Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

KERAJAAN ISLAM DI SUMATERA

Disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah

Sejarah Peradaban Islam

Dosen pengampu

Dr. Adin Fadilah, M.E. Sy

Disusun oleh:

Maulana Labib Muzaki (21403150)


Ahmad Pandu Mukti Wibowo (21403151)
Achmad Digo Dwi Kurniawan (21403152)

INSITUT AGAMA ISLAM KEDIRI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

PRODI MANAJEMEN BISNIS SYARI’AH

i
2021

ii
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT. yang mana telah memberi kesehatan tan keselamatan
kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul
“Kerajaan Islam Di Sumatera”. Yang mana makalah ini membahas tentang Kerajaan
Kerajaan yang ada di Sumatera.

Selain itu tugas makalah ini kami susunan untuk memenuhi tugas mata kuliah yang di
berikan oleh dosen pengampu mata kuliah sejarah peradaban islam pada semester 1 program
studi Manajemen Bisnis Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam
Negeri Kediri.

Kami menyadari bahwa banyak sekali kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Oleh
karena itu kami harap pembaca dapat memberikan kritik dan saran agar kami dapat
memperbaiki dalam penyusunan makalah yang lebih baik lagi untuk selanjutnya. Kami juga
mengucapkanTerima kasih sebanyak-banyaknya kepada pihak yang terlibat dalam
penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Amin.

Kediri, 15 November 2021

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................2
C. Tujuan Makalah.........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
1. Kerajaan Islam Samudera Pasai.................................................................................................3
2. Kerajaan Islam Aceh Darussalam..............................................................................................5
3. Kerajaan Islam Palembang........................................................................................................8
4. Kerajaan Islam Jambi...............................................................................................................14
5. Kerajaan Islam Siak Sri Indrapura...........................................................................................17
BAB III PENUTUP.............................................................................................................................23
A. KESIMPULAN.......................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................24

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kerajaan Islam di Indonesia diperkirakan kejayaannya berlangsung antara abad ke-13


sampai dengan abad ke-16. Timbulnya kerajaan-kerajaan tersebut didorong oleh
maraknya lalu lintas perdagangan laut dengan pedagang-pedagang Islam dari Arab, India,
Persia, Tiongkok, dll. Kerajaan tersebut dapat dibagi menjadi berdasarkan wilayah pusat
pemerintahannya, yaitu di Sumatra, Jawa, Maluku, dan Sulawesi.

Masuknya agama Islam ke nusantara (Indonesia) pada abad 6 akhir dibawa oleh
Syekh Abdul Kadir Jailani periode I atau fase pertama, telah membawa banyak perubahan
dan perkembangan pada masyarakat, budaya, dan pemerintahan. Perubahan dan
perkembangan tersebut terlihat jelas dengan berdirinya kerajaan-kerajaan yang bercorak
Islam.

Sejak awal kedatangan Islam, Pulau Sumatra termasuk daerah pertama dan terpenting
dalam pengembangan agama Islam di Indonesia. Dikatakan demikian mengingat letak
Sumatra yang strategis dan berhadapan langsung dengan jalur peradangan dunia, yakni
Selat Malaka. Berdasarkan catatan Tomé Pires dalam Suma Oriental (1512-1515)
dikatakan bahwa di Sumatra, terutama di sepanjang pesisir Selat Malaka dan pesisir barat
Sumatra terdapat banyak kerajaan Islam, baik yang besar maupun yang kecil.

Di antara kerajaan-kerajaan tersebut antara lain Aceh, Biar dan Lambri, Pedir, Pirada,
Pase, Aru, Arcat, Rupat, Siak, Kampar, Tongkal, Indragiri, Jambi, Palembang, Andalas,
Pariaman, Minangkabau, Tiku, Panchur, dan Barus. Menurut Tomé Pires, kerajaan-
kerajaan tersebut ada yang sedang mengalami pertumbuhan, ada pula yang sedang
mengalami perkembangan, dan ada pula yang sedang mengalami keruntuhannya.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah berdirinya kerajaan Islam di pulau Sumatera?

2. Apa saja kerajaan Islam di pulau Sumatera?

3. Bagaimana perkembangan kerajaan Islam di pulau Sumatera?

C. Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya kerajaan Islam di pulau Sumatera

2. Untuk mengetahui kerajaan islam di pulau Sumatera

3. Untuk mengetahui perkembangan kerajaan Islam di pulau Sumatera

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Kerajaan Islam Samudera Pasai

Kerajaan Islam Samudra Pasai adalah kerajaan kembar yang terletak di pesisir Timur
Laut Aceh. Kerajaan Samudra Pasai didirikan pada awal atau pertengahan abad ke-13 M
oleh Sultan Al-Malik Al-Shalih (1261-1297 M). Kemunculan kerajaan Samudra Pasai
adalah hasil dari proses Islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi
pedagang-pedagang muslim sejak abad ke-7, ke-8 M, dan seterusnya.39 Bukti berdirinya
kerajaan Samudra Pasai pada abad ke-13 M didukung adanya nisan kuburan terbuat dari
granit asal Samudra Pasai. Dari nisan tersebut dapat diketahui bahwa raja pertama
kerajaan itu meninggal pada bulan Ramadhan tahun 696 H, yang diperkirakan bertepatan
dengan tahun 1297 M.

Pendiri kerajaan Samudra Pasai ialah Sultan Al-Malik Al-Shalih, yang sekaligus
sebagai raja pertama. Hal ini dapat diketahui melalui tradisi Hikayat Raja-Raja Pasai,
Hikayat Melayu, dan juga hasil penelitian atas beberapa sumber yang dilakukan sarjana-
sarjana Barat, khususnya para sarjana Belanda,seperti Snouck Hurgronje, J.P Moquette,
J.L. Moens, J. Hushoff, G.P Rouffaer, H.K.J Cowan, dan lain-lain.Selain itu,bukti-bukti
arkeologis keberadaan kerajaan ini adalah ditemukannya makam raja-raja Pasai di
Kampung Geudong, Aceh Utara. Makam ini terletak di reruntuhan bangunan pusat
kerajaan Samudra Pasai di desa Beuringin, kecamatan Samudra sekitar 17 km sebelah
timur Lhokseumawe.

Dalam Hikayat Raja-Raja Pasai,disebutkan gelar Al-Malik Al-Shalih sebelum


menjadi raja ialah Meurah Selu yang masih keturunan dari Raja Perlak. la masuk Islam
berkat pertemuannya dengan Syekh Ismail, seorang utusan Syarif Mekah, yang kemudian
memberinya gelar Sultan Al-Malik Al Shalih. Meurah Selu adalah putra Meurah Gajah.
Nama Meurah merupakan gelar bangsawan yang lazim di Sumatra Utara. Selu
kemungkinaan berasal dari kata Sungkala yang aslinya berasal dari Sanskrit Chula.
Kepemimpinannya yang menonjol menempatkan dirinya sebagai raja.

3
Dari hikayat tersebut dapat diketahui bahwa tempat pertama sebagai pusat kerajaan
Samudra Pasai adalah Muara Sungai Peusangan, sebuah sungai yang cukup panjang dan
lebar di sepanjang jalur pantai. Ada dua kota yang terletak berseberangan di Muara
Sungai Peusangan itu, Pasai dan Samudra. Kota Samudra terletak agak lebih ke
pedalaman, sedangkan kota Pasai ter letak lebih ke muara.

Dari segi politik, munculnya kerajaan Samudra Pasai pada abad ke-13 M sejalan
dengan suramnya peran maritim kerajaan Sriwijaya, yang sebelumnya. memegang
peranan penting di kawasan Sumatra dan sekelilingnya. Dalam ke hidupan
perekonomiannya, kerajaan maritim ini tidak mempunyai basis agraris. Rasis
perekonomiannya adalah perdagangan dan pelayaran. Pengawasan terhadap perdagangan
dan pelayaran itu merupakan sendi-sendi kekuasaan yang memungkinkan kerajaan
memperoleh penghasilan dan pajak yang besar. Adapun raja-raja yang pernah
memerintah di kerajaan Samudra Pasai sebagai berikut:

a. Sultan Malik Al-Zhahir (1297-1326 M).

b. Sultan Mahmud Malik Al-Zhahir (1326-1345 M).

c. Sultan Manshur Malik Al-Zhahir (1345-1346 M).

d. Sultan Ahmad Malik Al-Zhahir (1346-1383 M).

e. Sultan Zainal Abidin Malik Al-Zhahir (1383-1405 M).

f. Sultan Nahrasiyah (1405 M).

g. Sultan Abu Zaid Malik Al-Zhahir (1455 M).

h. Sultan Mahmud Malik Al-Zhahir (1455-1477 M).

i. Sultan Zainal Abidin (1477-1500 M).

j. Sultan Abdullah Malik Al-Zhahir (1500-1513 M).

k. Sultan Zainal Abidin (1513-1524 M).

4
Kerajaan Samudra Pasai berlangsung sampai tahun 1524 M.Pada tahun 1521
M,kerajaan ini ditaklukkan oleh Portugis yang mendudukinya selama tiga tahun,
kemudian tahun 1524 M dianeksasi oleh raja Aceh, yaitu Al Mughayat Syah. Selanjutnya,
kerajaan Samudra Pasai berada di bawah penganuh kesultanan Aceh yang berpusat di
Banda Aceh Darussalam.

Pada masa jayanya, Samudra Pasai merupakan pusat perniagaan penting di kawasan
itu, dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai negeri. Sebagai bandar perdagangan yang
besar Samudra Pasai mengeluarkan mata uang emas yang disebut dirham. Uang ini
digunakan secara resmi di kerajaan ini. Ekonomi perdagangan yang menjadi basis
hubungan antara Malaka, Cina, dan India saat itu telah menjadikan kerajaan Samudra
Pasai menjadi sebuah kerajaan yang terkenal dan berpengaruh di Asia Tenggara terutama
pada abad ke-14 dan ke-15 M. Dengan kondisi ini pula kerajaan Samudra Pasai bisa
mengembangkan ajaran agama Islam ke wilayah-wilayah lainnya di Indonesia. Pada abad
ke-14 M, kerajaan ini pun menjadi pusat studi agama Islam.

Sebagai kerajaan besar pada saat itu, kerajaan Samudra Pasai banyak memunculkan
suatu tradisi kaligrafi dan karya tulis yang baik. Sekelompok minoritas kreatif berhasil
memanfaatkan huruf Arab yang dibawa Islam untuk menulis karya mereka dalam bahasa
Melayu. Inilah yang kemudian disebut Arab Jawi. Di antara karya tulis tersebut adalah
Hikayat Raja Pasai (HRP). Hikayat Raja Pasai ini menandai dimulainya perkembangan
sastra Melayu klasik di bumi Indonesia. Bahasa Melayu tersebut kemudian juga
digunakan oleh Syekh Abdul Rauf Al-Singkili untuk menulis karya-karyanya. Sejalan
dengan itu juga berkembang ilmu tasawuf. Diantara buku tasawuf yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Melayu adalah Durru Al-Manzun, karya Maulana Abu Ishak oleh
Makhdum Patakan.

2. Kerajaan Islam Aceh Darussalam

5
Kesultanan Aceh Darussalam memulai pemerintahannya ketika kerajaan Samudra
Pasai sedang berada di ambang keruntuhan. Samudra Pasai diserang oleh kerajaan
Majapahit hingga mengalami kemunduran pada sekitar abad ke-14, tepatnya pada 1360.
Pada masa akhir riwayat kerajaan Islam pertama di Indonesia itulah benih-benih
kesultanan Aceh Darussalam mulai lahir. Kesultanan Aceh Darussalam dibangun di atas
puing-puing kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha yang pernah ada sebelumnya; seperti
kerajaan Indra Purba, kerajaan Indra Purwa, kerajaan Indra Patra, dan kerajaan Indrapura
(Indrapuri).

Dari penemuan yang dilacak berdasarkan penelitian batu-batu nisan yang berhasil
ditemukan, yaitu dari batu nisan Sultan Firman Syah, salah seorang sultan yang pernah
memerintah kesultanan Aceh, didapat keterangan bahwa kesultanan Aceh beribukota di
Kutaraja (Banda Aceh). Pendiri sekaligus penguasa pertama kesultanan Aceh adalah
Sultan Ali Mughayat Syah yang di nobatkan pada Ahad, 1 Jumadil Awal 913 H atau
tanggal 8 September 1507 M."

Keberadaan kesultanan Aceh Darussalam semakin terkuak dengan di temukannya


batu nisan yang ternyata adalah makam Sultan Ali Mughayat Syah. Di batu nisan pendiri
kesultanan Aceh Darussalam yang berada di Kandang XII Banda Aceh ini, disebutkan
bahwa Sultan Ali Mughayat Syah meninggal dunia pada 12 Dzulhijah tahun 936 H atau
pada 7 Agustus 1530 M. Selain itu, ditemukan juga batu nisan lain di Mahkota Alam,
yang merupakan makam ayah Sultan Ali Mughayat Syah, yaitu Syamsu Syah, yang
menyebutkan bahwa Syamsu Syah wafat pada 14 Muharram 737 H. Sebuah batu nisan
lagi yang ditemukan di Mahkota Alam adalah makam Raja Ibrahim yang kemudian
diketahui bahwa ia adalah adik dari Sultan Ali Mughayat Syah.

6
Sekitar pada tahun 1508, atau kurang dari setahun setelah Sultan Ali Mughayat Syah
memproklamasikan berdirinya kesultanan Aceh Darussalam, armada Portugis pertama
yang dipimpin Diego Lopez de Sequeira tiba di perairan Selat Malaka. Armada de
Sequeira ini terdiri atas empat buah kapal dengan perlengkapan perang. Akan tetapi,
kedatangan rombongan calon penjajah asal Portugis yang pertama ini tidak membuahkan
hasil yang gemilang dan terpaksa mundur akibat perlawanan dari laskar tentara kerajaan
Malaka. Kedatangan armada Portugis yang selanjutnya pun belum menunjukkan
peningkatan yang menggembirakan. Pada Mei 1521, penguasa kesultanan Aceh
Darussalam yang pertama, Sultan Ali Mughayat Syah, memimpin perlawanan dan
berhasil mengalahkan armada Portugis yang dipimpin Jorge de Britto yang tewas dalam
pertempuran di perairan Aceh itu. Dalam menghadapi kesultanan Aceh Darussalam dan
keberanian Sultan Ali Mughayat Syah, Portugis membujuk kerajaan Pedir dan Samudra
Pasai untuk mendukungnya.

Setelah mengalami kekalahan dari kesultanan Aceh Darussalam, armada Portugis


kemudian melarikan diri ke kerajaan Pedir. Akan tetapi, pasukan Aceh Darussalam tetap
mengejar dan sukses menguasai wilayah kerajaan Pedir. Pihak Portugis bersama Sultan
Ahmad, raja kerajaan Pedir, melarikan diri lagi dan mencari perlindungan ke Samudra
Pasai. Pasukan Sultan Ali Mughayat Syah meneruskan pengejarannya dan berhasil
mematahkan perlawanan Pasai pada 1524. Sejumlah besar rampasan yang berupa alat-alat
perang, termasuk meriam, digunakan tentara Aceh Darussalam untuk mengusir Portugis
dari bumi Aceh.

Kekalahan Portugis tersebut sangat memalukan karena pasukan Aceh Darussalam


mendapat barang-barang rampasan dari alat-alat perang milik Portugis yang lebih
memperkuat Aceh Darussalam. Sultan Ali Mughayat Syah memang dikenal sebagai
sosok pemimpin yang pemberani dan penakluk yang handal. Selain itu, berhasil mengusir
Portugis serta menundukkan kerajaan Pedir dan Samudra Pasai, kesultanan Aceh
Darussalam di bawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah, juga meraih kegemilangan
dalam menaklukkan beberapa kerajaan lainnya di Sumatra, seperti kerajaan Haru,
kesultanan Deli, dan kerajaan Daya.

7
Sultan Ali Mughayat Syah memerintah kesultanan Aceh Darussalam hanya selama 10
tahun. Menurut prasasti yang ditemukan dari batu nisan Sultan Ali Mughayat Syah,
pemimpin pertama Aceh Darussalam ini meninggal dunia pada 12 Dzulhijah tahun 936 H
atau bertepatan dengan tanggal 7 Agustus 1530 M. Kendati masa pemerintahan Sultan
Mughayat Syah relatif singkat, namun ia berhasil membangun kerajaan Aceh yang besar
dan kokoh. Sultan Ali Mughayat Syah juga meletakkan dasar-dasar politik luar negeri
kesultanan Aceh Darussalam, antara lain:

a. mencukupi kebutuhan sendiri sehingga tidak pada pihak lain

b. menjalin persahabatan yang lebih erat dengan kerajaan-kerajaan Islam lain di


Indonesia

c. bersikap waspada terhadap kolonialisme Barat,

d. menerima bantuan tenaga ahli dari pihak luar,

e. menjalankan dakwah Islam ke seluruh kawasan Indonesia.1

3. Kerajaan Islam Palembang

1
Prof.Dr.H.J. Suyuthi Pulungan, M.A., “Sejarah Peradaban Islam Di Indonesia”, Jakarta: AMZAH. 2019,
hlm:53-62.

8
Sejak kejatuhan Sriwijaya sekitar tahun 1178 M, kemudian Palembang menjadi
wilayah kekuasaan Majapahit dan adipati Majapahit yang berkuasa di Palembang saat itu
adalah Ario Damar yang dikenal masyarakat Palembang dengan nama Ario Dillah. Ia
adalah putra raja Majapahit Prabu Brawijaya Sri Kertawijaya. Selanjutnya, Husni Rahim
mengatakan nama Ario Damar dari Palembang atau Tulembang dalam cerita tutur Jawa-
Bali mempunyai peranan penting. Konon, Ario Damar adalah saudara sepupu raja
Majapahit dan kawan seperjuangan Patih Gajah Mada. Mereka bersama-sama telah
menaklukkan seluruh Bali. Dalam cerita tutur Jawa, Ario Damar adalah putra raja
Majapahit. et Ini berarti ada kesamaan antara cerita Palembang dan Jawa tentang asal-
usul Ario Damar.Sementara itu, menurut kronik Cina dari Kuil Sam Po Kong Semarang,
Ario Damar atau Ario Dillah memiliki nama Tionghoa, yaitu Swan Liong (Naga Berlian)
tanpa nama marga di depannya. Hal ini disebabkan dari garis keturunan ibunya
merupakan wanita peranakan Tionghoa. Nama Ario Damar juga ditemukan dalam
Kidung Pamacangah dan Usana Bali sebagai penguasa bawahan di Palembang yang
membantu Majapahit menaklukkan Bali pada tahun 1343.

Dikisahkan, Ario Damar memimpin 15.000 prajurit menyerang Bali dari arah utara,
namun Gajah Mada menyerang dari selatan dengan jumlah prajurit yang sama. Pasukan
Ario Damar berhasil menaklukkan Ularan yang terletak di Pantal Utara Bali. Pemimpin
Ularan yang bernama Pasung Giri akhirnya menyerah setelah bertempur selama dua hari.
Ario Damar yang kehilangan banyak prajurit melampiaskan kemarahannya dengan cara
membunuh Pasung Giri.

Ario Damar kembali ke Majapahit untuk melaporkan kemenangan di Ularan.


Pemerintah pusat yang saat itu dipimpin Tribhuwana Tunggadewi marah atas
kelancangannya, yaitu membunuh musuh yang sudah menyerah. Ario Damar pun dikirim
kembali ke medan perang untuk menebus kesalahannya. Ario Damar tiba di Bali
bergabung dengan Gajah Mada yang bersiap menyerang Tawing. Sempat terjadi
kesalahpahaman dan Ario Damar menyerbu lebih dulu sebelum datangnya perintah. Akan
tetapi keduanya akhirnya berdamai sehingga pertahanan terakhir Bali pun dapat
dihancurkan.

9
Seluruh Pulau Bali akhirnya jatuh ke dalam kekuasaan Majapahit setelah pertempuran
panjang selama tujuh bulan. Pemerintahan Bali kemudian di. pegang oleh adik-adik Ario
Damar, yaitu Ario Kenceng, Ario Kutawandira, Ario Sentong, dan Ario Belog. Sementara
itu, Ario Damar sendiri kembali ke daerah kekuasaannya di Palembang. Sementara itu,
Ario Kenceng memimpin saudara-saudaranya sebagai penguasa Bali bawahan Majapahit.
Ia dianggap sebagai leluhur raja-raja Tabanan dan Badung.

Ario Damar adalah pahlawan legendaris sehingga nama besarnya selalu diingat oleh
masyarakat Jawa. Dalam naskah-naskah babad dan serat, yaitu Babad Tanah Jawi, tokoh
Ario Damar disebut sebagai ayah tiri Raden Fatah. raja Demak pertama. Dikisahkan, ada
seorang raksasa wanita ingin menjadi istri Brawijaya raja terakhir Majapahit (versi
babad). la pun mengubah wujud menjadi gadis cantik bernama Endang Sasmintapura, dan
segera ditemukan oleh Patih Majapahit (yang juga bernama Gajah Mada) di dalam pasar
kota. Sasmintapura pun dipersembahkan kepada Brawijaya untuk dijadikan istri. Akan
tetapi, ketika sedang mengandung, Sasmintapura kembali ke wujud raksasa karena makan
daging mentah. Ia pun diusir oleh Brawijaya sehingga melahirkan bayinya di tengah
hutan. Putra sulung Brawijaya itu diberi nama Jaka Dilah.

Setelah dewasa Jaka Dilah mengabdi ke Majapahit. Ketika Brawijaya ingin berburu,
Jaka Dilah pun mendatangkan semua binatang hutan di halaman. istana. Brawijaya sangat
gembira melihatnya dan akhirnya sudi mengakui Jaka Dilah sebagai putranya. Jaka Dilah
kemudian diangkat sebagai bupati Palembang bergelar Ario Damar. Sementara itu,
Brawijaya telah menceraikan seorang selirnya yang berdarah Cina karena permaisurinya
yang bernama Ratu Dwarawati (Putri Champa) merasa cemburu. Putri Cina itu
diserahkan kepada Ario Damar untuk dijadikan istri. Ario Damar membawa putri Cina ke
Palembang Wanita itu melahirkan putra Brawijaya yang diberi nama Raden Fatah.
Kemudian dari pernikahan dengan Ario Damar, lahir Raden Kusen. Dengan demikian,
terciptalah suatu silsilah yang rumit antara Ario Damar. Raden Fatah, dan Raden Kusen.
Setelah dewasa, Raden Fatah dan Raden Kusen meninggalkan Palembang menuju Jawa.
Raden Fatah akhirnya menjadi raja Demak pertama, dengan bergelar Panembahan
Jimbun.

10
Akibat kericuhan politik di Demak, setelah wafatnya Sultan Trenggono pada tahun
1546, telah berimbas pula bagi Palembang. Menurut suatu cerita Palembang dikatakan
tatkala negeri Demak dikalahkan sultan Pajang maka banyak raja-raja dan priayi-priayi
yang lari ke Palembang, salah satunya bernama Gedeng Sura. Seorang anggota Raad van
Indië (Dewan Hindia), P. dee Roo de Faille, dalam buku Dari Zaman Kesultanan
Palembang, menjelaskan:

Maka datang prijaji dari Soerabaja, bernama Kjahi Gedeng Soere, soed didalem
hidjrat Nabi 981 ia menjadi radja Palembang. Suatu tjerita l dari Palembang (tt.no.31)
memberikan adanja suatu penjingkiran ke Palembang: "Tatkala negeri Demak dikalahkan
oleh Sultan Padjang mal banyaklah radja? dan prijai' yang lari, maka jang masuk ke
Palembang bernama Gedeng Soera.

Demikian, sejarah panjang terbentuknya kesultanan Palembang pada abad ke-17 M,


dapat dirunut dari tokoh Ario Damar, seorang keturunan dari raja Majapahit yang
terakhir. Kesultanan Palembang secara resmi diproklamirkan oleh Pangeran Ratu Kimas
Hindi Sri Susuhanan Abdurrahman Candiwalang Khalifatul Mukminin Sayidul Iman
(atau lebih dikenal Kimas Hindi/Kimas Cinde) sebagai sultan pertama (1643- 1651),
terlepas dari pengaruh kerajaan Mataram (Jawa). Corak pemerintahannya diubah condong
ke corak Melayu dan lebih disesuaikan dengan ajaran agama Islam. Berikut ini para
penguasa/ raja/ sultan yang pernah memerintah di kesultanan Palembang.
1. Ario Abdillah (Ario Dillah/Ario Damar)
2. Pangeran Seda Ing Lautan
3. Ki Gede Ing Sura Tuo
4. Ki Gede Ing Sura Mudo
5. Kiai Mas Adipati
6. Pangeran Madi Ing Angsoko
7. Pangeran Mas Alit
8. Pangeran Seda Ing Puro
9. Pangeran Seda Ing Kenayan
10. Pangeran Seda Ing Pasarean
11. Pangeran Seda Ing Rajek
12. Kiai Mas Endi
13. Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago
14. Sultan Agung Komarudin Sri Teruno

11
15. Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikrano
16. Sultan Susuhunan Ahmad Najamuddin Adi Kesumo
17. Sultan Muhammad Bahauddin
18. Sultan Susuhunan Mahmud Badaruddin
19. Sultan Susuhanan Husin Dhiauddin
20. Sultan Ahmad Njamuddin Pangeran Ratu
21. Sultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom
22. Pangeran Kramo Jayo

Seperti telah disinggung di muka bahwa wilayah kesultanan Palembang saat itu
meliputi wilayah Sumatra Selatan saat ini ditambah wilayah Bangka Belitung. Menurut
cerita tutur, wilayah Palembang adalah wilayah uluan “sungai-sungai yang jumlahnya
sembilan yang dikenal dengan Batanghari Sembilan, yang hampir semuanya bermuara di
Sungai Musi, kecuali Sungai Banyuasin. Daerah-daerah uluan ini dikenal dengan daerah
pedalaman, yang masing-masing tunduk terhadap kesultanan Palembang dengan berbagai
status seperti Kepungutan yang dipimpin oleh raban atau jenang dan daerah Sindang yang
statusnya lebih bersifat seperti sekutu sultan di daerah pedalaman karena mereka diberi
hak untuk mengatur wilayahnya sendiri."

Kesultanan Palembang sejak awal berdirinya telah terbentuk suatu pemisahan antara
wilayah ibukota dengan wilayah di luar ibukota yang dikenal dengan wilayah uluan.
Disebut wilayah uluan karena letaknya di hulu sungai sungai Batanghari Sembilan,
kecuali Sungai Banyuasin. Selain itu, terdapat daerah Kepulauan Bangka dan Belitung
yang menjadi salah satu wilayah penting bagi kesultanan Palembang karena hasil alam
berupa timah dan lada yang dihasilkan wilayah tersebut merupakan salah satu komoditi
dagang utama di Bandar Palembang, yang menghasilkan banyak uang bagi kesultanan
Palembang. Oleh karena itu, letaknya yang paling jauh dan terpisah oleh laut, Bangka dan
Belitung sering pula debut negeri luar, yang artinya wilayah yang tetap berada di bawah
kesultanan, namun terletak di luar wilayah utama.

Ibukota Palembang adalah pusat pemerintahan kesultanan Palembang dari tempat ini
sultan mengatur dan mengawasi wilayahnya. Kediaman sultan lazim disebut keraton.
Keraton yang menjadi inti ibukota secara kosmolog merupakan pusat kekuatani magis
dari kerajaan itu. Keraton Palembang adalah pusat dari Batanghari Sembilan, yang
merupakan lambang kosmolog yaitu adanya delapan penjuru mata angin, dan penjuru

12
kesembilan berada di Keraton Palembang. Dengan demikian, klaim Palembang atas
daerah-daerah luamnya berada di batas-batas Batanghari (sungai). Luas kerajaannya
tergantung siapa yang yang menjadi raja atau sultannya. Batas kesultanan Palembang bu
besar dan bisa mengecil. Jika rajanya berpengaruh dan berdiplomasi tinggi daerahnya
akan meluas, namun sebaliknya. Akan tetapi, sebuah ibukota, Palembang memiliki
bangunan-bangunan yang membuktikan keberadaannya sebagai pusar kerajaan. Ibukota
atau keraton adalah pusat kekuasaan atau politik, pusat kosmos dalam bentuk
mikrokosmos (pusat magis), dan sekaligus pusat legitimasi Wilayah ini sepenuhnya
berada di bawah kekuasaan raja atau sultan. Terdapat tiga keraton yang pernah menjadi
pusat pemerintahan. Keraton pertama yang didirikan oleh Ki Gede Ing Sura adalah
Keraton Kuto Gawang, situsnya sekarang menjadi Kompleks Pabrik Pupuk Sriwijaya
(Pusti). Makamnya berada di luar Kuto Gawang, serta dikenal sebagai Makam Candi
Gede Ing Sura.

Di ibukota inilah berjalan pusat pemerintahan yang langsung berada di bawah sultan.
Pelaksanaan tugas harian dilaksanakan oleh putra mahkota (Pangeran Ratu). Di bawahnya
terdapat suatu bentuk pemerintahan dengan struktur yang mirip digunakan oleh kerajaan
Mataram yang dikenal dengan pancalang lima yang keempat pejabatnya disebut
mancanegara." Wilayah kesultanan Palembang adalah wilayah-wilayah yang dialiri
sembilan sungai. Wilayah di hulu sungai-sungai merupakan daerah-daerah pedalaman
dari kesultanan Palembang, serta terdapat hutan, perkebunan, dan pertanian yang
menopang daerah ibukota Palembang sekaligus menjadi komoditi perdagangan yang
diperdagangkan di Bandar Palembang Untuk itu, terlebih dahulu akan di tinjau mengenai
batas-batas yang termasuk dalam wilayah kesultanan Palembang Di sebelah utara
kesultanan Palembang berbatasan dengan Jambi, sebelah Timur Laut berbatasan dengan
Laut Cina Selatan, sebelah barat berbatasan dengan Bengkulu, dan sebelah selaran
berbatasan dengan Lampung.

Wilayah uluan ini sendiri terbagi atas dua wilayah, yaitu wilayah uluan bagian uli
yang meliputi; Tebing Tinggi, Empat Lawang, Lematang Ulu, Kikim, Tanah Pasemah
dan Tanah Rejang. Ogan Ulu, Komering Ulu, Enim, Tanah Semendo, Kisam, Mekakau,
dan Belida. Berikutnya adalah wilayah uluan yang terletak di ilir yang meliputi; Banyu
Asin, Komering Ilir, Ogan Ilir, dan Lematang Ilir. Ditambah Kepulauan Bangka dan
Belitung." Pemerintahan di daerah uluan dibagi menjadi tiga bentuk wilayah
pemerintahan, yaitu sikap. daerah kepungutan, dan daerah sindang. Wilayah terakhir yang

13
masuk daerah kesultanan Palembang tetapi terletak jauh dari pusat pemerintahan adalah
Bangka dan Belitung. Kedua daerah ini adalah penghasil timah dan lada yang utama bagi
Palembang, menurut sebuah catatan, Masjid Agung Palembang dibangun atas keuntungan
penjualan timah di Bandar Palembang.2

Mayoritas orang Arab di Palembang adalah keturunan Ba'Alawi yang dianggap


sebagai keturunan Nabi Muhammad dari cucunya Husein atau sering juga disebut Arab
Hadrami. Oleh karena itu, mereka terdiri atas para Sayyid maka mereka memiliki
martabat tersendiri di mata "warga kota asli", selama abad ke-19 M, setelah runtuhnya
kesultanan, para Sayyid mengadopsi gaya hidup eksklusif yang membedakan mereka
dengan lapisan sosial yang lain mulai dari bahasa, konsumsi, dan reproduksi. Strategi
sosial ini memegang peranan yang menonjol sekali. Dalam etika sosial masyarakat
Palembang, tuan Sayyid harus disambut dengan sujudan (mencium tangan) dan sapaan
yang sopan memakai bahasa Palembang halus dan jika diundang untuk upacara
keagamaan Palembang, mereka mendapat tempat terhormat. Di bidang konsumsi, para
Sayyid memulai koleksi senjata mahal, membeli harta keraton dari ningrat yang jatuh
miskin, memesan buku dari Mesir, Istanbul, dan Irak, dan mengumpulkan manuskrip.
Koleksi naskah terbesar, terdiri atas lebih dari 1.200 naskah dalam bahasa Melayu, Arab,
dan Parsi, yang dimiliki Syarit Ali Svehbubakar yang menjadi kapten Arab dari tahun
1833 sampai 1878. Eksemplar yang termahal dalam koleksi ini adalah sebuah manuskrip
Shah Namah, yang dibeli Syarif Ali dalam satu perjalanan dagangnya ke Parsi.3

2
Ibid, hlm.93-101
3
Ibid, hlm. 128

14
4. Kerajaan Islam Jambi

Berdirinya kesultanan Jambi bersamaan dengan strukturnya Islam di wilayah itu. Pada
1616 Jambi merupakan pelabuhan terkaya kedua di Sumatera sesudah Aceh, dan pada
1670 kerajaan ini sebanding dengan tetangga-tetangganya seperti Johor dan Palembang.
Namun kejayaan Jambi tak berumur panjang. Tahun 1680an Jambi kehilangan letak sbg
pelabuhan lada utama, sesudah perang dengan Johor dan konflik internal.

Tahun 1903 Pangeran Ratu Martaningrat, keturunan Sultan Thaha, sultan yang
terakhir, menyerah Belanda. Jambi digabungkan dengan keresidenan Palembang. Tahun
1906 kesultanan Jambi resmi dicerai-beraikan oleh pemerintah Hindia Belanda.

Pemerintahan Kesultanan Jambi dipimpin oleh raja yang bergelar sultan. Raja ini
dipilih dari wakil pengusaha yang merundingkan empat keluarga bangsawan (suku): suku
Kraton, Kedipan, Perban dan Raja Empat Puluh. Selain menentukan raja keempat suku
tersebut juga menentukan pangeran ratu, yang mengemudikan jalan pemerintahan sehari-
hari. Dalam menjalankan pemerintahan pangeran ratu ditolong oleh para menteri dan
dewan penasihat yang anggotanya berasal dari keluarga bangsawan. Sultan berfungsi
sebagai pemersatu dan mewakili negara untuk dunia luar.

Senarai (silsilah) Sultan Jambi Berikut yaitu daftar Sultan Jambi.

Tahun Nama atau gelar

1790 – 1812 Mas’ud Badruddin bin Ahmad Sultan Ratu Seri Ingalaga

1812 – 1833 Mahmud Muhieddin bin Ahmad Sultan Besar Seri


Ingalaga

1833 – 1841 Muhammad Fakhruddin bin Mahmud Sultan Keramat

1841 – 1855 Abdul Rahman Nazaruddin bin Mahmud

1855 – 1858 Thaha Safiuddin bin Muhammad (1st time)

15
1858 – 1881 Ahmad Nazaruddin bin Mahmud

1881 – 1885 Muhammad Muhieddin bin Abdul Rahman

1885 – 1899 Ahmad Zainul Abidin bin Muhammad

1900 – 1904 Thaha Safiuddin bin Muhammad (2nd time)

1904 Dihancurkan Belanda

2012 Abdurrachman Thaha Safiuddin (Dinobatkan pada


Tanggal 18 Maret 2012)

16
Kerajaan Melayu Kesultanan Jambi sekarang sudah mempunyai seorang sultan.
Sesudah sekian puluh tahun lamanya, pelestarian Kerajaan Melayu Kesultanan Jambi
semenjak wafatnya Sultan Thaha Syaifuddin, masa penyerangan penjajah Belanda yang
dipimpin oleh Leutenant G. Badings ke tempat terakhir pelarian Sultan Thaha Syaifuddin
di Tanah Garo, dan wafat dalam pertempuran di Desa Betung Bedarah, Disktrik Muara
Tabir, Kabupaten Tebo pada 1904. Kerajaan Melayu Kesultanan Jambi sampai awal
tahun 2012 ini, sbg ronde pelestarian aset sejarah dan norma budaya Melayu Nusantara,
malahan belum berdiri tegak. Namun kejayaan dan kemasyuran Kesultanan Jambi di era
Sultan Thaha Syaifuddin tempo dahulu bakal terwujud dengan digelarnya prosesi hukum
budaya besar penobatan penerus Sultan Thaha Syaifuddin kepada Raden Abdurrachman
Bin Raden Djak’far Kertopati gelar Pangeran Mudo, sbg Sultan Kerajaan Melayu
Kesultanan Jambi (pelestarian) yang baru, beserta permaisuri Ratu Mas Siti Aisah Bin
Raden Haji Usman Yasin gelar Ratu Aisah Kusumo Ningrat. Penobatan yang digelar di
Ball Room Hotel Novita pada Minggu, 18 Maret 2012, dilakukan oleh Bunda Ratu
Syarifah Muryani Allatif asal dari Malaysia. Bunda Ratu mengklaim lahir di Penegak,
Sarolangun, dan keturunan dari Putri Pinang Masak.Penobatan ini berdasarkan penetapan
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Kelas I Jambi Nomor.18/Pdt.P/2008/PA. Jb,
tertanggal 19 Mei 2008. yang diketuai oleh Mahmuddin Rasyid MH, serta dua orang
hakim anggota pautannya, yaitu Muhammad DJ dan Mahmud Fauzi, ditambah seorang
panitera pengganti, Yusran Marpaung.Majelis Hakim Pengadilan Agama Jambi
menetapkan bahwa Raden Abdurrachman Bin Raden Dja’far Kertopati gelar Pangeran
Mudo, yaitu keturunan sah dari garis keturunan Raja Kerajaan Melayu Kesultanan Jambi,
dari garis lurus keturunan Sultan Thaha Syaifuddin Gelar Pangeran Jayaningrat dengan
Permaisuri Ratu Chalijah gelar Ratu Anom Kesumo Ningrat sebagai Mahir Waris dan
Penerima Waris tahta pelestarian Kerajaan Melayu Kesultanan Jambi sekarang. Posisi
Raden Abdurrachman Bin Raden Dja’far Kertopati gelar Pangeran Mudo diperkuat lagi
berdasarkan dokumen ‘Surat Wasiat’ milik ayah kandung Raden Iskandar HK gelar
Pangeran Prabu yaitu Raden Hasan Basri Bin Raden Inu Kertopati Bin Sultan Thaha
Syaifuddin pada 1989. Yakni satu tahun, sebelum Raden Hasan Basri wafat pada 1990
lalu, Surat wasiat tersebut mencetuskan bahwa apabila kelak seluruh keluarga besar dan
keturunan Sultan Kerajaan Melayu Kesultanan Jambi, yaitu Sultan Thaha Syaifuddin,
yang juga sudah dikuatkan oleh pemerintah RI sbg Pahlawan Nasional berdasarkan Surat
Keputusan Presiden RI Nomor.079/TK/1977 ini, serta segenap unsur pemerintah kawasan
Provinsi Jambi di dalam memutuskan dan menentukan sikap, siapa yang berhak sbg

17
mahir waris dan penerima waris tahta Kerajaan Melayu Kesultanan Jambi sbg Sultan
Jambi, untuk meneruskan tongkat estafet kesultanan maupun Sultan Jambi Pelestarian,
yaitu Raden Abdurrachman bin Raden Ja’far Kertopati gelar Pangeran Mudo.

Riwayat sosok Sultan Kerajaan Melayu Kesultanan Jambi pelestarian ini, yakni
Sultan Abdurrachman Thaha Syaifuddin, dia yaitu putra mahkota dari Raden Dja’far
Kertopati Bin Raden Inu Kertopati, dan ibunya bernama Ratu Mas Maimunah gelar Ratu
Kecik Binti RA. Rahman gelar Pangeran Ratu Martoningrat Bin Sultan Thaha
Syaifuddin.Secara langsung mempunyai anak tunggal antaraku pewaris tahta sekaligus
putra mahkota Kerajaan Melayu Kesultanan Jambi, yaitu Raden Abdurrachman alias
Raden Guntur bergelar Pangeran Mudo.Sultan Kerajaan Melayu Kesultanan Jambi,
Sultan Abdurrachman Thaha Syaifuddin yang lahir di salah satu kamar ronde tengah
Rumah Dinas Residen Jambi yang pertama (sekarang Rumah Dinas Gubernur Jambi),
Raden Inu Kertopati di Tanah Putih, Disktrik Pasar, Kota Jambi sekarang, pada Jum’at,
16 Juni 1950. Menanamatkan pendidikan terakhirnya di SMA Negeri 1 Kota Jambi dan
memainkan pekerjaan sbg PNS (Pegawai Negeri Sipil) dilingkungan Kantor Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Provinsi Jambi sampai diai pensiun pada 2006.
Dari pernikahan dirinya dengan Ratu Mas Siti Aisyah gelar Ratu Aisyah Kesumo
Ningrat, dikaruniai dua orang putra dan seorang putri, masing-masing yaitu Raden Rano
Dwi Anggoro gelar Pangeran Ratu sbg pewaris tahta sekaligus putra mahkota Kerajaan
Melayu Kesultanan Jambi pelestarian, Raden Wawan Pitrah Nugraha dan Ratu Mas Nora
Fitria Ulfah. Gelar kesultanan yang melekat pada dirinya, yaitu Pangeran Mudo dan Ratu
Ngurah Sultan Abdurrachman Thaha Syaifuddin. Gelar Ratu Ngurah tersebut merupakan
gelar kekerabatan yang diperolehnya dari Raja Bali, DR. Shri I Gusti Ngurah Arya
Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa III ketika aktivitas peresmian Museum
Soekarno pada 11 November 2011 di Tampak Siring, Gianyar, Bali.4

5. Kerajaan Islam Siak Sri Indrapura

1. Sejarah Singkat Berdirinya

4
http://p2k.um-surabaya.ac.id/id3/2-3045-2942/Jambi_41803_um-surabaya_p2k-um-surabaya.html diakses
pada tanggal 18 November 2021, pukul 08.30

18
Siak sebuah perkampungan yang memiliki sejarah yang amat panjang. Di
perkampungan ini cikal-bakal terwujudnya sebuah peradaban dan kebudayaan Melayu
Islam yang kental dengan nilai-nilai ke-Islaman. Karena dahulu daerah Siak menjadi
pusat peradaban Islam Melayu yang berada di bawah imperium Kersultana Melaka.
Sehingga begitu kentalnya siar dan ajaran agama Islam di Siak, yang berdampak
dalam peradaban, kebudayaan, dan adat. Sampai saat ini orang yang pandai dalam
pengetahuan Islamnya dikenal dengan sebutan Orang Siak. Adapun bukti otentik dari
pernyataan diatas terdapat beberapa peninggalan sejarah berupa sebuah Istana yang
masih kokoh sebagai simbol kekuasaan pada era pemerintahan Kesultanan Siak Sri
Indrapura yang bernama Istana Asserayah Hasyimiah, Balai Rung Sari dan adanya
bagunan masjid kerajaan yang bernama Masjid Agung Syahabuddin ketiga institusi
ini pada saat itu berperan untuk mengatur tata kehidupan masyarakat Siak dan
sekitarnya. 5 Siak Sri Indrapura adalah sebuah kota yang masih memiliki nilai sejarah
dan peradaban Islam sangat kental di tanah Melayu. Terdapat bangunan istana masjid,
dan makam sultan yang mengisyaratkan dahulu pernah berdiri sebuah kesultanan
bercorak Islam, yakni Kesultanan Siak Sri Indrapura. Awalnya Kesultanan Siak Sri
Indrapura bernama Kerajaan Gasib yang kental dengan ajaran Hindu-Budha, dan
berada di bawah empayar kerajaan maritim yang kuat dan kokoh yakni Kerajaan
Sriwijaya. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, ketika runtuhnya Kerajaan
Sriwijaya yang pernah menampakkan kakinya di Riau tepatnya di Muara Takus,
Bangkinang, desa ini merupakan pusat agama Budha tepatnya berada di komplek
candi Muara Takus. Adapun jarak dari Pekanbaru 135 kilometer, adapun letak candi
Muara Takus terletak 2,5 kilo meter dari pusat desa dan berdampingan dari Sungai
Kampar Kanan. Candi ini juga menjadi saksi bisu bahwasannya dahulu pernah
menjadi sebagai pelabuhan, pernyataan ini tampak jelas terlihat dari masyarakat
Kerajaan Sriwijaya terkenal sebagai pelaut yang handal. Setelah Kerajaan Sriwijaya
hancur maka bermunculankerajaan-kerajaan yang bercorak Islam seperti, Kerajaan
Gasib, Kerajaan Inderagiri, Kerajaan Kampar, Kerajaan Rokan, Kerajaan Pekantua
dan lain-lain. Fenomena ini dapat terjadi karena daerah Riau merupakan daerah yang
terdapat beberapa sungai besar dan anak sungai, adapun sungai besar tersebut, Sungai
Inderagiri, Kampar, Rokan, Gangsal dan Jantan (Siak) yang memiliki nilai sejarah
dimana dari setiap nama-nama sungai tersebut mengisyaratkan dahulu telah hadir dan

5
Ahmad Supandi, “Kesultanan Siak Sri Indrapura: Islam dan Perlawanan Terhadap Kolonialisme”,
Jakarta.2015, hlm.20-21

19
pernah berdiri suatu kerajaan dari setiap sungai tersebut karena nama dari kerajaan
pada saat itu diambil dari nama sebuah sungai.

20
Pada bab ini, penulis berupaya mendeskripsikan kembali apa yang telah terjadi di
sepanjang Sungai Jantan (Siak) pada abad ke-XIV-XV M, yakni anak Sungai Siak
yang bernama Gasib, tempat ini sekarang berada di hulu Kuala Mandau. Mengenai
keberadaan Kerajaan Gasib memang sulit diungkap karena keterbatasan sumber,
namun berdasarkan pernyataan dari beberapa tokoh lokal meyakini Kerajaan Gasib ini
memang benar ada dan diketahui material bangunan kerajaan berbahan dasar kayu
yang besar dan kokoh. Istana kerajaan berbentuk panggung dan ketinggiannya
diperkirakan mencapai enam meter dan Kerajaan Gasib ini memiliki seorang puteri
mahkota yang cantik jelita bernama Puteri Kaca Mayang. Pada masa pemerintahan
Raja Begadai memiliki panglima perang yang berawak gagah (besar), tinggi (panjang)
dan pandai berperang yang bernama Panglima Jimban (Panglima Panjang), gelar yang
diberikan kepadanya disusaikan dengan fisiknya (perawakan). Panglima Panjang ini
telah menerima tugas besar dari Raja Begadai untuk mempersiapkan serangan ke
Aceh, serangan ini terpicu karena Raja Begadai ingin memulangkan Puteri Kaca
Mayang yang telah dipaksa oleh Raja Aceh untuk dijadikan sebagai permaisyuri.
Kemudian Panglima Panjang lekas menuju Aceh dengan pasukannya, hingga terjadi
bentrokan antar keduanya. Pertempuran ini sudah lama terjadi, berawal dari ekspansi
Kesultanan Aceh di daerah kekuasaan Kerajaan Gasib yang akan melakukan
Islamisasi. Berhubung Kerajaan Gasib masih dipenuhi oleh paham Hindu-Budha
pihak Kerajaan Gasib jelas berontak karena akan merusak semua tatanan masyarakat
yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Gasib.Dalam perjalanan Puteri Kaca
Mayang menghembuskan nafasnya dan dibawanya kabar kepada Raja Gasib, pada
saat itu pula raja sangat terkejut akan wafatnya Puteri Mahkota kesayangannya itu
hingga terjatuh sakit karena berlarut dalam kesedihan. Setelah wafat puteri
kesayangannya itu, Raja Gasib hijrah ke Gunung Ledang yang berada di Melaka.
Untuk sementara tahta kerajaan dipinggul oleh panglima Jimban, meskipun sang
panglima Jimban menguasai Kerajaan Gasib, karena kesetiaanya kepada raja sangat
tinggi, maka dirinya tidak ingin menari dalam kesedihan yang dialami oleh rajanya
itu. Kejadian tersebut secara ilmiah memang belum dapat dibuktikan secara nyata,
bermodalkan pada keyakinan mayarakat setempat berdasarkan bukti-bukti yang
ditemukan disekitar area pusat pemerintahan Kerajaan Gasib seperti, ditemukan
mahkota Puteri Kaca Mayang, di Tapung Kiri yang didapatkan dari seorang
Bendahara dari Batu Gajah yang masih menyimpan sebuah gagang keris yang
diberikan oleh raja Gasib sebagai hadiah.

21
Bukti-bukti lainnya juga yang dimiliki Bendahara dari Tadun dari raja Gasib
berupa perisai dan dikuatkan oleh adanya makam yang diyakini oleh penduduk
setempat yakni makam Puteri Kaca Mayang. Adapun raja yang dapat diketahui
periode pertama bernama Raja Begadai, pernyataan ini berlandaskan Tarikh Cinayang
dikatakan didalamnya bahwa para raja yang berada di Gasib, Indragiri dan Siantan
pernah memohon perlindungan kepada Cina. Keadaan ini bisa dibenarkan karena saat
itu terjadi perluasan wilayah jajahan yang dilakukan oleh KesultananMelaka yang
mulai merambat ke sungai-sungai yang berada di Riau, menginggat daerah ini
memiliki sumber daya alam yang melimpah dan diiringi kepentingan dakwah (syiar)
Islam yang dilakukan oleh pengusa Kesultanan Melaka.

Pada tahun 1444-1477 M, Kesultanan Melaka yang dikendalikan oleh Sultan


Mansyur Syah berhasil menjadikan Kerajaan Gasib yang kental akan Hindu-Budha
berada di bawah kedaulatan Kesultanan Melaka. Berhubung Kesultanan Malaka tela
menjadi kerajaan yang telah terpengaruh oleh agama Islam maka status Kerajaan
Gasib yang berada di bawah kekuasaannya maka raja dari Kerajaan Gasib ditawan
dan anaknya yang bernama Megat Kudu telah menjadi muallaf dan dinobatkan
menjadi raja untuk mengendalikan kekuasaaan Kerajaan Siak Gasib.6

2. Peristiwa Penting Dalam Pemerintahan

Mengingat panjangnya rentang waktu pada masa lampau maka diperlukan


pemenggalan-pemenggalan waktu tesebut menjadi suatu kurun waktu. Langkah
bertujuan mempermudah pembahasan mengenai setiap peristiwa-peristiwa sejarah
yang terkait dalam dimensi waktu. Pembagian waktu itulah yang kemudian dikenal
sebagai periodisasi. Pemenggalan atau pembagian sebuah kurun waktu tidak
didasarkan pada hitungan matematis, misalnya setiap satu abad, lima abad, dan
seterusnya tetapi sering kali mengikuti perkembangan peradaban masyarakat manusia.
Secara tradisional, biasanya masyarakat menghubungkannya dengan tokoh besar yang
berpengaruh pada masa itu. Tokoh besar itu biasanya seorang pemimpin raja atau
kaisar, atau tokoh besar lain. Pada periode pertama ini sudah jelas pasti mengenai
awal mula berdirinya Kesultanan Siak Sri Indrapura.

6
Ibid. hlm 27-31

22
Pada raja pertama ini yang bernama Raja Kecik dengan gelar yang pernah diberikan
pada saat memerintah di Kesultanan Johor yakni Sultan Abdul Jalil Rahmat
Syah.Dalam pemerintahan, Raja Kecik menerapkan pemerintahan seperti yang pernah
diterapkan pada saat memerintah di Kesultanan Johor dengan bentuk Sultan sebagai
puncak kekuasaan, pemerintahan yang didampingi oleh Dewan Kerajaan yang terdiri
dari orang-orang besar kerajaan yang berfungsi sebagai pelaksana pemerintahan. Pada
dinasti ketujuh pemerintahan dilanjutkan oleh Tengku Udo (Syarif Ali) yang telah
mengambil alih kekuasaan Cup de Taat dari tangan Sultan Yahya dan pusat kerajaan
kembali dipindahkan ke seberang Kota Mempura tepatnya dipinggiran Sungai Siak.
Pada periode ketujuhlah terjadi perubahan nama dari Kesultanan Siak menjadi
Kesultanan Siak Sri Indrapura. Adapun maksud dari Sultan Assaidis Syarif Ali dalam
merubah nama Kesultanan Siak menjadi Kesultanan Siak Sri Indrapura berdasarkan
asal dari kata Siak Sri Indrapura, secara harfiah dapat bermakna pusat kota raja yg taat
beragama, dalam bahasa Sanskerta, sri berarti “bercahaya” dan indera atau indra dapat
bermakna raja dan pura dapat dimaknai “kota” atau “kerajaan”. Kemudian Sultan
Assaidis Syarif Ali mendirikan istana di Koto Tinggi dan memperkuat pasukan
perangnya untuk mempersatukan raja-raja Melayu yang berada di Pantai Timur
Sumatera.Selama pemerintahannya, Sultan Syarif Ali berhasil menyatukan duabelas
KesultananMelayu sekitar Pesisir Pantai Timur Sumatera. Peristiwa ini dikenal
dengan sebutan jajahan duabelas yaitu: Kota Pinang, Asahan, Kualuh, Bilah Panai,
Deli, Langkat, Badagai Batu Bara, Serdang, Temiang, Sambas, dan Pelalawan.han
dan berkerja sebagai penasihat utama sang Sultan.

Masa kejayaan Kesultanan Siak Sri Indrapura terjadi pada pemerintahan Sultan
Assaidis Syarif Hasyim, namun kejayaan ini terlalu singkat, meskipun singkat telah
terasa perubahan yang signifikan. Pada 1908 M, Sultan Assaidis Syarif Hasyim
bersama beberapa orang besar kerajaan untuk melakukan perjalanan ke Negeri
Singapura dengan maksud untuk mencari pengalaman dan memperdalam hubungan
dibidang ekonomi khususnya sektor perdangangan dengan para pengusaha asing
diantaranya dari Belanda, Inggris, dan Cina. Namun dalam perjalanan itu, tepatnya
pada tanggal 2 April 1908 M, Sultan Assaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin
mangkat di Singapura dan dimakamkan di Kota Tinggi Siak Sri Indrapura dengan
gelar Marhum Baginda.

23
Roda pemerintahan dilanjutkan oleh Tengku Sulung Sayid Kasim adalah anak dari
Sultan Siak ke-XI yakni Sultan Assaidis Sayid Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin dan
ibunda tercinta yang bernama Tengku Yuk Syarifah Aminah binti Tengku Musa
Sayid Said, Tengku Yuk ini merupakan permaisuri dan istri kedua Sultan Sayid
Hasyim sedangakan istri pertamanya bernama Encik Rafi'ah binti Datuk (perempuan
bukan dari ketururan bangsawan) Muhammad Saleh (seorang Datuk Orang Besar
Kerajaan Siak) dan melahirkan seorang anak lelaki yang bernama Tengku Long Putih
Sayid Muhammad, adapun saudara dari Tengku Sulung ini mengahabiskan waktunya
di Singgapura kerena memiliki kesibukan di bidang perdagangan. Dalam menjalani
roda pemerintahan Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin awalnya
masih sama seperti masa pemerintahan ayahnya tercinta, namun perlahan mengalami
perubahan sedikit pada struktur dan tugas-tugasnya dari yang telah ditentukan di
dalam Baabul Qawa'id.

Setelah membentuk sistem pemerintahan dengan sangat baik, kemudian Sultan


Assadis Syarif Kasim juga memfokuskan dibidang pendidikan. Untuk tahap awal
Sultan Assaidis Syarif Kasim membentuk beberapa sarana pendidikan baik yang
formal, informal dan nonformal. Pada tahun 1917 M, Sultan Assaidis Syarif Kasim
Abdul Jali Syaifuddin juga mendirikan sebuah sekolah yang kental dengan unsur
Islam yang bernama Madrasah Taufiqiyyah al Hasyimiyyah sekolah ini pada dasarnya
setingkat dengan Ibtidaiyah (SD), Tsanawiyyah (SMP) dan Aliyah (SMA). Dalam
kegiatan belajar dan mengajar disekolah ini berjalan pada sora hari yang didalamnya
diajarkan pengetahuan agama Islam dan nilai-nilai ke-Islaman.

Pada tahun 1964 M, kondisi kesehatan Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil
Syaifuddin menurun dan sempatdilarikan ke rumah sakit Cartex Rumbai di
Pekanbaru. Namun apa daya pada tahun 1967 M, Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul
Jalil Syaifuddin mulai melemah dan kurus karena sakit, dan akhirnya pada 23 April
1968, Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin mangkat di rumah sakit
Caltex Rumbai Pekanbaru.7

7
Ibid. hlm 46-77

24
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kerajaan Islam Samudra Pasai adalah kerajaan kembar yang terletak di pesisir Timur
Laut Aceh. Pendiri kerajaan Samudra Pasai ialah Sultan Al-Malik Al-Shalih, yang sekaligus
sebagai raja pertama. Nama Meurah merupakan gelar bangsawan yang lazim di Sumatra
Utara. Kepemimpinannya yang menonjol menempatkan dirinya sebagai raja. Dari segi
politik, munculnya kerajaan Samudra Pasai pada abad ke-13 M sejalan dengan suramnya
peran maritim kerajaan Sriwijaya, yang sebelumnya. Pengawasan terhadap perdagangan dan
pelayaran itu merupakan sendi-sendi kekuasaan yang memungkinkan kerajaan memperoleh
penghasilan dan pajak yang besar. Di ibukota inilah berjalan pusat pemerintahan yang
langsung berada di bawah sultan. Wilayah uluan ini sendiri terbagi atas dua wilayah, yaitu
wilayah uluan bagian uli yang meliputi; Tebing Tinggi, Empat Lawang, Lematang
Ulu, Kikim, Tanah Pasemah dan Tanah Rejang. Berikutnya adalah wilayah uluan yang
terletak di ilir yang meliputi; Banyu Asin, Komering Ilir, Ogan Ilir, dan Lematang
Ilir. Mayoritas orang Arab di Palembang adalah keturunan Ba'Alawi yang dianggap sebagai
keturunan Nabi Muhammad dari cucunya Husein atau sering juga disebut Arab
Hadrami. Strategi sosial ini memegang peranan yang menonjol sekali. Situs ini merupakan
dataran rendah yang dih oleh Sungai Musi di bagian selatan, Sungai Temenggungan di bagian
barat da Sungai Kangkang di bagian timur dan batas utara berupa rawa-rawa. Ragam hias
yang terdapat di rumah-rumah di Situs Almunawar bermot flora, fauna, dan geometris. Situs
Alhadad, Alhabsy, dan Alkaff. Secara rat, umum jumlah rumah yang terdapat di ketiga situs
ini sebanyak 18 buah dengan jumlah penghuni sebesar 68 kepala keluarga. Bentuk rumah
yang terdapat di Situs Alhadad, Alhabsy, dan Alkaff diketahui ada dua jenis rumah, yaitu
rumah limas dan rumah panggung.

25
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. H.J Suyuthi Puyungan, M. (2019). Sejarah Peradaban Islam Di Indonesia . Jakarta:
AMZAH.

Supandi, A. (2015). Kesultanan Siak Sri Indrapura: Islam dan Perlawanan Terhadap
Kolonialisme. Jakarta.

http://p2k.um-surabaya.ac.id/id3/2-3045-2942/Jambi_41803_um-surabaya_p2k-um-
surabaya.html

26

Anda mungkin juga menyukai