Anda di halaman 1dari 10

Nira Aren dan Teknik Pengendalian Produk Olahan

Palm Neera and Control Tecnique of Processing Products


Steivie Karouw dan A. Lay
Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain, Manado
Indonesian Coconut and Palmae Research Intitute

RINGKASAN
Nira aren mudah mengalami perubahan selama penyadapan dan penyimpanan, sehingga diperlukan
perlakuan pengawetan sesuai jenis produk yang akan diproduksi. Pengawetan nira aren dapat
dilakukan secara kimia, biologis, mekanis dan kombinasinya. Pengawetan secara kimia, dengan
teknik defaksi, pada takaran kapur 2 g/l nira, dapat mempertahankan pH dan kadar sakarosa yang
stabil pada penyimpanan selama delapan jam. Untuk mempertahankan mutu minuman ringan,
dilakukan penyimpanan pada suhu dingin, pasteurisasi dan teknik mikrofiltrasi. Pengolahan
gula cetak dapat menggunakan wadah pemasakan terbuka dengan waktu pemanasan 4 jam,
sedangkan pengolahan gula semut menggunakan sistem vakum dan suhu pemanasan 70 °C,
waktu pemanasan 2,5 jam. Pengolahan alkohol dengan fermentor batch tidak efisien, agar efisien
dapat menggunakan proses Unises de Melle, fermentor fed batch dan suhu penyulingan
terkontrol. Untuk menghasil anggur palma, nira aren difermentasi dengan ragi roti dan kultur
murni Saccharomyces cerevisiae, jika diinginkan berkadar alkohol rendah dengan cita rasa khas,
nira aren difermentasi dengan kultur murni Saccharomyces ellipsoides pada kondisi anaerob.

Kata kunci : Nira aren, pengawetan, fermentasi, mikroba, produk olahan nira aren.

ABSTRACT
The chemical composition and physical properties of palm neera sap is easily change during
tapping and storage, so that it has to preserve treatment, depend on the products to produces.
The palm neera sap can be preservated by chemical, biological, mechanical method or its
combination. Preservation for palm neera sap on storage by chemical method, namely defaction
technique with 2 g lime/l sap, will be stabilities of pH and sucrosa content of palm neera sap
for eight hours storage. Preservation of sap beverages quality is maintain in cold temperature
storage, pasteurization and microfiltrasion techniques. Processing of brown sugar can use open
pan for 4 hours, whereas processing of cristal brown sugar with vacuum pan on 70°C for 2.5
hours. Processing of alcohol with batch fermentor is not efisien, for eficiently can be used Unises
de Melle process, fed batch fermentor, and destillation temperature controlling. For making
palm wine, the palm neera sap is fermenting with bread yeast inoculum and pure culture of
Saccharomyces cerevisiae, if necessary palm wine with low alcohol content and special flavor, the
sap is fermenting with pure culture of Saccharomyces ellipsoides on anaerob condition.

Key words: Palm neera sap, preservation, fermentation, mikrorganism, sap products.

PENDAHULUAN

Pohon aren (Arenga pinnata, MERR) tersebar di sebagian besar wilayah


Indonesia dan merupakan sumber pendapatan bagi petani di daerah Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat, Banten, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Maluku, Irian Jaya dan Nusa Tenggara Timur. Luas
areal tanaman aren mengalami peningkatan dari 28.612 Ha pada tahun 1992

116 Nira Aren dan Teknik Pengendalian Produk Olahan


Nira Aren dan Teknik Pengendalian Produk Olahan

menjadi 49.758 Ha pada tahun 2003 (Ditjenbun 2004). Sebagian besar aren tumbuh
secara alami dan belum dibudidayakan. Pengusahaan usahatani dan pengolahan
produk aren, umumnya dilakukan petani atau pengolah pada skala rumah tangga
dan skala kecil-menengah dengan peralatan yang sederhana, sehingga tidak efisien
(Lay et al, 2004a).
Dilaporkan bahwa di Sulawesi selatan, penyadapan aren terbaik pada umur 8-
9 tahun, saat keluarnya mayang. Penyadapan dapat dilakukan pada pagi san sore
hari, setiap tahun dapat disadap 3-12 mayang dengan hasil rata-rata 6,7 l/hari atau
300-400 liter/3-4 bulan, diperkirakan produksi nira 900-1.600 l/pohon/tahun (Alam
dan Baco, 2004). Pada populasi homogen tingkat produktivitas aren sekitar 20 ton
gula/Ha/tahun, dibanding dengan tebu menghasilkan 5-15 ton/Ha/tahun (Dalibard,
1999).
Pengolahan nira aren untuk menghasilkan berbgai produk, antara lain
minuman ringan, alkohol, gula merah, gula semut dan anggur palma pada skala
rumah tangga dan skala kecil-menengah, teknologinya telah tersedia, namun dalam
penerapannya ditemukan beberapa permasalahan yang perlu tindakan pengendalian.
Pengendalian dalam proses pengolahan meliputi teknis proses, penggunaan berbagai
peralatan, mikroba yang dapat mengoptimalkan sistem pengolahan dan perbaikan
mutu produk, agar dapat dihasilkan produk akhir dengan rebdemen hasil yang tinggi,
mutu stabil, seragam dan tahan simpan untuk waktu yang lama.
Gula aren mempunyai peluang ekspor lebih besar dibandingkan produk aren
lainnya, yang ditandai dengan ekspor gula aren yang meningkat setiap tahun. Tahun
2000 volume ekspor gula aren tercatat 479.542 kg dan meningkat menjadi 677.078 kg
pada tahun 2001. Negara tujuan eskpor antara lain Jepang, Hongkong, Singapura,
Filipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Pada tahun 2003, para importir
menawarkan harga gula merah pada tingkat petani dan pengumpul dengan harga
$US 1,2/kg dalam jumlah yang cukup banyak, namun permintaan ini tidak dapat
dipenuhi karena gula merah kurang tersedia (Duryatmo, 2003).

KARAKTERISTIK NIRA AREN

1. Nira Segar
Nira aren yang dihasilkan dengan menggunakan penampung yang dicuci
dengan nira yang sedang mendidih lalu diasapi menghasilkan nira dengan
karakteristik pH 6,2 dan kadar sakarosa 12,9 %. Nira yang baru menetes dari mayang
belum mengalami proses fermentasi. Fermentasi mulai berlangsung pada saat nira
berada dalam wadah penampung.
Nira aren memiliki sifat-sifat sebagai berikut : kadar air 87.20%, karbohidrat
11.28%, abu 0.24%, protein 0.20%, lemak 0.20%. Nira aren mengandung asam organik
sekitar 31.6 mg/100 g, yang terdiri dari: asam sitrat, tartarat, malat, suksinat, laktat,
fumarat dan piroglutamat dengan kadarnya bervariasi 0.1-17.0 mg/100 g (Itoh et al.,
1985). Nira aren yang baru menetes dari mayang memiliki pH netral (6.5-7.0) dan
kadar sakarosa 9.2-16.4 (Maskar et al., 1991), berwarna bening dan rasanya manis.
Nira yang baru menetes dari mayang belum mengalami proses fermentasi.
Fermentasi mulai berlangsung pada saat nira berada dalam wadah penampung.

Buletin Palma No. 31, Oktoberi 2006 117


Steivie Karouw dan A. Lay

Pengamatan terhadap nira aren yang disadap pagi hari di desa Kayawu
Tomohon, dengan menampung nira hasil penyadapan dalam wadah penampung dari
bambu yang dibilas dengan nira mendidih dan kemudian diasapi. Nira yang
diperoleh mempunyai pH berkisar 5.25-6.48 dan kadar sakarosa 11.0-14.0% (Lay et al.,
2004b). Nira yang diperoleh dari pohon aren yang sudah lama disadap dari 4 lokasi
penyadapan, memiliki kadar sakarosa yang lebih rendah dibandingkan dengan pohon
aren yang baru disadap (Tabel 1).

Tabel 1. Karakteristik nira aren segar yang disadap pagi hari di Desa Kayawu
Tomohon.

Kadar sacarosa
Lokasi PH Keterangan
(%)
Wawakulan 6,45 11 Pohon sudah lama disadap
Tetempangan 1 6,48 11 Pohon sudah lama disadap
Rake 5,66 11 Pohon sudah lama disadap
Perlimaan 5,25 14 Baru 1 minggu disadap
Tetempangan 2 5,72 11 Pohon sudah lama disadap
Sumber : Lay et al (2004b)

2. Nira Aren Selama Penyimpanan

Nira segar tanpa perlakuan pengawetan yang disimpan selama delapan jam
akan mengalami perubahan, yakni penurunan pH dan kadar sakarosa (Tabel 2). Pada
Tabel 2, terlihat bahwa pada penyimpanan nira segar selama selama 8 jam akan
mengalami penurunan pH dari 5.47 menjadi 3.88 dan kadar sakarosa menurun dari
12% menjadi 11%.

Tabel 2. Karakteristik nira aren pada 0, 2, 4, 6 dan 8 jam setelah sadap.

Waktu sesudah sadap (jam) PH Kadar sakarosa (%)


0 5.47 12.0
2 4.94 12.0
4 4.24 12.0
6 4.00 12.0
8 3.88 11.0
Sumber : Lay et al. (2004b)

Nira akan mengalami perubahan rasa dan warna, yaitu rasa manis akan
menjadi masam, warna cairan menjadi keruh seperti susu dan berbuih. Perubahan pH
dan kadar sakarosa terjadi akibat aktivitas mikroorganisme yang tumbuh dan
berkembang pada nira aren. Dilaporkan terdapat 8 spesies khamir yang telah
diketahui merupakan spesies yang dominan pada nira segar seperti Saccharomyces
cerevisiae dan Saccharomyces carlsbergensis var. alcoholophila (Goutara dan Wijandi, 1975).
Khamir jenis Saccharomyces dapat melakukan aktivitasnya pada keadaan asam yaitu
pH 4.0-4.5 (Fardiaz, 1992).

118 Nira Aren dan Teknik Pengendalian Produk Olahan


Nira Aren dan Teknik Pengendalian Produk Olahan

PENGAWETAN NIRA

Pengawetan nira aren dapat dilakukan secara kimia, biologis, mekanis dan
kombinasi keduanya. Pengawetan secara kimia yang umum dikenal menggunakan
kapur dan benzoat, pengawetan secara biologis menggunakan komponen bahan
tanaman seperti kulit buah manggis, sabut kelapa dan daun mara, sedangkan secara
mekanis dengan pemanasan.
Pengawetan secara kombinasi yang umum dilakukan adalah pemberian panas,
kapur dan komponen tanaman tertentu yang dilakukan secara bersamaan. Cara
pengawetan nira dilakukan dalam dua tahap, yakni: (a) tahap pertama: perlakuan
terhadap wadah penampung nira yang berlangsung selama proses penyadapan, dan
(b) tahap kedua: perlakuan selama penyimpanan nira hasil sadapan sebelum diolah
menjadi berbagai produk.
Perlakuan pengawetan pada wadah penampung dengan cara pengasapan dan
pembilasan wadah penampung dengan nira mendidih, hanya mempertahankan mutu
nira selama penyadapan, dihitung saat nira menetes sampai dengan pengumpulan
nira, sekitar 10-12 jam. Penampungan nira yang dicuci dengan nira mendidih dan air
mendidih lebih baik dibanding dengan penampung dicuci air biasa, dilapisi plastik, di
beri kapur sirih dan asam benzoat. Kedua perlakuan ini dapat mempertahankan pH
nira 5.7-6.8 dan kadar sukrosa 13.1-14.9%. Dari kedua perlakuan ini, cara yang mudah
dikerjakan dan biayanya murah adalah pencucian penampung dengan nira mendidih
(Lay et al., 2004a).
Pengawetan nira hasil sadap dapat dilakukan dengan cara pemanasan dan
defaksi. Pengawetan nira dengan cara pemanasan akan dapat mempertahankan mutu
nira selama delapan jam, yang ditandai pH stabil berkisar 7.82-7.87 dan kadar
sakarosa 15%. Pengawetan dengan cara defaksi, yakni pemberian kapur 1 g/l nira
dapat bertahan 2 jam, dengan pH 6.18 dan kadar sakarosa 11-12%. Pengawetan secara
defaksi dengan takaran 2 g kapur/l nira dapat mempertahankan mutu nira sampai
delapan jam. Pengawetan nira hasil sadapan sebelum diolah menjadi gula, dengan
teknik defaksi pada takaran kapur 2 g/1 nira dikategorikan efektif.
Dengan demikian, pengawetan dengan cara pencucian penampung nira dengan
air mendidih dan defaksi 2 g kapur/l nira, dapat digunakan untuk pengolahan gula
semut skala menengah, yang membutuhkan waktu angkut nira dan waktu tunggu
pengolahan (Idle time) selama delapan jam. Pengawetan nira dengan cara pemanasan
lebih sesuai dilakukan petani jika tersedia cukup kayu bakar. Pengawetan dengan
cara defaksi lebih sesuai dilakukan petani pada lokasi penyadapan yang terbatas atau
tidak tersedia kayu bakar (Lay, 2005).

PENGENDALIAN PENGOLAHAN PRODUK NIRA AREN

1. Minuman Ringan
Minuman ringan adalah minuman yang mengandung gula minimum 10%,
tidak beralkohol, asam benzoat 50 mg/kg (maksimum), bakteri, jamur dan ragi negatif
serta logam berbahaya negatif (SII No. 12/SI/1972). Berdasarkan komposisi kimia,

Buletin Palma No. 31, Oktoberi 2006 119


Steivie Karouw dan A. Lay

nira aren segar sangat sesuai untuk dijadikan bahan baku pengolahan minuman
ringan. Selain sumber energi karena mengandung sakarosa, juga berkhasiat untuk
mengobati penyakit sariawan (Anonim, 2005).
Permasalahan dalam proses pengolahan minuman ringan yaitu nira aren segar
kaya akan zat gizi, yang bersifat mobile sehingga mudah mengalami perubahan aroma
dan cita rasa khas minuman ringan yang tidak diinginkan serta rendahnya masa
simpan produk. Upaya pengendalian mutu minuman ringan dapat dilakukan dengan
pendinginan dan pasteurisasi.
Alternatif lain yang berpeluang untuk dilakukan yaitu penerapan teknologi
mikrofiltrasi. Teknologi mikrofiltrasi telah berhasil diaplikasikan oleh Badan Pertanian
Dunia, FAO pada pengolahan minuman isotonik dari air kelapa. Teknologi
mikrofiltrasi adalah suatu proses sterilisasi dingin (cold sterilization) sehingga mampu
mempertahankan karakteristik khas, termasuk nilai gizi dan cita rasanya. Teknologi
ini, menggunakan filter yang terbuat dari porselin atau gel poliakrilik, yang mampu
menahan semua mikroorganisme dan sporanya (FAO, 2000).
Teknik mikrofiltrasi memungkinkan untuk diterapkan pada pengolahan
minuman ringan dari nira aren, sehingga aroma dan cita rasa khas nira dapat
dipertahankan. Teknik ini, memiliki keunggulan, yakni waktu proses yang singkat
serta nilai gizi, aroma dan cita rasa khas produk tetap dipertahankan.

2. Gula Merah

Gula aren mudah larut dalam air dan mempunyai aroma yang khas, apbila
dibanding dengan gula tebu. Oleh karena itu, gula aren banyak digunakan dalam
pembuatan berbagai macam makanan dan minuman. Di samping itu, gla aren
mengandung sukrosa sekitar 84%. Mutu gula aren yang dihasilkan ditentukan oleh
kondisi nira, nira yang dapat diproses menjadi gula merah mempunyai pH 6-7,
apabila kurang dari pH 6 yang ditandai nira sudah berbuih, nira tidak layak lagi
diproses menjadi gula. Untuk menghindari terjadinya fermentasi nira selama
penyadapan, perlu perlakukan pengawetan pada wadah penampungan.
Pada pengolahan gula merah, permasalahan yang umum dihadapi petani
pengolah yaitu gagalnya proses pengkristalan pekatan nira menjadi gula. Pekatan nira
yang tidak dapat mengkristal sebaiknya diolah menjadi gula cair. Gula cair dapat
dijadikan bahan baku untuk industri makanan seperti pembuatan kue dan kecap.
Untuk menghasilkan gula merah, harus diperhatikan pH, kadar sakarosa dan kadar
gula reduksi.
Pengukuran pH dan kadar sacarosa dapat dilakukan oleh petani langsung di
lokasi penyadapan dan tempat pengolahan gula, karena telah tersedia alat kontrol
untuk pengukuran pH dan kadar sacarosa. Pengukuran pH menggunakan pH meter
digital dan kadar sacarosa dengan Hand refraktometer. Tersedianya alat kontrol pH dan
kadar sacarosa, petani dan pengolah dapat melakukan sortasi terhadap bahan baku
nira yang dihasilkan dan jenis produk yang akan diolah.
Pada pengolahan gula dari nira kelapa, ternyata nira yang mengandung
gula reduksi lebih dari 0,80% setelah diproses menjadi gula, pengkristalannya
berlangsung lambat dan gula yang diperoleh lembek (Rindengan et al., 2001). Pada

120 Nira Aren dan Teknik Pengendalian Produk Olahan


Nira Aren dan Teknik Pengendalian Produk Olahan

pembuatan gula merah yang bermutu, kadar gula reduksi nira sebaiknya tidak
melebihi 0,80 % (Samarajeewa dan Wijeratne, 1979). Pengukuran kadar gula reduksi
belum memungkinkan dilakukan pada skala petani, hanya dapat dilakukan di
laboratorium.

3. Gula semut

Gula semut merupakan bentuk lain dari gula merah. Bahan baku untuk
pembuatan gula semut adalah nira aren segar, sama dengan bahan baku untuk
pembuatan gula merah, yang membedakan adalah bentuk fisik produk akhir, gula
merah dalam bentuk produk cetakan, sedangkan gula semut berbentuk kristal yang
lolos saringan 18-20 mesh.
Permasalahan yang dihadapi petani pada proses pengolahan gula semut yaitu
gagalnya pengkristalan gula. Pengendalian yang dapat dilakukan petani yaitu
penyediaan alat kontrol pH dan kadar sakarosa. Permasalahan lain adalah produk
gula semut yang dihasilkan petani yaitu ketidakseragaman ukuran partikel gula dan
tingginya kadar air gula semut, sehingga menyebabkan rendahnya masih simpan.
Upaya pengendalian yang disarankan, yaitu melakukan proses pengolahan lanjutan
meliputi pengeringan awal, pengayakan, pengeringan ulang butiran gula yang tidak
lolos ayakan, penghalusan butiran, pengayakan ulang dan pengepakan.
Gula semut kasar produksi petani berkadar air 6.24 – 6.75%. Pengeringan gula
semut dapat dilakukan dengan dua cara: (a) cuaca baik dikeringan dengan sinar
matahari selama 3-4 jam, dan (b) cuaca buruk dapat menggunakan oven sistem rak
dengan suhu pengeringan 45-500C selama 1.5-2.0 jam. Gula semut yang telah
dikeringkan berkadar air 2.80-2.97%. Untuk keseragaman butiran dilakukan
pengayakan. Pengayakan dilakukan menggunakan ayakan stainlessteel 18-20 mesh.,
pada pengayakan I, butiran gula semut yang tidak lolos ayakan akan dikeringkan
ulang dan dilanjutkan dengan penghalusan butiran. Penghalusan butiran gula semut
menggunakan alat mekanis (Grinder), kemudian pengayakan II. Hasil gula semut
pada pengayakan I dan II dicampur secara manual dan dikemas. Pengemasan gula
semut menggunakan karung propilien dengan dua lapis, volume 50 kg/kemasan.
Perbaikan kemasan produk gula semut sangat penting untuk diperhatikan dan
diupayakan agar bentuk kemasan yang dipakai dapat meningkatkan penampilan/
citra produk di pasaran.
Sejak tahun 1997, P3GI bersama PTPN XII telah merintis upaya pengolahan
gula semut skala besar, merubah sistem pengolahan gula merah dari tradisional yang
menggunakan wadah pemasakkan terbuka (open pan) dengan menggunakan sistem
vakum, dilaksanakan di Kalikempit Banyuwangi. Pengolahan gula kristal sistem
vakum, menggunakan bejana penguap tertutup dengan suhu pemanasan 70 0C, tidak
akan terjadi karamelisasi dan proses pengkristalan guka akan lebih cepat yakni 2,5
jam, dibanding penggunaan wajan terbuka membutuhkan waktu pemanasan 4 jam.
Proses pengkristalan gula menggunakan unit pemasakan sentrifugal dengan
kecepatan rotasi 1.200 rpm, dan diikuti proses pengeringan agar diperoleh gula kristal
dengan kadar air yang memenuhi syrat mutu ( Punomo et al., 2004).

Buletin Palma No. 31, Oktoberi 2006 121


Steivie Karouw dan A. Lay

Pengamatan pada pengolahan gula semut di Minahasa Sulawesi Utara,


menggunakan nira yang diawetkan dengan cara pemanasan dan defaksi akan
menghasilkan gula semut yang memenuhi syarat mutu (SII. No. 2452-90). Hasil
pengamatan lebih lanjut menunjukan bahwa pengawetan nira dengan cara
pemanasan, gula semut yang dihasilkan tercemar logam Timbal (Pb) dengan kadar
0.29 mg/kg, masih jauh di bawah standar mutu yang disyaratkan, yakni 2.0 mg/kg.
Cemaran logam ini, diduga akibat kontaminasi nira dengan wajan besi yang terjadi
selama pemanasan nira (Lay, 2005).

4. Alkohol

Alkohol atau etanol adalah produk yang dihasilkan dengan cara fermentasi
dan penyulingan hasil fermentasi nira aren. Bahan baku nira yang akan digunakan
untuk pembuatan alkohol adalah nira yang telah terfermentasi, sehingga nira aren
yang akan diolah menjadi alkohol, tidak perlu perlakuan pengawetan selama
penyadapan dan penyimpanan.
Fermentasi alkohol sangat dipengaruhi oleh faktor mikroorganisme, kondisi
pH, suhu, nutrisi dan teknologi proses. Sebagian besar unit pengolahan alkohol
menggunakan teknologi konvensional, dengan cara fermentasi dalam fermentor
secara batch. Pada industri pengolahan alkohol, menggunakan proses Unises de Melle
yaitu sistem fermentasi melalui tahapan pemisahan khamir sebelum dilakukan proses
destilasi, sel mikroba dipisahkan sehingga dapat digunakan ulang pada fermentasi
berikutnya. Mikroba yang sangat berperan dalam proses fermentasi alkohol atau
etanol adalah Saccharomyces sp (Santoso dan Murdiyatmo, 1994).
Proses fermentasi etanol berlangsung secara anaerob (tidak melibatkan
oksigen), kondisi an aerob harus tetap dipertahankan selama fermentasi berlangsung
sebab adanya oksigen akan menyebabkan terjadinya oksidasi sehingga etanol yang
sudah terbentuk akan berubah menjadi asam asetat, yang ditandai menurunnya pH.
Kondisi pH selama berlangsungnya proses fermentasi relatif konstan pada pH 4.5-5.0
tidak akan terjadi pembentukan asam asetat.
Dilaporkan Tedjowahjono dan Kurniawan, dalam Santoso dan Murdiyatmo
(1994) bahwa pH 4.5-5.0 adalah optimum bagi fermentasi etanol oleh Saccharomyces
uvarum Beijerink, dengan konsentrasi khamir minimal 2x109 sel/ml dan suhu
fermentasi berkisar 25-350C. Fermentasi etanol melalui proses fed batch yakni
penambahan substrat medium C (larutan tetes tebu yang dibersihkan dengan brix 30
dan pH 4,5) secara bertahap pada fermentor, efesiensi fermentasi 83.06%,
dibandingkan dengan penggunaan batch efisiensi fermentasi hanya 79.36%.
Pengolahan alkohol di desa Kawangkoaan dan Motoling Kabupaten Minaza,
Sulawesi Utara, proses fermentasi nira dilakukan penyimpanan nira dalam wadah
penampungan selama 2-4 hari tanpa pemberian starter. Penentuan kadar alkohol di
tingkat petani dilakukan berdasarkan kebiasaan dengan pengamatan pada
penyulingan hasil fermentasi nira, tetesan cairan pada pertama dan kedua
diperkirakan 40-45%, tetesan cairan pada botol ketiga sampai kelima 30-35% dan
tetesan selanjutnya 20-25%. Untuk keseragaman kadar alkohol berkisar 30-35%
dilakukan pencampuran alkohol hasil penyulingan (Lay et al., 2004a).

122 Nira Aren dan Teknik Pengendalian Produk Olahan


Nira Aren dan Teknik Pengendalian Produk Olahan

Permasalahan utama yang dihadapi dalam pengolahan alkohol di tingkat


petani, adalah alkohol yang dihasilkan dengan kadar tidak seragam. Upaya
pengendaliannya perlu dilakukan: (a) Pemasangan thermo-koppel pada wadah
pemasakan nira, untuk mengontrol suhu penyulingan. Suhu penyulingan dapat
dikendalikan dengan penambahan kayu bakar bila suhu menurun dan pengurangan
kayu bakar bila suhu meningkat, (b) Letak tungku pemasakan, umumnya pengolahan
alkohol di kebun petani, tungku terletak di dalam tanah berada sekitar 60-75 cm di
bawah permukaan tanah, sehingga sulit untuk menerapkan sistem pengontrolan suhu
melalui pengendalian kayu bakar, untuk menerapkan sistem ini, maka posisi tungku
harus diubah letaknya agak ke atas rata dengan permukaan tanah, dan (c) Pengukuran
kadar alkohol dengan menggunakan Alkoholmeter, apabila kadar alcohol kurang dari
30% dilakukan penyulingan ulang, jika lebih dari 30% dilakukan pengenceran,
sehingga dapat dihasilkan produk dengan kadar alkohol yang seragam.

5. Anggur Palma

Anggur palma atau palm wine adalah anggur yang diolah dari nira segar.
Dilaporkan Rindengan et al. (2002b) nira aren yang diawetkan menggunakan
pengawet alami yaitu sabut kelapa segar sebanyak 50 g/penampung, dapat
diolah lanjut menjadi palm wine. Penggunaan starter ragi roti, kultur murni
S. cerevisiae dan S. ellipsoides dapat diperoleh anggur palma bermutu baik. Nira yang
akan diolah menjadi anggur palma, perlakuan pengawetan selama penyadapan
sebaiknya menggunakan bahan pengawet alami, dihindari penggunaan bahan
pengawet kimia.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pengolahan anggur palma: (a)
Pengolahan yang tidak higienis, ditandai berkembangnya mikroba yang tidak
diinginkan, akan merubah rasa dan aroma produk. Secara alami nira mengandung
khamir, tindakan pengendalian yang dapat dilakukan yaitu sterilisasi nira. Sterilisasi
dapat menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit, (b) Kesesuaian jenis
mikroba yang akan digunakan berkaitan erat dengan aroma dan cita rasa yang
diinginkan. Untuk menghasilkan anggur palma dengan kadar alkohol berkisar 6.33 –
7.83% dapat menggunakan starter ragi roti dan kultur murni S. Cerevisiae, jika produk
yang diinginkan anggur palma kadar alkohol rendah (1.17 – 4.0%) dengan cita rasa
yang khas, menggunakan starter kultur murni S. ellipsoides, dan (c) Proses fermentasi
berlangsungya pada kondisi anaerob.
Peralatan yang akan digunakan untuk pembuatan anggur palma sebaiknya
terbuat dari gelas, keramik, kayu atau stainless steel. Khusus untuk wadah fermentasi
sebaiknya menggunakan wadah gelas karena gelas bersifat netral, tidak mempunyai
efek bau dan rasa. Semua peralatan yang digunakan harus higinis. Untuk peralatan
yang tahan panas dapat disterilkan dengan cara pemanasan. Pemanasan dapat
dilakukan dengan menggunakan udara panas (oven), uap panas (autoklaf atau
dandang) dan dibilas dengan air mendidih.

Buletin Palma No. 31, Oktoberi 2006 123


Steivie Karouw dan A. Lay

PENUTUP

(1) Nira aren yang baru menetes dari mayang memiliki pH netral dan kadar sakarosa
9.2-16.4, berwarna bening dan rasa manis, penyimpanan nira tanpa perlakuan
pengawetan akan mengalami penurunan pH dan kadar sakarosa, nira demikian
tidak layak sebagai bahan baku pengolahan gula cetak, gula semut dan anggur
palma, namun dapat dimanfaatkan untuk pengolahan alkohol dan asam asetat.
(2) Pengawetan nira aren dapat dilakukan secara kimia, biologis, mekanis dan
kombinasinya, pengawetan selama penyadapan hanya mempertahan mutu nira
selama tiga jam, pemanasan nira sampai mendidih dan tanpa pemanasan tetapi
didefaksi dengan takaran 2 g kapur/l nira, dapat mempertahankan mutu nira
sampai delapan jam penyimpanan.
(3) Minuman ringan dari nira aren mudah mengalami perubahan aroma dan cita
rasa, untuk mempertahankan mutu minuman ringan dengan cara pendinginan,
pasteurisasi dan teknik mikrofiltrasi.
(4) Karakteristik bahan baku gula semut sama dengan gula cetak, yang membedakan
bentuk produk akhir, gula merah berbentuk cetakan dan gula semut berbentuk
kristal, pengolahan gula merah umumnya mengunakan pan terbuka, suhu
pemanasan 100°C dan lama pemanasan sekitar 4 jam, sedangkan pengolahan
gula semut dengan sistem vakum, suhu pemanasan 700C dan lama pemanasan
sekitar 2.5 jam.
(5) Pengolahan alkohol dengan fermentor batch tidak efisien, agar efisien dapat
menggunakan proses Unises de Melle, dengan fermentor fed batch dan suhu
penyulingan alkohol terkontrol.
(6) Untuk menghasilkan anggur palma nira segar difermentasi dengan ragi roti atau
kultur murni S. cerevisiae, jika diinginkan berkadar alkohol rendah (1.17 – 4.0%)
dan cita rasa khas, nira difermentasi dengan kultur murni S. ellipsoides pada
kondisi anaerob.

DAFTAR PUSTAKA

Alam, S. dan D. Baco, 2004. Peluang pengembangan dan pemanfaatan tanaman aren
di Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Aren.
Tondano, Juni 2004.
Anonim. 2005. Mendepak Sariawan Dengan Tanaman. http://www. indomedia.
com/intisari/ 1996/des/sriawan.htm. download 20 Apr 2005. 22:27:13 GMT.
Dalibard, C. 1999. Overall view on the tradition of tapping palm trees and prospects
for animal production. Livestock Research Rural Development; 11(1):1-53.
Ditjenbun. 2004. Pengembangan tanaman aren di Indonesia. Prosiding Seminar
Nasional Pengembangan Tanaman Aren. Tondano, Juni 2004.
Duryatmo, 2003. Tanaman gunung incaran eksportir. Trubus 406(36):82-83.
FAO. 2000. New sports drink : coconut water. http://www/fao.org/WAICENT/
FAOINFO/ AGRICULT/default.htm.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta. .

124 Nira Aren dan Teknik Pengendalian Produk Olahan


Nira Aren dan Teknik Pengendalian Produk Olahan

Goutara dan S. Wijandi. 1975. Dasar Pengolahan Gula. Departemen Teknologi Hasil
Pertanian. Fatemeta-IPB, Bogor.
Itoh, T. , Matsuyama, A., C.H. Widjaja, M.Z. Nasution dan J. Kumendong. 1985.
Composition of Nira Palm Juice of high sugar content from palm tree.
Proceding of the IPB-JICA International Symposium on Agriculture Product,
Processing and Technology. Bogor.
Lay, A. 2005. Pemberdayaan petani aren dalam industrialisasi gula semut. Studi
kasus di daerah Minahasa Sulawesi Utara. Warta Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Industri Bogor, hal. 9-11.
Lay, A., R.T.P. Hutapea, J.Tujuwale, J.O. Sondakh dan A.L. Polakitan. 2004a.
Pengembangan komoditas aren di daerah Minahasa Sulawesi Utara. Prosiding
Seminar Nasional Pengembangan Tanaman Aren. Tondano, Juni 2004.
Lay, A., B. Rindengan, R.T.P. Hutapea, D.J. Torar, P.M. Pasang, S. Karouw, M. Terok
dan D. Sumuru. 2004b. Teknik pengawetan nira aren untuk pengolahan gula
semut skala industri pedesaan. Laporan Akhir Penelitian TA.2004. Balitka
Manado.
Maskar, K., R.B. Maliangkay. D. Allorerung dan Z. Mahmud. 1991. Kadar sukrosa
pada berbagai posisi mayang tanaman aren. Buletin Balitka; (15): 69-71.
Purnomo, E., Nahlodin dan Mirzawan PDN, 2004. Pengolahan nira aren menjadi gula
kristal. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Aren. Tondano, Juni 2004.
Rindengan, B., S.Karouw dan J. Mawikere. 2001. Pengawetan nira kelapa dengan
bahan alami untuk bahan baku gula. Buletin Palma: (27):21-26.
Rindengan, B., S. Karouw, P.M. Pasang, Lay, A., dan D.J. Torar. 2002a. Pengolahan nira
lontar untuk minuman ringan dan palm wine. Laporan Tahunan TA. 2002
Balitka, Manado.
Rindengan B., S. Karouw, P.M. Pasang., Lay, A dan D.J. Torar. 2002b. Pemanfaatan
sabut kelapa pada penyadapan nira aren dan pengolahan nira untuk palm
wine. Laporan Tahunan TA. 2002, Balitka Manado.
Samarajeewa, U. dan Wijeratne, M.C.P. 1979. Methods for determining suitability of
coconut sap for preparation of jaggery, sugar and golden syrup. Ceylon
Coconut Quarterly, 30:72-80.
Santoso, H. dan U. Murdiyatmo, 1994. Fermentasi etanol dari tetes tebu oleh
Saccharomyces sp. Ps Y-01; Uji komparatif dengan 6 strain industri dan
aplikasinya pada skala pabrik. Majalah Penelitian Gula. Pusat Penelitian
Perkebunan Gula Indonesia; 30(3/4): 30-39.

Buletin Palma No. 31, Oktoberi 2006 125

Anda mungkin juga menyukai