Anda di halaman 1dari 15

7.

Akhlak
Dalam Ekonomi Islam
Pendahuluan
• Yang membedakan Islam dengan kapitalisme dan sosialisme ialah bahwa Islam
tidak pernah memisahkan ekonomi dengan akhlaq, sebagaimana tidak pernah
memisahkan ilmu dengan akhlaq, politik dengan akhlaq, perang dengan akhlaq
dan aktivitas mu’amalah lainnya dengan akhlaq. Islam adalah risalah yang
diturunkan Allah SWT melalui Rasulullah untuk membenahi akhlaq manusia. Nabi
SAW bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia”.
• Dalam sebuah tatanan sistem ekonomi kapitalisme seperti sekarang ini, perilaku
ekonomi kaum muslimin telah terasingkan dari karakter akhlaq yang mulia. Etika
moral yang dikembangkan dalam berbisnis hanya didasari oleh pertimbangan
materi semata. Asas manfaat menjadi tolak ukur dalam perilaku ekonomi mereka.
Kejujuran, amanah, baik hati dan sebagainya hanya dilakukaan saat terdapat
manfaat materi di dalamnya. Ekonomi kapitalis yang jujur hanya dilatarbelakangi
oleh kepentingan meraup keuntungan materi. Mereka bersikap profesional juga
karena manfaat materi. Mereka tidak melakukan penipuan karena takut
kehilangan pelanggan yang merasa tertipu.
• Kenyataannya moral memang bersifat universal. Pembeli akan merasa kecewa jika
tertipu atau majikan akan merasa sakit hati jika pekerja malas bekerja dan
sebagainya. Secara universal, siapapun tidak akan senang jika diperlakukan secara
a-moral. Namun demikian, etika moral yang universal semacam ini adalah semu
dan sementara. Moral akan dijunjung tinggi saat mendatangkan manfaat dan
keuntungan materi. Sebaliknya, ketika dirasakan tidak perlu lagi, maka moral akan
ditinggalkan. Moral akan berubah menjadi karakter menghalalkan segala cara
(machiavelisme) dalam berperilaku ekonomi.
Konstruksi Bangunan Ekonomi Islam
Garis Besar Risalah Islam
Kedudukan Akhlak Dalam Islam
• Bagaimana sebenarnya kedudukan akhlaq dalam Islam? Islam mengatur dan
menempatkan akhlak sebagai bagian dari hukum syara’ yang mengatur hubungan
manusia dengan dirinya,melalui hukum-hukum syari’at yang berkaitan dengan
sifat-sifat akhlak. Akhlak menjadi aturan tersendiri, seperti halnya ibadah dan
mu’amalat. Dengan demikian, akhlak yang mulia akan senantiasa muncul
menyertai pelaksanaan hukum lainnya. Ketika seorang sholat, sifat khusyu’ akan
menyertainya. Keadilan akan menyertai sifat seorang hakim yang memberi
keputusan dalam peradilan. Demikian pula kejujuran akan menjadi sifat seorang
muslim dalam bermu’amalah.
• Akhlak dalam pandangan Islam bukanlah sekedar sifat baik, buruk atau moral
semata. Maka, tidak selamanya sifat baik menurut pandangan manusia disebut
dengan akhlak mahmudah dan apabila bersifat buruk disebut dengan akhlak
mazmumah. Namun, Islam telah mendudukkan akhlak sebagai realisasi nilai-nilai
tertentu yang diperintahkan oleh Allah SWT seperti jujur, amanah, tidak curang,
ataupun dengki. Jadi akhlak hanya dapat dibentuk dengan satu cara, yaitu
memenuhi perintah Allah SWT untuk merealisir nilai moral, yaitu budi pekerti yang
luhur dan kebajikan. Amanah, misalnya, adalah salah satu sifat akhlak yang
diperintahkan oleh Allah SWT. Maka, wajiblah diperhatikan nilai moral tersebut
tatkala melaksanakan amanat. Inilah yang dinamakan dengan akhlak. Oleh karena
itu, akhlak didefinisikan sebagai sifat-sifat yang diperintahkan oleh Allah kepada
seseorang muslim agar dijadikan sebagai sifat ketika melakukan perbuatan
AKHLAK MULIA DALAM EKONOMI ISLAM
1. Berbaik Hati dalam Bermu’amalah
“Allah menyayangi seseorang yang berbaik hati ketika
berjualan, ketika membeli dan ketika menagih
hutang.” Disebutkan dalam sebuah riwayat lain, “…bila
membayar hutang.” (HR. At-Tirmidzy dan lbnu Majah)
• “Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran,
maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. jika
kDan, menyedekahkan (sebagian atau semua utang)
itu, lebih baik bagimu jikamu mengetahui. ” (QS AI-
Baqarah: 280).
AKHLAK MULIA DALAM EKONOMI ISLAM
2. Kejujuran
Kejujuran adalah buah dari keimanan, sebagai ciri utama orang mukmin, bahkan ciri para
Nabi. Tanpa kejujuran, agama tidak akan tegak dan tidak akan stabil. Sebaliknya, kebohongan
dan kedustaan adalah bagian dari pada sikap orang munafik. Bencana terbesar akan melanda
jika para pelaku ekonomi melakukan dusta. Pedagang berbohong dalam mempromosikan
barang dan menetapkan harga di atas harga yang wajar. Sedangkan pembeli melakukan
kebohongan pada saat menawar harga. Demikian pentingnya faktor kejujuran dalam perilaku
ekonomi hingga Allah menempatkan kejujuran sebagai karakter pedagang yang membawanya
kepada derajat yang sangat tinggi dihadapan AlIah. Kejujuran dalam berbagai segi akan
mendatangkan berkah bagi penjual maupun pembeli.

Hadits Nabi : “Penjual dan pembeli bebas memilih selama belum putus transaksi. Jlka
keduanya bersikap benar dan mau menjelaskan kekurangan barang yang diperdagangkan
maka keduanya mendapatkan berkah dari jual-belinya. Namun, jika keduanya saling
menutupi aib barang dagangan itu dan berbohong, maka jika mereka mendapat laba,
hilanglah berkah jual-beliitu.” (HR Tirmidzi). Dalam hadits lain : “Empat tipe manusia yang
dimurkai Allah: penjual yang suka bersumpah, orang miskin yang congkak, orang tua renta
yang berzina, dan imam yang zalim.” (HR Nasai’i dan Ibnu Hibban dalam shahihnya). Hadits
lain berbunyi, “Sesungguhnyapara pedagang itu adalah pendurhaka.” Mereka berkata,
“Ya,Rasulullah! Bukankah dihalalkan berjual beli?” Nabi menjawab, “Benar,tetapi mereka
terlalu mudah bersumpah sehingga mereka berdosa dan terlalu banyak berbicara sehingga
mereka mudah berbohong.”(HR Ahmad dan Abdurrahman, al-Muntaqa).
AKHLAK MULIA DALAM EKONOMI ISLAM
3. Jujur Dalam Menunjukkan Cacat
Selain benar dan memegang amanat, seorang pedagang harus berlaku jujur, dilandasi
keinginan agar orang lain mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan sebagaimana ia
menginginkannya dengan cara menjelaskan cacat barang dagangan yang dia ketahui
dan yang tidak terlihat oleh pembeli. Hadits Nabi Saw : “Agama itu kesetiaan terhadap
Allah, Rasul, Kitab, pemimpin-pemimpin muslimin, dan rakyat.” (HR Muslim dari Tamim
Addarani).
Diriwayatkan dari Uqbah : “Muslim itu adalah saudara muslim. Tidak boleh bagi
seorang muslim, apabila ia berdagang dengan saudaranya dan menemukan cacat,
kecuall diterangkannya.”(HR Thabrani dan Ahmad).
Abu Siba’ mengisahkan:”Saya membeli unta dari rumah Watsilah ibnul Asqa. Ketika
keluar dari rumahnya, dia mengejar saya dengan menyeret sarungnya dan bertanya,
“Sudah kamu beli?” Jawabku, “Sudah.” Katanya, “Saya akan menerangkan cacat unta
ini.” Kataku, “Apa cacatnya? Bukankah unta ini gemuk dan terlihat sehat?” la bertanya,
“Kamu ingin unta ini untuk dikendarai atau dimakan dagingnya?” Kataku, “Untuk pergi
haji dengan mengendarai unta ini.” Katanya, “Kembalikan saja unta itu.” Si pemilik dan
penjual unta berkata: “Apa yang kamu kehendaki, semoga Allah meluruskan kamu,
apakah kamu ingin menggagalkan penjualan saya?” Watsilah berkata ”Saya
mendengar Rasulullah bersabda, Tidak boleh seseorang menjual sesuatu kecuali ia
menerangkan apa yang ada dalam barang itu dan orang yang mengetahui cacat
barang itu harus memberitahukan hal itu. (HR Muslim dan Tirmidzi dan IbnuHibban dari
Abu Hurairah)
AKHLAK MULIA DALAM EKONOMI ISLAM

4. Menepati Amanat (Tanggung Jawab)


Menepati amanat merupakan akhlaq yang mulia. Allahmenggambarkan orang mukmin yang
beruntung. Allah tidak suka orang-orang yang berkhianat dan tak merestui tipu dayanya.
“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya dan janjinya).” (QS al-
Mukmin : 8). Nabi bersabda, “Tiga golongan yang termasuk munafik meski ia berpuasa,
shalat, dan mengaku muslim yaitu jika berbicara ia berbohong, jika berjanji ia tidak
menepati, dan jika diamanatkan ia berkhianat.”
Maksud amanat adalah mengembalikan hak apa saja kepada pemiliknya, tidak mengambil
sesuatu melebihi haknya dan tidak mengurangi hak orang lain, baik berupa harga atau upah.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya.”‘ (QS an-Nisa’ : 58)
Dalam berdagang, dikenalistilah “menjual dengan amanat” seperti “menjual murabahah”.
Maksudnya, penjual menjelaskan ciri-ciri, kualitas, dan harga barang dagangan kepada
pembeli tanpa melebih-lebihkannya. Amanat bertambah penting pada saat seseorang
membentuk serikat dagang, melakukan bagi hasil (mudharabah), atau wakalah (menitipkan
barang untuk menjalankan proyek yang telah disepakati bersama). Dalam hal ini, pihak yang
lain percaya dan memegang janji demi kemaslahatan bersama. Jika salah satu pihak
menjalankannya hanya demi kemaslahatan pihaknya, maka ia telah berkhianat. “Aku adalah
yang kedua dari dua orang yang berserikat, selama salah satu dari keduanya tidak
mengkhianati temannya. Apabila salah satu dari keduanya berkhianat, Aku keluar dari
mereka.” (Hadits Qudsi). Ditambahkan oleh Razin: ” … dan datanglah setan.”
Akhlak dalam bidang produksi
• Produksi adalah sebagai usaha manusia untuk
memperbaiki kondisi fisik material dan moralitas
sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup
sesuai syariat islam, kebahagian dunia akhirat.
Pandangan islam tentang produksi bertentangan
dengan produksi dalam konvensional yang
mengutamakan self interest. Dalam islam
kegiatan produksi adalah ibadah. Sehingga tujuan
dan prinsipnya harus dalam rangka beribadah.
Produktivitas timbul dari gabungan kerja antara
manusia dan kekayaan bumi.
Urgensi Produksi Dalam Islam
• Produksi merupakan pelaksanaan fungsi manusia sebagai khalifah. “Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: “Sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” mereka berkata: “Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Qs. Al-Baqarah ;30)
• Berproduksi merupakan ibadah “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi
kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari
rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (Qs.
Al Mulk : 15 )
• Produksi sebagai sarana pencapaian akhirat : “Tidakkah kamu perhatikan
Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit
dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin.
dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu
pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan.” (Qs.
Luqman :20 )
Tujuan produksi
menurut Khalifah Umar bin Khattab :
1. Merealisasikan keuntungan seoptimal mungkin
2. Merealisasikan kecukupan individu dan keluarga
3. Tidak mengandalkan orang lain
4. Melindungi harta dan mengembangkannya
5. Mengeksplorasi sumber-sumber ekonomi dan
mempersiapkannya untuk dimanfaatkan
6. Pembebasan dari belenggu ketergantungan
ekonomi
7. Taqarrub kepada Allah SWT.
Prinsip Produksi Dalam Islam
1. Motivasi berdasarkan keimanan.
2. Berproduksi berdasarkan azas manfaat dan
maslahat
3. Mengoptimalkan kemampuan akhlaknya
4. Adanya sikap tawazun
5. Harus optimis
6. Menghindari praktik muslim yang haram.
Bidang-bidang dalam Produksi
1. Perdagangan,
2. Industry, (pengolaan besi baja, perkapalan, pembuatan
barang, dan sebagainya),
3. Pertanian/perkebunan,
4. Pertambangan,
5. Perternakan,
6. Hasil laut dan sebagainya.
Sedangkan prinsip produksinya adalah : seorang muslim
menolak prinsip individualis ( mementingkan diri sendiri),
curang, khianat yang sering dipakai oleh pengusaha yang tidak
memiliki motivasi atau keyakinan positif.
Ada pertanyaan?

Anda mungkin juga menyukai