Anda di halaman 1dari 1

Mimpi Yang Benar

Mimpi kadang-kadang mengubah jalannya sejarah. Dalam Hikayat Pasai ada diceritakan raja
Meurah Silu masuk islam setelah mimpi bertemu Nabi Muhammad Saw dan membaca syahadat
langsung dalam bimbingan Nabi. Ia kemudian mengganti nama menjadi Sultan Malikul Saleh. Apabila
kisah hikayat tersebut dipahami dalam kaidah berpikir tradisional orang Melayu (dan beragama
Islam), maka kita cenderung akan percaya memang demikian adanya. Sebab dalam alam pikiran
tradisional Melayu, mimpi adalah suatu visi yang bisa datang pada orang-orang tertentu. Apalagi
mimpi bertemu Nabi Muhammad Saw, merupakan mimpi yang benar. Karena Nabi Muhammad
tidak diserupai oleh setan sekalipun.
Namun akan beda halnya, bila kisah tersebut ditelaah dengan logika modern atau penafsiran
modern. Itu bisa jadi akan dilihat dalam kacamata politik, sejarah maupun simbolik. Dari kacamata
sejarah, mungkin bagian mimpi Meurah Silu itu bisa dipandang sebagai suatu isyarat bahwasanya
Islam yang datang ke Aceh, merupakan Islam yang murni, yang langsung dipelajari dari sumber
utamanya. Jadi bertolak belakang dengan pendapat kalangan orientalis barat yang mengatakan
bahwa Islam yang datang ke Sumatra adalah bagian dari konflik besar umat Islam di Timur Tengah
abad 13. Mengapa perbedaan ini kita tekankan? Jawabnya adalah karena pengetahuan alam pikiran
orang Melayu zaman dulu dengan orang zaman sekarang mengenai mimpi, sangat berbeda. Mimpi
bagi orang zaman dulu adalah suatu wadah penerangan ilmu dari wilayah gaib. Sementara dalam
pikiran modern, mimpi itu terbatas pada kegiatan alam bawah sadar yang penjelasannya
dirasionalisasi sesuai paradigma orang modern.
Tidak hanya di negeri Melayu, mimpi menjadi pertanda sejarah. Di Sulawesi, diceritakan
Maggalatung La Tenri Patoda, seorang tokoh legendaris dalam lontara’ Bugis juga meramal akan
datangnya agama Islam ke tanah Sulawesi dan penduduk akan menjadikan itu agama mereka.
Ramalannya ternyata juga benar. Abad 16, agama Islam sudah menjadi agama resmi di bumi
Celebes. Banyak lagi kejadian-kejadian yang kehadirannya terlebih dulu dikabarkan dalam mimpi
seorang keramat atau seorang wali.
Barangkali karena hal-hal tersebutlah, dalam alam pikiran Melayu dan Jawa, sejak dulu buku-
buku mimpi selalu laris. Banyak penulis tampaknya telah mengambil keuntungan pada kesukaan
masyarakat pada tafsir mimpi. Walaupun kebanyakan kitab itu tidak mempunyai dasar ilmu mimpi
yang kuat, orang tetap menggunakannya. Keadaan ini berlangsung terus sampai era kupon angka
berhadiah. Tidak sedikit pula, orang telah tersesat dan menghabiskan waktunya untuk mencari-cari
angka dalam mimpi, mencari makna mimpi, dan berpikir semua mimpi itu bermakna. Padahal tidak
semua mimpi bermakna. Ada juga mimpi yang sekadar bunga tidur.
Dalam literatur Islam, mimpi itu dikaji berdasarkan sumbernya. Secara garis besar ada tiga
jenis mimpi (hadis shahih Bukhari). Pertama, disebut bushra. Artinya kabar gembira, yang terwujud
sebagai rukyah sadikah dan rukyah salihah. Yakni mimpi yang baik dan diridhai. Dua hal ini, yakni
rukyah sadikah dan rukyah salihah merupakan wadah penyingkapan ilmu pengetahuan. Mimpi jenis
ini datang kepada para Nabi, para auliya, orang-orang saleh dan orang-orang yang khusyuk dalam
mendalami ilmu pengetahuan. Karena bersifat rukyah, ia haruslah mencerahkan hati dan pikiran dan
tidak mungkin mendustai orang yang mengalaminya. Mimpi jenis inilah yang bisa mengubah
sejarah.
Jenis mimpi kedua, adalah mimpi yang datang dari setan. Ini sifatnya menipu dan
mencelakakan. Seseorang dianjurkan untuk jangan menceritakan mimpi buruk yang datang dari
setan kepada orang lain, agar orang lain tidak ikut susah karena mimpinya itu. Mimpi jenis ketiga,
adalah mimpi yang datang dari al nafs atau jiwa orang yang sedang mengalami mimpi itu. Sebagai
pembayangan dari kegiatan kejiwaannya. Mimpi jenis inilah yang umumnya dialami kebanyakan
orang. Kadang-kadang disebut bunga tidur dan tak perlu ditakwilkan. Dengan kata lain, mimpi jenis
ini tidak menyingkapkan apa-apa tentang sesuatu, kecuali perihal keadaan diri orang yang bermimpi
itu. Melupakannya mungkin lebih baik, ketimbang terbawa oleh mimpinya.

Anda mungkin juga menyukai