Anda di halaman 1dari 1

Kamis, 531April

Senin, Oktober
2021 2019 KERJA SAMA KANTOR BAHASA PROVINSI SULAWESI TENGGARA DAN HARIAN RAKYAT SULTRA
Bahasa, Sastra,
Bincang Tokoh 11
dan Budaya 9

PUISI ARTIKEL
- Faustina Hanna -
Sastra dan Keadaan
Kebebasanku

yang Manis
˗˗kepada Yuven Gening
pilihan Seno boleh jadi mengecewakan, “ideologis”? Ya, keadaan mengharuskannya
terlebih jika merujuk kredonya yang Dalam pengantar Dilarang menempuh jalan tersebut meskipun
heroik, “Ketika jurnalisme dibungkam, Menyanyi di Kamar Mandi (jarang- mungkin bukan pilihan lempang yang
Apabila kau telah berhasil menelusuri dan sastra harus bicara.” Harapan ini jarang ia membuat pengantar diniatkan. Kita ingat saat ia menulis
menempuh setidaknya tersirat dari cara kita cerpennya), Seno mengaku proses Saksi Mata sepanjang 1992-1994. Seno
sebuah jalur pendahulu yang paling rahasia, mendudukkan Saksi Mata sebagai karya lahirnya cerpen tersebut sangat adalah wartawan majalah Jakarta-
untuk memasuki diriku. Berteriaklah selantangnya yang sangat politis atau Penembak panjang. Bertahun-tahun judul itu Jakarta yang dalam kerja jurnalistik
di dalam, Misterius (2007) yang dianggap satire menjadi rongga kosong atau semacam harus melaporkan situasi Timor-Timur
sendirian saja. atas kasus Petrus meskipun dalam bingkai yang belum terisi. Sampai yang penuh demonstrasi, perlawanan,
kumpulan tersebut cerita tentang Petrus suatu hari pada senja kala Orde Baru dan kekerasan balasan oleh militer.
Apa dapat terjamah oleh penglihatanmu, ada tiga buah saja. Jumlah itu sangat sedikit yang makin masif, ia menjumpai di Suatu ketika majalah tempatnya
banyak jika dibandingkan Saksi Mata yang koran, foto sutradara Teater Koma, N. bekerja dihentikan terbit oleh
telur api yang masih dierami di sekeliling kolam memuat tiga belas cerpen tematik Riantiarno, terlihat sedih karena pentas perusahaan setelah laporan berseri
yang tidak memendam dasar, tentang militerisme di Timtim. teaternya dilarang. Saat itulah Seno dari Timor-Timur mendapat protes
pun yang tidak mempercayai gerak gelombangnya Melalui akses dan kemampuan berpikir, “Masa pentas saja tak boleh?” dari “pihak tertentu”. Padahal, bahan
sendiri yang belum terberkati Oleh: Seno, hal-hal politis-ideologis, pinjam dan segera klop, “Masa menyanyi saja tentang provinsi ke-27 Indonesia itu
di permukaan. Raudal Tanjung Banua istilah Eka Kurniawan, bukankah tak boleh?” Itulah masa penindasan, sudah banyak terkumpul, baik melalui
seharusnya bisa menjadi “senyap yang untuk urusan sepele dan keseharian wawancara maupun pengamatan. Oleh
Maka, biarkan napasmu berhimpun, Pembaca sastra, tinggal di Yogyakarta. lebih nyaring”? Namun, begitulah, Seno pun kita dilarang, boleh jadi itu terjadi karena itu, tak ada yang lain, keadaan
dan kecamlah kesunyian-kesunyian bertopeng Bukunya yang baru terbit, Cerita-Cerita cenderung memilih “jalan aman”, jika sampai sekarang, bermimpi bertemu memaksanya untuk “membocorkan”
yang Kecil yang Sedih dan Menakjubkan. istilah ini tepat digunakan. Cara aman nabi pun—sebagai contoh—urusan fakta-fakta tersebut melalui fiksi.
hendak berkhianat terhadap induk yang menitip ini bisa dirujuk dari pengakuannya bisa sampai ke kepolisian. Hal ini bukan perintah tugas kantor,
wasiat ketabahan dalam Borobudur Writers and Culture Dalam beberapa waktu, Seno melainkan naluri jitu seorang pengarang
pada gugurnya helai-helai rambut. “Sebenarnya saya tidak pernah Festival (BWCF) tentang cerita silat. pernah terjun ke “politik praktis” cum jurnalis. Ajaibnya, cerpen-cerpen
ingin menulis cerpen-cerpen seperti Ia mengatakan, dalam Nagabumi, dengan merespons secara langsung tentang kekerasan itu bisa aman-lancar
Ingat, dalam Saksi Mata—cerpen-cerpen ia sengaja menciptakan tokoh yang kasus-kasus politik tanah air. Akan dipublikasikan di media besar ibu
jangan membekali diri dengan cermin, itu dilahirkan oleh keadaan. Cerpen- berjarak dengan istana, semacam tetapi, menurut saya, ia hanya berhasil kota: Kompas, Republika, dan Media
kau tiada pernah membutuhkannya di sini, sebab cerpen yang selalu ingin saya tulis punakawan bahkan orang biasa, dalam peristiwa Timor-Timur lewat Indonesia. Kredo “Ketika jurnalisme
tiada suatu pun yang mampu diterangkan adalah seperti yang terkumpul dalam bukan tokoh penting apalagi sentral. Saksi Mata, sedangkan novelnya Jazz, dibungkam sastra harus bicara” muncul
olehnya, mengenai misteri hatiku dan hatimu Negeri Kabut ini.” Dia menggunakan jurus “konon” dan Parfum dan Insiden yang berangkat dari dari keadaan ini meskipun masih bisa

I
yang begitu leluasanya kita ingkari “katanya”, dan itu bisa lebih mudah kasus politik yang sama tidak senyaring dikritisi.
bahkan dustai. meskipun jelas bukan tanpa risiko. kumpulan cerpennya itu. Pada masa Gerakan Reformasi
tulah testimoni Seno Gumira
Ajidarma yang dicantumkan di Bukan Tanpa Ideologi Kemudian, ia memasuki kasus 1998, anak semata wayang Seno, Timur
Baiknya kau tetap berjalan, Sejak reformasi, pers tak lagi Petrus yang heboh dan juga beraroma Angin, dipukuli aparat di bundaran
terus backcover bukunya, Negeri Kabut
(1996). Perihal sikap ini, dengan dibungkam (mungkin ada yang politik (“sebagai shock-therapy,” kata UGM, arena demonstrasi paling
berjalan menyanggah, “siapa bilang?”) Soeharto dalam biografinya), tetapi juga bergairah di Yogya, bahkan mungkin
contoh sedikit berbeda, pernah juga
saya dengar dari seorang kawan yang sehingga cerita-cerita ideologis kurang “bunyi”. Ia merespons DOM di Indonesia. Saat itu Seno berniat
Ya, letak jiwaku di ujung sana, serupa kotak hitam perlawanan seolah ketinggalan zaman. (daerah operasi militer) Aceh semisal
purba yang belum pernah dikunjungi. sempat bertemu Seno di Sanur, Bali. menggugat Panglima ABRI, Wiranto.
Kawan itu memuji Saksi Mata sebagai Orang dianggap jenuh dengan puisi dalam cerpen “Telepon dari Aceh” Entah gugatan itu jadi entah tidak,
Mmm, kuharap diriku tidak akan (sengaja) pamflet atau teater protes. Lalu, Seno yang sama kejamnya dengan Timtim,
menjadikanmu tersesat, hingga tiba saat kau karya yang berhasil jadi saksi mata yang jelas setelah itu lahirlah naskah
militerisme di Timor-Timur. Namun, menggarap karya “sastra murni”, buah toh tetap tertutup bayang-bayang Saksi Mengapa Kau Culik Anak Kami?
sungguh kompilasi “fakta-fiksi” dalam ranah Mata. Barangkali karena jumlahnya
membukanya, Seno berkata bahwa ia lebih menyukai Sebuah keadaan lagi.
“sastra koran”, termasuk kemudian tidak sebanyak “Seri Timor-Timur” Sampai di sini kita paham bahwa
kemudian sentuhlah, karyanya Dilarang Menyanyi di Kamar mendaras cerita silat Nagabumi atau atau penulisannya kurang simultan
Mandi (1999), sebuah kumpulan cerpen cerita pewayangan Kitab Omong sebagaimana Saksi Mata. orang paling “ideologis” sekalipun tak
˗˗Sentuhlah kebebasanku yang manis! yang mengeksplorasi kehidupan urban Kosong. Dari peristiwa gerakan reformasi, akan nyaman menjadi liyan. Apa yang
sehari-hari. Tema ini lebih kurang Sebenarnya, jauh sebelum menulis Seno menulis drama “Mengapa Kau ingin saya ungkap bahwa menjadi
November, 2020 sama dengan Negeri Kabut, berisi dua cerita silat dan pewayangan serta Culik Anak Kami?” (2001) yang pengarang mesti menjadi diri sendiri,
belas cerpen tentang perjalanan, cinta cerpen “politik”, seperti Saksi Mata dilengkapi keterangan: Tiga Drama semua sudah tahu. Namun, yang lebih
dan kesetiaan, yang kadung dianggap atau Jazz, Parfum dan Insiden, Seno Kekerasan Politik. Berita tentang penting, bagaimana seorang pengarang
Surat Hua Mulan* populer dan romantis.
Seno tak basa-basi. Sepanjang yang
lebih dulu bertungkus lumus dengan
cerita-cerita urban metropolitan.
pentas keliling naskah itu oleh aktor-
aktris kenamaan, Niniek L. Kariem dan
masuk dari berbagai jalan kreatifitas
untuk menyampaikan “tendens”
dapat kita ikuti, kecenderungannya Cerpennya, “Pelajaran Mengarang” Landung Simatupang, terdengar lebih (pesan, amanat)—jika tendens dalam
Penyair perempuan kehilangan sastra dianggap (masih) ada, apa pun
Dadanya. Dada yang senantiasa berjuang memanglah mengolah tema urban- yang terpilih sebagai Cerpen Pilihan kencang, alih-alih teksnya. Terakhir,
Di dalam doa. Ketika surat harum itu datang metropolis. Selain dominan, tema Kompas 1993 atau “Manusia Kamar” ia merespons kasus pembunuhan keadaannya.
Menjelma tamu dari satu dunia tersebut terkesan ringan dan bermain- (1988) menunjukkan totalitas itu. Munir dengan menulis cerpen “Aku Begitulah, muncul sebagai Mirah
main. Hal ini bisa ditengarai dari Buku Dilarang Menyanyi di Kamar Pembunuh Munir”, yang tetap saja Sato, sejak awal Seno sudah akrab
Yang teramat jauh: dunia yang kata mereka judul-judul cerpennya yang kemudian Mandi juga terbit pertama kali tahun tak bisa menggeser sosok Seno dari dengan kehidupan pinggir rel dan
Enggan melibatkan diri dengan keceriaan menjadi sangat populer, seperti 1995, berdekatan dengan Saksi Mata “Sepotong Senja” dan sejenisnya. Apa girli (pinggir kali) di Yogyakarta dan
Musim dingin. Penyusun “Sepotong Senja untuk Pacarku”, “Atas (1994). Sekalipun mengangkat cerita boleh buat. bertahun-tahun kemudian lokus itu
Boneka-boneka salju Nama Cinta”, “Matinya Seorang Penari keseharian kaum urban-metropolis, Tak Menolak Keadaan mewarnai karyanya. Bahkan, sampai
Telanjang atau Aku Kesepian Sayang”, terutama melalui sosok Sukab atau Mengapa dalam proses edisi terakhir, cerpennya seperti
“Aku telah menyakitimu dengan rindu ini. Kapan “Datanglah Sebelum Kematian”, Alina yang rada romantik, isinya kepengarangannya Seno mesti kembali menjenguk dunia “girli”
Kau akan kembali mengunjungiku. Di Seruni. termasuk cara memperlakukan tokoh sejatinya tetap mencerminkan melewati semacam “politik praktis”? Yogya dalam kisah kehidupan malam
Ingatlah ini, Sukab dan Alina yang romantik. kehidupan “politik” sekalipun tidak Upaya katarsis? Panggilan moral? di alun-alun atau gerbong kosong
Apa yang lahir dari dada kita, ia akan pergi Bagi sebagian kalangan yang secara langsung menohok aktor utama Untuk menjawabnya, kita bisa kembali kereta api Stasiun Tugu. Siapa dapat
bertualang dan mengharapkan hal-hal ideologis, dari ranah politik. Siapa bilang tidak kepada testimoninya, dipaksa keadaan. menghentikan kecenderungan itu?
Belum pasti akan kembali. Pada dada yang

CERPEN
bersetia menyalakan
Doa untuknya.”
hotel-perbukitan Seruni-Bogor, 2016 Biografi Cinta
Oleh: Dadang Ari Murtono

K
* Hua Mulan: pejuang wanita legendaris yang menjadi
panutan heroik bagi para pahlawan bangsa Han pada epada Jurang Penakas, putra Markasan. perempuan. Dan aku tahu, aku tidak kakak seperguruanku, terjerat tali-tali
zaman-zaman berikutnya. semata wayangnya, Marfuah Jurang Penakas mengenang akan menikah bila tidak dengannya.” baja yang melilit kaki, tangan, dan
bercerita, ayahmu terbang ke Markasan sebagai paman yang baik. “Kalau begitu,” jawab Markasan, tubuhnya. Gongseng Kencana tak lagi
Malam
: puisi
yang Bertuak, 1 langit. Di antara gumpalan
awan, ia bertemu malaikat yang
kebingungan melihatnya. “Apa yang
Empat tahun lalu, ketika serdadu
kolonial Hindia Belanda menangkap
ayahnya, Markasan ada dan
“sebutkan nama perempuan itu. Dan
sebagai kakak, sudah kewajibanku
melamarnya untukmu.”
kuasa membuatnya terbang, gerakan
tangannya yang menusuk-nusukkan
Keris Kalamunyeng juga terbatas
terjadi kepadamu?” tanya malaikat itu. menenangkannya. Subakri ragu. Ia menundukkan ruangnya. Dan aku mendekatinya, aku
Perempuan bertulang kaca−kekasih terlarang dari “Hal buruk terjadi kepadaku,” kata Kepada Branjang Kawat, ayahnya, wajah yang memerah. lepas paksa Rompi Antakusuma dari
penyair itu−pergi mencari-cari lelakinya, sebelum ayahmu. “Seorang lelaki melamar Markasan berjanji, “Jalani hukumanmu “Siapa?” desak Markasan. badannya.
lelakinya benar-benar rela lesap kembali ke palung istriku. Seorang lelaki gila melamar dengan tenang. Anak dan istrimu adalah “Marfuah,” bisik Subakri, seperti Lalu kau tahu apa yang terjadi.
malam yang bertuak. Malam dengan kembar bulan istriku. Istri sahku. Padahal aku masih tanggung jawabku.” berkata kepada dirinya sendiri. “Lalu apa yang terjadi?” Marfuah
jingga yang dapat dilihat utuh dari bumi. Selendang hidup, masih suaminya.” “Kirim anakku ke Perguruan Sapu “Siapa? Aku tidak mendengarnya,” bertanya dingin. Matanya berair.
kelabu yang membayang telah menyesatkan Malaikat itu semakin kebingungan. Jagad, agar ia tumbuh menjadi lelaki Markasan memiringkan kepala. Badannya menggigil gemetar. Tapi ia
permukaan bulan. Sebab ia telah bertahun-tahun “Sayapmu… apa yang terjadi dengan pilih tanding,” kata Branjang Kawat. “Marfuah. Marfuah istri Branjang mencoba tenang.
lamanya menganggap lelakinya adalah puisi, yang sayapmu?” tanyanya lagi. Markasan mengangguk. Kawat,” suara Subakri melengking, Lalu aku membunuhnya.
kala itu berkapar diselamatkannya dari sekelumit “Aku tidak punya sayap,” jawab Sepekan sebelumnya, ayahnya sedikit parau. Ia bahkan terkejut ketika Sekaratnya berlangsung singkat.
aksara yang terlampau rumit. Yang celakanya, ayahmu. masih bernama Raden Mas Sutejo. menyadarinya. Kau tak perlu khawatir. Dan dalam
aksara yang gemar menyaru sebagai peri bermata “Kau bukan malaikat? Kau juga Darah bangsawan Madura mengalir Markasan mengira kupingnya sekaratnya, ia berpesan supaya aku
bulat jernih itu diyakini teguh oleh si lelaki sebagai pasti bukan burung. Apa kau semacam deras di nadi ayahnya. Ayahnya juga kopokan. Ia mengili-ngili liang kuping memberikan tiga pusakanya untuk
gumpalan awan?” diberkahi aneka kesaktian, memiliki tiga kanannya dengan jari telunjuk. “Coba Jurang Penakas. Aku menyanggupinya.
pijar kekasih yang abadi. Yang dahulu sekali setia Namun, seperti yang kau tahu, akan
menyusun tangga cahaya tak lazim, pada khusyuk “Bukan, aku bukan semuanya.” pusaka, dan semuanya itu didapat dari katakan lagi. Kukira aku salah dengar,” tak bijak untukku menyerahkannya
ibadah-ibadah malamnya. “Makhluk apa kau ini?” Perguruan Sapu Jagad. Di perguruan itu katanya. langsung ke Jurang Penakas. Aku tidak
“Aku manusia. Manusia yang pula, Raden Mas Sutejo, ayahnya itu, Subakri menelan ludah dengan satu bisa menghadapinya. Lebih mudah
2013 marah,” terang ayahmu. Malaikat itu bertemu Markasan untuk pertama kali, tegukan besar. “Kau tidak salah dengar. bagiku menyerahkannya kepadamu
masih mengepak-ngepakkan sayapnya lantas menjalin ikatan yang lebih dari Aku jatuh cinta kepada Marfuah. dan kau yang menyerahkan wasiat
yang besar dan lebar dan putih, sekadar saudara seperguruan. Marfuah istri Branjang Kawat. Dan aku almarhum suamimu ke anakmu di
F a u s t i n a menghalangi jalur terbang ayahmu. Sebelum Raden Mas Sutejo hanya akan menikah dengannya, bukan Perguruan Sapu Jagad.
Hanna, lahir di “Minggirlah,” perintah ayahmu. memasuki gelanggang sabung oktagon dengan perempuan lain,” suara Subakri Dan jangan lupa, sebentar lagi kau
Jakarta, 5 April Malaikat itu masih mengambang di berpagar bambu untuk membunuh lebih tenang, lebih jelas, lebih pelan. akan menikah dengan adikku, Subakri.
tempatnya semula, masih dengan enam serdadu berkulit pucat dari “Kau gila!” Kepada Jurang Penakas di
1987. Penikmat sayap besar dan lebar dan putih yang Eropa, Markasan memperingatkannya, “Setiap orang yang jatuh cinta
seni dan budaya. Perguruan Sapu Jagad, Marfuah
mengepak-ngepak. Ayahmu lalu “Sabarkan dirimu. Jangan mencari memang jadi gila.” mengulurkan bungkusan berisi tiga
Sehari-hari menabraknya. Malaikat itu oleng. Dan gara-gara dengan orang-orang seperti “Bagaimana bisa kau jatuh cinta pusaka peninggalan Branjang Kawat
bekerja sebagai ayahmu tidak peduli. Ia terus melesat. mereka.” dengan Marfuah?” dan bertanya: apa yang akan kau
k a r y a w a n Sumatera itu luas. Dan Sawahlunto Namun, kuping Raden Mas Sutejo “Aku tidak tahu.” lakukan, Nak?
perusahaan ada di Sumatera. Ada laut yang terlalu tipis dan kini sudah berwarna “Sebut nama perempuan lain. Siapa “Ibu tahu apa yang akan aku
swasta di Jakarta, memisahkan Sumatera dan Jawa. merah. Sesumbar para serdadu yang pun, asal bukan Marfuah.” lakukan,” jawab si anak. Lantas
aktif menulis Dan Pekalongan ada di Jawa. Namun, mengatakan tak ada pribumi yang “Hanya Marfuah.” dikenakannya Rompi Antakusuma,
puisi, freelance ayahmu hanya butuh beberapa jenak cukup kuat untuk mengalahkan mereka “Katakan bahwa itu Marfuah yang diselipkannya Keris Kalamunyeng
graphic design, untuk melintasinya. Hari belum pagi telah membuat Raden Mas Sutejo lain, bukan Marfuah istri Branjang di pinggang, ia pasang Gongseng
dan menekuni ketika aku mendengar suara berdebum marah. Raden Mas Sutejo masuk ke Kawat.” Kencana di pergelangan kaki. Lantas
di halaman. Aku bangun dari tidur yang gelanggang. Alih-alih menantang para “Marfuah, Marfuah istri Branjang sebuah kuasa merasukinya. Ia menari.
dunia kuliner tidak nyenyak. Lalu, pintu diketuk serdadu itu satu per satu, Raden Mas Kawat.” Menari. Menari. Kemudian tubuhnya
nusantara. Sajak- kasar. Aku membuka pintu. Aku Sutejo meminta mereka menghadapinya “Aku tidak bisa menuruti melesat ke langit tinggi.
sajaknya terbit menemukan ayahmu. Wajahnya bengis. bersamaan. kemauanmu.” Marfuah mendongak, melihat
di Republika, Kumis tebalnya bergetar. Tubuhnya “Kalian juga boleh menggunakan “Tapi kau kakakku, satu-satunya Jurang Penakas menjelma sebuah titik
Media Indonesia, menggigil. Namun, aku tahu ia tidak senapan,” kata Raden Mas Sutejo. anggota keluargaku.” di ketinggian, lantas lenyap di balik
Jurnal Nasional, kedinginan. Rompi Antakusuma, rompi pusaka “Branjang Kawat juga kakakku.” awan.
Pikiran Rakyat, Minggu Pagi, Banjarmasin “Akan kubunuh bajingan itu!” desis yang sama seperti yang dimiliki oleh “Dia kakak seperguruanmu. Aku
Post, Rakyat Sultra, Lombok Post, Bali Post, ayahmu. Ia bahkan tidak memelukku. Gatotkaca, melindungi dada Raden Mas adik kandungmu.” Dadang Ari
Tribun Bali, Pos Kupang, Radar Cirebon, Radar Aku menenangkannya. Kubawa ia Sutejo dari guyuran peluru, juga dari Keesokan malamnya, selepas Murtono,
Lampung, Radar Mojokerto. Beberapa sajaknya masuk, kusuruh ia duduk, kuhidangkan hunjaman sangkur. Keris Kalamunyeng, magrib, Markasan datang dengan dada lahir di
segelas besar air putih yang langsung keris yang konon tercipta dari kelamin sesak ke rumah Marfuah. Tangannya Mojokerto,
terhimpun dalam antologi bersama Kutukan Jawa Timur.
ditandaskannya. seorang sunan, kemudian mengirim bergetar ketika mengetuk pintu. Pipinya
Negeri Rantau (2011), Jembatan Sajadah, Kabar “Katakan,” ujar ayahmu kemudian, para serdadu itu ke alam baka. panas dan wajahnya berkilat berkat Ia sudah
dari Negeri Seberang (2012), Kursi Tanpa Takhta “katakan aku cuma bermimpi dan Semenjak peristiwa itu, orang-orang minyak sewaktu Marfuah muncul menerbitkan
(2012), Berbagi Kasih (2012), Antologi Bersama Markasan tidak pernah datang melupakan nama Raden Mas Sutejo, dari balik pintu. Lidahnya semrawut buku, di
Lomba Cipta Puisi Nasional Komunitas Kopi melamarmu,” tambahnya. menggantinya menjadi Branjang ketika membuka percakapan. Dan ia antaranya
Andalas (2012), Nostalgia Filantropi Tiada “Aku tidak tahu bagaimana Kawat, sesuai nama palagan oktagon tidak kuasa melihat wajah Marfuah L u d r u k
Terbalaskan (2020). mimpimu. Tapi Markasan memang berpagar bambu tempat Raden Mas memerah, lantas berteriak mengatainya K e d u a
datang dan melamarku untuk adiknya, Sutejo bersabung nyawa dengan enam sinting, kemudian menangis. ( 2 0 1 6 ) ,
Subakri. Itu terjadi kemarin malam. Ia serdadu kolonial Belanda. “Maafkan aku. Tapi kau harus Samaran (2018), Jalan Lain ke
Redaksi menerima naskah esai, cerpen, dan datang selepas magrib, dan setelah itu “Orang-orang Belanda itu tidak menikah dengan adikku, apapun yang Majapahit (2019), dan Cara Kerja
puisi yang belum pernah dipublikasikan. Naskah aku menangis. Aku terus menangis dan akan tinggal diam. Mereka akan terjadi,” kata Markasan sebelum pergi. Ingatan (2020). Buku Jalan Lain ke
dikirimkan ke bastra.kbsultra@gmail.com. berharap kau tahu apa yang terjadi,” mengejarmu. Mereka mungkin juga Kepada Marfuah, Markasan Majapahit meraih Anugerah Sutasoma
kataku. akan mengejar keluargamu,” kata berkisah: bukan karena aku lebih dari Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur
serta Penghargaan Sastra Utama dari
Tim Redaksi Ayahmu bangkit dari tempat Markasan. kuat dari suamimu sehingga aku bisa Badan Pengembangan dan Pembinaan
Penanggung Jawab : Kepala Kantor Bahasa duduk. Tangannya terkepal. “Aku “Aku akan menyerahkan diri. mengalahkannya. Namun, seperti Bahasa Jakarta sebagai buku puisi
akan membunuh bajingan itu,” Semata agar mereka tak menyakiti yang kau tahu, ia berangasan dan terbaik Indonesia tahun 2019. Buku
Provinsi Sulawesi Tenggara geramnya. Lalu ia pergi. Aku berusaha keluargaku,” jawab Raden Mas Sutejo. gampang marah. Ia menyerang tanpa
(Dr. Herawati, S.S., M.A.) terbarunya, Cara Kerja Ingatan,
mencegahnya, tetapi tidak bisa. Pengadilan kolonial kemudian perhitungan. Aku tahu itu. Maka aku merupakan naskah unggulan sayembara
Pimpinan Redaksi : Cahyo W. P. Antomo Ayahmu punya Gongseng Kencono, menjatuhkan hukuman buang ke menyiapkan jebakan karena aku tahu ia novel yang diadakan Basabasi tahun
Redaktur Esai : Rahmawati pusaka gelang kaki berlonceng yang Sawahlunto untuk Raden Mas Sutejo, akan datang. Ia bisa dengan gampang 2019. Ia juga mendapat Anugerah
Redaktur Puisi : Syaifuddin membuatnya bisa terbang dan bergerak jauh di seberang pulau, di Sumatera mengalahkanku, atau membunuhku. Sabda Budaya dari Universitas
secepat kilat. Dengan Gongseng itu pula yang panjang. Kau tahu itu. Tapi aku menjebaknya. Brawijaya tahun 2019. Saat ini tinggal
Redaktur Cerpen : Zakiyah M. Husba ia terbang tanpa sayap dari Sawahlunto Kepada Markasan, Subakri Ia menyerangku. Dan Subakri, adikku,
Penyunting : Sukmawati, Firman A. D.
di Yogyakarta dan bekerja penuh waktu
ke Pekalongan. Dan dengan Gongseng mencurahkan isi hatinya. calon suamimu, menarik tuas jebakan. sebagai penulis serta terlibat dalam
Sekretaris Redaksi : Rahim Jamal itu pula ia pergi hendak melabrak “Aku jatuh cinta kepada seorang Suamimu, almarhum suamimu, Kelompok Suka Jalan.

Anda mungkin juga menyukai