clear precaution”
untuk menghindar dari adverse outcome,
• bila opini peer group tidak dapat dibenarkan
dilihat dari keseluruhan bukti factual,
• bila opini ahli tidak konsisten, dll

The Montgomery Test


• The Montgomery test highlights the importance of
consent and discussion; where only the principle of
Bolam ensuring the standard of care does not suffice
• Kasus Montgomery di MA Scotland tahun 1999
memutuskan dokter bersalah tidak menawarkan SC pada
pasien
primipara yang bertubuh pendek, sehingga terjadi shoulder
dystocia saat menjalani partus per-vaginam dan sebagai
akibatnya bayi yang dilahirkannya menderita cerebral palsy
(risiko 9-10%). Sejak itu prinsip Montgomery digunakan
secara luas di pengadilan (menerapkan jurisprudensi).
• Intinya dokter perlu menjelaskan risiko dan manfaat,
mendiskusikan opsi yang tersedia, dan akhirnya sharing
decision making mengenai rencana terapinya (treatment
plan)
Pradhan S. Medicolegal issues in Obstetrics and
Gynecology. Nep J Obstet Gynecol. 2020;15(31):8–14.
Pembuktian Causation:
but for test
• Membuktikan Causation harus melalui kedua cara di
bawah, yaitu:
• Actual cause (cause in fact)
• Legal cause (proximate cause)
• Cara membuktikan bahwa suatu damage (cedera atau
kerugian) diakibatkan oleh Pelanggaran Kewajiban
yang paling mudah adalah dengan But for Test
• BUT FOR TEST adalah bukti bahwa apabila tidak
dilakukan Tindakan Kedokteran tersebut maka tidak akan
terjadi Damage tersebut.
• Pembuktian tidak selalu mudah, tergantung fakta kasus

Scientific Uncertainty
• If there are two or more possible causes,
consider first whether it can be shown, on the
balance of probabilities, that one of the
causes was the cause of the damage which is
the subject of the claim. If yes, then causation
is made out via the ‘but for’ test.
• If not there will be uncertainty, usually scientific in
clinical negligence, as to which of the possible causes
led to the damage.
• If there is such scientific uncertainty, then consider...

Cumulative Causes
•Is it the case that the combination of the
two causes has led to the injury. If yes,
the causes are cumulative. As an example,
take a case of sepsis which is caused in part by
an infection (which was not the result of
negligence) and in
part by a negligent delay in treatment which
allows the sepsis to advance. The two
causative factors operate together to result in
severe sepsis.

Two Causes Independent?


• Rather than being cumulative, are there
separate, distinct causes, not working in
combination, each of which could have caused
the damage which is the subject of the claim?
•If the causes are separate and the negligent
cause cannot be shown to have caused the
damage on the ‘but for’ basis, then the claim
will fail on causation (Wilsher v Essex AHA
[1988] A.C. 1074 HL)
Is there
a “material contribution”?
•It must be possible to demonstrate,
on the balance of probabilities, that
the negligent causal factor made a
more than minimal contribution to
the damage. It will then be deemed
a “material contribution”.
Bonnington Castings Ltd v Wardlaw
[1956] AC 613.
CDR test (FDA)
• CDR kepanjangan dari: Challenge, Dechallenge,
dan Rechallenge
• Sebagai contoh adalah, bila terdapat pasien
menjadi gatal2 setelah meminum obat AB.
Meminum obat AB dianggap sebagai “challenge”,
sehingga Tindakan berikutnya adalah hentikan
obat AB tersebut (dechallenge). Bila kemudian gatal
berhenti maka kemungkinan betul penyebab gatal
adalah obat AB tersebut. Untuk memastikannya
maka lakukan “rechallenge” yaitu pasien diberi obat
AB lagi, dan bila gatal timbul lagi maka berarti
terbukti penyebab gatal adalah obat AB tersebut.
Pembuktian Causation: res ipsa
loquitur
Res Ipsa Loquitur doctrine (the thing speaks for itself) •
Inferensi adanya kelalaian dilakukan apabila kejadian
tersebut terjadi sedemikian rupa tidak seperti biasanya
kecuali pada kejadian akibat kelalaian, tidak harus terbukti secara
langsung adanya kelalaian.
• Sebagai contoh adalah ditemukannya kasa di dalam lapangan
operasi yang dilakukan beberapa waktu sebelumnya, atau kerusakan
otak di masa kelabu dalam akibat hipoksia akut (bukan di perifer otak
akibat hipoksia kronik).
• Sementara itu anomaly janin sukar terlihat pada USG kehamilan
18-22 minggu, atau Ca ovarium yang baru terdeteksi pada stadium
lanjut karena umumnya gejalanya tidak jelas di stadium dini.

Catatan Penting
• Bila dokter telah melakukan tugasnya
sesuai dengan pedoman atau standar, maka
berarti sudah memperoleh perlindungan
hukum.
• Tetapi, apabila dokter tidak menuliskan
apa yang dikerjakannya di dalam rekam
medis maka : “ If you have not written, you
have not done”
Frye Rule
•the results of scientific tests or procedures
are admissible as evidence only when the
tests or procedures have gained general
acceptance in the particular field to which
they belong
• Frye Rule is accepted In many states, but not
all jurisdictions, the Frye standard has been
superseded by the Daubert standard. States
still following Frye include California, Illinois,
Maryland, Minnesota, New Jersey, New
York, Pennsylvania, and Washington.
Daubert Standard
Under the Daubert standard, the factors that may be
considered in determining whether the methodology
(expert evidence) is valid are:
• (1) whether the theory or technique in question can
be and has been tested;
• (2) whether it has been subjected to peer review and
publication;
• (3) its known or potential error rate;
• (4)the existence and maintenance of standards and
controls • (5) the degree to which the technique or theory
has been generally accepted in the scientific community

Selamat Workshop
Pada Workshop kita akan berlatih dengan
kasus-kasus, terutama mempelajari apakah kasus
tersebut benar merupakan kasus kelalaian medik, dan
bagaimana pembuktiannya.
Science and law have different functions but share striking similarities. Both
purport to provide rational, reasoned, independent, unbiased processes
concerned with the objective assessment of evidence. There are also striking
differences. Scientific assertions compared with determinations of legal
causation have the following characteristics:
• they are population-based, not individual; general not
particular; • they are probabilistic, not deterministic;
• they are generally expressed as the refutation of the hypothesis and not a
finding of fact or proof of an allegation;
• the evidence is not exhaustive, whereas an adjudication is determined
according to the evidence available.
The major distinction between legal determinations and scientific assertions
lies in the concept of certainty. The legal concept of causation is
deterministic: it is an expression of the fiction of certainty, an absolute
concept. The scientific concept of causation is probabilistic: it is an
expression of the uncertainty of truth, an asymptotic concept.

Anda mungkin juga menyukai